Anda di halaman 1dari 10

SAMBUTAN

MENTERI LINGKUNGAN HIDUP DAN KEHUTANAN

Pada Acara:
SEMINAR NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU
LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO:
PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI

Kendari, 27 November 2023

Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh


Selamat pagi, salam sejahtera untuk kita semua,
Shalom, Om Swasti Astu, Namo Buddhaya, Salam Kebajikan.

Yang saya hormati:


• Rektor Universitas Halu Oleo (Prof. Muhammad Zamrun),
• Dekan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo
(Dr. Lies Indriyani),
• Para narasumber:
• Prof. Aminuddin Mane Kandari, Guru Besar Jurusan Ilmu
Lingkungan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan Universitas
Halu Oleo,
• Dr. Suyud Warno Utomo, Ketua Umum Perhimpunan Program
Studi Ilmu Lingkungan,
• Dr. Musri Mawaleda, Anggota Dewan Energi Nasional,
• Dr. Mahawan Karuniasa, Ketua APIK Indonesia Network,
• Para pembicara, akademisi, peneliti, praktisi, mahasiswa, dan
• Seluruh hadirin peserta seminar yang saya banggakan.

1
Mengawali sambutan saya kali ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, kita
dapat bersama-sama bertemu pada hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat
dan penuh semangat dalam acara Seminar Nasional Jurusan Ilmu
Lingkungan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Universitas Halu Oleo dengan tema: “Pemanasan Global dan
Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan dan Energi”.

Tema ini saya kira sangat tepat, karena bumi kita saat ini menghadapi 3
(tiga) tantangan yang berat, yang dikenal dengan triple planetary crisis,
yaitu perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, dan
pencemaran lingkungan. Kenaikan suhu global telah menyebabkan panas
ekstrim yang melanda berbagai wilayah termasuk di Indonesia. Bahkan,
Sekjen PBB dalam Climate Ambition Summit atau Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Ambisi Perubahan Iklim yang merupakan bagian dari
pertemuan Majelis Umum PBB ke-78, yang diselenggarakan di Markas
Besar PBB di New York bulan September 2023 lalu, menyatakan bahwa
“humanity has opened the gates of hell”, bahwa umat manusia telah
membuka gerbang menuju neraka. Hal ini menunjukkan bahwa krisis iklim
sudah menjadi masalah yang sangat genting dan perlu menjadi perhatian
serius semua negara.

Beberapa waktu lalu, kita mengalami kemarau yang cukup panjang yang
disebabkan oleh kondisi panas ekstrim, yang mengancam ketersediaan
air di berbagai wilayah dan meningkatnya kebakaran hutan dan lahan di
berbagai provinsi. Bahkan Badan Perubahan Iklim Uni Eropa, Copernicus
Climate Change Service melaporkan bahwa tahun ini menjadi tahun paling
panas sejak Tahun 1940.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Pemanasan global menjadi salah satu tantangan lingkungan yang paling


mendesak di planet ini; bahkan menjadi tantangan multidimensi yang
mempengaruhi berbagai aspek kehidupan kita, termasuk dua pilar
fundamental bagi keberlangsungan hidup manusia, yaitu ketahanan
pangan dan energi.

2
Pemanasan global, sebagai akibat terganggunya keseimbangan energi
antara bumi dan atmosfer yang dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi
gas rumah kaca di atmosfer, telah mengancam stabilitas iklim kita dan
keseimbangan ekosistem, seperti terjadinya kenaikan suhu, kenaikan
permukaan air laut, perubahan pola cuaca dan peristiwa cuaca ekstrem,
serta meningkatnya intensitas bencana dan gangguan terhadap
ekosistem. Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan
perubahan iklim yang terjadi di muka bumi ini, mulai dari meningkatnya
suhu rata-rata dunia, mencairnya es di kutub-kutub, sampai bencana
alam yang sering terjadi. Semua ini adalah gambaran nyata dari
pemanasan global yang sedang berlangsung.

Intergovernmental Panel on Climate Change (IPCC) [Panel Antar


Pemerintah tentang Perubahan Iklim] dan United Nations Framework
Convention on Climate Change (UNFCCC) [Konvensi Kerangka Kerja PBB
untuk Perubahan Iklim] dalam laporannya menyatakan bahwa perubahan
iklim terjadi akibat perubahan pola cuaca global yang disebabkan oleh
aktivitas manusia, terutama terjadinya emisi gas rumah kaca ke atmosfer,
baik secara langsung maupun tidak langsung, selain adanya variabilitas
iklim alami yang terjadi selama periode waktu tertentu yang ditandai
dengan perubahan rata-rata/dan atau variabilitas sifat-sifat iklim yang
berlangsung dalam jangka waktu lama.

Kenaikan suhu global dapat mengakibatkan perubahan cuaca dan


gangguan ekosistem, yang dapat mempengaruhi produktivitas hutan dan
lahan, serta ketersediaan sumber daya alam yang menopang kebutuhan
pangan dan energi. Kondisi ini tentu saja menantang eksistensi manusia
dan keanekaragaman hayati planet bumi. Oleh karena itu, perlu diatasi
dan diperlukan tindakan nyata dari kita semua untuk menurunkan
konsentrasi gas rumah kaca di atsmosfer dan memulihkan keseimbangan
energi antara bumi dan atmosfer.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Perubahan iklim akan mempengaruhi pengelolaan hutan dan lingkungan


di berbagai belahan bumi, termasuk Indonesia. Sebagai negara kepulauan

3
dengan letak geografis dan klimatologis yang strategis di daerah tropis,
Indonesia sangat rentan terkena dampak perubahan iklim.

Salah satu dampak yang paling dirasakan akibat pemanasan global adalah
pada sektor pangan. Kita tahu bahwa untuk memenuhi kebutuhan
pangan, dibutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Namun, dengan
adanya pemanasan global, pola cuaca menjadi berubah yang
menimbulkan perubahan iklim yang ekstrem seperti kekeringan dan
banjir, pola dan siklus tanam menjadi tidak menentu, merebaknya hama
dan penyakit, dan hasil pertanian untuk menopang ketahanan pangan
pun menjadi tidak menentu (potensi kegagalan panen dan penurunan
produktivitas). Ini adalah tantangan besar bagi kita semua untuk menjaga
ketahanan pangan di tengah kondisi iklim yang tidak pasti.

Di sisi lain, perubahan iklim juga berpengaruh terhadap keberadaan hutan


sebagai penyokong keanekaragaman hayati dan penopang ketersediaan
sumber daya air, yang berperan penting dalam menjaga keseimbangan
ekosistem untuk mendukung ketahanan pangan dan ketersediaan sumber
energi. Dalam konteks energi, tantangan yang kita hadapi saat ini adalah
bagaimana beralih dari penggunaan energi fosil (seperti minyak, batu
bara dan gas bumi), yang menjadi salah satu penyumbang terbesar emisi
gas rumah kaca dan penyebab utama pemanasan global, ke sumber
energi yang berkelanjutan. Ini menjadi pertanda bagi kita semua untuk
segera beralih ke sumber energi yang lebih bersih dan berkelanjutan
(energi baru terbarukan). Bukan hanya soal dalam pengurangan emisi,
tetapi juga tentang ketahanan energi kita di masa depan. Oleh karena itu
ketahanan pangan dan energi, harus bersinergi dengan ketahanan iklim.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Sebagai salah satu negara yang diberkati dengan sumber daya hutan
hujan tropis yang luas, keanekaragaman hayati yang tinggi, stok karbon
yang besar, serta sumber daya energi dan mineral yang melimpah,
Indonesia berkomitmen kuat untuk memainkan peran penting dalam
mengatasi krisis iklim global dengan berbagai upaya mitigasi dan adaptasi
terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia aktif mengambil bagian

4
dalam upaya pengendalian perubahan iklim global dengan mencegah
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan berupaya
mengendalikan berlanjutnya perubahan iklim akibat kenaikan suhu bumi
dengan telah meratifikasi Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim melalui UU No. 16/2016. Pengendalian
perubahan iklim telah menjadi agenda global dan nasional, dan menjadi
kebutuhan bersama dengan adanya kesadaran akan ancaman dari
dampak perubahan iklim yang dirasakan semakin meluas pada berbagai
aspek kehidupan masyarakat.

Indonesia telah mengatur langkah-langkah dalam mengatasi dampak


perubahan iklim dengan landasan UUD 1945, UU dan peraturan
pelaksanaannya; serta dengan memperhatikan berbagai kesepakatan
konvensi internasional dan pedoman-pedoman secara global, dimana kita
terlibat sebagai anggota masyarakat global, dan Indonesia sebagai
anggota negara-negara di dunia internasional. Negara harus menjamin
kehidupan dan lingkungan yang layak bagi warga negaranya dan menjadi
dasar komitmen Indonesia untuk pengendalian perubahan iklim. Sejalan
dengan itu, Indonesia berkomitmen kuat untuk mengurangi emisi GRK
Nasional, dan terus berperan dalam mengurangi emisi GRK secara global.

Salah satu upaya yang dilakukan oleh Indonesia untuk mengendalikan


perubahan iklim global adalah dengan menaikkan target pengurangan
emisi GRK dan penguatan komitmen adaptasi perubahan iklim melalui
pembaharuan target NDC (Nationally Determined Contribution). Dalam
dokumen Enhanced NDC, Indonesia meningkatkan target penurunan
emisi, dari 29% menjadi 31,89% dengan upaya sendiri, dan dari 41%
menjadi 43,20% dengan dukungan internasional, dibandingkan dengan
skenario bisnis biasa pada tahun 2030.

Dalam NDC Indonesia, pengurangan emisi terbesar ditargetkan Sektor


Kehutanan dan Penggunaan Lahan (FOLU), dari total target yang
dikomitmenkan dalam ENDC, Pemerintah telah menetapkan target
pengurangan emisi untuk sektor FOLU sebesar 17,4% (dengan usaha
sendiri) dan 25,4% (dengan dukungan internasional) atau sebesar 500 –
729 juta ton CO2e pada tahun 2030.

5
Selain itu, Pemerintah juga telah menyampaikan visi perubahan iklim
tahun 2050 dalam dokumen Long-Term Strategies for Low Carbon and
Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), yang memuat tujuan Indonesia
menuju Net-Zero Emission 2060 atau lebih cepat, antara lain melalui aksi
mitigasi Indonesia’s FoLU Net-sink 2030.

Pertimbangan sektor kehutanan mendapatkan porsi besar dalam target


pengurangan emisi didasarkan pada:

Hutan memiliki beragam manfaat yang mencakup aspek lingkungan,


ekonomi, dan sosial. Manfaat tersebut melibatkan manfaat dari hasil
hutan kayu dan non-kayu, serta jasa lingkungan penting yang sangat
mendasar bagi kehidupan manusia. Hutan merupakan habitat dan tempat
perlindungan bagi sebagian besar keanekaragaman hayati terestrial di
dunia, dan berfungsi sebagai penghubung penting bagi berbagai bentuk
kehidupan.

Selain berperan dalam mendukung keanekaragaman hayati, hutan juga


berperan sebagai penjaga fungsi ekosistem. Hutan memberikan
kontribusi yang signifikan dalam menjaga sistem iklim kita, memastikan
tersedianya udara bersih, dan memainkan peran penting dalam
pemurnian air dan tanah. Selain itu, hutan secara aktif memasok air
dalam proses retensi dan pengisian ulang, yang semakin menegaskan
tentang peran penting hutan dalam menjaga lingkungan dan kelestarian
ekosistem kita.

Mempertimbangkan hal tersebut, pendekatan strategis NDC Indonesia


dibangun berdasarkan prinsip-prinsip dasar sebagai berikut:
• Pertama, menggunakan pendekatan lansekap (bentang alam)
dengan mengintegrasikan bahwa aksi perubahan iklim pada dasarnya
bersifat multi-sektoral;
• Kedua, menyoroti praktik terbaik yang ada untuk meningkatkan
keragaman kearifan tradisional serta aksi iklim inovatif;
• Ketiga, mengarusutamakan agenda iklim ke dalam perencanaan
pembangunan;

6
• Dan, mendorong ketahanan iklim dalam bidang pangan, air dan
energi.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Peran sekor kehutanan sebagai salah satu tulang punggung aksi iklim
semakin diperkuat dalam kebijakan Indonesia FOLU (Forestry and Other
Land Uses) Net Sink 2030. Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 168/2022, target FOLU Net
Sink pada tahun 2030 adalah sebesar -140 juta ton CO2, yang akan dicapai
melalui: (i) pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan; (ii)
peningkatan kapasitas hutan alam dalam menyerap karbon, (iii)
pengurangan emisi dari kebakaran dan dekomposisi gambut, (iii) restorasi
gambut dan mangrove, (iv) pengelolaan hutan lestari, dan (v)
pemanfaatan lahan tidak produktif untuk pembangunan hutan tanaman.

Untuk mendukung ketahanan pangan, pemerintah telah memastikan


ketersediaan lahan untuk lumbung pangan yang tanggap terhadap
perubahan lingkungan. Dalam hal ini, pemerintah telah menyediakan
lahan untuk pertanian melalui skenario tanah obyek reforma agraria (tora)
dan memanfaatkan kawasan hutan untuk produksi pangan melalui
perhutanan sosial. Sebagai bagian dari inisiatif pemerintah yang bertujuan
untuk memberdayakan masyarakat lokal, program perhutanan sosial
secara strategis difokuskan pada wilayah yang rentan terhadap
deforestasi dan dihuni oleh masyarakat yang menggantungkan mata
pencahariannya pada hutan, serta sekaligus untuk menjaga kelestarian
hutan. Program tersebut mencakup berbagai kegiatan, termasuk upaya
rehabilitasi yang menggunakan berbagai teknik seperti agroforestri. Selain
itu, KLHK juga menyiapkan wilayah Kesatuan Pengelolaan Hutan (KPH)
untuk membantu penyediaan lahan dalam bentuk penanaman
agroforestry untuk mendukung ketahanan pangan di setiap wilayah,
disesuaikan dengan karakteristik daerah masing-masing.

Di sektor energi, Indonesia memiliki komitmen kuat untuk mengurangi


emisi gas rumah kaca dengan mengurangi ketergantungan pada

7
penggunaan energi fosil dengan meningkatkan bauran energi dan
pengembangan sumber energi ramah lingkungan. Strategi mitigasi yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan,
efisiensi energi, penggunaan bahan bakar rendah karbon, penggunaan
teknologi pembangkit bersih, serta langkah-langkah lainnya. Strategi
tersebut diharapkan tidak hanya menjawab tantangan pemanasan global
dan perubahan iklim, tetapi juga untuk memperkuat ketahanan energi
nasional. Di samping itu, pemerintah juga terus mengupayakan transisi
energi bersih yang adil pada kelompok kecil dan rentan.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Perubahan iklim memerlukan solusi holistik yang melibatkan seluruh


lapisan masyarakat. Kebijakan dan strategi tidak cukup tanpa dukungan
dan partisipasi aktif dari seluruh lapisan masyarakat, termasuk sivitas
akademisi, peneliti, kalangan bisnis, LSM, media dan komunitas
masyarakat.

Pertama, kita perlu membangun kesadaran masyarakat bahwa


pemanasan global dan perubahan iklim bukan hanya isu global, tetapi
juga masalah lokal yang berdampak langsung pada kehidupan kita sehari-
hari. Untuk itu, edukasi masyarakat menjadi kunci.

Kedua, kita perlu memperkuat riset dan inovasi, khususnya dalam


mencari teknologi dan metode yang menerapkan praktik-praktik terbaik
dalam mendukung ketahanan pangan dan penggunaan energi yang
berkelanjutan. Teknologi ramah lingkungan yang adaptif dan solutif,
harus lebih dikembangkan dan dimanfaatkan untuk mengantisipasi krisis
iklim, pangan dan energi.

Ketiga, kolaborasi antar-sektor. Kita tidak bisa menyelesaikan tantangan


pemanasan global ini sendirian. Baik pemerintah, kelompok bisnis,
komunitas akademisi, peneliti, maupun masyarakat harus bersinergi,
bersatu padu dalam menangani dampak perubahan iklim dan pemanasan
global. Peran media pun juga sangat penting untuk memberikan edukasi
dan membangun narasi positif kepada masyarakat. Sinergi ini penting
untuk menciptakan solusi yang holistik dan berkesinambungan.

8
Meskipun kita berhadapan dengan tantangan pemanasan global yang
besar, saya percaya kita memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
mengatasinya. Yang kita perlukan adalah kesadaran dari kita semua,
komitmen untuk bertindak, serta kerjasama parapihak. Oleh karena itu,
mari kita satukan tekad dan tindakan untuk memerangi dampak negatif
dari pemanasan global ini.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Seminar Nasional ini saya rasa sangat penting dan relevan, mengingat
sebentar lagi kita akan mengikuti Konferensi rutin tahunan Conference of
Parties (COP) 28 - Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
(UNFCCC) yang akan diselenggarakan di Dubai mulai 30 November hingga
12 Desember 2023. Tema COP28 cross cutting meliputi teknologi dan
inovasi energi, pendanaan perubahan iklim (climate finance), fokus pada
alam, manusia, kehidupan dan mata pencaharian, serta inklusivitas.

Selain itu, pada COP28 ini kita juga ingin membangun diskusi yang
konstruktif, khususnya mengenai pengaturan kerugian dan kerusakan
(loss and damage) yang harus mencerminkan prinsip-prinsip tanggung
jawab bersama namun berbeda (common but differentiated
responsibilities) berdasarkan kapasitas masing-masing, serta inklusif,
efektif dan dapat diakses oleh semua negara berkembang.

Hadirin peserta seminar yang saya banggakan,

Sebagai penutup, saya ingin menekankan kembali bahwa pemanasan


global tidak hanya menjadi tantangan, tetapi kita jadikan sebagai
kesempatan. Kesempatan bagi kita semua untuk berinovasi,
berkolaborasi, bersinergi, dan berkoordinasi untuk mengantisipasi dan
melawan dampak negatif yang ditimbulkan serta membangun masa
depan yang lebih baik bagi generasi mendatang. Mari kita bersama-sama
berkomitmen untuk menjadi bagian dari solusi.

Sebelum menutup sambutan, izinkan saya menyampaikan apresiasi dan


ucapan terima kasih kepada Jurusan Ilmu Lingkungan Fakultas Kehutanan
dan Ilmu Lingkungan Universitas Halu Oleo, atas terselenggaranya

9
seminar nasional ini, yang menunjukkan betapa pentingnya kita untuk
terus mengidentifikasi berbagai solusi, mencari teknologi dan inovasi yang
solutif, sebagai bahan untuk memperkuat solusi iklim untuk keberlanjutan
dan kelangsungan hidup kita yang lebih baik.

Saya berharap sivitas akademika dari kampus dapat terus mendukung


pemerintah dalam mengidentifikasi berbagai solusi untuk mengatasi
dinamika perubahan iklim yang terjadi, memperkuat paradigma
pengelolaan hutan dan lingkungan secara berkelanjutan, serta ikut
menjaga dan mewujudkan keseimbangan dan keadilan.

Demikian sambutan saya, semoga Tuhan Yang Maha Esa senantiasa


memberikan perlindungan dan bimbingan pada setiap langkah kita.

Terima kasih.

Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.


Om Shanti Shanti Shanti Om.

Jakarta, 27 November 2023


Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan

Prof. Dr. Ir. Siti Nurbaya, M.Sc.

10

Anda mungkin juga menyukai