Pada Acara:
SEMINAR NASIONAL FAKULTAS KEHUTANAN DAN ILMU
LINGKUNGAN UNIVERSITAS HALU OLEO:
PEMANASAN GLOBAL DAN DAMPAKNYA TERHADAP
KETAHANAN PANGAN DAN ENERGI
1
Mengawali sambutan saya kali ini, marilah kita panjatkan puji dan syukur
kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas rahmat dan karunia-Nya, kita
dapat bersama-sama bertemu pada hari ini dalam keadaan sehat wal’afiat
dan penuh semangat dalam acara Seminar Nasional Jurusan Ilmu
Lingkungan Fakultas Kehutanan dan Ilmu Lingkungan
Universitas Halu Oleo dengan tema: “Pemanasan Global dan
Dampaknya terhadap Ketahanan Pangan dan Energi”.
Tema ini saya kira sangat tepat, karena bumi kita saat ini menghadapi 3
(tiga) tantangan yang berat, yang dikenal dengan triple planetary crisis,
yaitu perubahan iklim, penurunan keanekaragaman hayati, dan
pencemaran lingkungan. Kenaikan suhu global telah menyebabkan panas
ekstrim yang melanda berbagai wilayah termasuk di Indonesia. Bahkan,
Sekjen PBB dalam Climate Ambition Summit atau Konferensi Tingkat
Tinggi (KTT) Ambisi Perubahan Iklim yang merupakan bagian dari
pertemuan Majelis Umum PBB ke-78, yang diselenggarakan di Markas
Besar PBB di New York bulan September 2023 lalu, menyatakan bahwa
“humanity has opened the gates of hell”, bahwa umat manusia telah
membuka gerbang menuju neraka. Hal ini menunjukkan bahwa krisis iklim
sudah menjadi masalah yang sangat genting dan perlu menjadi perhatian
serius semua negara.
Beberapa waktu lalu, kita mengalami kemarau yang cukup panjang yang
disebabkan oleh kondisi panas ekstrim, yang mengancam ketersediaan
air di berbagai wilayah dan meningkatnya kebakaran hutan dan lahan di
berbagai provinsi. Bahkan Badan Perubahan Iklim Uni Eropa, Copernicus
Climate Change Service melaporkan bahwa tahun ini menjadi tahun paling
panas sejak Tahun 1940.
2
Pemanasan global, sebagai akibat terganggunya keseimbangan energi
antara bumi dan atmosfer yang dipengaruhi oleh peningkatan konsentrasi
gas rumah kaca di atmosfer, telah mengancam stabilitas iklim kita dan
keseimbangan ekosistem, seperti terjadinya kenaikan suhu, kenaikan
permukaan air laut, perubahan pola cuaca dan peristiwa cuaca ekstrem,
serta meningkatnya intensitas bencana dan gangguan terhadap
ekosistem. Dalam beberapa dekade terakhir, kita telah menyaksikan
perubahan iklim yang terjadi di muka bumi ini, mulai dari meningkatnya
suhu rata-rata dunia, mencairnya es di kutub-kutub, sampai bencana
alam yang sering terjadi. Semua ini adalah gambaran nyata dari
pemanasan global yang sedang berlangsung.
3
dengan letak geografis dan klimatologis yang strategis di daerah tropis,
Indonesia sangat rentan terkena dampak perubahan iklim.
Salah satu dampak yang paling dirasakan akibat pemanasan global adalah
pada sektor pangan. Kita tahu bahwa untuk memenuhi kebutuhan
pangan, dibutuhkan kondisi lingkungan yang stabil. Namun, dengan
adanya pemanasan global, pola cuaca menjadi berubah yang
menimbulkan perubahan iklim yang ekstrem seperti kekeringan dan
banjir, pola dan siklus tanam menjadi tidak menentu, merebaknya hama
dan penyakit, dan hasil pertanian untuk menopang ketahanan pangan
pun menjadi tidak menentu (potensi kegagalan panen dan penurunan
produktivitas). Ini adalah tantangan besar bagi kita semua untuk menjaga
ketahanan pangan di tengah kondisi iklim yang tidak pasti.
Sebagai salah satu negara yang diberkati dengan sumber daya hutan
hujan tropis yang luas, keanekaragaman hayati yang tinggi, stok karbon
yang besar, serta sumber daya energi dan mineral yang melimpah,
Indonesia berkomitmen kuat untuk memainkan peran penting dalam
mengatasi krisis iklim global dengan berbagai upaya mitigasi dan adaptasi
terhadap dampak perubahan iklim. Indonesia aktif mengambil bagian
4
dalam upaya pengendalian perubahan iklim global dengan mencegah
meningkatnya konsentrasi gas rumah kaca di atmosfer dan berupaya
mengendalikan berlanjutnya perubahan iklim akibat kenaikan suhu bumi
dengan telah meratifikasi Perjanjian Paris atas Konvensi Kerangka Kerja
PBB tentang Perubahan Iklim melalui UU No. 16/2016. Pengendalian
perubahan iklim telah menjadi agenda global dan nasional, dan menjadi
kebutuhan bersama dengan adanya kesadaran akan ancaman dari
dampak perubahan iklim yang dirasakan semakin meluas pada berbagai
aspek kehidupan masyarakat.
5
Selain itu, Pemerintah juga telah menyampaikan visi perubahan iklim
tahun 2050 dalam dokumen Long-Term Strategies for Low Carbon and
Climate Resilience 2050 (LTS-LCCR 2050), yang memuat tujuan Indonesia
menuju Net-Zero Emission 2060 atau lebih cepat, antara lain melalui aksi
mitigasi Indonesia’s FoLU Net-sink 2030.
6
• Dan, mendorong ketahanan iklim dalam bidang pangan, air dan
energi.
Peran sekor kehutanan sebagai salah satu tulang punggung aksi iklim
semakin diperkuat dalam kebijakan Indonesia FOLU (Forestry and Other
Land Uses) Net Sink 2030. Sebagaimana ditetapkan dalam Keputusan
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. 168/2022, target FOLU Net
Sink pada tahun 2030 adalah sebesar -140 juta ton CO2, yang akan dicapai
melalui: (i) pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan; (ii)
peningkatan kapasitas hutan alam dalam menyerap karbon, (iii)
pengurangan emisi dari kebakaran dan dekomposisi gambut, (iii) restorasi
gambut dan mangrove, (iv) pengelolaan hutan lestari, dan (v)
pemanfaatan lahan tidak produktif untuk pembangunan hutan tanaman.
7
penggunaan energi fosil dengan meningkatkan bauran energi dan
pengembangan sumber energi ramah lingkungan. Strategi mitigasi yang
dilakukan adalah dengan meningkatkan pemanfaatan energi terbarukan,
efisiensi energi, penggunaan bahan bakar rendah karbon, penggunaan
teknologi pembangkit bersih, serta langkah-langkah lainnya. Strategi
tersebut diharapkan tidak hanya menjawab tantangan pemanasan global
dan perubahan iklim, tetapi juga untuk memperkuat ketahanan energi
nasional. Di samping itu, pemerintah juga terus mengupayakan transisi
energi bersih yang adil pada kelompok kecil dan rentan.
8
Meskipun kita berhadapan dengan tantangan pemanasan global yang
besar, saya percaya kita memiliki kekuatan dan kemampuan untuk
mengatasinya. Yang kita perlukan adalah kesadaran dari kita semua,
komitmen untuk bertindak, serta kerjasama parapihak. Oleh karena itu,
mari kita satukan tekad dan tindakan untuk memerangi dampak negatif
dari pemanasan global ini.
Seminar Nasional ini saya rasa sangat penting dan relevan, mengingat
sebentar lagi kita akan mengikuti Konferensi rutin tahunan Conference of
Parties (COP) 28 - Konvensi Kerangka Kerja PBB tentang Perubahan Iklim
(UNFCCC) yang akan diselenggarakan di Dubai mulai 30 November hingga
12 Desember 2023. Tema COP28 cross cutting meliputi teknologi dan
inovasi energi, pendanaan perubahan iklim (climate finance), fokus pada
alam, manusia, kehidupan dan mata pencaharian, serta inklusivitas.
Selain itu, pada COP28 ini kita juga ingin membangun diskusi yang
konstruktif, khususnya mengenai pengaturan kerugian dan kerusakan
(loss and damage) yang harus mencerminkan prinsip-prinsip tanggung
jawab bersama namun berbeda (common but differentiated
responsibilities) berdasarkan kapasitas masing-masing, serta inklusif,
efektif dan dapat diakses oleh semua negara berkembang.
9
seminar nasional ini, yang menunjukkan betapa pentingnya kita untuk
terus mengidentifikasi berbagai solusi, mencari teknologi dan inovasi yang
solutif, sebagai bahan untuk memperkuat solusi iklim untuk keberlanjutan
dan kelangsungan hidup kita yang lebih baik.
Terima kasih.
10