Anda di halaman 1dari 11

PERAN MANGROVE DALAM MITIGASI BENCANA PERUBAHAN

IKLIM

Fransiska Stepani
Prodi Pendidikan Geografi, Jurusan Geografi
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam, Universitas Negeri Makassar
fransiskastepani24@gmail.com

ABSTRAK
Mangrove merupakan jenis tanaman nipa yang tumbuh di daerah pesisir, dengan komposisi air
tawar yang sesuai. Selain sebagai penahan gelombang dan ekosistem bagi makhluk hidup yang
hidup di ekosistem mangrove, ditemukan bahwa hutan mangrove bermanfaat sebagai mitigasi
bencana perubahan iklim. Mangrove memiliki kemampuan menyerap dan menyimpan karbon
dalam jaringannya, bahkan mangrove dapat menyerap karbon lebih tinggi dan dapat
menyimpan karbon hingga jutaan tahun lebih dari kemampuan hutan tropis dan hutan di darat.
Artikel ini mengkaji tentang peran mangrove dalam mitigasi bencana perubahan iklim. Jenis
penelitian menggunakan penelitian kualitatif dengan menafsirkan atau mendeskripsikan peran
hutan mangrove dalam mitigasi bencana perubahan iklim. Menggunakan metode kajian
literatur atau studi pustaka dilakukan dengan menelusuri atau meneliti kepustakaan kumpulan
bacaan dari berbagai sumber referensi yang kredibel, antara lain artikel, jurnal, buku serta
bentuk terbitan lain yang kredibel serta dapat dipertanggungjawabkan kebenarannya yang
berkaitan dengan topik hutan mangrove dalam mitigasi pemanasan global yang hendak diteliti,
sehinggah dihasilkan tulisan yang relevan dengan isu dapat dihasilkan.

PENDAHULUAN
Masalah perubahan iklim menjadi perhatian di seluruh dunia sejak abad 21 hinggah
sekarang, mengalami peningkatan secara signifikan yang telah dihadapi selama 65 tahun
terakhir. Perubahan iklim (CC) menjadi tantangan antar-pemerintah secara global kerena
pengaruhnya terhadap berbagai komponen bidang ekologi, lingkungan, sosial-politik, dan sosial-
ekonomi.(Abbass et al., 2022). Perubahan iklim merupakan kondisi pergeseran pola iklim
disebabkan oleh peningkatan emisi gas rumah kaca. Emisi gas rumah kaca menyebabkan panas
terperangkap pada atmosfer bumi, hal ini memicu terjadinya pemanasan global. Emisi gas rumah
kaca dihasilkan oleh aktivitas manusia dan sistem alam. Aktivitas manusia antara lain: aktivitas
industri, pembakaran bahan fosil, peralihan lahan, dan sebagainya yang menghasilkan gas
karbon. Sementara emisi gas yang dihasilkan dari sistem alam seperti aktivitas gunung berapi
(Fawzy et al., 2020).
Pemanasan global merupakan awal dari terjadinya perubahan iklim. Pemanasan global
diakibatkan oleh emisi gas rumah kaca yang terperangkap pada atmosfer kemudian dipantulkan
kembali ke bumi hal ini, menyebabkan suhu permukaan bumi memanas, pemanasan global
merupakan proses akumulasi CO2 di atmosfer yang memerangkap radiasi IR yang dipantulkan
dari permukaan bumi setelah penyerapan sinar matahari, mendorong peningkatan suhu
permukaan dan lautan yang mengkhawatirkan. Pemanasan global pada mendorong perubahan
drastis pada iklim kita, yang disebut perubahan iklim, yang disertai dengan peningkatan
frekuensi dan intensitas kekeringan dan gelombang panas serta kondisi tekanan abiotik lainnya
seperti banjir, salinitas, dan tekanan beku (Zandalinas et al., 2021)
Sumber emisi gas rumah kaca (GRK) dapat ditelusuri dari lima sector penting ekonomi
yaitu; sistem energi, industri, bangunan, transportasi, dan AFOLU ( pertanian, kehutanan, dan
penggunaan lahan lainnya). GRK dari bahan bakar fosil dan penggunaan lahan terus meningkat
sejak abad ke-19, mencapai level tertingginya pada tahun 2019. Perjanjian Paris pada tahun 2015
menetapkan ambisi untuk membatasi kenaikan suhu global menjadi 1,5 ◦C dan 2 ◦C di atas
tingkat pra-industri. Namun, berdasarkan tren emisi saat ini, infrastruktur yang direncanakan,
dan komitmen kebijakan nasional, target Paris berada dalam bahaya (Lamb et al., 2021).Menurut
IPCC (2007), gas rumah kaca adalah gas-gas atau karbon dioksida ekuivalen (CO2eq) yang
memerangkap radiasi matahari yang meliputi Karbon dioksida (CO2), CH4, N2O, HFCs, dan
SF6 (Ahsanti & Husen, 2022)
Beberapa dekade terakhir menunjukkan bahwa perubahan iklim dalam lingkup global
merupakan hasil aktivitas manusia yang telah mengubah komposisi atmosfer bumi. Sejak tahun
1750 konsentrasi gas rumah kaca mengalami peningkatan, seperti gas metana (CH4) sebesar
150%, Karbon dioksida (CO2) 40%, dan nitrogen oksida (N2O) 20%. Karbon dioksida (CO2)
merupakan emisi terbanyak gas rumah kaca (GRK), naik menjadi 36,24 miliar metric ton pada
tahun 2014 dari 22,15 miliar metrik ton pada tahun 1990. Suhu global meningkat dengan rata-
rata peningkatan 0,15-0,20◦C setiap dekade sejak 1975, dan diperkirakan akan meningkat sebesar
1,4-5,8◦C pada tahun 2021. Emisi gas rumah kaca (GRK), khususnya CO2 dari pembakaran
bahan bakar fosil dan GRK non-CO2 seperti dinitrogen oksida, metana, dan CFC menambah
pemanasan global. Konsentrasi CO2 di atmosfer meningkat menjadi 411,43 ppm pada tahun
2019 dari 315,98 ppm pada tahun 1959. (Malhi et al., 2021)

Dalam Perjanjian Paris 2015, ditetapkan sebuah tujuan untuk mencegah kenaikan suhu
rata-rata dibawah 2 °C pada negara-negara pra-industri dan 1,5 °C pada Negara-negara industry.
(Schleussner et al., 2022). Maka dari itu timbul pula kesadaran dari berbagai pihak untuk
melakukan upaya-upaya mitigasi bencana perubahan iklim. Mitigasi perubahan iklim diharapkan
dapat mencegah perubahan iklim, meski harus sejalan dengan pembangunan ekonomi tiap negera
yang bertentangan dengan pencegahan perubahan iklim.

Hutan sebagai paru-paru bumi, yang menjadi pemasok udara serta penyerap polutan dan
gas-gas berbayah, sebagaian besarnya telah dieksploitasi dan dialihfungsikan untuk kegiatan
ekonomi. Padahal andaikata, ekosistem hutan di bumi dapat menyeimbangi aktivitas manusia
yang menghasilkan gas-gas rumah kaca , maka dampak dari pemanasan global juga bisa
diminimalisir. Kondisi bumi yang demikian telah berubah, menjadi keprihatinan
dunia.Pemerintah dan organisasi sedang gencar-gencarnya melakukan reboisasi sebagai upaya
mitigasi ancaman pemanasan global dan perubahan iklim.Salah satu pohon yang dikembangkan
di ekosistemnya adalah pohon mangrove.
Mangrove sebagai mitigasi perubahab iklim
Mitigasi upaya manusia untuk mengurangi sumber zat lain yang secara langsung atau
tidak langsung berkontribusi dalam membatasi perubahan iklim, misalnya pengurangan emisi
yang sangat kecil yang dapat langsung mengubah keseimbangan radiasi (misalnya karbon) atau
tindakan kontrol emisi karbon monoksida, nitrogen oksida, senyawa organik yang mudah
menguap, dan polutan lainnya dapat mengubah konsentrasi ozon troposfer secara tidak langsung
yang mempengaruhi iklim. Ekosistem mangrove memiliki peran penting sebagai cara yang
efektif dan ekonomis untuk mengimbangi emisi karbon dan melindungi erosi garis pantai .
Ekosistem mangrove memiliki fungsi yang sama dengan ekosistem hutan lainnya yaitu mampu
menyerap karbon yang merupakan salah satu tindakan mitigasi terhadap perubahan iklim,
dimana mangrove dapat menyerap karbon lebih tinggi dan dapat menyimpan karbon hingga
jutaan tahun lebih dari kemampuan hutan tropis dan hutan di darat (Sutanto et al., 2022)
Deskripsi Tanaman Mangrove
Penampilan fisik mangrove:
1) Akar penguat: tanaman mangrove memiliki sistem akar yang kuat dan rumit untuk
mengatasi kekurangan nutrisi dan stabilitas dalam tanah berlumpur atau berair. Beberapa
spesies mangrove memiliki akar tambahan yang menjulur keluar dari tanah, yang disebut
akar sokong atau akar udara, untuk membantu dalam sirkulasi udara dan mendapat oksigen.
2) Batang dan Dahan: Batang tanaman mangrove biasanya kokoh dan tahan terhadap garam
dan air asin. Beberapa spesies memiliki kulit kayu yang tebal dan keras untuk melindungi
diri dari gangguan fisik dan organisme pemangsa.
3) Daun: Daun mangrove seringkali kecil, tebal, dan berwarna hijau gelap. Beberapa spesies
memiliki daun berlendir yang membantu mengurangi penguapan air.
Habitat ekosistem mangrove :
1) Zona Pasang Surut: Tanaman mangrove ditemukan di wilayah antara daratan dan laut, di
mana mereka dapat tumbuh dalam kondisi pasang surut. Mereka tumbuh baik di sepanjang
garis pantai, sungai, estuari, dan rawa-rawa pesisir.
2) Lingkungan Berair Asin: Tanaman mangrove dapat bertahan hidup di lingkungan yang
memiliki kadar garam yang tinggi dalam air. Beberapa spesies bahkan dapat mengatasi air
yang sangat asin.
Pengembangan dan Rehabilitas Ekosistem Mangrove
Pada tahun 2007, pendekatan untuk rehabilitasi dan konservasi hutan mangrove diadopsi
pada skala nasional yang lebih besar di bawah Undang Undang Tata Ruang (UU No. 26 Tahun
2007), dan Undang-Undang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (UU No. 27
Tahun 2007). Pada tahun 2012, untuk pertama kalinya dibentuk lembaga STRANAS Mangrove
(Strategi Nasional Pengelolaan Mangrove ) dan diikuti dengan formalisasi Kelompok Kerja
Mangrove Nasional dan Daerah yang bertugas untuk memandu konservasi dan rehabilitasi
tanaman mangrove (Sasmito et al., 2023).

Aktivitas manusia semakin hari semakin padat membawah perubahan pada kondisi bumi
beberapa abad silam hinggah sekarang. Suhu permukaan bumi semakin panas, es di kutub
semakin mencair, banyaknya polutan dan sampah, serta hutan yang semakin berkurang.Semua
ini, adalah dampak dari aktivitas manusia yang memberi perubahan pada kondisi permukaan
bumi. Hal ini disebut sebagai perubahan iklim. Perubahan iklim merupakan dampak dari
pemanasan global yang berkepanjangan. Perubahan iklim adalah perubahan kondisi iklim dalam
waktu yang lama yang sebagai akibat dari pemanasan global. Perubahan iklim adalah perubahan
pola cuaca jangka panjang yang terjadi dalam skala global (Leontinus, 2022)
Perubahan iklim membawa dampak yang begitu besar terhadap berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu diperluhkan mitigasi pencegahan perubahan iklim, melalui berbagai
upaya-upaya baik dari pemerintah maupun instansi-instansi. Salah satu upaya pencegahan
perubahan iklim dapat dilakukan dengan pelestarian ekosistem mangrove. Konservasi mangrove
sangat penting bagi kelestarian ekosistem pesisir dengan melibatkan aspek sosial budaya
masyarakat setempat. Upaya perbaikan lingkungan dengan menanam mangrove di sepanjang
pantai juga dapat mengurangi kerusakan pantai akibat tsunami (Gultom et al., 2021)

METODE
Jenis penelitian yang diterapkan pada studi ini yaitu penelitian kualitatif dengan
menafsirkan atau mendeskripsikan peran hutan mangrove dalam mitigasi bencana perubahan
iklim. Penelitian kualitatif merupakan jenis penelitian dengan hasil yang diperoleh tidak melalui
metode statistik atau metode komputasi lainnya (Nur & Utami, 2022). Meskipun definisinya
bervariasi, tujuan penelitian kualitatif umumnya melibatkan pemahaman yang menyeluruh dan
ditafsirkan tentang dunia sosial dengan mempelajari keadaan material dan non- material orang,
pengalaman, sudut pandang, dan sejarah mereka (Bercht, 2021).
Metode yang digunakan dalam menyusun artikel ini, adalah metode kajiam literatur.
Metode kajian literatur atau studi pustaka dilakukan dengan menelusuri atau meneliti
kepustakaan kumpulan bacaan dari berbagai sumber referensi yang kredibel, antara lain artikel,
jurnal, buku serta bentuk terbitan lain yang kredibel serta dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya yang berkaitan dengan topik hutan mangrove dalam mitigasi pemanasan global
yang hendak diteliti, sehinggah dihasilkan tulisan yang relevan dengan isu dapat dihasilkan.
Data yang digunakan sebagai bahan kajian penulisan adalah data sekunder yang berasal dari
sumber-sumber yang telah ada, seperti bahan pustaka, literatur, penelitian terdahulu, buku, dan
lain sebagainya.
Kemudian materi dianalisis, dengan data yang terkumpul berupa kata-kata, gambar dan
bukan angka. Strategi yang digunakan dalam pencarian literatur dapat diperoleh dari database
penerbit jurnal nasional atau internasional. Database penyedia jurnal nasional dan internasional
dapat diakses melalui beberapa website. Rentang waktu artikel yang digunakan adalah 5 tahun
terakhir, dimulai dari tahun 2019 hingga 2023. Penelitian ini terdiri atas 30 jurnal atau artikel.
Selain menggunakan studi literatur, penelian ini juga menggunakan google maps untuk
mendapatkan data letak geografis lokasi yang diteliti dan mengambil gambar yang dibutuhkan.
Sumber data penelitian ini merupakan gabungan dari jurnal dan referensi yang berkaitan
dengan tema ini yaitu peran mangrove dalam mitigasi bencana perubahan iklim. Dalam
penelitian ini, analisis data yang digunakan adalah analisis deskriptif. Mendeskripsikan peran
mangrove dalam mitigasi bencana perubahan iklim, dengan upaya pengumpulan dan
menggabungkan informasi dari beberapa sumber. Kemudian materi dianalisis, dengan data yang
terkumpul berupa kata-kata, gambar dan bukan angka. Strategi yang digunakan dalam pencarian
literatur dapat diperoleh dari database penerbit jurnal nasional atau internasional.

HASIL DAN PEMBAHASAN


HASIL
Persebaran Hutan Mangrove di Indonesia di sepanjang garis pantai.

Gambar 1.1 Persebaran Hutan Mangrove di Indonesia


Tabel 1.1 Luas area mangrove yang ada di 33 provinsi Indonesia pada tahun 2009 dan
2007

PEMBAHASAN
Perubahan iklim membawa dampak yang begitu besar terhadap berbagai bidang
kehidupan. Oleh karena itu diperluhkan mitigasi pencegahan perubahan iklim, melalui berbagai
upaya-upaya baik dari pemerintah maupun instansi-instansi. Mitigasi merupakan proses
pencegahan bencana, dengan menggunakan beberpa langkah-langkah atau proyek. Salah satu
langkah mitigasi bencana perubahan iklim adalah konservasi ekosistem mangrove. Mangrove
memiliki kemampuan menyerap karbon emisi gas rumah kaca kemudian disimpan dan diolah
kembali didalam tubuh tanaman menjadi Oksigen baru. Tumbuhan ini membutuhkan karbon
dioksida (CO2) untuk fotosintesis. Namun untuk menjadi optimal konservasi kawasan mangrove
harus dilakukan secara global.
Kondisi Kawasan Magrove di Indonesia
Indonesia dengan karakteristik Negara kepulauan dengan garis pantai menurut Badan
Informasi Geospasial (BIG) yaitu 99.093 kilometer tentunya memiliki potensi dan daya dukung
yang sangat besar untuk memberdayakan kawasan mangrove (Safrida, 2021). Akan tetapi,
apabila dilihat kondisi realita kawasan mangrove di Indonesia semakin tahun semakin menurun.
Dapat dilihat pada Tabel 1.1 Luas area mangrove yang ada di 33 provinsi Indonesia pada tahun
2009 dan 2007, pada tahun 2007 menurut data dari LPS-MOF, luas total kawasan mangrove di
sepanjang garis pantai Indonesia seluas 7,758,410.595 ha. Sedangkan pada tahun 2009
mengalami penurunan luas kawasan menurut data dari Bakosurtanal 2009, luas kawasan
mangrove di Indonesia menurun menjadi 3,224,018.460 ha. Hal ini, menunjukkan sekitar
58,45% atau sekitar 4,534,392.135 ha kawasan mangrove di Indonesia telah hilang. Lahan
mangrove di Indonesia menunjukkan level degradasi yang tinggi. Penyebabnya adalah peralihan
lahan dan pembangunan untuk menunjang kepentingan ekonomi dan komersial pemerintah
maupun instansi tertentu, tanpa memperhatikan lingkungan. Sebab lainnya adalah degradasi
lahan yang tidak lagi mendukung, pengembangan lahan pertanian dan pertambakan di pesisir
serta kenaikan permukaan dan suhu air laut akibat perubahan iklim, peningkatan salinitas air dan
kurangnya suplai air tawar (Eddy et al., 2019) . Dalam hal ini, pemerintah sebaiknya
memperhatikan masalah ekosistem mangrove yang semakin hari semakin menurun ini.
Ekosistem mangrove harus di konservasi dan dilestarikan supaya dapat di optimalkan fungsinya
sebagai salah satu indikator mitigasi perubahan iklim yang berwawasan kebelanjutan
lingkungan.
Peran Ekosistem mangrove
Mangrove memainkan peran yang sangat penting dalam memitigasi perubahan iklim.
Berikut merupakan peran hautan mangrove dalam mencegah perubahan iklim:
1. Sebagai Penyimpan Karbon : Mangrove memiliki kemampuan menyimpan karbon di
dalam biomassa dan tanahnya. Vegetasi mangrove tumbuh dengan cepat dan
mengakumulasi karbon dalam jaringannya. Apabila lahan mangrove luas maka, dapat
menyimpan jumlah karbon yang signifikan. Dengan demikian, melindungi dan
memulihkan ekosistem mangrove mengurangi jumlah karbon dioksida (CO2) di
atmosfer.
2. Pengurangan Emisi: Tanaman mangrove membantu menyerap karbon oksida (CO2) dan
menyimpan dalam biomassa dan tanah. Dalam proses fotosintesis mangrove
menggunakan CO2 dari oksigen untuk meproduksi oksigen (O2) dan mengubahnya
menjadi bahan organik. Dengan demikian hutan mangrove mampu mengurangi emisi gas
CO2 dan memperbaiki kualitas udara.
3. Perlindungan Pantai :akar mangrove yang besar dan bergelombang membentuk jarringan
akar yang rapat dan kuat dan vegetasi mangrove yang tumbuh disepanjang garis pantai
membantu melindungi pantai dari erosi dan gelombang pasang yang tinggi. Mangrove
bertindak sebagai penghalang alami yang dapat menyerap energi dari gelombang air,
menstabilkan pantai, dan melindungi pemukiman manusia dan lahan pertanian di
belakangnya. Dalam jangka panjang, perlindungan pantai yang disediakan oleh mangrove
membantu mengurangi kerugian akibat naiknya perrmukaan laut akibat perubahan iklim.
4. Keanekanragaman hayati: Mangrove menjadi ekosistem bagi banyak spesies dan
memiliki keanekaragaman ahyati yang tinggi Mangrove bertindak sebagai penghalang
alami yang dapat menyerap energi dari gelombang air, menstabilkan pantai, dan
melindungi pemukiman manusia dan lahan pertanian di belakangnya. Dalam jangka
panjang, perlindungan pantai yang disediakan oleh mangrove dapat membantu
mengurangi kerugian akibat naiknya permukaan air laut akibat perubahan iklim.
5. Rehabilitas lahan basah: Mangrove dapat berperan dalam rehabilitas lahan basah yang
rusak atau terdegradasi. Dengan memulihkan lahan basah yang dulu merupakan hutan
mangrove yang hilang, kita dapat memperkuat kapasitas ekosistem untuk menyimpan
karbon, mengurangi erosi, dan meningkatkan keanekaragaman hayati.
Dari keseluruhan manfaat mangrove tersebut menjaga dan memulihkan hutan sangat
penting dalam mitigasi bencana perubahan iklim. Upaya konservasi dan rehabilitas hutang
mangrove perluh ditingktakan untuk pemanfaatan ekologis dan sosial dalam menghadapi
perubahan iklim.
KESIMPULAN
Mangrove memainkan peran penting dalam mitigasi perubahan iklim. Peranan teraebut
antara lain: sebagai penyimpan karbon dalam haringannya, menyerap karbon emisi gas rumah
kaca dari atmosfer sehinggah membantu mengurangi emisi di atmosfer. Akar mangrove yg besar
dan kuat mampu melindungi pantai dari gelombang tinggi dan naiknya permukaan air laut
sebagai akibat dari perubahan iklim yaitu mencairnya es di kutub. Perlindungan terhadap
diversitas keanekaragaman hayati, sebagai tempat hidup yang aman bagi makhluk hidup di
ekosistem pesisir yang terancam kepunahannya oleh perubahan iklim. Dengan demikian, betapa
penting memelihara dan mengkoservasi ekosistem mangrove di seluruh dunia termasuk
Indonesia sebagai negara yang berpontesi besar untuk pengembangan ekosistem mangrove
karena merupakan Negara kepulauan. Akan tetapi faktanya, kawasan mangrove di sepanjang
garis pantai Indonesia mengalami degradasi lahan dari tahun ke tahun. Hal ini disebabkan oleh
peralihan lahan mangrove menjadi lahan yang bernialai komersial bagi pemerintah, instansi dan
masyarakat sekitar, tanpa mempertimbangkan keberlanjutan ekologinya. Pemerintah dan instansi
serta masyarakat, sebaiknya segera menyadari dan membuat suatu perencanaan konservasi
mangrove yang seimbang sebagai langkah mitigasi perubahan iklim dunia.
DAFTAR PUSTAKA
Abbass, K., Qasim, M. Z., Song, H., Murshed, M., Mahmood, H., & Younis, I. (2022). A review
of the global climate change impacts, adaptation, and sustainable mitigation measures.
Environmental Science and Pollution Research, 29(28), 42539–42559.
https://doi.org/10.1007/s11356-022-19718-6
Agaton, C. B., & Collera, A. A. (2022). Now or later? Optimal timing of mangrove rehabilitation
under climate change uncertainty. Forest Ecology and Management, 503(September 2021),
https://doi.org/10.1016/j.foreco.2021.119739
Ahsanti, A., & Husen, A. (2022). Masyarakat dalam Mitigasi Perubahan Iklim: Suatu Telaah
Sistematik. JGG-Jurnal Green Growth Dan Manajemen Lingkungan, 11(1), Perubahan
iklim menghadirkan perhatian utama di se. https://doi.org/10.21009/jgg.v11i1.19276
Balas, M., Mayer, M., Sun, Y., & Stefan, G. (2023). A review of tourism and climate change
mitigation : The scales , scopes , stakeholders and strategies of carbon management.
95(October 2022). https://doi.org/10.1016/j.tourman.2022.104681
Bercht, A. L. (2021). How qualitative approaches matter in climate and ocean change research:
Uncovering contradictions about climate concern. Global Environmental Change, 70,
102326. https://doi.org/10.1016/J.GLOENVCHA.2021.102326
Dinilhuda, A., Akbar, A. A., & Jumiati, J. (2018). Peran Ekosistem Mangrove Bagi Mitigasi
Pemanasan Global. Jurnal Teknik Sipil, 18(2). https://doi.org/10.26418/jtsft.v18i2.31233
Eddy, S., Iskandar, I., Rasyid Ridho, M., & Mulyana, A. (2019). Restorasi Hutan Mangrove
Terdegradasi Berbasis Masyarakat Lokal. Jurnal Indobiosains, 1(1), 1–13.
https://jurnal.univpgri-palembang.ac.id/index.php/biosains
Fawzy, S., Osman, A. I., Doran, J., & Rooney, D. W. (2020). Strategies for mitigation of climate
change: a review. Environmental Chemistry Letters, 18(6), 2069–2094.
https://doi.org/10.1007/s10311-020-01059-w
Galanakis, C. M. (2023). The “Vertigo” of the Food Sector within the Triangle of Climate
Change, the Post-Pandemic World, and the Russian-Ukrainian War. Foods, 12(4).
https://doi.org/10.3390/foods12040721
Gultom, J. E. I., Hasibuan, H. S., & Patria, M. P. (2021). Local Communities Participation in
Mangrove Management for Tsunami Disaster Mitigation at Palu City Coastal. IOP
Conference Series: Earth and Environmental Science, 940(1). https://doi.org/10.1088/1755-
1315/940/1/012084
Harefa, M. S., Pangaribuan, B. J. T., Amri, S., & Andre, K. (2020). Analisis konservasi
ekosistem hutan mangrove daerah pesisir Kampung Nipah Kecamatan Perbaungan. Jurnal
Georafflesia: Artikel Ilmiah Pendidikan Geografi, 5(2), 112-
123.https://doi.org/10.32663/georaf.v5i2.1529
Irman, I., & Akbar, D. (2021). Tata Kelola dan Kebijakan Wilayah Konservasi Mangrove Di
Kabupaten Bintan. KEMUDI : Jurnal Ilmu Pemerintahan, 6(01), 75–
82.https://doi.org/10.31629/kemudi.v6i01.3671
Lamb, W. F., Wiedmann, T., Pongratz, J., Andrew, R., Crippa, M., Olivier, J. G. J.,
Wiedenhofer, D., Mattioli, G., Khourdajie, A. Al, House, J., Pachauri, S., Figueroa, M.,
Saheb, Y., Slade, R., Hubacek, K., Sun, L., Ribeiro, S. K., Khennas, S., De La Rue Du Can,
S., … Minx, J. (2021). A review of trends and drivers of greenhouse gas emissions by
sector from 1990 to 2018. Environmental Research Letters,
16(7).https://doi.org/10.1088/1748-9326/abee4e
Leontinus, G. (2022). PROGRAM DALAM PELAKSANAAN TUJUAN PEMBANGUNAN
BERKELANJUTAN ( SDGs) DALAM HAL MASALAH PERUBAHAN IKLIM DI
INDONESIA. Jurnal Samudra Geografi, 5(1), 43–
52.https://doi.org/10.33059/jsg.v5i1.4652
Malhi, G. S., Kaur, M., & Kaushik, P. (2021). Impact of climate change on agriculture and its
mitigation strategies: A review. Sustainability (Switzerland), 13(3), 1–
21.https://doi.org/10.3390/su13031318
Marquardt, J., Fünfgeld, A., & Elsässer, J. P. (2023). Institutionalizing climate change mitigation
in the Global South: Current trends and future research. Earth System Governance,
15(December 2022). https://doi.org/10.1016/j.esg.2022.100163
https://doi.org/10.1016/j.esg.2022.100163
Mayunita, S., Gazalin, J., & Fida, W. N. (2023). Peningkatan Kapasitas Masyarakat Dalam
Upaya Adaptasi Dan Mitigasi Perubahan Iklim Pada Ekosistem Hutan Mangrove Di Teluk
Lasongko Kabupaten Buton. SOROT : Jurnal Pengabdian Kepada Masyarakat, 2(1), 24-31.
https://doi.org/10.32699/sorot.v2i1.4122
Naibaho, A. A., Harefa, M. S., Nainggolan, R. S., & Alfiaturahmah, V. L. (2023). Investigasi
Pemanfaatan Hutan Mangrove dan Dampaknya Terhadap Daerah Pesisir di Pantai
Mangrove Paluh Getah, Tanjung Rejo. J-CoSE: Journal of Community Service &
Empowerment, 1(1), 22-33.https://doi.org/10.58536/j-cose.v1i1.3
Nanlohy, L. H., & Masniar, M. (2020). Manfaat Ekosistem Mangrove Dalam Meningkatkan
Kualitas Lingkungan Masyarakat Pesisir. Abdimas: Papua Journal of Community Service,
2(1), 1-4.
https://doi.org/10.33506/pjcs.v2i1.804

Nur, A., & Utami, F. Y. (2022). Proses dan Langkah Penelitian Antropologi: Sebuah Literature
Review. Ad-Dariyah: Jurnal Dialektika, Sosial Dan Budaya, 3(1), 44–68.
https://doi.org/10.55623/AD.V3I1.109
Quitmann, C., Sauerborn, R., Danquah, I., & Herrmann, A. (2023). “Climate change mitigation is a hot
topic, but not when it comes to hospitals”: a qualitative study on hospital stakeholders’ perception
and sense of responsibility for greenhouse gas emissions. Journal of Medical Ethics, 49(3), 204–
210. https://doi.org/10.1136/medethics-2021-107971

Sabir, M. (2020). Strategi Pengembangan Ekowisata Mangrove Tongke-Tongke Di Kabupaten


Sinjai. Jurnal Industri Pariwisata, 3(1), 53-60. https://doi.org/10.36441/pariwisata.v3i1.45
https://doi.org/10.36441/pariwisata.v3i1.45

Safrida, S. (2021). Dampak Impor Garam Terhadap Produksi dan Harga Garam Domestik di
Indonesia. Jurnal Bisnis Tani, 7(1), 25. https://doi.org/10.35308/jbt.v7i1.3829
Sasmito, S. D., Basyuni, M., Kridalaksana, A., & ... (2023). Merestorasi hutan mangrove
Indonesia dengan benar dapat membantu pencapaian Sustainable Development Goals
(SDGs). Researchgate.Net, January. https://doi.org/10.13140/RG.2.2.28671.89762
Schleussner, C. F., Ganti, G., Rogelj, J., & Gidden, M. J. (2022). An emission pathway
classification reflecting the Paris Agreement climate objectives. Communications Earth and
Environment, 3(1), 1–11. https://doi.org/10.1038/s43247-022-00467-w
Sugiyanti, Y. (2020). Pelestarian Ekosistem Mangrove Di Taman Hutan Raya (Tahura) Ngurah Rai,
Desa Suwung, Denpasar, Bali. Jurnal Green Growth dan Manajemen Lingkungan, 9(1), 26-33.
https://doi.org/10.21009/jgg.091.04

Sutanto, H. A., Susilowati, I., Iskandar, D. D., & Waridin. (2022). Mitigation and adaptation to
climate change through sustainable mangrove management on the coast of Rembang
Regency. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 1036(1).
https://doi.org/10.1088/1755-1315/1036/1/012014
Wanma, A., Penasifu, A. A., & Wanggai, J. (2022). Potensi Dan Keanekaragaman Anggrek Epifit Di
Hutan Mangrove Selat Sorendiweri, Kabupaten Supiori, Provinsi Papua. Bio-Lectura: Jurnal
Pendidikan Biologi, 9(2), 255-264.
https://doi.org/10.31849/bl.v9i2.11640

Zandalinas, S. I., Fritschi, F. B., & Mittler, R. (2021). Global Warming, Climate Change, and
Environmental Pollution: Recipe for a Multifactorial Stress Combination Disaster. Trends
in Plant Science, 26(6), 588–599. https://doi.org/10.1016/j.tplants.2021.02.011
Zeng, Y., Friess, D. A., Sarira, T. V., Siman, K., & Koh, L. P. (2021). Global potential and limits
of mangrove blue carbon for climate change mitigation. Current Biology, 31(8), 1737-
1743.e3. https://doi.org/10.1016/j.cub.2021.01.070

Anda mungkin juga menyukai