Anda di halaman 1dari 9

See discussions, stats, and author profiles for this publication at: https://www.researchgate.

net/publication/331479119

Peran Ekosistem Mangrove Bagi Mitigasi Pemanasan Global

Article · December 2018


DOI: 10.26418/jtsft.v18i2.31233

CITATIONS READS

0 448

3 authors, including:

Adilah Dinilhuda Aji Ali Akbar


Tanjungpura University Tanjungpura University
1 PUBLICATION   0 CITATIONS    5 PUBLICATIONS   8 CITATIONS   

SEE PROFILE SEE PROFILE

All content following this page was uploaded by Adilah Dinilhuda on 14 August 2019.

The user has requested enhancement of the downloaded file.


PERAN EKOSISTEM MANGROVE BAGI MITIGASI PEMANASAN
GLOBAL

Adilah Dinilhuda1) Aji Ali Akbar1,2) Jumiati1)


1)
Program Studi Teknik Lingkungan Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Tanjungpura, Pontianak
2) Correspondent author: aji.ali.akbar.2011@gmail.com

ABSTRAK

Ekosistem mangrove merupakan ekosistem di daerah pesisir tropis dan subtropis yang berperan penting sebagai
ekosistem pelindung pantai dari abrasi dan tsunami; produsen makanan bagi makhluk hidup pesisir serta
ekosistem penyerap dan penyimpan karbon bagi ekosistem pesisir. Sebagai penyerap dan penyimpan karbon,
mangrove dapat menyimpan karbon lebih banyak dari hampir semua ekosistem di bumi, sehingga ekosistem ini
dapat berperan penting pula dalam upaya mitigasi pemanasan global. Mangrove dapat menyimpan karbon lebih
banyak dari hampir semua ekosistem di bumi. Hampir 40% dari biomassa pohon adalah karbon, dimana melalui
proses fotosintesis dapat menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik
(karbohidrat). Penyimpanan karbon pada ekosistem mangrove dapat dalam biomassa vegetasinya seperti dalam
batang, daun, akar, umbi, buah dan lainnya. Estimasi potensi penyimpanan karbon dalam vegetasi mangrove
sebagai mitigasi pemanasan global, menjadikan indikator penting bagi konservasi ekosistem mangrove.

Kata Kunci : Mangrove, Pemanasan Global, Dampak

ABSTRACT

(The Role of Mangrove Ecosystems for Mitigating Global Warming) Mangrove are ecosystems in tropical and
subtropical coastal areas that an important role as a coastal protective ecosystem from abrasion and tsunami;
food producers for coastal living creatures as well as absorbent and carbon storage ecosystems for coastal
ecosystems. As carbon absorbers and storage, mangroves can store more carbon than almost all forest ecosystems
on earth, so this ecosystem can play an important role in mitigating global warming. Mangroves can be carbon
sink ecosystems. Nearly 40% of tree biomass is carbon, which through photosynthesis can absorb carbon dioxide
from the atmosphere and convert it to organic carbon (carbohydrates). Storage of carbon in mangrove ecosystems
can be in vegetation biomass such as in stems, leaves, roots, tubers, fruit and others. The estimation of the
potential of carbon storage in mangrove vegetation as a mitigation of global warming, makes it an important
indicator for the conservation of mangrove ecosystems.

Keywords: Mangrove, Global Warming, Impact

1. PENDAHULUAN mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat)


Ekosistem mangrove berfungsi sebagaimana dan menyimpannya dalam biomassa tubuhnya
ekosistem hutan lainnya, yaitu penyerap karbon. seperti dalam batang, daun, akar, umbi, buah dan
Mangrove sebagai suatu ekosistem memiliki fungsi lainnya. Cara yang dapat digunakna untuk
ekologi berupa pemecah ombak, mencegah abrasi, mengetahui simpanan karbon adalah dengan
sebagai produsen makanan bagi makhluk hidup menghitung biomassa dari tumbuhan tersebut
pesisir, serta upaya mitigasi pemanasan global. (Rahmah et al., 2015). Biomassa dari penyerapan
Mangrove dapat menyimpan karbon lebih banyak karbon merupakan jasa hutan sebagai upaya
dari hampir semua hutan di bumi. Potensi pemulihan lingkungan dengan pengurangan CO2 di
penyerapan karbon dipengaruhi oleh kemampuan udara. Kehilangan atau terdegradasinya ekosistem
pohon untuk menyerap karbon melalui proses mangrove akan menjadi sumber karbon dalam
fotosintesis. Tumbuhan memerlukan Karbon jumlah besar untuk efek rumah kaca (Sondak et al.,
dioksida (CO2) pada proses fotosintesis yang akan 2015).
diserap dari udara di atmosfer. Karbon yang diserap Merosotnya penyerapan atau penyimpanan
akan tersimpan dalam bentuk biomassa tumbuhan karbon dioksida berhubungan erat dengan biomassa
(Rachmawati et al., 2014). tegakan, jumlah biomassa suatu kawasan diperoleh
Hampir 40% dari biomassa pohon adalah dari produksi dan kerapatan biomassa yang diduga
karbon, dimana pohon melalui proses fotosintesis dari pengukuran diameter, tinggi, berat jenis dan
menyerap karbon dioksida dari atmosfer dan kepadatan setiap jenis pohon. Penurunan luas
ekosistem hutan mangrove berhubungan dengan maupun sebagai komunitas (Tomlinson, 1986;
penyerapan dan penyimpan karbon guna Wightman, 1989). Menurut Saerang (1983)
pengurangan kadar CO2 di udara (Dharmawan dan mangrove juga didefinisikan sebagai formasi
Samsoedin, 2012). Pentingnya estimasi potensi tumbuhan daerah litoral yang khas di pantai daerah
penyimpanan karbon dalam vegetasi mangrove tropis dan sub tropis yang terlindung. Sementara itu
sebagai mitigasi pemanasan global, menjadikan Soerianegara (1987) mendefinisikan hutan
isyarat agar melakukan konservasi terhadap mangrove sebagai hutan yang terutama tumbuh pada
ekosistem mangrove (Senoaji dan Hidayat, 2016). tanah lumpur aluvial di daerah pantai dan muara
Ekosistem mangrove berperan dalam memberikan sungai yang dipengaruhi pasang surut air laut, dan
jasa lingkungan dalam penyimpanan karbon yang terdiri atas jenis-jenis pohon Aicennia, Sonneratia,
berdampak baik bagi lingkungan dan manusia. Rhizophora, Bruguiera, Ceriops, Lumnitzera,
Dampak pemanasan global karena meningkatnya Excoecaria, Xylocarpus, Aegiceras, Scyphyphora
konsentrasi gas-gas di atmosfir seperti CO2 akan dan Nypa. Pada intinya mangrove merupakan
mempengaruhi peningkatan temperatur bumi. vegetasi yang tumbuh di daerah pasang surut (Rusila
Peningkatan ini mengakibatkan iklim global et al, 2006). Ekosistem mangrove atau berupa hutan
berubah seperti perubahan curah hujan dan naiknya mangrove dapat didefinisikan sebagai ekosistem
intensitas frekwensi badai, naiknya pasang surut laut hutan dengan faktor fisik yang ekstrem berupa
akibat memuainya air laut pada temperatur yang habitat tergenang air dengan salinitas tinggi di pantai
lebih tinggi. Dampak pemanasan globail lainnya dan sungai dengan kondisi tanah berlumpur
seperti, es abadi akan mencair di kawasan kutub (Herianto dan Subiandono, 2016).
bumi, salinitas menurun dan sedimentasi meningkat Setiap jenis hutan memiliki karakteristik
di kawasan pesisir dan lautan, sehingga semakin lingkungan masing-masing yang terdiri dari tipe
mengancam keberlanjutan sumber daya alam pesisir tanah, kedalaman, salinitas tanah dan pasang surut.
dan laut sebagai penyangga kehidupan manusia Komunitas hutang mangrove maisng-masing juga
(Latuconsina, 2010). menghasilkan komposisi sampah alam, pelepasan
Artikel ini bertujuan untuk mengulas kabon dalam siklus daur ulang dan komponen
pentingnya ekosistem mangrove dalam mitigasi komunitas yang berbeda. Menurut Lugo and
bencana khususnya bencana pemanasan global. Snedaker dalam FAO (1994), mengklasifikasikan
mangrove menjadi 6 tipe hutan berdasarkan bentuk,
2. METODE geologi dan siklus hidrologi yaitu:
Artikel ini merupakan suatu kajian a. Overwash Mangrove Forest merupakan
berdasarkan pustaka dari berbagai ragam sumber. hutan mangrove yang berada di pulau dengan
Pembahasan mendalam dilakukan guna spesies dominan yaitu mangrove merah.
menghubungkan segala peranan dan dampak Hutan mangrove ini sering tergenang dan
mangrove bagi lingkungan dan manusia. Windiani tersiram air pasang, yang mengakibatkan
(2010) menyatakan hutan merupakan sumber daya tingginya tingkat ekspor organik. Dan
alam yang mempunyai multi fungsi sangat penting ketinggian pohon maksimum sekitar 7m.
bagi kehidupan. Manusia merupakan agen yang b. Fringe Mangrove Forest merupakan hutan
memanfaatkan sumber daya alam. Pemanfaatan mangrove yang ditemukan atau hidup di
sumber daya alam oleh manusia akan sepanjang perairan atau garis pantai yang
menimbulkan perubahan terhadap ekosistem yang memiliki ketinggian lebih tinggi dari tingkat
akan mempengaruhi kelestarian sumber daya alam pasang naik rata-rata. Tinggi mangrove
itu sendiri. Senoaji dan Hidayat (2016) menyatakan maksimum adalah sekitar 10 m.
bahwa hutan mangrove merupakan salah satu hutan c. Riverine Mangrove Forest yaitu hutan
yang memiliki peranan besar terhadap perubahan mangrove yang berada di pinggiran sungai
global. Peranan mangrove sebagai mitigasi dan sungai pasang surut. Hutan ini memiliki
pemanasan global yang menjadikan indikator tipe mangrove yang tinggi mencapai 18-20m.
untuk melakukan konservasi terhadap ekosistem d. Basin Mangrove Forest ialah hutan
mangrove. Kajian yang dilakukan dengan mangrove memiliki mangrove betipe kerdil
mengintegrasikan berbagai pustaka terkini dalam yang terdapat di bagian dalam rawa-rawa.
memperkaya informasi. Kata kunci dalam Terdapat jenis mangrove merah di bagian
penelusuran pustaka berdasarkan kata: mangrove, pasang surut. Jenis mangrove pada daerah
pemanasan global, dampak. pedalaman didominasi oleh mangrove putih
dan hitam . Tinggi mangrove di hutan ini
3. PEMBAHASAN mencapai 15 m.
A. Pengertian Mangrove, Tempat Hidup Dan e. Hammock Forest umumnya mirip dengan
Syarat Hidupnya basin mangrove forest dengan ketinggian
Pengertian diartikan berbeda- beda menurut yang sedikit lebih tinggi dibandingkan
para ahli. Mangrove di definisikan menurut sebagai dengan daerah sekitarnya. Semua spesies
tumbuhan yang terdapat di daerah pasang surut
mangrove dapat tumbuh tetapi tingginya dibedakan menjadi hutan mangrove rusak berat
jarang lebih dari 5m. mencapai luas 42%, hutan mangrove rusak seluas
f. Scrub of Dwarf Forest merupakan jenis hutan 29%, hutan mangrove dalam kondisi baik seluas
di pinggiran pantai datar yang berada di kurang dari 23% dan hutan mangrove dalam kondisi
Florida Selatan dan Florida Keys. Nutrisi sangat baik hanya seluas 6% dari keseluruhan luas
menjadi faktor pembatas pertumbuhan mangrove. Berkurangnya luasan ekosistem
sehingga hanya tumbuh di daerah tersebut mangrove alami terjadi seiring meningkatnya
dengan tinggi jarang melebihi 1,5 m. kebutuhan manusia yang mendorong deforestasi
Pertumbuhan dan perkembangan mangrove hutan mangrove untuk memenuhi kebutuhan
sangat dipengaruhi oleh lingkungan. Faktor iklim tersebut (Umayah et al, 2016). Kerusakan mangrove
merupakan faktor utama yang mempengaruhi dapat terjadi secara alami atau melalui tekanan
kehidupan mangrove. Faktor-faktor yang masyarakat sekitarnya. Kerusakan ekosistem
mempengaruhi seperti; suhu, angin dan badai, hujan mangrove secara alami memiliki kadar kerusakan
dan zona kehidupan (dearah). Bentuk pertahanan jauh lebih kecil dari pada kerusakan akibat ulah
mangrove dalam pertumbuhan merupakan suatu manusia. Kerusakan alami umumnya merupakan
adaptasi dari mangrove terhadap lingkungan. Faktor siklus alam yang selalu terjadi dan kerusakan
adaptasi yang berperan dalam pertumbuhan tersebut dapat pulih karena alam dapat memperbaiki
mangrove seperti; letak delta, hidrologi dan dirinya sendiri. Kerusakan alami terjadi karena
drainase, sedimen dan kekeruhan, klasifikasi estuari peristiwa alam seperti adanya angin topan atau badai
pantai, akresi dan erosi, pasang surut, salinitas dan iklim kering berkepanjangan yang
(FAO, 1994). menyebabkan akumulasi kadar garam dalam
Menurut Hariphin et al (2016), faktor tanaman (Ario et al., 2015).
lingkungan yang dapat mempengaruhi pertumbuhan Kerusakan juga diakibatkan oleh ulah
mangrove meliputi kelembaban substrat (%), pH manusia karena banyaknya aktifitas manusia di
substrat, suhu udara (ºC), suhu substrat (ºC), dan sekitar kawasan hutan mangrove yang berakibat
salinitas (‰). Perairan dengan nilai pH 5,6-7,5 pada perubahan karakteristik fisik dan kimiawi
termasuk perairan yang produktif, sedangkan disekitar habitat mangrove. Perubahan tersebut
perairan dengan pH 7,5-8,5, adalah perairan yang membuat hutan mangrove tidak lagi sesuai bagi
memiliki produktivitas yang sangat tinggi. Suhu kehidupan dan perkembangan flora dan fauna hutan
udara mangrove untuk dapat tumbuh dengan baik mangrove (Ario et al., 2015). Terdapat dua jenis
pada suhu rata-rata ˃20ºC dan perbedaan suhu tekanan utama yang menjadi penyebab terjadinya
musiman tidak melebihi 5ºC. Suhu berperan penting degradasi hutan mangrove, yaitu tekanan ekstemal
dalam proses fisiologi seperti fotosintesis dan dan tekanan internal. Tekanan ekstemal adalah
respirasi. Syarat pertumbuhan lainnya dikemukakan tekanan yang datang dari luar ekosistem mangrove
dalam Hamran et al (2014) yaitu syarat itu sendiri, seperti konversi hutan mangrove menjadi
pertumbuhan mangrove yang ideal memiliki suhu pemukiman, industri atau rekreasi. Tekanan internal
substrat berkisar 27-31⁰C. Suhu substrat sangat adalah tekanan mangrove yang bersumber dari
membantu dalam proses dekomposisi mineral di masyarakat sekitar hutan mangrove untuk
habitat mangrove, yang digunakan oleh tanaman memanfaatkan ekosistem (Arizona et al., 2009).
mangrove untuk memenuhi kebutuhan energinya Perubahan alih fungsi lahan dan pemanfaatan kayu
selama mengalami pertumbuhan. Salinitas dari mangrove untuk berbagai keperluan, pembuatan
lingkungan sekitar mangrove berkontribusi terhadap tambak, pemukiman, dan sebagainya merupakan
ketahanan serta jenis mangrove untuk tumbuh di kerusakan yang diakibatkan ulah manusia (Ario et
suatu daerah. Perkembangan mangrove ideal al, 2015). Tingkat kerusakan ekosistem mangrove
memiliki salinitas bervariasi antara 0,5-35%. menjadi sangat cepat akibat pencemaran
Tumbuhan mangrove tumbuh subur di daerah lingkungan, reklamasi dan sedimentasi dan lainnya
dengan salinitas 10-30 ‰. Salinitas yang sangat (Setyawan dan Winarno, 2006).
tinggi (±35‰) berpengaruh buruk, karena dampak Konversi atau perubahan alih fungsi lahan
negatif tekanan osmotik. Kelembaban substrat mangrove diperuntukkan sebagai tempat
dipengaruhi oleh tutupan kanopi sehingga pemukiman terus meningkat seirama dengan
kelembaban substrat lebih stabil. Setiap jenis meningkatnya populasi serta pesatnya
mangrove memiliki kriteria masing-masing dalam pembangunan. Masyarakat cenderung melirik hutan
kelembaban substrat yang ideal untuk pertumbuhan mangrove untuk mendirikan rumah. Keterbatasan
dan perkembangannya. lahan untuk pemukiman khususnya di wilayah yang
berpenduduk padat menjadikan alasan masyarakat
B. Penyebab Kerusakan Ekosistem Mangrove untuk melakukan alih fungsi hutan mangrove.
Luas hutan mangrove di Indonesia pada Kerusakan lahan mangrove semakain diperparah
Tahun 1999 mencapai 8,60 juta Ha dan yang telah dengan adanya pemanfaatan mangrove sebagai
mengalami kerusakan sekitar 5,30 juta Ha. Kondisi bahan bangunan. Masyarakat yang bertepat tinggal
kerusakan hutan mangrove di Indonesia dapat di sekitar hutan mangrove cenderung akan
menggunakan batang pohon mangrove untuk jenis ikan baik yang bersifat herbivora, omnivora
membangun rumah (Pramudji, 2000). maupun karnivora hidup mencari makan di sekitar
Konversi lahan mangrove yang diperuntukan mangrove terutama pada waktu air pasang.
sebagai lahan pertanian dan pertambakan dalam Pengurangan hutan mangrove tentu akan
usaha memenuhi kebutuhan hidup. Pembukaan menurunkan produktivitas perikanan tangkap
lahan mangrove (clear cutting) menyebabkan lahan (Kariada dan Irsadi, 2014). Ketersediaan hewan laut
tersebut menimbulkan berbagai masalah, antara lain yang dapat di konsumsi tentunya akan memberikan
lingkungan yang asin, kandungan pirit (FeS2) yang manfaat secara social maupun ekonomi bagi
tinggi, kondisi yang anaerob dan akibatnya lahan ini masayarakat sekitar.
menjadi rusak. Terbukanya lahan mangrove juga Hutan mangrove memiliki peranan dalam
akan menyebabkan proses oksidasi mengeluarkan sistem hidrologi Daerah Aliran Sungai (DAS)
asam sulfat, sehingga tanah menjadi sangat asam maupun siklus hidrologi daerah pesisir. Kawasan
dan mengandung banyak garam terlarut. Kondisi hutan mangrove yang berada di tepian sungai
seperti yang diuraikan di atas, dampaknya adalah berfungsi sebagai penyangga tata air daerah hilir
menyebabkan lahan tersebut tidak cocok untuk (Windiani, 2010). Mangrove memiliki toleransi
pertambakan dan pertanian (misalnya padi) tidak yang tinggi terhadap logam berat yang dalam jumlah
tumbuh atau produktivitasnya sangat rendah. besar. Zat pencemar yang ada diperairan akan
Tingginya kandungan pirit dalam substrat juga akan diserap mangrove sehingga kualitas air bagi
menjadi masalah dalam perikanan tambak makhluk hidup menjadi baik dan konsentrsai zat
(Pramudji, 2000). pecemar dalam hewan laut sedikit. Mangrove juga
Erosi dan sedimentasi merupakan salah satu merupakan tempat hidup berbagai jenis gastropoda,
kerusakan alami. Besarnya kerusakan yang terjadi kepiting pemakan detritus, dan bivalvia pemakan
dipercepat oleh dampak dari aktivitas konversi lahan plankton sehingga akan memperkuat fungsi
mangrove yang terus meningkat. Peningkatan mangrove sebagai biofilter alami (Kariada dan
kerusakan secara tidak langsung mengakibatkan Irsadi, 2014).
terjadinya pengikisan di sepanjang pantai (Arizona Keseimbangan ekologi lingkungan perairan
et al, 2009). Laju sedimentasi yang semakin cepat pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan
mengakibatkan banyak timbunan sampah serta mangrove dipertahankan karena mangrove dapat
pencemaran lainnya yang tidak terurai kemudian berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan
terakumulasi dan ikut mencemari ekosistem perangkap polusi baik perairan maupun udara
mangrove (Pattipeilohy, 2014) (Mulyadi et al., 2010). Fungsi kimia, sebagai proses
daur yang menghasilkan oksigen, menyerap karbon
C. Peran Ekosistem Mangrove Bagi Manusia: dioksida serta menyimpan karbon (Baderan, 2017).
Peran Pelindung Pantai, Perikanan, Hidrologi, Fungsi optimal mangrove dalam penyerapan karbon
Dan Simpanan Karbon mencapai 77,9% (Heriayanto dan Subiandono,
Mangrove memiliki manfaat yang luas secara 2016). Rosot karbon dioksida berhubungan erat
biogeokimia lingkungan dan sosial ekonomi dengan biomassa tegakan. Hasil penelitian
masyarakat. Kekayaan manfaat dari ekosistem menunjukkan bahwa ekosistem mangrove memiliki
mangrove juga berhubungan dengan fungsi fisik peranan yang penting dalam mengurangi efek gas
sebagai mitigasi bencana. Menurut Saparinto dalam rumah kaca sebagai mitigasi perubahan iklim karena
Baderan (2017) hutan mangrove secara fisik dapat mampu mereduksi CO2 melalui mekanisme
berfungsi menjaga garis pantai agar tetap stabil, “sekuestrasi”, yaitu penyerapan karbon dari
melindungi pantai dan tebing sungai dari proses atmosfer dan penyimpanannya dalam bentuk
abrasi, meredam dan menahan hempasan badai biomassa yang mencapai 296 ton C/ha (Rahman et
tsunami, sebagai kawasan penyangga proses intrusi al., 2017). Selama pohon atau tegakan itu hidup,
atau rembesan air laut ke darat. Peranan mangrove maka proses penyerapan karbon dioksida dari
menurut Senoaji dan Hidayat (2016) yaitu mangrove atmosfer terus berlangsung.
sebagai penahan lumpur dan perangkap sedimen
yang diangkut oleh aliran air permukaan, pencegah D. Dampak Kerusakan Mangrove Terhadap
intrusi air laut ke daratan, serta dapat menjadi Global Warming
penetralisir pencemaran perairan pada batas Biomassa hutan sangat relevan dengan isu
tertentu. perubahan iklim. Biomasa hutan berperan penting
Ekosistem mangrove memiliki manfaat dalam siklus biogeokimia terutama dalam siklus
biologis dalam produktivitas penyedia makanan karbon. Keseluruhan karbon hutan, sekitar 50%
berlimpah bagi berbagai jenis hewan laut dan diantaranya tersimpan dalam vegetasi hutan.
menyediakan tempat berkembang biak, memijah Sebagai konsekuensi, jika terjadi kerusakan hutan,
dan membesarkan anak bagi beberapa jenis ikan, kebakaran, pembalakan d sebagainya akan
kerang, kepiting dan udang. Secara tidak langsung menambah jumlah karbon di atmosfer (Sutaryono,
kehidupan manusia tergantung pada keberadaan 2009). Karbon dioksida merupakan salah satu emisi
ekosistem mangrove pada wilayah pesisir. Berbagai yang dihasilkan dari berbagai aktivitas. Gas karbon
dioksida bersifat dapat menyerap radiasi infra memancarkan sinarnya secara langsung, tanpa
merah. Konsentrasi karbondioksida yang terus adanya penyaring (lapisan ozon). Semua mahkluk
meningkat dapat membuat radiasi yang dipancarkan hidup di bumi tidak akan mampu bersentuhan
oleh bumi tidak dapat lepas ke angkasa luar langsung dengan sinar UV tersebut. Cahaya
sehingga terperangkap di bumi. Kondisi matahari yang kita terima atau rasakan setiap hari,
terperangkapnya radiasi di bumi dapat membentuk sudah merupakan hasil penyaringan dari ozon,
efek rumah kaca yang mengakibatkan perubahan sehingga sudah tidak berbahaya lagi bagi manusia
iklim. Karbon dioksida masuk ke dalam atmosfer dan mahkluk hidup lainnya di muka bumi (Samidjo
dapat berasal dari dua sumber yaitu sumber alami dan Suharso, 2017). Hasil pengukuran para ilmuan
dan buatan. Sumber alami tergolong penting telah membuktikan terjadinya peningkatan sinar
meliputi proses pernafasan makhluk hidup di bumi ultraviolet-B ke permukaan bumi sebanyak 30 %,
serta bahan organik. Sumber buatan dapat meliputi yang berdampak buruk terhadap manusia dan
pembakaran bahan bakar fosil, industri, pembakaran makhluk hidup lainnya (Latuconsina, 2010).
hutan dan perubahan tata guna lahan. Konsentrsai Dampak perubahan iklim yang sangat dirasakan
karbon dioksida di udara akan terus meningkat dari adalah terjadinya peningkatan suhu, peningkatan
tahun ke tahun sebesar 1,8 ppm atau 0,5% tiap curah hujan dan terjadinya perubahan iklim ekstrim.
tahunnya (Ravindranat, 2008). Perubahan iklim ini akan berpengaruh terhadap
Bentang mangrove memiliki arti penting bagi kesehatan manusia baik secara langsung maupun
iklim global (Sigit, 2014). Hutan mangrove secara tidak langsung (Raksanagara et al, 2015).
berpotensi menyerap karbon lebih banyak Perubahan iklim secara langsung akan
dibandingkan dengan tumbuhan lainnya karena berdampak negatif bagi kesehatan manusia terutama
mangrove dikategorikan sebagai hutan lahan basah. yang berhubungan dengan kejadian penyakit,
Kemampuan mangrove dalam menyimpan karbon terutama penyakit yang ditularkan oleh vektor
dapat mengurangi peningkatan emisi karbon di seperti demam berdarah. Efek perubahan iklim yang
alam. Penelitian pendukung dilakukan oleh tim tidak langsung terhadap kesehatan manusia adalah
peneliti dari US Forest Service Pasifik Barat Daya melalui penyakit yang ditularkan serangga dan
dan Stasiun Penelitian Utara, Universitas Helsinki hewan pengerat-menular (misalnya, malaria,
dan Pusat Penelitian Kehutanan International demam berdarah, virus demam west nile, penyakit
menemukan bahwa mangrove per hektar dapat lyme dan hantavirus pulmonary syndrome);
menyimpan karbon empat kali lebih besar dari pada meningkat asap dan polusi udara; penyakit yang
hutan tropis lainnya di seluruh dunia (Baderan, ditularkan melalui air dan makanan yang
2017). berhubungan dengan penyakit (misalnya, giardiasis,
Penyelamatan mangrove dapat menurunkan infeksi e. coli, dan keracunan kerang); radiasi ultra
emisi karbon Indonesia ke tingkat 26% (41% jika violet kuat yang dapat menyebabkan kanker kulit
ada komitmen bantuan Internasional) pada tahun dan katarak. Berdasarkan data WHO pada tahun
2020. Indonesia sendiri memiliki 3,1 juta ha 2003, dilaporkan bahwa terjadinya perubahan iklim
mangrove atau hampir seperempat kawasan berperan dalam terjadinya penyakit diare sebesar
mangrove yang ada di dunia yang sangat berpotensi 2,4% dan penyakit malaria sebesar 2%. Pada tahun
sebagai penyerap karbon di ekosistem pesisir. 2000, WHO menduga bahwa sekitar 150.000
Menurut Daniel Murdiyarso, peneliti iklim dari kematian disebabkan oleh perubahan iklim
Pusat Penelitian Hutan Internasional (CIFOR, (Raksanagara et al, 2015).
2014), satu hektar mangrove mampu untuk Pola iklim yang terganggu juga menyebabkan
menyerap antara 600-1800 ton karbon atau jika efek tidak langsung terhadap kesehatan manusia.
digunakan rataan maka 1.200 ton karbon dapat Efek terhadap pola hujan yang meningkatkan
dipertahankan dalam 1 hektar bentang hutan bencana banjir dapat menyebabkan peningkatan
mangrove. Jika mangrove di Indonesia 3,1 juta ha, kejadian penyakit perut karena efeknya pada sumber
sekurang-kurangnya 3 miliar metrik ton karbon air dan penyediaan air bersih, penyakit malaria,
dapat diselamatkan untuk tidak terlepas sebagai demam berdarah dengue, chikungunya dan penyakit
emisi ke udara. Kehilangan hutan mangrove maka lainnya yang ditularkan melalui rodent seperti
akan melepaskan karbon dioksida dalam jumlah leptospirosis (Keman, 2007). Perubahan temperatur,
besar sebanding dengan karbon yang telah diserap kelembaban udara, dan curah hujan yang ekstrem
(Sondak, 2015). Deforestasi atau kerusakan mengakibatkan nyamuk lebih sering bertelur
mangrove dapat menyebabkan peningkatan dari sehingga vektor yang tertularkan penyakit pun
emisi karbon dioksida 20% (CO2) di atmosfer bertambah (Triana, 2008).
(Prasetyo et al, 2017). Kondisi iklim yang tidak stabil dapat juga
menyebabkan peningkatan kejadian bencana alam,
E. Dampak Global Warming bagi Kehidupan seperti badai, angin siklon puting beliung,
Manusia kekeringan, dan kebakaran hutan, yang berdampak
Perubahan iklim ditandai dengan akibat terhadap kesehatan fisik dan mental masyarakat
adanya lubang ozon yang berarti sinar UV yang terserang. Efek tidak secara langsung ini
menjadi sangat serius pada daerah di dunia dengan mekanisme hutan mangrove sebagai kawasan hutan
penduduk miskin (Keman, 2007). Perubahan iklim yang memberikan jasa lingkungan. Jasa lingkungan
yang tidak menentu akibat dari pemanasan global tersebut berupa potensi hutan mangrove sebagai
sudah banyak dirasakan saat ini. Beberapa daerah di penyerap karbon yang dapat dijual kepada pihak-
Indonesia telah mengalami curah hujan yang sangat pihak investor (Dharmawan dan Siregar, 2008).
rendah sehingga terjadi krisis air (kekeringan). Hutan merupakan ekosistem vegetasi yang
Sedangkan di daerah lainnya malah curah hujan didalamnya terjadi interaksi dengan lingkungan,
yang sangat tinggi, sehingga terjadi banjir dan tanah penghasil oksigen dan penghasil biomassa dari
longsor (Samidjo dan Suharso, 2017). pemanfaatan karbon dioksida. Isu perubahan iklim
dan pemansan global semakin marak sehingga untuk
F. Upaya Konservasi Mangrove Sebagai Salah menanganinya dilakukan mekanisme REDD
Satu Bentuk Mitigasi Global Warming (Reducing Emision from Deforestation and
Peranan hutan mangrove dalam penyimpanan Degradation) dalam perdagangan karbon
karbon sangat berpengaruh terhadap global International. Hutan alam memiliki potensi yang
warming. Kerusakan hutan mangrove yang semakin besar untuk diikutsertakan dalam mekanisme
meningkat akan memberikan dampak besar terhadap REDD. Indonesai yang berpartisipasi aktif dalam
percepatan perubahan dunia. Upaya yang dilakukan REDD+. Selama ini perhatian untuk mengurangi
sebagai mitigasi global warming melalui maupun mencegah emisi telah dilakukan Indonesia
pendekatan masyarakat, pemulihan hutan dengan sesuai dengan dengan ketentuan REDD+ (Reducing
penanaman, pembangunan pelindung pantai, dan Emissions from Deforestation and Forest
pendekatan ekonomi. Degradation). Belum masuknya soil pool dalam
Kerusakan mangrove dapat dicegah dengan perhitungan TREH hutan mangrove dapat
adanya keterlibatan masyarakat dalam proses memberikan penilaian rendah (underestimate)
rehabilitasi lahan. Kegiatan rehabilitasi akan terhadap emisi CO2 yang terlepas akibat deforestasi
berdampak langsung pada masyarakat sekitar dan degradasi sekaligus kemampuan hutan
mangrove. Hal ini dapat diketahui dengan mangrove dalam menyerap karbon, sehingga nilai
melakukan kajian melalui komunikasi yang efektif TREH masih perlu disempurnakan. Masuknya soil
pada masyarakat (Umayah et al., 2016). pool juga dapat memengaruhi tingkat rujukan hutan
Keterlibatan masyarakat dalam reabilitasi lahan (TRH) dimana akresi tanah setelah kegiatan
dapat meningkatnya kesadaran masyarakat akan restorasi dapat memberikan implikasi pada tingkat
peranan mangrove dan keberhasilan rencana. serapan karbon di hutan mangrove (Sidik et al.,
Masyarakat yang sadar akan peranan hutan 2017).
mangrove akan memberikan dampak berkurangnya
kerusakan pada hutan mangrove. 4. KESIMPULAN
Penanaman mangrove merupakan salah satu Kondisi kerusakan ekosistem mangrove di
upaya untuk mengembalikan hutan mangrove. Indonesia tergolong rusak berat mencapai luas 42%
Upaya penanaman secara perlahan akan berangsur- dan keadaan rusak seluas 29% yang melebihi
angsur memperbaiki hutan mangrove. Penanaman setengah dari ekosistem mangrove yang ada.
mangrove sebaiknya dilakukan berdasarkan kondisi Kerusakan ekosistem mangrove diakibatkan oleh
lingkungan. Setiap mangrove memiliki kriteria rona siklus alam dan aktivitas manusia dalam memenuhi
lingkungan untuk tumbuh. Jenis mangrove yang kebutuhan hidup. Dampak kerusakan ekosistem
sesuai dengan kondisi lingkungan dapat mangrove akan mempengaruhi dari segi ekonomi
meningkatkan kesuksesan uoaya yang dilakukan berupa pendapatan manusia, perubahan prilaku
dan mempercepat pemulihan suatu ekosistem masyarakat dari segi sosial dan kerusakan
(Novianty, 2012). lingkungan hutan. Kerusakan ekosistem mangrove
Merehabilitasi habitat hutan mangrove secara besar akan memberikan efek terhadap adanya
memerlukan peningkatan bangunan pelindung global warming yang memperngaruhi iklim untuk
pantai dan pesisir. Penyesuaian RTRW pesisir dan keberlangsungan kehidupan makhluk hidup. Upaya
laut terhadap perubahan kondisi (lahan, yang dilakukan sebagai mitigasi global warming
infrastruktur, sosial dan lingkungan (Swedi, 2005). melalui pendekatan masyarakat, pemulihan hutan
Peningkatan pelindung pantai adan pesisir perlu dengan penanaman, pembangunan pelindung pantai,
dilakukan sebelum proses rehabilitasi atau dan pendekatan ekonomi.
penanaman mangrove kembali. Pembangunan
breakwater merupakan suatu rekayasa terhadap 5. UCAPAN TERIMA KASIH
lingkungan yang berfungsi meredam gelombang. Penulis mengucapkan terima kasih kepada
Keberadaan breakwater dapat memberikan Dr. Aji Ali Akbar, M.Si. dan Jumiati, S.Si, M.Si
kesempatan bagi mangrove untuk tumbuh dan selaku pembimbing dalam penulisan artikel ini.
berkembang (Novianty, 2012). Terima kasih juga kepada rekan-rekan yang telah
Upaya konservasi lainnya guna mengurangi membantu dalam penulisan artikel ini. Semoga
laju degradasi hutan mangrove dapat dirancang
penulisan ini dapat bermanfaat dalam Mulyadi, Edi; Hendriyanto, Okik; Dan Fitriani, Nur.
pengembangan ilmu pengetahuan. 2010. Konservasi Hutan Mangrove Sebagai
Ekowisata. Jurnal Ilmiah Teknik
Lingkungan, 1(Edisi Khusus), 51-58.
DAFTAR PUSTAKA Pattipeilohy, Mery. 2014. Fenomena Pendangkalan
Zona Pasang Suruthutan Mangrove Teluk
Ario, Raden; Subardjo, Petrus; Dan Handoyo, Dalam Ambonserta Upaya Pengembangan
Gentur. 2015. Analisis Kerusakan Mangrove Ekowisata. Jurnal Pena Sains, 1(2), 56-63.
Di Pusat Restorasi Dan Pembelajaran Pramudji. 2000. Dampak Perilaku Manusia Pada
Mangrove (Prpm), Kota Pekalongan. Jurnal Ekosistem Hutan Mangrove Di Indonesia.
Kelautan Tropis, 18(2), 64–69. Journal Of Oseana, 25(2), 13-20.
Arizona, Meivy dan Sunarto. 2009. Kerusakan Prasetyo, Dimas Panji Budi; Nuraini, Ria Azizah Tri
Ekosistem Mangrove Akibat Konversi Lahan dan Supriyantini. 2017. Estimation Carbon
Di Kampung Tobati Dan Kampung Nafri, Stock n Mangrove Vegetation at Mangrove
Jayapura. Jurnal Kerusakan Ekosistem Area of Ujung Piring Jepara District.
Mangrove, 23(3), 18-39. International Journal of Marine and Aquatic
Baderan, Dewi Wahyuni K. 2017. Distribusi Spasial Resource Concervation and Co-existence,
dan Luas Kerusakan Hutan Mangrovedi 2(1), 38-45.
Wilayah Pesisir Kwandang Kabupaten Rachmawati, Ditha; Setyobudiandi, Isdradjad; dan
Gorontalo Utara Provinsi Gorontalo. Jurnal Hilmi, Endang. 2014. Potensi Estimasi
Geoeco, 3(1), 1-8. Karbon Tersimpan Pada Vegetasi Mangrove
Baderan, Dewi Wahyuni K. 2017. Serapan Karbon Di Wilayah Pesisir Muara Gembong
Hutan Mangrove Gorontalo. Edisi Pertama. Kabupaten Bekasi. Jurnal Omni-Akuatika,
Cetakan Pertama. CV. Budi Utama. 13(19), 85 – 91.
Yogyakarta. Rahma, Fajar; Basri, Hairul; dan Sufardi. 2015.
Dharmawan, I.W.S., dan Siregar, C.A., 2011. Potensi Karbon Tersimpan Pada Lahan
Karbon Tanah dan Pendugaan Karbon Mangrove Dan Tambak Di Kawasan Pesisir
Tegakan Avicennia marina (Forsk) Vierh di Kota Banda Aceh. Jurnal Manajemen
Ciasem, Purwakarta. Jurnal Penelitian Hutan Sumberdaya Lahan, 4(1), 527-534.
dan Konservasi Alam, 5(4), 317-328. Raksanagara, Ardini S; Arisanti, Nita; Dan
Hariphin; Linda,Riza; dan Lovadi, Irwan. 2014. Rinawan, Fedri. 2015. Dampak Perubahan
Analisa Vegetasi Mangrove Di Desa Sebubus Iklim Terhadap Kejadian Demam Berdarah
Kecamatan Paloh Kabupaten Sambas. Jurnal Di Jawa Barat. Jurnal Sarjana Kedokteran,
Protobiont, 3(2), 201-208. 1(1), 43-47.
Hariphin; Linda,Riza; Dan Rusmiyanto,Elvi. 2016. Rusila Noor, Y., M. Khazali, dan I N.N.
Analisis Vegetasi Hutan Mangrove Di Suryadiputra. 2006. Panduan Pengenalan
Kawasan Muara Sungai Serukam Kabupaten Mangrove di Indonesia. Edisi Pertama.
Bengkayang. Jurnal Protobiont, 5(3), 66-72. Cetakan Kedua. PHKA/WI-IP. Bogor.
Herianto dan Subiandono, Endro. 2016. Peran Rahman; Effendi, Hefni; dan Rusman, Iman. 2017.
Biomasa Mangrove Dalam Menyimpan Estimasi Stok dan Serapan Karbon pada
Karbon Di Kubu Raya, Kalimantan Barat. Mangrove di Sungai Tallo, Makassar. Jurnal
Jurnal Analisis Kebijakan, 13(1), 1-12. Ilmu Kehutanan, 1(1), 19-28.
Kariada, Nana Dan Irsadi, Andin. 2014. Peranan Ravindranat, Ostwald. 2008. Carbon Inventory
Mangrove Sebagai Biofilter Pencemaran Air Methods : Handbook For Greenhouse Gas
Wilayah Tambak Bandeng Tapak, Semarang. Inventory, Carbon Mitigation and
Jurnal Manusia Dan Lingkungan, 21(2), Roundwood Production Project. Switzerland
188-194. : Springer Science and Business Media B.V.
Keman,Soedjajadi. 2007. Perubahan Iklim Global, Samidjo, Jacobus dan Suharso, Yohanes. 2017.
Kesehatan Manusia Dan Pembangunan Memahami Pemanasan Global dan
Berkelanjutan. Jurnal Kesehatan Perubahan Iklim. Jurnal Ilmiah, 24(2), 1-10.
Lingkungan, 3(2), 195 – 204. Senoaji, G dan Hidayat, Muhamad Fajrin.2016.
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 201 Peranan Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota
Tahun 2004. Tentang Kriteria Baku dan Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan Global
Pedoman Penentuan Kerusakan Mangrove. Melalui Penyimpanan Karbon. Jurnal
Latuconsina, Husain. 2010. Dampak Pemanasan Manusia Dan Lingkungan, 23(3), 327-333.
Global Terhadap Ekosistem Pesisir Dan Setyawan, Ahmad Dwi Dan Winarno, Kusumo.
Lautan. Jurnal Ilmiah Agribisnis Dan 2006. Permasalahan Konservasi Ekosistem
Perikanan (Agrikan Ummu-Ternate), 3(1), Mangrove Di Pesisir Kabupaten Rembang,
30-37. Jawa Tengah. Jurnal Biodiversitas, 7(2), 159-
163.
Sidik, Frida; Supriyanto, Bambang dan Lugina,
Mega. 2017. Tingkat Rujukan Emisi Hutan
Mangrove Delta Mahakam. Jurnal Analisis
Kebijakan Kehutanan, 14(2), 93-104.
Sondak, Calvyn, F.A. 2015. Estimasi Potensi
Penyerapan Karbon Biru (Blue Carbon) oleh
Hutan Mangrove Sulawesi Utara. Journal Of
Asean Studies On Maritime Issues, 1(1), 24-
29.
Sutaryono, Dandun. 2009. Perhitungan Biomassa.
Wetlands International Indonesia
Programme. Bogor.
Swedi, Nawa. 2005. Upaya Pencegahan dan
Penanggulangan Dampak Pemanasan Global.
Jurnal Teknik Lingkungan, 6(2), 397-401.
Triana, Vivi. 2008. Pemanasan Global. Jurnal
Kesehatan Masyarakat, 2(2), 159-163.
Umayah, Sari; Gunawan, Haris; dan Isda, Mayta
Novaliza. 2016. Tingkat Kerusakan
Ekosistem Mangrove Di Desa Teluk Belitung
Kecamatan Merbau Kabupaten Kepulauan
Meranti. Jurnal Riau Biologia, 1(4), 24-30.
Windani. 2010. Strategi Pemberdayaan Masyarakat
Di Kawasan Hutan Sebagai Langkah
Antisipatif Dalam Penanganan Bencana
Banjir Dan Tanah Longsor Di Kabupaten
Trenggalek. Jurnal Sosial Humaniora, 3(1),
148-161.

View publication stats

Anda mungkin juga menyukai