Anda di halaman 1dari 7

Vol x(x) (year): xx-xx

DOI: http://dx.doi.org/10.24235/sc.educatia.vxix.xxxx

SCIENTIAE EDUCATIA: JURNAL PENDIDIKAN SAINS

http://www.syekhnurjati.ac.id/jurnal/index.php/sceducatia

Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan Karbon dan Kaitannya dengan


Perdagangan Karbon
Nurrisma Alzufri1
1
Biologi/Tadris Biologi/IAIN Syekh Nurjati Cirebon, Jawa Barat, 45132, Indonesia

Corresponding author: Jalan Perjuangan By Pass Sunyaragi, Harjamukti/Kesambi, Cirebon, Jawa Barat, 45132, Indonesia.
E-mail addresses: nurrismaalzufri21@gmail.com

article i nfo abstract


Article history: Global warming (global warming) which is increasing has and will
Received: dd mm yyyy disrupt the balance of the environment that can endanger the survival of
Received in revised form: dd mm
human life on this earth. For this reason, various efforts are needed to
yyyy
Accepted: dd mm yyyy reduce the negative environmental impacts it causes. One of the efforts
Available online: dd mm yyyy that will be made is through the method of carbon trading (carbon trade)
internationally, among others the mechanism for reducing emissions
Keywords: from deforestation and forest degradation (here in after abbreviated as
Mangrove Forest
REDD). This article was created with the aim of knowing the benefits
Carbon
Carbon Trading of mangrove forest in storing carbon and their relation to carbon
trading. The research method used in the preparation of this article is
Kata Kunci: the study method. literature from several journals. The conclusion
Hutan Mangrove contained is that mangrove forest have the ability to store carbon and
Karbon are related to carbon trading activities.
Perdagangan Karbon
Abstrak
Pemanasan global (global warming) yang semakin meningkat telah dan
akan mengganggu keseimbangan lingkungan hidup yang dapat
membahayakan kelangsungan kehidupan manusia di atas bumi ini.
Untuk itu, diperlukan berbagai upaya yang dapat dilakukan untuk
mengurangi dampak negatif lingkungan hidup yang disebabkannya.
Salah satu upaya yang akan dilakukan adalah melalui metode
perdagangan karbon (carbon trade) secara internasional, antara lain
mekanisme pengurangan emisi dari deforestasi dan degradasi hutan
(Reduction Emission from Deforestation and Forest Degradation)
(selanjutnya disingkat REDD). Artikel ini dibuat dengan tujuan untuk
mengetahui manfaat hutan Mangrove dalam menyimpan karbon dan
kaitannya dengan perdagangan karbon. Metode penelitian yang
dilakukan dalam penyusunan artikel ini yaitu dengan metode studi
literature dari beberapa jurnal. Adapun kesimpulan yang didapatkan
yaitu hutan Mangrove memiliki kemampuan untuk menyimpan karbon
dan memiliki keterkaitan dalam aktivitas perdagangan karbon.
2020 Scientiae Educatia: Jurnal Pendidikan Sains

1
1. Introduction
Kata mangrove menurut Odum (1983), berasal dari kata „mangal„ yang berarti komunitas suatu
tumbuhan. Selanjutnya Supriharyono (2000), menunjukkan bahwa kata mangrove mempunyai dua arti
yakni pertama sebagai komunitas tumbuhan ataupun hutan yang tahan akan kadar salinitas/ garam
(pasang surutnya air laut), dan kedua sebagai individu spesies. Sedangkan arti kata mangrove menurut
Saparinto (2007), adalah vegetasi hutan yang tumbuh diantara garis pasang surut, namun juga bisa
tumbuh pada pantai karang, juga pada dataran koral mati yang di atasnya ditimbuni sebuah lapis tipis
pasir, lumpur, maupun pantai berlumpur.
Mangrove ialah suatu tempat yang bergerak karena adanya pembentukan tanah lumpur serta
daratan yang terjadi terus-menerus, sehingga perlahan-lahan berubah menjadi semi daratan. Berbagai
definisi mangrove sebenarnya mempunyai arti yang sama yakni formasi hutan daerah tropika serta
sub-tropika yang ada di pantai rendah dan tenang, berlumpur, dan memperoleh pengaruh dari pasang
surutnya air laut. Hutan mangrove pun merupakan mata rantai yang sangat penting dalam
pemeliharaan keseimbangan siklus biologi dari suatu perairan (Rahim, dkk., 2017).
Ekosistem mangrove ialah suatu sistem di alam sebagai tempat berlangsungnya kehidupan yang
merefleksikan hubungan timbal balik antara makhluk hidup dan lingkungannya, serta antara makhluk
hidup itu sendiri. Ekosistem mangrove ini berada di wilayah pesisir, terpengaruh oleh pasang surutnya
air laut, serta didominasi oleh spesies pohon ataupun semak yang khas serta dapat tumbuh di dalam
perairan payau/asin (Rahim, dkk., 2017).
Tumbuhan yang terdapat di dalam ekosistem mangrove ini mempunyai daya adaptasi yang sesuai
dengan habitat yang terpengaruh oleh pasang surut dan salinitas air laut. Adaptasi tumbuhan
mengrove terhadap genangan air yaitu ditandai dengan akar napas (pneumatofor), akar lutut, akar
tunjang, serta perkecambahan biji saat buah masih menempel di atas pohon. Selain itu, hampir semua
jenis tumbuhan mangrove adalah jenis tumbuhan yang toleran akan garam, namun bukan menjadi
jenis yang memerlukan garam dalam hidupnya (Rahim, dkk., 2017).
Jenis-jenis tumbuhan mangrove yang terdapat di hutan mangrove Indonesia ialah sekitar 89 jenis
yang terdiri dari 35 jenis pohon, 9 jenis perdu, 5 jenis terna, 9 jenis liana, 29 epifit, serta 2 jenis
tumbuhan parasit. Dari banyaknya jenis mangrove di Indonesia, mangrove utama yang banyak
dijumpai adalah jenis Api-Api (Avicennia sp.), Bakau (Rhizophora sp.), Tancang (Bruguiera sp.), dan
Bogem atau Pedada (Sonneratia sp.). Jenis-jenis mangrove tersebut merupakan kelompok mangrove
yang menangkap, menahan endapan, serta menstabilkan tanah habitatnya (Keliat, 2012).
Ekosistem mangrove merupakan salah satu ekosistem yang memiliki produktivitas yang tinggi jika
dibandingkan dengan ekosistem lainnya dalam hal dekomposisi bahan organik yang tinggi dan sebagai
mata rantai ekologis yang sangat penting bagi kehidupan makhluk hidup yang berada di perairan
sekitarnya. Materi organik menjadikan mangrove sebagai tempat sumber makanan dan habitat

2
berbagai biota seperti ikan, udang, dan kepiting. Produksi ikan dan udang di perairan laut sangat
bergantung dengan produksi serasah yang dihasilkan oleh tumbuhan mangrove. Berbagai kelompok
Mollusca ekonomis juga sering ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan mangrove (Karimah, 2017).
Ekosistem mangrove memiliki fungsi dari segi ekonomi dan ekologi. Fungsi ekonomi yang ada di
ekosistem mangrove yaitu sebagai penghasil kebutuhan rumah tangga dan penghasil keperluan
industri. Fungsi ekologisnya yaitu sebagai pelindung garis pantai dan sebagai habitat dari berbagai
spesies, seperti ikan, udang, burung, dan hewan Mollusca (Karimah, 2017).
Riset ini dilakukan dengan tujuan untuk mengetahui manfaat hutan Mangrove dalam menyimpan
karbon dan kaitannya dengan perdagangan karbon. Hal itu karena, hutan mangrove memiliki
kemampuan untuk menyerap karbon karena hutan mangrove ini adalah tempat sekumpulan pohon
yang memiliki aktifitas biologisnya seperti fotosintesis dan respirasi. Dalam fotosintesis pohon
(tanaman) menyerap CO2 dan H2O dibantu dengan sinar matahari diubah menjadi glukosa yang
merupakan sumber energi. Telah dilakukan penelitian bahwa satu hektare hutan mangrove menyerap
110 kilogram karbon dan sepertiganya dilepaskan berupa endapan organik di lumpur (Purnobasuki,
2012). Oleh karena itu, penulis mengambil judul Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan
Karbon dan Kaitannya dengan Perdagangan Karbon untuk dibahas lebih lanjut mengenai potensi hutan
mangrove sebagai penyimpan karbon.

2. Method
Metode penelitian yang dilakukan yaitu dengan metode penelitian kajian pustaka (Library
Research). Metode ini merupakan suatu rangkaian kegiatan yang berhubungan dengan metode
pengumpulan data pustaka, membaca, memahami, dan mencatat serta mengolah bahan penelitian
tersebut. Penelitian ini dilakukan pada bulan Juni 2022. Data yang didapatkan yaitu berupa deskripsi
mengenai hutan mangrove dan pemanfaatannya serta kaitan hutan mangrove dengan perdagangan
karbon.

3. Result and Discussion


Hasil penelitian yang didapatkan berdasarkan metode kajian pustaka yang didapatkan yaitu hutan
mangrove memiliki potensi dalam menyimpan karbon dan memiliki keterkaitan dalam aktivitas
perdagangan karbon.
Pemanasan global adalah sebuah kondisi dimana meningkatnya suhu permukaan bumi yang
disebabkan oleh emisi gas-gas (CO2, O3, CH4, N2O, CFC, dan lain-lain) yang dilepas ke atmosfer
sehingga menyebabkan timbulnya efek rumah kaca. Gas-gas tersebut menahan cahaya matahari yang
akan keluar dari atmosfer setelah terpantul ke bumi. Menurut Manik dalam Latuconsina (2010), emisi
CO2 terutama berasal dari pembakaran bahan bakar fosil (minyak bumi, gas alam dan batu bara).
Sedangkan sumber emisi NOx dan CH4 terutama berasal dari bahan bakar fosil dan pembakaran bahan

3
organik. Sementara itu CFC merupakan zat kimia ciptaan manusia yang banyak digunakan sebagai zat
pendingin dalam kulkas dan AC, industri plastik busa, gas pendorong pada kemasan aerosol (pewangi,
hairspray, pembersih kaca dan lainnya) yang berperan terhadap penipisan ozon pada atmosfer bumi
(Heriyanto, dkk., 2020).
Ekosistem mangrove, sebagaimana ekosistem hutan lainnya, memiliki kemampuan sebagai
penyerap CO2, sehingga hutan mangrove memiliki peran untuk mengurangi konsentrasi karbon
dioksida di udara. Menurut Donato et al., (2011), tipe hutan mangrove memiliki kemampuan mengikat
karbon jauh lebih tinggi dibandingkan dengan hutan terrestrial dan hutan hujan tropis. Ekosistem
mangrove berfungsi sebagaimana ekosistem hutan lainnya, yaitu penyerap karbon. Mangrove sebagai
suatu ekosistem memiliki fungsi ekologi berupa pemecah ombak, mencegah abrasi, sebagai produsen
makanan bagi makhluk hidup pesisir, serta upaya mitigasi pemanasan global. Mangrove dapat
menyimpan karbon lebih banyak dari hampir semua hutan di bumi. Potensi penyerapan karbon
dipengaruhi oleh kemampuan pohon untuk menyerap karbon melalui proses fotosintesis. Tumbuhan
memerlukan karbon dioksida (CO2) pada proses fotosintesis yang akan diserap dari udara di atmosfer.
Karbon yang diserap akan tersimpan dalam bentuk biomassa tumbuhan. Hampir 40% dari biomassa
pohon adalah karbon, dimana pohon melalui proses fotosintesis menyerap karbon dioksida dari
atmosfer dan mengubahnya menjadi karbon organik (karbohidrat) dan menyimpannya dalam biomassa
tubuhnya seperti dalam batang, daun, akar, umbi, buah dan lainnya. Cara yang dapat digunakan untuk
mengetahui simpanan karbon adalah dengan menghitung biomassa dari tumbuhan tersebut. Biomassa
dari penyerapan karbon merupakan jasa hutan sebagai upaya pemulihan lingkungan dengan
pengurangan CO2 di udara. Kehilangan atau terdegradasinya ekosistem mangrove akan menjadi
sumber karbon dalam jumlah besar untuk efek rumah kaca (Dinilhuda, dkk., 2017).
Keseimbangan ekologi lingkungan perairan pantai akan tetap terjaga apabila keberadaan mangrove
dipertahankan karena mangrove dapat berfungsi sebagai biofilter, agen pengikat dan perangkap polusi
baik perairan maupun udara. Fungsi optimal mangrove dalam penyerapan karbon mencapai 77,9%
(Heriayanto dan Subiandono,2016). Hasil penelitian menunjukkan bahwa ekosistem mangrove
memiliki peranan yang penting dalam mengurangi efek gas rumah kaca sebagai mitigasi perubahan
iklim karena mampu mereduksi CO2 melalui mekanisme “sekuestrasi”, yaitu penyerapan karbon dari
atmosfer dan penyimpanannya dalam bentuk biomassa yang mencapai 296 ton C/ha (Rahman et al.,
2017). Selama pohon atau tegakan itu hidup, maka proses penyerapan karbon dioksida dari atmosfer
terus berlangsung. Peranan hutan mangrove dalam penyimpanan karbon sangat berpengaruh terhadap
global warming. Kerusakan hutan mangrove yang semakin meningkat akan memberikan dampak besar
terhadap percepatan perubahan dunia.
Upaya yang dilakukan sebagai mitigasi global warming melalui pendekatan masyarakat, pemulihan
hutan dengan penanaman, pembangunan pelindung pantai, dan pendekatan ekonomi. Kerusakan

4
mangrove dapat dicegah dengan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses rehabilitasi lahan.
Kegiatan rehabilitasi akan berdampak langsung pada masyarakat sekitarmangrove. Hal ini dapat
diketahui dengan melakukan kajian melalui komunikasi yang efektif pada masyarakat (Umayah et al.,
2016). Keterlibatan masyarakat dalam reabilitasi lahan dapat meningkatnya kesadaran masyarakat
akan peranan mangrove dan keberhasilan rencana. Masyarakat yang sadar akan peranan hutan
mangrove akan memberikan dampak berkurangnya kerusakan pada hutan mangrove. Penanaman
mangrove merupakan salah satu upaya untuk mengembalikan hutan mangrove. Upaya penanaman
secara perlahan akan berangsur-angsur memperbaiki hutan mangrove. Penanaman mangrove
sebaiknya dilakukan berdasarkan kondisi lingkungan. Setiap mangrove memiliki kriteria rona
lingkungan untuk tumbuh. Jenis mangrove yang sesuai dengan kondisi lingkungan dapat
meningkatkan kesuksesan upaya yang dilakukan an mempercepat pemulihan suatu ekosistem.
Merehabilitasi habitat hutan mangrove memerlukan peningkatan bangunan pelindung pantai dan
pesisir. Penyesuaian RT/RW pesisir dan laut terhadap perubahan kondisi (lahan, infrastruktur, sosial
dan lingkungan). Peningkatan pelindung pantai dan pesisir perlu dilakukan sebelum proses rehabilitasi
atau penanaman mangrove kembali (Dinilhuda, dkk., 2017).
Berdasarkan konferensi tingkat dunia yang dilaksanakan di Bali bulan Desember tahun 2007,
menempatkan hutan mangrove salah satu faktor yang dapat memberikan kontribusi dalam menekan
perubahan iklim. Kaitannya dengan perubahan iklim adalah keberadaan hutan mangrove sebagai
penyerap panas (gas karbon dioksida). Salah satu gagasan utama yang dibahas dalam konferensi Bali
adalah melalui mekanisme perdagangan karbon. Skenario ini di tujukan kepada negara-negara
penyumbang terbesar emisi karbon, seperti Amerika Serikat dan juga kepada negara pemilik hutan
tropis yang mampu menyerap karbon di udara.
Perdagangan karbon adalah mekanisme berbasis pasar yang memungkinkan terjadinya negosiasi
dan pertukaran hak emisi gas rumah kaca. Mekanisme pasar yang diatur dalam Protokol Kyoto ini
dapat terjadi pada skala nasional maupun internasional sejauh hak-hak negosiasi dan pertukaran yang
sama dapat dialokasikan kepada semua pelaku pasar yang terlibat. Untuk memberikan nilai bagi
sebidang lahan berhutan yang berpotensi menyimpan karbon, kita harus dapat menghitung secara tepat
berapa banyak jumlah karbon yang tersimpan. Teknologi baru seperti citra satelit dan pembuatan
model komputer akan memudahkan penghitungan cadangan karbon secara cepat dan tepat. Sistem
yang transparan untuk melakukan penghitungan dan verifikasi pengurangan emisi saat ini sudah
banyak tersedia.
Secara tidak langsung, dengan adanya mekanisme perdagangan karbon yang telah didengungkan
pada konfrensi di Bali tersebut, menjadikan sugesti dan bonus besar bagi pihak yang mampu menjaga
kelestarian hutannya. Namun perlu diingat, ada ataupun tidak ada kompensasi dari perdangan karbon
kelak (walaupun belum ada data resmi untuk nilai harga karbon), kita wajib untuk menjaga kelestarian

5
hutan. Menjaga hutan berarti melindungi hidup, karena apabila hutan (mangrove) rusak, banyak jasa
lingkungan yang hilang serta penanganan pemanasan global tidak akan tercapai. Alternatif yang
sangat berpotensi untuk dikembangkan sekarang ini adalah mengendalikan konsentrasi karbon yaitu
melalui pengembangan penyerapan karbon (sink karbon) hutan mangrove melalui rehabilitasi dengan
spesies mangrove yang cepat tumbuh. Indonesia sangat berpotensi untuk menjadi tempat penyerap
emisi karbon karena memiliki hutan tropis dan mangrove terbesar ketiga dunia setelah Brazil dan
Zaire dengan tingkat kerusakan hutan yang tinggi serta juga berpotensi untuk dilakukan pada 23 lahan
hutan kritis dunia yang ada di 23 negara meliputi Brazil, Zaire, Indonesia, rusia, Canada, US dan Cina
dapat di rehabilitasi dengan kayu cepat tumbuh maka penambatan CO2 pertahun dapat ditekan lebih
cepat. Dengan demikian potensi mangrove bermanfaat dalam menjaga keseimbangan alam,
menurunkan pemanasan global, mencegahan perubahan iklim global dan menguntungkan dalam
perdagangan karbon (Purnobasuki, 2012).

4. Conclusion
Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas, maka dapat disimpulkan bahwa hutan mangrove
memiliki kemampuan sebagai penyerap CO2, sehingga hutan mangrove memiliki peran untuk
mengurangi konsentrasi karbon dioksida di udara dan juga berperan dalam menjaga keseimbangan
alam, menurunkan pemanasan global, mencegahan perubahan iklim global dan menguntungkan dalam
perdagangan karbon.

Acknowledgments
Tiada kata yang layak diucapkan melainkan ungkapan bahagia dan rasa syukur kepada Allah SWT.,
yang telah mencurahkan segala nikmat dan karunia-Nya serta berkat rahmat dan kehendak-Nya,
penulis dapat menyelesaikan artikel riset dengan judul “Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai
Penyimpan Karbon dan Kaitannya dengan Perdagangan Karbon”. Penulis juga menyadari banyak
kekeliruan dalam penyusunan artikel ini, tidaklupa pula ucapan terimakasih, penulis haturkan kepada
Bapak Bambang Ekanara, M.Pd dan Ibu Dr. Ina Rosdiana Lesmanawati, M.Si dosen pengampu
matakuliah Pengantar Ilmu Lingkungan yang sudah membimbing dalam penyelesaian artikel ini.

References
Dinilhuda, A., dkk. (2017). Peran Ekosistem Mangrove bagi Mitigasi Pemanasan Global. Jurnal
Geoeco. 3 (1), 1-8.
Heriyanto, T., dkk. (2020). Analisis Biomassa dan Cadangan Karbon pada Ekosistem Mangrove di
Kawasan Pantai Berpasir Desa Kawal Kabupaten Bintan. Jurnal Manajemen Riset dan Teknologi.
2 (1), 31-41.
Karimah. 2017. Peran Ekosistem Hutan Mangrove sebagai Habitat untuk Organisme Laut. Jurnal
Biologi Tropis. 17 (2): 51-58.

6
Purnobasuki, H. (2012). Pemanfaatan Hutan Mangrove sebagai Penyimpan Karbon. Bulletin PSL
Universitas Surabaya. 3-5.
Rahim, S., dkk. (2017). Hutan Mangrove dan Pemanfaatannya. Yogyakarta: Deepublish.

Anda mungkin juga menyukai