Anda di halaman 1dari 18

TUGAS INDIVIDU MATA KULIAH

EKOLOGI EKOSISTEM LAHAN BASAH

TEMA :
KONSERVASI MANGROVE

DOSEN PENGAMPU :
Dr. Ir. EFRIYELDI, M.Si.

OLEH :
RAGIL TRIBHAKTI HUTOMO
NIM. 2210348017

PROGRAM DOKTOR
PROGRAM PASCASARJANA
UNIVERSITAS RIAU
PEKANBARU
2023
ABSTRAK

Kawasan hutan mangrove merupakan wilayah yang terletak antara lautan


dan daratan. Peranan hutan mangrove tidak hanya demi kepentingan kehutanan,
namun memiliki dimensi yang lebih luas, Keberadaan mangrove memiliki peran
yang sangat besar untuk keseimbangan lingkungan. Keberadaan hutan mangrove
di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir benar-benar pada posisi yang
sangat memperihatinkan yang mana terjadi penurunan luas wilayah kawasan
hutan mangrove secara drastis. Untuk itu diperlukan suatu upaya konservasi
hutan mangrove untuk melestarikan lingkungan dengan merehabilitasi daya
dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara seimbang.
Konservasi dilakukan untuk menjamin keberadaan, ketersediaan dan
keseimbangan sumber daya dengan tetap memelihara dan menjaga
keanekaragamannya, terutama kawasan pesisir yang sangat dipengaruhi oleh
perubahan lingkungan. Terkait dengan upaya perlindungan ekosistem kawasan
mangrove menjadi kawasan konservasi , diperlukan suatu suatu zonasi
terhadap ekosistem mangrove. Keberadaan kawasan konservasi diperlukan
untuk menjaga keberlangsungan sumber daya , agar dapat berkontribusi
terhadap kehidupan masyarakat.

Kata kunci : Mangrove, Konservasi

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL………………………………………………………......... i
ABSTRAK……………………………………………………………………….ii
DAFTAR ISI…………………………………………………………………….iii

BAB I PENDAHULUAN………………………………………………………1
1.1 Latar Belakang………………………………………………….......1
BAB II PEMBAHASAN………………………………………………………...3
2.1 Ekosistem Hutan Mangrove…………………………………….....3
2.1.1 Definisi Ekosistem Mangrove……………………….....3
2.1.2 Zonasi dan Karakteristik Mangrove…………………..5
2.2 Konservasi Ekosistem Mangrove ………………………………….6
2.2.1 Defenisi Konservasi…………………………………….6
2.2.2 Pengelolaan Kawasan Konservasi Mangrove…………..8
2.2.3 Konservasi Pembudidayaan Mangrove…………………9
2.2.4 Konservasi Mangrove di Provinsi Riau………………..11

BAB III KESIMPULAN……………………………………………………….13


DAFTAR PUSTAKA…………………………………………………………..14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Negara Indonesia mempunyai ekosistem hutan mangrove terbesar dan
terluas di dunia yang memiliki peran bagi keberlanjutan kehidupan makhluk hidup
di bumi. Ekosistem hutan mangrove adalah sumberdaya lahan basah wilayah pesisir dan
sistem penyangga kehidupan serta kekayaan alam (PP-RI No 73, 2012).
Kawasan hutan mangrove merupakan wilayah yang terletak antara lautan dan
daratan. Peranan hutan mangrove tidak hanya demi kepentingan kehutanan,
namun memiliki dimensi kepentingan yang lebih luas dalam menunjang
kepentingan lahan perkebunan, pertanian , pertambakan dan lainnya. Lautan
merupakan ekosistem perairan dengan salinitas tinggi dengan wilayah yang sangat
luas dan memiliki potensi perikanan yang melimpah sedangkan daratan adalah
permukaan bumi yang tidak ditutupi air maupun yang masih terendam air yang
memiliki potensi pertanian. Kawasan hutan mangrove merupakan kawasan
peralihan antara kawasan lautan dan daratan yang memiliki keharusan untuk
diperhatikan dalam perencanaan pengelolaan secara lestari dan berkelanjutan
(Kustanti, 2011).
Keberadaan hutan mangrove di Indonesia dalam beberapa dekade terakhir
benar-benar pada posisi yang sangat memperihatinkan. Terjadi penurunan luas
wilayah kawasan hutan mangrove secara drastis yang mana sebelumnya memilik
luas wilayah kawasan hutan mangrove sebesar 4,25 juta ha , kini menjadi 3,7 juta
ha dan hanya sekitar 2,1 juta ha masih dalam keadaan utuh (Balitbang Kehutanan,
2010). Menurut Kementerian Kehutanan (2013), kawasan hutan mangrove di
Indonesia memiliki luas sekitar 3,2 juta ha dengan keanekarragaman hayati berupa
jumlah spesies yang diidentifikasi sejumlah 75 jenis spesies. Dalam dua puluh
tahun terakhir luas kawasan hutan mangrove Indonesia telah berkurang hampir
1,1 juta ha atau sekitar 75 % dari luas semula.

1
Keberadaan mangrove memiliki peran yang sangat besar untuk
keseimbangan lingkungan perairan pantai , dikarenakan mangrove memiliki
fungsi sebagai biofilter , agen perangkap dan pengikat polusi. Selain itu mangrove
merupakan tempat tinggal bermacam jenis gastropoda dan bivalvia pemakan
plankton sehingga dapat menegaskan peran mangrove sebagai biofilter alami.
Oleh karena itu diperlukan suatu upaya perbaikan melalui konservasi kawasan
hutan mangrove (Dahuri et al,1996 dan Azis, 2006).
Tujuan Konservasi kawasan adalah untuk menjaga dan melindungi
keragaman hayati serta (biodiversity) untuk pemanfaatan sumberdaya yang
berkelanjutan (sustainable use). keberadaan kawasan konservasi diperlukan
untuk menjaga keberlangsungan sumber daya , agar dapat berkontribusi
terhadap masyarakat disebabkan karena paradigma ekonomi menjadi dasar dalam
keseimbangan dengan menekan berbagai kemungkinan dampak yang dapat
terjadi. Menurut Undang-Undang No. 26 Tahun 2007 Pasal 1 ayat 21, kawasan
lindung merupakan kawasan yang ditetapkan dan memiliki peran utama dalam
melindungi kelestarian lingkungan hidup yang mencakup sumberdaya alam dan
sumberdaya buatan. Kawasan pantai berhutan mangrove merupakan salah satu
kawasan lindung yang memili peran multifungsi menjaga keseimbangan alam
adalah kawasan pantai berhutan mangrove (Muhammad, 2012).

2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Ekosistem Hutan Mangrove


2.1.1 Definisi Ekosistem Mangrove
Ekosistem mangrove adalah salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
karena memiliki nilai ekologis dan ekonomis, namun memiliki kerentanan
terhadap suatu kerusakan apabila dikelola dengan tidak bijaksana dalam
pengelolahannya serta merupakan sejenis tumbuhan yang hidup di daerah pasang
surut pantai. Istilah ‘mangrove’ secara pasti tidak diketahui asal usulnya. Namun
ada pendapat yang mengatakan bahwa istilah tersebut merupakan gabungan
dari bahasa Portugis dan Inggris. Istilah dalam bahasa Portugis menyebut
salah satu jenis pohon mangrove sebagai ‘mangue’ dan istilah dalam bahasa
Inggris ‘grove’, setelah dikombinasikan menjadi menjadi ‘mangrove’ atau
‘mangrave’. Menurut Romimohtarto dan Juwana (2001), mangrove merupakan
tanaman pepohonan atau kelompok tanaman yang hidup di perbatasan antara
lautan dan daratan yang sangat dipengaruhi oleh pasang surut.
Hutan mangrove adalah salah satu tipe hutan tropika dan subtropika yang
memiliki keunikan karena di pengaruhi oleh pasang surut dan tumbuh di
sepanjang pantai atau muara sungai , yang selalu atau secara teratur tergenang air
dan tidak terpengaruh oleh iklim. Mangrove banyak di jumpai di wilayah pesisir
yang terlindung dari gempuran ombak dan daerah yang landai. Mangrove banyak
di jumpai di sekitar wilayah pesisir dan tumbuh optimal di daerah yang memiliki
muara sungai besar serta delta dengan aliran air yang mengandung banyak
lumpur. Pada wilayah pesisir yang tidak bermuara sungai, pertumbuhan vegetasi
mangrove tidak optimal. Mangrove jarang diumpai didaerah pesisir yang terjal
dan memilik ombak besar dengan arus pasang surut yang kuat, Hal ini
disebabkan karena karena kondisi seperti ini tidak memungkinkan terjadinya
pengendapan lumpur sebagai substrat yang diperlukan mangrove bagi
pertumbuhannya (Nybaken, 1992; Dahuri, 2003). Mangrove yang meliputi

3
pepohan dan semak dapat digolongkan ke dalam 8 famili, dan terdiri atas 12
genera tumbuhan berbunga Avicennia, Sonneratia, Rhizophora, Bruguiera,
Ceriops, Xylocarpus, Lummitzera, Laguncularia, Aegiceras, Aegiatilis, Snaeda
dan Conacarpus.
Vegetasi hutan mangrove memiliki keunikan dan karakteristik yang khas
jika dibandingkan dengan vegetasi hutan lainnya diantaranya sebagai berikut: (1)
vegetasi mangrove memiliki jenis pepohonan yang relatif sedikit, (2) vegatasi
mangrove memiliki perakaran yang tidak beraturan (pneumatofora) seperti
jangkar melengkung dan menjulang pada bakau (Rhizophora spp), akar yang
keluar vertikal seperti pensil pada pidada (Sonneratia spp) dan jenis api-api
(Avicennia spp), (3) vegetasi mangrove juga memiliki biji (propagul) yang
bersifat vivipar dengan berkecambah dipohonnya, terutama pada Rhizophora spp
dan (4) vegetasi mangrove juga memiliki banyak lentisel di bagian kulit pohon
(LPP Mangrove Indonesia, 2008). Dengan sifatnya ifatnya yang khas dan
kompleks menyebabkan vegetasi hutan mangrove di huni oleh organisme tertentu
saja yang mampu bertahan dan berkembang (Kartawinata et al, 1979).
Pengaruh dari peristiwa pasang-surut pada ekosistem mangrove, hal ini
menyebabkan komunitas mangrove pada umumnya didominasi oleh spesies-
spesies pohon berbatang keras dan semak-semak yang memiliki kegunaan pada
perairan payau. Adanya pengaruh pasang surut pada ekosistem mangrove, hal ini
menyebabkan secara periodik ekosistem mangrove selalu digenangi oleh air
sehingga dipengaruhi oleh tingkat salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan
air (Duke, 1992). Ekosistem hutan mangrove dengan sifatnya yang khas dan
kompleks menyebabkan hanya organisme tertentu saja yang mampu bertahan dan
berkembang (Kartawinata et al, 1979).

4
2.1.2 Zonasi dan Karakteristik Mangrove
Pembagian wilayah zonasi pada kawasan mangrove didasarkan pada jenis
vegetasi yang mendominasi (Arief, 2003), adalah sebagai berikut :

1. Zona Avicennia,
Zona ini berda pada bagian terlua dari hutan mangrove. Pada zona
memiliki jenis tanah yang berlumpur lembek dan memilik kadar garam
tinggi. Jenis Avicennia sering ditemui berasosiasi dengan Sonneratia Spp,
Selain itu juga Jenis Avicennia mempunyai perakaran yang kuat dan dapat
bertahan darii hempasan ombak laut. Zona ini sering dikatakan sebagai
zona pioner atau perintis, hal ini disebabkan karena banyaknya ditemukan
timbunan sedimen tanah akibat dari cengkeraman perakaran tumbuhan
jenis ini.
2. Zona Rhizophora,
Zona ini berada dibelakang zona Avicennia dan Sonneratia. Zona ini
memiliki tanah berlumpur lembek dengan kadar garam yang lebih rendah.
Pada zona perakaran tanaman akan tetap terendam oleh air laut selama
pasang.
3. Zona Bruguiera,
Zona ini berada dibelakang zona Rhizophora. Zona ini memiliki tanah
berlumpur yang agak keras. Pada zona ini perakaran tanaman lebih peka
dan hanya akan terendam pada saat pasang naik sebanyak dua kali
sebulan.
4. Zona Nypah,
Zona ini merupakan kawasan pembatas antara daratan dan lautan, pada
dasarnya zona ini tidak harus ada , namun dapat terjadi apabila terdapat air
tawar(sungai) yang masuk kedalam laut.

5
Gambar 1. Pola Zonasi Mangrove (Bengen, 2004)
Adanya zonasi dapat menggambarkan tahapan suksesi yang sejalan
terhadap perubahan lingkungan yang memerlukan adaptasi. Kemampuan dalam
adaptasi tiap jenis mangrove nantinya akan menentukan jenis komposisi tiap
zonasi. Zonasi pada mangrove sangat dipengaruhi oleh tingkat salinitas , ombak ,
angin dan kosentrasi lumpur (Bengen dan Dutton, 2004).

2.2 Konservasi Ekosistem Mangrove


2.2.1 Defenisi Konservasi
Konservasi merupakan suatu upaya untuk melestarikan lingkungan dengan
merehabilitasi daya dukung, mutu, fungsi, dan kemampuan lingkungan secara
seimbang (Rachman, 2012). Konservasi dilakukan untuk menjamin keberadaan,
ketersediaan dan keseimbangan sumber daya dengan tetap memelihara dan
menjaga keanekaragamannya, terutama kawasan pesisir yang sangat dipengaruhi
oleh perubahan lingkungan. Kawasan pesisir pada dasarnya sangat dinamik, dan
dapat menjadi sangat rentan akibat dari kegiatan pengolahan alam oleh manusia.
Demi menjaga ekosisitem dan sumber daya alam agar dapat dimanfaatkan secara
optimal dan tetap terjaga kelestariannya, dibutuhkan suatu upaya dalam
perlindungan terhadap berbagai macam ancaman yang dapat timbul.
Menurut Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan No. 17 Tahun 2008,
kawasan konservasi pesisir dan pulau-pulau kecil dapat dikelompokkan menjadi
empat katagori. Pertama, kawasan suaka pesisir memiliki kriteria : (1) wilayah
pesisir yang merupakan tempat hidup dan berkembangbiaknya sumber daya alam
hayati yang khas, unik, langka dan dikhawatirkan akan punah yang

6
keberadaannya memerlukan upaya perlindungan atau pelestarian; (2) merupakan
suatu wilayah pesisir yang masih terjaga keasliannya atau alami; (3) memiliki
wilayah pesisir yang cukup luas dalam menjaga sumber daya ikan; (4)
merupakan wilayah pesisir yang rentan terhadap perubahan lingkungan. Kedua,
kawasan suaka pulau kecil memiliki kriteria: (1) merupakan wilyah yang menjadi
tempat hidup dan berkembangbiaknya sumber daya alam hayati yang terancam
punah; (2) merupakan suatu kawasan pulau yang masih terjaga keasliannya atau
alami; (3) memiliki wilayah pulau yang cukup luas dalam menjaga sumber daya
ikan; (4) merupakan wilayah pulau yang rentan terhadap perubahan lingkungan.
Ketiga, kawasan taman pesisir memiliki kriteria: (1) wilayah pesisir yang
memilik daya tarik untuk pengembangan ilmu pengetahuan; (2) wilayah pesisir
yang dapat menjaga kelestarian pengelolaan pesisir yang berkelanjutan; (3)
memiliki lingkungan sekitar yang dapat mendukung perkembangan wisata bahari
dan rekreasi. Keempat, kawasan taman pulau kecil dengan kriteria: (1) merupakan
pulau kecil dengan daya tarik berupa sumber daya alam hayati yang dapat
dikembangkan untuk kepentingan pemanfaatan yang berkelanjutan, (2)memiliki
luas wilyah yang cukup untuk menjamin kelestarian potensi dan daya tarik
serta pengelolaan pulau kecil yang berkelanjutan; (3) kondisi lingkungan
disekitarnya mendukung pengembangan wisata bahari dan rekreasi.
Kawasan hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Berdasarkan fungsi pokoknya kawasan
hutan dapat dikelompokkan menjadi tiga , yaitu hutan konservasi, hutan
lindung dan hutan produksi. Hutan konservasi merupakan kawasan yang
memiliki fungsi pokok menjaga keanekaragaman tumbuhan dan satwa serta
ekosistemnya. Kawasan hutan ini meliputi : (1) Kawasan hutan suaka alam
merupakan kawasan hutan yang mempunyai fungsi pokok menjadi kawasan
pelestarian keanekaragaman tumbuhan, satwa dan ekosistemnya sekaligus juga
berfungsi sebagi wilayah sistem penyangga kehidupan; (2) Kawasan hutan
pelestarian alam merupakan kawasan hutan yang mempunyai peran sebagai
pelindung sistem penyangga kehidupan, pelestarian keanekaragaman jenis
tumbuhan dan satwa serta pemanfaatan secara berkelanjtan terhadap sumber daya

7
alam hayati dan ekosistemnya, dan (3) kawasan hutan taman buru merupakan
kawasan hutan yang dijadikan sebagai tempat wisata untuk berburu.

2.2.2 Pengelolaan Kawasan Konservasi Mangrove


Upaya Konservasi Mangrove merupakan salah satu upaya pengelolahan
yang berkelanjutan. Upaya tersebut dapat diwujudkan melalui penerapan suatu
kawasan konservasi mangrove menjadi wilayah sabuk hijau di sepanjaug pesisir
pantai dan juga tepi sungai. Menurut Surat Keputusan Bersama Menteri Pertanian
dan Menteri Kehutanan nomor : KB.550/264/kpts/1984 dan nomor:
082/Kpts-II/1984 tanggal 30 April 1984, menyatakan bahwa lebar kawasan sabuk
hijau hutan mangrove adalah 200 m. Keputusan bersama tidak hanya memberikan
legitimasi terhadap kawasan konservasi hutan mangrove, namun juga untuk
menyelaraskan antar instansi terkait areal perlindungan hutan mangrove antar
intansi terkait.
Terkait dengan upaya perlindungan ekosistem kawasan mangrove menjadi
kawasan konservasi , diperlukan suatu suatu zonasi terhadap ekosistem
mangrove. Zonasi kawasan mangrove menjadi salah satu upaya dalam
pengawasan dan pengelolaan ekosistem mangrove yang berkelanjutan
(Aksornkoae ,1993). Menurut perjanjian internasional mengenai zonasi
mangrove, terdapat tiga zona utama kawasan hutan mangrove ya meliputi: (1)
Preservation zone (zona pemeliharaan); merupakan zona yang kaya akan hutan
mangrove dan tidak terganggu oleh aktivitas manusia yang mampu menyediakan
sumber makanan dan merupakan daerah perkembanganbiakan biota laut. Selain
itu Zona ini dapat menjaga daerah pantai dari angin, badai dan erosi tanah. (2)
Conservation zone (zona perlindungan); merupakan zona yang memiliki sedikit
hutan mangrove yang ditanam pemerintah yang bertujuan untuk regenerasi
kawasan mangrove. Zona ini biasanya digunakan masyarakat lokal sebagai
tempat pemancingan; (3) Developmant zone (zona pengembangan) merupakan
zona dengan penutupan mangrove yang sangat kecil karena mengalami kerusakan
parah. Zona ini membutuhkan penanaman kembali untuk kepentingan lainnya.

8
Terdapat dua konsep utama dalam pengelolaan dan pelestarian kawasan
mangrove yang bertujuan memberikanegitimasi dan pengertian bahwa mangrove
sangat memerlukan pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua
kosep tersebut adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan
mangrove. Meunrut uraian diatas status pengelolahan kawasan mangrove
berdasarkan karakteristik lingkungan, manfaat dan fungsinya,dapat dibedakan
menjadi: : (1) Kawasan Lindung (hutan, cagar alam, suaka margasatwa, taman
nasional, taman laut, taman hutan raya, cagar biosfir), (2) Kawasan Budidaya
(hutan produksi, areal penggunaan lain).
Kawasan hutan mangrove selain terdapat kawasan hutan , juga terdapat
areal yang bukan kawasan hutan, Namun status hutan ini biasanya dikelola oleh
masyarakat (pemilik lahan) untuk budidaya perikanan, pertanian, dan sebagainya.
Berdasarkan hal tersebut dikembangkan suatu pola pengawasan dan pengelolaan
ekosistem mangrove yang melibatkan partisipatif dari masyarakat. Gagasan ini
berkembang atas dasar pemikiran bahwa masyarakat pesisir yang relatif miskin
harus terlibat dan memilik andil dalam pengelolaan mangrove (Rochana, 2007).

2.2.3 Konservasi Pembudidayaan Mangrove


Mangrove membutuhkan cara budidaya dan perawatan yang tepat. Kita
harus memperhatikan cara budidaya yang tepat karena hal ini akan berpengaruh
terhadap kualitas mangrove. Hal pertama yang bisa kita lakukan ialah
mengumpulkan buah mangrove. Buah mangrove bisa kita jadikan sebagai bibit
penanaman mangrove. Buah mangrove yang diambil berasal dari pohon mangrove
di daerah sekitar konservasi. Dengan begitu dapat memastikan kondisi tanah yang
cocok untuk tanaman mangrove yang akan di budidaya. Kemudian, secara
langsung menanam bibit mangrove yang telahdidapat . Jika ingin mendapatkan
hasil yang maksimal, dapat bisa melakukan penyemaian. Tingkat keberhasilan
penyemaian ini adalah sekita 60%-80%. Jika ingin mendapatkan hasil yang baik,
maka harus memperhatikan cara tanam yang baik pula. Misalnya, pemilihan
tempat untuk menanam mangrove, kondisi tanah, kesediaan air, dan ukuran lahan.

9
Gambar 2. Penyemaian Mangrove (DLH Semarang, 2021)
Untuk melakukan penanaman, dimulai dengan mebuat lubang pada botoh
plastic mineral. Setelah itu isikan tanah di dalamnya. Fungsi dari pemberian
lubang ini ialah untuk mengatur kadar air. Setelah itu, bibit mangrove bisa
langsung disemaikan ke dalam kantong plastic atau botol mineral. Untuk hasil
yang maksimal, sebelum dilakukan penanaman lebih baik menyimpan buah bakau
/ mangrove ini selama kurang lebih 5 – 7 hari. Dengan melestarikan hutan
mangrove, itu artinya kita menjaga keseimbangan lingkungan. Dengan banyaknya
isu lingkungan belakangan ini, program penanaman dan budidaya mangrove terus
digalakan. Banyak yang berpendapat bahwa mangrove adalah tempat hidup
banyak makhluk hidup. Karena tak hanya manusia saja yang mendapat manfaat
dari adanya hutan manrove ini, tapi juga makhluk hidup lainnya.

Gambar 3. Penanaman Mangrove Pantai Utara Jawa (DLH Semarang, 2021)

10
2.2.4 Konservasi Mangrove di Provinsi Riau
Ekosistem mangrove di Provinsi Riau mengalami tekanan yang luar biasa.
Pembalakan kayu bakau secara ilegal, baik untuk industri arang, bahan pondasi
rumah, maupun keperluan manusia lainnya menyebabkan degradasi ekosistem
mangrove yang berdampak luas. Luas ekosistem mangrove Provinsi Riau sekitar
209.299,64 (Saputro, 2009) dan data dari Bappeda Provinsi Riau (2012)
menyebutkan bahwa luas hutan mangrove Provinsi Riau sekitar 140.169,30 ha.
Data hasil investigasi dan identifikasi oleh Balai Pengelolaan DAS Indragiri
Rokan (2006) menyebutkan bahwa keadaan hutan mangrove Provinsi Riau adalah
50,95% dalam konsisi rusak berat, 47,41% dalam kondisi rusak sedang, dan
1,65% dalam kondisi baik. Tingginya nilai kerusakan mangrove dikarenakan
masyarakat kurang paham terkait manfaat serta pentingnya fungsi mangrove.
(Saputro, 2009).
Rehabilitasi mangrove di Provinsi Riau tidak bisa hanya dilakukan dalam
bentuk kegiatan penanaman. Pada daerah-daerah yang mengalami abrasi pantai
yang parah, diperlukan bangunan yang berfungsi sebagai penahan atau pemecah
gelombang. Diharapkan, di setiap daerah termasuk Provinsi Riau ada tim
koordinasi pengelolaan mangrove dan Kelompok Kerja Mangrove Daerah
(KKMD), berikut conton konservasi mangrove yang yang dijadikan sebagai
ekowisata di Provinsi Riau (BBKSDA Riau, 2021) :

1. Ekowisata Mangrove Pangkalan Jaya, Bengkalis, Riau

Gambar 4. Ekowisata Mangrove Pangkalan Jaya (GENPI, 2022)

11
2. Ekowisata Mangrove Mangrove Mengkapan, Sungai Apit, Riau

Gambar 5. Ekowisata Mangrove Mengkapan (Halloriau, 2021)


3. Ekowisata Mangrove Bandar Bakau, Dumai, Riau

Gambar 6. Ekowisata Mangrove Bandar Bakau, Dumai (Tribun , 2023)


4. Ekowisata Mangrove Desa Banglas, Kep. Meranti , Riau

Gambar 7. Ekowisata Mangrove Desa Banglas (RiauPos, 2021)

12
BAB III
KESIMPULAN

Ekosistem mangrove adalah salah satu bentuk ekosistem hutan yang unik
karena memiliki nilai ekologis dan ekonomis, namun memiliki kerentanan
terhadap suatu kerusakan apabila dikelola dengan tidak bijaksana dalam
pengelolahannya serta merupakan sejenis tumbuhan yang hidup di daerah pasang
surut pantai. Selain itu mangrove merupakan tempat tinggal bermacam jenis
gastropoda dan bivalvia pemakan plankton sehingga dapat menegaskan peran
mangrove sebagai biofilter alami. Keberadaan hutan mangrove di Indonesia
dalam beberapa dekade terakhir benar-benar pada posisi yang sangat
memperihatinkan. Keberadaan mangrove memiliki peran yang sangat besar untuk
keseimbangan lingkungan perairan pantai , dikarenakan mangrove memiliki
fungsi sebagai biofilter , agen perangkap dan pengikat polusi. Dalam dua puluh
tahun terakhir luas kawasan hutan mangrove Indonesia telah berkurang hampir
1,1 juta ha atau sekitar 75 % dari luas semula.
Kawasan hutan mangrove merupakan salah satu ekosistem pesisir yang
ditetapkan sebagai kawasan konservasi. Terkait dengan upaya perlindungan
ekosistem kawasan mangrove menjadi kawasan konservasi , diperlukan suatu
suatu zonasi terhadap ekosistem mangrove. Zonasi kawasan mangrove menjadi
salah satu upaya dalam pengawasan dan pengelolaan ekosistem mangrove yang
berkelanjutan (Aksornkoae ,1993). Terdapat dua konsep utama dalam
pengelolaan dan pelestarian kawasan mangrove yang bertujuan
memberikanegitimasi dan pengertian bahwa mangrove sangat memerlukan
pengelolaan dan perlindungan agar dapat tetap lestari. Kedua kosep tersebut
adalah perlindungan hutan mangrove dan rehabilitasi hutan mangrove.

13
DAFTAR PUSTAKA

Aksornkoae, S. 1993. Ecology and Management of Mangroves. IUCN Wetlands


Programme. IUCN, Bangkok, Thailand. 176 hal.

Arief, A. 2003. Hutan Mangrove Fungsi dan Manfaatnya. Yogyakarta : Kanisius.

Balitbang Kehutanan. 2010. Elaeis Guineensis Sumber energi Biofuel yang


potensial Pusat Litbang Hutan Tanaman. Badan Litbang Kehutanan
Departemen Kehutanan. Bogor

Bengen, D. G. and I. M. Dutton. 2004. Interaction: Mangroves, Fisheries and


Forestry Management in Indonesia. H. 632-653. Dalam Northcote. T. G.
dan Hartman (Ed), Worldwide watershed interaction and management.
Blackwell science.. Oxford. UK

Dahuri, Rochimin dkk. 1996. Pengelolaan Sumber Daya Pesisir dan Lautan
Secara Terpadu. Jakarta.

Dahuri, R., 2003. Keanekaragaman Hayati Laut. Jakarta : PT Gramedia Pustaka


Utama. LPP Mangrove Indonesia, 2008

Duke, N. C. 1992. Mangrove Floristics and Biogeography. Tropical Mangrove


Ecosystems. A. I. Robertson dan D. M. Alongi (Peny). American
Geophysical Union.

Ghufran, Muhammad, 2012. Ekosistem Mangrove Potensi, Fungsi, dan


Pengelolaan. Jakarta : PT. Rineka cipta

Indonesia. Undang –Undang Tentang Penataan Ruang. UU No. 26 Tahun 2007,


LN No. 68 Tahun 2007, TLN No. 4725.

Kartawinata K. 1979. Status Pengetahuan Hutan Bakau di Indonesia. Prosiding


Seminar Ekosistem Hutan Mangrove. MAP LON LIPI. Jakarta.

Kustanti, Asihing. 2011. Manajemen Hutan Mangrove. IPB Press : kampus IPB
Taman Kencana Bogor

Menteri Kehutanan Republik Indonesia. 2013. Strategi Nasional Pengelolaan


Ekosistem Mangrove Indonesia. Jakarta.

Menteri Kelautan dan Perikanan Nomor PER.17/MEN/2008. Tentang Kawasan


Konservasi Di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau.

14
Peraturan Presiden Nomor 73 Tahun 2012, Tentang Strategi Nasional Pengelolaan
Ekosistem Mangrove.

Rachman, C. dan H. Gunawan. 2012. Peranan Ekologis dan Sosial Ekonimis


Hutan Mangrove dalam Mendukung Pembangunan Wilayah Pesisir.
Prosiding Ekspose Hasil-Hasil Penelitian: Konservasi dan Rehabilitasi
Sumberdaya Hutan. Bogor: Pusat Penelitian dan Pengembangan Hutan
dan Konservasi Alam.

Rochana, E. 2010. Ekosistem Mangrove dan Pengelolaannya di Indonesia.

Romimohtarto, K., & Juwana, S. (2001). Biologi Laut : Ilmu Pengetahuan


Tentang Biota Laut. Jakarta: Djambatan.

15

Anda mungkin juga menyukai