Anda di halaman 1dari 11

BAB I

LATAR BELAKANG
1.1 PENDAHULUAN
Ekosistem laut merupakan akuatik yang terbesar di planet bumi. Lautan
menutupi lebih dari 80 persen belahan bumi selatan tetapi hanya menutupi 60 persen
belahan bumi utara, dimana terdapat sebagian besar daratan bumi Indonesia sebagai
Negara kepulauan terletak di antara samudera Pasifik dan samudera Hindia dan
mempunyai tatanan gegrafi yang rumit di lihat dari topgrafi dasar lautnya.
Wilayah pesisir merupakan suatu daerah peralihan antara ekosistem daratan dan
lautan yang memiliki produktivitas hayati tinggi. Adanya pasokan unsure hara dari
daratan melalui tumbuh dan berkembangnya berbagai ekosistem alami seperti hutan
mangrove, terumbu karang, padang lamun dan estuaria, menyebabkan wilayah
pesisir sangat subur. Kawasan hutan wilayah pesisir pada berbagai daerah Indonesia.
(Utomo, dkk, 2017).
Indonesia yang merupakan negara maritim, memiliki kurang lebih 17 ribu pulau
yang terdiri dari pulau besar dan kecil yang memiliki garis pantai sepanjang 81.000
km dan luas daratannya sekitar 1,93 juta km2 (SUKARDJO 1996). Dari wilayah
pantai tersebut dapat dijumpai hutan mangrove, tetapi tidak semua wilayah pesisir
ditumbuhi mangrove, karena untuk pertumbuhannya ada persyaratan atau faktor
lingkungan yang mengontrolnya. Hutan mangrove di Indonesia menurut catatan yang
diungkapkan oleh DARSIDI (1987), luasnya adalah sekitar 4,25 juta hektar, namun
estimasi ini masih tergolong tinggi bila dibandingkan dengan yang diungkapkan oleh
GIESON (1993), yaitu sekitar 2.490.185 hektar. Perbedaan luas ini, kemungkinan
disebabkan karena dalam jangka waktu lebih 6 tahun, telah terjadi konversi hutan
mangrove untuk kegiatan tambak atau pembangunan lainnya, sehingga luas areal
hutan mangrove berkurang drastis. (Pramudji, 2000).
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi
pantai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut sehingga lantainya selalu tergenang
air. Ekosistem mangrove berada di antara level pasang naik tertinggi sampai level di
sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata pada daerah pantai yang terlindungi
(Supriharyono, 2009), dan menjadi pendukung berbagai jasa ekosistem di sepanjang
garis pantai di kawasan tropis (Donato dkk, 2012 dalam Senoaji dan Hidayat, 2016).
1.2 Rumusah Masalah
1. Apa pengertian dari mangrove?
2.
3.
4.
5.

1.3 Tujuan

Tujuan dalam penulisan makalah ini adalah untuk menambah wawasan dan
pengetahuan yang di harapakn bermanfaat bagi penulis dam pembaca.
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Manggrove
Indonesia dikarunia memiliki mangrove yang terluas di dunia dengan luas 3,5
juta hektar dan juga memiliki keragaman hayati yang terbesar serta strukturnya paling
bervariasi. Hutan mangrove atau hutan bakau adalah salah satu lahan basah yang
paling produktif di dunia dan termasuk di Indonesia. Hutan mangrove merupakan
suatu sistem ekologi pada kawasan estuari yang menerima nutrisi dan sedimen dari
lingkungan darat. Hutan mangrove memiliki interaksi yang sangat kompleks dengan
lingkungan sekitarnya. (Hartati dan Harudu, 2016).
Menurut Imran (2016), ekosistem hutan mangrove merupakan salah satu
ekosistem yang memiliki produktivitas tinggi dibandingkan ekosistem lain dengan
dekomposisi bahan organik yang tinggi, dan menjadikannya sebagai mata rantai
ekologis yang sangat penting bagi kehidupan mahluk hidup yang berada di perairan
sekitarnya. Materi organik menjadikan hutan mangrove sebagai tempat sumber
makanan dan tempatasuhan berbagai biota seperti ikan, udang dan kepiting. Produksi
ikan dan udang di perairan laut sangat bergantung dengan produksi serasah yang
dihasilkan oleh hutan mangrove. Berbagai kelompok moluska ekonomis juga sering
ditemukan berasosiasi dengan tumbuhan penyusun hutan mangrove. Sedangkan
Bruno, dkk (1998) menyatakan bahwa hutan mangrove merupakan jenis maupun
komunitas tumbuhan yang tumbuh di daerah pasang surut. Selain itu, hutan mangrove
mempunyai karakteristik yang unik dibandingkan dengan formasi hutan lainnya.
(Karimah, 2017).
Sebagai daerah peralihan antara laut dan darat, ekosistem mangrove
mempunyai gradien sifat lingkungan yang tajam.Pasang surut air laut menyebabkan
terjadinya fluktuasi beberapa faktor lingkungan yang besar, terutama suhu dan
salinitas.Oleh karena itu, jenis-jenis tumbuhan dan binatang yang memiliki toleransi
yang besar terhadap perubahan ekstrim faktorfaktor tersebutlah yang dapat bertahan
dan berkembang. Kenyataan ini menyebabkan keanekaragaman jenis biota mangrove
kecil, akan tetapi kepadatan populasi masingmasing umumnya besar (Kartawinata et
al., 1979). Karena berada di perbatasan antara darat dan laut, maka hutan mangrove
merupakan ekosistem yang rumit dan mempunyai kaitan, baik dengan ekosistem
darat maupun lepas pantai. (Julaikah dan Sumiyati, 2017).
2.2 Peranan Ekologis Mangrove
2.2.1 Mangrove dan Tsunami
Fungsi dan manfaat mangrove telah banyak diketahui, baik sebagai tempat
pemijahan ikan di perairan, pelindung daratan dari abrasi oleh ombak, pelindung
daratan dari tiupan angin, penyaring intrusi air laut ke daratan dan kandungan logam
berat yang berbahaya bagi kehidupan, tempat singgah migrasi burung, dan sebagai
habitat satwa liar serta manfaat langsung lainnya bagi manusia. Musibah gempa dan
ombak besar tsunami yang melanda Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan Pulau
Nias akhir tahun 2004 yang lalu telah mengingatkan kembali betapa pentingnya
mangrove dan hutan pantai bagi perlindungan pantai. Berdasar karakteristik
wilayahnya, pantai di sekitar kota Padang pun masih merupakan alur yang sama
sebagai alur rawan gempa tsunami. (Julaikah dan Sumiyati, 2017).
2.2.2 Mangrove dan Sedimentasi
Hutan mangrove mampu mengikat sedimen yang terlarut dari sungai dan
memperkecil erosi atau abrasi pantai.Erosi di pantai Marunda, Jakarta yang tidak
bermangrove selama dua bulan mencapai 2 m, sementara yang berbakau hanya 1 m
(Sediadi, 1991). Dalam kaitannya dengan kecepatan pengendapan tanah di hutan
mangrove. (Julaikah dan Sumiyati, 2017).
2.2.3 Mangrove dan Keanekaragaman Hayati
Mangrove juga memiliki fungsi ekologis sebagai habitat berbagai jenis satwa
liar.Keanekaragaman fauna di hutan mangrove cukup tinggi, secara garis besar dapat
dibagi dua kelompok, yaitu fauna akuatik seperti ikan, udang, kerang, dan lainnya
serta kelompok terestrial seperti insekta, reptilia, amphibia, mamalia, dan burung
(Nirarita et al., 996) . (Julaikah dan Sumiyati, 2017).
2.3 Manfaat Mangrove Bagi Manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat
berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai
dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat
dimanfaatkan manusia (Riwayati, 2014).
Tumbuhan yang hidup di hutan mangrove bersifat unik karena merupakan
gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya
mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas
(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap keadaan
tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Mangrove tersebar di seluruh lautan
tropik dan subtropik, tumbuh hanya pada pantai yang terlindung dari gerakan
gelombang; bila keadaan pantai sebaliknya, benih tidak mampu tumbuh dengan
sempurna dan menancapkan akarnya.
Ekosistem hutan mangrove memberikan banyak manfaat baik secara tidak
langsung (non economic value) maupun secara langsung kepada kehidupan manusia
(economic vallues). Beberapa manfaat mangrove antara lain adalah:
1. Menumbuhkan pulau dan menstabilkan pantai.
Salah satu peran dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya
sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-
sia bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini
menyebabkan air laut terjaga kebersihannya dan dengan demikian memelihara
kehidupan padang lamun (seagrass) dan terumbu karang. Karena proses ini maka
mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang
ditahannya menumbuhkan perkembangan garis pantai dari waktu ke waktu.
Pertumbuhan mangrove memperluas batas pantai dan memberikan kesempatan bagi
tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove
juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi. Buah vivipar yang dapat berkelana
terbawa air hingga menetap di dasar yang dangkal dapat berkembang dan menjadi
kumpulan mangrove di habitat yang baru. Dalam kurun waktu yang panjang habitat
baru ini dapat meluas menjadi pulau sendiri.
2. Menjernihkan air.
Akar pernafasan (akar pasak) dari api-api dan tancang bukan hanya berfungsi
untuk pernafasan tanaman saja, tetapi berperan juga dalam menangkap endapan dan
bisa membersihkan kandungan zat-zat kimia dari air yang datang dari daratan dan
mengalir ke laut. Air sungai yang mengalir dari daratan seringkali membawa zat-zat
kimia atau polutan. Bila air sungai melewati akar-akar pasak pohon api-api, zat-zat
kimia tersebut dapat dilepaskan dan air yang terus mengalir ke laut menjadi bersih.
Banyak penduduk melihat daerah ini sebagai lahan marginal yang tidak berguna
sehingga menimbunnya dengan tanah agar lebih produktif. Hal ini sangat merugikan
karena dapat menutup akar pernafasan dan menyebabkan pohon mati.
3. Mengawali rantai makanan.
Daun mangrove yang jatuh dan masuk ke dalam air. Setelah mencapai dasar
teruraikan oleh mikro organisme (bakteri dan jamur). Hasil penguraian ini merupakan
makanan bagi larva dan hewan kecil air yang pada gilirannya menjadi mangsa hewan
yang lebih besar serta hewan darat yang bermukim atau berkunjung di habitat
mangrove.
4. Melindungi dan memberi nutrisi.
Akar tongkat pohon mangrove memberi zat makanan dan menjadi daerah
nursery bagi hewan ikan dan invertebrata yang hidup di sekitarnya. Ikan dan udang
yang ditangkap di laut dan di daerah terumbu karang sebelum dewasa memerlukan
perlindungan dari predator dan suplai nutrisi yang cukup di daerah mangrove ini.
Berbagai jenis hewan darat berlindung atau singgah bertengger dan mencari makan di
habitat mangrove.
5. Manfaat bagi manusia.
Masyarakat daerah pantai umumnya mengetahui bahwa hutan mangrove sangat
berguna dan dapat dimanfaatkan dalam berbagai cara untuk memenuhi kebutuhan
hidup. Pohon mangrove adalah pohon berkayu yang kuat dan berdaun lebat. Mulai
dari bagian akar, kulit kayu, batang pohon, daun dan bunganya semua dapat
dimanfaatkan manusia.
6. Tempat tambat kapal. Daerah teluk yang terlidung seringkali dijadikan tempat
berlabuh dan bertambatnya perahu. Dalam keadaan cuaca buruk pohon mangrove
dapat dijadikan perlindungan dengan bagi perahu dan kapal dengan mengikatkannya
pada batang pohon mangrove. Perlu diperhatikan agar cara tambat semacam ini tidak
dijadikan kebiasaan karena dapat merusak batang pohon mangrove yang
bersangkutan.
7. Obat-obatan.
Kulit batang pohonnya dapat dipakai untuk bahan pengawet dan obatobatan.
Macam-macam obat dapat dihasilkan dari tanaman mangrove. Campuran kulit batang
beberapa species mangrove tertentu dapat dijadikan obat penyakit gatal atau
peradangan pada kulit. Secara tradisional tanaman mangrove dipakai sebagai obat
penawar gigitan ular, rematik, gangguan alat pencernaan dan lain-lain. Getah sejenis
pohon yang berasosiasi dengan mangrove (blind-youreye mangrove) atau Excoecaria
agallocha dapat menyebabkan kebutaan sementara bila kena mata, akan tetapi cairan
getah ini mengandung cairan kimia yang dapat berguna untuk mengobati sakit akibat
sengatan hewan laut. Air buah dan kulit akar mangrove muda dapat dipakai mengusir
nyamuk. Air buah tancang dapat dipakai sebagai pembersih mata. Kulit pohon
tancang digunakan secara tradisional sebagai obat sakit perut dan menurunkan panas.
Di Kambodia bahan ini dipakai sebagai penawar racun ikan, buah tancang dapat
membersihkan mata,
obat sakit kulit dan di India dipakai menghentikan pendarahan. Daun mangrove bila
di masukkan dalam air bisa dipakai dalam penangkapan ikan sebagai bahan pembius
yang memabukkan ikan (stupefied).
8. Pengawet. Buah pohon tancang dapat dijadikan bahan pewarna dan pengawet kain
dan jaring dengan merendam dalam air rebusan buah tancang tersebut. Selain
mengawetkan hasilnya juga pewarnaan menjadi coklat-merah sampai coklat tua,
tergantung pekat dan lamanya merendam bahan. Pewarnaan ini banyak dipakai untuk
produksi batik, untuk memperoleh pewarnaan jingga-coklat. Air rebusan kulit pohon
tingi dipakai untuk mengawetkan bahan jaring payang oleh nelayan di daerah
Labuhan, Banten.
9. Pakan dan makanan.
Daunnya banyak mengandung protein. Daun muda pohon api-api dapat
dimakan sebagai sayur atau lalapan. Daundaun ini dapat dijadikan tambahan untuk
pakan ternak. Bunga mangrove jenis apiapi mengandung banyak nectar atau cairan
yang oleh tawon dapat dikonversi menjadi madu yang berkualitas tinggi. Buahnya
pahit tetapi bila memasaknya hatihati dapat pula dimakan. .
10. Bahan mangrove dan bangunan.
Batang pohon mangrove banyak dijadikan bahan bakar baik sebagai kayu bakar
atau dibuat dalam bentuk arang untuk kebutuhan rumah tangga dan industri kecil.
Batang pohonnya berguna sebagai bahan bangunan. Bila pohon mangrove mencapai
umur dan ukuran batang yang cukup tinggi, dapat dijadikan tiang utama atau lunas
kapal layar dan dapat digunakan untuk balok konstruksi rumah tinggal. Batang
kayunya yang kuat dan tahan air dipakai untuk bahan bangunan dan cerocok penguat
tanah. Batang jenis tancang yang besar dan keras dapat dijadikan pilar, pile, tiang
telepon atau bantalan jalan kereta api. Bagi nelayan kayu mangrove bisa juga untuk
joran pancing. Kulit pohonnya dapat dibuat tali atau bahan jaring.
2.4 Status Kerusakan Ekosistem Mangrove
Kerusakan dapat menurunkan fungsi-fungsi mangrove baik secara bio-ekologis
berupa rusaknya sistem maupun fungsi ekonomis berupa penurunan produksi
(Sunarto, 2008 dalam Wardhani,2011). Selain itu, kerusakan hutan pasang surut
tropis di seluruh dunia tidak banyak mendapat perhatian publik, meskipun telah
memberi tanda peringatan. Kerusakan mangrove tersebut terjadi secara alamiah dan
melalui tekanan masyarakat. Secara alami umumnya tingkat kerusakannya jauh lebih
kecil daripada kerusakan akibat ulah manusia. Kerusakan alamiah timbul karena
peristiwa alam seperti adanya gelombang besar pada musim angin timur dan musim
kemarau yang berkepanjangan sehingga dapat menyebabkan akumulasi garam dalam
tanaman. Kedua fenomena alam tersebut berdampak pada pertumbuhan vegetasi
mangrove. Gelombang besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau
tumbangnya pohon, serta menyebabkan erosi tanah tempat bakau tumbuh.
Kekeringan yang berkepanjangan bisa menyebabkan kematian pada vegetasi
mangrove dan menghambat pertumbuhannya. (Granek dan Ruttenberg 2008 dalam
Wardhani,2011) dalam penelitiannya menyatakan bahwa perubahan pada sistem
ekosistem mangrove dapat mengubah properti melalui efek langsung pada faktor-
faktor abiotik seperti suhu, cahaya dan nutrisi pasokan atau melalui perubahan-
perubahan dalam faktor-faktor biotik seperti produktivitas primer atau komposisi
jenis.
Peningkatan populasi penduduk yang demikian cepat yang tidak dibarengi oleh
peningkatan ilmu pengetahuan tentang keberadaan sumberdaya alam dan lingkungan
serta masih rendahnya tingkat kesejahteraan masyarakat memberikan dampak negatif
yang cukup signifikan terhadap sumberdaya hutan mangrove. Masih banyak
masyarakat yang beranggapan bahwa mangrove tidak berfungsi ekonomis dan
mangrove hanya pohon pantai biasa yang tidak memiliki manfaat apa-apa. Padahal,
hilangnya mangrove memberi efek dratis berupa terjadinya banjir dan erosi pantai
yang mengakibatkan hilangnya hasil tangkapan, penurunan hasil perikanan dan
terjadinya perubahan sosial yang dratis pada masyarakat komunitas pantai yang
terkait dengan hilangnya pendapatan karena hilangnya sumberdaya perikanan.
Tekanan yang berasal dari manusia adalah berupa dampak intervensi kegiatan
manusia di habitat mangrove baik secara sengaja ataupun tidak disengaja. Kegiatan
masyarakat pesisir di sekitar kawasan hutan mangrove mengakibatkan perubahan
karakteristik fisik dan kimiawi, sehingga tempat tersebut tidak lagi sesuai bagi
kehidupan dan perkembangan flora dan fauna di hutan mangrove. Tekanan tersebut
termasuk kegiatan reklamasi, misalnya bangunan rumah, industri, tambak
udang/ikan dan tambak garam, pemanfaatan kayu mangrove untuk berbagai
keperluan, berupa kayu bakar dan sebagai bahan bangunan, pemanfaatan daun
mangrove sebagai makanan ternak yang berlebihan, penambangan pasir, tempat
tambat labuh perahu/kapal dan pembuangan sampah (Khomsin, 2005 dalam
Wardhani,2011).
2.5 Kondisi Mangrove Saat Ini
Kondisi Umum di Indonesia Tekanan yang berlebihan terhadap kawasan hutan
mangrove untuk berbagai kepentingan tanpa mengindahkan kaidah-kaidah pelestarian
alam telah mengakibatkan terjadinya penurunan luas hutan mangrove yang cukup
drastis. Berdasarkan data tahun 1984, Indonesia memiliki mangrove dalam kawasan
hutan seluas 4,25 juta ha, kemudian berdasar hasil interpretasi citra landsat (1992)
luasnya tersisa 3,812 juta ha (Ditjen INTAG dalam Martodiwirjo, 1994); dan
berdasarkan data Ditjen RRL (1999), luas hutan mangrove Indonesia tinggal 9,2 juta
ha (3,7 juta ha dalam kawasan hutan dan 5,5 juta ha di luar kawasan). Namun
demikian, lebih dari setengah hutan mangrove yang ada (57,6 %), ternyata dalam
kondisi rusak parah, di antaranya 1,6 juta ha dalam kawasan hutan dan 3,7 juta ha di
luar kawasan hutan. Kecepatan kerusakan mangrove mencapai 530.000 ha/th. Upaya
merehabilitasi daerah pesisir pantai dengan penanaman jenis mangrove sebenarnya
sudah dimulai sejak tahun sembilanpuluhan.Data penanaman mangrove oleh
Departemen Kehutanan selama tahun 1999 hingga 2003 baru terealisasi seluas 7.890
ha (Departemen Kehutanan, 2004), namun tingkat keberhasilannya masih sangat
rendah.Data ini menunjukkan laju rehabilitasi hutan mangrove hanya sekitar 1.973
ha/tahun.Di samping itu, masyarakat juga tidak sepenuhnya terlibat dalam upaya
rehabilitasi mangrove, dan bahkan dilaporkan adanya kecenderungan gangguan
terhadap tanaman mengingat perbedaan kepentingan . (Julaikah dan Sumiyati, 2017).
DAFTAR PUSTAKA
Pramudji. 2000. Hutan Mangrove Di Indonesia: Peranan Permasalahan Dan
Pengelolaannya. Volume Xxv, Nomor 1, Hal 13-120.

Hartati dan Harudu, L. 2016. Identifikasi Jenis-Jenis Kerusakan Ekosistem Hutan


Mangrove Akibat Aktivitas Manusia Di Kelurahan Lowu- Lowu Kecamatan
Lea-Lea Kota Baubau. Jurnal Penelitian Pendidikan Geografi. Alumni
Pendidikan Geografi FKIP UHO. Volume 1 No. 1.

Senoaji, G dan Hidayat, M. F. 2016. Peranan Ekosistem Mangrove Di Pesisir Kota


Bengkulu Dalam Mitigasi Pemanasan Global Melalui Penyimpanan Karbon.
Jurnal Manusia Dan Lingkungan. Jurusan Kehutanan, Universitas Bengkulu.
Vol. 23, No. 3, Hal 327-333.

Utomo, B., Budiastuti, S dan Muryani, C. 2017. Strategi Pengelolaan Hutan


Mangrove Di Desa Tanggul Tlare Kecamatan Kedung Kabupaten Jepara.
Jurnal ilmu lingkungan. Program studi ilmu lingkungan universitas sebelas
maret.

Karimah. 2017. Peran Ekosistem Hutan Mangrove Sebagai Habitat Untuk Organisme
Laut. Jurnal Biologi Tropis. Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan
IPA Universitas Mataram.

Julaikah, S dan Sumiyati, L. 2017. Nilai Ekologis Ekosistem Hutan Mangrove.


Jurnal Biologi Tropis. Mahasiswa Program Studi Magister Pendidikan IPA
Universitas Mataram

Riwayati. 2014. Manfaat Dan Fungsi Hutan Mangrove Bagi Kehidupan. Vol. 12 (24)

Wardhani, M. K. 2011. Kawasan Konservasi Mangrove: Suatu Potensi Ekowisata.


Jurnal kelautan. Jurusan Ilmu Kelautan Universitas Trunojoyo Madura.
Volume 4, No.1

Anda mungkin juga menyukai