I. PENDAHULUAN
merupakan tipe hutan yang khas yang terdapat di sepanjang pantai atau muara
sungai yang hidupnya sangat dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Secara
(spawning ground).
ekosistem pantai yaitu penahan abrasi, penahan amukan angin kencang, dan
salah satu ekosistem penting di kawasan pesisir pantai terus mengalami tekanan di
seluruh dunia. FAO (2007) mencatat bahwa luas mangrove dunia pada tahun 1980
mencapai 19,8 juta ha, turun menjadi 16,4 juta ha pada tahun 1990, dan menjadi
14,6 juta ha pada tahun 2000. Sedangkan di Indonesia, luas hutan mangrove
mencapai 4,25 juta ha pada tahun 1980, turun menjadi 3,53 juta ha pada tahun
1990 dan tersisa 2,93 juta ha pada tahun 2000. Apabila tidak diimbangi dengan
Indonesia.
fungsi fisik, fungsi ekologis dan fungsi ekonomis. Fungsi hutan mangrove secara
fisik diantaranya: menjaga kestabilan garis pantai dan tebing sungai dari erosi atau
terbawa oleh arus ke kawasan hutan mangrove, mengendalikan laju intrusi air laut
belakang hutan mangrove dari hempasan gelombang, angin kencang dan bahaya
Garis pantai merupakan batas antara darat dan laut yang seringkali
mengalami perubahan bentuk dan posisi akibat dari kondisi lingkungan yang
dinamis. Perubahan garis pantai merupakan suatu proses yang berkaitan dengan
garis pantai sangat dipengaruhi oleh proses yang terjadi disekitar pantai.
Kerusakan yang terjadi diwilayah perisisr merupakan salah satu faktor terjadinya
perubahan garis pantai. Hakim et al. (2014) menyatakan sebagian besar pantai
utara Bengkalis bagian barat merupakan pantai yang mengalami abrasi paling
tahun terakhir telah terjadi abrasi di Pulau Bengkalis dengan laju abrasi rata-rata
59 ha/tahun, dan laju sedimentasi 16.5 ha/tahun. Hal ini menunjukkan bahwa,
pulau Bengkalis mengalami pengurangan luas daratan yang cukup besar yaitu
merupakan salah satu pulau terluar yang dimiliki oleh Negara Kesatuan Republik
Indonesia. Posisi garis pantai Pulau Bengkalis memiliki peranan yang sangat
- 61 meter di atas permukaan laut. Sebagian besar jenis tanah di Pulau Bengkalis
merupakan tanah tanah rawa gambut dan rawa lebak. Pantai di Pulau Bengkalis
langsung dengan lautan yang terbuka yaitu Selat Malaka. Kondisi tersebut
mangrove yang merupakan salah satu faktor penghambat terjadinya abrasi karena
dan pasang surut air laut serta faktor-faktor lain memungkinkan terjadinya abrasi
pesisir Pulau Bengkalis dan sedimentasi sehingga terjadi perubahan garis pantai.
Fenomena ini jika terjadi dalam kurun waktu yang lama dan tanpa ada upaya
daerah pesisir, karena pesisir merupakan daerah yang sangat rentan dengan
seperti pengaruh pasang surut, pengaruh gelombang dan pengaruh lainnya yang
dapat mengakibatkan perubahan garis pantai. Melihat dari fungsi fisik mangrove
sebagai pelindung pantai dari abrasi maka penulis ingin melakukan penelitian
tentang seberapa besar pengaruh luas mangrove terhadap perubahan garis pantai
sebagai berikut:
1. Berapa luas vegetasi mangrove yang terdapat di Pulau Bengkalis dalam kurun
waktu tertentu?
luas garis pantai dan mengetahui bagaimana pengaruh luas hutan mangrove
atau bakau yang hidup di daerah pesisir yang mendapat pengaruh pasang surut air
laut serta perubahan salinitas. Hutan mangrove merupakan tipe hutan yang khas
dan tumbuh di sepanjang pantai atau muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang
surut air laut. Mangrove banyak dijumpai di wilayah pesisir yang terlindung dari
gempuran ombak dan daerah yang landai di daerah tropis dan sub tropis.
merupakan salah satu wilayah dengan hutan mangrove yang luas di dunia, sekitar
Jumlah ini mewakili 23 % dari keseluruhan ekosistem mangrove dunia (Giri et al.,
2007).
dari luas total hutan mangrove di Asia yang diikuti oleh Malaysia (10%) dan
Myanmar (9%). Akan tetapi diperkirakan luas hutan mangrove di Indonesia telah
berkurang sekitar 120.000 ha dari tahun 1980 sampai 2005 karena alasan
perubahan penggunaan lahan menjadi lahan pertanian (FAO, 2007). Data hasil
menganalisis data citra Landsat ETM (akumulasi data citra tahun 2006-2009, 190
scenes), mengestimasi luas mangrove di Indonesia adalah 3.244.018,46 ha
ground), tempat bertelur dan memijah (spawning ground) dan tempat berlindung
bagi organisme kecil dari predator. Beberapa fungsi dan manfaat hutan mangrove
e. Menjadi wilayah penyangga, serta berfungsi menyaring air laut menjadi air
udang.
satwa lain.
d. Merupakan habitat alami bagi berbagai jenis biota.
tambak silvofishery.
teluk yang dangkal, estuaria, delta dan daerah pantai yang terlindungi dari
tumbuhan mangrove hidup diatara 340 LU- 350 LS, banyak terdapat di
Kalimantan yang mempunyai curah hujan yang tingi dan bukan musiman.
mempunyai variasi pohon yang seragam, yaitu hanya terdiri atas satu
strata yang berupa pohon-pohon yang berbatang lurus dengan tinggi pohon
20-30 meter. Jika tumbuh di pantai berpasir atau terumbu karang, tanaman
akan tumbuh kecil dan batang tanaman sering kali tidak lurus.
Penginderaan jauh hutan mangrove didasarkan atas dua sifat penting yaitu bahwa
bakau memiliki klorofil dan tumbuh di daerah pesisir. Dua hal ini menjadi
spektrum sinar merah dan memantulkan dengan kuat pada spektrum infra merah
(Green et al., 2000). Vegetasi mangrove dan vegetasi terrestrial yang lain
memang mepunyai sifat optik yang hampir sama dan sulit dibedahkan. Tetapi
mengingat mangrove hidup dekat dengan air laut, maka biasanya antara kedua
dapat dipisahkan dengan memperhitungkan jarak pengaruh air laut atau bahwa
dalam banyak kasus antara kedua vegetasi ini terpisah oleh lahan terbuka, padang
efektif dengan pendekatan Spectral Mixture Analysis (SMA) atau analisis multi
spektral dan Vegetation Indices (VI) atau indeks vegetasi, pendekatan yang paling
teknik pengurangan citra. Transformasi NDVI ini merupakan salah satu produk
yang berorbit polar namun memberi perhatian khusus pada fenomena global
vegetasi atau aktivitas fotosintesis vegetasi, dan salah satu indeks vegetasi yang
paling sering digunakan. Algoritma NDVI didapat dari rasio antara band merah
dan band inframerah dekat dari citra pengindraan jauh, dengan begitu indeks
aspek lain yang berkaitan dengan kerapatan. Indeks vegetasi adalah suatu
pada hasil eksplorasi citra komposit RGB 453 dengan input minimum dan
menggunakan metode ratio antara kanal infra merah dan kanal merah
lingkungan laut untuk mempermudah analisis garis pantai dengan tipe mangrove
Green dan Mid-infrared. Band hijau sangat sensitif terhadap turbiditas air dan
memisahkan daratan dan air karena penyerapan yang tinggi di air dan sebaliknya
pada vegetasi.
dan MIR adalah pantulan di tengah band infra merah untuk TM adalah
band 5. Nilai MNDWI berkisar antara -1 sampai +1 tetapi air lebih banyak
menyerap MIR dan lebih ringan daripada NIR sehingga lahan terbangun
dalam NDWI (Xu, 2006). Menurut Xu, MNDWI lebih efektif untuk
dibedakan antara tanah dan air dengan demikian antara dua fitur dapat
Lumnitzera.
dengan rawa air tawar tumbuh tegakan Nypa fruticans, diikuti Cyperus
bahan organik, salinitas, dan air tanah. Karakter tanah itu sendiri
berpengaruh terhadap variasi tinggi relatif air laut, erosi dan pengendapan
sedimen, pengaruh gelombang atau pasang surut dan air tawar yang masuk
baik secara langsung maupun tidak langsung. Hal ini dapat dilihat
dengan pengusaha tambak modern, sehingga terjadi proses jual beli lahan
yang sudah tidak rasional. (2) Faktor alam, seperti: banjir, kekeringan dan
(Tirtakusumah, 2015).
oleh faktor sosial ekonomi, faktor alam dan faktor kebijakan. Faktor yang
tambak-tambak ikan.
Garis pantai didefinisikan sebagai batas antara darat dan permukaan air.
Pada proses dinamis ada beberapa faktor yang mempengaruhi perubahan garis
pantai, yaitu hidrologi, geologi, iklim dan vegetasi. Oleh karena itu perlu
pada kawasan pantai (Guariglia et al., 2006). Daerah pinggir laut atau wilayah
darat yang berbatasan langsung dengan bagian laut disebut sebagai pantai. Pantai
juga bisa didefinisikan sebagai wilayah pertemuan antara daratan dan lautan.
Beberapa literatur sering ditemukan istilah coast dan shore yang biasa
sebenarnya memiliki perbedaan arti. Dimana coast (pesisir) adalah daerah darat di
tepi laut yang masih mendapat pengaruh laut seperti pasang surut, angin laut dan
perembesan air laut contohnya coastal mountains atau gunung pesisir sedangkan
shore ialah wilayah pantai basah yang mengalami proses gelombang, pasang surut
dan arus. Garis pantai adalah garis batas pertemuan antara daratan dan air laut
dimana posisinya tidak tetap dan dapat berpindah sesuai dengan pasang surut air
(breaker zone) adalah daerah dimana gelombang yang datang dari laut
daerah yang dibatasi oleh garis batas tertinggi naiknya gelombang dan
dari profil pantai, daerah kearah pantai dari garis gelombang pecah dibagi
antara inshore dan foreshore adalah batas antara air laut pada saat muka
pasir yang memanjang dan kira-kira sejajar dengan garis pantai. Foreshore
adalah daerah yang terbentang dari garis pantai pada saat muka air rendah
sampai batas atas dari uprush pada saat air pasang tinggi (Triatmodjo,
2008).
geomorfologi yang terjadi pada setiap bagian pantai melebihi proses geomorfologi
yang dimaksud antara lain yaitu gelombang terjadi melalui proses pergerakan
massa air yang dibentuk secara umum oleh hembusan angina secara tegak lurus
terhadap garis pantaai. Dahuri et al. (2001) menyatakan bahwa gelombang yang
datang langsung kearah pantai tanpa ada yang menghambat lajunya terlebih
dahulu merupakan salah satu penyebab utama terjadinya proses erosi dan
sedimentasi di pantai, menyatakan bahwa gelombang yang pecah di daerah pantai
merupakan salah satu faktor penyebab proses erosi dan sedimentasi di pantai.
Hutabarat dan Evans (1985) menyatakan, arus merupakan salah satu yang
sebagai media trasport sedimen dan sebagai agen pengerosi yaitu arus yang
sedimentasi atau abrasi di pantai. Arus pantai ini terutama ditentukan oleh besar
sudut yang dibentuk antara gelombang arus pantai. Jika gelombang membentuk
sudut maka akan terbentuk arus susur pantai (longshore current) yaitu arus yang
1997).
Perubahan garis pantai dapat terjadi dengan majunya bibir pantai atau
biasa disebut dengan akresi dan mundurnya bibir pantai yang biasa disebut abrasi.
Penambahan dan pengikisan sedimen yang terjadi pada garis pantai pada dasarnya
sedimen yang berasal dari daratan dan terendapkan di pantai terutama melalui
muara sungai (Wibisono, 2011). Menurut Rifardi (2012) angkutan sedimen pantai
adalah gerakan sedimen di daerah pantai yang disebabkan oleh gelombang dan
arus. Turbulensi dari gelombang pecah mengubah sedimen dasar (bed load)
permukaan laut secara berirama yang disebabkan oleh gaya tarik bulan dan
penyebaran sedimen dan abrasi pantai. Pasang naik akan menyebabkan sedimen
naik kearah pantai, sedangkan bila surut akan menyebabkan majunya sedimentasi
kearah laut lepas. Arus pasut umumnya tidak terlalu kuat sehingga tidak dapat
Pasang surut adalah fenomena naik turunya permukaan air laut secara
periodik yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi dan gaya tarik benda -
benda langit terutama bulan dan matahari terhadap massa air di bumi. Sebenarnya,
karena jarak yang jauh terhadap bumi atau ukurannya yang jauh lebih kecil dari
bumi. Jadi, benda-benda angkasa yang paling mempengaruhi pada pasang surut
laut di bumi adalah bulan dan matahari. Gaya gravitasi antara bulan dan bumi
lebih besar pengaruhnya terhadap pasang surut dari pada gaya gravitasi antara
bumi dan matahari. Hal ini disebabkan jarak antara bumi dengan bulan lebih dekat
dibanding dengan jarak antara bumi dengan matahari. Selain gaya tarik menarik
tersebut, gaya sentrifugal juga mempengaruhi pasang surut di bumi. Gaya ini
merupakan akibat dari rotasi bumi yang berlawanan arah dengan gravitasi
sentrifugal disemua bagian bumi adalah sama besarnya dipusat massa bumi
menjadi ganguan yang disengaja dan gangguan yang tidak disengaja. Gangguan
yang disengaja bersifat protektif terhadap garis pantai dan lingkungan pantai.
gelombang dan ukuran ukuran butir. Pantai yang terjal akan mempunyai
gelombang yang tinggi dan biasanya bertipe flunging sedangkan pantai yang
Gelombang akan semakin besar dan bertambah pada daerah pantai yang relatif
landai dan kemiringan bibir pantai yang kecil dibandingkan dengan pantai yang
relatif dalam dan curam memiliki kemiringan bibir pantai yang lebih besar. Pada
pasang surut perairan. Seperti kita ketahui pada saat terjadi pasang, ketinggian
muka laut akan bertambah dari sebelumnya dan pada saat surut ketinggian muka
air laut berkurang. Proses terjadinya pasang surut juga akan mengakibatkan
2008).
Kecepatan perubahan kemiringan pantai secara horizontal dinyatakan oleh
perubahan garis pantai, sedangkan vertikal oleh morfologi pantai. Perubahan dasar
atau pengikisan pantai dapat terjadi secara alami maupun buatan. Perubahan
secara alami disebabkan gelombang laut, arus, pasang surut, morfologi pantai dan
struktur geologi. Secara buatan disebabkan oleh pengembangan pasir laut atau
pantai penggunaan lahan tepi pantai. Arus dapat menimbulkan kerusakan fisik
Disamping itu besar volume air yang mengalir dan kuatnya pasang surut akana
memperoleh informasi tentang suatu objek, daerah, atau fenomena melalui analisa
data yang diperoleh dengan suatu alat tanpa kontak langsung dengan objek,
daerah, atau fenomena yang dikaji (Lillesand dan Kiefer, 1997). Penginderaan
jauh atau disingkat inderaja secara umum didefinisikan sebagai suatu ilmu, teknik,
seni untuk memperoleh informasi atau data mengenai kondisi fisik suatu benda
atau objek, target, sasaran maupun daerah dan fenomena tanpa menyentuh atau
kontak langsung dengan benda atau target tersebut. Sensor yang digunakan adalah
sensor jauh, yaitu sensor yang secara fisik berada jauh dari benda atau objek
proses perekaman data atau pengambilan informasi dari suatu objek yang diamati.
Ilmu disini menggambarkan ilmu atau sains yang diperlukan baik dalam konsep,
pelaksanaan pengambilan data yang tepat dan baik serta sesuai dengan tujuan
perolehan data sehingga didapatlam suatu informasi data yang tepat di daerah
kontak langsung dengan objek tersebut. Saat ini teknologi penginderaan jauh
berbasis satelit menjadi sangat populer dan digunakan untuk berbagai tujuan
pesisir dan lautan. Hal ini disebabkan teknologi ini memiliki beberapa kelebihan,
seperti: harganya yang relatif murah dan mudah didapat, adanya resolusi temporal
yang luas dan mampu menjangkau daerah yang terpencil, bentuk datanya digital
atas dua sifat penting yaitu mangrove tumbuh di daerah pesisir dan mempunyai
zat hijau daun (klorofil). Sifat optik menyerap spektrum sinar merah dan sangat
dapat dibedakan dari klorofil mangrove karena sifat air yang menyerap spektrum
inframerah. Tanah, pasir dan batuan juga memantulkan inframerah tapi tidak
menyerap sinar merah sehingga tanah dan mangrove secara optik juga dapat
dibedakan dari nilai pantulan tersebut. Penggunaan komposit band yang tepat
Infrared) dan cahaya tampak merah (False Color) akan memberikan visualisasi
kontras antara vegetasi mangrove dan non mangrove. Selain itu penginderaan jauh
menggunakan citra satelit dapat juga dimanfaatkan untuk pengamatan kualitas air.
Hal tersebut dapat dilakukan karena tingkat reflektan pada air memiliki panjang
gelombang yang berbeda, tergantung material didalamnya. Nilai spektral air yang
tidak mengadung material di dalamnya akan memiliki nilai spektral rendah dan
terlihat gelap dibandingkan objek air yang mengandung material sedimentasi yang
penginderaan jauh adalah (1) sumber tenaga elektromagnetik, (2) atmosfer, (3)
interaksi antara tenaga dan objek, dan (4) sensor. Secara skematik dapat dilihat
Tenaga panas yang dipancarkan dari objek dapat direkam dengan sensor
proses melibatkan interaksi antara radiasi dan target yang dituju mencakup tujuh
2. Radiasi dan atmosfer (B), adalah perjalanan energi dari sumber ke targetnya
dan sebaliknya. Energi akan mengalami kontak dengan target dan berinteraksi
4. Perekaman energi oleh sensor (D), setelah energi dipancarkan atau dilepaskan
5. Transmisi, penerimaan, dan pemrosesan (E), energi yang terekam oleh sensor
secara visual atau digital untuk mengekstrak informasi tentang target; dan
ukuran, pola, bayangan, rona/warna, tekstur, situs, asosiasi dan konvergensi bukti.
pengunaan lahan dengan citra landsat, selain unsur interpretasi sebagai dasar
analisis, perlu diperhatikan juga beberapa faktor penutup lahan, misalnya vegetasi,
keadaan air genangan, dan tanah terbuka. Setiap faktor akan memberikan
tersebut.
diikuti dengan landsat-landsat yang lain dan yang terakhir diluncurkan landsat 7
yang untuk pertama kali menjadi satelit pengamat bumi sejak 1972 (Landsat 1).
diluncurkan 23 Juli 1972 dan mulai beroperasi sampai 6 Januari 1978. Generasi
Maret 1984 masih berfungsi sampai dengan saat ini namun mengalami gangguan
berat sejak November 2011, akibat gangguan ini, pada tanggal 26 Desember 2012,
masih berfungsi walau mengalami kerusakan sejak Mei 2003 (USGS, 2015).
Seperti dipublikasikan oleh USGS, satelit landsat 8 terbang dengan
ketinggian 705 km dari permukaan bumi dan memiliki area scan seluas 170 km x
satelit landsat versi terbarunya ini mengemban misi selama 5 tahun beroperasi
(sensor OLI dirancang 5 tahun dan sensor TIRS 3 tahun). Tidak menutup
kemungkinan umur produktif landsat 8 dapat lebih panjang dari umur yang
hanya beroperasi 3 tahun namun ternyata sampai tahun 2012 masih bisa berfungsi.
Imager (OLI) dan Thermal Infrared Sensor (TIRS) dengan jumlah kanal
band 9) berada pada OLI dan 2 lainnya (band 10 dan band 11) pada TIRS.
(Sugiarto, 2013).
Sebagaimana telah diketahui, warna objek pada citra tersusun atas 3 warna dasar,
yaitu Red, Green dan Blue (RGB). Dengan makin banyaknya band sebagai
Ada beberapa spesifikasi baru yang terpasang pada band landsat ini
khususnya pada band 1, 9, 10 dan 11. Band 1 (ultra blue) dapat menangkap
panjang gelombang elektromagnetik lebih rendah dari pada band yang sama pada
landsat 7, sehingga lebih sensitif terhadap perbedaan reflektan air laut atau
aerosol. Band ini unggul dalam membedakan konsentrasi aerosol di atmosfer dan
mengidentifikasi karakteristik tampilan air laut pada kedalaman berbeda. Pantulan
setiap objek memiliki karakteristik tertentu untuk setiap saluran spektral sehingga
Deteksi terhadap awan cirrus juga lebih baik dengan dipasangnya kanal 9
pada sensor OLI, sedangkan band thermal (kanal 10 dan 11) sangat bermanfaat
untuk mendeteksi perbedaan suhu permukaan bumi dengan resolusi spasial 100
dilakukan untuk melihat tampilan kawah puncak gunung berapi, dimana kawah
yang suhunya lebih panas, pada citra landsat 8 terlihat lebih terang dari pada area-
area sekitarnya.
26
III. METODOLOGI
Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Januari sampai Februari 2021 yang
Selanjutnya pegolahan data citra untuk mengetahui luasan vegetasi mangrove dan
1 Citra Landsat
-TM5 Tahun 1988 -ETM7 Tahun 2004 -OLI08 Tahun 2020
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survey dengan
sosial ekonomi terhadap mangrove serta uji ketelitian hasil analisis data sekunder.
Sedangkan data sekunder yang digunakan meliputi data spasial dari analisis citra
satelit yang digunakan untuk memetakan perubahan garis pantai dan perubahan
metode tumpang susun antara data citra tahun 1988, 2004, dan 2020. Perubahan
dibagi menjadi tiga stasiun untuk dilakukan ground check untuk mengetahui uji
ketelitian dari data spasial yang dianalisis. Stasiun satu dilakukan pada daerah
yang mempunyai luas mangrove cukup tinggi. Stasiun dua berada pada daerah
yang mempunyai luas mangrove sedang dan stasiun tiga berada ada daerah yang
tidak mempunyai kawasan mangrove. Untuk penentuan luas mangrove dan garis
pantai dilakukan melalui pengolahan data citra kemudian dari pengolahan data
tersebut dapat dilakukan analisis untuk melihat keadaan mangrove dan garis
pantai yang selanjutnya dilakukan uji ketelitian. Kemudian untuk penentuan uji
perubahan garis pantai. Pengolahan citra pertama kali didownload dari USGS
yaitu citra tahun 1988, 2004, dan 2020. Kemudian data tersebut akan diolah
data luas hutan mangrove dan garis pantai dengan langkah-langkah seperti
dibawah ini:
A. Impor Data
dan 8 ETM+ yang akan digunakan. Data Citra Landsat yang masih dalam format
TIF dikonversi ke format file raster ers dan format vektor untuk Software ENVI.
B. Koreksi Geometrik
sistem proyeksi UTM, dengan menggunakan titik kontrol medan GCP (Ground
Control Point) yang koordinatnya ditentukan dari lapangan dan peta RBI.
Semakin banyak titik kontrol maka hasil yang diperoleh pun akan semakin baik.
Interpolasi nilai piksel yang digunakan dalam penelitian ini adalah proses
resampling tetangga terdekat. Proses ini dipilih karena tidak merubah nilai piksel
yang bersangkutan, melainkan hanya mengambil kembali nilai dari piksel terdekat
C. Koreksi Radiometrik
warna beberapa citra menjadi satu kesatuan baik secara digital maupun visual.
Kondisi citra satelit yang masih mentah (raw data) diolah dengan menggunakan
pantulan objek di permukaan bumi yang terekam oleh sensor menjadi bukan
merupakan nilai aslinya, tetapi menjadi lebih besar oleh karena adanya hamburan
atau lebih kecil karena proses serapan. Untuk melakukan koreksi pada tahap ini
berdasarkan pada pemrosesan nilai digital oleh sensor. Objek yang memberikan
respon spectral yang paling rendah seharusnya bernilai 0, apabila nilai ini ternyata
melebihi angka 0 maka nilai tersebut dihitung sebagai bias dan koreksi dilakukan
dengan mengurangi seluruh nilai pada saluran tersebut dengan biasnya. Nilai bias
gelombang elektromagnetik.
D. Layer Stacking
diinterpretasi. Hal ini dapat dilakukan dengan menggunakan software Envi 5.1
dengan cara:
2. Kemudian memilih tools open image file lalu pilih band 1-7 pada citra
landsat
4. Melakukan import file lalu pilih seluruh band yang akan digabungkan
bertujuan untuk memilih area yang diinginkan dan memperkecil ukuran file dari
citra, sehingga pemrosesan data menjadi lebih ringan dan lebih fokus dalam
penelitian pada daerah yang diteliti. Proses ini dilakukan dengan software Envi.
3. Kemudian membuka file peta dasar Pulau Rangsang dengan format shp
F. Ekstrak MNDWI
lingkungan laut untuk mempermudah analisis garis pantai dengan tipe mangrove
Green dan Mid-infrared. Band hijau sangat sensitif terhadap turbiditas air dan
memisahkan daratan dan air karena penyerapan yang tinggi di air dan sebaliknya
pada vegetasi.
Dimana, Hijau adalah pantulan band hijau untuk TM adalah band 2 dan
MIR adalah pantulan di tengah band infra merah untuk TM adalah band 5. Nilai
MNDWI berkisar antara -1 sampai +1 tetapi air lebih banyak menyerap MIR dan
lebih ringan daripada NIR sehingga lahan terbangun akan menunjukkan nilai
negatif yang merupakan beberapa nilai positif dalam NDWI (Xu, 2006). Menurut
Xu, MNDWI lebih efektif untuk dibedakan antara tanah dan air dengan demikian
5 TM+ mengacu pada eskplorasi citra komposit RGB 453. Sedangkan pada citra
satelit Landsat 8 digunakan komposit RGB 564 dimana ketiga band tersebut
termasuk dalam kisaran spektrum tampak dan inframerah dekat dan mempunyai
panjang gelombang yang sesuai dengan panjang gelombang band 4, band 5 dan
aplikasi Arcgis, lalu input data berupa shapefile sebaran mangrove dari hasil
pengolahan citra satelit dan juga shapefile wilayah yang akan dilihat luas dari
pixel yang telah diklasifikasi. Maka output yang dihasilkan adalah sebaran
mangrove pada setiap wilayah yang inginkan sesuai penelitian yang dilakukan.
H. Garis Pantai
selanjutnya adalah digitasi dan pemotongan citra landsat yang terdiri dari citra
dengan tahun yang berbeda. Proses pemotongan pada citra landsat yang telah
dikompositkan dengan peta batasan kawasan yang akan dilihat perubahan garis
pantainya. Dalam software dapat dilakukan dengan menggunakan perintah
pengaturan data atau Analysis Tools. Pemotongan citra dilakukan untuk membuat
batas wilayah peta perubahan garis pantai. Tumpang susun adalah dilakukan
dengan minimal dua data geospasial. Tumpang susun dilakukan pada hasil digitasi
pada citra landsat tahun yang berbeda. Hasil tumpang susun akan memperlihatkan
perubahan garis pantai yang terjadi di pantai yang akan dianalalisis. Metode
Layout dilakukan dengan membuat layout hasil pemetaan perubahan garis pantai
dengan citra landsat yang telah dianalisis dengan menggunakan software dan
susunkan (overlay) keempat garis pantai tersebut diatas. Setelah itu dilakukan
J. Klasifikasi Citra
Dimana kelas-kelas yang digunakan yaitu kelas laut dalam, kelas laut dangkal,
kelas vegetasi mangrove, dan kelas non vegetasi mangrove. Dari pembagian kelas
3. Pemberian nama ketiga kelas yaitu mangrove, non mangrove, dan perairan
5. Kemudia buat polygon pada setiap kelas yang sudah diberi nama
6. Jumlah polygon setiap kelas minimal 12 sampel yang bertujuan untuk ketelitian
klasifikasi
7. Setelah semua kelas diwakilkan oleh polygon dengan warna yang berbeda lalu
8. Hasil klasifikasi masing masing kelas kemudian disimpan sebagi vector dalam
K. Layout Peta
Layout adalah langkah yang dilakukan untuk menampilan hasil akhir dari
pengolahan data citra dalam bentuk peta lengkap beserta judul, simbol, skala, arah
mata angin, sumber, tahun dan nama pembuat. Biasanya disimpan dalam bentuk
dan lain-lain.
32 tahun terahir (tahun 1988 sampai 2020) di wilayah Pulau Bengkalis, kemudian
luasan mangrove dapat diketahui dengan cara kuantitatif yaitu mengetahui luas
interpretsasi citra tahun 1988, 2004, dan 2020. Hasil tumpang susun akan
memperlihatkan perubahan garis pantai baik yang mengalami abrasi maupun yang
mengalami akresi. Kemudian dari data hasil tumpang susun data citra tersebut
dapat dihitung luas abrasi dan akresi setiap kurun waktu yang diinginkan.
Metode petak dibagi dua yaitu metode petak tunggal dan petak ganda.
Petak tunggal hanya dibuat satu petak contoh dengan ukuran tertentu yang
mewakili suatu tegakan hutan atau suatu komunitas tumbuhan. Petak ganda adalah
yang letaknya tersebar merata pada areal yang dipelajari, dan peletakan petakan
tingkat pertumbuhan dan bentuk tumbuhannya. Ukuran petak untuk pohon adalah
a. Pada setiap kelas mangrove yang berada di petak contoh (plot), berbentuk bujur
5 meter
5 meter
5 meter
10 meter
c. Penentuan pohon dan anakan dilakukan dengan cara: untuk pohon ukuran tinggi
>1,3 m dan diameter >4 cm, anakan ukuran tinggi >1 m – 1,3 m dan diameter
<4 cm. Dimana pengukuran >1,3 m dijadikan tinggi untuk pengukuran pohon
a. Kerapatan
(INP). Indeks Nilai Penting (INP) ini memberikan suatu gambaran tentang
pengaruh atau peranan suatu jenis tumbuhan mangrove dalam suatu area.
petakan contoh yang diamati. Nilai ini diperoleh dengan menghitung jumlah
petakan contoh yang ditempati suatu jenis dan dibagi dengan jumlah semua petak
Basal area adalah luas bidang atau lulusan area yang ditutupi oleh batang
pohon mangrove pada ketinggian 1,3 m atau pada titik setinggi dada.
d. Dominansi
contoh.
Dari hasil perhitungan diatas, kemudian dihitung nilai penting (NP). Nilai
NP = FR+KR+DR
Dimana : FR = Frekuensi Relatif
KR = Kerapatan Relatif
DR = Dominansi Relatif
C
K= x 100%
L
C= Kedalaman(m)
0-2 % = Datar
>2-8 % = Landai
>8-30 % = Miring
>30-50 5 = Terjal
Uji ketelitian dilakukan menilai sejauh mana tingkat kesesuaian antar hasil
klasifikasi spasial yang telah dilakukan dengan kondisi lapangan yang sebenarnya.
Uji ketelitian dilakukan terhadap hasil interpretasi dengan menggunakan matriks
uji ketelitian menurut Short dalam Amran (1999). Short Melalui uji ketelitian ini
dapat dihitung besarnya ketelitian seluruh hasil klasifikasi dengan tabel matriks
minimum 85%.
garis pantai dilakukan dengan cara visualisasi hasil analisis peta luasan
peta perubahan garis pantai pada stasiun yang sama dan dilakukan perbandingan
secara kuantitatif. Perubahan luas hutan mangrove hasil pengolahan data citra
selama 32 tahun dibandingkan dengan perubahan garis pantai yang terjadi selama
32 tahun tersebut. Kemudian dilihat bagaimana perubahan garis pantai pada setiap
Data yang diperoleh baik berupa data pegolahan citra maupun data lapangan
Pemasangan Ground
Control Point Koreksi Geometrick
Perubahan mangrove
di Pulau Bengkalis Overlay
4.1. Hasil
Pulau Bengaklis merupakan salah satu pulau terluar yang dimiliki oleh
Negara Kesatuan Republik Indonesia. Merupakan salah satu pulau yang berada di
timur pulau Sumatera dan berada di wilayah kepulauan. Terdapat dua kecamatan
Meranti
luas wilayah Pulau Bengkalis adalah 11.481,77 km², dimana Kecamatan terluas
adalah Kecamatan Bengkalis dengan luas 514 km², Kecamatan Bantan memiliki
luas 424 km2. Kecamatan Bengkalis terdiri dari 28 desa, Kecamatan Bantan tediri
dari 23 desa.
disana berkerja sebagai petani, pelaut, nelayan, dan berdagang. Pulau Bengkalis
memiliki potensi perairan laut dan perairan umum yang cukup luas serta daratan
lepas pantai dan budidaya perikanan (tambak, keramba dan kolam). Pulau
Bengkalis juga mempunyai sebaran mangrove yang dapat dijadikan potensi untuk
yang terjadi sepanjang tahun. Terutama di kawasan barat dan utara pesisir pantai
Pulau Bengkalis. Abrasi yang terjadi di kawasan hutan mangrove tidak hanya
merusak tekstur pantai. Disisi lain, dengan rusaknya kawasan hutan mangrove,
salah satu pusat pertanian di Kabupaten Bengkalis. Sebagian besar jenis tanah di
Pulau Bengkalis merupakan tanah rawa gambut dan rawa lebak. Pantai di Pulau
berhadapan langsung dengan lautan yang terbuka yaitu selat Malaka, sehingga
bahwa pH perairan pesisir Pulau Bengkalis berkisar antara 5-6, kecerahan 8-9 cm,
suhu 31-32 0C dan salinitas 21- 24 0/00. dari hasil tersebut pH yang terdapat
terdapat di lokasi penelitian berada dibawah nilai baku mutu kualitas air laut,
dimana hal ini disebabkan tidak terdapat karang dan lamun, dan didominasi oleh
substrat lumpur serta banyaknya suplai sedimen dan partikel yang terlarut, bahan
organik dan anorganik melalui aliran run off dari daratan dan menyebabkan
dipengaruhi oleh kekeruhan (turbidity) air. Oleh karena itu, tingkat kecerahan dan
kekeruhan air laut sangat berpengaruh pada pertumbuhan biota laut. Tingkat
kecerahan air laut sangat menentukan tingkat fotosintesis biota yang ada di
perairan laut. Kisaran suhu yang terdapat di Pulau Bengkalis masih dalam
kategori standar serta kecepatan arus yang cukup tinggi yang dipengaruhi oleh
gelombang serta hempasan angin dari Selat Malaka yang berhadapan dengan
atau akresi oleh aksi gelombang. Dari data hasil kedalaman dan jarak dari garis
pantai, diperoleh data kemiringan pantai per stasiun bahwa stasiun 1 yaitu Sebauk
merupakan daerah tingkat kemiringan pantai yang paling besar dengan nilai
kemiringan 8,2 % sedangkan kemiringan pantai yang paling rendah diperoleh
terhadap proses kerentanan pantai yang berupa abrasi. Menurut Boruff et al.
(2005) kemiringan pantai antara 5-10 % berada pada kerentanan yang tinggi.
Akan tetapi pada setiap stasiun yang diamati tidak ada stasiun yang membuat
datang ke pantai yang menyebabkan bertambah abrasi pada setiap stasiun yang di
amati. Apabila kejadian ini dibiarkan maka pesisir Pulau Bengkalis akan terus
mengalami abrasi.
bahwa stasiun 1 yang memiliki kemiringan pantai yang lebih miring yaitu 8,2 %
sedangkan stasiun yang memiliki kemiringan pantai yang lebih landai yaitu
berada pada stasiun 3 yang memiliki nilai 3,2 %. Hasil pengukuran kemiringan
topografi dasar laut yang berbatasan langsung dengan daratan dan mempunyai
citra digital diperoleh layout berupa peta sebaran mangrove. Interpretasi dilakukan
asosiasi dan konvergensi bukti. Tahapan pada interpretasi secara visual adalah
dengan komposit 5,4 dan 3 dan pada landsat 8 dengan komposit 5,6, dan 4 (RGB)
analisis yang dilakukan. Hal ini disebabkan oleh hasil klasifikasi terbimbing atau
mangrove. Klasifikasi terdiri dari 3 kelas yaitu mangrove, vegetasi non mangrove,
dan lautan. Hasil tersebut dilakukan analisis untuk mengetahui luas dari tutupan
menghasilkan peta tutupan mangrove. Untuk hasil peta layout tutupan lahan
dan 6.
versi 10.3). Data tutupan lahan merupakan data shapefile yang diubah menjadi
polygon agar didapat berapa luas area mangrove yang mengalami perubahan. Dari
hasil hitungan tersebut didapat jumlah luas area mangrove pada tahun 1988 seluas
8127 ha, tahun 2004 seluas 7914 ha, dan tahun 2020 seluas 7752 ha. Dari
hitungan tersebut dapat diketahui luas hutan mangrove pada pesisir Pulau
mangrove. Hasil luas perubahan hutan mangrove pada tahun 1988-2004 seluas
dengan menghitung maju mundurnya garis pantai dan luas lahan yang mengalami
yang berhadapan dengan Selat Malaka. Pengukuran dilakukan pada tiga stasiun
dengan rincian setiap kecamatan terdapat satu titik stasiun. Data citra yang
digunakan adalah tahun 1988, 2004 dan 2020 yang diolah dengan metode
tumpang susun citra. Hasil dari pengolahan data citra kemudian dilakukan digitasi
menjadi polyline untuk mendapatkan garis pantai di Pesisir Pulau Bengkalis. Hasil
sampai 2020).
Perubahan garis pantai pada wilayah pesisir Pulau Bengkalis dapat dilihat
pada Gambar 7 yang merupakan hasil overlay dari pengolahan citra pada software
Arcgis data yang dihasilkan berupa dan laju perubahan garis pantai tahun terlama
dan terbaru. Perubahan garis pantai pada stasiun penelitian dapat dilihat pada
merupakan perubahan garis pantai pada stasiun 3 yang selalu mengalami abrasi
mengalami abrasi pada wilayah kawasan hutan mangrove dan mengalami kemunduran
garis pantai pada daerah yang tidak berada di kawasan mangrove secara lengkap dalam
Bantan dan cenderung terjadi abrasi sebesar 2.87 meter/tahun. Pada stasiun 2 berada di
desa Selat Baru Kecamatan Bantan cenderung mengalami abrasi sebesar 1.53
meter/tahun. Stasiun 3 berada pada desa Simpang Ayam kecamatan Bengkalis yang
menumpang-susunkan (overlay) garis pantai terlama dengan garis pantai terkini. Hasil
tumpang-susun perubahan garis pantai 32 tahun terakhir, yaitu antara Tahun 1988 dan
Bengkalis bagian utara dan timur mengalami perubahan yang menunjukkan terjadinya
abrasi dengan tingkat abrasi yang bervariasi. Tingkat abrasi yang paling besar terjadi
pada ujung pulau bagian timur. Abrasi pantai juga terjadi hampir di sekeliling Pulau
Bengkalis. Pada kurun waktu tersebut, pantai Pulau Bengkalis di Kabupaten Bengkalis
juga mengalami akresi atau sedimentasi. Proses akresi terjadi pada sisi timur dan barat
Pulau Bengkalis di Kabupaten Bengkalis bagian barat. Hasil dari overlay kemudian
dilakukan penghitungan luas abrasi dan akresi di Pulau Bengkalis. Berikut hasil
perhitungan luas abrasi dan akresi di Pulau Bengkalis dapat dilihat pada Tabel 9.
Tabel 9 menunjukkan bahwa telah terjadi abrasi dan akresi di sepanjang Pesisir
Pulau Bengkalis. Abrasi terbesar terjadi pada tahun 2004-2020 dimana abrasi mencapai
1036 ha dan abrasi terkecil terjadi antara tahun 1988-2004 yaitu sebesar 653 ha. Akresi
terbesar terjadi antara tahun 1988-2004 yaitu sebesar 338 Ha dan akresi terkecil terjadi
ekonomi masyarakat pesisir Pulau Bengkalis salah satu hal yang menyebabkan tekanan
tempat wisata pantai, maupun sebagai pemberi jasa angkutan umum yang merupakan
alat transportasi. Lokasi permukiman yang terlalu dekat dengan ekosistem mangrove
bahkan langsung memanfaatkan lahan mangrove menjadi salah satu pemicu rusaknya
mangrove seperti melakukan penebangan dan pembabatan mangrove dapat dilihat pada
Lampiran 5. Penebangan dilakukan untuk dijual sebagai bahan dasar kayu arang. Akibat
akitivitas sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Bengkalis merupakan penyebab yang
arang yang berbahan dasar dari batang pohon mangrove sehingga masyarakat
melakukan penebangan pohon mangrove yang akan dijual ke pabrik arang tersebut. Dari
disana namun mangrove yang ditanam sangat susah tumbuh karena pengaruh
gelombang yang cukup tinggi yang menghantam bibir pantai. Menurut pengakuan
warga bahwa wilayah yang tidak ditumbuhi mangrove cenderung mengalami abrasi
yang sangat tinggi bahkan dapat mencapai 15-20 meter per tahunnya.
parameter oseanografi seperti kemiringan pantai, kecepatan arus dan energi gelombang.
Kecepatan abrasi di Kecamatan Bengkalis berkisar antara 1,53 m/tahun sampai 12,02
m/tahun. Kecepatan arus mencapai 0,40 sampai 0,50 m/s. Tinggi gelombang berkisar
antara 1,50 m sampai 2,50 m dan energy gelombang berkisar 2,49 Nm/ m2 sampai 4,90
menggunakan sebuah alat dari jarak jauh. Penginderaan jauh merupakan suatu metode
jauh juga diartikan pengkajian atas informasi mengenai daratan dan permukaan air di
bumi dengan menggunakan citra yang diperoleh dari sudut pandang atas (overhead
(Camapell, 2011).
landsat 5 ETM dengan komposit band 453 dan landsat 8 OLI TIRS komposit 564 untuk
mengetahui vegetasi mangrove. Komposit band atau sering juga disebut kombinasi
antar band ini pilih berdasarkan band yang peka terhadap lahan basah atau air, serta
pigmen vegetasi sehingga hutan mangrove yang merupakan objek penelitian di wilayah
pesisir dapat diinterpretasi secara jelas. Menurut hoffer (1984) dalam widodo (2014)
spektral vegetasi sangat dipengaruhi oleh pigmentasi, struktur internal daun dan
pengamatan dimana untuk uji ketelitian terhadap keberadaan mangrove. Pada ground
check dilakukan perbandingan apakah data yang hasilkan oleh citra sesuai dengan
pengamatan dilapangan. Hasil uji ketelitian dengan melihat jenis mangrove yang
pengolahan citra Landsat 8 dengan objek yang ditemukan di lapangan. Konsep uji
ketelitian yang diterapkan pada penelitian ini bersumber dari Lillesand dan Kiefer
(1997). Untuk perbandingan klasifikasi citra dan lapangan dapat dilihat pada Tabel 8.
M NM NV Jumlah
M 9 1 - 10
Hasil Klasifikasi NM - 1 - 1
NV - - - 0
Jumlah 10 1 0 10
Uji ketelitian mangrove yang didapatkan dari hasil ground check adalah sebagai
berikut :
9
Ketelitian = x 100%
10
= 90 %
benar. Ketelitian hasil klasifikasi yang dapat diterima haruslah mempunyai nilai
minimum 85%. Dari hasil uji ketelitian citra dilapangan tersebut dapat disimpulkan
interpretasi citra digital. Observasi dilakukan di beberapa titik yang sudah ditentukan
sesuai analisis peta keberadaan mangrove. Pada ground check dilakukan perbandingan
data yang dihasilkan oleh citra satelit sesuai dengan data lapangan. Hasil uji ketelitian
menunjukkan 90 % ketelitian, dimana titik yang dinyatakan mangrove pada peta hasil
titik stasiun memiliki kerapatan yang berbeda, dimana pada stasiun satu memiliki
kerapatan 2266,67 ind/ha dan pada stasiun 2 dengan kerapatan 1466,67 ind/ha. Hal ini
dikarenakan perbedaan lokasi pengamatan di lapangan yang mana pada stasiun 1
merupakan lokasi mangrove yang cukup luas dan adanya upaya konservasi mangrove
yang dilakukan masyarakat sekitar pesisir dan berbeda pada stasiun 2 yang merupakan
lokasi yang mempunyai kerapatan sedang dimana pada wilayah mangrove yang tidak
Khomsin dalam Fadlan (2011), menyatakan bahwa kerusakan alamiah yang terjadi pada
ekosistem hutan mangrove timbul karena peristiwa alam seperti adanya gelombang
besar dapat menyebabkan tercabutnya tanaman muda atau tumbangnya pohon, serta
untuk keperluan kayu bakar yang berlebihan, tambak, permukiman, industri dan
pertambangan.
Data pengamatan pada 2 titik stasiun kerapatan anakan mangrove yaitu 2266,67
ind/ha pada stasiun satu dan 1400 ind/ha pada stasiun dua. Pertumbuhan anakan hampir
tidak jauh berbeda dengan pertumbuhan pohon hanya lebih sedikit lebih rendah, hal ini
kerapatan anakan vegetasi mangrove perlu dilakukan penanaman pada wilayah yang
mangrovenya jarang agar pertumbuhan mangrove lebih optimal dan terkena sinar
ruang tumbuh yang ideal bagi tanaman, agar tanaman dapat tumbuh dengan baik dan
sehat. Pemangkasan dan penjarangan perlu dilakukan karena pemangkasan dan
penjarangan bertujuan untuk memberi ruang kepada tanaman lain untuk tumbuh (Kordi,
2012).
Kerapatan mangrove pada lokasi uji lapangan nampak berbeda pada tiap sampel
stasiun, hal ini disebabkan adanya kompetisi dalam perolehan unsur hara dan matahari.
Selain itu, faktor substrat dan pasang surut air laut memberikan pengaruh dan perbedaan
dipengaruhi oleh suplai air tawar dan salinitas, pasokan nutrien, dan stabilitas substrat.
karena adanya pengaruh kuat dari pasang surut air laut. Kartawinata (1978) menyatakan
bahwa, pertumbuhan biji terapung di atas air dan disebarkan ke berbagai tempat, serta
biji berakar pada ujungnya dan menambatkan diri pada lumpur pada waktu air surut,
mangrove yang terdapat di Pulau Bengkalis cukup beragam. jenis mangrove pada lokasi
penelitian (lampiran 2) memiliki 6 spesies yang ditemukan di 2 titik stasiun dapat dilihat
dimana stasiun 1 berada di Desa Sebauk dan stasiun dua berada di Selat Baru. Penaatan
yang bervariasi. Berikut komposisi vegetasi mangrove pada setiap stasiun dapat dilihat
Keterangan :
+ = Ditemukan - = Tidak Ditemukan
R.a : Rhizophora apiculata R.m :Rhizophora mucronata
A.a: Avicennia alba S.o : Sonneratia ovata
X.g: Xylocarpus granatum A.m : Avecennia marina
anakan mangrove yang dihitung pada petakan contoh (plot) 5 m x 5 m,ditemukan pada
2 titik stasiun spesies anakan mangrove sebagai berikut. Komposisi spesies anakan
mangrove yang terdapat di Pulau Bengkalis pada setiap titik stasiun dapat dilihat pada
Tabel 12.
Tabel 12. Komposisi Anakan Mangrove di Pulau Bengkalis
Titik
Stasiun Jenis Mangrove
2. + + - + - -
3. - - - - - -
spesies mangrove yang tumbuh dikawasan Pulau Bengkalis. Data kerapatan mangrove
68 2266,7 100
Tabel 14. Kerapatan Pohon Mangrove stasiun 2
44 1466,67 100
Keterangan :
K = Kerapatan KR = Kerapatan Relatif
Kerapatan pohon mangrove pada stasiun 1 yaitu 2266,7 ind/ha dimana jenis
memiliki kerapatan 666,67 ind/ha. Kerapatan pohon terendah pada jenis Sonneratia
ovata yaitu dengan kerapatan 100 ind/ha. Sedangkan kerapatan pohon mangrove pada
stasiun 2 yaitu 1466,66 ind/ha dimana jenis Avecenia alba merupakan kerapatan pohon
tertinggi yang memiliki kerapatan 566,67 ind/ha dan jenis Avecennia marina dengan
kerapatan 133,33 ind/ha. Perbandingan kerapatan pohon dapat dilihat pada diagram
Gambar 12.
800
pada stasiun 1 (Tabel 15) yaitu 2266,667 ind/ha dimana jenis Rhizophora mucronata.
Merupakan kerapatan anakan tertinggi pada stasiun 1 yang memiliki kerapatan 933,33
ind/ha. Kerapatan anakan terendah pada jenis Sonneratia ovata yaitu dengan kerapatan
266,67 ind/ha. Sedangkan kerapatan anakan mangrove pada stasiun 2 (Tabel 16) yaitu
1600 ind/ha dimana jenis Avecenia alba merupakan kerapatan pohon tertinggi yang
memiliki kerapatan 666,67 ind/ha. Jenis Avecennia marina dengan kerapatan 400
ind/ha. Perbandingan kerapatan anakan mangrove dapat dilihat pada Gambar 14.
12 1600 100
1000
Kerapatan Mangrove ( Ind/Ha)
900
800
700
600
500
400
300
200 Stasiun 1
100 Stasiun 2
0
a a a a
v at a lb t um at lb t um
ao ia na on ia
a
na
i ra cr ra
ra
t e nn g u e nn g
ne ic us ram ic us
So
n Av ca
rp
p h o Av ca
rp
lo zo lo
Xy Rh
i Xy
Spesies Mangrove
Gambar 13. Perbandingan Kerapatan Jenis Anakan Mangrove 2 Stasiun
stasiun mendapatkan data yang beragam berdasarkan tingkat kerapatan. Kerapatan yang
sangat padat dan jumlah pohon terbanyak adalah Desa Sebauk. Data Perbandingan
Desa Sebauk dengan 2266,7 ind/ha dan untuk kerapatan anakan tertinggi terdapat pada
menyatakan bahwa kriteria baku kerusakan mangrove dikatakan sangat baik apabila
≥1.000≤1.500 ind/ha dan kriteria jarang apabila kerapatan mangrovenya < 1000 ind/ha.
Dari hasil perhitungan struktur komunitas mangrove bahwa di stasiun satu dapat
disimpulkan bahwa mangrove dalam keadaan baik dan pada stasiun dua mangrove
4.2. Pembahasan
Analisis pengaruh luas hutan mangrove terhadap garis pantai dilakukan dengan
dapat diketahui bahwa pada stasiun satu merupakan daerah yang masih ditumbuhi oleh
vegetasi yang cukup luas yang mempunyai kerapatan padat. Keadaan garis pantai pada
stasiun satu dominan mengalami abrasi mencapai 2,87 meter/tahun . Pada analisis peta
luas mangrove stasiun dua diketahui bahwa pada stasiun dua terdapat vegetasi
mangrove namun tidak seluas yang terdapat pada stasiun satu dan kerapatan sedang.
Keadaan garis pantai pada stasiun dua mengalami abrasi 1,53 meter/tahun. Pada analisis
peta pada stasiun tiga merupakan stasiun yang tidak terdapat hutan mangrove dan
merupakan daerah yang mengalami abrasi yang cukup tinggi mencapai 12,02
meter/pertahun.
Pengaruh dari keberadaan hutan mangrove dapat dilihat dari keberadaan hutan
mangrove yang berada di pesisir pantai yang dapat menahan atau melindungi pantai dari
abarasi. Dari hasil data pengolahan citraa landsat diketahui bahwa pada stasiun satu
dimana mempunyai luas mangrove yang masih bagus tidak terjadi abrasi dan sebaliknya
pada stasiun tiga yang tidak terdapat hutan mangrove mengalami abrasi yang cukup
tinggi. Dari data kwantitatif didapatkan bahwa garis pantai mengalami kemunduran
karena abrasi yang tejadi di pesisir Pulau Bengkalis serta terjadi penurunan luas hutan
mangrove. Hal ini terjadi karena pemamfaatan hutan mangrove yang berlebihan.
mengakibatkan fungsi lindung dari tanaman mangrove terhadap garis pantai menjadi
berkurang. Sehingga ketika fungsi lindung dari ekosistem mangrove menjadi berkurang
atau hilang, maka faktor alam seperti arus atau gelombang serta hidrooseanografi yang
menjadi penyebab utama dari terjadinya perubahan garis pantai. Perubahan garis pantai
dapat diamati berdasarkan seberapa besar dampak dari abrasi yang ditimbulkan.
Besarnya proses abrasi yang terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor alam seperti
terjadinya pasang surut pada daerah pantai, perubahan iklim serta gelombang air laut,
abrasi terjadi dikarenakan daerah pelindung pantai yang biasanya ditumbuhi oleh
Dari hasil pengamatan secara visual hasil klasifikasi data citra serta pengamatan
di lapangan didapatkan bahwa stasiun satu dan stasiun dua merupakan area yang
terdapat hutan mangrove yang cukup luas dengan kerapatan yang baik. Keberadaan
mangrove pada stasiun ini menjadi pelingdung bagi pesisir dari hantaman gelombang
serta arus yang dapat menghantam pesisir sehingga tidak terjadi perubahan garis pantai
seperti abrasi yang menyebabkan mundurnya garis pantai di pesisir pantai. Menurut
Dauhan et al. (2013) kerusakan yang terjadi pada daerah pantai sering dipengaruhi oleh
faktor-faktor alamiah seperti perubahan kenaikan muka air laut, gelombang arus pantai
garis pantai diwilayah pesisir pantai seperti gelombang, kecepatan arus, tipe sedimen
dan pola arus. Tinggi gelombang pada wilayah laut yang sempit atau selat akan
memiliki tinggi gelombang yang lebih rendah dibandingkan perairan yang berhadapan
langsung dengan samudera. Dengan melihat hubungan gelombang, abrasi pantai dan
material pembentuk pantai maka wilayah yang mempunyai potensi tinggi terhada abrasi
pantai adalah wilayah yang berbatasan langsung dengan perairan terbuka dengan
material pantai yang mudah tererosi. Perubahan garis pantai dapat diamati berdasarkan
seberapa besar dampak dari abrasi yang ditimbulkan. Besarnya proses abrasi yang
terjadi dapat dipengaruhi oleh faktor alam seperti terjadinya pasang surut pada daerah
pantai, perubahan iklim serta gelombang air laut, abrasi terjadi dikarenakan daerah
pelindung pantai yang biasanya ditumbuhi oleh tanaman mangrove telah hilang.
Kemampuan mangrove untuk mengembangkan wilayahnya kearah laut
merupakan salah satu peran penting mangrove dalam pembentukan lahan baru. Akar
energi gelombang dan memperlambat arus, sementara vegetasi secara keseluruhan dapat
memerangkap sedimen. Pada hasil penelitian Hidayati (2013). juga menyatakan bahwa
adanya perubahan arus, sehingga sedimen yang terdapat di wilayah yang mengalami
abrasi terbawa arus dan mengalami pengendapan. Gelombang laut yang menghantam
pantai terdiri dari suatu rentetan gelombang. Pada saat pengamatan di lapangan, lokasi
dengan energi gelombang terbesar yaitu mencapai 4,9 Nm/m 2 dan tinggi gelombang
mencapai 2,0 m dengan kecepatan arus 0.50 m/s (Ramadhan, et al., 2019).
Bengkalis didominasi pasir halus dan pasir kasar. Perbedaan ukuran sedimen akan
kasar akan diendakan pada lokasi yang tidak jauh dari sumbernya dan sebaliknya. Jadi
semakin halus atau semakin kecil ukuran butiran sedimen maka akaan menyebabkan
semakin besarnya pantai yang terabrasi serta dipengaruhi oleh tingginya kecepatan arus
Salah satu perananan dan sekaligus manfaat ekosistem mangrove, adalah adanya
sistem perakaran mangrove yang kompleks dan rapat, lebat dapat memerangkap sisa-
sisa bahan organik dan endapan yang terbawa air laut dari bagian daratan. Proses ini
mangrove seringkali dikatakan pembentuk daratan karena endapan dan tanah yang
tumbuhan terestrial hidup dan berkembang di wilayah daratan. Akar pohon mangrove
juga menjaga pinggiran pantai dari bahaya erosi dan sebagai perangkap sedimen.
Suryana. et al (1998) menyatakan peranan mangrove ini dijabarkan dalam dua cara
yaitu perannya dalam menjaga kestabilan muka air tanah dan mengurangi masuknya
ekonomi masyarakat pesisir Pulau Bengkalis salah satu hal yang menyebabkan tekanan
perekonomiannya pada sumberdaya laut dan pesisir baik sebagai nelayan, pengelolah
tempat wisata pantai, maupun sebagai pemberi jasa angkutan umum yang merupakan
alat trasportasi. Lokasi permukiman yang terlalu dekat dengan ekosistem mangrove
bahkan langsung memanfaatkan lahan mangrove menjadi salah satu pemicu rusaknya
mangrove seperti melakukan penebangan dan pembabatan mangrove dapat dilihat pada
Lampiran 5. Penebangan dilakukan untuk dijual sebagai bahan dasar kayu arang. Akibat
akitivitas sosial dan ekonomi masyarakat di Pulau Bengkalis merupakan penyebab yang
lain kawasan hutan mangrove ini mendapat banyak tekanan, berupa aktivitas
kawasan hutan mangrove. Perambahan hutan mangrove dilakukan untuk membuka areal
lahan dan penggunaan kayu vegetasi mangrove sebagai bahan bangunan, kayu bakar,
dan arang yang dilakukan oleh penduduk asli karena mahalnya bahan bakar, serta
manfaat dan fungsi hutan mangrove serta tingkat pendidikan formal yang masih
mangrove untuk masa yang akan datang. Permasalahan utama tentang pengaruh atau
mangrove untuk dijual kayunya. Selain itu juga meningkatnya permintaan terhadap
mangrove. Dalam situasi seperti ini, habitat dasar dan fungsi dari hutan mangrove
menjadi hilang.
Dahuri et al. (1996) menyatakan bahwa salah satu penyebab kerusakan wilayah
pesisir adalah aktivitas perekonomian yang tidak terkendali dan kesadaran pentingnya
upaya pelestarian sumberdaya alam wilayah pesisir yang masih rendah dikalangan lintas
masyarakat pesisir Pulau Bengkalis diketahui bahwa mayoritas masyarakat yang tinggal
sebagai nelayan, pengelolah tempat wisata pantai, maupun sebagai pemberi jasa
angkutan umum yang merupakan alat trasportasi. Lokasi permukiman yang terlalu dekat
salah satu pemicu rusaknya ekosistem hutan mangrove. Beberapa kegiatan masyarakat
dijual sebagai bahan dasar kayu arang. Akibat akitivitas sosial dan ekonomi masyarakat
di Pulau Bengkalis yang akan menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan secara
penebangan pohon mangrove yang akan dijual ke pabrik arang tersebut. Dari
disana namun mangrove yang ditanam sangat susah tumbuh karena pengaruh
gelombang yang cukup tinggi yang menghantam bibir pantai. Menurut pengakuan
warga bahwa wilayah yang tidak ditumbuhi mangrove cenderung mengalami abrasi
yang sangat tinggi bahkan dapat mencapai 15-20 meter per tahunnya.
83
5.1. Kesimpulan
Berdasarkan hasil dan analisis yang telah diuraikan sebelumnya, maka dapat
1. Luas mangrove di wilayah pesisir Pulau Bengkalis pada tahun 1997, 2004, dan
2020 secara berurutan sebesar 8.127 ha, 7.914 ha, dan 7.752 ha. Luasan vegetasi
memiliki kerapatan padat pada stasiun 1 dan kerapatan sedang pada stasiun 2.
metode tumpang susun pada Pulau Bengkalis pada tahun 1988-2020 mengalami
akresi dan abrasi. Abrasi tertinggi terjadi pada stasiun tiga yaitu dengan rata- rata
12,02 m/tahun dan abrasi terjadi pada stasiun 1 dengan rata-rata abrasi 2,87
m/tahun. Abrasi tertinggi terjadi tahun 2004-2020 dimana pesisir Pulau Bengkalis
4. Dari analisis data baik kuantitatif maupun kualitatif diketahui bahwa mangrove
Berdasarkan hasil penelitian ini disarankan untuk melakukan pengolahan data citra
dengan metode klasifikasi yang lain untuk membandingkan hasil akurasi data yang
lebih baik serta disarankan untuk menggunakan citra yang bersih dari awan supaya hasil
yang didapatkan lebih akurat dengan hasil saat melakukan Ground Check.
85
DAFTAR PUSTAKA
Ardiansyah. 2015. Pengolahan Citra Penginderaan Jauh Menggunakan Envi 5.1 dan
Envi Lidar. Pt. Labsig Inderaja Islim. Jakarta Selatan.
Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis [BPS]. 2015. Kecamatan Bengkalis dalam
Angka 2015. Riau : Badan Pusat Statistik Kabupaten Bengkalis.
Bengen, D. G. 2001. Ekosistem dan Sumberdaya Alam Pesisirr dan Laut Serta Prinsip
Pengelolaannya. Pusat Kajian Sumberdaya Pesisir dan Lautan, Insitut Pertanian
Bogor. Bogor.
Bokiraiya, L. 2013. Hubungan Indeks Vegetasi NDVI dan Koevisien Resesi Baseflow.
Jurnal Tekno Sains. 2(2):71-158.
Dahuri, R., J. Rais, S. P. Ginting dan M. J. Sitepu. 1996. Pengelolaan Sumber Daya
Wilayah Pesisir dan Lautan secara Terpadu, Jakarta : Pradnya Paramita.
Dahuri, R., J. Rais., S. G. Putra dan M. J. Sitepu. 2001. Pengelolaan Sumber daya
Wilayah Pesisir dan Lautan Secara Terpadu. PT. Pradnya Paramita, Jakarta.
Daruati, D. 2008. Penggunaan Citra Landsat 7ETM+ Untuk Kajian Penggunaan Lahan
DAS Cimanuk. LIMNOTEK. Bandung.
Emran, A., Rob, M. A., Kabir, M. H., & Islam, M. N. (2016). Modeling spatio-temporal
shoreline and areal dynamics of coastal island using geospatial technique.
Modeling Earth Systems and Environment, 2(1), 4,
http://link.springer.com/10.1007/s40808-015-0060-z (January 26, 2017).
English, S., C. Wilkinson and V. Bake. 1994. Survey Manual For Tropical Marine
Resouces. ASEAN-Australia Marine Science Project : Living Caostal
Resources. Australia Institut Of Marine Scince. Townville, Australia. 363 pp.
Food and Agriculture Organization of the United Nations (FAO). 2007. Cultured
Aquatic Species Information Programme Lates calcarifer (Block , 1790).
Fisheries and Aquaculture Department.
Hakim A. R., S. Sutikno, M. Fauzi. 2014. Analisis Laju Abrasi Pantai Pulau Rangsang
di Kabupaten Kepulauan Meranti dengan Menggunakan Data Satelit. Jurnal
Sains dan Teknologi. 13(2):57-62.
Hartini, S., G. B. Saputro, M. Yulianto dan Suprajaka. 2010. Assessing the Used of
Remote Sense Data for Mapping Mangroves Indonesia Iwate Prefectural
University. Jepang. Hal 210-215.
Kusmana, C. 1997. Metode Survey Vegetasi. Penerbit Instirut Pertanian Bogor. Bogor.
Lilian A., 2014. Analisis Sedimen dan Perubahan Garis Pantai Utara Pulau Rangsand
Kabupaten Kepulauan Meranti. Universitas riau. 1(1): 1-15.
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W., 1990. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan) Jilid I, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Lillesand, T.M., dan Kiefer, R.W., 1997. Penginderaan Jauh dan Interpretasi Citra
(Terjemahan) Jilid II, Yogyakarta : Gadjah Mada University Press, Universitas
Gadjah Mada Yogyakarta.
Mardianto, D. 2004. Profil Kawasan Pantai dan Pesisir Sebagai Informasi Dasar Potensi
dan Kendala Pengembangan Kegiatan Sektoral: Kasus di Yogyakarta,
Prosiding Simposium Interaksi Daratan dan Lautan. Jurnal Kedeputian Ilmu
Pengetahuan Kebumian, LIPI, Jakarta. 89-99.
Muryani, C., Ahmad, Nugraha, S., dan Utami, T., 2011.Model Pemberdayaan
Masyarakat dalam Pengelolaan dan Pelestarian Hutan Mangrove di Pantai
Pasuruan Jawa Timur.Jurnal Manusia dan Lingkungan, 18(2)”75-84.
Pane, S. R., Mubarak dan Efriyeldi. 2018. Analisis Sebaran Mangrove Kecamatan
Bantan, Provinsi Riau Menggunakan Citra Satelit Landsat 8. Jurnal Online
Mahasiswa (JOM) Bidang Perikanan dan Ilmu Kelautan Vol 5.
Purba, M., Jaya. I., 2004. Analisis Perubahan Garis Pantai dan Penutupan Lahan antara
Way Penet dan Way Sekampung, Kabupaten Lampung Timur. Jurnal Ilmu-
Ilmu Perairan dan Perikanan Indonesia 11, 109-121.
Putro, D. S., 2013. Cara Mendapatkan Citra Satelit Landsat 8. www. Citra satelit. com.
Diakses Pada 18 Oktober 2018.
Rifardi. 2012. Ekologi Sedimen Laut Modern Edisi Revisi. Pekanbaru: UR Press. 182
hlm.
Saprudin dan Halidah. 2012. Potensi dan Nilai Manfaat Jasa Lingkungan Hutan
Mangrove di Kabupaten Sinjai Sulawesi Selatan. Jurnal Penelitian Hutan dan
Konservasi Alam 9(3): 213-219.
Setyawan, A. D., A. Susilowati dan Sutarno. 2002. Biodiversitas Genetik, Spesies dan
Ekosistem Mangrove di Jawa Petunjuk Praktikum Biodiversitas : Studi Kasus
Mangrove. Jurusan Biologi. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam.
Universitas Sebelas Maret. Surakarta.
Suryana, Y., H. S Nur dan E. Hilmi. 1998. Hubungan Antara Keberadaan Lebar Jalur
Mangrove dengan Kondisi Biofisik Ekosistem Mangrove. Fakultas Kehutanan
Universitas Winayamukti. Bandung.
Susilo, S. B. 2000. Penginderaan Jauh Terapan. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan.
Institut Pertanian Bogor. Bogor.
Sutanto, 2004. Penginderaan Jauh Jilid II. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Sutanto. 1994. Penginderaan Jauh Jilid I. Gadjah Mada University Press. . Yogyakarta.
Tuwo, A. 2011. Pengolahan Ekowisata Pesisir dan Laut. Penerbit Brilian Internasional.
Surabaya.
USGS. 2015. Landsat 8. http// Landsat. Usgs. Gav/ Landsat 8. Php. Diakses pada
tanggal 13 Maret 2019.
Widiadmoko, W. 2013. Pemantauan Kualitas Air Secara Fisika dan Kimia di Perairan
Teluk Hurun. Bandar Lampung: Balai Besar Pengembangan Budidaya Laut
(BBPBL) Lampung.
Lampiran 3. Lanjutan
Buku
Identifikasi
Lampiran 4. Transek dan Petakan Plot
A A
B B
10 m 10 m Laut
Darat
B
Keterangan :
B = Anakan Mangrove (5 x 5 m² )
(Bengen 2001).
Lampiran 5. Kerusakan Mangrove di Lokasi Penelitian
Stasiun 2
Stasiun 3
Lampiran 8. Data Mangrove Stasiun 2
8000
7914
7800
7752
7600
7400
1988 2004 2020
Lampiran 11. Daftar Pertanyaan Wawancara
2. Apakah masyatakat di Lokasi ini pernah atau membuat usaha dengan menggunakan
mangrove?
4. Sejak saudar/i tinggal di daerah ini, adakah perubahan garis pantai seperti semakin
6. Adakah perubahan kondisi fisik hutan mangrove dulu dengan yang sekarang,
10. Menurut yang diketahui apakah bagaimana peran masyarakat atau pemerintah