Anda di halaman 1dari 22

PENGOPTIMALAN SUMBER DAYA ALAM TANAMAN

MANGROVE WONOREJO SURABAYA

Dibuat untuk memenuhi tugas Mata Koservasi Sumber Daya Alam


Dosen Pengampu: Dra. Herlina Fitrihidajati, M.Si.

Ditulis oleh:
1. Nabilla Dihni Amilia (18030174032)
2. Ana Agustini (18030174065)
3. Dewi Safina (18030174096)

JURUSAN MATEMATIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2019
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Pesisir merupakan daerah pertemuan antara darat dan laut; ke arah darat meliputi bagian
daratan, baik kering maupun terendam air, yang masih dipengaruhi sifat-sifat laut seperti pasang
surut, angin laut, dan perembesan air asin; sedangkan ke arah laut meliputi bagian laut yang masih
dipengaruhi oleh proses-proses alami yang terjadi di darat seperti sedimentasi dan aliran air tawar,
maupun yang disebabkan oleh kegiatan manusia di darat seperti penggundulan hutan dan
pencemaran (Soegiarto, 1976; Dahuri et al, 2001). Wilayah pesisir memiliki berbagai potensi yang
dapat dikembangkan karena keberagaman ekosistemnya, yang salah satu ekosistemnya berupa
mangrove. Menurut Duke (1992) Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang mempunyai
ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang dipengaruhi oleh salinitas
serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut air laut.

Keberadaan ekosistem mangrove tentunya memiliki berbagai manfaat, namun tidak menutup
kemungkinan apabila terdapat berbagai masalah dengan keberadaan ekosistem mangrove. Di
Indonesia jumlah mangrove yang tersebar adalah sebesar 30% dari jumlah total yang ada di dunia.
Dalam UU No. 27 Tahun 2007 telah dijelaskan mengenai tata cara pengelolaan wilayah pesisir,
laut dan pulau-pulau kecil yang didalamnya mencakup pengelolaan mengenai mangrove.

Surabaya sebagai salah satu wilayah pesisir, memiliki ekosistem mangrove yang sudah mulai
dikembangkan oleh pihak pemerintah salah satunya adalah di kawasan Pamurbaya (Pantai Timur
Surabaya) yaitu ekosistem mangrove Wonorejo. Dan dalam upaya untuk mengoptimalkan
ekosistem mangrove yang telah ada saat ini perlu diketahui permasalahan beserta potensi yang
masih bisa digali untuk dikembangkan. Sehingga dalam makalah ini dilakukan identifikasi
mengenai potensi dan masalah Ekosistem Mangrove yang ada di Surabaya yaitu di Wonorejo
berdasarkan kuliah lapangan yang telah dilakukan.
1.2 Rumusan Masalah
1. Bagaimana gambaran umum tentang wilayah kawasan Mangrove Wonorejo?
2. Bagaimana potensi yang ada di wilayah kawasan Mangrove Wonorejo?
3. Apa saja permasalah yang ada di wilayah kawasan Mangrove Wonorejo

1.3 Tujuan
1. Mengetahui gambaran umum wilayah kawasan Mangrove Wonorejo
2. Mengidentifikasi potensi yang ada di wilayah kawasan Mangrove Wonorejo
3. Mengidentifikasi permasalahan yang ada di wilayah kawasan Mangrove Wonorejo
BAB II

KAJIAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Ekosistem mangrove


Mangrove merupakan komunitas tumbuhan berkayu yang toleran terhadap air asin yang
tumbuh terutama sepanjang daerah pantai terlindung, khususnya sepanjang teluk atau di dalam
estuaria atau laguna. Menurut Duke (1992) Ekosistem mangrove adalah suatu lingkungan yang
mempunyai ciri khusus karena lantai hutannya secara teratur digenangi oleh air yang
dipengaruhi oleh salinitas serta fluktuasi ketinggian permukaan air karena adanya pasang surut
air laut. Sedangkan berdasarkan Surat Keputusan Direktorat Jenderal Kehutanan Departemen
Pertanian No. 60/Kpts/DJ/I/1978, hutan mangrove adalah tipe hutan yang terdapat di sepanjang
pantai dan sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut.

Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forestcoastal woodland, vloedbos dan
hutan payau (Kusmana dkk., 2005) yang terletak di perbatasan antara darat dan laut, tepatnya
di daerah pantai dan di sekitar muara sungai yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut
(Sumaharni, 1994). Menurut Kusmana dkk., (2005) hutan mangrove adalah suatu tipe hutan
yang tumbuh di daerah pasang surut (terutama di pantai yang terlindung, laguna, muara sungai)
yang tergenang waktu air laut pasang dan bebas dari genangan pada saat air laut surut, yang
komunitas tumbuhannya toleran terhadap garam. Adapun ekosistem mangrove merupakan
suatu sistem yang terdiri atas organisme yang berinteraksi dengan faktor lingkungan di dalam
suatu habitat mangrove.

2.2 Ciri-ciri Ekosistem mangrove


Sebagai salah satu ekosistem yang ada di pesisir, mangrove memiliki berbagai
karakteristik seperti yang dijelaskan oleh Lembaga Pengkajian dan Pengembangan Mangrove
(LPP Mangrove, 2008) yaitu:

1. Memiliki jenis pohon yang relative sedikit


2. Memiliki akar yang unik misalnya seperti jangkar melengkung dan menjulang pada
bakau Rhizophora spp., serta akar yang mencuat vertikal seperti pensil pada pidada
Sonneratia spp. dan pada api-api Avicennia spp
3. Memiliki biji (propagul) yang bersifat vivipar atau dapat berkecambah di pohonnya,
khususnya pada Rhizophora
4. Memiliki banyak lentisel pada bagian kulit pohon
5. Hidup di tempat yang tanahnya tergenang air laut secara berkala, baik setiap hari atau
hanya tergenang pada saat pasang; tempat tersebut menerima pasokan air tawar yang
cukup dari darat; daerahnya terlindung dari gelombang besar dan arus pasang surut yang
kuat; airnya berkadar garam (bersalinitas) payau (2-22 ‰)

2.3 Fungsi Ekosistem mangrove


Mangrove menjebak dan menahan sedimen, meredam badai pantai dan energi
gelombang, memberi perlindungan bagi juvenil ikan dan biota avertebrata dan
mengasimilisasi nutrien untuk dikonversi menjadi jaringan tumbuhan (Clark, 1992; Sullivan,
de Silva, White and Wijeratne, 1995). Selain itu menurut Baker and Kaeoniam (1986), fungsi
mangrove lainnya adalah kontrol terhadap erosi, menetralisasi limbah cair dan sebagai
sanctuary kehidupan liar. Mangrove dikenal sebagai pemasok hara dan makanan bagi
plankton.

a. Fungsi Fisik:
1. Menjaga garis pantai juga tebing sungai terhindar dari erosi dan abrasi.
2. Memacu percepatan perluasan lahan.
3. Mengendalikan intrusi dari air laut.
4. Melindung daerah belakang hutan mangrove dari pengaruh negatif hempasan gelombang
juga angin kencang.
5. Sebagai kawasan penyangga rembesan air lautan.
6. Sebagai pusat pengolahan limbah organik.
b. Fungsi Ekonomi
1. Merupakan fishing ground (daerah penangkapan ikan) yang produktif, seperti penghasil
nener, ikan, udang danbiota lainnya.
2. Sumber kayu bahan bakar dan bahan bangunan bagi manusia.
3. Penghasil beberapa unsur penting seperti minuman, makanan, obat-obatan,tannin,
kosmetik dan madu.
4. Sebagai lahan untuk produksi pangan.

c. Fungsi Biologi
1. Sebagai tempat untuk mencari makanan, memijah, dan berkembang biak bagi berbagai
organisme laut seperti ikan, udang, dan lain-lain.
2. Sebagai salah satu sumber keanekaragaman plasma nutfah

d. Fungsi Pariwisata
1. Memiliki nilai pariwisata tinggi sebagai objek dan daya Tarik wisata alam, pendidikan
dan ilmu pengetahuan

2.4 Klasifikasi Ekosistem mangrove


Watson (1928) mengelompokkan tumbuhan mangrove menjadi lima, yaitu:

1. Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang tinggi
2. Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang medium
3. Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik dengan tinggi pasang normal
4. Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang naik yang tertinggi (spring tide)
5. Jenis tumbuhan yang hidup di daerah genangan pasang pada saat lain.

2.5 Ekowisata
Pengertian ekowisata pertama diperkenalkan oleh organisasi The Ecoutourism Society
(1990) adalah suatu bentuk perjalanan wisata ke area alami yang dilakukan dengan tujuan
mengkonservai lingkungan dan melestarikan kehidupan dan kesejahteraan penduduk setempat.
Semula ekowisata dilakukan oleh wisatawan pecinta alam yang menginginkan di daerah tujuan
wisata tetap utuh dan lestari disamping budaya dan kesejahteraan masyarakatnya tetap terjaga.
Namun dalam perkembangannya ternyata bentuk ekowisata ini berkembang karena
banyak digemari oleh wisatawan. Wisatawan ingin berkunjung ke area alami, yang dapat
menciptakan kegiatan bisnis. Ekowisata kemudian didefinisikan sebagai berikut: Ekowisata
adalah bentuk baru dari perjalanan bertanggungjawab ke area alami dan berpetualangan yang
dapat menciptakan industri pariwisata (Eplerwood, 1999).

Ekowisata merupakan bentuk wisata yang dikelola dengan pendekatan konservasi.


Apabila ekowisata pengelolaan alam dan budaya masyarakat yang menjamin kelestarian dan
kesejahteraan, sementara konservasi merupakan upaya menjaga kelangsungan pemanfaatan
sumberdaya alam untuk waktu kini dan masa mendatang. Ekowisata tidak melakukan
BAB III
ISI

3.1 Hasil
A. Gambaran Lokasi
Lokasi yang menjadi pengamatan potensial sumber daya alam mangrove berada di
Kawasan Ekowisata Mangrove yang terletak di Jl. Raya Wonorejo No. 1 Desa Wonorejo
Kelurahan Wonorejo, Kecamatan Rungkut, Surabaya Timur. Luas dari lokasi ekowisata
kurang lebih sekitar 800 Ha, yang berjarak 2 km dari pusat Kota Surabaya. Adapun batas-
batas administrasi lokasi studi adalah sebagai berikut:
 Batas Utara: Kelurahan Keputih, Sukolilo
 Batas Selatan: Kelurahan Medokan Ayu, Rungkut
 Batas Timur: Selat Madura
 Batas Barat: Kelurahan Penjaringansari, Rungkut
B. Jenis Pohon Mangrove dan Potensi di Kawasan Mangrove Wonorejo

Kondisi Kawasan Ekowisata Mangrove Wonorejo yang merupakan salah satu


hutan mangrove yang memiliki potensi sangat besar, karena dilengkapi dengan
keberagaman flora dan fauna yang mendukung ekosistem mangrove di kawasan tersebut.

Adapun jenis-jenis mangrove beserta potensinya yang ada di Ekowisata Mangrove


Wonorejo adalah sebagai berikut:

1. Gedangan / Aegiceras Corniculatum Bianco

Memiliki toleransi yang tinggi terhadap salinitas, tanah dan cahaya yang beragam.
Mereka umum tumbuh di tepi daratan daerah mangrove yang tergenang oleh pasang
naik yang normal, serta di bagian tepi dari jalur air yang bersifat payau secara musiman.
Perbungaan terjadi sepanjang tahun, dan kemungkinan diserbuki oleh serangga. Biji
tumbuh secara semi-vivipar, dimana embrio muncul melalui kulit buah ketika buah
yang membesar rontok. Biasanya segera tumbuh sekelompok anakan di bawah pohon
dewasa. Buah dan biji telah teradaptasi dengan baik terhadap penyebaran melalui air.
Manfaat:
 Kulit kayu yang berisi saponin dapat digunakan untuk racun ikan
 Bunga dimanfaatkan sebagai hiasan ruangan karena wanginya
 Kayunya dapat dijadikan arang
2. Kateng / Avicennia Lanata Ridley

Tumbuh pada dataran lumpur, tepi sungai, daerah yang kering dan toleran terhadap
kadar garam yang tinggi.
Manfaat:
 Kayu dapat dimanfaatkan sebagai kayu bakar
 Sebagai bahan bangunan
 Dapat dimakan, merupakan bahan dasar untuk pembuatan makanan seperti
tempet
3. Api-Api / Avicennia Alba Blume
Avicennia alba merupakan belukar atau pohon yang tumbuh menyebar dengan
ketinggian mencapai 25 m. Kumpulan pohon membentuk sistem perakaran horizontal
dan akar nafas yang rumit.
Manfaat:
 Kayu bakar dan bahan bangunan dengan mutu rendah
 Getahnya dapat digunakan untuk mencegah kehamilan
 Buahnya dapat dimakan
4. Jeruju / Acanthus Ilicifolius L

tumbuhan mangrove yang memiliki berbagai potensi dalam bidang pangan dan
kesehatan.
Manfaat:
 Buah yang ditumbuk dapat dimanfaatkan untuk “pembersih darah” serta kulit
terbakar
 Daun dapat mengobati penyakit reumatik
 Perasan buah dan akar dapat dimanfatkan untuk mengatasi gigitan ular beracun
 Biji dapat digunakan untuk mengobati penyakit cacing pada pencernaan
 Pohon dapat digunakan sebagai pakan ternak
5. Api-Api / Avicennia Marina (Forsal) Vierh
Manfaat:
 Daun digunakan untuk mengatasi kulit yang terbakar
 Resin yang keluar dari kulit kayu dapat dimanfaatkan sebagai alat kontrasepsi
 Buah dapat dimakan
 kayu dapat menghasilkan bahan kertas yang berkualitas tinggi
 Daun digunakan sebagai pakan ternak
6. Bakau Tinjang / Rhizophora Mucronata Lam

Manfaat:
 Bahan dasar pembuatan makanan mangrove seperti keripik
 Tenin dan kulit kayu digunakan untuk pewarnanaan, dan kadang digunakan
untuk obat dalam kasus hematuria
7. Werus / Brugulera Cylindrica Blume

Manfaat:
 Dapat digunakan sebagai kayu bakar
 akar embrio dimanfaatkan sebaagi makanan ringan dengan gula dan kelapa
8. Lindur / Ceriops tagal C. B

Manfaat:
 Ekstrak kulit kayu bermanfaat untuk persalinan
 Kulit kayu dan kayu dapat dimanfaatkan sebagai pewarnaan
9. Tanjang Merah, Putut / Brugulera gymnorrhiza (L.) Lam

Manfaat:
 Bagian dalam hipokotil dapat dimakan dan dicampur dengan gula
 Kayu digunakan untuk kayu bakar dan pembuatan arang
 Bahan dasar pembuatan tepung pengganti beras
10. Buyuk / Nypa Fruticans Wurmb
Manfaat:
 Dapat diolah menjadi tepung, permen, manisan, sirup, alcohol, gula
 Daun dapat dimanfaatkan sebagai topi, tikar, keranjang, dan kertas rokok
 Biji dapat dimakan
 Serat gagang dan daun dapat dibuat tali dan bulu sikat
11. Bakau Tinjang Wedok / Rhizophora Apiculata

Manfaat:
 Cabang Akar dapat digunakan sebagai jangkar batu
 Digunkana untuk melindungi pematang untuk tanaman penghijauan
12. Bogem / Sonneratia caseolaris (L.)

Manfaat:
 Buah asam dapat digunakan sebaga bahan rujak
13. Ketower / Derris trifoliate Lour

Manfaat:
 Batang dapat digunakan sebagai tali
 Akarnya dapat digunakan sebagai racun ikan
14. Tinjang / Rhizophora Stylisa Gryff

Manfaat:
 Kayu dapat dimanfaatkan sebagai boomerang dan tombak
 Buah dapat digunakan sebagai anggur ringan dan obat untuk hematuria
15. Nyirih / Xylocarpus Mollucencis (Lam.) M.Roem
Manfaat:
 Biji dapat digunakan sebagai obat sakit perut
 Dapat dijadikan jamu untuk proses setelah bersalin
 Dapat dijadikan sebagai jamu penambah nafsu makan
 Tannin dapat dijadikan sebagai jala dan obat pencernaan

3.2 Pembahasan
A. Potensi Umum Kawasan Mangrove Wonorejo
a. Potensi Keanekaragaman Ekosistem
Ekosistem mangrove yang ada di Wonorejo dapat terbilang cukup bervariasi, yang
setidaknya terdapat 15 jenis pohon mangrove yang telah hidup di kawasan pesisir hal
ini sangat bermanfaat bagi masyarakat sekitar dan bagi biota laut yang hidup di perairan
sekitarnya. Bagi masyarakat contohnya Bisa digunakan sebagai bahan obat, tepung
sebagai pengganti beras, bahan pembuatan makanan (permen, manisan, keripik), bahan
sandang (tas, keranjang, topi), serta kayu bakar.
Untuk jenis mangrove yang paling banyak dimanfaatkan antara lain jenis Api-api,
Sonirafia, dan Nipah. Api-api merupakan tempat berkembang biaknya biota laut seperti
ikan dan kepiting khususnya di bagian akar nafasnya. Selain itu akar dari Api-api ini
dapat menyerap kadar garam yang tinggi. Kadar garam yang telah diserap ini kemudian
dibuangnya dibalik pohon. Namun apabila kadar garam melampaui batas maka
tanaman ini kulitnya akan menghitam dan kemudian mati. Adanya api-api yang lebat
ini juga bermanfaat untuk mengurangi intrusi air laut yang saat ini sudah sampai Injoko.
Keberadaan jenis mangrove Api-api daunnya dapat digunakan sebagai pakan ternak
hewan, buahnya dapat diolah sebagai bahan dasar tempe mangrove. Tak hanya itu
batang api-api ini juga bisa dijadikan arang yang mahal dan kualitas ekspor Jepang.
Buah Bogem dan Nipah juga dapat digunakan sebagai bahan pangan, sedangkan akar
Sonirafia dapat dimanfaatkan sebagai kerajinan tangan dan pewarna batik yang
hasilnya juga dijual di kawasan Ekowisata tersebut.
Selain itu dengan keberadaan hutan mangrove mampu menarik atau mendatangkan
beberapa jenis spesies burung hingga mencapai 147 spesies beserta berbagai spesies
fauna lainnya yang dapat menunjang kawasan Ekowisata Mangrove. Atau dalam kata
lain, dengan adanya keberagaman ekosistem mangrove akan mendatangkan berbagai
jenis flora dan fauna sehingga tidak hanya jenis mangrove yang bervariasi namun juga
flora dan fauna yang tersedia.

b. Potensi Sosial, Ekonomi, dan Wisata dari Kawasan Mangrove


Kawasan mangrove berpotensi sebagai pengembangan kawasan sebenarnya dapat
dilihat dari berbagai perspektif diantaranya adalah dari segi sosial, ekonomi, edukasi
dan wisata. Dari segi sosial, kawasan Ekosistem Mangrove Wonorejo sampai saat ini
telah dikelola oleh sebuah lembaga swadaya masyarakat yang terintegrasikan
kerjasama antara petambak, nelayan serta masyarakat yang tinggal di sekitar kawasan
mangrove.
Kemudian dari segi ekonomi keberadaan Ekowisata Mangrove Wonorejo dapat
meningkatkan pendapatan masyarakat sekitar serta biaya retribusi yang harus dibayar
ketika berkunjung di Ekowisata ini sebenarnya digunakan untuk upaya pengelolaan
kawasan. Sedangkan segi edukasi dan wisata, kawasan mangrove Wonorejo
merupakan salah satu media belajar yang sekaligus tempat rekreasi para pengunjung.

B. Realita Pengembangan Potensi di Kawasan Mangrove Wonorejo


a) Sebagai produk pangan dan kesehatan
Spesies atau jenis mangrove yang ada di Ekowisata Mangrove Wonorejo
sebenarnya sangat beragam, namun jumlah dari tiap-tiap jenis sangat minim. Sehingga
diperlukannya upaya-upaya pengembangan serta pengelolaan terhadap
keanekaragaman ekosistem yang ada agar jumlah yang semakin sedikit tidak terus
berkurang. Dari 15 jenis tanaman mangrove yang tersedia, pemanfaatannya seperti
sebagai bahan kue, tepung, keripik, obat, hanya dirasakan oleh masyarakat tertentu,
utamanya masyarakat yang masih bersifat tradisional.
Sedangkan di daerah Surabaya, yang mayoritas penduduknya adalah penduduk
konsumtif terhadap produk asing dan cepat saji. Selain itu, kawasan mangrove di
Wonorejo ini dikelolah oleh pemerintah, bukan masyarakat sipil. Sehingga hanya
usaha-usaha kecil yang dibawah naungan pemeritah saja yang mengolah hasil tanaman
mangrove menjadi produk pangan dan kesehatan dalam kemasan. Dan produknya pun
hanya dipasarkan di daerah sekitar, seperti Sidoarjo, Gresik dan itupun belum secara
menyeluruh. Sehingga dapat disimpulkan, upaya pengolahan tanaman mangrove
menjadi produk pangan dan kesehatan di daerah Surabaya ini masih kurang optimal.

b) Sebagai bahan sandang


Tanaman mangrove jenis Buyuk / Nypa Fruticans Wurmb seratnya dapat
dimanfaatkan untuk pembuatan topi, keranjang, tas. Akan tetapi, hanya sedikit bahkan
hampir tidak ada masyarakat sekitar Wonorejo yang membuat kerajinan sandang dari
tanaman mangrove. Akan tetapi di kawasan mangrove, ada beberapa tokoh yang
menjual produk produk tersebut, itupun dibawah naungan pemerintah.

c) Sebagai tempat wisata


Kawasan mangrove Wonorejo ini menjadi tempat wisata baru bagi masyarakat
Surabaya dan sekitarnya. Selain sebagai tempat wisata, juga sebagai media edukasi
bagi anak-anak. Di kawasan mangrove banyak disediakan fasilitas, seperti resto,
jogging track, gazebo, musholla, sentra oleh-oleh. Harga tiket masuk ke kawasan itu
pun tidak terlalu mahal, hanya 25.000/orang dewasa dan 15.000/anak anak. Untuk
potensi sebagai tempat wisata ini, sudah cukup optimal. Tetapi upaya pengolahan
lingkungannya saja yang perlu ditingkatkan, agar tidak mengganggu kelestarian
mangrove yang ada di dalamnya.

C. Permasalahan Baru yang Ditimbulkan dari 3 Pemanfaatan


Dari ketiga potensi diatas, memang pemanfaatan mangrove belum optimal baik
untuk masayarakat maupun untuk lingkungannya sendiri. Pengelolahan pemerintah yang
kurang optimal dalam pemanfaatan hasil tanaman dengan upaya pelestariannya tidak
berjalan beriringan. Karena bisa dilihat bahwa produk yang dihasilkan hanya sedikit, dan
pengelolaan pemerintah hanya terfokus sebagai tempat wisata. Maka cara pemerintah
dalam melestarikan manfaat dan kelangsungan hidup harus seimbang. Ketika pemetikan
tanaman mangrove, maka harus dimanfaatkan secara optimal agar menghasilkan barang
jual yang berkualitas. Dan tidak lupa, ketika memetik tanaman mangrove masyarakat
dengan pengawasan dari pihak pengelola untuk menanam bibit mangrove yang baru.
Selain dengan upaya diatas, pemerintah seharusnya bisa menerapkan UU tentang
kelestarian dan pemanfaatan mangrove. Agar antara pemanfaatan yang optimal oleh
masyarakat berjalan beriringan dengan upaya pelestarian yang dilakukan oleh pemerintah.
Dari ketiga potensi diatas, terdapat masalah baru yang ditimbulkan.
1. Permasalahan lingkungan
Masih banyaknya ditemui sampah yang berserakan, baik sampah yang bawa
oleh pengunjung maupun sampah yang berasal dari kapal yang membuang
sampah di tengah laut, dan sungai dari kota. Tempat wisata memang tidak lepas
dari sampah, maka dari itu pihak pengelola harus lebih tegas menerapkan
aturan-aturan berkunjung di kawasan mangrove daerah Wonorejo ini.

2. Biaya pengelolaan
Dalam pengelolaan kawasan konservasi mangrove, biaya yang dibutuhkan
tentunya tidak sedikit. Hal tersebut merupakan salah satu kendala pokok yang
dihadapi oleh pihak pengelola untuk mengembangkan kawasan ekowisata
mangrove ini. Sulitnya memperoleh dana tidak hanya berasal dari UPTD
namun juga dari pemerintah pusat. Sampai saat ini swadaya masyarakat harus
mengajukan proposal terlebih dahulu untuk memperoleh bantuan dana
pengelolaan kepada UPTD.

D. Solusi dalam Pengoptimalan Tanaman Mangrove Daerah Wonorejo


1. Pemerintah bekerja sama dengan masyarakat untuk lebih mengoptimalkan produk hasil
tanaman mangrove
2. Pemerintah memberi dukungan, berupa pengetahuan dan modal bagi masyarakat
sekitar untuk mengenalkan produk-produk hasil tanaman mangrove
3. Pemerintah menerapkan UU tentang kelestarian dan pemanfaatan mangrove agar
berjalan beriringan
4. Masyarakat sekitar mengoptimalkan sedikit tanaman mangrove, untuk mengasilkan
produk yang berkualitas
5. Masyarakat menggunakan kemampuan untuk berkreasi, dan menghasilkan ide-ide
baru, agar produk lebih dikenal oleh masyarakat luas
6. Masyarakat menerapkan gerakan “Petik Tanam”, maksudnya disini ketika ingin
memanfaatkan tanaman mangrove untuk diolah, maka masyarakat dengan pengawasan
pihak pengelola harus menanam bibit tanaman mangrove
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Jenis pohon mangrove yang tumbuh di kawasan mangrove daerah Wonorejo sangat
beragam, seperti Gedangan, Kateng, Api-Api, Jeruju, Api-Api / Avicennia Marina (Forsal)
Vierh, Bakau Tinjang, Werus, Lindur, Tanjang Merah, Putut, Buyuk, Bakau Tinjang
Wedok, Bogem, Ketower, Tinjang, Nyirih masing-masing memiliki manfaat yang
berbeda-beda. Dari keanekaragaman tanaman yang ada didalamnya, banyak potensi yang
sebenarnya dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar. Seperti hasil olahan untuk
pembuatan obat, makanan, bahan sandang, dan sebagai tempat wisata.
Akan tetapi karena kawasan tersebut dikelola oleh pemerintah, maka
pengoptimalan di bidang ekonomi seperti penghasilan produk olahan masih kurang. Akan
tetapi dalam bidang pariwisata, kawasan tersebut sudah lebih optimal dibandingkan dari
segi yang lain.
Maka dari itu, upaya pemerintah untuk bekerja sama dengan masyarakat sipil harus
berjalan positif. Agar pemanfaatan hasil tanaman mangrove oleh masyarakat sekitar lebih
optimal, dan program pelestarian oleh pemerintah juga berjalan dengan baik. Upaya yang
paling penting adalah dengan mengadakan program “Petik Tanam” dan memberlakukan
UU tentang keletarian dan pemanfaatan tanaman mangrove di daerah Wonorejo, agar
pemanfaatan dan pelestarian tanaman mangrove di daerah tersebut berjalan beriringan.

4.2 Saran
Daftar Pustaka

http://www.academia.edu/25598884/LAPORAN_KULIAH_LAPANGAN_KAWASAN_
EKOWISATA_MANGROVE_WONOREJO_SURABAYA
https://mangrovemagz.com/2017/04/11/potensi-buah-mangrove-sebagai-alternatif-
sumber-pangan/

Anda mungkin juga menyukai