Ilmuwan Yunani di masa Helenistik, Hipparchus (190 SM – 120 SM) diyakini adalah orang yang pertama
kali menemukan teori tentang tigonometri dari keingintahuannya akan dunia. Adapun rumusan sinus, cosinus
juga tangen diformulasikan oleh Surya Siddhanta, ilmuwan India yang dipercaya hidup sekitar abad 3 SM.
Selebihnya teori tentang Trigonometri disempurnakan oleh ilmuwan-ilmuwan lain di jaman berikutnya.
Trigonometri hanya mempelajari sisi-sisi dan sudut pada segitiga terutama segitiga siku-siku. Materi
trigonometri sebenarnya termasuk matematika terapan yang umumnya berguna dibidang navigasi, konstuksi,
dan surveying lahan tanah.
Awal trigonometri dapat dilacak hingga zaman Mesir Kuno dan Babilonia dan peradaban
Lembah Indus, lebih dari 3000 tahun yang lalu. Matematikawan India adalah perintis
penghitungan variabel aljabar yang digunakan untuk menghitung astronomi dan juga
trigonometri. Lagadha adalah matematikawan yang dikenal sampai sekarang yang menggunakan
geometri dan trigonometri untuk penghitungan astronomi dalam bukunya Vedanga, Jyotisha,
yang sebagian besar hasil kerjanya hancur oleh penjajah India.
Istilah Sinus, Cosinus dan Tangen meski bagian dari trigonometri, namun ketiganya jauh
lebih tua ketimbang istilah Trigonometri itu sendiri dalam sejarah penemuannya. Istilah
Trigonometri pertama kali digunakan tahun 1595. Sedang istilah Sinus, Cosinus, dan Tangen
sudah muncul pada tahun 600-an. Tapi, tulisan ini bukan untuk membahas sejarah istilah
trigonometri.
Secara etimologi, arti kata sinus jauh dari isi konsepnya. “Sinus” adalah kata latin yang
artinya justru “buah dada”. Konsep perbandingan sisi depan thdp hipotenusa dlm segi3, dalam
bahasa sansekerta populer disebut “jiva” kemudian dalam peradaban islam berkembang jadi
“Jiba”. Karena perkembangan ucapan dalam arab menjadi “Jaib” yang secara harfiah artinya
”buah dada”. Nah, buah dada dalam istilah latinnya adalah “sinus” dan berkembang jadi “sine”
di Inggris. Jadi jangan heran kalau dalam kamus bahasa latin sinus = “buah dada”
Baru berkembang cosinus; “complementary sinus”.
Sedang tangen berkembang beberapa dekade kemudian, berasal dari kata latin “tangere”
artinya menyentuh. Yang berangkat dari konsep segmen garis AB yang menyentuh lingkaran di
A. Tangen adlh perb AB dan AO dlm sudut BOA
Matematikawan Yunani Hipparchus sekitar 150 SM menyusun tabel trigonometri untuk
menyelesaikan segi tiga. Matematikawan Yunani lainnya, Ptolemy sekitar tahun 100
mengembangkan penghitungan trigonometri lebih lanjut.
Pada tahun 499, Aryabhata, seorang ahli matematik India mencipta jadual-jadual separuh
perentas yang kini dikenali sebagai jadual sinus, bersama-sama dengan jadual kosinus. Beliau
menggunakan zya untuk sinus, kotizya untuk kosinus, dan otkram zya untuk sinus songsang, dan
juga memperkenalkan versinus.
Pada tahun 628, lagi seorang ahli matematik India, Brahmagupta, menggunakan formula
interpolasi untuk menghitung nilai sinus sehingga peringkat kedua untuk formula interpolasi
Newton-Stirling.
Ahli matematik Parsi, Omar Khayyam (1048-1131), menggabungkan trigonometri dan
teori penghampiran untuk memberkan kaedah-kaedah untuk menyelesaikan persamaan algebra
melalui min geometri. Khayyam menyelesaikan persamaan kuasa tiga, x3 + 200x = 20×2 + 2000,
dan mendapat punca positif untuk kuasa tiga ini melalui persilangan hiperbola segi empat tepat
dan bulatan. Penyelesaian angka hampiran kemudian didapat melalui interpolasi dalam jadual-
jadual trigonometri.
Kaedah-kaedah perinci untuk membina jadual sinus untuk mana-mana satu sudut diberikan oleh
ahli matematik India, Bhaskara pada tahun 1150, bersama-sama dengan sesetengah formula
sinus dan kosinus. Bhaskara juga memperkembangkan trigonometri sfera.
Nasir al-Din Tusi, ahli matematik Parsi, bersama-sama dengan Bhaskara, mungkin merupakan
orang-orang pertama untuk mengolahkan trigonometri sebagai satu disiplin
Dasar dari Trigonometri adalah Konsep kesebangunan segitiga siku-siku. Sisi-sisi yang
bersesuaian pada dua bangun datar yang sebangun memiliki perbandingan yang sama. Pada
geometri Euclid, jika masing-masing sudut pada dua segitiga memiliki besar yang sama, maka
kedua segitiga itu pasti sebangun.[1] Hal ini adalah dasar untuk perbandingan trigonometri sudut
lancip. Konsep ini lalu dikembangkan lagi untuk sudut-sudut non lancip (lebih dari 90 derajat
dan kurang dari nol derajat).
adalah orang Persia yang merupakan astronom, ahli geografi, dan matematikawan dari Merv,
Khorasan yang pertama kali menjelaskan tentang rasio trigonometri: Sinus (SIN), Cosinus
(COS), Tangen (TAN) dan Cotangen (COT).Habash al-Hasib al-Marwazi lahir setelah tahun 869
di Samarra, Irak, Ia berkembang di Baghdad, dan meninggal di centenarian setelah tahun 869.
Beliau hidup saat kekhalifahan Abbasiyah al-Ma'mun dan al-Mu'tasim.
Astronomi
Selama tahun 825-835, al-Marwazi membuat pengamatan dengan menyusun tiga tabel astronomi
yakni:
Pada tahun 830, ia telah memperkenalkan gagasan "bayang-bayang," umbra (versa), setara dengan
tangen pada trigonometri, dan ia menyusun tabel bayangan seperti yang tampaknya menjadi awal
dari jenisnya. Dia juga memperkenalkan kotangen, dan menghasilkan tabel pertama untuk itu.