Anda di halaman 1dari 34

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Hutan Mangrove berasal dari kata mangue/mangal (Portugish) dan grove

(English). Hutan mangrove dikenal juga dengan istilah tidal forest, coastal

woodland, vloedbosschen, atau juga hutan bakau. Hutan mangrove dapat

didefinisikan sebagai tipe ekosistem hutan yang tumbuh di daerah batas pasang-

surutnya air, tepatnya daerah pantai dan sekitar muara sungai. Tumbuhan tersebut

tergenang di saat kondisi air pasang dan bebas dari genangan di saat kondisi air

surut. Hutan mangrove merupakan komunitas vegetasi mayoritas pesisir pantai di

daerah tropis & sub tropis yang didominasi oleh tumbuhan mangrove pada daerah

pasang surut pantai berlumpur khususnya di tempat-tempat di mana terjadi

pelumpuran dan akumulasi bahan organik (Bengen, 2004).

Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan gabungan dari ciri-ciri

tumbuhan yang hidup di darat dan di laut dan tergolong dalam ekosistem peralihan

atau dengan kata lain berada di tempat perpaduan antara habitat pantai dan

habitat darat yang keduanya bersatu di tumbuhan tersebut. Hutan mangrove juga

berperan dalam menyeimbangkan kualitas lingkungan dan menetralisir bahan-

bahan pencemar.Umumnya mangrove mempunyai sistem perakaran yang

menonjol yang disebut akar nafas (Brown, B. 2006).

Hal ini membuatnya sangat unik dan menjadi suatu habitat atau ekosistem

yang tidak ada duanya.Kita sering menyebut hutan di pinggir pantai tersebut

sebagai hutan bakau. Sebenarnya, hutan tersebut lebih tepat dinamakan hutan

mangrove. Istilah ‘mangrove’ digunakan sebagai pengganti istilah bakau untuk

menghindarkan kemungkinan salah pengertian dengan hutan yang terdiri atas

pohon Rhizophora spp (Soerianegara. 1993).


B. Tujuan dan kegunaan

Tujuan dari praktek lapang teknk rehabilitasi adalah untuk mengetahui metode

yang digunakan dalam pembibitan buah mangrove.

Sedangkan kegunaan dari praktek lapang teknik rehabilitasi adalah agar

mahasiswa mampu melakukan metode pembibitan buah mangrove

C. Ruang lingkup

Adapun ruang lingkup dari praktikum ini mencakup dari proses rehabilitasi

mangrove dimana meliputi proses pengambilan bibit mangrove sampai proses

pembibitan mangrove yang dilakukan di Tambak Pendidikan Barru.


II. TINJAUAN PUSTAKA

A. Mangrove
1. Definisi
mangrove merupakan hutan yang tumbuh di muara sungai, daerah pasang

surut atau tepi laut. Tumbuhan mangrove bersifat unik karena merupakan

gabungan dari ciri-ciri tumbuhan yang hidup di darat dan di laut. Umumnya

mangrove mempunyai sistem perakaran yang menonjol yang disebut akar nafas

(pneumatofor). Sistem perakaran ini merupakan suatu cara adaptasi terhadap

keadaan tanah yang miskin oksigen atau bahkan anaerob. Dalam dua dekade ini

keberadaan ekosistem mangrove mengalami penurunan kualitas secara drastis.

Saat ini mangrove yang tersisa hanyalah berupa komunitas-komunitas mangrove

yang ada disekitar muara-muara sungai dengan ketebalan 10-100 meter,

didominasi oleh Avicennia Marina, Rhizophora Mucronata, Sonneratia Caseolaris

yang semuanya memiliki manfaat sendiri (Saenger, dkk, 1983).

Mangrove adalah individu jenis tumbuhan maupun komunitas tumbuhan yang

tumbuh di daerah pasang surut. Hutan mangrove sering disebut hutan bakau atau

hutan payau. Dinamakan hutan bakau oleh karena sebagian besar vegetasinya

didominasi oleh jenis bakau, dan disebut hutan payau karena hutannya tumbuh di

atas tanah yang selalu tergenang oleh air payau. Arti mangrove dalam ekologi

tumbuhan digunakan untuk semak dan pohon yang tumbuh di daerah intertidal

dan subtidal dangkal di rawa pasang tropika dan subtropika. Tumbuhan ini selalu

hijau dan terdiri dari bermacam-macam campuran apa yang mempunyai nilai

ekonomis baik untuk kepentingan rumah tangga (rumah, perabot) dan industri

(pakan ternak, kertas, arang) (Saenger, dkk, 1983).

Ekosistem mangrove merupakan suatu sistem yang terdiri atas organisme

(tumbuhan dan hewan) yang berinteraksi dengan faktor lingkungannya di dalam


suatu habitat mangrove. Mangrove merupakan ekosistem hutan yang unik karena

merupakan perpaduan antara ekosistem darat dan ekosistem perairan. Hutan

mangrove mempunyai peranan yang sangat penting terutama bagi kehidupan

masyarakat sekitarnya dengan memanfaatkan produksi yang ada di dalamnya,

baik sumberdaya kayunya maupun sumberdaya biota air (udang, kepiting, ikan)

yang biasanya hidup dan berkembang biak di hutan mangrove (Wijayanti, T.

2007).

2. Manfaat Dan Fungsi Mangrove

Menurut Davis et al (1995), hutan mangrove memiliki fungsi dan manfaat

sebagai berikut :

a. Habitat satwa langka

Hutan mangrove sering menjadi habitat jenis-jenis satwa. Lebih dari 100

jenis burung hidup disini, dan daratan lumpur yang luas berbatasan dengan

hutan mangrove merupakan tempat mendaratnya ribuan burug pantai

ringan migran, termasuk jenis burung langka Blekok Asia (Limnodrumus

semipalmatus)

b. Pelindung terhadap bencana alam

Vegetasi hutan mangrove dapat melindungi bangunan, tanaman

pertanian atau vegetasi alami dari kerusakan akibat badai atau angin yang

bermuatan garam melalui proses filtrasi.

c. Pengendapan lumpur

Sifat fisik tanaman pada hutan mangrove membantu proses

pengendapan lumpur. Pengendapan lumpur berhubungan erat dengan

penghilangan racun dan unsur hara air, karena bahan-bahan tersebut sering

kali terikat pada partikel lumpur. Dengan hutan mangrove, kualitas air

laut terjaga dari endapan lumpur erosi.


d. Penambah unsur hara

Sifat fisik hutan mangrove cenderung memperlambat aliran air dan terjadi

pengendapan. Seiring dengan proses pengendapan ini terjadi unsur hara

yang berasal dari berbagai sumber, termasuk pencucian dari areal

pertanian.

e. Transportasi

Pada beberapa hutan mangrove, transportasi melalui air merupakan

cara yang paling efisien dan paling sesuai dengan lingkungan.

f. Sumber alam dalam kawasan (In-Situ) dan luar Kawasan (Ex-Situ)

Hasil alam in-situ mencakup semua fauna dan hasil pertambangan atau

mineral yang dapat dimanfaatkan secara langsung di dalam kawasan.

Sedangkan sumber alam ex-situ meliputi produk-produk alamiah di hutan

mangrove dan terangkut/berpindah ke tempat lain yang kemudian

digunakan oleh masyarakat di daerah tersebut, menjadi sumber makanan

bagi organisme lain atau menyediakan fungsi lain seperti menambah luas

pantai karena pemindahan pasir dan lumpur.

g. Sumber plasma nutfah

Plasma nutfah dari kehidupan liar sangat besar manfaatnya baik bagi

perbaikan jenis-jenis satwa komersial maupun untuk memelihara populasi

kehidupan liar itu sendiri.

h. Penambat racun

Banyak racun yang memasuki ekosistem perairan dalam keadaan terikat

pada permukaan lumpur atau terdapat di antara kisi-kisi molekul partike l

tanah air. Beberapa spesies tertentu dalam hutan mangrove bahkan

membantu proses penambatan racun secara aktif.


B. Rehabilitasi

1. Definisi

Rehabilitasi mangrove adalah kegiatan yang bermaksud untuk memulihkan,

mempertahankan dan meningkatkan fungsi hutan dan lahan sehingga daya

dukung, produktifitas, dan peranannya dalam mendukung sistem penyangga

kehidupan tetap terjaga. Dalam pengelolaan kawasan mangrove di Indonesia

sudah dilakukan rehabilitasi di kawasan-kawasan tertentu baik yang didanai oleh

pemerintah, masyarakat setempat maupun lembaga swadaya masyarakat

(Muhaerin, M. 2008).

Rehabilitas adalah setiap aktivitas yang termasuk restorasi diamana restorasi

bertujuan untuk mengembalikan ekosistem pada kondisi semula dan

pembentukan habitat yang bertujuan untuk mengubah ekosistem yang rusak ke

alternative yang lebih seimbang (Erwin. 2005).

Rehabilitas disarankan ketika suatu ekosistem telah berubah ke tingkat

tertentu sehingga tidak bias lagi diperbaiki atau memperbaharui diri sendiri. Dalam

kondisi seperti ini, homeostasis ekosistm telah berhenti secara permanen dan

proses normal untuk regenerasi normal atau perbaikan alami dari kerusakn

terhalangi oleh berbagai sebab (Noor, Y. 2006).

2. Manfaat Rehabilitasi

Rehabilitasi menekankan pada perbaikan proses ekosistem, produktivitas dan

jasa. Rehabilitasi merupakan suatu strategi manajemen untuk mencegah

degradasi suatu wilayah, dilakukannya rehabilitas akan memulihkan kembali

fungsi biotik, ekosistem mangrove secara berangsur, akan meningkatkan kembali

sektor ekonomi wilayah tersebut dengan optimalnya produktivitas dari ekosistem

mangrove baik dari sektor jasa, penyeadian bahan baku ataupu pangan dan lain-

lainnya (Waryono. 2008).


3. Teknik - teknik Rehabilitasi

a. Pembibitan dan Persemaian mangrove

Pengumpulan bibit sebaiknya dilakukan oleh kelompok. Jenis bibit yang akan

dijadikan bibit adalah yang dominan berada di sekitar areal

rehabilitasi. Pertimbangan yang lain adalah dengan melihat struktur tanah dan

ekologi kawasan rehabilitasi. Jenis Rhizophora mucronata adalah jenis bibit yang

mempunyai toleransi yang cukup tinggi terhadap tekanan ekologi. Untuk

meningkatkan presentase kelangsungan hidup penanaman mangrove, dilakukan

upaya persemaian untuk bibit yang akan di tanam (Kusmana, 2003).

Persemaian di lakukan disekitar areal penanaman. Ini untuk memudahkan

akses penanaman. Upaya pembibitan dilakukan dengan memasukkan bibit

kedalam polibag dan setelah di isi didalam polibag diletakkan di dalam areal

pembibitan. Untuk menghindari terhadap gangguan babi hutan yang sering

mencari makan dan menggali makanan disekitar areal persemaian dan

pembibitan, tempat pembibitan dilindungi dengan jaring yang menghalang

aktivitas babi hutan masuk kedalam areal pembibitan. Upaya persemaian dan

pembibitan dilakukan 1-3 bulan sebelum penanaman. Ini dilakukan agar bibit

dapat berkecambah dulu untuk kemudian di lakukan penanaman. Upaya ini

diharapkan akan meminimalisasi kematian bibit dan meningkatkan persentase

bibit yang hidup (Kusmana, 2003).

b. Penanaman

Upaya penanaman dilakukan dengan sangat hati-hati. Bibit yang telah

tumbuh di areal pembibitan dibawa ke areal penanaman. Setelah sampai pada

daerah dekat tempat penanaman, polybag disobek kemudian dilakukan

penggalian lubang pada areal penanaman dan dimasukkan bibit beserta

tanah/lumpur kedalam lubang penanaman mangrove. Untuk menghindari

tumbangnya bibit karena tekanan arus pasang dan atau pengaruh ombak/
gelombang, tiap bibit mangrove diikat pada ajir yang dipatok didekat mangrove

(Susiana, 2011).

Pada beberapa daerah yang sangat ekstrim dengan pola pasang surut yang

sangat lebar, sebaiknya jangan dilakukan pola penanaman yang

konvensional. Pola penanaman konvensional biasanya hanya penancapan bibit

yang dibarengai dengan pengikatan pada ajir. Namun sebaiknya menggunakan

modifikasi pada sistem persemaian. Modifikasi persemaian dapat dilakukan pada

polibag bambu dan atau pot yang didisain khusus. Bentuk polibag dapat dilakukan

dengan panajaman pada bagian bawah yang juga berfungsi sebagai pasak untuk

tiap bibit. Modifikasi juga dapat dipadu dengan pengikatan pada ajir berlapis untuk

memperkokoh dudukan bibit. Yang perlu mendapat perhatian adalah bukan

seberapa banyak bibit yang kita dapat tanam tapi seberapa banyak bibit yang bisa

bertahan hidup dengan kondisi lokasi yang kadang bersifat ekstrim (Zulkifi, 2008.)

c. Pemeliharaan

1. Penyiangan dan penyulaman

Penyiangan/penebasan dilakukan terhadap tumbuhan pengganggu

(gulma). Kegiatan Penyiangan/penebasan gulma ini harus mendapat perhatian

khusus dalam pemeliharaan apabila penanaman dilakukan pada daerah terbuka

dan lokasinya lebih ke arah darat (kadar lumpurnya tipis). Lokasi seperti ini sangat

cepat ditumbuhi piyai (Acanthus ilicifolius) atau paku-pakuan (Acrosthicum

aereum). Selain itu, perhatian khusus juga harus dilakukan apabila penanaman di

lakukan di areal bekas piyai atau paku-pakuan. Piyai atau paku-pakuan akan

menjadi pesaing bagi bibit/benih mangrove yang baru ditanam. Pakupakuan atau

piyai setelah ditebang dalam waktu yang tidak terlalu lama sekitar 5 bulan akan

tumbuh kembali, terutama di musim hujan. Pemeliharaan dilakukan dengan cara

penebasan piyai atau pakis-pakisan secara teratur sampai bibit/benih mangrove

yang ditanam menjadi besar dan cukup kuat (Sudjana, 2002).


2. Hama

Hama yang sering menyerang tanaman mangrove dikenal dengan “scale

inset” dan kutu lompat (Mealy bug). Ciri-ciri serangan hama ini daun menjadi

kuning dan kemudian rontok kemudian tanaman menjadi mati. Cara mengatasinya

dengan pemusnahan tanaman yang terkena serangan hama ini (Sudjana, 2002)

3. Ketam/kepiting

Penanaman di daerah pertambakan atau bekas tambak biasanya sering

diganggu oleh ketam/kepiting. Ketam/ kepiting ini biasanya menyerang tanaman

mangrove sampai berumur 1 tahun. Caranya dengan menggigit batang anakan

mangrove secara melingkar sehingga suplai makan terputus. Akibatnya lama-

kelamaan anakan akan mati. Ada beberapa cara untuk mengatasi gangguan ini.

Pertama, bibit/benih mangrove ditanam lebih banyak atau rapat-rapat di daerah

yang sering diganggu ketam/kepiting. Harapannya sebagian dari bibit/benih ini

akan lolos dari gangguan dan dapat tumbuh dengan baik. Kedua, benih ditanam

sekaligus dua dan rapat dalam satu lubang. Dengan demikian ketam tidak dapat

memanjat dan mengigit benih yang rapat ini. Ketiga, membungkus bibit/benih

dengan bambu yang telah dilubangi ruas dalamnya dan diperuncing bagian

bawahnya. Cara yang ketiga ini akan menambah pekerjaan dan hasilnya belum

begitu efektif (Fauziah,1998 ).

a b c
Gambar 1. Perlindungan tanaman dari ketam/kepiting:
(a) penanaman yang rapat
Gambar 2. Perlindungan tanaman dari ketam/kepiting:
(b) penanaman dua benih

4. Jenis Mangrove yang Dipilih

1. Rhizophora mucronata

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang

memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam

dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

percabangan bagian bawah.

Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada

pangkal, gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Bentuk elips melebar hingga bulat

memanjang. Ujung meruncing.

Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing

menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Daun mahkota 4

berwarna putih. Kelopak bunga 4 berwarna kuning pucat, panjangnya 13-19 mm.

Buah lonjong atau panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm,

berwarna hijau kecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.

Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang.

Ukuran Hipokotil panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.


Gambar 3. Rhizophara mucronata

Klasifikasi :

Regnum : Plantae

Divis i: Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Rhizophora

Spesies : Rhizophora mucronata (Bangen, 2006).

2. Sonneratia alba

Sonneratia alba memiliki pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian

kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat. Akar

berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas

yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm. Memiliki daun

berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang

daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm.


Bentuk bunga Sonneratia alba bulat telur terbalik. Daun mahkotanya

berwarna putih, mudah rontok. Kelopak bunga 6-8 berkulit, bagian luar hijau, di

dalam kemerahan. Seperti lonceng, panjangnya 2-2,5 cm. Benang sari banyak,

ujungnya putih dan pangkalnya kuning, mudah rontok. Buah Sonneratia alba

seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya terbungkus kelopak bunga.

Buah mengandung banyak biji 150-200 biji dan tidak akan membuka pada saat

telah matang. Ukuran buah diameter 3,5-4,5 cm.

Gambar 4: Sonneratia alba

Klasifikasi :

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Lytharaceae

Genus : Sonneratia

Spesies : Sonneratia alba (Bangen, 2000).

3. Bruguiera gymnorrhza

Pohon dengan ketinggian mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang

memiliki diameter hingga 70 cm dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam

dan terdapat celah horizontal. Akar tunjang dan akar udara yang tumbuh dari

percabangan bagian bawah.


Gagang daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Pinak daun terletak pada

pangkal, gagang daun berukuran 5,5-8,5 cm. Bentuk elips melebar hingga bulat

memanjang. Ujung meruncing.

Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat biseksual, masing-masing

menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm. Daun mahkota 4

berwarna putih. Kelopak bunga 4 berwarna kuning pucat, panjangnya 13-19 mm.

Buah lonjong atau panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm,

berwarna hijau kecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.

Hipokotil silindris, kasar dan berbintil. Leher kotilodon kuning ketika matang.

Ukuran Hipokotil panjang 36-70 cm dan diameter 2-3 cm.

Gambar 5:Bruguiera gymnorrhiza

Klasifikasi :

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Myrtales

Family : Rhizophoraceae

Genus : Bruguiera

Spesies : Bruguiera gymnorrhiza (Bangen, 2000).


4. Ceriops tagal

Pohon kecil atau semak dengan ketinggian mencapai 25 m. Kulit kayu

berwarna abu-abu, kadang-kadang coklat, halus dan pangkalnya

menggelembung. Pohon seringkali memiliki akar tunjang yang kecil. Daun hijau

mengkilap dan sering memiliki pinggiran yang melingkar ke dalam. Daunnya

sederhana dan terletak berlawanan. Bentuk daun bulat telur terbalik-elips dengan

ujung membundar. Ukuran daunnya sekitar 1-10 x 2-3,5 cm. Bunga mengelompok

di ujung tandan. Gagang bunga panjang dan tipis. Terletak di ketiak daun dengan

formasi kelompok 5-10 bunga per kelompok. Mahkota daun 5 berwarna putih dan

kemudian jadi coklat. Kelopak bunga 5 berwarna hijau, panjang 4-5mm, tabung

2mm. Tangkai benang sari lebih panjang dari kepala sarinya yang tumpul.

Buah panjangnya 1,5-2 cm, dengan tabung kelopak yang melengkung.

Hipokotil berbintil, berkulit halus, agak menggelembung dan seringkali agak

pendek. Leher kotilodon menjadi kuning jika sudah matang atau dewasa.

Membentuk belukar yang rapat pada pinggir daratan dari hutan pasang surut atau

pada areal yang tergenang oleh pasang tinggi dengan tanah memiliki sistem

pengeringan baik. Selain itu juga terdapat di sepanjang tambak. Penyebarannya

dari Mozambik hingga Pasifik Barat, termasuk Australia Utara, Malaysia dan

Indonesia. Bahan kayu bakar yang baik serta merupakan salah satu kayu terkuat

diantara jenis-jenis mangrove.


Gambar 6:Ceriops tagal
Klasifikasi :

Regnum : Plantae

Divisi : Magnoliophyta

Kelas : Magnoliopsida

Ordo : Malpighiales

Family: Rhizophoraceae

Genus : Ceriops

Spesies : Ceriops tagal (Bangen, 2006).

5. Jenis Mangrove yang Terdapat di Tambak Pendidikan Barru

Adapun jenis mangrove yang terdapat di Tambak Pendidikan Barru

berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan Dinas Kelautan dan Perikanan tahun

2003 ditemukan 4 jenis mangrove yaitu Ceriops decandra, Rhizhopora stylosa,

Sonneratia alba, dan Rhizophora mucronata (Saru, 2013).

Adapun klasifikasi serta karakteristik jenis mangrove yang ada di tambak

pendidikan unhas adalah (Wetlands. 2011) :

1. Ceriops decandra

Memiliki pohon atau semak kecil dengan ketinggian hingga 15 cm. Kulit kayu

berwarna coklat, jarang berwarna abu-abu atau putih kotor, permukaan halus,

rapuh dan menggelembung dibagian pangkal. Daun hijau mengkilap berbentuk


elips atau bulat memanjang, ujungnya membundar dengan ukuran 3-10 x 1-4,5

cm. Bunga mengelompok dengan gagang yang pendek, tebal, dan bertakik.

Kelopak bunga berjumlah 5 dengan warna hijau, ada lentisel dan berbintil. Benang

sari sari memiliki tangkai yang pendek.

Buahnya berjenis hipokotil berbentuk selinder, ujungnya menggelembung

tajam dan berbintil, warna hijau hingga coklat. Ceriops decandra tumbuh tersebar

di sepanjang hutan pasang surut, akan tetapi lebih umum pada bagian daratan

dari perairan pasang surut dan berbatasan dengan tambak pantai. Menyukai

substrat pasir atau lumpur (Wetlands. 2011)

Gambar 7. Ceriops decandra

klasifikasi:

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Ceriops
Spesies : Ceriops decandra ( Wetlands, 2011)

2. Rhizophora mucronata

Rhizophora mucronata pohon tumbuh tegak lurus dengan ketinggian

mencapai 27 m, jarang melebihi 30 m. Batang memiliki diameter hingga 70 cm

dengan kulit kayu berwarna gelap hingga hitam dan terdapat celah horizontal. Akar
tunjang dan akar udara yang tumbuh dari percabangan bagian bawah. Gagang

daun berwarna hijau, panjang 2,5-5,5 cm. Letak daun sederhana dan berlawanan.

Bentuknya elips melebar hingga bulat memanjang. Ujungnya meruncing.

Ukurannya 11-23 x 5-13 cm. Gagang kepala bunga seperti cagak, bersifat

biseksual, masing-masing menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-

5 cm. Karangan bunga berkelompok (4-8 bunga per kelompok). Daun mahkota

berjumlah 4 berwarna putih. Kelopak bunga berjumlah 4 berwarna kuning pucat,

panjangnya 13-19 mm. Benang sari berjumlah 8 dan tak bertangkai.

Buah lonjong atau panjang hingga berbentuk telur berukuran 5-7 cm,

berwarna hijau kecoklatan, seringkali kasar di bagian pangkal, berbiji tunggal.

Penyebarannya di Afrika Timur, Madagaskar, Mauritania, Asia tenggara, seluruh

Malaysia dan Indonesia, Melanesia dan Mikronesia (Wetlands. 2011)

Gambar 8. Rhizophora mucronata

klasifikasi :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Rhizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora mucronata (Wetlands. 2011)

3. Sonneratia alba

Sonneratia alba memiliki pohon selalu hijau, tumbuh tersebar, ketinggian

kadang-kadang hingga 15 m. Kulit kayu berwarna putih tua hingga coklat. Akar

berbentuk kabel di bawah tanah dan muncul kepermukaan sebagai akar nafas

yang berbentuk kerucut tumpul dan tingginya mencapai 25 cm. Memiliki daun

berkulit, memiliki kelenjar yang tidak berkembang pada bagian pangkal gagang

daun. Gagang daun panjangnya 6-15 mm.

Buah Sonneratia alba seperti bola, ujungnya bertangkai dan bagian dasarnya

terbungkus kelopak bunga. Buah mengandung banyak biji 150-200 biji dan tidak

akan membuka pada saat telah matang. Ukuran buah diameter 3,5-4,5 cm.

Gambar 9. Sonneratia alba (Wetlands. 2011)

Klasifikasi :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Myrtales
Famili : Lytharaceae
Genus : Sonneratia
Spesies : Sonneratia alba (Wetlands. 2011)
4. Rhizophora stylosa

Memiliki pohon dengan satu atau banyak batang, tinggi hingga 10 m dengan

kulit kayu halus, bercelah, berwarna abu-abu hingga hitam. Memiliki akar tunjang

dengan panjang hingga 3 m dan akar udara yang tumbuh dari cabang bawah.

Memiliki daun berkulit, berbintik teratur dilapisan bawah, gagang daun berwarna

hijau, panjang gagang 1-3,5 cm, dengan panjang pinak daun 4-6 cm, berbentuk

elips dengan ujung meruncing.

Memiliki bunga dengan gagang kepala seperti cagak, masing-masing

menempel pada gagang individu yang panjangnya 2,5-5 cm yang terletak di bawah

ketiak daun dengan bentuk formasi kelompok (8-16 bunga perkelompok). Panjang

buahnya 2,5-4 cm, berbentuk buah pir, berwarna coklat berisi 1 biji fertil dengan

hipokotil silindris dengan panjang 20-35 cm dan diameter 1,5-2 cm.

Tumbuh pada habitat yang beragam di daerah pasang surut dengan substrat

berlumpur, berpasir dan batu. Menyukai pematang sungai pasang surut, tetapi

juga sebagai jenis pionir dilingkungan pesisir atau pada bagian daratan dari

mangrove.

Gambar 10. Rhizopora stylosa (Wetlands. 2011)

klasifikasi :

Kingdom : Plantae
Divisi : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Malpighiales
Famili : Rihizophoraceae
Genus : Rhizophora
Spesies : Rhizophora stylosa (Wetlands. 2011)

6. Tahap-Tahap Pembibitan

Adapun tahapan yang digunakan untuk melakukan rehabilitas mangrove

diantaranya:

1. Pembuatan bedeng (tempat pembibitan)

Pembuatan bedeng dilaksanakan pada lokasi yang berdekatan dengan

lokasi penanaman hal ini bertujuan agar dapat memepermudah akses distribusi

bibit mangrove pada saat penanaman. Harus diperhatikan juga tentang kondisi

lingkungan, seperti tipe pasang surut di lokasi bedeng. Kondisi pasang surut yang

tepat sangat dibutuhkan untuk menjaga sirkulasi air dan mengenali pola

penggenangan dibedeng. Bedeng dapat bias dibuat berbagai macam tipe

disesuaikan dengan kondisi setempat. Pembuatan bedeng persemaian ditujukan

untuk menyemaikan buah-buah mangrove, adapun macam-macam bentuk

bedeng diantaranya bedeng tingkat, bedeng tanpa tingkat, dan tanpa bedeng

(Priyono, 2010).

2. Pengambilan buah mangrove

Dalam pengambilan buah mangrove yang akan digunakan sebagai bibit

banyak apabila dilakukan di musim puncaknya. Buah yang dikumpulkan haruslah

buah yang tua dan tidak terkena serangan hama penggerek. Buah bakau dan buah

tumu biasanya dipetik dari pohon dengan memanjat atau menggunakan galah.

Kedua buah ini apabila dipungut dari yang jatuh biasanya banyak yang sudah

terkena serangan hama penggerek. Pohon bakau yang baik sebagai sumber buah

berasal dari tegakan berumur 10 tahun keatas, sedangkan pohon

tumu/prepat/bius dari tegakan berumur sekitar 8 - 10 tahun (Khazali, 1999).


Ciri-ciri buah bakau besar/ bakau laki (Rhizophora mucronata) yang tua berwarna

hijau tua atau kecoklatan dengan kotiledon (cincin) sudah memanjang. Buah

bakau kecil/bakau bini (R. apiculata) yang tua berwarna hijau tua dengan kotiledon

(cincin) sudah memanjang. Buah tumu/tanjang/bius (Bruguiera gymnorrhiza) yang

tua berwarna hijau tua. Pohon api-api (Avicennia) dan pedada/prepat (Sonneratia)

yang baik sebagai sumber buah berasal dari tegakan 5 tahun lebih. Kedua buah

ini biasanya dipungut dari buah yang jatuh dari pohon. ciri-ciri api-api (Avicennia

marina) yang tua berwarna putih kekuningan dengan kulit buah sedikit mulai

mengelupas, sedang api-api (A. alba) berwarna coklat kekuningan, buah prepat

(Sonneratia alba) yang tua berwarna hijau tua, sedangkan pedada (S. caseolarist)

berwarna kekuningkuningan (Khazali, 1999).

3. Perlakuan buah yang akan menjadi bibit

Setelah mengambil buahmangrove maka langkah selanjutnya meletakkan

buah di tempat yang terlindung. Buah mangrove bias diletakkan sementara

dibedeng atau di pohon induknya. Bibit mangrove kemudian diberikan perlakuan

agar pada saat disemaikan bias mencapai kelulusan hidup yang maksimal, buah

mangrove yang ditemukan baiasanya berupa propagul dan tipe buah yang bulat,

dimana tipe propagul berbentuk bulat lonjong memanjang dan tipe bauh bulat

berbentuk bulat, dengan variasi bulat lancip seperti jenis avicennia dan bulat

penuh yang terdapat pada sonneratia. Kedua tipe buah mangrove ini di perlakukan

dengan cara merendamkan kurang lebih dua hari atau disesuaikan dengan jarak

waktu antara pembibitan dan penanaman, sebelum disemaikan di bedeng

(Priyono, 2010).

Perendaman ini berfungsi untuk menghilangkan kandunagn gula pada buah,

yang disukai oleh kepiting, dengan demikian pada saat disemaikan maka

pemangsaan buah oleh kepiting bisa dikurangi. Perendaman dengan air tawar

berfungsi sebagai sebagai usaha untuk memerplambat tumbuhnya akar apabia


jarak anatar pembibitan dan penanaman memerlukan waktu yang relatif lama

(Priyono, 2010).

4. Pembibitan

Dalam melakukan pembibitan mangrove langkah pertama yang harus dilakukan

dengan menyediakan alat dan bahan yang diperlukan seperti polibek, polibek yang

digunakan harus disesuaikan dengan jenis mangrove yang akan dibibit, untuk jenis

mangrove Rhizhopora spp, dan Bruigera spp. menggunakan polibek yang besar,

sedangkan polibek untuk jenis Avicennia spp, Sonneratia spp, dan Ceriops spp.

menggunakan polibek berukuran kecil, polibek yang digunakan harus memiliki

lubang pada bagian bawah dan disamping yang berguna untuk sirkulasi udara dan

air (Priyono, 2010).

Selain itu yang perlu disiapkan ialah lumpur yang digunakan sebaiknya

diambil dari sekitar lokasi penanaman. Hala ini bertujuan untuk mengoptimalkan

kelulusan kehidupan buah sewaktu dibibitkan (Priyono, 2010).

Dalam tahap pembibitan dilakukan setelah tahap perlakuan bibit selesai

maka dilakukan dengan cara sebagai berikut maksimal (Thorhaugh, A. 1990) :

a. Pertama tama mengambil polibek, lalu isi dengan lumpur yang ada

disekitar bedeng.

b. Isi polibek dengan sedimen, tapi jangan mengisinya sampai penuh

melainkan ¾ dari isi polibek.

c. Seteah diisi lumpur, lipat bagian atas polibek ke bagian luar, dengan

tujuan pada surut dan cuaca kering, sehingga keristal-keristal garam

laut tidak terjebak didalam polibek.

d. Selanjutnya, tanam buah mangrove yang telah dipilih dan berkondisi

baik kedalam sedimen dengan kedalamn yang cukup,dan setiap

polibek masing-masing satu buah mangrove.


e. Setelah itu, masukkan satu persatu polibek yang sudah terisi dengan

buah-buahmangrovetersebut, kedalam bedeng.sebaiknya, usahakan

agar setiap bedeng bias digunakan untuk satu jenis mangrove, agar

memeprmudah distribusi pada saat pengambilannya di tahap

penanaman mangrove.

5. Pembangunan pemecah gelombang

Sebelum diadakan tahap penanaman maka perlu dilakukan pembangunan

pemecah gelombang. Ini dilakukan di lokasi program rahabilitas mangrove, apo-

apo ini sebaiknya diletakkan persis di pematang tambak bagian luar untuk

melindunginaya dari abrasi dan erosi, salah satu pemecah gelombang yakni Apo-

apo yang bisa dapa terbuat dari semen ataupun beton yang dibuat segiempat,

kemudian pemecah gelombang dari potongan bambu yang diayam ataupun apo-

apo yang terbuat dari ban-ban bekas yang dikuatkan dengan potongan bambu,

setiap apo-apo ini memilki kelebihan dan kekurangannya diaman untuk yang

terbuat dari semen dan beton memiliki kekuatan kontruksi yang baik untuk

menahan ombak namun untuk pembiayaannyacukup mahal, untuk apo-apo yang

terbuat dari bamboo memilki kekuatan yang kurang tahan lama namun untuk

pembiayaannya cukup murah dan ramah lingkungan sedang untuk appo-apoyang

dari ban memiliki daya tahan yang cukup lama dan murah namun belum dapat

dipastikan mengenai ramah lingkungannya (Supriharyono, 2000).

6. Penanaman mangrove

Sebelum melakukan penanaman ada bebrapa hal yang perlu diperhatikan

diantaranya substrat, salinitas ata kadar garam yang variasi menetukan pola

penyebaran mangrove di habitatnya, temperatur, ketinggian tanah, Ph, musim dan

saluran air. (Supriharyono, 2000).

Substrat harus sesuai dengan jenis mangrove yang kan ditanam. Pada

sedimen yang berlumpur sesuai dengan jenis Rhizoophora spp, selanjutnya untuk
Avicennia spp dan Sonneratia spp,menyukai tanah berpasir yang berada di pinggir

pantai, jenis mangrove seperti Aegiera spp, Pandanus spp, dan lainnya bisa hidup

bervariasi di substrat lumpur berpasir (Tomlinson, 1994).

Penanaman bibit mangrove harus dikelompokkan sesuai dengan jenisnya.

Penanamana mangrove sebaiknya dilakukan pada saat surut, namun apabila

keadaan tidak memungkinkan maka penanaman mangrove bisa tetap

dilaksanakan pada saat tergenang dengan syarat akar bibit benar-benar tertancap

degan baik di sedimen dan terikat kuat disamping ajirnya. Adapun bahan yang

dipergunakan untuk melakukan tahapan penanaman mangrove diantaranya

berbagai jenis bibit mangrove, cetok, ajir, dan tali raffia. Secra sederhana teknik

penanamannya yaitu (Priyono, 2010) :

a. Menyiapkan lokasi penanaman (membersihkan lokasi dari vegetasi

tumbuhan yang mengganggu)

b. Penancapan ajir dilakukan untuk mempermudah dan mempercepat waktu

penanaman

c. Ambil bibit mangrove menuju lokasi penanaman, selanjutnya letakkan bibit

di tempat yang terlindungi dari sinar matahari langsung.

d. Ambil satu bibit mangrove

e. Buka polibek yang menutupi sedimen dan akar bibit. Simpan polibek diatas

ajir.

f. Tanam langsung bibit mangrove ke tanah dengan cara melubangi tanah

dengan cetok, sedemikian rupa sehingga lubang penanaman cukup lama

dalam, sehingga akar bisa tertanam dengan baik.

g. Setelah itu ikat batang bibit mangrove ke ajir dengan mengguanakan tali

rafia yang telah disediakan.

h. Timbun dengan tanah, jangan menekan tanah, sehingga oksigen bisa

dengan leluasa ke luar dan masuk ke tanah.


i. Ambil polibek yang terletak di ajir, kumpulkan kekeranjang/plastic,

selanjutnya polibek bisa didaur ulang menjadi berbagai macam barang

plastik daur ulang.

j. Hal yang perlu diperhatiikan , jangan tanam semua bibit di bedeng untuk

tahap penyulaman.

7. Penyulaman mangrove

Dalam melakukan pemeliharan maka dilakukan penyulaman yang bertujuan

memelihaara bibit-bibit mangrove yang telah ditanam agar mendapatkan

kelulusankehidupan yang maksimal. Penyulaman dilakukan dnegan mengganti

bibit yang mati setelah ditanam dengan bibit yang baru, diman bibit yang

diguanakn yang telah disisikan paa saat tahap penanaman, selain tiu bibit

mangrove yang terlihat roboh dari ajirnya dan terlepas tali rafianya dikuatkan

kembali. Apabila ada hama yang ditemukan maka berikan insektisida atau

maluskisida jika dibutuhkan untuk mengatasi hama dan gangguan yang lain

maksimal (Thorhaugh, A. 1990).

8. Pemeliharaan

Tahap ini merupakan lanjutan dari penyulaman namun pemeliharan jangka

panjang untuk memastikan bibit mangrove agar bisa hidup dalam jangka waktu

yang lama. Program yang dilkukan dalam elihraan yakni penjarangan ini berupa

penebangan beberapa batang pohon mangrove muda, ini dilakukan agar dapat

memeberi ruang tumbuh yang ideal bagi mangrove agar tumbuh dengan

maksimal. Selain itu dilakukan penebasan terhadap tanamn liar untuk mengurangi

persaingan tumbuh bibit mangrove yang telah ditanam dengna tumbuhan liar

sehingga mangrove tersebut dapat tumbuh maksimal (Thorhaugh, A. 1990).


III. METODOLOGI PRAKTEK

A. Waktu Dan Tempat

Praktek lapang teknik rehabilitas ekosistem pesisir dan laut dilaksanakan

pada hari minggu 16, oktober 2016 pada pukul 7.30 – 13.00 WITA, yang

bertempat di Tambak Pendidikan Universitas Hasanuddin Desa Bajo Kecamatan

Mallusetasi Kabupaten Barru.

Gambar 11 : Peta lokasi praktikum rebilitasi mangrove

B. Alat Dan Bahan

Adapun alat yang digunakan dalam praktik lapang Teknik Rehabilitasi

Ekosistem Pesisir dan Laut ini berupa kamera berfungsi untuk mengambil gambar

di lokasi praktik, skop digunakan untuk mengambil lumpur, tali rafia sepanjang ± 5

meter yang berfungsi untuk mengikat jaring, sendok sedimen digunakan untuk

mengambil sedimen, nampan digunakan untuk mengangkut polybag, patok

sebagai titik atau pembatas lahan rehabilitasi, dan bambu digunakan untuk

menahan jaring, jaring digunakan sebagai pembatas lahan rehabilitasi, linggis

digunakan untuk membuat lubang pada patok, dan rol meter digunakan untuk

mengukur luas lahan rehabilitas,parang digunakan untuk memotong bambu,rol

meter digunakan untuk mengukur tempat penyemayan.


Sedangkan bahan yang digunakan yaitu bibit mangrove yang akan ditanam

pada lokasi praktik teknik rehabilitasi mangrove, dan polybag sebagai tempat

menyimpan lumpur.

C. Prosedur Kerja

1. Pemilihan Bibit

Tahap awal yang dilakukan dalam memilih bibit mangrove yang akan

direhabilitasi adalah memilih jenis bibit yang disediakan di Departemen Kelautan

dan Perikanan yang cocok dengan kondisi lingkungan yang akan direhabilitasi dan

salah satunya yakni jenis mangrove Rhizopora mucronata, kemudian

membawanya ke lokasi rehabilitasi.

2. Penentuan Lokasi

Penetuan lokasi rehabilitasi dilakukan dengan cara melakukan peninjauan

beberapa tempat dan lokasi yang cocok dilaksanakannya rehabilitasi mangrove.

Hal-hal yang perlu diperhitungkan pada saat penentuan dilakukan yaitu kerapatan

mangrove ,karena semakin kecil kerapatan dari mangrove disuatu lokasi, maka

semakin potensial lokasi tersebut untuk direhabilitasi.

3. Pembuatan Transek Pembibitan

Pembuatan transek dilakukan pada saat menghitung kerapatan mangrove.

Kerapatan mangrove dihitung 3 kali ulangan dengan plot ukuran 10x10 m. Pada

setiap ulangan dianalisis jenis dan jumlah mangrove yang termasuk pohon dan

semaian yang ada dalam plot kemudian mencatat hasil yang didapatkan.

4. Penanaman Mangrove

Penanaman dilakukan dengan terlebih dahulu menggali lubang sekitar 10 cm

sebagai area penanaman, barulah bibit mangrove siap ditanam. Adapun tata cara

penanaman mangrove yaitu dengan mengambil bibit yang telah ada, membuat

lubang sekitar 10 cm, lalu menanam bibit dengan arah akar kearah bawah lubang

yang tela digali.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Gambaran Umum Lokasi

Tambak pendidikan Unhas terletak di Desa Bojo Kecamatan Mallusetasi

Kabupaten Barru yang dikelolah oleh pihak Universitas Hasanuddin. Tambak

Pendidikan Unhas memiliki luas sekitar 21 ha yang digunakan untuk budidaya

ikan, udang dan kepiting. Selain dijadikan sebagai tempat budidaya, tambak

pendidikan Unhas juga sering dijadikan lokasi praktek oleh mahasiswa Unhas

khususnya mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan.

Tambak pendidikan Unhas dilengkapi dengan fasilitas yang ada yaitu

mushollah, penginapan, fasilitas perumahan dan juga lapangan tenis. Selain

tambak, juga terdapat ekosistem mangrove, ekosistem lamun, dan ekosistem

terumbu karang.

Lokasi pembibitan mangrove yang memiliki titik koordinat 4º 5’ 46,77” S dan

199º 36’ 38,84” E. Di Tambak Pendidikan Universitas Hasanuddin, Desa Bojo,

Kecamatan Mallusetasi, Kabupaten Barru, Sulawesi Selatan.

B. Hasil

Gambar 13. Pengambilan bibit mangrove


Gambar 14. Pembuatan tempan pembibitan

Gambar 15. Proses pembibitan

C. Pembahasan

Jenis mangrove yang dipilih untuk pembibitan diantaranya Rhizophora

mucronata, Rhizophora apiculata, Ceriops tagal, Sonneratia alba. Pemilihan bibit

jenis Rhizophora mucronata karena buahnya yang mudah didapat, mudah disemai

serta dapat tumbuh pada daerah genangan pasang yang tinggi maupun genangan

rendah serta dapat tumbuh di daerah yang berlumpur. Adapun bibit Rhizophora

apiculata dan Ceriops tagal dipih karena merupakan tumbuhan bakau yang paling

sering atau banyak ditemukan di lapangan. Rhizophora apiculta dan eriops tagal

dipilih daya tahan jenis ini lebih tinggi jika dibandingkan dengan jenis-jenis
tumbuhan bakau lainnya. Sebagai tumbuhan pionir dalam suatu ekosistem

menjadikan spesies ini sebagai tumbuhan bakau yang mudah dikenali.

Pengambilan substrat untuk pembibitan yang dipilih merupkan substrat

berlumpur karena substrat yang ada di tambak pendidikan unhas kebanyakan

bersubtrat lumpur pada daerah pertumbuhan mangrove. Pemilihan substrat

berlumpur dikarenakan pada jenis bibit Rhizophora mucronata mudah tumbuh

pada substrat berlumpur.

Adapun model pembibitan yang dilakukan pada pembibitan tersebut yaitu

introduksi biji atau propogul dimana penanaman biji atau propagul dapat dilakukan

secara langsung di area yang direhabilitasi atau disemaikan dahulu hingga

setinggi 0,3-1,2 m (Thorhaugh, 1990).

Alasan digunakan teknik pembibitan penyemaiaan biji atau propagul menjadi

anakan pohon dapat meningkatkan keberhasilan penanaman dibandingkan

menanamnya secara langsung (Hanna, 1975).

Meskipun demikian suatu eksperimen dikawsan tropis Australia menunjukkan

bahawa keberhasilan hidup dan pertumbuhan bibit mangrove tidak ada perbedaan

signifikan antara benih hasil semaian, cangkokan, dan benih yang ditanam

langsung (Kaly dan Jones, 1996).


V. PENUTUP

A. Kesimpulan

Adapun kesimpulannya yaitu. Pada teknik rehabilitasi tersebut digunakan

teknik peyemaian biji atau propagul dimana penanaman biji atau propagul dapat

dilakukan secara langsung di area yang direhabilitasi atau disemaikan dahulu

hingga menjadi anakan pohon guna dapat meningkatkan keberhasilan

penanaman dibandingkan menanamnya secara langsung.

Jenis-jenis mangrove yang terdapat di tambak pendidikan unhas diantaranya

adalah Ceriops decandra, Rhizophora stylosa, Rhizophora mucronata, dan

Sonneratia alba.

B. Saran

Praktik lapang selanjutnya semoga bisa lebih baik dan tempatnya mungkin

bisa dipindahkan karena masih banyak kawasan yang harus direhabilitasi, serta

pengawasan pada hasil rehabilitasi praktik ini dapat dilakukan.


DAFTAR PUSTAKA

Bengen, G.D. 2000. Pedoman Teknis Pengenalan dan Pengelolaan Ekosistem


Mangrove. Pusat Kajian Sumber daya Pesisir dan Lautan (PKSPL) IPB.
Bogor.
Bengen, D. G. 2004. Interaction : Mangroves, Fisheries and Forestry
Management in Indonesia. Blackwell Science, Oxford.
Brown, B. 2006. 5 Tahap Rehabilitasi Mangrove, Mangrove Action Project dan
Yayasan Akar Rumput Laut Indonesia, Yogyakarta, Indonesia.
Davis, C dan Natarina 1995. Sains dan teknologin2: berbagi ide untuk menjawab
tantangan dan kebutuhan oleh ristek tahun 2009;Gramedia . jakarta.
Erwin. 2005. Studi Kesesuaian Lahan untuk Penanaman Mangrove Ditinjau
dari Kondisi Fisika Oseanografi dan Morfologi Pantai pada Desa Sanjai
Pasi Marannu Kabupaten Sinjai. Skripsi. Program Studi Kelautan,
Universitas Hassanuddin, Makassar.

Fauziah, Y. 1998. Prospek Rehabilitasi Hutan Mangrove Pangkalan Batang


Nasional Provinsi Riau. Ditinjau Dari Vegetasi Strata Seeding. Seminar
Nasional Ekosistem Mangrove VI Pekanbaru. Riau.
Hanna, J. 1975. Aspects Of Red Mangrove Reforestation In Florida. Proceedings
Of The Second Annual Confrence On Restoration Of Coastal Vegetation In
Florida.
Muhaerin, M. 2008. Kajian Sumberdaya Ekosistem Mangrove untuk
Pengelolaan Ekowisata di Estuaria Perancak, Jembrana, Bali. Skripsi.
Institud Pertanian Bogor. Bogor.
Khazali, M. 1999. Panduan Teknis: Penanaman Mangrove bersama Masyarakat.
Wetlands International – Indonesia Programme, Bogor.
Kusmana, C., S. 2003. TeknikRehabilitasi Mangrove. FakultasKehutanan
IPB. Bogor.
Kaly, U.L. and G.P. Jones. 1996. Mangrove Restoration: a Potential Tool For
Ecosystem Management Of Coastal Fisheries. Queensland. Dapertement Of
Marine Biology. James Cook University. Quensland, Australia.z

Noor, Y., Rusila. 2006. Panduan pengenalan mangrove di Indonesia. PHKA/WI-


IP. Bogor.
Priyono, 2010. Panduan praktis Teknik Rehabilitas Mangrove di kawasan pesisir
Indonesia. KeSEMAT , Semarang
Sudjana. 2002. Desain dan Analisis Eksperimen. Edisi IV. Tarsito. Bandung.

Soerianegara. 1993. The Status of Mangrove Forest in Indonesia In Soerianegara,


I., D. M. Sitompul, U. Rosalina (Eds). Symposium on Mangrove
Management: Its Ecological and Economic Consideration. BIOTROP
Special Publication

Saenger. 1983. Golobal status of ekosistem IUCN commission ecologypapers


Susiana, 2011. Diversitas Dan Kerapatan Mangrove, Gastropoda Dan Bivalvia Di
Estuari Perancak, Bali (Skripsi). Program Studi Manajemen Suberdaya
Perairan. Universitas Hasanuddin. Makassar.
Saru, Amran. 2013. Mengungkapkan Potensi Emas Hijau di Wilayah Pesisir.
Cetakan Masagena. Makassar.

Supriharyono. 2000. Pelestarian dan Pengolalaan Sumber Daya Alam di Wilayah


Pesisir Tropis. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta, Indonesia.

Thorhaugh, A. 1990. Restoration Of Mangrove And Seegrasses-economic


Benefits for Fisheries and Marinecultur. In Berger, J,J (ed.) Environmental
Restoration: Science and Strategies for Restoring the Earth ed. Washington,
D.C. : Island Press.

Wijayanti, T., 2007, KonservasiHutan Mangrove Sebagai Wisata Pendidikan,


Tugas Akhir Mahasiswa Teknik Lingkungan Universitas
Pembangunan Nasional “Veteran” JawaTimur, Surabaya
Wetlands. 2011. Panduan Pengenalan Mangrove di Indonesia. Bogor.

Waryono. 2008. Beberapa Jenis Hasil Perairan Segara Anakan Cilacap yang
telah Dimanfaatkan Penduduk Sekitarnya. Dalam Prosiding Seminar II
Ekosistem Mangrove. Jakarta. Hal 358.

Zulkifi, 2008. Kajian Tingkat Keberhasilan Rehabilitasi Vegetasi Mangrove Ditinjau


Dari Aspek Bioekologi Di Pantai Tokke – Tokke Kecamatan Pitumpanua
Kabupaten Wajo (Skripsi). Program Studi Ilmu Kelautan. Universitas
Hasanuddin. Makassar.

Anda mungkin juga menyukai