Anda di halaman 1dari 10

POTENSI PENYIMPANAN KARBON PADA PADANG LAMUN DI ZONA

LITORAL PANTAI SANCANG KABUPATEN GARUT SEBAGAI


SUPLEMEN BAHAN AJAR BIOLOGI

PROPOSAL PENELITIAN

Diusulkan Oleh

DEDI KOSWARA
182154042

JURUSAN PENDIDIKAN BIOLOGI


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
2022
Surat Keputusan Dekan FKIP Unsil
Lembar Usulan Judul
Surat Pernyataan Judul
POTENSI PENYIMPANAN KARBON PADA PADANG LAMUN DI ZONA
LITORAL PANTAI SANCANG KABUPATEN GARUT SEBAGAI
SUPLEMEN BAHAN AJAR BIOLOGI

1. Pendahuluan
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari
16.344 pulau besar dan kecil dengan panjang garis pantai 81.000 km yang kaya
akan keanekaragaman hayati, memiliki ekosistem laut yang sangat khas seperti
terumbu karang, hutan mangrove dan padang lamun (Sjafrie et al., 2018). Salah
satu eksosistem penting di lautan adalah padang lamun yang berada di pesisir
pantai. Padang lamun memiliki banyak peranan penting di pesisir pantai, antara
lain menangkap sedimen untuk mencegah abrasi, sebagai tempat asuhan, tempat
berlindung, dan mencari makan bagi biota laut. Potensi lain yang menjadi
perhatian saat ini adalah kemampuan padang lamun untuk menyerap dan
menyimpan karbon melalui proses fotosintesis yang dikenal dengan sebutan blue
carbon.
Sejak periode revolusi industri abad ke-18 sampai sekarang suhu rata-rata
bumi mengalami peningkatan, yang dapat mengancam kehidupan di bumi.
Kontributor masalah pemanasan global adalah Gas Rumah Kaca (GRK) yang
terdiri dari karbon dioksida (CO2), metana (CH4), nitrogen oksida, dan gas
Chlorofluorocarbon (CFC), Imiliyana dalam (Indriani, Wahyudi, & Yona, 2017).
Peningkatan kandungan CO2 di atmosfer menyebabkan terjadinya pemanasan
global yang kemudian memicu terjadinya perubahan iklim. Secara global, emisi
karbon telah meningkat pada tingkat yang belum pernah terjadi sebelumnya yang
menyebabkan banyak dampak negatif pada spesies individu dan ekosistem alami,
serta kesehatan manusia, infrastruktur, dan ekonomi (IPCC, 2021). Salah satu
upaya untuk mengurangi kandungan karbon dioksida, baik di atmosfer maupun di
lautan adalah dengan menggunakan vegetasi yang berada di darat maupun di laut
untuk menyerap dan menyimpan karbon.
Karbon merupakan salah satu unsur alam dan unsur utama pembentukan
bahan organik termasuk makhluk hidup. Mempertahankan dan meningkatkan
kemampuan ekosistem pesisir untuk mengasimilasi dan menyimpan karbon
merupakan aspek penting dari mitigasi perubahan iklim. Ekosistem pesisir
bervegetasi, seperti padang lamun, bakau, dan rawa pasang surut, memberikan
kontribusi signifikan secara global terhadap penyimpanan karbon dalam biomassa
dan penyerapan jangka panjang dalam pengendapan sedimen (Duarte et al dalam
(Sondak et al., 2017). Karbondioksida yang diserap akan diubah menjadi
biomassa dalam kaitan mekanisme dan metabolisme lamun. Sehingga padang
lamun berperan penting dalam mengurangi jumlah CO2 di atmosfer.
Biomassa lamun adalah satuan berat (berat kering atau berat abu) bagian
tubuh lamun yang berada di atas substrat dan dibawah substrat yang sering
dinyatakan dalam satuan gram berat kering per m2 (g Bk/m2). Sedangkan untuk
konsentrasi karbon dapat dinyatakan dengan satuan mega gram karbon per hektar
(Mg C/ha), (Ibnu Graha, Arthana, & Astawa Karang, 2016). Biomassa tersebut
berupa senyawa karbin (C) yang tersimpan dalam massa sel hidup dan juga
tersimpan sebagai hara dalam sedimen akibat gugurnya daun, bunga, buah untuk
didekomposisi oleh mikroorganisme. Kandungan senyawa karbon yang tersimpan
dalam biomassa dan tanah disebut sebagai stok karbon atau jumlah karbon yang
tersimpan dalam ekosistem pada periode tertentu (Kauffman, 2012). Menurut
(Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 2007), total jumlah karbon murni yang
diserap dari ekosistem padang lamun (seagrass) diperkirakan sekitar 15,3 juta ton
setiap tahun pada luas area 30.000 km2.
Salah satu wilayah pesisir Indonesia yang berpotensi menyimpan banyak
karbon adalah Pantai Sancang, yang terletak di Kabupaten Garut. Cagar Alam
Leweung Sancang memiliki luas 2.157 Ha Cagar Alam Hutan dan daerah Cagar
Alam Lautnya seluas 1.150 Ha (BBKSDA Jabar, 2016). Berdasarkan observasi
awal yang dilakukan, hamparan padang lamun cukup potensial di sana. Sejalan
dengan penelitian yang pernah dilakukan, ditemukan 2 spesies lamun dari 2 famili
yang berbeda di Pantai Sancang yaitu Cymodocea rotundata dan Thalassia
hempricii, dengan nilai tutupan total 61,09% yang artinya kondisi tutupan lamun
pada lokasi penelitian termasuk kedalam kategori baik atau kaya (Zulfadillah,
Hernawati, & Chaidir, 2021) Melihat keadaan lamun di Pantai Sancang yang
masih baik atau kaya, memungkinkan dilakukan kajian mengenai seberapa besar
simpanan karbon yang tersimpan pada padang lamun. Mengingat wilayah sancang
yang sudah mulai ada aktifitas manusia di khawatirkan dapat mengganggu
keberadaan lamun. Oleh karena itu informasi tentang lamun ini sangat penting
karena lamun juga mempunyai peran yang penting di dalam ekosistem seperti
menangkap sedimen untuk mencegah abrasi, sebagai tempat asuhan, tempat
berlindung, dan mencari makan bagi biota laut.
Kemudian peran penting penyerapan CO2 oleh padang lamun dapat
diangkat menjadi informasi yang bermanfaat bagi dunia Pendidikan yaitu pada
materi Perubahan Lingkungan. Dengan demikian penulis bermaksud untuk
melakukan studi konstribusi padang lamun dalam regulasi karbon, untuk
kemudian dimuat kedalam suplemen bahan ajar biologi berupa video dengan
harapan dapat menambah pengetahuan peserta didik, serta dapat meningkatkan
kesadaran akan pentingnya keberadaan lamun dalam menyerap CO2 di atmosfer.

2. Tujuan
Tujuan dari penelitian ini adalah menganalisis bagaimana simpanan
karbon pada Padang Lamun di Zona Litoral Pantai Sancang Kabupaten Garut
digunakan sebagai suplemen bahan ajar biologi.

3. Bahan dan Metode


3.1. Waktu dan Lokasi Penelitian
Penelitian ini dilaksanakan maksimal 6 bulan yaitu mulai dari bulan Maret 2022-
Agustus 2022. Penelitian ini dilakukan di sekitar Cagar Alam Laut Leuweung
Sancang (Pantai Sancang), Desa Sancang, Kabupaten Garut, Jawa barat.
3.2. Bahan dan Alat Penelitian
Bahan dan alat yamg digunakan adalah paralon untuk membuat transek kuadrat
berukuran 50cm x 50cm, kemudian tali untuk membuat belt transek, oven untuk
mengeringkan sampel lamun dan alat tulis untuk membantu pencatatan data.
Kemudian alat-alat lainnya seperti meteran, GPS, multi parameter, lux meter,
secchi disk, termometer, kamera, cool box, plastik spesimen, kertas lakmus, kertas
label, es batu, cawan petri, penggaris, gunting dan neraca digital.
3.3. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah kuantitatif yang bersifat
deskriptif dengan teknik survei. Pada umumnya penelitian kuantitatif lebih
menekankan pada keluasan informasi, (bukan kedalaman) sehingga metode ini
cocok digunakan untuk populasi yang luas dengan variabel yang terbatas
(Sugiyono, 2015). Kemudian penelitian ini bersifat deskriptif adalah penelitian
yang diarahkan untuk memberikan gejala-gejala, fakta-fakta atau kejadian secara
sistematis dan akurat, mengenai sifat-sifat populasi atau daerah tertentu (Kamal,
Mahdi, & Humaira, 2020).
Penelitian ini diarahkan untuk mendapatkan data jenis, kerapatan,
frekuensi, penutupan, indeks nilai penting, biomassa lamun dan karbon lamun.
Pengumpulan data pada penelitian ini melalui dua tahap. Tahap pertama yaitu
pengambilan data lamun dilapangan dengan teknik survey menggunakan metode
belt transek. Data diambil dari 3 stasiun, masing masing stasiun terdapat 3 transek
sepanjang 50 m yang ditarik tegak lurus garis pantai. Pada setiap garis diletakan 5
transek kuadrat dengan interval 10 m, transek kuadrat yang digunakan berukuran
50 x 50 cm yang dibagi menjadi 25 kisi yang berukuran 10 x 10 cm dapat dilihat
pada gambar 5. Titik awal transek diletakan adalah pada jarak 5 – 10 m dari tepi
lamun dekat garis pantai. Tahap kedua adalah mengidentifikasi jenis, kerapatan,
frekuensi, penutupan, indeks nilai penting, biomassa lamun dan karbon lamun.
Kemudian untuk mengetahui kondisi lingkungan dapat diukur dari suhu, salinitas,
kedalaman, intensitas cahaya, arus, dan keasaman.
DAFTAR PUSTAKA
BBKSDA Jabar. (2016). Cagar Alam Leuweung Sancang dan Cagar Alam Laut
Leuweung Sancang. Bandung.
Ibnu Graha, Y., Arthana, I. W., & Astawa Karang, I. W. G. (2016). Simpanan
Karbon Padang Lamun Di Kawasan Pantai Sanur, Kota Denpasar.
ECOTROPHIC : Jurnal Ilmu Lingkungan (Journal of Environmental
Science), 10(1), 46. https://doi.org/10.24843/ejes.2016.v10.i01.p08
Indriani, Wahyudi, A. J., & Yona, D. (2017). Cadangan Karbon di Area Padang
Lamun Pesisir Pulau Bintan , Kepulauan Riau Carbon Stock in Seagrass
Meadows of Bintan Island , Riau Archipelago Abstrak Pendahuluan
Metodologi. Oseanologi Dan Limnologi Di Indonesia, 2(3), 1–11.
https://doi.org/10.14203/oldi.2017.v2i3.99
IPCC. (2021). IPCC press release AR6. In Climate Change 2021 - The Physical
Science Basis. Retrieved from
https://www.ipcc.ch/site/assets/uploads/2021/08/IPCC_WGI-AR6-Press-
Release_en.pdf
Kamal, S., Mahdi, N., & Humaira. (2020). Buku Metode Penelitian Kualitatif dan
Kuantitatif (1st ed.; H. Abadi, ed.). Yogyakarta: Pustaka Ilmu.
Kauffman, J. B. (2012). Protocols for the measurement , monitoring and
reporting of structure , biomass and. (January). Retrieved from
https://www.researchgate.net/publication/264892201_W_o_r_k_i_n_g_P_a_
P_e_r_Protocols_for_the_measurement_monitoring_and_reporting_of_struct
ure_biomass_and_carbon_stocks_in_mangrove_forests
Kementrian Negara Lingkungan Hidup. (2007). Rencana Aksi Nasional dalam
Menghadapi Perubahan Iklim. Kementrian Negara Lingkungan Hidup, 1–78.
Sjafrie, N. D. M., Hernawan, U. E., Prayudha, B., Rahmat, Supriyadi, I. H.,
Iswari, M. Y., … Rahmawati, S. (2018). Status Padang Lamun. In Pusat
Penelitian Oseanografi-LIPI (2nd ed., Vol. 53). Jakarta: Pusat Penelitian
Oseanografi.
Sondak, C. F. A., Ang, P. O., Beardall, J., Bellgrove, A., Boo, S. M., Gerung, G.
S., … Chung, I. K. (2017). Carbon dioxide mitigation potential of seaweed
aquaculture beds (SABs). Journal of Applied Phycology, 29(5), 2363–2373.
https://doi.org/10.1007/s10811-016-1022-1
Sugiyono. (2015). METLIT SUGIYONO.pdf (22nd ed.). Bandung: Alfabeta.
Zulfadillah, D., Hernawati, D., & Chaidir, D. M. (2021). Community Structure of
Seagrass Field in Litoral Zone of Leweung Sancang Garut Nature Reserve.
Jurnal Biologi Tropis, 21(2), 526. https://doi.org/10.29303/jbt.v21i2.2725

Anda mungkin juga menyukai