KABUPATEN MEMPAWAH
USULAN PENELITIAN
Menyetujui,
Pembimbing I Pembimbing II
Mengetahui,
2. Perumusan Masalah
Keberadaan sampah laut di ekosistem mangrove memberikan dampak yang buruk
bagi lingkungan ekosistem, terutama bagi tumbuhan mangrove itu sendiri. Sampah laut
ini berasal dari beberapa sumber baik dari masyarakat yang berkunjung maupun
bawaan dari aliran laut. Berdasarkan pernyataan berikut maka dapat dirumuskan
masalah yaitu apa saja jenis dan kelipahan sampah mikroplastik yang terdapat di
ekosistem mangrove.
3. Tujuan Penelitian
Tujuan utama dari pelaksanaan penelitian ini yaitu:
1. Mengetahui jenis sampah mikroplastik yang teradapat di ekosistem mangrove
2. Mengetahui kelimpahan sampah mikroplastik di ekosistem mangrove.
4. Manfaat Penelitian
Manfaat penelitian ini adalah sebagai informasi dasar dalam mengatasi masalah
pencemaran sampah mikroplastik di ekosistem mangrove.
5. Tinjauan Pustaka
a. Mangrove
Ekosistem mangrove (bakau) adalah ekosistem yang berada di daerah tepi pantai
yang dipengaruhi oleh pasang surut air laut. Ekosistem mangrove berada di antara level
pasang naik tertinggi sampai level di sekitar atau di atas permukaan laut rata-rata pada
daerah pantai yang terlindungi (Supriharyono, 2009), dan menjadi pendukung
ekosistem di sepanjang garis pantai di kawasan tropis (Donato dkk, 2012). Manfaat
ekosistem mangrove yang berhubungan dengan fungsi fisik adalah sebagai mitigasi
bencana seperti peredam gelombang dan angin badai bagi daerah disekitarnya,
pelindung pantai dari abrasi, gelombang air pasang (rob), tsunami, penahan lumpur dan
perangkap sedimen yang diangkut oleh aliran air permukaan, pencegah intrusi air laut
ke daratan, serta dapat menjadi penetralisir pencemaran perairan pada batas tertentu
(Lasibani dan Eni, 2009). Manfaat lain dari ekosistem mangrove ini adalah sebagai
obyek daya tarik wisata alam dan atraksi ekowisata (Sudiarta, 2006; Wiharyanto dan
Laga, 2010) dan sebagai sumber tanaman obat (Supriyanto dkk, 2014) dan berfungsi
sebagai habitat berbagai jenis satwa. Ekosistem mangrove berperan penting dalam
pengembangan perikanan pantai (Heriyanto dan Subiandono, 2012); karena merupakan
tempat berkembang biak, memijah, dan membesarkan bagi beberapa jenis ikan, kerang,
kepiting, dan udang (Kariada dan Andin, 2014; Djohan, 2007). Hutan mangrove
menyediakan perlindungan dan makanan berupa bahan organik ke dalam rantai makan
(Hogarth, 2001). Bagian kanopi mangrove pun merupakan habitat untuk berbagai jenis
hewan darat, seperti monyet, serangga, burung, dan kelelawar (Supriharyono, 2009).
Kayu pohon mangrove juga dimanfaatkan sebagai kayu bakar, bahan pembuatan arang
kayu, bahan bagunan, dan bahan baku bubur kertas (Saprudin dan Halidah, 2012).
d. Sampah Plastik
Sampah merupakan ancaman polusi yang saat ini menjadi masalah terbesar di
dunia. Sampah dapat berasal dari daratan, yang kemudian dibawa oleh aliran air laut
dan berakhir di daratan kembali (Opfer et al., 2012). Salah satu jenis sampah yang
paling banyak terdapat di wilayah daratan maupun lautan ialah jenis sampah plastik
lalu diikuti oleh jenis sampah lainnya.
Plastik merupakan konsumsi umum bagi masyarakat modern, sebagian besar
konsumsi plastik hanya digunakan sekali. Akibatnya, tumpukan sampah plastik akan
mencemari lingkungan dan menjadi sampah laut (Wang, et al, 2016). Cauwenberghe,
et al. (2013), menyatakan bahwa diperkirakan sekitar 10% sampah khususnya sampah
plastik yang telah diproduksi dan sudah digunakan dibuang ke perairan. Secara global,
prensentasi sampah yang mencemari laut adalah sampah plastik yang mencapai 60-
80% dari keseluruhan sampah di laut, sementara di beberapa tempat presentasi tersebut
mencapai 90-95% dari keseluruhan sampah di laut. Tidak ada data ilmiah yang kuat
mengenai asal-usul sampah tersebut, namun diperkirakan 80% berasal dari daratan dan
20% berasal dari kapal.
Sampah plastik dapat merusak ekosistem dan biota laut yang memakan sampah
plastik yang telah terurai, dan menyimpan substansi-substansi kimia yang telah diserap
oleh kepingan plastik didalam tubuh biota laut tersebut. Substansi-substansi kimia
berbahaya tersebut adalah Polychlorinated Biphenyl (PCB), dan
Dichlorodiphenyldichloroethylene (DDE), Polycyclic Aromatic Hydrocarbons (PAH),
dan Dichlorodiphenyltrichloroethane (DDT). Substansi-substansi tersebut termasuk
kedalam kategori bahan pencemar organik yang persisten (Stockholm Convention on
Persistent Organic Pollutants).
e. Mikroplastik
Salah satu masalah yang berkaitan dengan pencemaran plastik adalah keberadaan
mikroplastik di lingkungan. Plastik dapat terdegradasi oleh oksidasi termal UV dan / atau
proses mekanis membentuk ukuran mikroskopis (Andrady, 2011; Wagner, et al., 2014).
Sampah plastik yang berukuran mikrometer disebut sebagai mikroplastik. Selain sebagai
plastik yang terdegradasi secara mekanis, mikroplastik di lingkungan juga bisa berasal dari
microbeads yang terkandung dalam kosmetik dan kain (Browne, et al., 2011; Fendall and
Sewell, 2009). Banyak penelitian mengkategorikan mikroplastik sebagai sampah plastik
dengan ukuran tidak lebih dari 5mm (Arthur et al, 2009; Wright et al, 2013), sementara
beberapa kategori mikroplastik sebagai sampah plastik dengan ukuran di bawah 1 mm
(Browne, et al., 2011; Van Cauwenberghe, et al., 2013).
Mikroplastik merupakan salah satu bagian dari sampah lautan yang apabila
menumpuk di wilayah perairan akan menyebabkan terganggunya rantai makanan pada ikan.
Mikroplastik berpotensi mengancam lebih serius dibanding dengan material plastik yang
berukuran besar sebagai organisme yang mendiami tingkatan tropik yang lebih rendah,
seperti plankton yang mempunyai partikel rentan terhadap proses pencernaan mikroplastik
sebagai akibatnya dapat mempengaruhi organisme tropik tingkat tinggi melalui proses
bioakumulasi. Hasil uji laboratorium menunjukan bahwa mikroplastik dapat dicerna oleh
organisme laut ketika salah satu partikel dari mikroplastik dapat menyerupai makanan
(Boerger et al., 2010; Browne et al., 2008; Lusher et al., 2013; Van Cauwenberghe et al., 2013).
Temuan signifikan baru-baru ini adalah terdapatnya partikel plastik atau disebut
dengan mikroplastik di lautan di seluruh dunia (Barnes, et al., 2009) termasuk bahkan
di Antartika (Zarfl dan Matthies, 2010). Sampel dari permukaan perairan atau dari
pantai fraksi sampah ini termasuk perawan pelet resin, pelet masterbatch majemuk dan
lebih kecil potongan plastik yang berasal dari puing-puing plastik yang lebih besar
(Moore, 2008). Istilah 'microplastics' dan 'microlitter' telah ditetapkan berbeda oleh
berbagai peneliti. Gregory and Andrady (2003) microlitter didefinisikan sebagai
partikel nyaris tak terlihat yang melewati 500 lm saringan tetapi disimpan oleh 67 lm
sieve (0,06-0,5 mm dalam diameter) sementara partikel yang lebih besar dari ini disebut
mesolitter. Tidak seperti mikro fragmen yang lebih besar tidak mudah terlihat mata
telanjang; bahkan resin-pellet (mesoplastik) dicampur dengan pasir tidak mudah
dilihat. Sampling bersih tentu saja tidak mengumpulkan mikro kecil dan tidak ada
prosedur standar yang dapat diterima saat ini tersedia untuk pencacahan mereka dalam
air atau pasir. Itu mengikuti hanya prosedur yang disarankan yang berasal dari yang
diterbitkan laporan serta pengalaman pribadi dari penulis. Sampel air disaring melalui
saringan kasar untuk dibuang mesolitter. Sampel sedimen atau pasir dicairkan dalam
air garam untuk memungkinkan mikroplastik mengapung ke permukaan. Garam
mineral bisa dilarutkan dalam sampel air laut atau lumpur yang dikumpulkan untuk
ditingkatkan kerapatan air secukupnya untuk mengapung fragmen plastik. Sampel dari
air permukaan dengan mikropartikel mengambang secara hati-hati dihilangkan untuk
belajar. Mengkonsentrasikan sampel sampel air laut dengan evapora- tion juga dapat
berkonsentrasi pada sampah mikroplastik di permukaan. Mikroplastik dalam sampel
air permukaan dapat di visualisasikan di bawah mikroskop menggunakan pewarna
lipofilik (seperti Nil Merah) untuk mewarnai ( Andrady, 2010 ). Sampel air juga
mengandung mikrobiota seperti plankton dengan kisaran ukuran yang sama tetapi ini
tidak akan diwarnai oleh pewarna lipofilik. Suspensi mikroplastik dapat diidentifikasi
menggunakan mikroskop optik, mikroskop elektron, spektroskopi Raman dan FTIR
spektroskopi.
f. Parameter Lingkungan
6. Metodologi
a. Waktu dan Tempat
Penelitian ini dilakukan dari bulan januari sampai bulan maret 2018 di kawasan
MMP (Mempawah Mangrove Park), Kabupaten Mempawah, Kalimantan Barat.
Wilayah pengambilan sampel terdiri atas enam stasiun. Masing-masing stasiun terdiri
atas substasiun yang tersusun sistematis dari batas mangrove terluar (dekat laut) ke
batas mangrove terdalam (dekat darat) (Gambar 1). Analisis sampel dilakukan di
Laboratorium Matematika Ilmu Pengetahuan dan Alam.
PETA PENELITIAN
b. Alat dan Bahan
Alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah termometer, secchi disk, pipet,
refraksi, kolorimetri, elektrometri, petridis, gelas jar, aluminium foil, saringan
bertingkat, mikroskop monokuler, Bahan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu
NaCl jenuh.
Pengeringan dilakukan dengan oven pada suhu 105 °C selama 72 jam. Tahap
pengurangan volume sedimen kering dilakukan dengan penyaringan (ukuran 5 mm)
(Hidalgo-Ruz, et al. 2012). Tahap pemisahan densitas dilakukan dengan
mencampurkan sampel sedimen kering (1 kg) dan larutan NaCl jenuh (3L) kemudian
campuran diaduk selama 2 menit (Claessens, et al. 2011). Plastik yang mengapung
merupakan polystyrene, polyethylene, dan polypropylene. Tahap penyaringan
dilakukan dengan menyaring supernatan (ukuran 45 μm). Partikel mikroplastik dipilah
secara visual menggunakan mikroskop monokuler dan dikelompokkan ke dalam empat
jenis, yaitu film, fiber, fragmen, dan pelet. Parameter yang diambil adalah kelimpahan
(partikel kg-1 sedimen kering) (Hidalgo-Ruz, et al. 2012). Film merupakan polimer
plastik sekunder yang berasal dari fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan
dan memiliki densitas terendah. Fiber merupakan serat plastik memanjang yang
berasal dari fragmentasi monofilament jaring ikan, tali, dan kain sintetis. Fragmen
merupakan hasil potongan produk plastik dengan polimer sintetis yang sangat kuat.
Pelet merupakan mikroplastik primer yang langsung diproduksi oleh pabrik sebagai
bahan baku pembuatan produk plastik (Kingfisher, 2011).
f. Analisis data
Data kelimpahan mikroplastik dianalisis secara statistik. Uji Kruskal-Wallis
digunakan untuk memeriksa adanya beda nyata nonparametrik meliputi kelimpahan
dan komposisi mikroplastik antar stasiun, substasiun, dan kedalaman. Jika hasil
pengujian mengindikasikan berbeda nyata, maka uji Mann-Whitney digunakan untuk
mengidentifikasi beda nyata antara dua kelompok (Claessens, et al. 2011). Spearman
Rank Correlation digunakan untuk memeriksa adanya hubungan nonparametrik
meliputi kelimpahan mikroplastik, dan kelimpahan mikroplastik anta kedalaman
(Goldstein, et al. 2013). Kesamaan karakteristik antarstasiun ditentukan berdasarkan
kelimpahan makrodebris dan kerapatan jenis mangrove dengan menggunakan
Euclidean Distance (Costa, et al. 2011). Peta distribusi makrodebris dibuat dengan
menggunakan analisis spasial.
DAFTAR PUSTAKA
(UNEP) United Nations Environment Programme. 2011. UNEP Year Book 2011:
Emerging Issues in Our Global Environment. Nairobi (KE): UNEP. 79 p.
APHA; AWWA; WEF [American Public Health Association; American Water Works
Association; Water Environment Federation]. 2012. Standard Methods for the
Examination of Water and Wastewater. 22nd ed. APHA. Washington DC (US).
Abu-Hilal, A., & Al-Najjar, T, 2004. Litter Pollution on the Jordanian Shores of the
Gulf of Aqaba (Red Sea). Mar. Environ. Res. 58:39-63.
Abu-Hilal, A., & Al-Najjar, T, 2009. Marine Litter in Coral Reef Areas Along the
Jordan Gulf of Aqaba, Red Sea. J. Environ. Manag. 90:1043-1049.
Costa MF, Silva-Cavalcanti JS, Barbosa CC, Portugal JL, Barletta M. 2011. Plastics
buried in the inter-tidal plain of a tropical estuarine ecosystem. J Coast Res (64):
339-343.
Cole, M., P. Lindeque, C. Halsband & Galloway, T.S., 2011. Microplastics as
Contaminants in the Marine Environment: A review. Mar.Pollut. Bull.
62:2588–2597.
Derraik JGB. 2002. The pollution of the marine environment by plastic debris: a
review. Marine Pollution Bulletin. 44: 842-852.
Eviati, Sulaeman. 2009. Petunjuk Teknis Analisis Kimia Tanah, Tanaman, Air, dan
Pupuk. Ed ke-2. Balai Penelitian Tanah. Bogor.
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 51 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu
Air Laut. Lamp. 3. Untuk Biota Laut.
Leite, A.S., L.L. Santos, Y. Costa & Hatje, V., 2014. Influence of Proximity to an
Urban Center in the Pattern of Contamination by Marine Debris. Marine
pollution bulletin. 81:242-247.
Nor, N. H. M., & Obbard, J. P., 2014. Microplastics in Singapore’s coastal mangrove
ecosystems. Marine pollution bulletin, 79(1-2), 278-283.
Nybakken, J.W., 1992, Biologi Laut Suatu Pendekatan Biologis, PT Gramedia, Jakarta.
McConnaughey, B.H. dan Zottoli., 1983, Introduction to Marine Biolog, Mosby Co.
St. Louis, Toronto.
Rosewater, J., 1965, The Family Tridacnidae in The Indo Pacific. Indo – Pacific. Indo
– Pacific Mollusca :Vol 1 / no.6. The Department of Mollusca: Academy of
Natural Science of Philadelphia, Pennsilvania. pp: 347–396
Smith SDA, Markic A. 2013. Estimates of marine debris accumulation on beaches are
strongly affected by the temporal scale of sampling. Plos One. 8 (12): 1- 6.doi:
10.1371/journal.pone.0083694.