Anda di halaman 1dari 5

I.

PENDAHULUAN

I.1. Sampah Laut (Marine debris)

Sampah laut (marine debris) ialah benda padat yang kuat dan tahan lama,

diproduksi atau diproses oleh manusia, secara langsung atau tidak langsung, sengaja

atau tidak sengaja, dibuang atau ditinggalkan melalui sungai dan berakhir di dalam

lingkungan laut (NOAA, 2013). Beberapa jenis sampah laut yang dapat ditemukan di

antaranya plastik, kain, busa, gabus, kaca, keramik, logam, kertas, karet, dan kayu

(Hastuti ,2014),). Tipe plastik merupakan jenis sampah laut dominan di antara tipe

sampah laut

Berbagai macam masalah muncul akibat adanya sampah laut (marine debris)

seperti berkurangnya keindahan wilayah pesisir, menimbulkan berbagai macam

penyakit, mempengaruhi jaring – jaring makanan, serta berkurangnya produktivitas

ikan yang ditangkap. Bila hal tersebut terjadi, maka berpengaruh terhadap rantai

makanan, perekonomian dan juga akan berdampak pada kehidupan manusia terutama

kesehatan (Citrasari et al., 2012).

Dari sifat plastik tersebut menjadikan plastik sangat berbahaya bagi lingkungan

sekitar. Semakin tingginya sampah plastik yang ada pada lingkungan akan memiliki

potensi sebagai cemaran. Selain itu plastik memiliki sifat yang tidak mudah terurai

(non biodegradable) pada tanah maupun perairan, sehingga dengan sifat yang

demikian plastik diperkirakan membutuhkan waktu 100 sampai 500 tahun, hingga

dapat terdekomposisi (terurai) dengan sempurna.


Berdasarkan ukuran dan lokasi persebarannya karakteristik sampah laut seperti

yang dikemukakan oleh Lippiat et al., (2013) dapat dilihat pada Tabel 1.

Tabel 1. Klasifikasi Sampah Laut Berdasarkan Ukuran

No Klasifikasi Ukuran Lokasi persebaran

1. Mega > 1m Laut

2. Makro > 2,5 cm - < 1 m Benthik

3. Meso > 5 mm - < 2,5 cm Garis pantai

4. Mikro 0,33 mm - < 5 mm Permukaan air

5. Nano < 1 µm Tidak terlihat

Ukuran sampah laut dapat diklasifikasikan menjadi 5 bagian, yaitu :

1. Mega-debris merupakan ukuran sampah yang panjangnya lebih dari 1 meter

yang pada umumnya didapatkan di perairan lepas.

2. Makro-debris merupakan ukuran sampah yang panjangnya berkisar > 2,5 cm

sampai < 1 m. Pada umumnya sampah ini ditemukan di dasar maupun

permukaan perairan.

3. Meso-debris merupakan sampah laut yang berukuran >5 mm sampai < 2,5

cm. Sampah ini pada umumnya terdapat di permukaan perairan maupun

tercampur dengan sedimen.

4. Mikro-debris, merupakan jenis sampah yang sangat kecil dengan kisaran

ukuran 0,33 sampai 5,0 mm. Sampah yang berukuran seperti ini sangat mudah

terbawa oleh arus, selain itu sangat berbahaya karena dapat dengan mudah

masuk ke organ tubuh organisme laut seperti ikan dan penyu.


5. Nano-debris, merupakan jenis sampah laut yang ukurannya dibawah <1 μm.

Sama halnya dengan mikro-debris sampah jenis ini sangat berbahaya karena

dapat dengan mudah masuk kedalam organ tubuh organisme.

I.2. Mikroplastik

Bagian terkecil dari plastik setelah mengalami proses degradasi dikenal dengan

mikroplastik. Mikroplastik memiliki ukuran partikel dengan rentang ukuran 0,3 mm –

>5 mm (Eriksen et al.,2013). Plastik dengan ukuran kurang dari 5 mm terlihat seperti

organisme planktonik dan partikel organik tersuspensi, yang merupakan makanan

bagi biota laut (Wright et al., 2013). Biota laut secara tidak langsung akan menelan

mikroplastik tersebut. Mulai dari zooplankton hingga biota seperti ikan akan tercemar

dengan adanya limbah plastik

Mikroplastik telah ditemukan secara luas di lingkungan, terutama di sedimen

pantai dan lautan di seluruh dunia. Partikel-partikel mikroplastik di lingkungan

akuatik terbentuk dalam ukuran, densitas, komposisi kimia, dan bentuk yang berbeda

(Duis and Coors, 2016). Mikroplastik dapat ditemukan dalam produk penggunaan

sehari-hari seperti facial scrub, cat atau dari pecahan makroplastik yang lebih besar

(mikroplastik sekunder). Kelimpahan mikroplastik banyak berasal dari dari limbah

rumah tangga dan kegiatan antropogenik. (Andrady, 2011).

Sluka, et al (2018) menyatakan bahwa mikroplastik dapat diklasifikasikan

menjadi beberapa jenis dengan kriteria sebagai berikut:

a) Filamen atau fiber, yaitu serat plastik memanjang yang bersumber dari kain

sintetis atau jaring ikan.


b) Film, yaitu mikroplastik yang bersifat halus, lentur, transparan dan berasal dari

fragmentasi kantong plastik atau plastik kemasan makanan.

c) Foam, yaitu mikroplastik yang biasanya bewarna putih dan berpori (spongy),

serta berasal dari kemasan polystyrene atau seperti cangkir yang dapat di buang

(disposable cups).

d) Fragmen, merupakan mikroplastik yang bersifat kaku dan keras yaitu dapat

berasal dari patahan plastik yang lebih besar, seperti botol plastik dan pipa

paralon.

e) Pelet merupakan mikroplastik primer yang langsung diproduksi oleh pabrik

sebagai bahan baku pembuatan produk plastik, yang berbentuk silinder seperti

biji-bijian dan umumnya putih atau transparan.

I.3. Tujuan Praktikum

Praktikum ini bertujuan untuk melatih dan meningkatkan kemampuan

mahasiswa untuk mengetahui pencemaran laut yang diakibatkan dari sampah laut dan

mikroplastik dan menambah keterampilan dalam menganalisis kualitas air laut oleh

sampah laut tersebut.

I.4. Manfaat Praktikum

Adapun praktikum ini bermanfaat untuk memberikan gambaran dan bahayanya

sampah laut dan mikroplastik di perairan laut dan dapat memberikan data-data terkait

pencemaran laut.
DAFTAR PUSTAKA

Andrady, A.L. 2011. Microplastics in the Marine Environment. Mar. Poll. Bull. 62:
1596-1605.

Citrasari, N., N.I. Oktavitri, A. Nuril, & Aniwindira. (2012). Analisis laju timbunan
dan komposisi sampah di permukiman pesisir Kenjeran Surabaya. J. Biol. Res.,
18, 83–85

Duis, K. and Coors, A., 2016, Microplastics in the Aquatic and Terrestrial
Environment: Sources (with a specific focus on personal care products), Fate
and Effects, J. Environ. Scien. Eur., 28: 2-25

Hastuti A. R. (2014). Distribusi Spasial Sampah Laut Di Ekosistem Mangrove Pantai


Indah Kapuk Jakarta. Skripsi. Bogor, Indonesia: Departemen Manajemen
Sumber Daya Perairan, Institut Pertanian Bogor.

Lippiatt, S., Opfer, S., & Arthur, C. 2013. Marine Debris Monitoring And
Assessment: Recommendations For Monitoring Debris Trends In The Marine
Environment. In NOAA Technical Memorandum.

M. Eriksen et al. 2013. “Microplastic pollution in the surface waters of the Laurentian
Great Lakes,” Mar. Pollut. Bull., vol. 77, no. 1–2, pp. 177–182.

National Oceanic and Atmospheric Administration. 2013. Programmatic


Environmental Assessment (PEA) for the NOAA Marine Debris Program
(MDP). Maryland (US): NOAA. 168 p.

Sluka, R., J. Calcutt dan A. Nussbaumer. 2018. Guidelines for Sampling


Microplastics on Sandy Beaches. A Rocha Internasional. London.

Wright, S.L., R.C. Thompson and T. S. Galloway. 2013. The Physical Impact of
Microplastics On Marine Organisms: A Review. Env. Poll. 178: 483-492.

Anda mungkin juga menyukai