TINJAUAN PUSTAKA
2.1. DaerahhAliranhSungaih(DAS)
Pada PP No. 37 tentang Pengelolaan DAS, Pasal 1 menyebutkan bahwa daerah aliran
sungai yang selanjutnya disebut dengan DAS adalah suatu wilayah daratan yang
merupakan satu kesatuan dengan sungai dan anak-anak sungainya, yang berfungsi
menampung, menyimpan, dantmengalirkantair yang berasal dari curah hujan ke danau atau
ke laut secara alami, yang batas di darat merupakan pemisah topografis dan batas laut
sampai dengantdaerahtperairantyangtmasihtterpengaruhtaktivitastdaratan.
DAS dapat dipandang sebagai sistem alami yang menjadi tempat berlangsungnya
proses-proses biofisik hidrologis maupun kegiatan sosial-ekonomi dan budaya masyarakat
yang kompleks. Proses-proses biofisik hidrologis DAS merupakan proses alami sebagai
bagian dari suatu daur ulang hidrologi atau yang dikenal dengan siklus air.
Kegiatanhsosial-ekonomifdanhbudaya masyarakathmerupakan bentuk intervensi manusia
terhadap sistem alami DAS. Hal ini tidak lepas dari semakin meningkatnya tuntutan atas
sumberdayahalamh(air, tanah, dan hutan)hyanggdisebabkannmeningkatnya pertumbuhan
penduduk yang membawa akibat pada perubahan kondisi tata air DAS.
Perubahan kondisi hidrologi DAS sebagai dampak perluasan lahan kawasan
pemukiman yang tidak terkendali tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi tanah
dan air seringkali mengarah pada peningkatan erosi, percepatan degradasi lahan, dan
sebagainya. Oleh karena itu ekosistem DAS perlu ditata pemanfaatannya agar dapat
digunakan untuk berbagairkeperluan, seperti pertanian, perkebunan, kehutanan, perikanan,
peternakan, dan lain sebagainya.
Sungai merupakan perairan mengalir yangtdicirikan oleh arus yang searah dan relatif
kencang, dengan kecepatan berkisar 0,1 – 1,0 m/detik serta sangat dipengaruhiloleh waktu,
iklim, bentang alam, dan curah hujan. Sungai bagianthulu dicirikan dengan badan sungai
yang dangkal dan sempit, tebing curam dan tinggi, berair jernih, dan mengalir cepat.
Badan sungai bagian hilir umumnya lebih lebar, tebingnya curam atau landai badan air
dalam, keruh, dan aliran air lambat. Menurut Newson (2007) sungai merupakan bagian
lingkungan yang paling cepat mengalami perubahan jika terdapat aktivitas manusia di
sekitarnya.
7
8
Sungai yang menerima bahan pencemar mampu memulihkan diri (self purification)
dengan sendirinya. Kemampuan sungai dalam memulihkan diri dari pencemaran
tergantung pada ukuran sungai dan laju aliran air sungai dan volume serta frekuensi limbah
yang masuk (Lehler dalam Miller, 1975). Senyawa non-biodegradable yang dapat
merusak kehidupan di dasar sungai, menyebabkan kematian ikan-ikan dan biota yang ada
di dasar sungai.
industri serta mempengaruhi tingkat kualitas air Sungai Badung, yaitu aktivitas rumah
sakit, hotel, pasar, bengkel, pertanian, peternakan, industri pencelupan/sablon, industri
tahu/tempe, dan aktivitas rumah tangga.
Berdasarkan laporan Neraca Kualitas Daerah Bali tahun 2001, Tukad Badung telah
terindikasi mengalami pencemaran sehingga terjadi penurunan kualitas air yang cukup
signifikan terhadap fungsi sungai sebagai sumber air baku air minum. Sistem pengelolaan
limbah cair rumah tangga yang ada di sepanjang DAS Tukad Badung umumnya berupa
tangki septik (septic tank) dengan atau tanpa bidang resapan. Sistem dengan tangki septik
tersebut diprioritaskan untuk mengolah limbah yang berasal dari kamar mandi khususnya
dari limbah wc atau kegiatan-kegiatan lainnya dari masyarakat seperti kegiatan
perdagangan/pasar, perhotelan, perbengkelan, dan kegiatan home industry yang berada di
sepanjang DAS Tukad Badung.
Peningkatan pencemaran di sepanjang DAS Tukad Badung sebagian disebabkan oleh
airrbekasskegiatanrmanusia yang dibuanggke badan air yang sedikit atauttanpafpengolahan
samaasekalitterlebihtdahulu. Haltini yang menyebabkannpenurunannkualitasnairnsungai.
Gambar 2.2. Contoh limbah rumah tangga yang dialirkan langsung ke badan sungai
2.4. Limbah
Limbahhadalahhzat ataubbahan buanganryang dihasilkantdari proses kegiatan manusia
(IgnnSuharto,n2011:n226). Limbah dapat berupantumpukanjbarang bekas, sisa kotoran
hewan, tanaman, atau sayuran. Keseimbangan lingkungan menjadi terganggu jika jumlah
hasil buangan tersebut melebihi ambang batas toleransi lingkungan. Apabila konsentrasi
11
dan kuantitas melibihi ambang batas, keberadaan limbah dapat berdampak negatif terhadap
lingkungan terutama bagi kesehatan manusia sehingga perlu dilakukan penanganan
terhadap limbah. Tingkat bahaya keracunan yang ditimbulkan oleh limbah bergantung
pada jenis dan karakteristik limbah.
Adapun karakteristik limbah secarauumum adalah sebagai berikut:
1. Berukurannmikro, maksudnyalukurannya terdiriaatas partikel-partikelkkecil yangtdapat
kitatlihat.
2. Penyebarannyamberdampakmbanyak,mmaksudnya bukan hanya berdampak pada
lingkungan yang terkena limbah saja melainkannberdampak pada sektor-sektor
kehidupannlainnya, sepertissektoreekonomi,esektorkkesehatan,hdanhlain-lain.
3. Berdampakkjangkappanjangm(antargenerasi),nmaksudnya masalahflimbah tidak dapat
diselesaikanfdalam waktu singkat. Sehinggaddampaknyaaakanaada pada generasi yang
akanndatang.
dengan fungsi deterjen yang maksimal sangat digemari oleh masyarakat karena
penggunaannya yang cepat dan instan. Akan tetapi kelemahannya adalah strukturnya yang
stabil sehingga membuat deterjen sulit terdegradasi di alam (Connell & Miller, 1995 dalam
R. Savitri, 2007). Dibandingrdenganrsabun, detergentmempunyaitkeunggulantantara lain
mempunyai daya cuci yang lebih baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air.
Sifat-sifat fisik dari deterjen antara lain sebagai berikut:
1) Detergen bersifat dapat melarutkan lemak dan tidak dipengaruhi oleh kesahan air.
2) Berdasarkan bentuk fisiknya, deterjen dibedakan atas:ldeterjen cair, deterjen krim/sabun
colek, deterjen bubuk.
3) Tingkat keasaman (pH) detergenlkurang lebih berkisar antara 10-12.
4) Deterjen bersifat non-biodegradable, yang berarti sulitluntuk diuraikan secara alami
oleh mikroorganisme.
Pada umumnya, detergen mengandung bahan-bahan sebagai berikut:
a) Surfaktan
Surfaktanm(surfacemactivemagent) merupakanlzat aktifppermukaannyanggmempunyai
ujungmberbedabyaituuhidrofil (sukamair)ddan hidrofob (sukamlemak). Bahannaktifnini
berfungsinmenurunkan teganganppermukaanaair sehinggaadapat melepaskantkotoran yang
menempelppadaapermukaanbbahan.
b) Builder
Builder (pembentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci dari surfaktan dengan
caramenon-aktifkan mineral penyebab kesadahan air.
c) Filler
Filter adalah bahanhtambahan deterjen yang tidak mempunyai kemampuan
meningkatkan daya cuci, tetapi menambah kuantitas. Bahan pengisifmenetralisir
kesadahan air atau melunakkan air, mencagah menempelnya kembali kotoran pada bahan
yang dicuci dan mencegah terbentuknya gumpalan dalam air cucian.
d) Aditif
Aditif adalah bahan suplemenfatau tambahan untuk membuat produk lebih
menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih, pewarna dan seterusnya, tidak
berhubungan langsung dengan dayalcuci deterjen.
14
unsur hara lainnya yang terlarut di dalam air. Organisme konsumen dalam rantai makanan
memperoleh unsur fosfor secara tidak langsung melalui produsen primer.
Sementara itu, kandungan fosforlpada tanaman membantu dalam pertumbuhan bunga,
buah dan biji, serta mempercepat pematangan buah. Jika tanaman kekurangan unsur ini
biasanya menyebabkan mengecilnya daun dan batang, perubahan warna daun menjadi
hijau tua keabu-abuan, mengilat, dan terlihat pigmen merah di daun bagian bawah. Selain
itu, pembentukan bunga terhambat dan produksilbuah atau bijinya kecil. Kondisi tersebut
lama-kelamaan menyebabkan tanaman mati.
termasuk selama musim tanam (US EPA), lahan basah atau wetland adalah wilayah-
wilayah di mana tanahnya jenuh dengan air, baik bersifat permanen (menetap) atau
musiman.
Efisiensi
No. Peneliti Komponen
Penurunan
BOD 77,6% - 91,8%
3. Euis Nurul Hidayah dan Wahyu Aditya COD 47,4% - 91,6%
TSS 33,3% - 83,3%
COD 82%
4. Setyowati dan Trihadiningrum (2000) N 74%
P 75%
Amoniak 76,07% - 87,52%
BOD 85,83% - 90,33%
Hamdani Abdulgani, Munifatul Azzati,
5. COD 86,94% - 94,87%
dan Sudarno (2014)
Sulfida 94,56% - 99,81%
TSS 73,78% - 84,71%
Ashila Rieska Munazah dan Prayatni
6. COD 96,33%
Soewondo (2008)
7. Tangahu (2005) N 91,24%
Sumber: Penulis
Tujuan utama dari dibangun sistem constructed wetland adalah untuk mengobati
berbagai macam air limbah (kota, industri, pertanian, dan perindustrian). Namun sistem ini
melayani tujuan lain juga. Lahan basah dapat berfungsi sebagai tempat perlindungan
satwa liar dan menyediakan habitat bagi hewan lahan basah. Sistem constructed wetland
juga dapat estetis dan berfungsi sebagai tujuan yang menarikbagi wisatawan dan penduduk
kota setempat.
Gambar 2.4. Pengolahan Constructed Wetland dengan Tipe Sub-surface Flow System
Sumber: Morel and Diener (2006) dalam Sustainable Sanitation and Water Management
Pada Sub-surface Flow (SSF) system, pengolahanllimbahrterjadirketikarairrmengalir
secara perlahan melalui tanaman yang ditanam pada media berpori, misalnya pecahan batu,
gravel, atau media berpori lainnya. Air limbahhyang dialirkan akanrmengalami pengolahan
denganrcararfiltrasi, adsorbsi oleh mikroorganisme, adsorbsi oleh tanah dan juga oleh akar
tumbuhan (Novotny and Olem, 1994). Dalam sistemlini tanaman melalui akar rhizoma
yang mentransfer oksigen ke dalam media subsurface dan menciptakan kondisi aerobik
(Robert, et all). Removel bahantorganik pada sistem SSF dibatasi oleh dua faktor yaitu
wakturtinggalrdanrtransferrO2(Crites, 1998 dalam Yuanita, 2000).
Kemampuan sistem sangat dipengaruhi olehhwaktu detensiaair limbah dalamnreaktor
sertambebanmlimbahmyangmmasuk,mkondisimbiota,mdanmketerbatasanmoksigen dalam
sistemg(Anonymous,h2006).
Untukkmengatasikkemungkinan clogging pada SSF dapattdilakukantdengantmengatur
mediaapadaabagianainlet digunakanadenganadiameter besar. Media dengan diameter besar
mempunyaikkonduktivitashhidraulikbbesar dan mampu mengurangi terjadinya clogging di
bagiannawalnreaktor. Setelahhzonaainlet yanggberdiameter besar digunakan mediatdengan
diameter kecil. Mediaddengan diameterkkecillmemberinmanfaat berupaatersedianyaaarea
permukaan yang lebih banyak yang dapat digunakan untuk membantu pengolahan. Rongga
udara yang lebihhkecil lebihhkompatibel bagi vegetasi akar dan rhizoma. Selain ituldengan
22
diameter yang lebih kecil konduktivitas hidrauliknya lebih rendah dan kondisi aliran lebih
mendekati linier.
Perencanaan ini membutuhkan pengetahuan mengenai media filter. Filter aliran
vertikal dan horizontal adalah dua sistem yang secara prinsip berbeda. Filter aliran vertikal
diisi secara periodik dengan interval tertentu dan kondisi dominannya adalah aerobik,
sedangkan filter aliran horizontal adalah filter yang secara terus menerus direndam oleh air
dan dioperasikan secara partly aerobic (ada kehadiran oksigen bebas), partly anoxic (tanpa
kehadiran oksigen bebas tetapi ada NO3), dan partly anaerobic (tanpa kehadiran oksigen
bebas maupun NO3).
2.6.2.2. Constructed Wetland dengan Aliran di Atas Permukaan Tanah (Free Water
Surface System)
Gambar 2.5. Pengolahan Wetland dengan Tipe Free Water Surface System
Sumber: TILLEY et al (2008) dalam Sustainable Sanitation and Water Management
Free Water Surface (FWS) system, dikenal juga sebagai constructed wetland aliran
permukaan atau constructed wetland permukaan air bebas), air mengalir di atas tanah dan
tanaman berakar pada lapisan sedimen di dasar cekungan atau mengambang di air. Ketika
air perlahan mengalir melalui Constructed wetland (CW), fisik simultan, kimia dan biologi
padatan proses filter, menurunkan organik dan menghapus nutrisi dari air limbah. Saluran
atau cekungan dilapisi dengan penghalang kedap air (tanah liat atau geo-tekstil) ditutupi
dengan batu, kerikil, dan tanah dan ditanami vegetasi asli (misalnya, tanaman rawa, alang-
alang dan/atau bergegas). Constructed wetland dialiri air limbah hingga kedalaman 10
sampai 45 cm di atas permukaan tanah.Agregat biasanya memiliki kedalaman antara 12
dan 24 inci.Efisiensi permukaan bebas air dibangun lahan basah juga tergantung pada
seberapa baik air didistribusikan di inlet.Dibandingkan dengan Sub-Surface Flow (SSF)
system, Free Water Surface (FWS) dapat bervegetasi dengan tanaman yang muncul,
23
terendam dan tanaman mengambang (Sa‟at 2006; Tilley et al 2008). Selain itu Free Water
Surface (FWS) juga memiliki biaya pemeliharaan dan perbaikan yang lebih rendah.
Dibandingkan dengan pengolahan intensif (high-rate) pilihan perlakuan aerobik
lainnya (misalnya lumpur aktif), constructed wetland (CW) dibangun dengan sistem alam,
yang bekerja secara ekstensif. Itu berarti pengobatan mungkin memerlukan lebih banyak
tanah dan waktu, tetapi dapat biaya yang aman karena sistem operasi yang lebih rendah,
yang tidak membutuhkan orang-orang atau hanya sedikit energi listrik dan operator dapat
dilatih dari masyarakat (orang berketerampilan rendah). Ini juga berarti bahwa tidak ada
kebutuhan untuk peralatan canggih, suku cadang yang mahal, atau bahan kimia (GAUSS
2008).
Sistem FWS dinilai lebih tepat digunakan untuk menghapus limbah sekunder dan
tersier, dan menyediakan sebuah habitat. Sistem FWS mampu dalam menghapus material
organik, nitrogen, fosfor, logam berat, patogen, dan polutan lainnya. Lingkungan dalam
FWS umumnya akan aerobik di dan dekat permukaan.
Tabel 2.5. Kelebihan dan Kekurangan Constructed Wetland Tipe Free Water Surface
Free Water Surface
Kelebihan Kekurangan
Memiliki tingkat yang lebih rendah dari
Lebih murah dalam membangun dan penghapusan kontaminan per unit lahan
mengoperasikan dan lebih sederhana daripada metode SSF, sehingga
dibandingkan mendesain SSF dan membutuhkan lebih banyak tanah untuk
pengolahan limbah konvensional mencapai tingkat pengolahan tertentu dari
metode SSF
Dapat digunakan untuk air limbah
Membutuhkan lahan yang lebih daripada
dengan kandungan padatan tersuspensi
metode pengolahan konvensional
yang tinggi
Menawarkan kontrol aliran yang lebih Risiko paparan ekologi dan manusia untuk
besar dibandingkan metode SSF air limbah permukaan
Menawarkan habitat satwa liar yang lebih Mungkin lebih lambat dalam pengolahan
beragam dibanding pengolahan konvensional
Memberikan habitat bagi tanaman dan Bau dan serangga mungkin menjadi
satwa liar masalah untuk metode FWS
Sumber: Penulis
24
Gambar 2.6. Skema Representasi Constructed Wetland dengan Tanaman Air Permukaan
Perairan (Floating Aquatic Plant)
Sumber: Vymazal (2001a) dalam Backhuys Publishers
Tanamannair ini hiduppterapungddippermukaan perairantdengan posisiaakaryyang
melayanggdiddalam air. Mempunyai bentukkakarkyanggterjurai, sehingga memungkinkan
tanamanntersebut untuk menyerappzat-zat yangtdiperlukan terutamaabahannterlarutddan
melayang yang ada di dalam perairan. Contoh dari golongan Floating Aquatic Plant
diantaranya tanaman Azolla, Lemna Minor, Pistria Stratiotes, dan Eichhornia Crassipes.
2.6.5.2. Tanaman Air yang Hidup di Dasar Perairan (Deep Aquatic Plant)
Gambar 2.7. Skema Representasi Constructed Wetland dengan Tanaman Air Dasar
Perairan (Deep Aquatic Plant)
Sumber: Vymazal (2001a) dalam Backhuys Publishers
Tanaman air ini hidup di dasar perairan yang mempunyailakar yang tertanam kuat
pada bagian dasar perairan, sedangkan batangnya berdiri tegak menopang daunldan bunga
yang muncul pada permukaan air. Yang mana tinggildan posisi batang biasanya tergantung
pada kedalaman perairan tempat hidupnya. Sehingga tinggi batanglserta posisi tanaman
yang berbeda-beda. Contoh dari golongan Deep Aquatic Plant diantaranya tanaman
Nuphar dan Nymphania.
27
Gambar 2.8. Skema Representasi Constructed Wetland dengan Tanaman Air Terendam
atau Tenggelam di dalam Perairan (Submerged Aquatic Plant)
Sumber: Vymazal (2001a) dalam Backhuys Publishers
Tanaman air ini hidup di dalam perairan dengan seluruh bagian tubuhnyatterendam
air. Akar dari tanaman jenis ini dapat menyentuh dasar perairan, namuntsebagian besar
diantaranya melayang. Posisinya di perairan sangat menunjang fungsinya untuk menjadi
saringan (filter) bagilberbagai jenis bahan terlarut yang ada di dalam perairan. Contoh dari
golongan Submerged Aquatic Plant diantaranya tanaman Hydrilla, Charra, Egeria Densa,
Myriophyllum, dan Elodea Nutalli.
2.6.5.4. Tanaman Air yang Muncul di Permukaan Perairan (Emergent Aquatic Plant)
Gambar 2.9. Skema Representasi Constructed Wetland dengan Tanaman Air Muncul di
Permukaan Perairan (Emergent Aquatic Plant)
Sumber: Vymazal (2001a) dalam Backhuys Publishers
Tanaman air ini hidup pada bagian tepi suatu perairan. Jenis i ni dapat hidup pada
bagian perairan yang dangkal sampai bagian yang tidak tergenang oleh air, sesuai dengan
bentuk akar, batang, dan daunnya. Contoh dari golongan Emergent Aquatic Plant
28
penghapusan nutrisi dan polutan dalam air limbah dapat dimanfaatkan dalam
pengolahan air limbah buatan atau pada constructed wetland.