Anda di halaman 1dari 24

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR TAHU MELALUI

PENGENDAPAN & FITOREMIDIASI MENGGUNAKAN


TANAMAN KAYU APU (Pistia stratiotes L.)

Di susun oleh kelompok 3 :

 Siti Nurul Hidayah (14030204017)


 Argelina novi oktaviana (14030204031)
 Tria Amalia Atika (14030204035)
 Puguh Setyawan (14030204039)
 Rahma Shakinadeha (14030204046)

Pendidikan Biologi A 2014

JURUSAN BIOLOGI
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILM PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI SURABAYA
2017
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Sumber penghasil limbah cair terbesar di negara ini adalah dari hasil aktivitas rumah
tangga.Hal ini dikarenakan jumlah penduduk di Indonesia yang sangat besar.Oleh karena
itu volume limbah domestik yang dihasilkan juga besar (Angga, 2007). Salah satu limbah
cair yang dihasilkan dalam skala rumah tangga yaitu limbah cair tahu. Limbah cair tahu
merupakan sisa sisa air tahu yang tidak menggumpal, potongan tahu yang hancur karena
proses penggumpalan yang tidak sempurna serta cairan keruh kekuningan yang dapat
menimbulkan bau tidak sedap bila di biarkan (Nohong, 2010).
Karakteristik secara umum Limbah Cair Tahu digolongkan atas sifat fisik, kimia, dan
biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasnya hanya terdiri dari karakteristik fisika
dan kimia. karakter fisika seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain.
karakteristik kimia terbagi menjadi 2 yaitu kimia organic seperti (BOD dan DO),
sedangkan kimia anorganik meliputi pH, Pb, Ca, dan lain-lain. Cara biologi, dapat
menurunkan kadar zat organik terlarut yaitu dengan memanfaatkan tumbuhan air.
Tidak lain halnya dengan limbah cair tahu yang dihasilkan dari daerah industri tahu
di daerah jambangan Surabaya belum ada pengolahan limbah cair tahu secara optimal.
daerah jambangan Surabaya berada di sepanjang aliran sungai kali Surabaya. Kali
Surabaya merupakan pasokan utama sumber air baku PDAM yang melayani lebih dari
tiga juta penduduk Surabaya. Tidak hanya itu, Kali Surabaya juga memberikan peranan
penting bagi masyarakat yang tinggal di bantaran sungai, termasuk masyarakat industri
yang memanfaatkan air sungai sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya.
Saat tekanan terhadap Kali Surabaya oleh keberadaan beberapa limbah kegiatan yang ada
di bantaran dan hulunya makin meningkat, maka dapat dipastikan kesehatan masyarakat
Surabaya sebagai pengkonsumsinya pun akan juga terancam (Badan Perencanaan dan
Pembangunan Kota Surabaya, 2009).
Mengingat tingginya potensi pencemaran perairan akibat limbah cair industri
pembuatan tahu, maka diperlukan strategi pengendalian pencemaran perairan tersebut
dengan mengolah limbah cair sebelum dibuang ke lingkungan sebagai salah satu upaya
penyehatan lingkungan. Senyawa organik yang berada pada limbah adalah senyawa yang
dapat diuraikan secara sempurna melalui proses biologi baik aerob maupun anaerob.
Mengingat karakteristik limbah cair pabrik tahu mengandung banyak buangan organik,
maka alternatif sistem pengolahan secara biologis dapat dijadikan pilihan utama
(Fachrurozi et al. 2010). Tanaman air mempunyai kemampuan untuk menetralisir
komponen-komponen tertentu di dalam perairan yang sangat bermanfaat dalam proses
pengolahan air limbah (Artiyani 2014). Penggunaan tanaman air dalam proses
bioremediasi ini biasa dikenal dengan istilah fitoremediasi. Fitoremidiasi adalah
pencucian polutan yang diremediasi oleh tumbuhan, termasuk pohon, rumput-rumputan
dan tumbuhan air. Pencucian ini bisa berarti penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi
polutan ke bentuk yang tidak berbahaya. Fitoremediasi merupakan suatu sistem yang
menggunakan tumbuhan, dimana tumbuhan tersebut bekerjasama dengan
mikroorganisme dalam media untuk mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan zat
kontaminan menjadi kurang atau tidak berbahaya sama sekali bahkan menjadi bahan yang
berguna secara ekonomi.
untuk mengetahui pengaruh pengedapan dan fitoremidiasi terhadap kualitas air
limbah cair tahu maka di lakukanlah penelitian yang berjudul “Pengolahan Limbah Cair
Tahu Melalui Pengendapan & Fitoremidiasi Menggunakan Tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes L.)

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana pengaruh pengendapan terhadap kualitas air limbah tahu (pH, suhu,
kekeruhan)?
2. Bagaimana pengaruh Fitoremidiasi terhadap kualitas air limbah tahu (pH, suhu,
kekeruhan)?
3. Bagaimana kondisi tanaman pada proses fitoremidiasi pada limbah cair tahu yang
sudah di endapkan?

C. Tujuan
1. Mengolah limbah cair tahu dengan pengendapan & fitoremidiasi
2. Menaikkan kualitas limbah cair tahu
3. Mengetahui pengaruh pengendapan terhadap kualitas air limbah tahu
4. Mengetahui pengaruh Fitoremidiasi terhadap kualitas air limbah tahu
5. Mengetahui kondisi tanaman pada proses fitoremidiasi pada limbah cair tahu yang
sudah di endapkan.

BAB II

KAJIAN PUSTAKA

A. Karakteristik Limbah Cair Tahu


Secara umum karakteristik air buangan dapat digolongkan atas sifat fisika, kimia, dan
biologi. Akan tetapi, air buangan industri biasanya hanya terdiri dari karakteristik fisika
dan kimia. Parameter yang digunakan untuk menunjukkan karakter air buangan industri
tahu adalah (Indrasti, 2009):
1. parameter fisika, seperti kekeruhan, suhu, zat padat, bau dan lain-lain.
2. parameter kimia, dibedakan atas kimia organik dan kimia anorganik. Kandungan
organik (BOD, COD, TOC) oksigen terlarut (DO), minyak atau lemak, nitrogen total,
dan lain-lain. Sedangkan kimia anorganik meliputi: pH, Pb, Ca, Fe, Cu, Na, sulfur,
dan lain-lain.
Beberapa karakteristik limbah cair industri tahu yang penting antara lain:
a. Padatan Tersuspensi
Yaitu bahan-bahan yang melayang dan tidak larut dalam air. Padatan tersuspensi
sangat berhubungan erat dengan tingkat kekeruhan air. Kekeruhan menggambarkan
sifat optik air yang ditentukan berdasarkan banyaknya cahaya yang diserap dan
dipancarkan oleh bahan-bahan yang terdapat di dalam air. Kekeruhan disebabkan oleh
adanya bahan organik dan anorganik yang tersuspensi dan terlarut. Semakin tinggi
kandungan bahan tersuspensi tersebut, maka air semakin keruh (Effendi, 2008).
b. Derajat Keasaman (pH)
Air limbah indutri tahu sifatnya cenderung asam, pada keadaan asam ini akan
terlepas zat-zat yang mudah untuk menguap. Hal ini mengakibatkan limbah cair
industri tahu mengeluarkan bau busuk. pH sangat berpengaruh dalam proses
pengolahan air limbah. Baku mutu yang ditetapkan sebesar 6-9. Pengaruh yang terjadi
apabila pH terlalu rendah adalah penurunan oksigen terlarut. Oleh karena itu, sebelum
limbah diolah diperlukan pemeriksaan pH serta menambahkan larutan penyangga
agar dicapai pH yang optimal (BLH, 2010).
Nilai pH merupakan faktor pengontrol yang menentukan kemampuan biologis
mikroalga dalam memanfaatkan unsur hara. Nilai pH yang terlalu tinggi misalnya,
akan mengurangi aktifitas fotosintesis mikroalga. Proses fotosintesis merupakan
proses mengambil CO2 yang terlarut di dalam air, dan berakibat pada penurunan CO2
terlarut dalam air. Penurunan CO2 akan meningkatkan pH. Dalam keadaan basa ion
bikarbonat akan membentuk ion karbonat dan melepaskan ion hidrogen yang bersifat
asam sehingga keadaan menjadi netral. Sebaliknya dalam keadaan terlalu asam, ion
karbonat akan mengalami hidrolisa menjadi ion bikarbonat dan melepaskan ion
hidrogen oksida yang bersifat basa, sehinggga keadaan netral kembali, dapat dilihat
pada reaksi berikut (APHA, 1998):
HCO3 H+ + CO3¯
CO3¯+ H2O HCO3¯ + OH-
c. Nitrogen-Total (N-Total)
Yaitu campuran senyawa kompleks antara lain asam-asam amino, gula amino, dan
protein (polimer asam amino). Ammonia (NH3) merupakan senyawa alkali yang
berupa gas tidak berwarna dan dapat larut dalam air. Pada kadar dibawah 1 ppm dapat
terdeteksi bau yang sangat menyengat. Kadar NH3 yang tinggi dalam air selalu
menunjukkan adanya pencemaran. Ammonia bebas (NH3) yang tidak terionisasi
bersifat toksik terhadap organisme akuatik. Toksisitas ammonia terhadap organisme
akuatik akan meningkat jika terjadi penurunan kadar oksigen terlarut, pH, dan suhu
(Effendi, 2008). Pada lingkungan asam atau netral, NH3 ada dalam bentuk ion NH4+.
Pada lingkungan basa, NH3 akan dilepas ke atmosfer (Sugiharto, 2002).
Senyawa-senyawa organik yang terkandung dalam limbah cair tahu akan terurai
oleh mikroorganisme menjadi karbondioksida (CO2), air serta ammonium, selanjutnya
ammonium akan dirubah menjadi nitrat. Proses perubahan ammonia menjadi nitrit
dan ahirnya menjadi nitrat disebut proses nitrifikasi. Untuk menghilangkan ammonia
dalam limbah cair sangat penting, karena ammonia bersifat racun bagi biota akuatik
(Sugiharto, 2002).
Reaksi penguraian organik:
Senyawa organik + O2 CO2 + H2O + NH3
Reaksi Nitrifikasi:
2NH3 + + 3O2 2NO2 + 4H + 2H2O
2NO2 + O2 2NO3 + energi
d. BOD (Biochemical Oxygen Demand)
Merupakan parameter untuk menilai jumlah zat organik yang terlarut serta
menunjukkan jumlah oksigen yang diperlukan oleh aktifitas mikroorganisme dalam
menguraikan zat organik secara biologis di dalam limbah cair. Limbah cair industri
tahu mengandung bahan-bahan organik terlarut yang tinggi (Sugiharto, 2002).
Menurut Effendi (2008), BOD adalah jumlah oksigen yang diperlukan oleh
organisme untuk memecah bahan buangan organik di dalam suatu perairan.
Konsentrasi BOD yang semakin tinggi menunjukkan semakin banyak oksigen yang
diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik.
Nilai BOD yang tinggi menunjukkan terdapat banyak senyawa organik dalam
limbah, sehingga banyak oksigen yang dibutuhkan oleh mikroorganisme untuk
menguraikan senyawa organik. Nilai BOD yang rendah menunjukkan terjadinya
penguraian limbah organik oleh mikroorganisme (Sugiharto, 2002).
Penguraian bahan organik secara biologis oleh mikroorganisme menyangkut
reaksi oksidasi dengan hasil akhir karbon dioksida (CO 2) dan air (H2O). proses
penguraian bahan organik dapat digambarkan sebagai berikut (Sugiharto, 2002):
Zat Organik + O2 → CO2 + H2O (CHONSP)
e. COD (Chemical Oxygen Demand)
Disebut juga kebutuhan oksigen kimiawi, merupakan jumlah oksigen yang
dibutuhkan oleh oksidator (misal kalium dikhormat) untuk mengoksidasi seluruh
material baik organik maupun anorganik yang terdapat dalam air. Jika kandungan
senyawa organik maupun anorganik cukup besar, maka oksigen terlarut di dalam air
dapat mencapai nol, sehingga tumbuhan air, ikan-ikan, hewan air lainnya yang
membutuhkan oksigen tidak memungkinkan hidup (Indrasti, 2009).
Kebutuhan oksigen dalam air limbah ditunjukkan melalui BOD dan COD. BOD
(Biological Oxygen Demand) adalah oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme
untuk mengoksidasi senyawa-senyawa kimia. Nilai BOD bermanfaat untuk
mengetahui apakah air limbah tersebut mengalami biodegradasi atau tidak, yakni
dengan membuat perbandingan antara nilai BOD dan COD. Oksidasi berjalan sangat
lambat dan secara teoritis memerlukan waktu tak terbatas. Dalam waktu 5 hari
(BOD5), oksidasi organik karbon akan mencapai 60%-70% dan dalam waktu 20 hari
akan mencapai 95%. COD adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi secara
kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar daripada BOD karena kebanyakan senyawa
lebih mudah teroksidasi secara kimia daripada secara biologi. Pengukuran COD
membutuhkan waktu yang jauh lebih cepat, yakni dapat dilakukan selama 3 jam,
sedangkan pengukuran BOD paling tidak memerlukan waktu 5 hari. Jika nilai antara
BOD dan COD sudah diketahui, kondisi air limbah dapat diketahui (Indrasti, 2009).

B. Pencemaran yang Disebabkan oleh Limbah Cair Tahu


Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran bahan organik limbah industri tahu
adalah gangguan terhadap kehidupan biotik, turunnya kualitas air perairan akibat
meningkatnya kandungan bahan organik. Aktivitas organisme dapat memecah molekul
organik yang kompleks menjadi molekul organik yang sederhana. Bahan anorganik
seperti ion fosfat dan nitrat dapat dipakai sebagai makanan oleh tumbuhan yang
melakukan fotosintesis. Selama proses metabolisme oksigen banyak dikonsumsi,
sehingga apabila bahan organik dalam air sedikit, oksigen yang hilang dari air akan
segera diganti oleh oksigen hasil proses fotosintesis dan oleh aerasi dari udara.
Sebaliknya jika konsentrasi beban organik terlalu tinggi, maka akan tercipta kondisi
anaerobik yang menghasilkan produk dekomposisi berupa amonia, karbondioksida, asam
asetat, hirogen sulfida, dan metana. Senyawa-senyawa tersebut sangat toksik bagi
sebagian besar hewan air, dan akan menimbulkan gangguan terhadap keindahan
(gangguan estetika) yang berupa rasa tidak nyaman dan menimbulkan bau (Darsono,
2007).
Limbah cair yang dihasilkan mengandung padatan tersuspensi maupun terlarut, akan
mengalami perubahan fisika, kimia, dan hayati yang akan menimbulkan gangguan
terhadap kesehatan karena menghasilkan zat beracun atau menciptakan media untuk
tumbuhnya kuman penyakit atau kuman lainnya yang merugikan baik pada produk tahu
sendiri ataupun tubuh manusia. Bila dibiarkan, air limbah akan berubah warnanya
menjadi cokelat kehitaman dan berbau busuk. Bau busuk ini mengakibatkan sakit
pernapasan. Apabila air limbah ini merembes ke dalam tanah yang dekat dengan sumur
maka air sumur itu tidak dapat dimanfaatkan lagi. Apabila limbah ini dialirkan ke sungai
maka akan mencemari sungai dan bila masih digunakan akan menimbulkan gangguan
kesehatan yang berupa penyakit gatal, diare, kolera, radang usus dan penyakit lainnya,
khususnya yang berkaitan dengan air yang kotor dan sanitasi lingkungan yang tidak baik
(Indrasti, 2009).

C. Pengolahan Limbah Cair Tahu


Upaya untuk mengolah limbah cair tahu telah dicoba dan dikembangkan. Secara
umum, metode pengolahan yang dikembangkan dapat digolongkan atas 3 jenis metode
pengolahan, yaitu secara fisika, kimia, maupun biologis. Cara fisika, merupakan metode
pemisahan sebagian dari beban pencemaran khususnya padatan tersuspensi atau koloid
dari limbah cair dengan memanfaatkan gaya-gaya fisika. Dalam pengolahan limbah cair
industri tahu secara fisika, proses yang dapat digunakan antara lain filtrasi dan
pengendapan (sedimentasi). Filtrasi atau penyaringan menggunakan media penyaring
terutama untuk menjernihkan atau memisahkan partikel-partikel kasar dan padatan
tersuspensi dari limbah cair. Dalam sedimentasi, flok-flok padatan dipisahkan dari aliran
dengan memanfaatkan gaya gravitasi (Darsono, 2007).
Cara kimia, merupakan metode penghilangan atau konversi senyawa-senyawa
polutan dalam limbah cair dengan penambahan bahan-bahan kimia atau reaksi kimia
lainnya. Beberapa proses yang dapat diterapkan dalam pengolahan limbah cair industri
tahu secara kimia diantaranya termasuk koagulasi-flokulasi dan netralisasi. Proses
netralisasi biasanya diterapkan dengan cara penambahan asam atau basa guna
menetralisisr ion-ion yang terlarut dalam limbah cair sehingga memudahkan proses
pengolahan selanjutnya (Darsono, 2007).
Proses penanganan biologi air limbah secara biologi disebut juga dengan
bioremidiasi. Bioremidiasi adalah pemanfaatan mikroorganisme hidup untuk mengurangi
bahan pencemar agar kurang toksik atau beracun, atau mengurangi zat-zat beracun agar
lingkungan yang tercemar dapat direhabilitasi (Darsono,2007).
Fitoremediasi adalah upaya penggunaan tanaman dan bagian-bagiannya untuk
dekontaminasi limbah dan masalah-masalah pencemaran lingkungan baik secara ex-situ
menggunakan kolam buatan atau reaktor maupun in-situ atau secara langsung di
lapangan pada tanah atau daerah yang terkontaminasi limbah (Darsono,2007).
Fitoremediasi didefinisikan juga sebagai penyerap polutan yang dimediasi oleh
tumbuhan termasuk pohon, rumput-rumputan, dan tumbuhan air. Pencucian bisa berarti
penghancuran, inaktivasi atau imobilisasi polutan ke bentuk yang tidak berbahaya
(Darsono,2007).
Ada beberapa metode fitoremediasi yang sudah digunakan secara komersial
maupun masih dalam taraf riset yaitu metode berldanaskan pada kemampuan
mengakumulasi kontaminan (phytoextraction) atau pada kemampuan menyerap dan
mentranspirasi air dari dalam tanah (creation of hydraulic barriers). Kemampuan akar
menyerap kontaminan di dalam jaringan (phytotransformation) juga digunakan dalam
strategi fitoremediasi (Darsono,2007).

BAB III
METODE PENELITIAN

A. Jenis Penelitian
Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, karena di dalamnya
mengandung variabel yang berpengaruh dalam proses pengamatan seperti variabel
respon, variabel manipulasi, dan variabel kontrol.

B. Waktu dan Tempat Penelitian


1. Waktu Penelitian:
a) Tanggal 23 November 2017 dilakukan penyaringan limbah cair tahu.
b) Tanggal 23-30 November 2017 dilakukan proses pengendapan limbah cair tahu.
c) Tanggal 23 November 2017- 2 Desember 2017 dilakukan bioremidiasi
menggunakan tanaman air kayu apu pada limbah cair tahu.
d) Tanggal 23 November 2017- 2 Desember 2017 dilakukan pengukuran pH dan
Suhu.
2. Tempat Penelitian
a) Penyaringan limbah cair tahu dilaksanakan di laboratorium biologi dasar
Gedung C10 FMIPA Universitas Negeri Surabaya.
b) Pengendapan, pengukuran suhu dan pH, serta bioremediasi dilaksanakan di kos
masing – masing setiap kelompok.

C. Variabel Penelitian
a. Variabel control: limbah cair tahu, tanaman kayu apu, wadah plastik, waktu
bioremediasi
b. Variabel manipulasi: perlakuan limbah cair tahu secara fisika (penyaringan 2
kali, penyaringan 1 kali, dan tanpa penyaringan), waktu pengendapan.
c. Variabel respon: kualitas PH dan suhu limbah cair tahu

D. ALAT DAN BAHAN


 Bahan
1) Limbah cair tahu
2) Tanaman air kayu apu
 Alat :
1) Wadah plastic
2) Saringan
3) Kertas saring
4) Thermometer
5) Kertas lakmus

E. PROSEDUR PENELITIAN
1. Menyiapkan wadah plastic.
2. Memasukkan masing-masing 1,5 liter limbah cair tahu ke dalam wadah plastic.
3. Memberi perlakuan berbeda pada limbah cair tahu. perlakuan ke 1 diberi perlakuan 2
kali penyaringan, perlakuan ke 2 diberi perlakuan 1 kali penyaringan, dan perlakuan ke
3 tanpa penyaringan.
4. Kemudian mengendapkan limbah cair tahu dengan perlakuan waktu pengendapan
berbeda yaitu sebanyak 7 perlakuan. Pengendapan 0-7 hari pada masing-masing
perlakuan penyaringan.
5. Setelah limbah cair tahu diendapkan selama waktu yang sudah dilakukan, tanaman
kayu apu dimasukkan selama hari dan diamati kondisinya.
6. Selama 3 hari berturut-turut, dilakukan pengukuran pH dan suhu untuk mengetahui
peningkatan kualitas limbah cair tahu tahu setelah dilakukan pengolahan limbah
tersebut menggunakan metode fisika yaitu penyaringan dan pengendapan serta metode
biologi yaitu bioremediasi dengan tanaman air kayu apu.
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Hasil
Penelitian mengenai Pengolahan Limbah Cair Tahu Melalui Pengendapan & Fitoremidiasi Menggunakan Tanaman Kayu Apu (Pistia
stratiotes L.) menggunakan tanaman kayu apu sebagai fitoremidiasi sebagai parameter pengolahan kualitas Limbah Cair tahu. Berikut ini
merupakan hasil pengamatan kondisi limbah cair tahu dan tanaman kayu apu pada tabel 4.1

Tabel 4.1.Hasil pengamatan kondisi limbah cair tahu dan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes L.)

Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kekeruhan Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Tidak Coklat,
segar, dengansediki
Segar Hijau
sedikit tkuning
membusuk
Hidup M
Pengedapan 0
40°C 4 40°C 4 23°C 4
hari

Pengendapan 40°C 4 Segar Hijau Tidak segar Coklat,


1 hari 4 26 °C 4 24 °C (layu) dengansediki
thijau
Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Hidup M

Segar Hijau Tidak segar Coklat M


(layu) dengan
sedikit
kuning
Pengendapan
40°C 4 28°C 4 27°C 4
2 hari

Pengnedapan 40°C 4 26 °C 4 25 °C 5 Segar Hijau Tidaksegar/ Kuningdega


3 hari layu nsedikithijau
Hidup M
Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Pengendapan Hijaudankun Ham


40°C 4 25 °C 4 24°C 5 Segar Hijau Cukuplayu
4 hari ing m
Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kekeruhan Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Hidup

Pengendapan 40°C 4 26 °C 4 5 Segar Hijau Tidakterlal Kuningdega Ham


5 hari usegar nsedikithijau m
Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Hidup

24 °C

Segar Hijau Cukup


segar
Hidup

Pengendapan
40°C 4 25°C 5 23°C 6
6 hari
Kondisilimbahcairtahu Kondisitanamankayuapu

Awal Sebelum perlakuan Setelah perlakuan (3 hari) Sebelumperlakuan Setelahperlakuan (3 hari)


Perlakuan
Kesegaran Warna Hidup Kesegaran Warna Hid
Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan Suhu pH Kekeruhan m
/mati

Pengendapan
7 hari
Analisis data
Penelitian yang dilakukan yaitu Pengolahan Limbah Cair Tahu Melalui
Pengendapan & Fitoremidiasi Menggunakan Tanaman Kayu Apu (Pistia stratiotes
L.). Terdapat 8 perlakuan yaitu tanpa pengendapan hingga pengendapan sampai hari
ke-7. Dari ke-8 perlakuan tersebut disertai fitoremidiasi dengan tanaman kayu Apu
(Pistia stratiotes L.). Pengendapan limbah cair tahu dilakukan selama 7 hari dimana
setiap harinya di amati kekeruhan, suhu, pH dan kondisi tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes L.). hasil yang di peroleh seperti pada Tabel 4.1 dimana pada perlakuan 0
hari yaitu tanpa adanya pengendapan limbah cair tahu terlebih dahulu, diperoleh hasil
bahwa setelah 3 hari perlakuan pH nya sekitar 4 , kekeruhan pada limbah cair tahu
masih tinggi yang di tandai dengan warna cairan limbah yang keruh dan tanaman
kayu apu mati. Begitu pula pada perlakuan pengendapan 1 hari-4 hari, pH nya masih
asam yaitu 4 dan keadaan kayu apu setelah 3 hari perlakuan mati. pada perlakuan
pengendapan hari ke 5, pH nya sudah mulai naik yaitu 5 pada hari ke 3 setelah
perlakuan, tetapi keadaan tanaman kayu apu hampir mati yang di tandai dengan
perubahan warna daun tanaman yang di dominasi warna kuning daripada warna hijau.
sedangkan pada perlakuan pengendapan 6-7 hari, diperoleh hasil nilai pH meningkat
yaitu 6-7 (cenderung netral), kekeruhan limbah cair tahu semakin berkurang, ditandai
dengan warna nya yang lebih bening dan terdapat partikel-partikel yang menempel di
akar tanaman kayu apu dan keadaan tanaman kayu apu yang hidup dan masih cukup
segar. dari data tersebut diketahui bahawa perlakuan pengendapan selama 6-7 hari
yang paling baik dalam meningkatkan kualitas limbah cair tahu dengan pengendapan
dan fitoremidiasi.

4.2 Pembahasan
Penelitian yang dilakukan menggunakan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes
L.) sebagai fitoremidiasi. Tidak semua tanaman dapat digunakan dalam proses
fitoremediasi, karena tidak semua tanaman dapat melakukan metabolisme, volatilisasi
dan akumulasi semua polutan dengan mekanisme yang sama. Tanaman yang dapat
digunakan dalam proses fitoremediasi harus mempunyai sifat ; cepat tumbuh, mampu
mengkonsumsi air dalam jumlah yang banyak pada waktu yang singkat, dan mampu
meremediasi lebih dari satu polutan. Selain jenis tanaman, kondisi lingkungan sangat
erat kaitannya dengan proses pertumbuhan tanaman yang digunakan untuk metode
fitoremediasi, karena apabila tanaman yang digunakan dapat tumbuh dan berkembang
dengan baik, maka proses akumulasi pencemaran dengan fitoremediasi akan berjalan
dengan optimal (Siregar dan Anwar 2010). Tanaman kayu apu dipilih dikarenakan
tanaman ini mudah untuk didapatkan dan mudah untuk dibudidayakan.Selain itu,
tanaman ini juga dapat hidup pada lingkungan dengan air tergenang.Dengan
penggunaan tanaman kayu apu ini diharapkan mampu mendegradasi kandungan
limbah yang terdapat dalam limbah cair domestic (Wirawan, et al., 2013).
Suhu merupakan faktor lingkungan yang dapat berperan baik langsung
maupun tidak langsung terhadap pertumbuhan dan perkembangan tanaman, karena
suhu mempengaruhi beberapa proses fisiologis penting yaitu laju transpirasi, bukaan
stomata, laju penyerapan air dan nutrisi, fotosintesis dan respirasi. Nilai suhu pada air
limbah awal dan sebelum perlakuan pengendapan dan fitoremidiasi dengan tanaman
kayu apu (Pistia stratiotes L.) yaitu sebesar 40oC . Nilai suhu untuk waktu
perendaman 1-4 hari berkisar antara 28oC –24oC, Waktu perendaman selama 5-7 hari
nilai suhu yang di dapat berkisar antara 28 oC – 23 oC. Suhu optimum untuk
pertumbuhan tanaman pada proses fitoremediasi adalah antara 27 oC -30 oC (Siregar
dan Anwar 2010). Dari hasil penelitian yang telah dilakukan, ternyata tanaman kayu
apu (Pistia stratiotes L.) pada perlakuan dengan lama perendaman Limbah Cair Tahu
selama 6-7 hari dengan suhu berkisar 26 oC- 23 oC tanaman tanaman kayu apu (Pistia
stratiotes L.) masih tetap hidup walaupun tidak pada kisaran suhu optimal. hal ini
dikarenakan daya tahan tanaman kayu apu (Pistia stratiotes L.) tidak hanya di
pengaruhi oleh suhu saja tetapi juga karena kemampuan tanaman kayu apu untuk
tumbuh di dalam air sangat bervariasi tergantung dari kandungan unsur hara yang
terkandung di dalamnya.Setelah dipergunakan sebagai pengolah limbah cair domestik
kondisi tanaman sebagian kecil ada yang mati dan rusak. Hal ini diduga berhubungan
dengan proses adaptasi tanaman kayu apu (Pistia stratiotes L.) dengan lingkungan
tumbuh yang baru dengan kandungan hara dan zat kimia yang berbeda dengan
lingkungan asalnya (Priyono, 2007).
pH optimum dalam penggunaan tanaman pada proses fitoremediasi yaitu
antara 6-8 (Siregar dan Anwar, 2010). Berdasarkan hasil pengukuran terjadi
peningkatan nilai pH. Air limbah pabrik tahu bersifat asam karena pada proses
pembuatannya dilakukan penambahan asam cuka. Nilai pH awal pada penelitian ini
adalah 4 dan setelah adanya perlakuan pengendapan dan kontak dengan tanaman kayu
apu, nilai pH air menjadi 6-7 pada perendaman selama 6-7 hari. Meningkatnya nilai
pH disebabkan karena terjadi pemecahan protein yang terkandung dalam air limbah
pabrik tahu menjadi NH4+. Ion NH4+ akan membentuk senyawa basa dan sekaligus
menaikkan alkalinitas (Mangkoedihardjo 2010). Nilai pH sangat menentukan
pertumbuhan dan produksi pada tanaman karena pada pH rendah pertumbuhan
tanaman akan menjadi terhambat akibat rendahnya ketersediaan unsur hara penting
seperti fosfor dan nitrogen. Selain itu, apabila pH rendah dapat berdampak secara fisik
pada tanaman yaitu merusak sistem perakaran terutama akar-akar muda, sehingga
proses rizhofiltrasi menjadi terhambat. Untuk pH optimum dalam penggunaan
tanaman pada proses fitoremediasi yaitu antara 6-8 (Siregar dan Anwar 2010).
Tanaman kayu apu yang mati yaitu pada perlakuan 1 sampai.5. Sedangkan
pada perlakuan 6 dan 7 yaitu dengan perlakuan perendaman Limbah Cair Tahu
selama 6-7 hari tanaman kayu apu masih tetap hidup. tanaman kayu apu yang mati,
disertai dengan perubahan pada kondisi fisik tanaman seperti pada daun yang
berwarna kekuningan dan juga kondisi akar yang menggumpal dan kotor karena
Perubahan pada daun dapat diakibatkan oleh beban polutan yang tinggi sehingga
menurunkan kualitas dan kuantitas klorofil, sehingga menyebabkan daun berubah
warna. Sedangkan perubahan pada akar, diakibatkan oleh kandungan TSS yang tinggi
sehingga mengganggu respirasi sel di akar karena adanya proses penyaringan atau
filter yang dilakukan oleh akar tanaman (Fachrurozi dkk., 2010).
Melihat data hasil penelitian semakin lama waktu perendaman maka
penurunan kadar TSS semakin besar. Dengan demikian terdapat pengaruh yang
bermakna antara lama perendaman Limbah Cair Tahu terhadap daya hidup tanaman
kayu apu dan penurunan kadar TSS air limbah pabrik tahu. Hal ini membuktikan
bahwa tanaman air kayu apu mempunyai kemampuan untuk menurunkan kadar TSS
dan sangat bermanfaat dalam proses pengolahan air limbah khususnya air limbah
pabrik tahu. Tanaman air dapat menurunkan kadar pencemar secara langsung, yaitu
dengan menyerap unsur-unsur pencemar sebagai sumber nutrien, atau secara tidak
langsung dengan cara menyediakan tempat tumbuh bagi mikroorganisme yang akan
mengurai bahan pencemar serta memasok oksigen untuk proses-proses penguraian
yang bersifat aerobik (Sunanisari, 2008).

BAB V
PENUTUP
A. Kesimpulan
Berdasarkan hasil penelitian di dapatkan bahwa terdapat pengaruh pengendapan
dan fitoremidiasi terhadap peningkatan kualitas limbah cair tahu. pengendapan yang
paling optimal yaitu selama 6 sampai 7 hari yang ditandai dengan masih hidupnya
tanaman kayu apu (Pistia stratiotes L.) dan kekeruhan pada limbah cair tahu semakin
berkurang.

B. Saran
Berdasarkan penelitian yang telah di lakukan oleh Wirawan et.al (2013) mengenai
Pengolahan Limbah Cair Domestik Menggunakantanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes
L.) Dengan Teknik Tanam Hidroponik Sistem Dft (Deepflowtechnique) di dapatkan hasil
bahwa untuk Nilai pH yang cenderung basa dapat disebabkan oleh banyaknya zat-zat
yang bersifat basa yang terdapat pada sabun, shampo, dan deterjen yang sering digunakan
dalam aktivitas sehari-hari.Nilai pH tersebut dipengaruhi oleh nilai pH awal limbah yang
berbeda-beda dalam setiap perlakuan. Penambahan aerasi pada system menyebabkan
kandungan oksigen terlarut dalam air limbah meningkat.Oksigen terlarut kemudian
dimanfaatkan mikroorganisme untuk respirasi dan dihasilkan CO2. Karbon dioksida yang
terlarut dalam air kemudian akan mengalami reaksi kesetimbangan menghasilkan ion
OH- penyebab eningkatnya nilai pH (Efendi, 2003).

Dari penelitian tersebut maka untuk dapat mempercepat penurunan nilai Ph pada
penelitian selanjutnya yaitu:
1. Dengan menambahkan zat-zat yang bersifat basa pada Limbah Cair Tahu dengan
kadar yang sesuai
2. Menggunakan teknik tanam hidroponik system Dft untuk menambahkan proses aerasi
pada tanaman sehingga kadar oksigen yang terlarut dalam air lebih tinggi sehingga
nilai Ph menjadi meningkat (basa).

Diskusi:
1. Mengapa Limbah Cair Tahu perlu diolah?
Limbah Cair Tahu perlu di olah karena dampak yang ditimbulkan limbah cair tahu
jika dibuang pada sumber perairan akan menurunkan kualitas air sehingga air
pada perairan tersebut tidak dapat dimanfaatkan oleh masyarakat secara optimal.
Limbah cair tahu mengandung polutan organik yang cukup tinggi serta padatan
tersuspensi maupun terlarut. Adanya senyawa-senyawa organik tersebut
menyebabkan limbah cair industri tahu mengandung Total Suspended Solid (TSS)
yang tinggi.

2. Jelaskan fungsi pengendapan pada Limbah Cair Tahu!


Pengendapan atau sedimentasi merupakan metode pemisahan padatan tersuspensi
atau koloid dari limbah cair tahu dengan memanfaatkan gaya-gaya fisika dimana
flok-flok padatan dipisahan dari aliran dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
dengan adanya perlakuan pengendapan pada Limbah Cair Tahu maka padatan
tersuspensi pada limbah cair tahu akan berkurang, sehingga akan mengurangi
tingkat kekeruhan pada limbah cair tahu.

3. Jelaskan fungsi fitoremidiasi pada Limbah Cair Tahu!


Fitoremediasi merupakan suatu sistem yang menggunakan tumbuhan, dimana
tumbuhan tersebut bekerjasama dengan mikroorganisme dalam media untuk
mengubah, menstabilkan, atau menghancurkan zat kontaminan menjadi kurang
atau tidak berbahaya sama sekali bahkan menjadi bahan yang berguna secara
ekonomi. Mekanisme kerja fitoremediasi terdiri dari beberapa konsep dasar yaitu,
fitoekstraksi, fitovolatilisasi, fitodegradasi, fitostabilisasi, rhizofiltrasi dan
interaksi dengan mikroorganisme pendegradasi polutan (Hidayati 2005).

4. Bagaimana mekanisme kenaikan pH dan suhu selama proses pengendapan dan


fitoremidiasi?

5. Mengapa tanaman pada hari ke-0 sampai hari ke-4 tidak bertahan hidup?
Tanaman pada hari ke-0 sampai hari ke-4 tidak bertahan hidup karena kadar pH
masih redah yaitu 4 dan bersifat asam. sedangkan pH optimum dalam
penggunaan tanaman pada proses fitoremediasi yaitu antara 6-8 (Siregar dan
Anwar, 2010). selain itu dikarenakan suhu pada perlakuan 0 hari masih tinggi
yaitu 40 oC sehingga tanaman kayu apu tidak dapat bertahan hidup.

6. Mengapa tanaman pada hari ke-6 sampai hari ke-7 tanaman tetap hidup?
Tanaman pada hari ke-6 sampai hari ke-7 tanaman tetap hidup karena pH dan
suhu sudah sesuai dengan kondisi optimum tumbuhan air untuk dapat hidup. pH
limbah cair tahu berkisar 6-7 dan cenderung netral serta mendekati pH optimum
bagi tanaman air pada proses fitoremidiasi yaitu dengan pH 6-8.

Daftar pustaka
Angga Dheta SA. 2007. Pengaruh Lama Waktu Aerasi Terhadap Penurunan Kadar Amoniak,
Nitrit, Nitrat, Senyawa Organik, dan Zat Padat Air Limbah Domestik pada Bak Aerasi
Prototipe IPAL Sistem Lumpur Aktif. Skripsi.UM. Malang.

APHA – AWWA – WPCF. 1998. Standard Methods for the Examination of Water and
Wastewater. 19th edition. American Public Health Assosiation 1015 Fifteenth Street.
NW Washington, DC 2005.

Artiyani, Anis. 2014. “Penurunan Kadar N-Total dan P-Total pada Limbah Cair Tahu dengan
Metode Fitoremediasi Aliran Batch dan Kontinyu Menggunakan Tanaman Hydrilla
Verticillata.” Jurnal Teknik Sipil Dan Perencanaan, 9 (18): 9–14.

Badan Lingkungan Hidup Kota Pekanbaru, 2010. Pemantauan Kualitas Air Sungai Siak dan
anak Sungai Siak di Kota Pekanbaru.
Darsono. 2007. Pengolahan Limbah Cair Tahu Secara Anaerob dan Aerob.Jurnal Teknologi
Industri,11 (1).

Effendi, H. 2003. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumberdaya dan Lingkungan
Perairan. Kanisius. Yogyakarta.

Effendi. 2008. Sumber Pencemaran dari Industri. http://www.menlh.go.id/usaha-kecil/klh.


diakses pada 05 Desember 2017.

Fachrurozi, M, Listiatie Budi Utami, dan Dyah Suryani. 2010. “Pengaruh Variasi Biomassa
Pistia stratiotes L. terhadap Penurunan Kadar BOD, COD, dan TSS Limbah Cair Tahu
di Dusun Klero Sleman Yogyakarta.” Jurnal Kesehatan Masyarakat (Journal of Public
Health) 4 (1). 1-75

Fitriyah, U., 2011. Potensi Kayu Apu (Pistia stratiotes L.) sebagai Bioabsorber Timbal (Pb)
dalam Air. Skripsi tidak dipublikasikan. Surabaya:Unesa Press

Indrasti, N.S. 2009. Produksi Bersih. IPB Press.

Mangkoedihardjo, Sarwoko. 2010. Fitoteknologi Terapan. Yogyakarta: Graha Ilmu.

Nohong, 2010. Pemanfaatan Limbah Tahu sebagai Bahan Penyerap Logam. Jurnal
pembelajaran sains, 6(2):257-269

Priyono, Andika T. 2007. Pengaruh PistiastratiotesL. Dalam Peningkatan Kualitas Air.


Skripsi. IPB. Bogor

Ruhamawati, T., Denny, S., Mimin, K., Tatang, R.S., 2017. Penurunan Kadar Total
Suspended Solid (Tss) Air Limbah Pabrik Tahu Dengan Metode Fitoremediasi. Jurnal
Permukiman.12(1 ): 25-32

Siregar, Ulfah J, dan Chairil Anwar Siregar. 2010. Fitoremediasi: Prinsip dan Prakteknya
dalam Restorasi Lahan Paska Tambang di Indonesia. Seameo Biotrop, Jakarta:
Southeast Asian Regional Centre for Tropical Biology.

Sugiharto. 1987. Dasar-dasar Pengelolaan Air Limbah. UI Press. Jakarta.

Sunanisari. 2008. “Kemampuan Teratai (Nymphaea Sp) dan Ganggeng (Hydrilla verticillata)
dalam Menurunkan Kadar Nitrogen dan Phosphor Air Limbah Pencucian
Laboratorium Analisis Kimia.” Jurnal Limnotek 15 (1): 1–9.

Wirawan, W.A., Ruslan W., Liliya, D.S., 2013.Pengolahan Limbah Cair Domestik
Menggunakantanaman Kayu Apu (Pistia Stratiotes L.) Dengan Teknik Tanam
Hidroponik Sistem Dft (Deepflowtechnique). Jurnal sumber daya alam dan
lingkungan.

Anda mungkin juga menyukai