Anda di halaman 1dari 15

 Preliminary Treatment:

1. Comminutor

Gambar x. Comminutor
(Sumber: wastewatersystem.net)
Comminutor dikenal sebagai pompa giling, yang mana adanya sebuah
screen pemotong putar. Screen ini akan memotong dan mengiris material organik
berukuran besar dalam air limbah menjadi potongan kecil. Fungsinya agar
memudahkan mikroorganisme menggunakan bahan organic tersebut sebagai
makanan dan mencegah material padatan besar yang membahayakan pengolahan
secara keseluruhan.
Comminutor berbeda dengan bar screen dan coarse screen, karena tidak
melibatkan adanya penyisihan padatan tertentu dari dalam sistem dan
mempermudah pembuatan padatan, aplikasinya umum pada pengolahan di area
dingin yang mana jika adanya padatan yang membeku dapat dihancurkan. Biasanya
alat ini diletakkan pada stasiun pompa air limbah untuk mencegah kerusakan
pompa. Namun walaupun begitu, unit ini tidak dapat menyisihkan padatan yang
ada dalam air, sehingga jika melewati unit seperti grit chamber akan membuat
padatan menyatu kembali.
Terdapat berbagai tipe dan model yang dijual atau dibuat sesuai dengan
kebutuhan, tipe paling umum adalah vertical rotating system. Sekarang ini
umumnya unit comminutor diletakkan sesudah grit chamber untuk
mmemperpanjang umur bagian yang bergerak. Beberapa pengolahan air limbah
membutuhkan manual bar screen dan comminutor secara parallel beroperasi.
Kekurangan pada aplikasi unit ini yaitu tingginya aspek perawatan karena beberapa
bagian dari comminutor perlu diganti, kemudian pada desain keseluruhan sistem
perlu diperhitungkan kembali headloss yang terjadi sesuah melewati comminutor.

 Primary Treatment: Clarifier / Bak Sedimentasi Primer


Dalam penyisihan primer atau tahap pertama, pada umumnya menggunakan bak
sedimentasi atau clarifier. Clarifier ini menggunakan pengolahan fisika dengan
memanfaatkan gravitasi sehingga padatan atau partikel diskrit dapat mengendap pada dasar
tangki/bak. Padatan yang dapat diendapkan pada clarifier disebut sebagai settleable solids.
Padatan yang mengendap akan dilanjutkan pada pengolahan selanjutnya sebagai lumpur.
Pada saat yang bersamaan minyak mengambang pada bagian atas permukaan air dan
kemudian akan dibersihkan. (HLTHMAN volume 20 part 8, 2009)
Prinsip dasar dari proses sedimentasi adalah pemisahan partikel tersuspensi dari air
melalui pengendapan secara gravitasi sehingga partikel dengan berat jenis lebih besar dari
air akan mengendap.
Fungsi proses sedimentasi adalah untuk memisahkan partikel diskrit dan padatan
melayang (suspensi) yang sudah menggumpal, mengurangi beban kerja unit selanjutnya
sehingga memperpanjang umur unit selanjutnya, mengurangi biaya instalasi pengolahan.
Terdapat beberapa tipe bak sedimentasi atau clarifier, yaitu inclined plate (lamella),
rectangular, dan circular. Sesuai pada gambar x, tipe lamella memiliki efisiensi yang lebih
baik karena luas permukaan yang bertambah dari adanya plat-plat yang disejajarkan,
kemudian luas yang dibutuhkan lebih kecil untuk instalasinya, biasanya lebih sering
digunakan untuk limbah organic dan digunakan pada aplikasi industrial. Sedangkan untuk
rectangular clarifiers merupakan salah satu bak sedimentasi yang umum di Indonesia
seperti yang dapat dilihat pada gambar x. Terakhir yaitu circular clarifier, jenis bak
sedimentasi ini juga umum digunakan karena pada dasarnya memiliki efektivitas
penyisihan yang sama dengan rectangular clarifier, seperti yang dapat dilihat pada gambar
x. Pada circular clarifier biasanya influen masuk ke bak dari dasar tengah dan bukan pada
sisi bak seperti pada rectangular clarifier. Pada clarifier circular lumpur yang dihasilkan
biasanya dipompa keluar dengan baffle yang ada pada bak sirkular untuk menyapu padatan
yang mengendap. Dari ketiga dasar clarifier yang ada, dapat dibentuk beberapa variasi
yang berbeda sesuai dengan kebutuhannya.
Rectangular dan circular clarifier umum digunakan sebagai bak sedimentasi,
keduanya memiliki performa yang baik dalam penyisihannya karena bentuk dari clarifier
tidak mempengaruhi efisiensi asalkan didesain dengan baik. Kemudian secara hidrolis,
rectangular clarifier dapat memberi jalur yang lebih panjang untuk air limbah mengalir
dan suspended solids mengendap, dan biasanya memiliki waktu detensi yang lebih lama
sehingga mengurangi fenomena short circuit. Pada rectangular clarifier distribusi
alirannya lebih merata dan headloss-nya lebih rendah. Secara pembangunan atau
konstruksi, rectangular clarifier membutuhkan luas tanah yang lebih kecil dari circular,
yaitu sebesar 21% lebih kecil, hal ini juga berdampak pada biaya konstruksi. Selain itu
konfigurasi rectangular clarifier lebih sederhana dan tidak membutuhkan pengerjaan
layout pipa yang rumit seperti circular. Jika dilihat dari operasi dan pemeliharaan,
pembuangan lemak dan padatan mengapung lebih mudah pada rectangular clarifier. Biaya
lifecycle rectangular dan circular berada pada range yang sama, namun untuk rectangular
memiliki life cycle cost 7% lebih rendah dari pada circular, membuat circular memiliki
lifecycle cost yang lebih baik.
Dalam pengoperasiannya dibutuhkan inspeksi dan perawatan rutin seperti lubrikasi dan
observasi untuk mesin yang digunakan, pengukuran lumpur tiap harinya, untuk clarifier
rectangular dipastikan lumpur tidak mengapung dan operasi berjalan baik, untuk circular
clarifier dipastikan kolektor lumpur dan minyak beroperasi dengan baik, pembersihan
berkala bak, dan monitoring untuk mencegah aliran singkat (berhubungan dengan waktu
detensi).

Gambar x. Clarifier Lamella


(Sumber:Michigan Department of Environmental Quality, 1999)

Gambar x. Clarifier Rectangular


(Sumber:Michigan Department of Environmental Quality, 1999)
Gambar x. Clarifier Circular
(Sumber:Michigan Department of Environmental Quality, 1999)

Kriteria desain dari bak sedimentasi meliputi overflow rate, waktu detensi, weir loading
rate, dimensi, kemiringan dasar, kecepatan aliran di inlet, kecepatan traveling bridge, dan
persentase penyisihan settleable solids, suspended solids, dan BOD. Kriteria desain
tersebut dapat dilihat pada tabel x.

Tabel x. Kriteria Desain Clarifier Primer


Parameter Simbol Besaran Sumber
Overflow rate Debit rata-rata Vo 30-50 m/hari Metcalf & Eddy, 2014
Debit Peak 80-120 m/hari
Waktu detensi debit rata-rata td 1,5-2,5 jam
Weir Loading Rate 125-500 m/hari
Dimensi bentuk Panjang p 15-90 m
(Rectangular) Lebar l 3-24 m
Kedalaman h 3-4,9 m
Rasio p & l 1-7,5 Qasim, 1985
Rasio p & t 4,2-25
Kemiringan Dasar (slope) s 40-100 mm/m
Kecepatan aliran di inlet v 0,5 ,s
Kecepatan traveling bridge (circular) 0,02-0,06 r/menit
Penyisihan Settleable Solids 90-95% Wefnet.org
Penyisihan Suspended Solids 50-70% Metcalf & Eddy, 1991
Penyisihan BOD 25-40% Metcalf & Eddy, 1991

 Secondary Treatment:
1. Membrane Bioreactor Process (MBR)
MBR merupakan kombinasi treatment biologis konvensional dengan
membrane filter untuk menghasilkan penyisihan padatan tersuspensi dan organic
yang lebih tinggi, dengan kapabilitas untuk menyisihkan nutrient pada air limbah.
MBR merupakan proses pengolahan yang mengintegrasi semi permeable
membrane dengan proses biologi (JUDD, 2011). Kombinasi ini mirip dengan
mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi dengan suspended growth bioreactor. Tujuannya juga
dapat digunakan untuk mereduksi carbon dan/atau nitrogen. Diagram skemanya
dapat dilihat pada gambar x.

Gambar x. Skema Diagram Alir Proses MBR


(sumber: Bengston, cedengineering.com)
Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan dari MBR, yaitu:
i. Kelebihan:
1. Efisiensi penyisihan yang tinggi.
2. Kualitas yang lebih baik dari konvensional.
3. Dapat menyisihkan kontaminan: nitrogen, fosfor, bakteria,
suspended solid.
4. Luas lahan yang lebih kecil, karena dapat bekerja pada debit yang
lebih tinggi dan tidak perlu pengolahan tertentu, terkadang tidak
dibutuhkan digester atau UV disinfection.
5. Tidak butuh secondary clarifier dan settling tank, digunakan
membrane.
6. Less sludge dewatering, memiliki komponen padatan yang tinggi.
7. Produksi lumpur yang rendah
8. Konsisten pada hasilnya
ii. Kekurangan:
1. Lebih mahal untuk biaya investasi dan operasi dikarenakan
pembersihan membrane, penggantian, dan biaya untuk energi.
2. Butuh adanya bahan kimia untuk meningkatkan settling rate lumpur.
3. Performa membrane yang turun akibat, deposisi partikel membrane,
penuaaan membrane, presipitasi materi anorganik, dan lainnya.
4. Produksi gas rumah kaca.
5. Butuh ekualisasi.
Pada umumnya, terdapat dua tipe MBR, yaitu internal atau submerged dan
external atau sidestream, perbedaannya adalah dimana membrane tersebut
diletakkan. Internal MBR memiliki membrane yang terletak pada dalam bioreactor
atau terintegrasi didalamnya. Sedangkan untuk external MBR¸membran diletakkan
pada unit yag berbeda, sesuai dengan gambar x.

Gambar x. 2 Tipe MBR


(Sumber: Pombo, cdn.intechopen.com/pdfs-wm/16301)
Kemampuan penyisihan nutrient dengan proses MBR dapat dilihat pada
tabel x. Dikarenakan MBR menggunakan membrane dalam prosesnya, sehingga
dibutuhkan pembersihan membrane untuk mencegah adanya kegagalan dan
penyumbatan membrane yang menurukan efektivitas membrane. Penyumbatan
maupun kegagalan yang terjadi pada membrane menyebabkan meningkatnya
kondisi hidrolis, sehingga air tidak dapat lewat dan perlu dibersihkan. Biasanya
disebabkan karena adsorpsi makromolekul, pertumbuhan biofilm pada permukaan
membrane, presipitasi material inorganic, penuaan membrane. Mekanisme fouling
membrane dapat dilihat pada gambar x.
Dalam mengatasi hal tersebut, membrane harus dibersihkan. Pembersihan
membrane dapat secara fisika maupun kimiawi. Secara fisik, dapat dilakukan
dengan backwashing, yang mana mengalirkan air secara terbalik melewati
membrane sehingga mengangkat partikel penghambat. Secara kimiawi, dapat
digunakan sodium hypochlorite, sebagai agen oksidasi yang digabungkan dengan
mineral atau assam organic, sehingga menghilangkan partikel yang permanen atau
sulit dihilangkan secara fisika. Unsur kimia yang digunakan untuk pembersihan
tergantung kontaminannya, dapat dilihat pada tabel x.
Selain perawatan, MBR juga memerlukan beberapa pre-treatment sebelum
air limbah masuk ke unit tersebut. Beberapa pre-treatment yang diperlukan dan
wajib ada yaitu fine screening dan grit removal, hal ini berguna untuk mencegah
kerusakan membrane dari partikel besar yang umum di air limbah. Jika tidak ada
grit removal, maka akan terjadi kerusakan pompa, comminutors, dan lanniya. Flow
Equalization dibutuhkan secara tentative.
Tabel x. Penyisihan Nutrien pada MBR
(Sumber: Karume, Bracklow, et.al, 2005)

Gambar x. Fouling mechanisms of Membrane


(Sumber: RADJENOVIC et.al, 2008)
Tabel x. Zat Kimia yang Digunakan
(Sumber: toraywater.com/services/cleaning/cle_003.html )
2. Integrated Fixed Film Activated Sludge (IFAS)
Integrated Fixed Film Activated Sludge merupakan kombinasi dari
penerapan fixed film dan lumpur aktif dari sistem suspended activated sludge
(Brentwood, 2009). Pada IFAS diterapkan adanya Return Activated Sludge (RAS)
yang mana lumpur aktif dari resirkulasi lumpur digunakan ulang sebagai tambahan,
yang mana terjadi kombinasi dari lumpur aktif dan carrier-fixed biofilm yang
digunakan pada satu volume tangki yang sama. Skemanya dapat dilihat pada
gambar x. Secara umum, adanya penambahan media terhadap bak aerasi membuat
umur lumpur ternitrifikasi dapat diperoleh pada volume bak yang lebih kecil
dibandingkan dengan proses nitrifikasi dengan activated sludge.

Gambar x. Skema pada IFAS


(Sumber: filtsep.com)
Prinsip pengoperasian IFAS sama dengan activated sludge konvensional,
tidak dibutuhkan perhatian lebih untuk pengoperasiannya. Pada sistem
konvensional, MLSS terendapkan pada clarifier akhir dan dikembalikan sebagai
RAS, kecuali bagian yang perlu dibuang untuk memperoleh umur suspended
sludge yang diinginkan. Biasanya umur lumpur tersuspensi 4-5 hari pada
temperature 10oC cukup unruk mencapai nitrifikasi.
Sebenarnya IFAS mirip dengan MBBR, namun MBBR tidak melibatkan
MLSS yang signifikan dan biasanya tidak ada peristiwa RAS. MBBR hanya
sekedar proses fixed film yang direndam, namun dengan media yang bergerak dan
adanya aerasi oleh blower dan sistem difusi udara.MBBR diakui oleh beberapa
negara karena operasinya sederhana. Sistem IFAS menambahkan manfaat dari
fixed film ke dalam pertumbuhan tersuspensi proses activated sludge. IFAS
meningkatkan kapasitas unit activated sludge tanpa adanya penambahan tangki
baru karena adanya penambahan biomassa tetap. Biomassa yang ditambahkan ini
berkontribusi terhadap kemampuan proses untuk merespon terhadap shock load
organic dan hidrolis dan untuk pulih dari hal tersebut. Selain IFAS, reactor H-IFAS
merupakan versi terbaru uaitu aerobic, anaerobic, dan zona anoxic didesain dan
dikonstruksi dalam satu reactor untuk mencapai kapasitas yang relative maksimum
dari nitrifikasi, denitrifikasi, penyisihan fosfor, dan juga tingginya efisiensi
penyisihan komponen karbon organic.
Parameter desain dasar yang diperlukan pada IFAS adalah kombinasi antara
parameter activated sludge dan biofilms, yaitu waktu retensi hidrolis, waktu retensi
padatan, dan surface area loading rate (BOD dan Nitrogen). Menurut hasil
percobaan pada WWTP Mamaroneck di Westchester, New York, dalam mencabai
kurang dari 4 mg/L pada temperature 11oC dibutuhkan waktu retensi hidrolis
sebesar 3 jam. Lalu dengan adanya methanol dalam zona anoxic pada sistem IFAS
meningkatkan efektivitas denitrifikasi dua kali lipat akibat adanya media dari IFAS.
Disimpulkan untuk desain prosesnya butuh pertimbangan luas pemukaan dan
specific loading rates BOD, NH3N, dan NO3N. Selain itu, jika menggunakan IFAS
perlu dipertimbangkan adanya screening sebagai preliminary treatment yang
berguna untuk menghilangkan material yang dapat menyumbat media.
Prinsip dasar dalam merancang IFAS ditentukan dari tipe media dan
prosesnya. Sesuai tipe medianya, terdapat beberapa konfigurasi untuk
implementasi IFAS, namun dapat dibagi enjadi 2 tipe dasar yaitu dispersed media
dan fixed media. Dispersed media merupakan media yang terdispersi dan
terperangkap dalam bak aerasi, sedangkan fixed media merupakan media berbentuk
lembaran terstruktur atau media rajut yang menetap pada satu tempat dalam bak
aerasi (Brentwood, 2009). Tipe media IFAS dapat dilihat pada tabel x. Jika dilihat
dari prosesnya IFAS mengkombinasi kelebihan activated sludge dengan sistem
biofilm dalam satu reactor tunggal. Biasanya konfigurasi IFAS akan serupa dengan
activated sludge plant dengan carrier biomassa diletakkan secara perlahan pada
zona tertentu dalam proses activated sludge. Hal ini akan menyebabkan dua
populasi biologis yang berbeda bekerja secara sinergis, dengan MLSS (Mixed
Liquor Suspended Solids) mendegradasi hampir seluruh BOD dan biofilm
membentuk populasi yang ternitrifikasi untuk oksidasi NH4+. (AQWISE, 2010)
Dari hasil percobaan oleh Johnson (2004) dalam jurnalnya IFAS : The New Choice
For Nitrogen Removal Upgrades in The United States, didapatkan kondisi beban
desain dan operasional secara skala lengkap, pada tabel x.
Tabel x. Tipe Media IFAS
(Sumber: Brentwood, 2009)
Tabel x. Full-Scale Design Loading and Operation Conditions
(Sumber: Johnson, 2004)

 Sludge Treatment:
Dari seluruh proses pengolahan air limbah, terdapat output lumpur sebagai padatan
yang mengendap dan terpisah selama proses berlangsung. Pengolahan lumpur tersebut
perlu dilakukan sebelum dibuang. Jumlah lumpur yang dihasilkan tergantung terhadap
kualitas effluent yang dibutuhkan, spesifikasi unit pengolahan, dan lainnya. Lumpur yang
timbul dari proses pengolahan air limbah dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori:
a. Primary Sludge (Lumpur Primer):
Lumpur yang mengendap pada bak sedimentasi primer, yang mana
mengandung 3% sampai 7% padatan dengan 60%-80% merupakan organic.
Lumpur ini berwarna abu-abu, sedikit kasar, licin, dan memiliki bau yang
sangat tidak sedap. Lumpur ini sulit untuk dewatering tanpa adanya
pengolahan sebelumnya, maka dari itu digestion perlu dilakukan.
b. Secondary Sludge (Lumpur Sekunder):
Lumpur ini biasanya dihasilkan dari bak sedimentasi sekunder, biasanya
berwarna kecoklatan, terlihat flokulen, dan memiliki bau yang lebih baik
dari primary sludge. Biasanya sebagian besar komponennya adalah
mikroorganisme dengan 75%-90% fraksi organic.
c. Tertiary Sludge (Lumpur Tersier):
Lumpur ini biasanya tergantung dengan unit proses terkait. Lumpur
kimiawi dari penyisihan fosfor sulit untuk diolah, namun jika dari nitrifikasi
& denitrifikasi biologis lumpurnya seperti activated sludge.
Lumpur perlu diolah untuk mengurangi adanya pathogen, menghilangkan bau,
menghilangkan/mengurangi/mematikan potensi untuk adanya dekomposisi, dan
meningkatkan karakter dewatering dari lumpur untuk mengurangi volume pembuangan.
Maka dari itu terdapat beberapa jenis pengolahan lumpur, seperti sludge thickening, sludge
digestion, dan sludge dewatering.
1. Sludge Thickening
Sludge thickening merupakan pengolahan untuk mengurangi volume lumpur dan
meningkatkan konten padatan yang ada didalamnya. Fungsinya adalah untuk
membantu dalam:
a. Meningkatkan beban pada digester agar volume digester lebih kecil
b. Meningkatkan konsentrasi padatan untuk vakum filter.
c. Mengurangi biaya transport dan pemeliharaan lumpur selama pengolahan dan
disposal.
d. Meminimalisir tanah yang dibutuhkan dan biaya pemeliharaan untuk final
disposal.
e. Menghemat bensin jika insinerasi digunakan.
Pada proses ini, sejumlah air dihilangkan dari lumpur, sehingga volume
keseluruhannya dapat berkurang. Cara untuk sludge thickening dapat berupa
gravity thickening, aplikasi air flotation, atau centrifugation.
a. Gravity thickening
Prinsipnya penggunaan tangki yang memiliki desain mirip dengan bak
sedimentasi. Digunakan untuk mengkonsentrasi lumpur sehingga mengurangi
volume pada digester dan biaya penanganan. Biasanya lumpur yang diolah pada
jenis ini adalah lumpur primer atau kombinasi lumpur primer dan sekunder,
namun tidak efektif untuk activated sludge. Skema Gravity thickening dapat
dilihat pada gambar x. Sedangkan untuk output yang dihasilkan dapat dilihat
pada tabel x.
Gambar x. Skema unit gravity thickening
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)
Tabel x. Surface loading rates dan konsentrasi padatan yang dicapai dari thickening
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)

b. Air Floatation
Prinsipnya adalah dengan mengaplikasikan tekanan pada udara atau vakum,
sehingga thickening dapat dicapai. Biasanya digunakan untuk lumpur hasil
activated sludge treatment. Aplikasinya butuh peralatan tambahan, energi
untuk operasi, SDM yang terlatih untuk operasi dan pemeliharaan, sehingga
mahal. Namun memiliki penyisihan minyak dan lemak, padatan, dan control
bau yang lebih baik.
Unit ini memiliki dua tipe yaitu tipe tekanan dan vakum. Pada tipe tekanan,
subnatan ditekan dari 3 mencapai 5 kg/cm2 kemudian disaturasi dengan udara
didalam tangki tekanan. Ketika tekanan dilepaskan, udara sisa yang terlarut
akan naik sebagai gelembung udara sangat kecil dan menempel pada partikel
lumpur, sehingga meningkatkan buoyancy lumpur dan membentuk suatu
selimut lumpur pada permukaan yang kemudian dapat dipisahkan. DAF
(Dissolved Air Flotation) biasanya digunakan untuk thickening lumpur, dengan
desain tipikal seperti:
a. Tekanan udara yang diperlukan : 280-550 kPa
b. Tekanan tangki retensi : 3-5 kg/cm2
c. Solid Loading Rate: 10-20 kg solid/m2.d
DAF menghasilkan 4% padatan dengan tingkat solid recovery sebesar 85%.
SVI sangat penting dalam operasi DAF. Contoh unit air flotation bertekanan
seperti pada gambar x. Sedangkan untuk tipe vakum, menggunakan prinsip
penambahan udara sampai kondisi saturasi dan mengaplikasikan kondisi vakum
sehingga akan terbentuknya gelembung udara yang menyebabkan padatan
terangkat ke permukaan.

Gambar x. Air Flotation Unit Tipe Bertekanan


(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)
c. Centrifugation
Thickening dengan cara ini digunakan jika tanah yang tersedia terbatas dan
karakter lumpur tidak sesuai dengan metode lain. Pada pengaplikasiannya
membutuhkan biaya operasional dan perawatan yang tinggi. Centrifugation
berperan sebagai thickener dan juga untuk dewatering lumpur. Centrifuge akan
memisahkan air dan padatan dengan pengaruh adanya gaya sentrifugal yang
biasanya 50-300 kali gravitasi.

2. Anaerobic Sludge Digestion


Pada proses ini, materi organic dalam campuran lumpur primer dan biologis dari
clarifier sekunder dikonversi menjadi CH4 dan CO2 dibawah kondisi anaerobik.
Biasanya dilakukan pada reactor kedap udara tanpa adanya oksigen. Lumpur
dimasukkan secara kontinu atau sesekali dan diretensi untuk waktu tertentu. 2
proses utama yang terjadi yaitu liquefaction dan gasification. Lumpur yang
distabilisasi biasanya tidak membusuk dan konten patogennya sudah dikurangi
cukup besar. Prinsipnya adalah dengan membuat kondisi anaerobic sehingga materi
organic berfungsi sebagai sumber makanan dari mikroorganisme yang obligat
anaerob atau fakultatif. Terdapat beberapa kelebihan dan kekurangan anaerobic
digestion yaitu:
a. Kelebihan:
a. Metan yang dihasilkan dapat digunakan sebagai sumber bahan bakar.
b. Mengurangi gas rumah kaca pada landfill, karena metan yang dihasilkan
diolah.
c. Reduksi volume lumpur dan meningkatkan karakter dewatering lumpur
sehingga mudah kering
d. Mengurangi bau.
e. Biaya operasi yang rendah karena energi tidak dibutuhkan untuk suplai
oksigen.
b. Kekurangan:
a. Akumulasi dari logam berat dan adanya kontaminan pada lumpur
b. Jangkauan suhu operasi yang sempit.
c. Saat pemanasan harus dilakukan, penanganan keamanan dibutuhkan
dengan electrical grid berdasarkan panas.
Terdapat 2 tipe digester yang digunakan, yaitu standard rate/low rate digester dan
high rate digester seperti pada gambar x. Pada standard rate digester, komposisi
digester biasanya tidak dipanaskan dan tidak dicampur. Lalu pada tipe ini
acidification, fermentasi metan, dan sludge thickening dilakukan pada tangki yang
sama. Tipe ini memiliki waktu detensi 30-60 hari dan membutuhkan kapasitas besar
untuk digester, yang mana periode digestionnya bergantung pada temperatur.
Pada tipe high rate digester, komponen digester dipanaskan dan dicampur
sepenuhnya. Biasanya waktu detensi yang diperlukan hanya kurang dari 15 hari.
Terdapat 2 tangki yang tersedia pada tipe ini, yang mana tangki pertama digunakan
untuk acidification dan tangki kedua untuk formasi methan dan thickening.
Biasanya tangki digester berbentuk sirkular dengan diameter 6-45 meter,
kedalamannya berkisar antara 7,5-14 meter dengan slope minimum dasar tanki 1:4
(vertical:horizontal). Kriteria desain untuk anaerobic digester dapat dilihat pada
tabel x. Biasanya dioperasikan pada suhu mesofil dengan suhu optimum 35oC dan
untuk kondisi thermophilic dioperasikan pada suhu 55oC.
Gambar x. Anaerobic Digesters
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)
Tabel x. Kriteria Desain Anaerobic Digesters
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)

Anda mungkin juga menyukai