1. Comminutor
Gambar x. Comminutor
(Sumber: wastewatersystem.net)
Comminutor dikenal sebagai pompa giling, yang mana adanya sebuah
screen pemotong putar. Screen ini akan memotong dan mengiris material organik
berukuran besar dalam air limbah menjadi potongan kecil. Fungsinya agar
memudahkan mikroorganisme menggunakan bahan organic tersebut sebagai
makanan dan mencegah material padatan besar yang membahayakan pengolahan
secara keseluruhan.
Comminutor berbeda dengan bar screen dan coarse screen, karena tidak
melibatkan adanya penyisihan padatan tertentu dari dalam sistem dan
mempermudah pembuatan padatan, aplikasinya umum pada pengolahan di area
dingin yang mana jika adanya padatan yang membeku dapat dihancurkan. Biasanya
alat ini diletakkan pada stasiun pompa air limbah untuk mencegah kerusakan
pompa. Namun walaupun begitu, unit ini tidak dapat menyisihkan padatan yang
ada dalam air, sehingga jika melewati unit seperti grit chamber akan membuat
padatan menyatu kembali.
Terdapat berbagai tipe dan model yang dijual atau dibuat sesuai dengan
kebutuhan, tipe paling umum adalah vertical rotating system. Sekarang ini
umumnya unit comminutor diletakkan sesudah grit chamber untuk
mmemperpanjang umur bagian yang bergerak. Beberapa pengolahan air limbah
membutuhkan manual bar screen dan comminutor secara parallel beroperasi.
Kekurangan pada aplikasi unit ini yaitu tingginya aspek perawatan karena beberapa
bagian dari comminutor perlu diganti, kemudian pada desain keseluruhan sistem
perlu diperhitungkan kembali headloss yang terjadi sesuah melewati comminutor.
Kriteria desain dari bak sedimentasi meliputi overflow rate, waktu detensi, weir loading
rate, dimensi, kemiringan dasar, kecepatan aliran di inlet, kecepatan traveling bridge, dan
persentase penyisihan settleable solids, suspended solids, dan BOD. Kriteria desain
tersebut dapat dilihat pada tabel x.
Secondary Treatment:
1. Membrane Bioreactor Process (MBR)
MBR merupakan kombinasi treatment biologis konvensional dengan
membrane filter untuk menghasilkan penyisihan padatan tersuspensi dan organic
yang lebih tinggi, dengan kapabilitas untuk menyisihkan nutrient pada air limbah.
MBR merupakan proses pengolahan yang mengintegrasi semi permeable
membrane dengan proses biologi (JUDD, 2011). Kombinasi ini mirip dengan
mikrofiltrasi atau ultrafiltrasi dengan suspended growth bioreactor. Tujuannya juga
dapat digunakan untuk mereduksi carbon dan/atau nitrogen. Diagram skemanya
dapat dilihat pada gambar x.
Sludge Treatment:
Dari seluruh proses pengolahan air limbah, terdapat output lumpur sebagai padatan
yang mengendap dan terpisah selama proses berlangsung. Pengolahan lumpur tersebut
perlu dilakukan sebelum dibuang. Jumlah lumpur yang dihasilkan tergantung terhadap
kualitas effluent yang dibutuhkan, spesifikasi unit pengolahan, dan lainnya. Lumpur yang
timbul dari proses pengolahan air limbah dapat diklasifikasi menjadi 3 kategori:
a. Primary Sludge (Lumpur Primer):
Lumpur yang mengendap pada bak sedimentasi primer, yang mana
mengandung 3% sampai 7% padatan dengan 60%-80% merupakan organic.
Lumpur ini berwarna abu-abu, sedikit kasar, licin, dan memiliki bau yang
sangat tidak sedap. Lumpur ini sulit untuk dewatering tanpa adanya
pengolahan sebelumnya, maka dari itu digestion perlu dilakukan.
b. Secondary Sludge (Lumpur Sekunder):
Lumpur ini biasanya dihasilkan dari bak sedimentasi sekunder, biasanya
berwarna kecoklatan, terlihat flokulen, dan memiliki bau yang lebih baik
dari primary sludge. Biasanya sebagian besar komponennya adalah
mikroorganisme dengan 75%-90% fraksi organic.
c. Tertiary Sludge (Lumpur Tersier):
Lumpur ini biasanya tergantung dengan unit proses terkait. Lumpur
kimiawi dari penyisihan fosfor sulit untuk diolah, namun jika dari nitrifikasi
& denitrifikasi biologis lumpurnya seperti activated sludge.
Lumpur perlu diolah untuk mengurangi adanya pathogen, menghilangkan bau,
menghilangkan/mengurangi/mematikan potensi untuk adanya dekomposisi, dan
meningkatkan karakter dewatering dari lumpur untuk mengurangi volume pembuangan.
Maka dari itu terdapat beberapa jenis pengolahan lumpur, seperti sludge thickening, sludge
digestion, dan sludge dewatering.
1. Sludge Thickening
Sludge thickening merupakan pengolahan untuk mengurangi volume lumpur dan
meningkatkan konten padatan yang ada didalamnya. Fungsinya adalah untuk
membantu dalam:
a. Meningkatkan beban pada digester agar volume digester lebih kecil
b. Meningkatkan konsentrasi padatan untuk vakum filter.
c. Mengurangi biaya transport dan pemeliharaan lumpur selama pengolahan dan
disposal.
d. Meminimalisir tanah yang dibutuhkan dan biaya pemeliharaan untuk final
disposal.
e. Menghemat bensin jika insinerasi digunakan.
Pada proses ini, sejumlah air dihilangkan dari lumpur, sehingga volume
keseluruhannya dapat berkurang. Cara untuk sludge thickening dapat berupa
gravity thickening, aplikasi air flotation, atau centrifugation.
a. Gravity thickening
Prinsipnya penggunaan tangki yang memiliki desain mirip dengan bak
sedimentasi. Digunakan untuk mengkonsentrasi lumpur sehingga mengurangi
volume pada digester dan biaya penanganan. Biasanya lumpur yang diolah pada
jenis ini adalah lumpur primer atau kombinasi lumpur primer dan sekunder,
namun tidak efektif untuk activated sludge. Skema Gravity thickening dapat
dilihat pada gambar x. Sedangkan untuk output yang dihasilkan dapat dilihat
pada tabel x.
Gambar x. Skema unit gravity thickening
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)
Tabel x. Surface loading rates dan konsentrasi padatan yang dicapai dari thickening
(Sumber: NPTEL IIT Kharagpur Web Courses)
b. Air Floatation
Prinsipnya adalah dengan mengaplikasikan tekanan pada udara atau vakum,
sehingga thickening dapat dicapai. Biasanya digunakan untuk lumpur hasil
activated sludge treatment. Aplikasinya butuh peralatan tambahan, energi
untuk operasi, SDM yang terlatih untuk operasi dan pemeliharaan, sehingga
mahal. Namun memiliki penyisihan minyak dan lemak, padatan, dan control
bau yang lebih baik.
Unit ini memiliki dua tipe yaitu tipe tekanan dan vakum. Pada tipe tekanan,
subnatan ditekan dari 3 mencapai 5 kg/cm2 kemudian disaturasi dengan udara
didalam tangki tekanan. Ketika tekanan dilepaskan, udara sisa yang terlarut
akan naik sebagai gelembung udara sangat kecil dan menempel pada partikel
lumpur, sehingga meningkatkan buoyancy lumpur dan membentuk suatu
selimut lumpur pada permukaan yang kemudian dapat dipisahkan. DAF
(Dissolved Air Flotation) biasanya digunakan untuk thickening lumpur, dengan
desain tipikal seperti:
a. Tekanan udara yang diperlukan : 280-550 kPa
b. Tekanan tangki retensi : 3-5 kg/cm2
c. Solid Loading Rate: 10-20 kg solid/m2.d
DAF menghasilkan 4% padatan dengan tingkat solid recovery sebesar 85%.
SVI sangat penting dalam operasi DAF. Contoh unit air flotation bertekanan
seperti pada gambar x. Sedangkan untuk tipe vakum, menggunakan prinsip
penambahan udara sampai kondisi saturasi dan mengaplikasikan kondisi vakum
sehingga akan terbentuknya gelembung udara yang menyebabkan padatan
terangkat ke permukaan.