Kec.
Suriah
Kec.
Buahdua
Kec.
Tanjungmedar
Kec.
Conggeang
Kec.
Ujungjaya
Kec.
Tanjungkerta
Kec.
Cimalaka
Kec.
Tanjungsari
Kec.
Sukasari
Kec.
Tomo
Kabupaten
Majalengka
Kec.
Kec.
Rancakalong Kec.
Sumedang Cisarua Kec.
Utara
Situraja
Kec.
Pamulihan
Kec.
Ganeas
Kec.
Sumedang
Selatan
Kec.
Jatinangor
Kec.
Cimanggung
Kabupaten
Bandung
Kec.
Paseh
Kec.
Cisitu
Kec.
Jatigede
Kec.
Darmaraja
Kec.
Jatinunggal
Kec.
Cibugel
Kec.
Wado
Kabupaten
Garut
KATA PENGANTAR
Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Penilaian Risiko Kesehatan Lingkungan adalah
sebuah survey partisipatif di tingkat kota untuk memahami kondisi fasilitas sanitasi, higinitas dan
perilaku-perilaku yang terkait yang dapat dimanfaatkan untuk pengembangan program sanitasi
termasuk advokasi di tingkat kota/kabupaten sampai ke kelurahan, yang bertujuan untuk mendapatkan
gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap kesehatan lingkungan,
memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi dan menyediakan dasar
informasi yang valid dalam penilaian Resiko Kesehatan Lingkungan. Fasilitas sanitasi yang diteliti,
antara lain sumber air minum, layanan pembuangan sampah, jamban, dan saluran pembuangan air
limbah. Perilaku yang dipelajari terkait dengan higinitas dan sanitasi dan mengacu kepada STBM,
seperti buang air besar sembarangan, cuci tangan pakai sabun, pengelolaan air minum rumah tangga,
pengelolaan sampah dengan Recycle, Reduse, Reuse (3 R), dan pengelolaan air limbah rumah tangga
(drainase lingkungan).
Tim Kelompok Kerja AIR Minum dan Penyehatan Lingkungan (Pokja AMPL) Kabupaten Sumedang
yang mengelola langsung pengumpulan hasil data di lapangan dan penyusunan hasil studi EHRA yang
pada akhirnya data final EHRA diharapkan menjadi bahan untuk mengembangkan Buku Putih Sanitasi
Kabupaten Sumedang yang kemudian akan dimanfaatkan untuk mengembangkan strategi sanitasi dan
program-program sanitasi kabupaten.
Pelaksanaan pengumpulan data EHRA di lapangan berkolaborasi dengan Tenaga Sanitarian dan
Kader-kader PKK/posyandu di tingkat kelurahan yang aktif, dimana yang melaksanakan studi EHRA
lebih banyak melibatkan kelompok perempuan. Kolaborasi dengan kader dilakukan dengan sejumlah
pertimbangan, yakni 1) kader yang memiliki akses lebih leluasa untuk datang ke rumah warga dan
diterima oleh RT/ RW. Kader harus lebih memahami karakteristik responden melihat usia mereka
antara 18-65 tahun, karena pertanyaan di dalam kuesioner banyak mengandung hal-hal yang dalam
norma masyarakat dinilai sangat pribadi dan sensitif, seperti tempat dan perilaku BAB; 2) kader
umumnya memahami wilayah kelurahan sehingga mempermudah mencari rumah yang terpilih secara
acak. Selain itu, diyakini bahwa responden bapak dipilih sebagai responden yang utama, karena selain
sebagai kepala rumah tangga mereka adalah kelompok warga yang paling memahami kondisi
lingkungan di rumahnya.
Penyusunan dokumen ini adalah laporan EHRA di Kabupaten Sumedang yang difasilitasi oleh Tim
Fasilitator Program Percepatan Pembangunan Sanitasi Permukiman (PPSP) Kabupaten Sumedang
bekerjasama dengan berbagai pihak, terutama Pokja AMPL Kabupaten Sumedang sebagai pemilik
utama kegiatan, supervisor lapangan, kader-kader PKK/posyandu dan pihak kelurahan/kecamatan di
Kabupaten Sumedang. Kegiatan pengumpulan data EHRA ini dimulai pada bulan September 2011.
Untuk itu perlu adanya masukan/pendapat dari berbagai pihak sebagai penyempurnaan laporan akhir.
Document1
RINGKASAN EKSEKUTIF
Document1
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR................................................................................................................................... 1
RINGKASAN EKSEKUTIF ........................................................................................................................... 2
DAFTAR ISI............................................................................................................................................... 3
DAFTAR TABEL ........................................................................................................................................ 4
DAFTAR GRAFIK....................................................................................................................................... 5
I.
PENDAHULUAN ............................................................................................................................... 6
II.
2.2.
2.3.
2.4.
III.
3.6
IV.
PENUTUP .................................................................................................................................... 0
LAMPIRAN ............................................................................................................................................... 1
Document1
DAFTAR TABEL
Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko .................................................... 8
Tabel 2. Hasil klastering desa/ kelurahan di Kabupaten ... ........................................................................... 9
Tabel 3. Kecamatan Dan Desa/Kelurahan Terpilih Untuk Survei EHRA 2011 Kabupaten/ Kota ... .................. 12
Tabel 4. Jumlah desa yang diindentifikasi sering terjadi banjir ................................................................... 31
Document1
DAFTAR GRAFIK
Grafik 1. Distribusi desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA ..................................................... 10
Document1
I.
PENDAHULUAN
Studi Environmental Health Risk Assessment (EHRA) atau Studi Penilaian Risiko Kesehatan
Lingkungan adalah sebuah survey partisipatif di tingkat kota yang bertujuan untuk memahami
kondisi fasilitas sanitasi dan higinitas serta perilaku-perilaku masyarakat yang dapat dimanfaatkan
untuk pengembangan program sanitasi termasuk advokasi di tingkat kabupaten/kota sampai ke
kelurahan. Kabupaten Sumedang dipandang perlu melakukan Studi EHRA karena:
1. Pembangunan sanitasi membutuhkan pemahaman kondisi wilayah yang akurat
2. Data terkait dengan sanitasi terbatas di mana data umumnya tidak bisa dipecah sampai tingkat
kelurahan/desa dan data tidak terpusat melainkan berada di berbagai kantor yang berbeda
3. EHRA adalah studi yang menghasilkan data yang representatif di tingkat kabupaten/kota dan
kecamatan dan dapat dijadikan panduan dasar di tingkat kelurahan/desa
4. EHRA menggabungkan informasi yang selama ini menjadi indikator sektor-sektor
pemerintahan secara eksklusif
5. EHRA secara tidak langsung memberi amunisi bagi stakeholders dan warga di tingkat
kelurahan/desa untuk melakukan kegiatan advokasi ke tingkat yang lebih tinggi maupun
advokasi secara horizontal ke sesama warga atau stakeholders kelurahan/desa
Adapun tujuan dan manfaat dari studi EHRA adalah:
1. Untuk mendapatkan gambaran kondisi fasilitas sanitasi dan perilaku yang beresiko terhadap
kesehatan lingkungan
2. Memberikan advokasi kepada masyarakat akan pentingnya layanan sanitasi
3. Memberikan pemahaman yang sama dalam menyiapkan anggota tim survey yang handal
4. menyediakan salah satu bahan utama penyusunan Buku Putih Sanitasi dan Strategi Sanitasi
Kabupaten Sumedang
Unit sampling utama (Primary Sampling) adalah RT (Rukun Tetangga). Unit sampling ini dipilih secara
proporsional dan random berdasarkan total RT di semua RW dalam setiap Desa/Kelurahan yang telah
ditentukan menjadi area survey. Jumlah sampel RT per Desa/Kelurahan minimal 8 RT dan jumlah
sampel per RT sebanyak 5 responden. Dengan demikian jumlah sampel per desa/kelurahan adalah 40
responden. Yang menjadi responden adalah Bapak (Kepala Rumah Tangga) atau Ibu atau anak yang
sudah menikah, dan berumur antara 18 s/d 60 tahun.
Document1
II.
2.1.
Metoda penentuan target area survey dilakukan secara geografi dan demografi melalui proses yang
dinamakan Klastering. Hasil klastering ini juga sekaligus bisa digunakan sebagai indikasi awal
lingkungan berisiko. Proses pengambilan sampel dilakukan secara random sehingga memenuhi
kaidah Probability Sampling dimana semua anggota populasi memiliki peluang yang sama untuk
menjadi sampel. Sementara metoda sampling yang digunakan adalah Cluster Random Sampling.
Teknik ini sangat cocok digunakan di Kabupaten Sumedang mengingat area sumber data yang akan
diteliti sangat luas. Pengambilan sampel didasarkan pada daerah populasi yang telah ditetapkan.
Penetapan klaster dilakukan berdasarkan kriteria yang sudah ditetapkan oleh Program PPSP sebagai
berikut:
1. Kepadatan penduduk yaitu jumlah penduduk per luas wilayah. Pada umumnya tiap kabupaten/
kota telah mempunyai data kepadatan penduduk sampai dengan tingkat kecamatan dan kelurahan/
desa.
2. Angka kemiskinan dengan indikator yang datanya mudah diperoleh tapi cukup representatif
menunjukkan kondisi sosial ekonomi setiap kecamatan dan/atau kelurahan/ desa yang diperoleh
dari Dinas Sosial.
3. Daerah/wilayah yang dialiri sungai/kali/saluran drainase/saluran irigasi dengan potensi digunakan
sebagai MCK dan pembuangan sampah oleh masyarakat setempat
4. Daerah terkena banjir dan dinilai mengangggu ketentraman masyarakat dengan parameter
ketinggian air, luas daerah banjir/genangan, lamanya surut.
Berdasarkan kriteria di atas, klastering wilayah Kabupaten Sumedang menghasilkan katagori klaster
sebagaimana dipelihatkan pada
Tabel 1. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap
memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya. Dengan demikian,
kecamatan/desa/kelurahan yang menjadi area survey pada suatu klaster akan mewakili
kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan area survey pada klaster yang sama.
Document1
Berdasarkan asumsi ini maka hasil studi EHRA ini bisa memberikan peta area berisiko Kabupaten
Sumedang.
Tabel 1. Katagori Klaster berdasarkan kriteria indikasi lingkungan berisiko
Katagori
Klaster
Klaster 0
Kriteria
Wilayah desa/kelurahan yang tidak memenuhi sama sekali kriteria
indikasi lingkungan berisiko.
Klaster 1
Klaster 2
Klaster 3
Klaster 4
Tabel 2. Wilayah (kecamatan atau desa/kelurahan) yang terdapat pada klaster tertentu dianggap
memiliki karakteristik yang identik/homogen dalam hal tingkat risiko kesehatannya dan diambil dari 5
Kecamatan di Kabupaten Sumedang yaitu Sumedang Selatan, Sumedang Utara,
Jatinangor,
survey pada suatu klaster akan mewakili kecamatan/desa/kelurahan lainnya yang bukan merupakan
area survey pada klaster yang sama.
Sumedang
19
Cimanggung,
Mekargalih,
Cipacing,
Sukadana, Sindang
Cikeruh,
Pakuan,
Cihanjuang,
Sayang, Margunarga,
Kutamandiri,
Cisempur,
Kota Pasanggrahan
Baru,
29
Padasuka
Tegalmanggung,
Sindanggalih,
Margaluyu,
Baginda,
Cipancar,
Document1
Ciherang,
Sindulang,
Sawah
Dadap,
Gunasari,
Cipameungpeuk,
Kebonjati,
Jatihurip
13
Jatimukti,
Tanjungsari,
Margajaya,
Cinanjung,
Margalaksana,
Mekarrahayu,
Rancamulya,
Jatimulya,
Cilayung
Mekarjaya,
Margamukti, Girimukti
5
Jatisari
62
Hasil klastering wilayah desa/kelurahan di Kabupaten Sumedang yang terdiri atas 62 desa/kelurahan
menghasilkan distribusi sebegai berikut:
1)
klaster 0 sebanyak 1,61 %.
2)
klaster 1 sebanyak 20,97 %,
3)
klaster 2 sebanyak 46,77 %,
4)
klaster 3 sebanyak 30,65 %, dan
5)
dan klaster 4 sebanyak 0 %.
Untuk lebih jelasnya distribusi desa kedalam klaster tersebut dapat dilihat pada Grafik 1. Distribusi
desa per klaster untuk penetapan lokasi studi EHRA
4
3
2
1
0
0
Kluster
Jumlah
10
0
1
1
13
20
2
29
30
3
19
Document1
4
0
studi EHRA
10
2.2.
Jumlah sampel untuk tiap kelurahan/desa diambil sebesar 40 responden. Sementara itu jumlah sampel
RT per Kelurahan/Desa minimal 8 RT yang dipilih secara random dan mewakili semua RT yang ada
dalam Kelurahan/Desa tersebut. Jumlah responden per Kelurahan/Desa minimal 40 rumah tangga
harus tersebar secara proporsional di 8 RT terpilih dan pemilihan responden juga secara random,
sehingga akan ada minimal 5 responden per RT
Berdasarkan kaidah statistik, untuk menentukan jumlah sampel minimum dalam skala kabupaten/kota
digunakan Rumus Slovin sebagai berikut:
Dimana:
d adalah persentase toleransi ketidaktelitian karena kesalahan pengambilan sampel yang masih
dapat ditolerir 5% (d = 0,05) Asumsi tingkat kepercayaan 95%, karena menggunakan =0,05,
sehingga diperoleh nilai Z=1,96 yang kemudian dibulatkan menjadi Z=2.
Dengan jumlah populasi rumah tangga sebanyak 109.530 KK maka jumlah sampel minimum yang
harus dipenuhi adalah sebanyak 398. Namun demikian untuk keperluan keterwakilan desa/ kelurahan
berdasarkan hasil klastering, Pokja Sanitasi Kabupaten Sumedang menetapkan jumlah kelurahan yang
akan dijadikan target area survey sebanyak 40 X1 sehingga jumlah sampel yang harus diambil
sebanyak X1 X 40 = 1600 responden.
2.3.
Setelah menghitung kebutuhan responden dengan menggunakan rumus Slovin di atas maka
selanjutnya ditentukan lokasi studi EHRA dengan cara memilih sebanyak 40 desa/ kelurahan secara
random. Hasil pemilihan ke-40 desa/ kelurahan tersebut disajikan pada Tabel 3 sebagai berikut:
Document1
11
Jml
No
Klaster
Kecamatan
Desa/Kel Terpilih
Dusun/RT
terpilih
Document1
Jumlah
Responden
-
12
Jml
No
Klaster
Kecamatan
Desa/Kel Terpilih
Dusun/RT
terpilih
Sumedang
Kota Kulon
Selatan
Sukajaya
Sumedang
Kel. Talun
Utara
Kota Kaler
Jatinangor
Mekargalih
Cikeruh
Sayang
Jumlah
Responden
8 x 11 =
40 x 11 =
88
440
8 x 16 =
40 x 16 =
128
640
Cipacing
Tanjungsari
Kutamandiri
Cimanggung
Cimanggung
Sukadana
Sumedang
Regol Wetan
Selatan
Baginda
Cipancar
Citengah
Sumedang
Kel.Situ
Utara
Mulyasari
Sinarmulya
Jatinangor
Hegarmanah
Cibeusi
Jatiroke
Cintamulya
Tanjungsari
Margaluyu
Pasigaran
Gunungmanik
Cimanggung
Tegalmanggung
Sindanggalih
Document1
13
Jml
No
Klaster
Kecamatan
Desa/Kel Terpilih
Dusun/RT
terpilih
Sumedang
Margalaksana
Selatan
Mekar Rahayu
Sumedang
Rancamulya
Utara
Jatimulya
Jumlah
Responden
Margamukti
4
Girimukti
8 x 12 =
40 x 12 =
Mekarjaya
96
480
40
Jatinangor
Jatimukti
Tanjungsari
Tanjungsari
Margajaya
Cinanjung
Cimanggung
Cikahuripan
Tanjung sari
Jatisari
40
2.4.
1600
Unit sampling primer (PSU = Primary Sampling Unit) dalam EHRA adalah RT. Karena itu, data RT per
RW per kelurahan mestilah dikumpulkan sebelum memilih RT. Jumlah RT per kelurahan adalah 8
(delapan) RT. Untuk menentukan RT terpilih dengan cara menggabungkan antara teknik random
multistage (bertingkat) dan random sistematis maka rumah tangga ditarik secara acak (random).
Jumlah sampel di tingkat kelurahan diambil secara disproporsional dengan asumsi dalam analisis
dilakukan pembobotan.
Rumah tangga/responden dipilih dengan menggunakan cara acak (random sampling), hal ini bertujuan
agar seluruh rumah tangga memiliki kesempatan yang sama untuk terpilih sebagai sampel. Artinya,
penentuan rumah itu bukan bersumber dari preferensi enumerator/supervisor ataupun responden itu
sendiri. Tahapannya adalah menentukan rumah tangga digunakan sejumlah pilihan teknik-teknik yang
akan dipilih para kader dengan cara random sistematis (urutan rumah).
Document1
14
III.
Document1
15
Tidak tahu
Lainnya
Sekali dlm sebulan
Beberapa kali dlm sebulan
Sekali dlm seminggu
Beberapa kali dlm seminggu
Tiap hari
0.00
Tiap hari
%
12.67
20.00
40.00
Beberapa kali
Sekali dlm
Beberapa kali
Sekali dlm
dlm seminggu
seminggu
dlm sebulan
sebulan
9.15
4.73
0.32
0.06
60.00
80.00
Lainnya
Tidak tahu
10.36
62.70
Bagi yang mendapatkan layanan, maka frekuensi pengangkutan yang paling umum diterima adalah
tiap hari sebesar 12,67 % yang sering dilakukan di kluster 3 . Sekitar 9,15 % rumah tangga melaporkan
sampahnya diangkut beberapa kali dalam seminggu dan sering dilakukan di kluster 2. Sekitar 4,73 %,
yang melaporkan frekuensi pengangkutan sekali dalam seminggu dan sering dilakukan di kluster 1.
Sementara, yang frekuensinya lebih jarang, yakni beberapa kali dalam sebulan atau sebulan sekali
hanya mencakup 0,38 % dari total rumah tangga di Kabupaten Sumedang dan lainnya 10,36 % serta
sebagian besar tidak tahu yaitu 62,70 %.
Standar minimum dalam indikator-indikator global tentang layanan angkutan sampah rumah tangga
adalah seminggu sekali. Dengan demikian, maka rumah tangga di Kabupaten Sumedang masih jarang
yang menerima layanan pengangkutan sampah dan masih banyak yang belum mendapatkan layanan
yang memadai dalam hal frekuensi pengangkutan.
Diagram 2: Frekuensi Pengangkutan Sampah
C.7 Seberapa sering petugas mengangkut sampah dari rumah?
Sekali seminggu
22.50%
13.44%
11.59%
8.57%
7.75%
9.15%
8.44%
5%
2.56%
0%
0%
Kluster 0
Document1
2.74%
Kluster 1
12.67%
4.73%
1.72%
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
16
Tidak tahu
Sering terlambat
Tepat waktu
0.00
Tepat waktu
24.95
20.00
40.00
60.00
Sering terlambat
4.41
80.00
Tidak tahu
70.63
Bila rumah tangga diminta menilai layanan pengangkutan dalam sebulan terakhir, maka seperti tampak
pada diagram di bawah, kebanyakan menilainya cukup positif. Hanya sekitar 24,95% menilai layanan
yang mereka terima selalu tepat waktu dengan rincian di kluster 3 sekitar 33,55%, di kluster 2 sekitar
24,06%, di kluster 1 sekitar 16,74%, dan di kluster 0 sekitar 10,26%.
Proporsi rumah tangga yang melaporkan dengan nada kurang puas juga terlihat cukup banyak. Sekitar
4,41% dari total rumah tangga menilai layanan pengangkutan sampah yang mereka terima dalam
sebulan terakhir sering terlambat dengan rincian di kluster 2 sekitar 5%, di kluster 3 sekitar 4,55%, di
kluster 1 sekitar 3,36% dan di kluster 0 sekitar 2,56%, serta sebagian besar responden menyatakan
tidak tahu yaitu sebanyak 70,63%.
Diagram 4: Ketepatan Waktu Pengangkutan Sampah
C.8 Dari pengalaman dalam sebulan terakhir, apakah sampahselalu diangkut tepat waktu?
Sering terlambat
34.55%
24.95%
24.06%
16.74%
10.26%
2.56%
Kluster 0
Document1
3.36%
Kluster 1
5%
Kluster 2
4.55%
Kluster 3
4.41%
Sumedang
17
50.00
45.00
40.00
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
RT
Kelurahan
35.00
2.50
Perusahaan
Swasta/
KMS
48.06
Tidak tahu
14.44
Layanan pengangkutan sampah dapat dilihat dari prosentase pemungutan uang sampah yang
terbanyak dilakukan oleh perusahaan swasta/ KSM sebesar 48,06 % dengan rincian yang terbanyak di
kluster 3, kemudian yang ke dua pemungutan uang sampah dilakukan oleh RT (Rukun Tetangga)
sebesar 35 % dengan rincian yang terbanyak di kluster 0, sebagian kecil pemungutan uang sampah
dilakukan oleh kelurahan sebesar 2,5 % dengan rincian yang terbanyak di kluster 3, dan sebesar 14,44
% responden menyatakn tidak tahu.
Diagram 6: Layanan Pengangkutan Sampah
C.9 Apakah layanan pengangkutan sampah oleh tukang sampah dibayar?
C.10 Kepada siapa membayarnya?
Kelurahan
Perusahaan Swasta
80%
48.06%
38.88%
21.15%
20% 22.82%
11.87% 15.57%
0%
Kluster 0
Document1
0.60%
Kluster 1
0%
Kluster 2
35%
26.23%
2.94%
Kluster 3
2.50%
Sumedang
18
Seperti diketahui secara luas, rumah tangga sebetulnya dapat ikut berperan dalam mengurangi volume
sampah dengan berbagai cara. Contoh yang cukup populer adalah dengan melakukan pemilahan dan
memanfaatkan kembali atau mengolah sampah-sampah tertentu. Terkait dengan ini, EHRA di
Kabupaten Sumedang mencoba mengetahui praktik pemilahan di rumah tangga.
Dari EHRA diperoleh gambaran bahwa sekitar 39,13 % dari rumah tangga melakukan pemilahan
sampah tetapi kadang kadang, sekitar 7,93 % sering melakukan pemilahan sampah, dan sekitar
15,98 % selalu melakukan pemilahan sampah. Jadi jumlah keseluruhan yang melakukan pengelolaan
sampah sebesar 62,69 %. Dari yang 62,69 % itu, sekitar 30,86 % melakukan pemilahan sampah yang
terbuat dari plastik, lalu sekitar 20,63 % melakukan pemilahan sampah yang berupa gelas atau kaca ,
kemudian sekitar 16,01 % melakukan pemilahan berupa kertas, serta sekitar 11,39 % melakukan
pemilahan besi/ logam. Sementara, hanya sekitar 19,69 % melaporkan melakukan pemilahan sampah
yang terbuat dari bahan organik atau sampah basah.
Diagram 7: Pemilahan Sampah
C.5 Apa saja jenis sampah yang dipilah/ dipishkan sebelum dibuang?
35.00
30.00
25.00
20.00
15.00
10.00
5.00
0.00
Sampah Plastik
organik
/sampa
h basah
% 19.69
30.86
Gelas/
kaca
Kertas
Besi/
logam
Lainnya
Tidak
tahu
20.63
16.01
11.39
1.16
0.28
Document1
Kluster 0
sampah
organik/
sampah
basah
11.11%
Kluster 1
30.71%
Kluster 2
plastik
gelas/kaca
kertas
besi/logam
37.50%
9.72%
33.33%
6.94%
35.55%
12.70%
12.52%
7.60%
20.30%
29.42%
21.58%
17.24%
9.49%
Kluster 3
10.14%
31.75%
18.60%
14.97%
17.15%
Sumedang
19.69%
30.86%
20.63%
16.01%
11.39%
19
Dibangun
lebih
Dibuang dan
dikubur
kedari
lobang s/d
5 -10 tahun lalu s/d tak tahu (77,4%)
dibuang
ke lahan kosong (72.36%)
N = 1548
N=1214
Penerimaan Layananan
Persampahan (29,48%)
Non Penerimaan
Layananan Persampahan
(70,52%)
non penerimaan
87.76%
77.60%
70.52%
69.92%
53.92%
46.08%
30.08%
29.48%
22.40%
12.24%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Penerimaan layanan persampahan di Kabupaten Sumedang sebesar 29,48% dengan rincian di kluster
3 sekitar 46,08%, di kluster 1 sekitar 30,08%, di kluster 2 sekitar 22,40%, dan yang terkecil di kluster 0
sekitar 12,24% , sedangkan non penerimaan persampahan di Kabupaten Sumedang sebesar 70,52%
dengan rincian di kluster 0 sekitar 87,76%, di kluster 2 sekitar 77,60%, di kluster 1 sekitar 69,92% dan
di kluster 3 sekitar 46,08%.
Document1
20
Document1
21
Tidak tahu
Lainnya
Ke lubang galian
Ke selokan/ parit/ got
Ke kebun/ pekarangan
Ke sungai/ pantai/ laut
Ke WC helikopter
MCK/ WC Umum
Jamban pribadi
20
40
60
80
Ke
Ke
Ke WC
Ke
sungai/ kebun/
Jamban MCK/ WC
Ke lubang
helikopte
selokan/
Lainnya
pribadi Umum
galian
pantai/ pekarang
r
parit/ got
laut
an
% 81.12
7.36
3.74
2.64
0.12
1.59
0.12
3.13
100
Tidak
tahu
0.18
Survai EHRA menemukan tempat BAB orang dewasa di Kabupaten Sumedang yang paling umum
dilaporkan oleh rumah tangga adalah jamban pribadi. Proporsinya adalah sekitar 81,12 %. Kedua
adalah MCK/ WC umm yang proporsinya sekitar 7,36 %. Responden yang tidak tahu sekitar 0,18 %,
dan yang menjawab lainnya sekitar 3,13 %. Sementara, proporsi rumah tangga yang membuang tinja
langsung ke ruang terbuka mencakup sekitar 8,22 %, yang terdiri dari 1) ke WC helikopter (3,74 %), 2)
ke sungai/pantai/laut (2,64 %), 3) ke selokan/parit/got (1,59 %), 4) ke kebun/pekarangan (0,12 %) dan
5) ke lubang galian (0,12 %).
Dari hasil wawancara diperoleh sekitar 81,12 % (84,64%) rumah tangga di Kabupaten Sumedang yang
melaporkan mempunyai jamban pribadi dengan rincian yang paling banyak mempunyai jamban
pribadi adalah kluster 0, lalu paling banyak kedua yaitu kluster 3, kemudian yang paling banyak ke tiga
yaitu kluster 2, dan yang agak jarang adalah kluster 1.
Document1
22
Kluster 0
77.34%
81.44%
Kluster 1
Kluster 2
87.49%
84.64%
Kluster 3
Sumedang
Tidak tahu
Lainnya
Kebun
Kolam/ sawah
Sungai/ danau
Langsung ke drainase
Cubluk/ lobang tanah
Tangki septik
0
Tangki
septik
%
48.69
Cubluk/
lobang
tanah
34.29
10
Langsung
ke
drainase
1.28
20
30
40
Sungai/
danau
Kolam/
sawah
Kebun
7.04
3.71
50
3.77
Saluran akhir pembuangan isi tinja yang paling banyak digunakan adalah tangki septik
sebesar 48,69%, diikuti yang terbanyak ke dua yaitu cubluk/lubang tanah sebesar
34,29%. Cara yang sangat tidak aman dalam pembuangan isi tinja adalah
membuangnya ke sungai/ danau/ pantai/ laut sebesar 7,04%, lalu membuangnya ke
kolam/ sawah sebesar 3,71%, kemudian yang membuang langsung ke saluran
drainase sebesar 1,28%, selanjutnya tidak ada yang membuang isi tinja ke kebun/
tanah lapang serta 3,77% responden menjawab tidak tahu dan 1,22% menjawab
lainnya yang tidak dapat diidentifikasikan. Saluran akhir pembuangan isi tinja dengan
tangki septik sering digunakan di kluster 0 dan jarang digunakan di kluster 3,
sedangkan cubluk/ lubang tanah sering digunakan di kluster 1.
Document1
23
Cubluk/lobang tanah
97.44%
45.87%
41.02%
51.18%
32.10%
47.30%
30.80%
48.69%
34.29%
0%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Secara visual proses mengidentifikasi kasus suspek (dicurigai) tangki septik aman ataupun tangki
septik tidak aman adalah sebagai berikut,
Document1
24
N=1323
N =761
N = 761
N= 761
Tangki septik
tak aman
(85,47%)
Dasar mengidentifikasi suspek tangki septik aman dalam studi EHRA menggunakan rentang waktu
pengurasan atau pengosongan tinja di tangki septik. Untuk ukuran dan teknologi tangki septik yang
paling umum, tangki septik perlu dikosongkan atau dikuras paling tidak sekali dalam setiap 5 tahun.
Bila dalam kurun waktu 5 tahun tangki septik belum pernah dikuras atau dikosongkan, maka dicurigai
bahwa yang diklaim responden sebagai tangki septik sebetulnya adalah cubluk. Bila diringkas maka
kriterianya adalah sebagai berikut,
Kriteria suspek aman adalah sbb.,
1.
2.
Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan tidak pernah dikuras
Dibangun lebih dari lima tahun lalu dan pernah dikuras lebih dari lima tahun lalu
Seperti teramati pada diagram di atas, dari sekitar 81,12 % yang melaporkan mempunyai jamban
pribadi dan yang melaporkan menggunakan tangki septik (48,69 %),lebih dari tiga perempatnya (77,4
%) melaporkan tangki septiknya dibangun lebih dari 5 tahun lalu, lebih dari 10 tahun lalu dan ada pula
yang menjawab tidak tahu.
Document1
25
Dari rumah tangga yang melaporkan pernah mengosongkan tangki septik, sekitar 91,06 % melaporkan
mengosongkannya lebih dari 5 tahun lalu, lebih dari 10 tahun lalu, tidak pernah dikosongkan,dan ada
pula yang menjawab tidak tahu. Kasus yang masuk dalam 91,06 % ini dapat diindikasikan sebagai
suspek tidak aman. Sebaliknya, kasus yang masuk dalam kategori pernah mengosongkannya 0-12
bulan lalu atau antara 1 5 tahun lalu dapat dikategorikan sebagai suspek tangki septik aman.
Diagram ini menggambarkan simpulan dari penuluran kondisi tangki septik aman sebesar 14,53%. Dari
penelusuran menggunakan rentang waktu pengosongan diperoleh bahwa dari 81,12 % rumah tangga
di Kabupaten Sumedang yang melaporkan memiliki jamban pribadi dan yang menggunakan tangki
septik 48,69 %, sebetulnya sekitar 91,06% dicurigai menggunakan tangki septik tidak aman ataupun
pencemaran karena isi tangki septik (85,47%).
14.53%
Kluster 3
Sumedang
6.86%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Tangki septik suspek aman banyak digunakan di kluster 0, yang kedua terbanyak digunakan kluster 1,
lalu yang ketiga terbanyak di kluster , dan jarang digunakan di kluster 2 dengan total tangki septik
suspek aman di Sumedang sekitar 14,53%.
Document1
26
Tidak tahu
Tidak biasa
Ya, kadang-kadang
Ya, sangat sering
0.00
Ya, sangat
sering
3.07
20.00
Ya, kadangkadang
9.53
40.00
60.00
Tidak biasa
Tidak tahu
44.15
43.25
Dalam analisis data pembuangan kotoran anak fokus akan diberikan pada anak-anak yang BAB di
tempat terbuka (lahan di rumah atau di luar rumah), seperti di lantai, di kebun, di jalan, di selokan/got,
ataupun di sungai sebesar 12,60% yang terdiri dari ya, kadang-kadang sekitar 9,53% dan ya, sangat
sering sebesar 3,07% yang mana peran orang dewasa menentukan apakah cara yang terapkan aman
ataukah justru mencemari lingkungan. Yang tidak biasa BAB di tempat terbuka atau biasanya BAB di
jamban sebesar 44,15% serta sebesar 43,25% menjawab tidak tahu.
Diagram 8: Anak yang Diantar untuk BAB (Buang Air Besar) di Jamban
D.10 Apakah anak balita di rumah Bapak/ Ibu masih terbiasa buang air besar di lantai, di kebun, di jalan, di selokan/got,
atau di sungai?
Sumedang
44.15%
Kluster 3
43.44%
39.90%
Kluster 2
50.47%
Kluster 1
Kluster 0
15.38%
Anak diantar BAB ke jamban terbanyak di kluster 1, lalu yang kedua terbanyak di kluster 3, kemudian
yang ketiga terbanyak di kluster 2, dan yang jarang mengantar anak BAB di jamban di kluster 0 dengan
total persentase yang diantar BAB ke jamban sebesar 44,15%.
Document1
27
Diagram 9: Anak BAB di Ruang Terbuka ( Lahan di Rumah atau di Luar Rumah)
D.10 Apakah anak balita di rumah Bapak/ Ibu masih terbiasa buang air besar di lantai, di kebun, di jalan, di selokan/got,
atau di sungai?
12.60%
9.11%
2.56%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Anak yang BAB di ruang terbuka banyak dilakukan di kluster 2, diikuti yang terbanyak kedua di kluster
1, lalu yang terbanyak ketiga di kluster 3, dan paling jarang dilakukan di kluster 0 dengan total
keseluruhan di Kabupaten Sumedang sekitar 12,60%.
Diagram 10 : Tempat Pembuangan Tinja Anak
D.11 Ke mana TINJA anak yang ada di pampers dibuang?
80.00
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Ke WC/
Jamban
%
10.81
Lainnya
Tidak tahu
6.21
75.94
Tindakan yang benar dalam membuang tinja anak yang ada di pampers adalah ke WC/ jamban
sebesar 10,81 %, sedangkan sekitar 7,04% masih membuang tinja anak dari pampers di ruang
terbuka yaitu sebesar 3,65 % membuang tinja anak yang ada di pampers ke tempat sampah,
kemudian sebesar 2,07 % membuang tinja anak yang ada di pampers ke sungai/ selokan/ got/ pantai/
laut, dan sebesar 1,02 % membuang tinja anak yang ada di pampers ke kebun/ pekarangan/ jalan.
Sekitar tiga perempat responden menjawab tidak tahu yaitu sejumlah 75,94 % dan sejumlah 6,21%
menjawab lainnya yang tidak dapat diidentifikasikan.
Document1
28
Diagram 11: Anak yang BAB di Pampers (Kotoran Dibuang ke Jamban dan Pampers Dibersihkan di WC)
D.11 Ke mana TINJA anak yang ada di pampers dibuang?
10.81%
9.81%
7.69%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Anak yang BAB di pampers (kotoran dibuang ke jamban dan pampers dibersihkan di WC) paling
banyak dilakukan oleh kluster 3, lalu yang ke dua terbanyak dilakukan oleh kluster 2, kemudian yang
ketiga terbanyak di kluster 1, dan yang jarang dilakukan di kluster 0.
Diagram 12: Anak yang BAB di Pampers (Kotoran Dibuang ke Ruang Terbuka/ Bukan di Jamban dan Pampers
Dibersihkan Bukan di Jamban)
D.11 Ke mana TINJA anak yang ada di pampers dibuang?
8.41%
7.73%
7.04%
5.24%
0%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Anak yang BAB di pampers (kotoran dibuang ke ruang terbuka/ bukan di jamban dan pampers
dibersihkan bukan di jamban) paling banyak dilakukan oleh kluster 2, lalu yang ke dua terbanyak
dilakukan oleh kluster 3, kemudian yang ketiga terbanyak di kluster 1, dan tidak dilakukan di kluster 0.
Document1
29
Praktik Pembuangan
Kotoran Balita Aman
(73,67%)
N = 887
N= 376
Praktik Pembuangan
Kotoran Balita Tak Aman
(26,33%)
90%
77.14%
76.81%
68.45%
31.55%
23.19%
22.86%
73.67%
26.33%
10%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Praktik pembuangan tinja balita keseluruhan di kabupaten Sumedang yang dalam kondisi aman
sebanyak 73,67%, dengan rincian di kluster 0 sekitar 90%, di kluster 1 sekitar 77,14%, di kluster 3
sekitar 76,81%, dan di kluster 2 sekitar 68,45%.
Document1
30
Tidak tahu
Lainnya
Ya, ada sumur serapan
Ya, ada parit
Tidak ada
Ya, ada
parit
50.35
25.40
Ya, ada
sumur
serapan
12.28
Lainnya
Tidak tahu
11.77
0.19
Untuk SPAL (Saluran Pembuangan Air Limbah), kader EHRA menjumpai bahwa mayoritas rumah di
Kabupaten Sumedang tidak memiliki SPAL yaitu sebesar 50,35 % dari total rumah atau lebih dari
setengah dari rumah tangga di Kabupaten Sumedang. Yang kedua terbanyak adalah rumah tangga
yang mempunyai SPAL tetapi tidak aman yaitu berupa parit sebesar 25,40 %. Rumah tangga yang
tidak memiliki SPAL dan mempunyai SPAL yang tidak aman berpotensi menimbulkan pencemaran
karena SPAL. Yang ketiga terbanyak, adalah rumah yang memiliki SPAL yang aman yaitu berupa
sumur serapan/ lubang galian untuk menampung air limbah rumah tangga sebesar 12,28 %. Rumah
tangga dengan proporsi yang lebih kecil adalah ada SPAL yaitu sarana lainnya yang tidak dapat
diklasifikasikan apakah SPAL tersebut aman atau tidak aman sebesar 11,77 %. Sementara, hanya
sebesar 0,19 % saja yang menjawab tidak tahu. Presentase jumlah KK yang memiliki SPAL yaitu parit
paling banyak di kluster 0 dan jarang di kluster 2 serta sumur resapan paling banyak di kluster 1 dan
jarang di kluster 3 juga yang menjawab lainnya paling banyak digunakan di kluster 1 dan tidak
digunakan di kluster 0.
Document1
31
Kluster 0
64.10%
Kluster 1
23.71%
Kluster 2
23.48%
Kluster 3
26.14%
Sumedang
25.40%
15.38%
17.61%
12.21%
6.36%
12.28%
0%
19.63%
8.24%
9.32%
11.77%
ada, lainnya
Narasi, grafik dan table pada skala seluruh sampel kabupaten/ kota dan per klaster mengenai
Lokasi Genangan di Sekitar Lingkungan Rumah.
No.
1
2
3
4
Document1
Kecamatan
Sumedang Utara
Sumedang Selatan
Cimanggung
Jatinangor
Jumlah
Jumlah
Kelurahan/Desa
13
14
11
12
50
Jumlah Kelurahan/Desa
Sering Banjir
4
11
4
7
26
32
10.69%
0.63%
3.75%
5.95%
Pengamatan kader terhadap genangan air menemukan bahwa sekitar 5,95 % rumah tangga di Kabupaten
Sumedang memiliki lingkungan yang terdapat genangan air dengan rincian di kluster 0 (Desa Jatisari
Document1
33
Kecamatan Tanjungsari) sekitar 48,72%, lalu di kluster 1 (Desa Cinanjung dan Desa Tanjungsari Kecamatan
Tanjungsari), kemudian di kluster 2 ( Desa Cintamulya Kecamatan Jatinangor; Kelurahan Situ Kecamatan
Sumedang Utara; Desa Baginda, Desa Citengah, dan Desa Regol Wetan Kecamatan Sumedang Selatan; serta
Desa Gunungmanik dan Desa Margaluyu Kecamatan Tanjungsari), selanjutnya kluster 3 ( Desa Cimanggung
dan Desa Sukadana Kecamatan Cimanggung; Desa Cikeruh, Desa Cipacing, Desa Mekargalih, dan Desa
Sayang Kecamatan Jatinangor; Kota Kulon dan Desa Sukajaya Kecamatan Sumedang Selatan; serta Desa
Kutamandiri kecamatan Tanjungsari). Di sini, secara umum dapat digambarkan bahwa risiko lingkungan akibat
genangan air di lingkungan rumah tangga di Kabupaten Sumedang dapat dikategorikan rendah.
Diagram 2: Genangan Air di Sekitar Lingkungan Rumah
4.1 Adanya genangan air
30%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
15%
2.50%
5%
5%
50%
40%
30%
20%
10%
0%
32.50%
17.50%
2.56%
2.50%
5%
2.50%
7.50%
2.50%
Document1
34
Document1
35
Document1
36
13.41%
Lainnya
Air dari waduk/danau
Air dari sungai
Air hujan
Mata air tdk terlindungi
Mata air terlindungi
Air sumur gali tdk terlindungi
Air sumur gali terlindungi
Air sumur pompa tangan
Air kran umum -PDAM/PAMSIMAS
Air hidran umum - PDAM
Air Ledeng dari PDAM
Air isi ulang
Air botol kemasan
0%
1.16%
0.27%
5.20%
13.72%
6.30%
35.29%
7.56%
1.82%
1.41%
8.66%
4.09%
1.11%
0
0.1
0.2
0.3
0.4
Sumber air bersih rumah tangga paling sering digunakan adalah air sumur gali yang terlindungi sekitar
35,29%, lalu yang kedua yaitu mata air terlindungi sekitar 13,72%, kemudian yang ketiga yaitu air
ledeng dari PDAM/ Proyek/ HIPPAM sekitar 8,66%, serta yang ke empat yaitu air sumur pompa
tangan sekitar 7,56%. Adapula, sumber air bersih rumah tangga dari air kran umumPDAM/Proyek/PAMSIMAS sekitar 1,82%, dari air hidran umum - PDAM sekitar 1,41%, dan dari air
hujan sekitar 0,27%. Di atas merupakan sumber air bersih yang aman dikonsumsi. Sedangkan,
sumber air yang tidak aman dikonsumsi adalah air sumur tidak terlindungi sekitar 6,30%, mata air
tidak terlindungi sekitar 5,20%, air dari sungai sekitar 1,16% dan air dari waduk/ danau 0%. Sumber air
bersih rumah tangga adalah air ledeng dan air sumur pompa tangan banyak digunakan di kluster 3,
sedangkan air sumur terlindungi banyak digunakan di kluster 0, sementara mata air terlindungi banyak
digunakan di kluster 1.
Diagram 2. Sumber Air Bersih Rumah Tangga
F.1.1 Sumber air mana yang biasa Bapak/ Ibu gunakan untuk minum, masak, mencuci pakaian dan piring dan menggosok gigi?
Kluster 0
5.32%
Kluster 1
1.82%
Kluster 2
7.21%
Kluster 3
17.61%
Sumedang
8.66%
0%
2.43%
4.49%
16.48%
7.56%
47.87%
47.38%
27.64%
35.13%
35.29%
0%
19.55%
16.97%
4.26%
13.72%
Document1
37
Diagram 3: Tata Cara Menangani Air Bersih Sebelum Digunakan untuk Minum
F.2.4 Apakah Bapak/ Ibu mengolah/ menangani air sebelum digunakan untuk diminum?
F.2.5 Bagaimana cara Bapak/ Ibu mengolah air untuk diminum?
Tidak tahu
Lainnya
menggunakan filter keramik
Ditambahkan kaporit
Direbus
0.00
Direbus
%
98.46
50.00
Ditambahkan menggunakan
kaporit
filter keramik
0.60
0.00
100.00
Lainnya
Tidak tahu
0.81
0.13
Tata cara mengolah/ menangani air bersih rumah tangga sebelum digunakan untuk minum adalah
direbus sebesar 98,46% menempati urutan pertama yang sering digunakan di kluster 0 dan jarang
digunakan di kluster 1, lalu ditambahkan kaporit hanya sebesar 0,60% yang sering digunakan di
kluster 1 dan jarang digunakan di kluster 0, serta yang menjawab tidak tahu sebesar 0,13%.
Diagram 4: Tata Cara Menangani Air Bersih Sebelum Digunakan untuk Minum
F.2.4 Apakah Bapak/ Ibu mengolah/ menangani air sebelum digunakan untuk diminum?
F.2.5 Bagaimana cara Bapak/ Ibu mengolah air untuk diminum?
0%
Document1
97.82%
1.31%
Ditambahkan kaporit
99.15%
0.35%
98.12%
0.24%
89.46%
0.60%
38
40.00%
35.00%
30.00%
25.00%
20.00%
15.00%
10.00%
5.00%
0.00%
minum
Air
sum
ur
pom
pa
tang
an
Air
sum
ur
gali
terli
ndu
ngi
memasak 0.31%2.75%9.29%1.41%1.78%7.77%36.336.42%15.105.81%0.06%0.74%0.00%12.24
Sumber air untuk minum yang sering digunakan adalah air sumur gali terlindungi sekitar 29,6%, yang
kedua adalah air isi ulang sekitar 15,1%, lalu yang ke tiga adalah mata air terlindungi sekitar 12,7%,
kemudian yang ke empat adalah air ledeng dari PDAM sekitar 7,94%, seterusnya yang kelima yaitu
air sumur pompa tangan sekitar 6,46%, selanjutnya yang ke enam yaitu air sumur gali tidak terlindungi
sekitar 5,35%, lalu yang ke tujuh yaitu mata air tidak terlindungi sekitar 5,18%, kemudian yang ke
delapan yaitu air botol kemasan sekitar 4,25%, dan hanya sebagian kecil saja sekitar 1,49% yang
menjawab menggunakan air hidran umum-PDAM sekitar 0,88%, lalu menggunakan air dari sungai
sekitar 0,50%, dan menggunakan air hujan sekitar 0,11%. Sumber air untuk minum yaitu air isi ulang
yang sering digunakan di kluster 3, mata air terlindungi yang sering digunakan di kluster 1 dan kedua
jenis air ini tidak pernah dipakai di kluster 0 serta air sumur gali terlindungi yang sangat sering
digunakan di kluster 0 dan agak jarang digunakan di kluster 2.
Sedangkan, sumber air untuk memasak yang sering digunakan adalah air sumur gali terlindungi sekitar
36,3%,lalu yang kedua adalah mata air terlindungi sekitar 15,1% , kemudian yang ketiga adalah air
ledeng dari PDAM sekitar 9,29%, selanjutnya yang keempat yaitu air sumur pompa tangan sekitar
7,77%, seterusnya yang ke lima adalah air sumur gali tidak terlindungi sekitar 6,42%, lalu yang ketujuh
yaitu mata air tidak terlindungi sekitar 5,81%, yang menggunakan air isi ulang sekitar 2,75%, yang
menggunakan air hidran umum-PDAM sekitar 1,41%, dan hanya sekitar 1,11% saja yang menjawab
menggunakan air sungai sekitar 0,74%, lalu yang menggunakan air botol kemasan 0,31%, dan yang
menggunakan air hujan sekitar 0,06%. Sumber air untuk memasak yaitu air sumur gali terlindungi
sering digunakan di kluster 0 dan jarang digunakan di kluster 2, mata air terlindungi yang sering
digunakan di kluster 1, dan tidak pernah digunakan di kluster 0, serta air ledeng dari PDAM yang sering
digunakan di kluster 3 dan jarang digunakan di kluster 1.
Document1
39
51.35%
43.70%
25.16%
18.88%
29.62%
26.70%
23.76%
16.57%
15.16%
11.50%
6.66%
0%
3.62%
0%
Kluster 0
12.79%
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
47.90%
36.71%
36.33%
28.12%
20.22%
7.42%
5.41%
0%
Kluster 0
Document1
18.93% 19.75%
1.63%
Kluster 1
Kluster 2
15.10%
4.58%
Kluster 3
9.29%
Sumedang
40
Document1
41
Halangan seseorang untuk mencuci tangan pakai sabun di waktu-waktu penting lebih merupakan faktor nonfisik. Yang dimaksud sebagai faktor non-fisik dapat mencakup pengetahuan, sikap, maupun norma. Data tentang
fasilitas cuci tangan yang didapat melalui kegiatan pengamatan (observation) sedikit banyak mengonfirmasi
faktor non-fisik itu.
Diagram 1. Cuci Tangan Pakai Sabun: Setelah
BAB
G.4 Kapan biasanya anggota keluarga mencuci G.4 Kapan biasanya anggota keluarga mencuci tangan
pakai sabun?
tangan pakai sabun?
CPTS setelah BAB
Ya
45%
Tidak
55%
Tidak
85%
Dari Lima Waktu Penting Cuci Tangan Pakai Sabun, waktu cuci tangan pakai sabun yang paling
banyak dipraktikkan oleh responden di Kabupaten Sumedang adalah di waktu sesudah buang air
besar atau BAB, yakni sebesar 45 %. Waktu kedua adalah waktu setelah menceboki anak sebesar
15 %.
Waktu ketiga adalah waktu sebelum makan sebesar 16 %, dan kemudian waktu keempat adalah
sebelum menyuapi makan anak sebesar 15 %. Waktu CTPS yang kelima yaitu 19 % responden
melakukan Cuci Tangan Pakai Sabun Sebelum menyiapkan masakan.
Document1
42
Ya
84%
Tidak
85%
19%
Tidak
81%
Document1
43
42.56%
41.36%
31.32%
33.15%
35.69%
Praktek CTPS ( Cuci Tangan Pakai Sabun) di lima waktu penting yang tertinggi terletak di kluster 3 ,
yang kedua terletak di kluster 0, lalu yang ketiga di kluster 2, kemudian yang terendah di kluster 1,
serta jumlah keseluruhan yang melakukan CTPS di Kabupaten Sumedang sebesar 35,69%.
Diagram 6. Ketersediaan Sarana CTPS di Jamban
5.2.d Apakah terlihat ada sabun di dalam atau di dekat jamban?
Sumedang
65.38%
Kluster 3
Kluster 2
Kluster 1
73.90%
67.16%
62.83%
Kluster 0
83.33%
Studi EHRA menemukan hampir semua rumah tangga di Kabupaten Sumedang memiliki akses pada sabun.
Rumah tangga yang melaporkan tersedianya
sebesar 65,38 % dari populasi dan persentase tertingginya terletak di kluster 0, kemudian yang kedua terletak di
kluster 3, lalu yang ketiga terletak di kluster 2, selanjutnya yang terendah di kluster 1.
Document1
44
Tidak tahu
0.19%
Lainnya
0.47%
Mencuci pakaian
21.92%
Mencuci peralatan
Mencuci tangan anak
20.77%
6.43%
13.14%
5.07%
6.49%
Mandi
25.52%
Pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari paling sering digunakan untuk mandi sebesar
25,52%, lalu untuk mencuci pakaian sebesar 21,92%, kemudian untuk mencuci peralatan minum,
makan, dan masak sebesar 20,77%, seterusnya untuk mencuci tangan sendiri sebesar 13,14%,
selanjutnya untuk memandikan anak sebesar 6,49%, dan untuk mencuci tangan anak sebesar 6,43%,
serta untuk menceboki pantat anak sebesar 5,07%, sedangkan yang menjawab tidak tahu sebesar
0,19%, dan menjawab lainnya 0,47%. Pola pemanfaatan sabun dalam kehidupan sehari-hari untuk
mandi paling sering di kluster 1 dan jarang digunakan dikluster 0, lalu yang paling sering digunakan
untuk mencuci pakaian di kluster 0 dan yang jarang digunakan di kluster 1, serta yang paling sering
digunakan untuk mencuci peralatan minum, makan, dan masak dikluster 0 dan jarang digunakan di
kluster 2 .
Diagram 8. Pola Pemanfaatan Sabun dalam Kehidupan Sehari-hari
G.2 Untuk apa saja sabun itu digunakan oleh anggota keluarga?
Pola Pemanfaatan Sabun dalam Kehidupan Sehari- hari per
Kluster
120.00%
100.00%
80.00%
60.00%
40.00%
20.00%
0.00%
Kluster 0
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
Mandi
92.31%
96.64%
95.95%
96.59%
96.67%
Mencuci peralatan
97.44%
75.78%
72.39%
85.68%
78.69%
Mencuci pakaian
97.44%
79.73%
79.87%
89.77%
83.05%
Document1
45
70.00
60.00
50.00
40.00
30.00
20.00
10.00
0.00
Diangkut Dibuang
tukang
&
sampah, dikubur
di TPS
dilobang
% 21.37
4.09
Dibakar
Dibuang
ke
sungai
Dibiarka
n saja
Dibuang
ke lahan
kosong
Lainnya
62.96
4.99
0.32
5.31
0.96
Kebiasaan masyarakat membuang sampah yang terbanyak adalah dengan cara dibakar sekitar
62,96%, kemudian yang kedua dengan cara diangkut tukang sampah, di TPS sekitar 21,37%, lalu
dengan cara dibuang dan dikubur dilobang sekitar 4,09%. Sementara, mereka yang membuang ke
tempat terbuka mencakup sekitar 10,30% yaitu dengan cara dibuang ke lahan kosong/kebun/hutan
sekitar 5,31% dan dengan cara dibuang ke sungai/kali/laut/danau sekitar 4,99 % serta ada pula yang
menjawab lainnya sebesar 0,96% juga yang dibiarkan saja hanya sebesar 0,32%. Kebiasaan
masyarakat membuang sampah yang sering dilakukan dengan cara dibakar terdapat di kluster 0 dan
jarang dilakukan di kluster 3, sedangkan dengan cara diangkut tukang sampah , di TPS yang
mempunyai resiko kesehatan yang paling rendah
Document1
46
79.49%
75.44%
64.55%
45.83%
36.59%
15.38%
Kluster 0
12.92%
Kluster 1
21.37%
16.41%
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
90
80
70
60
50
40
30
20
10
0
Lalat
berkemban
g biak di
sampah
Banyak
tikus &
cacing
7.4
8.64
Saluran
Bau busuk
drainase yg
yg
mampet
menggangu
karna
tetangga
sampah
3.37
1.72
Lainnya
Tdk ada
masalah
2.49
76.39
Sekitar 76,39 % rumah tangga tidak ada masalah persampahan di lingkungan rumahnya, dan hanya
sebagian kecil saja yaitu 23,62 % yang ada masalah persampahan di lingkungan rumahnya dan dapat
berpotensi terjangkit penyakit seperti diare, malaria, ISPA, dan chikungunya yaitu lalat berkembang
biak di sampah sebesar 7,4 %, banyak tikus dan cacing sebesar 8,64 %, bau busuk yang mengganggu
sebesar 3,37 %, saluran drainase yang mampet karena sampah 1,72 %, dan lainnya 2,49 %. Tidak
adanya masalah persampahan di lingkungan rumah terbanyak di kluster 0 dan tersedikit di kluster 3,
sedangkan adanya masalah persampahan di lingkungan rumah tertinggi di kluster 3 dan terendah di
kluster 0.
Document1
47
ada masalah
97.37%
76.30%
23.70%
81.53%
18.47%
68.16%
31.84%
76.39%
23.61%
2.63%
Kluster 0
Document1
Kluster 1
Kluster 2
Kluster 3
Sumedang
48
Document1
49
Tidak pernah
Lebih dari 6 bulan yang lalu
6 bulan terakhir
3 bulan terakhir
1 bulan terakhir
1 minggu terakhir
24 jam terkahir
0.00
10.00
20.00
30.00
2.50
3.71
6.46
4.61
3.33
40.00
50.00
Lebih
Tidak
dari 6
bulan
pernah
yang lalu
35.51
43.89
Prevalensi diare Kabupaten Sumedang yang tertinggi adalah lebih dari 6 bulan yang lalu sebesar
35,51%, kemudian diikuti dengan prevalensi diare tertinggi kedua yaitu 1 bulan terakhir sebesar
6.46%, selanjutnya prevalensi diare 3 bulan terakhir sebesar 4,61%, lalu prevalensi diare 1 minggu
terakhir sebesar 3,71%, seterusnya prevalensi diare 6 bulan terakhir sebesar 3,33%, lalu prevalensi
diare 24 jam terakhir 2,50%, sedangkan yang tidak terkena diare sebesar 43,89%. Prevalensi diare
lebih dari 6 bulan yang lalu yang tertinggi terletak di kluster 3 dan prevalensi diare 1 bulan terakhir
yang tertinggi terletak di kluster 1.
Diagram 2. Prevalensi / Angka Kesakitan karena Penyakit Diare
H.1 Kapan waktu paling dekat anggota keluarga terkena diare ?
35.51%
27.29%
12.82%
2.56%
Kluster 0
Document1
8.20%
Kluster 1
5.16%
Kluster 2
6.36%
Kluster 3
6.47%
Sumedang
50
IV.
PENUTUP
Paparan singkat tentang manfaat studi EHRA dari aspek promosi sanitasi kepada masyarakat
secara langsung (walaupun sebatas kepada responden) dengan keterlibatan kader/ petugas
kesehatan/ PKK dll.
Paparan singkat tentang rencana pemanfaatan hasil studi EHRA sebagai bahan advokasi
pengarusutamaan pembangunan sanitasi.
Paparan singkat tentang pemanfaatan studi EHRA dalam Buku Putih (area berisiko) dan
penyusunan Strategi Komunikasi yang menjadi bagian dari SSK.
Paparan singkat tentang studi ehra yang idealnya dilakukan secara berkala, dan studi kali ini
(pertama) berupakan baseline bagi hasil studi EHRA selanjutnya.
LAMPIRAN
I.
II.
III.
Document1