Anda di halaman 1dari 9

PERNIKAHAN DALAM ISLAM

STAI Syamsul Ulum


BAB I PENDAHULUAN
Manusia adalah makhluk ciptaan Allah yang paling sempurna. Oleh karena itu, manusia
diciptakan untuk melakukan kewajibannya di muka bumi. Salah satu makalah yang akan kami
bahas adalah adalah munkahat atau pernikahan. Manusia diciptakan berpasang-pasangan, ada
perempuan dan ada laki-laki. Dan sebab itu, kita sebagai manusia harus bersyukur ata pemberian
Allah. Dalam pembahasan ini, kami akan memperjelas secara lebih detail tentang munakahat,
baik pengertiannya, syarat-syaratnya, rukun, kewajiban dan himah dari munakahat. Agar kita
sebagai manusia bisa menjalankan perintah Allah secara benar.
BAB II MUNAKAHAT
A.

Pengertian Munakahat

Munakahat berarti pernikahan atau perkawinan. Kata dasar pernikahan adalah nikah. Menurut
bahasa Indonesia, nikah artinya bersatu atau berkumpul. Dalam istilah syariat, nikah artinya
melakukan akad nikah atau perjanjian untuk mengikat diri antara seorang laki-laki dan seorang
perempuan,serta menghalalkan hubungan kelamin antara keduanya dengan dasar suka sama suka
demi terwujudnya rumah tangga yang bahagia, yang diridoi oleh Allah SWT.
B.

Dalil Nikah

Allah menciptakan makhluk dalam bentuk berpasang-pasangan.

Firman Allah SWT:


Dan segala sesuatu Kami ciptakan berpasang-pasangan, supaya kamu mengingat akan
kebesaran Allah.(Q.S. Az-Zariyat (41) : 49)

Secara khusus pasangan itu disebut alko-laki dan perempuan.

Firman Allah SWT: Dan bahwasannya Dialah yang menciptakan nerpasan-pasangan laki-laki
dan perempuan. (Q.S. An-Najm (53) :45)

Laki-laki dan perempuan berhubungan dan saling melengkapi dalam rangka


menghasilkan keturunan yang banyak.

Firman Allah: Hai sekalian manusia, bertakwalah kepada Tuhan-mu yang telah menciptakan
kamu dari diri yang satu;dan daripadanya Allah menciptakan istrinya;dan daripada keduanya
Allah memperkembangbiakkan laki-laki dan perempuan yang banyak.(Q.S. An-Nisa (4) : 1)

Perkawinan dijadikan sebagai salah satu tanda-tanda kebesaran Allah.

Firman Allah: Dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya ialah Dia menciptakan untukmu isriistri dari jenismu sendiri, supaya kamu cenderung dan merasa tentram kepadanya dan
dijadikan-Nya di antara kamu rasa kasih dan sayang. Sesunggunya pada yang demikian itu
benar-benar terdapat tanda-tanda bagi kaum yang berpikir.(Q.S. Ar-Rum (30) : 21)
C.

Tujuan Munakahat
1. Untuk mentaati perintah Allah dan Rasul-Nya
2. Untuk memperoleh hidup yang tentram dan bahagia (sakinah, mawadah, dan warohmah)
3. Untuk keselamatan diri sendiri, keluarga, keturunan, dan masyarakat.
4. Untuk memelihara kebinasaan hawa nafsu.
5. Untuk memperoleh rasa cinta dan kasih sayang.
6. Untuk memenuhi kebutuhan seksual secara sah dan diridoi Allah SWT.

D.

Hukum Munakahat

Perkawinan adalah ibadah yang dianjurkan Allah SWT dan Nabi Muhammad saw. Banyak
perintah Allah dalam Al-quran agar melaksanakan perkawinan.Firman Allah SWT: Dan
kawinlah orang-orang yang sendirian di antara kamu, dan orang-orang yanglayak (berkawin)
dari hamba-hamba sahayamu yang laki-laki dan hamba-hamba sahayamu yang perempuan.
Jika mereka miskin Allah akan memampukan mereka dengan karunia-Nya. Dan Allah Maha
Luas (pemberiannya) lagi Maha Mengetahui.(Q.S. An-Nur (24) : 32)
Ditinjau dari segi kondisi orang yang akan menikah, hukum nikah sebagai berikut:
1. Sunnah, artiya bagi orang yang ingi menikah, mampu nikah, mampu mengendalikan diri
dari perzinahan, tetapi tidak ingin menikah.
2. Wajib, artinya bagi orang yang ingin menikah, mampu menikah, dan ia khawatir berbuat
zinah jika tidak segera menikah.
3. Makruh, artinya bagi orang yang ingin menikah, tetapi belum mampu memberi nafkah
terhadap istri dan anak-anaknya.
4. Haram, artinya bagi orang yang ingin menikah, tujuannya yang hanya menyakiti istrinya.
E.

Rukun Munakahat

Rukun adalah unsur-unsur yang harus ada untuk dapat terjadinya suatu perkawinan. Rukun
perkawinan terdiri dari calon suami, calon istri, wali nikah, dua orang saksi serta ijab dan kabul.
1. Ada calon suami, syarat: laki-laki, dewasa, islam, kemauan sendiri, tidak sedang ihram,
haji atau umroh, dan bukan muhrimnya.
2. Ada calon istri, syarat: perempuan, cukup umur (16 tahun), bukan perempuan musyrik,
tidak dalam ikatan pernikahan dengan orang lain, bukan muhrim, dan tidak ihram haji
atau umroh.
3. Ada wali nikah: Wali nikah adalah orang yang mengijinkan pernikahan.
Macam-macam wali nikah dapat dibagi menjadi 2, yaitu:
1. Wali nasab, yaitu wali yang mempunyai pertalian darah dengan mempelai wanita yang
akan dinikahkan. Adapun urut-urutan wali nasab sebagai berikut.
2. Ayah kandung

Kakek(ayah dari ayah)

Saudara laki-laki sekandung.

Saudara laki-laki seayah.

Saudara laki-laki ayah yang sekandung dengan ayah.

1. Wali hakim, yaitu kepala Negara yang beragama islam, menteri agama, kepala KUA.
Wali hakim bertindak sebagai wali nikah apabila:
v Wali nasab benar-benar tidak ada, sedang ihram, haji atau umroh, menolak sebagai wali,
masuk penjara dan hilang.
v Wali yang lebih dekat tidak memenuhi syarat, berpergian jauh, tidak memberi kuasa terhadap
wali nasab, dan wali yang lebih jauh tidak ada.
1. Ada saksi, syarat: islam,laki-laki, dewasa, berakal sehat, dapat berbicara, mendengar, dan
melihat, adil, dan tidak sedang ihram haji atau umrah.
2. Ada kata-kata ijab dan qabul.
Ijab, artinya ucapan wali dari pihak mempelai wanita, sebagai penyerahan kepada mempelai lakilaki. Qabul, artinya ucapan mempelai laki-laki sebagai tanda penerimaan. Alam ijab qabul,suami
wajib member mahar(mas kawin).
F.

Syarat-syarat Munakahat

Dalam agama Islam, syarat perkawinan adalah :


1. Persetujuan kedua belah pihak,
2. Mahar (mas kawin),
3. Tidak boleh melanggar larangan-larangan perkawinan. Bila syarat perkawinan tak
terpenuhi, maka perkawinan tersebut tidak sah atau batal demi hukum.
Muhrim
Menurut bahasa, muhrim artinya diharamkan. Dalam ilmu fikih, muhrim artinya wanita yang
haram dinikahi. Sebab-sebab wanita haram dinikahi, karena:
1. Keturunan

Ibu kandung

Anak kandung

Saudara perempuan dari bapak

Saudara perempuan dari saudara laki-laki.

Saudara perempuan dari saudara perempuan.

1. Hubungan sesusuan

Ibu yang menyusui

Saudara perempuan sesusuan

1. Perkawinan

Ibu dari istri (mertua)

Anak tiri

Ibu tiri (istri dari ayah). Allah berfirman yang artinya: dan janganlah kamu kawini
wanita-wanita yang pernah dikawini ayahmu. (QS.An-Nissa:22)

Menantu (istri dari anak laki-laki)

1. Mempunyai pertalian muhrim dengan istri.

Mahar dalam pernikahan


Mahar adalah harta yang diberikan pihak calon suami kepada calon istrinya untuk dimiliki
sebagai penghalal hubungan mereka. Mahar ini menjadi hak istri sepenuhnya, sehingga bentuk
dan nilai mahar ini pun sangat ditentukan oleh kehendak istri. Bisa saja mahar itu berbentuk
uang, benda atau pun jasa, tergantung permintaan pihak istri. Mahar dan Nilai Nominal.
Mahar
ini
pada
hakikatnya
dinilai
dengan
nilai
uang,
sebab
mahar
adalah
harta,
bukan
sekedar
simbol
belaka.
Itulah
sebabnya
seorang
dibolehkan menikahi budak bila tidak mampu memberi mahar yang diminta oleh wanita
merdeka. Kata tidak mampu ini menunjukkan bahwa mahar di masa lalu memang benar-benar
harta yang punya nilai nominal tinggi.
Bukan semata-mata simbol seperti mushaf Al-Quran atau benda-benda yang secara nominal
tidak ada harganya. Hal seperti ini yang di masa sekarang kurang dipahami dengan cermat oleh
kebanyakan wanita muslimah. Padahal mahar itu adalah nafkah awal, sebelum nafkah rutin
berikutnya
diberikan
suami
kepada
istri.
Jadi
sangat wajar bila seorang wanita meminta mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal
tertentu. Misalnya uang tunai, emas, tanah, rumah, kendaraan, deposito syariah, saham,
kontrakan, perusahaanatau benda berharga lainnya.
Adapun mushaf Al-Quran dan seperangkat alat shalat, tentu saja nilai nominalnya sangat rendah,
sebab bisa didapat hanya dengan beberapa puluh ribu rupiah saja. Sangat tidak wajar bila calon
suamiyang punya penghasilan menengah, tetapi hanya memberi mahar semurah itu kepada calon
istrinya.
Akhirnya dengan dalih agar tidak dibilang mata duitan, banyak wanita muslimah yang lebih
memilih mahar semurah itu. Lalu diembel-embeli dengan permintaan agar suaminya itu
mengamalkan Al-Quran. Padahal pengamalan Al-Quran itu justru tidak terukur, bukan sesuatu
yang eksak. Sedangkan ayat dan hadits yang bicara tentang mahar justru sangat eksak dan bicara
tentang nilai nominal. Bukan sesuatu yang bersifat abstrak dan nilai-nilai moral. Justru embelembel
inilah
yang
nantinya
akan
merepotkan
diri
sendiri.
Sebab
bila
seorang
suami
berjanji
untuk
mengamalkan
isi
Al-Quran
sebagai
mahar,
maka
mahar
itu
menjadi
tidak
terbayar
manakala
dia
tidak
mengamalkannya.
Kalau
mahar
tidak
terbayar,
tentu
saja
akan
mengganggu status perkawinannya.
Mahar Dengan Mengajar Al-Quran
Demikian juga bila maharnya adalah mengajarkan Al-Quran kepada istri, tentu harus dibuat
batasan bentuk pengajaran yang bagaimana, kurikulumnya apa, berapa kali pertemuan, berapa
ayat, pada kitab rujukan apa dan seterusnya. Sebab ketika mahar itu berbentuk emas, selalu
disebutkan jumlah nilainya atau beratny, maka ketika mahar itu berbentuk pengajaran Al-Quran,
juga harus ditetapkan batasannya.

Kejadian di masa Rasulullah SAW di mana seorang shahabat memberi mahar berupa hafalan AlQuran, harus dipahami sebagai jasa mengajarkan Al-Quran. Dan mengajarkan Al-Quran itu
memang jasa yang lumayan mahal secara nominal. Apalagi kita tahu bahwaistilah mengajarkan
Al-Quran di masa lalu bukan sebatas agar istri bisa hafal bacaannya belaka, melainkan juga
sekaligus dengan makna, tafsir, pemahaman fiqih dan ilmu-ilmu yang terkait dengan masingmasing ayat tersebut.
Dari Sahal bin Saad bahwa nabi SAW didatangi seorang wanita yang berkata,Ya Rasulullah
kuserahkan diriku untukmu, Wanita itu berdiri lama lalu berdirilah seorang laki-laki yang
berkata, Ya Rasulullah kawinkan dengan aku saja jika kamu tidak ingin menikahinya.
Rasulullah berkata, Punyakah kamu sesuatu untuk dijadikan mahar? Dia berkata, Tidak kecuali
hanya sarungku ini Nabi menjawab,bila kau berikan sarungmu itu maka kau tidak akan punya
sarung lagi, carilah sesuatu. Dia berkata, aku tidak mendapatkan sesuatupun. Rasulullah
berkata, Carilah walau cincin dari besi. Dia mencarinya lagi dan tidak juga mendapatkan apaapa. Lalu Nabi berkata lagi, Apakah kamu menghafal quran? Dia menjawab,Ya surat ini dan
itu sambil menyebutkan surat yang dihafalnya. Berkatalah Nabi,Aku telah menikahkan kalian
berdua dengan mahar hafalan quranmu (HR Bukhori Muslim).
Dalam beberapa riwayat yang shahih disebutkan bahwa beliau bersabda,Ajarilah dia al-quran.
Dalam riwayat Abu Hurairah disebutkan bahwa jumlah ayat yang diajarkannya itu adalah 20
ayat.
Permintaan mahar dalam bentuk harta yang punya nilai nominal ini pada gilirannya harus
dipandang wajar, sebab kebanyakan wanita sekarang seolah tidak terlalu mempedulikan lagi nilai
nominal mahar yang akan diterimanya.
Nominal Mahar Dalam Kajian Para Ulama
Secara fiqhiyah, kalangan Al- Hanafiyah berpendapat bahwa minimal mahar itu adalah 10
dirham. Sedangkan Al-Malikiyah mengatakan bahwa minimal mahar itu 3 dirham. Meskipun
demikian sebagian ulama mengatakan tidak ada batas minimal dengan mahar.
Bila Laki-laki Tidak Mampu Boleh Mencicil Kenyataan bahwa manusia itu berbeda-beda tingkat
ekonominya, sangat dipahami oleh syariah Islam. Bahwa sebagian dari manusia ada yangkaya
dan sebagian besar miskin. Ada orang mempunyai harta melebihi kebutuhan hidupnya dan
sebaliknya ada juga yang tidak mampu memenuhinya.
Karena itu, syariah Islam memberikan keringanan kepada laki-laki yang tidak mampu
memberikan mahar bernilai nominal yang tinggi sesuai permintaan calon istri, untuk mencicilnya
atau
mengangsurnya.
Kebijakan angsuran mahar ini sebagai jalan tengah agar terjadi win-win solution antara
kemampuan suami dan hak istri. Agar tidak ada yang dirugikan. Istri tetap mendapatkan haknya
berupa mahar yang punya nilai nominal, sedagkan suami tidak diberatkan untuk
membayarkannya secara tunai.

Inilah yang selama ini sudah berjalan di dalam hukum Islam. Ingatkah anda, setiap kali ada ijab
kabul
diucapkan,
selalu
suami
mengatakan,Saya terima nikahnya dengan maskawin tersebut di atas TUNAI!!. Mengapa
ditambahi
dengan
kata
TUNAI?,
sebab
suami
menyatakan sanggup untuk memberikan mahar secara tunai.
Namun bila dia tidak punya kemampuan untuk membayar tunai, dia boleh mengangsurnya dalam
jangka waktu tertentu. Jadi bisa saja bunyi ucapan lafadznya begini: Saya terima nikahnya
dengan maskawin uang senilai 100 juta yang dibayarkan secara cicilan selama 10 tahun. Bila
Terlalu Miskin Dan Sangat Tidak Mampu. Namun ada juga kelas masyarakat yang sangat tidak
mampu, miskin dan juga fakir. Di mana untuk sekedar makan sehari-hari pun tidak punya
kepastian. Namun dia ingin menikah dan punya istri. Solusinya adalah dia boleh memilih istri
yang sekiranya sudah mengerti keadaan ekonominya. Kalau membayar maharnya saja tidak
mampu, apalagi bayar nafkah. Logika seperti itu harus sudah dipahami dengan baik oleh
siapapun wanita yang akan menjadi istrinya.
Maka Islam membolehkan dia memberi mahar dalam bentuk apapun, dengan nilai serendah
mungkin. Misalnya cincin dari besi, sebutir korma, jasa mengajarkanatau yang sejenisnya. Yang
penting kedua belah pihak ridho dan rela atas mahar itu.
G.

Kewajiban dan Hak Suami dan Istri

1.

Kewajiban Suami

Memberi nafkah, sandang, pangan, dan tempat tinggal.

Berlaku adil, sabar terhadap istri dan anak-anaknya.

Memberi penuh perhatian terhadap istri.

Hormat dan bersikap baik kapada keluarga istri

2.

Taat kepada suami sesuai dengan ajaran Islam.

Menerima dan menghormati pemberian suami sesuai kemampuannya.

Memelihara diri kehormatan dan harta benda suami.

Memelihara, mengasuh, mendidik anak-anak agar menjadi saleh/saleha.

Membantu suami dalam memimpin kesejahteraan dan keselamatan keluarga.

Hormat kepada suami dan keluarganya.

Kewajiban Istri

H.

3.

Mendapat penghormatan dan kasih sayang.

Mendapat pelayanan yang menyenangkan.

Mendapat dorongan dan bantuan dari istri.

Memperoleh keturunan dari istri.

Memperoleh kebahagiaan dari istri.

4.

Memperoleh nafkah baik lahir dan batin.

Memperoleh perlindungan dari suami.

Memperoleh ketenangan dan kedamaian dari suami.

Memperoleh cinta kasih dan sayang.

Memperoleh kehangatan dan kebahagiaan dari suami.

Hak Suami dari Istri

Hak Istri dari Suami

Hikmah Munakahat

Pernikahan merupakan cara yang benar, baik, dan di ridoi Allah SWT untuk memperoleh anak
serta mengembangkan keturunan yang sah.
1. Melalui pernikahan kita dapat menyalurkan naluri kebapakan bagi laki-laki dan naluri
keibuan bagi wanita.
2. Melalui pernikahan, suami istri dapat memupuk rasa tanggung jawab dalam rangka
memelihara, mengasuh, dan mendidik anak-anaknya.
3. Melalui pernikahan, suami istri dapat membagi rasa tanggung jawab yang sebelumnya
dipikul oleh masing-masing pihak.
4. Pernikahan dapat pula membentengi diri dari perbuatan tercela.
5. Pernikahan merupakan sunah Rasulullah saw.
BAB III PENUTUP

Munakahat merupakan pernikahan (suatu hubungan yang sangat erat atas dasar suka sama suka)
yang dilakukan manusia untuk melakukan kewajibannya kepada Allah dan menciptakan keluarga
yang skinah, mawadah dan warohmah. Oleh karena itu, manusia diciptakan secara berpasangpasangan. Allah pun menganjurkan syarat-syarat, ruku, hak dan kewajiban dalam pernikahan.
Jadi, kita sebagai manusia harus menjalankan perintah Allah.
DAFTAR PUSTAKA
www.850-pengertian-pernikahan-dalam-islam.html
www.google.com
http://www.wikipedia.co.id
file:///C:/Documents%20and%20Settings/All%20Users/Documents/Photo/Makalah%20Fiqih
%20Munakahat%20_%20Salam%20Semangat.htm

Anda mungkin juga menyukai