Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang

Pengolahan limbah merupakan tanggung jawab bagi semua orang terkhusus


untuk kegiatan yang memiliki potensi dapat mencemari lingkungan. Pengolahan
limbah yang dimaksud tidak hanya untuk limbah padat tapi juga limbah cairnya.
Limbah cair yang berasal dari layanan kesehatan/rumah sakit berdasarkan kualitas
dan kuantitasnya mempunyai “potential hazard” terhadap manusia dan lingkungan
dikarenakan oleh adanya bahan berbahaya dan beracun (B3) yang terkandung di
dalamnya terutama apabila dalam pembuangannya tidak dikelola dengan baik
sehingga menjadi sebuah kewajiban untuk berbagai instansi terkhusus pelayanan
kesehatan dalam menangani limbahnya yang berpotensi mencemari lingkungan dan
mengganggu kesehatan manusia. Dengan banyaknya kejadian yang tidak diharapkan,
menyebabkan para profesional mengembangkan cara dan standar untuk menganalisa
dan mengelola resiko terhadap kesehatan dan lingkungan. Salah satu yang paling
berkembang saat ini adalah proses pengolahan limbah sebagai salah satu dari sekian
banyak cara pemeliharaan lingkungan.
Air Limbah Domestik, Limbah yang berasal dari rumah tangga, perkantoran,
pusat perdagangan, rumah sakit dan mengandung berbagai bahan antara lain :
kotoran, urine, dan air bekas cucian yang mengandung ditergen, bakteri dan virus
( Bell, 1997).
Limbah cair baik domestik maupun non domestik mempunyai beberapa
karakteristik sesuai dengan sumbernya, karakteristik limbah cair dapat digolongkan
pada karakteristik fisik, kimia dan biologi (Metcalf & Eddy, 2003). Karakteristik air
limbah ini sangatlah bervariasi, sehingga tergantung pada sumber air limbah tersebut.
Adapun faktor waktu serta metoda pengambilan sampel juga berpengaruh pada
karakteristik air limbah (Said, 2000). Salah satu bahan pencemar yang terkandung
dalam limbah domestic adalah senyawa amoniak. Amoniak pada limbah cair
domestic berasal dari proses perombakan asam-asam amino oleh berbagai jenis
bakteri aerob dan anerob. Amoniak merupakan senyawa nitrogen yang menjadi NH4 +
pada pH rendah dan disebut amonium; amoniak sendiri berada dalam keadaan
tereduksi. Amoniak dalam air permukaan berasal dari air seni dan tinja, juga dari
oksidasi zat organik secara mikrobiologis, yang berasal dari air alam atau buangan
industri dan penduduk. Kadar amoniak yang tinggi selalu menunjukkan adanya
pencemaran. Amoniak (NH3) dapat dihilangkan sebagai gas melalui aerasi atau reaksi
dengan asam hipoklorit (HOCl) atau kaporit, sehingga menjadi kloramin yang tidak
berbahaya atau sampai menjadi N2 (Alaerts dan Santika, 1984). Berdasarkan
Permen LHK No.68 Tahun 2016 kadar maksimal Amoniak adalah 10 mg/L, sehingga
nilai konsentrasi amoniak > 10 mg/L harus diolah terlebih dahulu atau di turunkan
konsentrasinya terlebih dahulu sebelum dialirkan ke lingkungan. Dengan demikian
melalui kesempatan ini, peneliti bermaksud ingin melakukan penelitian untuk
menurunkan kadar amoniak yang terkandung dalam air limbah domestic dengan
penambahan zat kimia tertentu yaitu asam hipoklorit atau kaporit dengan kadar/dosis
yang berbeda-beda.

1.2 Tujuan

Adapun tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh


penambahan dosis asam hipoklorit atau kaporit terhadap penurunan konsentrasi
amoniak dalam limbah cair domestic.

1.3 Ruang Lingkup

Penelitian ini mencakup pengujian pengaruh penambahan kaporit terhadap


penurunan kadar ammonia pada air limbah domestic, dengan menggunakan variasi
dosis kaporit yang ditambahkan pada tiap pengujian. Kemudian kadar amoniak
sebelum penambahan kaporit dibandingkan dengan kadar ammoniak setelah
penambahan, serta melihat pengaruh variasi dosis yang diberikan. Hasil kemudian
dapat dijadikan dasar pertimbangan pengolahan air limbah domestic terutama pada
air limbah yang mengandung jumlah ammonia diatas baku mutu.

1.4 Hipotesa Penelitian

Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh penambahan variasi dosis


kaporit terhadap penurunan kadar ammonia dalam limbah air domestic. Berikut
perumusan hipotesis dari penelitian ini :
Ho = Tidak ada perbedaan signifikan pada efektivitas penurunan kadar ammonia
limbah cair domestic diantara variasi dosis.
H1 = Ada perbedaan signifikan pada efektivitas penurunan kadar ammonia limbah
cair domestic diantara variasi dosis
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Air Limbah

Menurut Arief (2016), limbah adalah buangan yang di hasilkan dari suatu proses
produksi, baik industri maupun domestik (rumah tangga). Limbah lebih di kenal
sebagai sampah, yang keberadaannya sering tidak dikehendaki dan mengganggu
lingkungan, karena sampah dipandang tidak memilih nilai ekonomis. Limbah industri
berasal dari kegiatan industri, baik karena proses secara langsung maupun proses
secara tidak langsung. Limbah dari kegiatan industri adalah limbah yang terproduksi
bersamaan dengan proses produksi, di mana produk dan limbah hadir pada saat yang
sama. Sedangkan limbah tidak langsung terproduksi sebelum proses maupun sesudah
proses produksi.

Berdasarkan Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Republik Indonesia Nomor 5


Tahun 2014 tentang Baku Mutu Air Limbah, air limbah adalah sisa dari suatu usaha
dan atau kegiatan yang berwujud cair. Air limbah atau air buangan adalah sisa air
yang dibuang yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat umum
lainnya, dan pada umumnya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang dapat
membahayakan bagi kesehatan manusia serta menggangu lingkungan hidup. Menurut
Ehless dan Steel dalam Chandra (2006), air limbah adalah cairan buangan yang
berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat- tempat umum lainnya dan biasanya
mengandung bahan-bahan atau zat yang dapat membahayakan kehidupan manusia
serta mengganggu kelestarian lingkungan.

2.1.1 Karakteristik Air Limbah


a. Karakteristik Fisik
Karakter fisik air limbah ditentukan oleh polutan yang masuk ke dalam air
limbah dan memberikan perubahan fisik pada air limbah tersebut. Karakteristik fisik
tersebut adalah suhu, kekeruhan, warna dan bau yang disebabkan oleh adanya bahan
tersuspesi dan terlarut didalamnya. Penentuan derajat kekotoran air limbah sangat
dipengaruhi oleh adanya sifat fisik yang mudah terlihat. Adapun sifat fisik yang
penting adalah kandungan zat padat sebagaiefek estetika dan kejernihan serta bau dan
warna dan juga temperatur (Suyasa, 2015).

b. Karakterisktik Kimia
Karakteristik kimia air limbah ditentukan dengan adanya polutan dari bahan
bahan kimia (chemical). Chemical tersebut terdapat dalam bentuk terlarut dalam
bentuk ion-ion dan tersuspensi dalam bentuk senyawanya. Bahan organik terlarut
dapat menghabiskan oksigen dalam limbah serta akan menimbulkan rasa dan bau
yang tidak sedap pada penyediaan air bersih. Selain itu, akan lebih berbahaya apabila
bahan tersebut merupakan bahan yang beracun. Menurut Sugiharto (1987) dalam
Suyasa (2015), bahan kimia yang penting yang ada di dalam air limbah pada
umumnya dapat diklasifikasikan sebagai berikut : Bahan organik, pH, klorida,
kebasaan, sulfur, zat beracun, protein, karbohidrat, minyak dan lemak, fenol, bahan
anorganik, logam berat, metan, nitrogen, fosfor, dan gas.

2.1.2 Sumber Air Limbah


air limbah dapat berasal dari rumah tangga (domestic) maupun industri
(industry).

1. Air Limbah Rumah Tangga

Air limbah rumah tangga terdiri dari 3 fraksi penting yaitu Tinja (faeces),
berpotensi mengandung mikroba pathogen. Air seni (urine), umumnya mengandung
Nitrogen dan Posfor, serta kevmungkinan kecil mikroorganisme. grey water,
merupakan air bekas cucian dapur, mesin cuci dan kamar mandi. Grey water sering
juga disebut dengan istilah sullage.
b. Air Limbah Indistri

Berbeda dengan air limbah rumah tangga, zat-zat yang terkandung di dalam
air limbah industri sangat bervariasi sesuai dengan pemakaiannya di masing-masing
industri, oleh sebab itu, dampak yang diakibatkannya juga sangat bervariasi,
bergantung kepada zat zat yang terkandung didalamnya.

2.1.3 Pengolahan Air Limbah


Pengolahan limbah berkaitan dengan sistem pabrik. Ada pabrik yang telah
mempergunakan peralatan dengan kadar buangan rendah, sehingga buangan yang
dihasilkan tidak perlu mengalami pengolahan. Buangan dari pabrik berbeda satu
dengan yang lain. Perbedaan ini berkaitan dengan perbedaan bahan baku dan
perbedaan proses. Suatu pabrik yang sama-sama mengeluarkan limbah air memiliki
senyawa kimia yang berbeda. Oleh karena itu banyaknya variasi pencemar antara satu
pabrik dengan pabrik lain, akan mengakibatkan banyaknya sistem pengolahan (Arief,
2016).
Banyaknya jenis parameter pencemar dalam suatu buangan berakibat
dibutuhkannya berbagai tingkatan proses. Limbah memerlukan penanganan awal
kemudian pengolahan berikutnya. Pengolahan pertama atau pendahuluan sangat
menentukan pengolahan kedua, ketiga dan seterusnya. Kekeliruan penerapan
pengolahan pendahuluan akan turut mempengaruhi pengolahan berikutnya.
Penetapan pilihan metode keadaan limbah, sudah harus diketahui sebelum melakukan
pengolahan. Limbah yang berpeluang mencemari lingkungan harus ditetapkan
parameternya. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam limbah, maka dapat
ditetapkan metode pengolahan dan pilihan jenis peralatan.
Jika sudah menetapkan metode dan jenis peralatannya, maka langkah
berikutnya adalah menghilangkan atau mengurangi senyawa pencemarnya. Hal ini
tergantung keinginan kita, berapa persen yang ingin kita kurangi dan sampai dimana
efisiensi peralatan yang harus dicapai pada tingkat maksimal. Penetapan efisiensi
peralatan dan standar buangan yang diinginkan akan mempengaruhi ketelitian alat,
volume air limbah, sistem pemipaan, pemasangan pipa, pilihan bahan kimia dan lain-
lain. Limbah membutuhkan pengolahan jika ditemukan senyawa pencemaran yang
berakibat menciptakan kerusakan terhadap lingkungan atau berpotensi menciptakan
pencemaran yang harus diurutkan untuk identifikasi limbah cair, gas, dan padat
adalah sumbernya, uji karakteristik, uji toksikologi , melakukan pencatatan atau
pengumpulan data, dan mengevaluasi pengaruh positif dan negatif.
Untuk mengatasi limbah ini diperlukan pengolahan dan penanganan limbah.
Pengolahan limbah ini dapat dibedakan menjadi (Arief, 2016) :
a. Pengolahan menurut tingkatan perlakuan.
1. Proses pengolahan (pretreatment).
2. Pengolahan primer (primary treatment).
3. Pengolahan sekunder (secondary treatment)
4. Pengolahan tersier (tertiary treatment).
b. Pengolahan Menurut Karakteristik Limbah
1. Proses fisik.
2. Proses kimia.
3. Proses biologi

2.2 Amoniak
Ammonia adalah senyawa kimia dengan rumus NH3 yang merupakan salah
satu indikator pencemaran udara pada bentuk kebauan. Gas ammonia adalah gas yang
tidak berwarna dengan bau menyengat, biasanya ammonia berasal dari aktifitas
mikroba, industri ammonia, pengolahan limbah dan pengolahan batu bara. Ammonia
di atmosfer akan bereaksi dengan nitrat dan sulfat sehingga terbentuk garam
ammonium yang sangat korosif (Yuwono, 2010).

Ammonia (NH3) dan garam-garamnya merupakan senyawa yang bersifat


mudah larut dalam air. Ion ammonium merupakan transisi dari ammonia, selain
terdapat dalam bentuk gas ammonia juga dapat berbentuk kompleks dengan beberapa
ion logam. Ammonia banyak digunakan dalam proses produksi urea, industri bahan
kimia, serta industri bubur dan kertas (Effendi, 2003).
Ammonia merupakan senyawa anorganik yang diperlukan sebagai sumber
energi dalam proses nitrifikasi bakteri aerobik. Pada air ammonia berada dalam dua
bentuk yaitu ammonia tidak terionisasi dan ammonia terionisasi. Ammonia yang
tidak terionisasi bersifat racun dan akan mengganggu syaraf pada ikan sedangkan
ammonia yang terionisasi memiliki kadar racun yang rendah. Daya racun ammonia
dalam air akan meningkat saat kelarutan oksigen rendah. Keberadaan bakteri
pengurai sangat berpengaruh terhadap persediaan oksigen yang secara alami terlarut
dalam air (Komarawidjaja, 2005).

2.2.1 Limbah Amonia


Air limbah yang dihasilkan dari limbah ammonia sering dikeluarkan dalam
bentuk gas. Limbah ini apabila langsung dibuang ke udara dan dihirup oleh manusia
maka akan mengakibatkan gangguan kesehatan seperti iritasi yang kuat terhadap
sistem pernafasan bagian atas yakni daerah hidung hingga tenggorokan. Terpapar gas
ammonia pada tingkatan tertentu dapat menyebabkan gangguan fungsi paru-paru dan
sensitivitas indera penciuman. Pada tekanan dan suhu normal ammonia dalam bentuk
gas dan membentuk kesetimbangan dengan ion ammonium. Selain terdapat dalam
bentuk gas ammonia juga membentuk kompleks dengan beberapa ion logam.
Ammonia juga dapat terserap ke dalam bahan-bahan tersuspensi dan koloid sehingga
mengendap di dasar perairan. Ammonia diperairan dapat menghilang melalui proses
volatilisasi karena tekanan parsial ammonia dalam larutan meningkat dengan semakin
meningkatnya pH. Ammonia dan garam-garamnya bersifat mudah larut dalam air.
Ammonia banyak terkandung dalam limbah cair, baik limbah domestik,
limbah pertanian, maupun limbah dari pabrik, terutama pabrik pupuk nitrogen
(Bonnin dkk, 2008). Limbah cair dari pabrik ammonia mengandung ammonia
sampai 1000 mg/L limbah, pabrik ammonium nitrat mengeluarkan limbah cair
dengan kandungan ammonia sebesar 2500 mg/L, sedangkan limbah peternakan dan
rumah tangga mengandung ammonia dengan konsentrasi antara 100-250 mg/L.
Konsentrasi ammonia diatas 0,11 mg/L akan menimbulkan resiko gangguan
pertumbuhan pada semua spesies ikan. Oleh karena itu keberadaan ammonia di dalam
air limbah sangat dibatasi. Negara-negara Eropa membatasi kandungan ammonia di
dalam air limbah maksimum 0,5 mg/L, sedangkan negara- negara Amerika 0,77 mg/L
(Jorgensen, 2002).
2.2.2 Metode Penetapan Kadar Amonia
Metode utama yang mempengaruhi untuk menentukan kadar ammonia adalah
konsentrasi dan adanya interferensi (zat pengganggu). Secara umum penentuan secara
spektrofotometer dari konsentrasi rendah ammonia terbatas pada air minum,
permukaan air bersih, air limbah dan air buangan penerima. Berikut metode
penetapan ammonia secara spektrofotometri:

A. Metode Fenat

Metode ini digunakan untuk penentuan kadar ammonia dengan


spektrofotometer secara fenat dalam contoh uji pada kisaran kadar 0,1 mg/L sampai
dengan 0,6 mg/L NH3-N pada panjang gelombang (λ) 640 nm (SNI 06-6989.30-
2005).

B. Metode Nessler
Pada tahun 1856 Nessler pertama sekali, mengusulkan larutan basa
merkurium (II) iodida dalam kalium iodida sebagai reagensia untuk penetapan
ammonia secara kolorimetri. Reagensia Nessler ditambahkan ke dalam larutan garam
amonium encer, ammonia yang terbebas akan beraksi dengan reagensia cukup cepat
namun tidak sekejap membentuk produk jingga-coklat yang tetap dalam larutan
koloidal, tetapi menggumpal bila dibiarkan lama (Basset. 1994). Metode Nessler
terdiri dari suatu analisa kimiawi dengan menggunakan spektrofotometer. Reagen
Nessler K2HgI4 akan bereaksi dengan NH3 dalam larutan yang bersifat basa , sesuai
dengan reaksi pada gambar dibawah :

+ 2− − −
NH + 2[HgI ] + 4OH → HgO·Hg(NH )I ↓ + 7I + 3H O
Reaksi menghasilkan larutan berwarna kuning-coklat yang mengikuti hukum Beer-
Lambert. Intensitas warna yang terjadi berbanding lurus dengan konsentrasi NH3
yang ada dalam sampel yang kemudian ditentukan secara spektrofotometri.

2.3 Kaporit

Kaporit atau Kalsium hipoklorit adalah senyawa kimia yang memiliki rumus


kimia Ca(ClO)2.Kaporit biasanya digunakan sebagai zat disinfektan air. Senyawa ini
relatif stabil dan memiliki klorin bebas yang lebih banyak daripada natrium hipoklorit
(cairan pemutih). Kaporit ketika dilarutkan didalam air akan berubah menjadi asam
hipklorit (HOCl) dan ion hipoklorit (OCl-) yang memiliki sifat desinfektan.
Selanjutnya HOCl dan ion OCl- disebut sebagai klor aktif. Klor mampu melakukan
reaksi hidrolisis dengan berbagai komponen kimia bakteri seperti peptidoglikan, lipid,
dan protein yang dapat menimbulkan kerusakan fisiologis dan mempengaruhi
mekanisme seluler (Wright et al., 2004). Kedua bahan kimia tersebut bekerja
dengan menyerang dan menghancurkan lipid di dinding sel mikroorganisme,
membunuhnya dan membuatnya tidak berbahaya.

Kaporit juga sering digunakan di dapur sebagai desinfektan permukaan dan


peralatan dapur. Dapat juga digunakan sebagai pembersih kamar mandi, semprotan
disinfektan rumah tangga, algasida, dan deterjen binatu. Kaporit (Ca(OCl)2) biasanya
digunakan sebagai disinfektan karena efektif dan ekonomis, stabil dan daya simpan
cukup lama (Surbakti, 1987). Tetapi efektivitas desinfektan bisa menurun
dikarenakan adanya kandungan besi, mangan, amonia, sulfida (USEPA, 2002), dan
padatan tarsuspensi (Tsai, 1999). Selain itu Penggunaan kaporit juga dapat
menurunkan nilai TDS, TSS, BOD, COD, amonia, sulfida, fosfat, dan nitrit.

2.3.1 Pemanfaatan Kaporit atau Kalsium Hipoklorit


a. Dalam Sanitasi
Kaporit umumnya digunakan untuk sanitasi kolam renang umum dan
disenfektan air minum. Umumnya, senyawa komersial ini dijual dengan
kemurnian 68%( dengan zat aditif dan kontaminan bervariasi bergantung pada
kebutuhan penggunaanya). Sebagai contoh, sebagai bahan kimia kolam
renang seringkali dicamour dengan stabilisator asam sianurat dan zat anti
kerak.
b. Dalam Kimia Organik
Kaporit meruoakan oksidator umum dan oleh karenanya banyak digunakan
dalam kimia organic. Misalnya, digunakan untuk membelah glikol, asam a-
hidroksi karboksilat dan asam keto untuk menghasilkan fragmen aldehida atau
sama karboksilat. Kaporit dapat juga digunakan dalam reaksi haloform dalam
produksi kloroform.

2.4 Peneliitian Terdahulu

Pada penelitian yang dilakukan oleh Raisha Prameswari (2015) tentang


pemantauan kualitas air limbah hasil pengolahan di IPAL PT Pertamina RU IV
Cilacap Menjelaskan bahwa kadar N-NH3 pada outlet IPAL PT Pertamina (persero)
RU IV Cilacap selama bulan mei-juni 2015 dengan rentang nilai (22,0-14,7) mg/L.
Nilai tersebut belum memenuhi baku mutu air limbah usaha minyak, Gas, dan Panas
Bumi yang ditetapkan berdasarkan Peraturan Pemeritah Menteri Lingkungan Hidup
Lampira III Ni.19 Tahun 2010 yaitu dengan batas maksimum sebesar 8,0 mg/L.

Pada Penelitian selanjutnya yang dilakukan oleh Muhammad Aminullah


(2015) tentang kefektifan dosis kaporit dalam menurunkan kadar ammonia pada air
limbah cair rumah sakit PKU Muhammadiyah Surakarta yang menjelaskan bahwa
proses oksidasi menggunakan kaporit bubuk pada penelitian ini, menghasilkan
endapan dari kaporit yang telah mengikat ammonia. Endapan tersebut dapat
dikeringkan untuk dimanfaatkan sebagai pupuk dan sebagai lumpur aktif pada proses
pengolahan direaktor aerobic. Dosis kaporit yang efektif digunakan oleh peneliti
adalah 5 gr/L.

BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian true experiment dengan desain
pretes-postes dengan kelompok kontrol (pre – post test with control design) yang
hasilnya akan dianalisa secara deskriptif dan analitik (Riyanto, 2011).

3.2 Populasi Sampel


Populasi dalam penelitian ini adalah semua limbah cair domestic. Adapun
sampelnya adalah Sebagian dari limbah cair domestic yang dihasilkan.

3.3 Teknik Pengambilan data


Air limbah yang telah disampling kemudian diuji jumlah amoniaknya secara
kuantitatif menggunakan instrument Continous Flow Analyzer (CFA). Selanjutnya
menyiapkan sampel. Dari perhitungan jumlah sampel, sampel diberikan pengulangan
sebanyak 7 kali dengan perlakuan 5 dosis.

3.4 Analisis Data


Analisis yang digunakan deskriptif dan statistik. Sebelum dilakukan pengujian
variasi dosis dilakukan perbandingan jumlah amoniak sebelum penambahan dan
setelah penambahan kaporit. Kemuian dilakukan pengujian uji beda ANOVA untuk
mengetahui perbedaan efektivitas penurunan kadar amoniak diantara variasi dosis.

Anda mungkin juga menyukai