TINJAUAN PUSTAKA
3.1 Definisi Limbah Cair
Limbah merupakan buangan atau sisa yang dihasilkan dari suatu proses
atau kegiatan dari industri maupun domestik (rumah tangga). Menurut Peraturan
Pemerintah Nomor 101 tahun 2014, limbah adalah sisa suatu usaha dan/atau
kegiatan. Menurut Metcalf dan Eddy (2003), yang dimaksud air buangan
(wastewater) adalah kombinasi dari cairan dan sampah–sampah (air yang
berasal dari daerah permukiman, perdagangan, perkantoran, dan industri)
bersama–sama dengan air tanah, air permukaan dan air hujan yang mungkin
ada. Menurut Ehlers and Steel (1999), limbah merupakan cairan yang dibawa
oleh saluran air buangan. Secara umum dapat dikemukakan air buangan adalah
cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri maupun tempat-tempat
umum lainnya, dan biasanya mengandung bahan-bahan/zat yang dapat
membahayakan kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian hidup.
Menurut A. K. Haghi, 2011 menyatakan bahwa berdasarkan Sumber yang
menghasilkan limbah secara umum dapat dibedakan menjadi lima yaitu:
1. Limbah rumah tangga, biasa disebut juga limbah domestik.
2. Limbah industri merupakan limbah yang berasal dari industri pabrik.
3. Limbah pertanian merupakan limbah padat yang dihasilkan dari kegiatan
pertanian, contohnya sisa daun-daunan, ranting, jerami, kayu dan lain-
lain.
4. Limbah konstruksi didefinisikan sebagai material yang sudah tidak
digunakan lagi dan yang dihasilkan dari proses konstruksi, perbaikan atau
perubahan. Jenis material limbah konstruksi yang dihasilkan dalam setiap
proyek konstruksi antara lain proyek pembangunan maupun proyek
pembongkaran (contruction and domolition). Limbah konstruksi antara
lain pembangunan perubahan bentuk (remodeling), perbaikan (baik itu
rumah atau bangunan komersial). Sedangkan limbah demolition antara
lain limbah yang berasal dari perobohan atau penghancuran bangunan.
5. Limbah radioaktif, limbah radioaktif berasal dari setiap pemanfaatan
tenaga nuklir, baik pemanfaatan untuk pembangkitan daya listrik
menggunakan reaktor nuklir, maupun pemanfaatan tenaga nuklir untuk
8
keperluan industri dan rumah sakit. Bahan atau peralatan terkena atau
menjadi radioaktif dapat disebabkan karena pengoperasian instalasi nuklir
atau instalasi yang memanfaatkan radiasi pengion.
Sumber–sumber air buangan dapat dibedakan menjadi 3, yaitu :
1. Air limbah rumah tangga (domestic wasted water), air limbah dari
permukiman ini umumnya mempunyai komposisi yang terdiri atas
ekskreta (tinja dan urin), air bekas cucian dapur dan kamar mandi,
dimana sebagian besar merupakan bahan organik.
2. Air limbah kota praja (municipal wastes water), air limbah ini umumnya
berasal dari daerah perkotaan, perdagangan, sekolah, tempat–tempat
ibadah dan tempat–tempat umum lainnya seperti hotel, restoran, dan
lain–lain.
3. Air limbah industri (industrial wastes water), air limbah yang berasal dari
berbagai jenis industri akibat proses produksi ini pada umumnya lebih
sulit dalam pengolahannya serta mempunyai variasi yang luas (Entjang,
2000).
9
Berdasarkan Polimer Penyusun limbah digolongkan menjadi dua
berdasarkan polimer penyusun mudah dan tidak terdegradasinya antara lain:
1. Limbah yang dapat mengalami perubahan secara alami (degradable waste),
yaitu limbah yang dapat mengalami dekomposisi oleh bakteri dan jamur,
seperti daun-daun, sisa makanan, kotoran, dan lain-lain.
2. Limbah yang tidak atau sangat lambat mengalami perubahan secara alami
(nondegradable waste), misanya besi, plastik, kaca, kaleng, dan lain-lain.
Berdasarkan sifatnya, limbah terdiri atas lima jenis, yaitu:
1. Limbah korosif adalah limbah yang dapat menyebabkan iritasi pada kulit dan
dapat membuat logam berkarat.
2. Limbah beracun adalah limbah yang mengandung racun berbahaya bagi
manusia dan lingkungan. Limbah ini mengakibatkan kematian jika masuk ke
dalam laut.
3. Limbah reaktif adalah limbah yang memiliki sifat mudah bereaksi dengan
oksigen atau limbah organik peroksida yang tidak stabil dalam suhu tinggi
dan dapat menyebabkan kebakaran.
4. Limbah mudah meledak adalah limbah yang melalui proses kimia dapat
menghasilkan gas dengan suhu tekanan tinggi serta dapat merusak
lingkungan.
5. Limbah mudah terbakar adalah limbah yang mengandung bahan yang
menghasilkan gesekan atau percikan api jika berdekatan dengan api.
pH - 6-9
BOD mg/l 30
COD mg/l 100
TSS mg/l 30
Minyak dan lemak mg/l 5
10
Parameter Satuan Kadar maksimum
Amoniak mg/l 10
Total coliform Jumlah/100ml 3000
Debit l/orang/hari 100
Sumber: PerMenLHK No: P.68/Menlhk/Setjen/Kum.1/8/2016
11
oksigen yang dibutuhkan oleh bakteri untuk melakukan dekomposisi aerobik
bahan-bahan organik dalam larutan, di bawah kondisi waktu dan suhu tertentu
(biasanya lima hari pada 200°C).
4. Coliform
Bakteri golongan Coliform terdapat normal di dalam usus dan tinja
manusia. Sumber bakteri patogen dalam air berasal dari tinja manusia yang
sakit. Untuk menganalisa bakteri patogen yang terdapat dalam air buangan
cukup sulit sehingga parameter mikrobiologis digunakan perkiraan terdekat
jumlah golongan coliform (MPN/ Most Probably Number) dalam sepuluh mili
buangan serta perkiraan terdekat jumlah golongan coliform tinja dalam seratus
mili air buangan.
5. Kandungan Zat Anorganik
Beberapa komponen zat anorganik yang penting untuk mengawasi
kualitas air limbah antara lain : Nitrogen dalam senyawaan Nitrat, fosfor, H 2O
dalam zat beracun dan logam berat seperti Hg, Cd, Pb dan lain-lain.
12
memiliki) atau dengan kata lain pada titik dimana limbah tersebut timbul. Sarana
sistem sanitasi setempat dapat secara individual maupun secara komunal seperti
pada sarana MCK (mandi, cuci dan kakus). Beberapa contoh sarana sanitasi
dengan sistem pembuangan secara setempat adalah kakus ceplung, cubluk, dan
septic tank. Terdapat beberapa keuntungan dan kerugian dalam penggunaan
sistem sanitasi setempat tersebut antara lain:
a) Keuntungan
1) Biaya pembuatan murah
2) Biasanya dibuat secara pribadi
3) Teknologi serta pembangunannya relatif sederhana
4) Sistem yang terpisah bagi tiap-tiap rumah dapat menjaga privacy yang
aman dan bebas.
5) Operasi dan pemeliharaannya mudah dan umumnya merupakan
tanggung jawab pribadi masing-masing, kecuali yang tidak terpisah atau
dalam kelompok/blok.
6) Manfaatnya dapat dirasakan segera, seperti jamban menjadi bersih,
terhindar dari bau dan lalat.
b) Kerugian
1) Tidak cocok bagi daerah dengan kepadatan penduduk sangat tinggi
sehingga lahan yang tersedia bagi sarana pembuangan menjadi sangat
sempit.
2) Tidak cocok bila digunakan pada daerah dengan muka air tanah yang
tinggi dan daya resap tanah rendah.
3) Kedua hal diatas, selain berdampak mencemari lingkungan, juga sangat
berbahaya bagi kesehatan masyarakat bila kebutuhan air sehari-harinya
tergantung dari air sumur karena air dari PDAM belum masuk.
Kemungkinan air sumur terkontaminasi tinja akan sangat besar pada
kondisi seperti ini (Darmasetiawan, 2004).
2. Pengolahan Air Limbah Sistem Terpusat (Off Site System)
Sistem sanitasi secara terpusat adalah suatu sistem yang menggunakan
sarana tertentu untuk membawa air limbah keluar daerah persil dan
mengolahnya di lokasi tertentu. Air limbah rumah tangga yang diolah secara
terpusat di Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) tersebut adalah berasal dari
kamar mandi, toilet, dapur.
13
Keuntungan penggunaan sistem terpusat antara lain mencegah
pencemaran air tanah terutama ketika penggunaan sistem setempat tidak layak
lagi karena kepadatan penduduk yang tinggi. Sistem terpusat dapat dirancang
sesuai dengan perkiraan pertumbuhan penduduk dan tidak tergantung pada
kondisi tanah dan muka air tanah.
Adapun hal yang menjadi kendala biasanya adalah biaya investasi dan
operasi dan pemeliharaan yang cukup tinggi, serta memerlukan tenaga terampil
untuk memelihara pipa dan mengoperasikan IPAL. Sistem ini memerlukan
perencanaan yang matang dan sebaiknya pelaksanaannya untuk jangka panjang
(Darmasetiawan, 2004).
14
padat yang tersuspensi dalam air limbah dapat mengendap ke dasar tangki.
Endapan partikel tersebut akan membentuk lumpur yang kemudian akan
dipisahkan dari air limbah
5. Pengapungan (Floation)
Metode ini efektif digunakan untuk menyingkirkan polutan berupa minyak
atau lemak. Proses pengapungan dilakukan dengan menggunakan alat yang
dapat menghasilkan gelembung- gelembung udara berukuran kecil (± 30 – 120
mikron). Gelembung udara tersebut akan membawa partikel –partikel minyak dan
lemak ke permukaan air limbah sehingga kemudian dapat disingkirkan.
Bila limbah cair hanya mengandung polutan yang telah dapat disingkirkan
melalui proses pengolahan primer, maka limbah cair yang telah mengalami
proses pengolahan primer tersebut dapat langsung dibuang ke lingkungan
(badan air penerima). Namun, bila limbah tersebut juga mengandung polutan
yang lain yang sulit dihilangkan melalui proses tersebut, misalnya agen
penyebab penyakit atau senyawa organik dan anorganik terlarut, maka limbah
tersebut perlu disalurkan ke proses pengolahan selanjutnya.
6. Pengolahan Sekunder (Secondary Treatment)
Tahap pengolahan sekunder merupakan proses pengolahan secara
biologis, yaitu dengan melibatkan mikroorganisme yang dapat mengurai/
mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme yang digunakan umumnya adalah
bakteri aerob. Terdapat tiga metode pengolahan secara biologis yang umum
digunakan yaitu metode penyaringan dengan tetesan (trickling filter), metode
lumpur aktif(activated sludge), rotating biological contactor (RBC) dan metode
kolam perlakuan (treatment ponds / lagoons).
Tabel 3.2 Karakteristik Operasional Proses Pengolahan Air Limbah dengan
Proses Biologis
EFISIENSI
JENIS PROSES PENGHILANGAN KETERANGAN
BOD (%)
PPROSES Lumpur Aktif
85 - 95 -
BIOMASA Standar
TERSUSPENSI Step Aeration 85 - 95 Digunakan untuk beban
pengolahan yang besar.
15
Modified Untuk pengolahan dengan
60 - 75
Aeration kualitas air olahan sedang
Digunakan untuk pengolahan
Contact
80 - 90 paket. Untuk mereduksi
Stabilization
ekses lumpur.
Untuk pengolahan paket, bak
High Rate aerasi dan bak pengendap
75 - 90
Aeration akhir merupakan satu paket.
Memerlukan area yang kecil.
Untuk pengolahan air limbah
Pure Oxygen yang sulit diuraikan secara
85 - 95
Process bilogis. Luas area yang
dibutuhkan kecil.
Oxidation Konstruksinya mudah, tetapi
75 - 95
Ditch memerlukan area yang luas.
16
cair / air limbah. Umunya zat yang tidak dapat dihilangkan sepenuhnya melalui
proses pengolahan primer maupun sekunder adalah zat-zat anorganik terlarut,
seperti nitrat, fosfat, dan garam- garaman.
Pengolahan tersier sering disebut juga pengolahan lanjutan (advanced
treatment). Pengolahan ini meliputi berbagai rangkaian proses kimia dan fisika.
Contoh metode pengolahan tersier yang dapat digunakan adalah metode
saringan pasir, saringan multimedia, precoal filter, microstaining, vacum filter,
penyerapan dengan karbon aktif, pengurangan besi dan mangan, dan osmosis
bolak-balik.
Metode pengolahan tersier jarang diaplikasikan pada fasilitas pengolahan
limbah. Hal ini disebabkan biaya yang diperlukan untuk melakukan proses
pengolahan tersier cenderung tinggi sehingga tidak ekonomis.
8. Desinfeksi
Desinfeksi atau pembunuhan kuman bertujuan untuk membunuh atau
mengurangi mikroorganisme patogen yang ada dalam limbah cair. Meknisme
desinfeksi dapat secara kimia, yaitu dengan menambahkan senyawa/zat tertentu,
atau dengan perlakuan fisik. Dalam menentukan senyawa untuk membunuh
mikroorganisme, terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan, yaitu :
1) Daya racun zat
2) Waktu kontak yang diperlukan
3) Efektivitas zat
4) Kadar dosis yang digunakan
5) Tidak boleh bersifat toksik terhadap manusia dan hewan
6) Tahan terhadap air
7) Biayanya murah
Contoh mekanisme desinfeksi pada limbah cair adalah penambahan
klorin (klorinasi), penyinaran dengan ultraviolet (UV), atau dengan ozon (Oз).
Proses desinfeksi pada limbah cair biasanya dilakukan setelah proses
pengolahan limbah selesai, yaitu setelah pengolahan primer, sekunder atau
tersier, sebelum limbah dibuang ke lingkungan.
9. Pengolahan Lumpur (Slude Treatment)
Setiap tahap pengolahan limbah cair, baik primer, sekunder, maupun
tersier, akan menghasilkan endapan polutan berupa lumpur. Lumpur tersebut
tidak dapat dibuang secara langsung, melainkan perlu diolah lebih lanjut.
17
Endapan lumpur hasil pengolahan limbah biasanya akan diolah dengan cara
diurai/dicerna secara aerob (aerob digestion), kemudian disalurkan ke beberapa
alternatif, yaitu dibuang ke laut atau ke lahan pembuangan (landfill), dijadikan
pupuk kompos, atau dibakar (incinerated).
18
1. Konsep/ Teori
Pada umumnya sistem biologi yang terjadi pada lagoon dapat
dideskripsikan bahwa kondisi aerobik terdapat pada bagian atas lagoon. Oksigen
yang terlarut didapatkan pada proses foto sintesis dari alga serta segaian
didapatkan dari difusi oksigen dari udara atau atmosfer. Pada laguna aerobik,
oksigen terlarut dan padatan tersuspensi teraduk dengan baik, dari
mikroorganisme yang bekerjapun termasuk mikroorganisme aerobik. Kebutuhan
energi untuk laguna aerobik berkisar antara 14 -20 hp/sejuta gallon. Laguna
aerobik mendegradrasi organik terlarut tetapi menambah konsentrasi
biomassa/mikroorganisme. Waktu tinggal hidraulik dalam laguna aerobik sekitar
1 - 3 hari. Laguna fakultatif mengurangi BOD yang tcrsisa dan sebagian besar
dari padatan tersuspensi dengan waktu tinggal sekitar 3-6 hari. Bila padatan
tcrsuspensi dari aliran keluar harus lebih kecil dari 50 mg/L, maka diperlukan
sebuah laguna pengendapan.
19
Gambar 3.1. Konfigurasi laguna aerobik (Puspita, et al., 2005)
20
mengendap di dasar kolam. Kebutuhan energi untuk laguna fakultatif relatif lebih
rendah dibanding dengan laguna aerobik yaitu antara 4 – 10 hp/satu juta gallon
(Gunawan, 2006). Adapaun konfigurasi dari laguna fakultatif dapat dilihat pada
gambar 3.2.
Pengolahan limbah cair pada suatu pabrik dapat dilakukan dengan cara
aerated facultative logoon. Pada cara ini memerlukan beberapa tahapan yaitu
pengendapan awal, aerasi fakultatif I, aerasi fakultatif II, dan pengendapan
(sedimentasi) (Lestari, 2011).
Pengendapan awal dilakukan menggunakan jaringan pipa sekunder
sistem
sambungan rumah yang berfungsi untuk menahan kotoran atau sampah dari
sambungan pipa sekunder. Apabila air limbah tidak diharapkan melewati bak ini,
maka gate valve (katub) dioperasikan dalam keadaan terbuka sehingga air akan
mengalir langsung menuju bak aerasi I (aerated facultative logoon I), tetapi
apabila air limbah dialirkan melewati bak, maka gate valve (katub) dioperasikan
keadaan tertutup (Lestari, 2011).
Air limbah yang dialirkan menuju ruang pengendapan, maka pasir yang
terbawa akan mengendap. Sedangkan sampah terapung dapat ditahan oleh
penyekat yang kemudian diambil secara manual setiap satu minggu sekali
kemudian dibuang ke tempat sampah. Air limbah yang melewati penyekat
menuju pipa outlet masuk ke bak aerasi, hasil endapan dari bak ini dikuras setiap
3 bulan sekali karena dalam jangka waktu 3 bulan endapan lumpur sudah
banyak, dengan volume lumpur lebih kurang 1 m³. Jika pengurasan lumpur tidak
dilakukan maka air yang masuk ke dalam bak aerasi I akan mengakibatkan
21
proses perkembangan mikroorganisme.Lumpur yang mengendap pada bak
pengendap awal dikuras dan
lumpurnya ditampung di bak pengering lumpur (driying bed) (Lestari, 2011).
Pengolahan air limbah dengan cara aerated facultative logoon, pada
lagun aerasi yang di dalamnya terdapat mesin aerator yang berfungsi sebagai
proses penambahan udara atau oksigen secara mekanis untuk menambahkan
kandungan oksigen terlarut dalam air limbah tersebut. Air limbah yang masuk
pada aerasi dibiarkan selama 1 sampai dengan 2 minggu agar mikroorganisme
dapat berkembang biak. Untuk mempercepat berkembangnya mikroorganisme,
biasanya pada permukaan perlu dilakukan seeding dengan cara menahan
lumpur aktif dari septictank ke dalam bak aerasi. Pada proses ini oksigen
dipompakan ke dalam ruang aerasi agar terjadi oksidasi terus menerus serta
dekomposisi aerobik bahan-bahan padat air limbah (Lestari, 2011).
Bak aerasi I dapat dilengkapi dengan 3 unit aerator yang mempunyai
kemampuan 2,2 kg/jam per unitnya dan 1kg/jam akan menghasilkan oksigen
1,345 kg/jam. Bila pemberian oksigen berkurang akan ditandai dengan timbulnya
bau dimana akan terjadi proses anaerobik yang dibutuhkan dan ada
pembentukan seperi lumut pada permukaan air (Lestari, 2011).
Pada bak aerasi II, terjadi pemompaan oksigen ke dalam ruang aerasi
agar terjadi oksidasi terus menerus serta dekomposisi aerobik bahan-bahan
padat air limbah tersebut. Mesin aerator yang dihidupkan untuk menambah
oksigen dengan kebutuhan penambahan sebanyak 26 kg oksigen per jam. Pada
proses ini, terjadi pengendapan lumpur didasar bak sehingga perlu adanya
pengurasan secara periodik. Pengurasan lumpur menggunakan pompa
centrifugal self priming dan pontoon, serta pipa fleksibel untuk menghisap atau
menekan lumpur yang ada. Pompa lumpur tersebut berkapasitas 8 lt/dt. (Lestari,
2011).
Pada proses pengendapan, memerlukan bak penampung akhir dimana
dilakukan pengendapan akhir untuk lumpur yang masih terbawa sebelumnya
akhirnya dibuang ke lingkungan sekitar, sehingga dapat mengurangi lumpur
sedimen yang akan dikeluarkan bersama-sama dengan air hasil akhir olahan
yang layak sesuai dengan baku mutu kualitas air limbah domestik. Air limbah dari
aerated facultative logoon mengalir secara gravitasi ke bak sedimentasi. Air yang
telah di aerasi, sebagian besar partikel - partikelnya akan mengendap di dalam
22
bak ini. Dari bak ini air limbah dapat air limbah dapat dibuang ke lingkungan,
seperti sungai (Lestari, 2011).
3. Perhitungan Dimensi Kolam Aerasi
Perhitungan dimensi kolam aerasi dilaksanakan menggunakan formulasi berikut
ini:
a) BOD load atau beban BOD merupakan banyaknya Kg BOD yang terdapat
dalam limbah lumpur tinja dalam satu hari.
mg m2
konsentrasi BOD x debit lumpur tinja
BOD Load ¿ = l h ... (1.1)
1000
23
3.8 Deskripsi Lumpur Aktif (Activated Lagoon)
Pencemaran organic pada air limbah dapat didegradasi melalui orises
biologi yakni dengan memanfaatkan kemampuan miktoorganisme yang dapat
mengoksidasi substrat senyawa organic. Oleh karena itu, dalam proses ini
sangat bergantung pada kondisi yang spesifik seperti suhu, pH, DO,
pengadukan, nutrient, dan lain-lain. Lumpur aktif merupakan salah satu
pengolahan biologi yang memanfaatkan bakteri dalam prosesnya (Azkiya, 2011).
Proses lumpur aktif merupakan proses yang umum diterapkan untuk
meremoval COD, BOD, SS dan AOX yang terdapat dalam limbah kertas.
Saunamaki (1997) menyatakan bahwa 60 – 87% penyisishan COD dengan
lumpur aktif. Disisi lain Hansen et al. (1999) dan Chandra (2001) menyatakan
bahwa penyisihan BOD dan COD yang tinggi dapat dicapai melalui proses
lumpur aktif dengan dua tahap (Rosidi, 2017).
Proses lumpur aktif secara prinsip merupakan proses aerobic dimana senyawa
organic akan dioksidasi menjadi CO2, H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Untuk
menciptakan suasana aerobik dilakukan dengan cara mengalirkan udara
kedalam reactor secara mekanik. System pengolahan air limbah tersuspensi
yang digunakan secara luas adalah dengan system lumpur aktif (Asmadi &
Suharno, 2012).
24
3.8.1 Mekanisme dan Variabel Operasional di Dalam Proses Lumpur Aktif
Pengolahan dengan lumpur aktif digunakan untuk mengubah buangan
organik, menjadi bentuk anorganik yang lebih stabil dimana bahan organik yang
lebih terlarut yang tersisa setelah prasedimentasi dimetabolisme oleh
mikroorganisme menjadi CO2 dan H2O, sedang fraksi terbesar diubah menjadi
bentuk anorganik yang dapat dipisahkan dari air buangan oleh sedimentasi.
umum digunakan dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur
aktif (Metcalf and Eddy, 1991) adalah sebagai berikut:
Beban BOD (BOD Loading rate) merupakan jumlah massa BOD di dalam air
limbah yang masuk (inflent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD
dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut :
Beban BOD=Q× S o ... (1.8)
Dimana :
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = Konsentrasi BOD limbah yang masuk (kg/m3)
V = Volume reaktor (m3)
Mixed-liqour suspended solids (MLSS) merupakan jumlah total dari padatan
tersuspensi yang berupa material organic dan mineral, termasuk di
dalamnya adalah mikroorganisme. MLSS ditentukan dengan cara menyaring
lumpur campuran dengan kertas saring (filter), kemudian filter dikeringkan
pada temperatur 105°C, dan berat padatan dalam sampel ditimbang.
Mixed-liqour volatile suspended solids (MLVSS), diukur dengan
memanaskan terus sampel filter yang telah kering pada 600 - 650°C, dan
untuk proses lumpur aktif yang baik nilai MLVSS mendekati 65-75% dari
MLSS.
Food - to - microorganism ratio atau Food – to - mass ratio disingkat F/M
Ratio. Parameter ini menujukkan jumlah zat organik (BOD) yang dihilangkan
dibagi dengan jumlah massa mikroorganisme di dalam bak aerasi atau
reaktor. Besarnya nilai F/M ratio umunya ditunjukkan dalam kilogram BOD
per kilogram MLSS per hari. F/M dapat dihitung dengan menggunakan
rumus sebagai berikut :
25
Q(s 0−s)
F /M =
MLSS × V
... (1.9)
Dimana :
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = Konsentrasi BOD limbah yang masuk (kg/m3)
S = Konsentrasi BOD di effluent (kg/m3)
MLSS = Mixed liquor suspended solids (kg/m3)
V = Volume reaktor (m3)
Rasio F/M dapat dikontrol dengan cara mengatur laju sirkulasi lumpur aktif
dari bak pengendapan akhir yang disirkulasi ke bak aerasi. Lebih tinggi laju
sirkulasi lumpur aktif lebih tinggi pula rasio F/M-nya. Untuk pengolahan air
limbah dengan system lumpur aktif konvensional atau standar, rasio F/M
adalah 0,2 - 0,5 kg BOD5 per kg MLSS per hari, tetapi dapat lebih tinggi
hingga 1,5 jika digunakan oksigen murni. Rasio F/M yang rendah
menujukkan bahwa mikroorganisme dalam tangki aerasi dalam kondisi lapar,
semakin rendah rasio F/M pengolah limbah semakin efisien.
Hydraulic retention time (HRT), merupakan waktu rata-rata yang dibutuhkan
oleh larutan influent masuk dalam tangki aerasi untuk proses lumpur aktif;
nilainya berbanding terbalik dengan laju pengenceran (dilution rate, D)
(Sterritt dan Lester, 1988).
HRT =1/ D=V / Q ... (1.10)
Dimana :
V = Volume reaktor (m3)
Q = Debit air limbah (m3/jam)
D = Laju pengenceran (jam-1)
Rasio Sirkulasi Lumpur (Hydraulic Recycle Ratio, HRT), adalah
perbandingan antara jumlah lumpur yang disirkulasikan ke bak aerasi
dengan jumlah air limbah yang masuk ke dalam bak aerasi. •
Umur lumpur (sludge age) atau sering disebut waktu tinggal rata-rata sel
(meancell residence time). Parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-
rata mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu
dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat dalam
hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan
26
... (1.11)
mikroba. Umur lumpur dapat dihitung dengan rumus sebagai berikut (Lin,
2007) :
MLSS ×V
Umur Lumpur ( Hari )=
SSe × Qe + SS w × Qw
Dimana :
MLSS = Mixed liquor suspended solids (mg/l)
V = Volume bak aerasi (m3)
SSe = Padatan tersuspensi dalam effluent (mg/l)
SSw = Padatan tersuspensi dalam lumpur limbah (mg/l)
Qe = Laju effluent limbah (m3/hari)
Qw = Laju influent limbah (m3/hari)
Parameter penting yang mengendalikan operasi lumpur aktif adalah beban
organic atau beban BOD, suplai oksigen, dan pengendalian dan operasi bak
pengendapan akhir. Bak pengendapan akhir ini mempunyai dua fungsi yakni
untuk penjernihan (clarification) dan pemekatan lumpur (thickening) (Jelena,
2008).
Adapun proses didalam activated sludge yaitu :
1. Kovensional
Pada sistem konvensional terdiri dari tanki aerasi, secondary clarifier dan
recycle sludge. Selama berlangsungnya proses terjadi absorsi, flokulasi dan
oksidasi bahan organik.
27
2. Nonkovensional
a) Step aerasi
Merupakan type plug flow dengan F/M atau subtrat dan mikroorganisme
menurun menuju outlet.
Inlet air buangan masuk melalui 3 - 4 titik ditanki aerasi dengan masuk
untuk menetralkan rasio subtrat dan mikroorganisme dan mengurangi
tingginya kebutuhan oksigen ditik yang paling awal.
Keuntungannya mempunyai waktu detensi yang lebih pendek.
28
Gambar 3.6 Lumpur Aktif dengan Contact Stabilisasi
d) Pure Oxygen
Oksigen murni diinjeksikan ke tanki aerasi dan diresirkulasi.
Keuntungannya adalah mempunyai perbandingan subtrat dan mikroorganisme
serta volumetric loading tinggi dan td pendek.
29
f) Extended Aeration
Pada sistem ini reaktor mempunyai umur lumpur dan time detention (td)
lebih lama, sehingga lumpur yang dibuang atau dihasilkan akan lebih sedikit.
30
V 3
G= × 10
A
Dimana:
G = ratio volume reaktor terhadap luas permukaan media (liter/m2)
V = volume efektif reaktor (m3)
A = luas permukaan media RBC (m2).
Tabel 3.5 Hubungan antara konsentrasi BOD inlet dan beban BOD untuk
mendapatkan efisiensi penghilangan BOD 90 %*
Konsentrasi BOD inlet (mg/l) 3
Beban BOD, LA (gr/m .hari)
300 30
200 20
150 15
100 10
50 5
(Sumber : Ebie Kunio dan Ashidate Noriatsu, “ Eisei Kougaku Enshu –
Jousuidou to gesuidou “, Morikita Shupan, Tokyo, 1992)
Tabel 3.6 Hubungan antara beban BOD dengan efisiensi penghilangan BOD
untuk air limbah domestik*
2
Beban BOD, LA (gr/m .hari) Efisiensi penghilangan BOD (%)
6 93
10 92
31
2
Beban BOD, LA (gr/m .hari) Efisiensi penghilangan BOD (%)
25 90
30 81
60 60
(Sumber : Ebie Kunio dan Ashidate Noriatsu, “ Eisei Kougaku Enshu –
Jousuidou to gesuidou “, Morikita Shupan, Tokyo, 1992).
Gambar 3.11 Hubungan antara harga G dan beban hidrolik terhadap efisiensi
penghilangan BOD.
32
d) Waktu Tinggal Rata-rata
Q
T= ×24
V
V l
T =24000 × ×
A Hl
G
T =24 ×
Hl
Dimana :
Q = debit air limbah yang diolah (m3/hari).
V = volume efektif reaktor (m3)
e) Jumlah Stage (Tahap)
Di dalam sistem rotating biological contactor (RBC), Reaktor RBC dapat
dibuat beberapa tahap (stage) tergantung dari kualitas air olahan yang
diharapkan. Makin banyak jumlah tahapnya efisiensi pengolahan juga makin
besar. Kualitas air limbah di dalam tiap tahap akan menjadi berbeda, oleh
karena itu jenis mikroorganisme pada tiap tiap tahap umumnya juga berbeda.
Keanekaragaman mikroorganisme tersebut mengakibatkan efisiensi RBC
menjadi lebih besar.
f) Jumlah Stage (Tahap)
Di dalam sistem rotating biological contactor (RBC), Reaktor RBC dapat
dibuat beberapa tahap (stage) tergantung dari kualitas air olahan yang
diharapkan. Makin banyak jumlah tahapnya efisiensi pengolahan juga makin
besar. Kualitas air limbah di dalam tiap tahap akan menjadi berbeda, oleh
karena itu jenis mikroorganisme pada tiap tiap tahap umumnya juga berbeda.
Keanekaragaman mikroorganisme tersebut mengakibatkan efisiensi RBC
menjadi lebih besar.
g) Diameter Disk
Diameter rotating biological contactor (RBC) umumnya berkisar antara 1 m
sampai 3,6 meter. Apabila diperlukan luas permukaan media RBC yang besar,
satu unit modul RBC dengan diameter yang besar akan lebih murah
dibandingkan dengan beberapa modul RBC dengan diameter yang lebih kecil,
tetapi strukturnya harus kuat untuk menahan beban beratnya. Jika dilihat dari
aspek jumlah tahap, dengan luas permukaan media yang sama RBC dengan
33
diameter yang kecil dengan jumlah stage yang banyak lebih efisien dibanding
dengan RBC dengan diameter besar dengan jumlah stage yang sedikit.
h) Kecepatan Putaran
Kecepatan putaran umumnya ditetapkan berdasarkan kecepatan
peripheral. Biasanya untuk kecepatan peripheral berkisar antara 15-20 meter per
menit atau kecepatan putaran 1-2 rpm. Apabila kecepatan putaran lebih besar
maka transfer oksigen dari udara di dalam air limbah akan menjadi lebih besar,
tetapi akan memerlukan energi yang lebih besar. Selain itu apabila kecepatan
putaran terlalu cepat pembentukan lapisan mikroorganisme pada permukaan
media RBC akan menjadi kurang optimal.
i) Kecepatan Putaran
Kecepatan putaran umumnya ditetapkan berdasarkan kecepatan
peripheral. Biasanya untuk kecepatan peripheral berkisar antara 15-20 meter per
menit atau kecepatan putaran 1-2 rpm. Apabila kecepatan putaran lebih besar
maka transfer oksigen dari udara di dalam air limbah akan menjadi lebih besar,
tetapi akan memerlukan energi yang lebih besar. Selain itu apabila kecepatan
putaran terlalu cepat pembentukan lapisan mikroorganisme pada permukaan
media RBC akan menjadi kurang optimal.
j) Temperatur
Sistem Rotating Biological Contactor (RBC) relatif sensitif terhadap
perubahan suhu. Suhu optimal proses RBC berkisar antara 15-40oC. Jika suhu
terlalu dingin dapat diatasi dengan memberikan tutup di atas reaktor RBC.
k) Modul Media
Media Rotating Biological Contactor (RBC) umumnya dibuat dari bahan
plastik atau polimer yang ringan, bahan yang sering dipakai adalah poly vinyl
chlorida (PVC), polystyrene, Polyethylene (PE), polyeprophylene (PP) dan
lainnya. Bentuk yang sering digunakan adalah tipe bergelombang, plat cekung-
cembung, plat datar. Desain modul media RBC biasanya dirakit menjadi bentuk
yang kompak dengan luas permukaan media yang besar dan dibuat agar
sirkulasi udara dapat berjalan dengan baik.
Modul media RBC tersebut dipasang tercelup sebagian di dalam reaktor.
Air limbah dari bak pengedapan awal dialirkan ke dalam reaktor dengan arah
aliran searah dengan sudut putaran media, arah aliran berlawanan dengan arah
34
sudut putaran media atau arah aliran air limbah searah dengan poros
horizontal.
Cara pengaliran air limbah di dalam reaktor RBC secara sederhana dapat dilihat
pada Gambar 2
35
Pengontrolan jumlah mikroorganisme sulit dilakukan.
Sensitif terhadap perubahan temperatur.
Kadang-kadang konsentrasi BOD air olahan masih tinggi.
Dapat menimbulkan pertumbuhan cacing rambut, serta kadang-
kadang timbul bau yang kurang busuk.
m) Keunggulan dan Kelemahan RBC
Beberapa masalah/gangguan yang terjadi di dalam proses RBC antara
lain :
1. Terjadi suasana anaerob dan gas H2S di dalam reaktor RBC.
Indikasi yang dapat dilihat dari luar adalah ketebalan lapisan
mikroorganisme di bagian inlet dan outlet sama-sama tebal, dan lapisan
mikroorganisme yang melekat pada permukaan media berwarna hitam.
Gangguan tersebut disebabkan karena beban hidrolik atau beban organik
melebihi kapasitas desain. Penanggulangan masalah tersebut antara lain
dengan cara menurunkan debit air limbah yang masuk ke dalam reaktor
RBC atau melakukan aerasi di dalam bak ekualisasi sehingga jumlah
oksigen terlarut bertambah sehingga diharapkan beban organik atau
beban BOD diturunkan.
2. Kualitas air hasil olahan kurang baik dan lapisan mikroorganisme cepat
terkelupas. Indikasi yang dapat dilihat yakni biofilm terkelupas dari
permukaan media dalam jumlah yang besar dan petumbuhan biofilm yang
melekat pada permukaan media tidak normal. Gangguan tersebut
disebabkan karena terjadinya fluktuasi beban BOD yang sangat besar,
perubahan pH air limbah yang tajam, serta perubahan sifat atau
karakteristik limbah. Penanggulangan masalah dapat dilakukan dengan
cara pengontrolan terhadap beban BOD, kontrol pH dan pengukuran
konsentrasi BOD, COD serta senyawa-senyawa yang menghambat
proses.
Terjadi kelainan pada pertumbuhan biofilm dan timbul gas H2S
dalam jumlah yang besar. Indikasi yang terlihat adalah timbulnya lapisan
biofilm pada permukaan media yang berbentuk seperti gelatin berwarna
putih agak bening transparan. Jumlah oksigen terlarut lebih kecil 0,1 mg/l.
Sebab-sebab gangguan antara lain terjadi perubahan beban hidrolik atau
36
beban BOD yang besar, mikroorganisme sulit mengkonsumsi oksigen,
air limbah mengandung senyawa reduktor dalam jumlah yang besar,
keseimbangan nutrien kurang baik. Penanggulangan masalah dapat
dilakukan dengan cara melakukan aerasi di dalam bak ekualisasi,
menaikkan pH air limbah dan memperbaiki keseimbangan nutrien.
3. Terdapat banyak gumpalan warna merah yang melayang- layang di
dalam reaktor RBC. Indikasi yang nampak adalah terjadi cacing air,
cacing bebang secara tidak normal, dan lapisan biofilm yang tumbuh
pada permukaan media sangat tipis. Gangguan tersebut disebabkan
karena beban hidrolik atau beban organik (BOD) sangat kecil
dibandingkan dengan kapasitas desainnya. Cara mengatasi gangguan
tersebut yakni dengan cara memperbesar debit air limbah yang masuk
ke dalam reaktor.
37
udara dan lingkungan anaerobik tertutup. Perlakuan air limbah atu limbah
lainnya dengan tipe trickling filter adalah salah satu teknologi pengolahan
tertua. Adapun faktor-faktor yang berpengaruh pada efisiensi trickling filter,
yaitu (Suratmo G., 1991):
1. Persyaratan Abiotis
Jenis Media
Bahan untuk media Trickling Filter harus kuat, keras dan tahan
tekanan, tahan lama, tidak mudah berubah dan mempunyai luas
permukaan per unit volume yang tinggi. Bahan-bahan yang biasa
digunakan adalah batu kali, krikil, antrasit, batu bara, dan
sebagainya. Akhir-akhir ini telah digunakan media plastik yang
dirancang sedemikian rupa sehingga menghasilkan panas yang
tinggi.
Diameter Media
Diameter media Trickling Filter biasanya antara 2,5-7,5 cm.
Sebaiknya dihindari penggunaan media dengan diameter terlalu
kecil karena akan memperbesar kemungkinan penyumbatan.
Makin luas permukaan media maka semakin banyak pula
mikrooganisme yang hidup diatasnya.
Ketebalan Susunan Media
Ketebalan media Trickling Filter minimum 1 meter dan maksimum
3-4 meter. Makin tinggi ketebalan media maka makin besar pula
total luas permukaan yang ditumbuhi mikroorganisme sehingga
makin banyak pula mikroorganisme yang tumbuh menempel
diatasnya.
Lama Waktu Tinggal
Diperlukan lama waktu tinggal yang disebut waktu pengkondisian
atau pendewasaan agar mikroorganisme yang tumbuh diatas
permukaan media telah tumbuh cukup memadai untuk
terselenggaranya proses yang diharapkan. Masa pendewasaan
biasa berkisar 2-6 minggu. Lama waktu tinggal ini dimaksudkan
agar mikroorganisme dapat menguraikan bahan-bahan organik dan
tumbuh dipermukaan media Trickling Filter membentuk lapisan
Biofilm atau lapisan berlendir.
38
pH
Pertumbuhan mikroorganisme khususnya bakteri dipengaruhi oleh
nilai pH. Agar pertumbuhan baik diusahakan agar pH mendekati
keadaan netral. Nilai pH antara 4-9,5 dengan nilai pH yang
optimum 6,5-7,5 merupakan lingkungan yang sesuai.
Suhu
Suhu yang baik untuk mikroorganisme adalah 25-370C. Selain itu
suhu juga mempengaruhi kecepatan reaksi dari suatu proses
biologis. Bahkan efisiensi dari trickling Filter sangat dipengaruhi
oleh suhu.
Aerasi
Aerasi berlangsung dengan baik media Trickling Filter dengan
disusun sedemikian rupa sehingga memungkinkan masuknya udara
kedalam sistem Trickling Filter tersebut. Ketersediaan udara, dalam
hal ini adalah Oksigen sangat berpengaruh terhadap proses
penguraian oleh mikroorganisme.
2. Persyaratan Biotis
Persyaratan biotis diperlukan dalam penggunaan trickling filter adalah
jenis, jumlah dan kemampuan mikroorganisme dalam trickling filter
serta asosiasi kehidupan didalamnya.
39
yang ada di dalam air limbah misalnya senyawa organik (BOD), ammonia,
phospor dan lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan biofilm yang melekat
pada permukaan medium. Saat yang bersamaan dengan menggunakan
oksigen yang terlarut di dalam air limbah, senyawa polutan tersebut akan
diuraikan oleh mikroorganisme yang ada di dalam lapisan biofilm dan energi
yang dihasilhan akan diubah menjadi biomasa. Suplai oksigen
pada lapisan biofilm dapat dilakukan dengan beberapa cara misalnya pada
sistem RBC yakni dengan cara kontakdengan udara luar, pada sistem
TF menggunakan blower udara atau pompa sirkulasi.
40
Bahan-bahan organik yang ada dalam air limbah diuraikan oleh mikro-
organisme yang menempel pada media filter. Bahan organik sebagai subtrat
yang terlarut dalam air limbah diadsorbsi ke dalam biofilm atau lapisan berlendir.
Pada bagian luar lapisan biofilm, bahan organik diuraikan mikroorganisme
aerobik. Pertumbuhan mikroorganisme akan mempertebal lapisan biofilm.
Oksigen yang terdifusi dapat dikonsumsi sebelum biofilm mencapai ketebalan
maksimum. Pada saat mencapai ketebalan penuh maka oksigen dapat mencapai
penetrasi secara penuh, sehingga pada bagian dalam atau pada permukaan
media akan berada pada kondisi anaerobik.
Pada saat lapisan biofilm mengalami penambahan ketebalan, bahan
organik yang diadsorb dapat diuraikan oleh mikroorganisme namun tidak
mencapai mikroorganisme yang berada di permukaan media, dengan kata lain
tidak tersedia bahan organik untuk sel karbon pada bagain permukaan media,
sehingga organisme sekitar permukaan media mengalami fase endogenous
(kematian). Pada akhirnya mikroorganisme sebagai biofilm tersebut akan lepas
dari media. Cairan yang masuk akan turut melapas / mencuci dan mendorong
biofilm keluar. Setelah itu lapisan biofilm baru akan segera mulai tumbuh.
Fenomena lepasnya biofilm dari media disebut sebagai sloughing dan hal ini
fungsi dari beban organik dan beban hidrolik pada Tricking Filter tersebut. Beban
hidrolik (hydroulik Loading) memberikan kecepatan daya gerus biofilm, sedangan
beban organik (beban Organik) memberikan kontribusi pada laju metabolisme
dalam biofilm. Berdasarkan beban hidrolik dan organik maka dapat
dikelompokkan tipe Trickling Filter low rate dan high rate.
Trickling Filter terdiri dari suatu bak dengan media permeabel untuk
pertumbuhan mikroorganisme. Filter media biasanya mempunyai ukuran
diameter 25 – 10 mm. Kedalaman media filter berkisar 0.9 – 2.5 m (rata-rata 1.8).
Media filter dapat berupa batu atau plastik. Kedalaman filter dapat mencapai 12
m yang disebut sebagai tower trickling filter. Air limbah didistribusikan pada
bagian atas dengan suatu lengan distributor yang dapat berputar. Filter juga
dilengkapi dengan underdrain untuk mengumpulkan biofilm yang mati untuk
kemudian diendapkan dalam bak sedimentasi. Bagian cairan yang keluar
biasanya dikembalikan lagi ke Trickling Filter sebagai air pengencer air baku
yang diolah.
41
3.10.2 Aplikasi pada Proses Tricking Filter
Q.So dS
Dy dy = - kv A/Q
Q (So+dS)dy
Dy
42
100
E1 =
1 + 0.0085 √ Yo/V1 . F 1
Dengan :
E1 = efisiensi TF (%)
Yo = lb BOD5 influent per hari (SoQ)
V = volume filter bagian media (actft)
F = faktor resirkulasi
Harga F hitung dengan persamaan resirkulasi :
1 + R/Q
2
F = ( 1 + 0 .1 R/Q)
R/Q adalah perbandingan resirkulasi (dianjurkan oleh NRC nilai
maksimum 8). Untuk TF jenis low harga F = 1.
Apabila kita menggunakan dua TF yang dibangun secara seri maka
kinerja filter ke dua dapat dihitung sebagai berikut :
100
0 . 0085
1+
1 - E1
√ Yo'/V2 . F2
E2 =
Dengan :
E2 = efisiensi TF ke dua (%)
Yo’ = lb BOD5 influent per hari (SoQ)
Yo’ = Yo (1 - E1)
V = volume filter bagian media (actft)
F = faktor resirkulasi
43
Tabel 3.7. Parameter disain Trickling Filter.
Trickling Filter Trickling Filter
Parameter Standar (High Rate)
Beban Hidrolik m3/m2. hari 0,5 - 4 8 – 40
44