Definisi Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999,
Limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan
manusia. Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif
terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik.
Air limbah industri maupun rumah tangga (domestik) apabila tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Pengelompokan Limbah
1. Pengelompokan Berdasarkan Jenis Senyawa
Pertama : Limbah Organik
Berdasarkan pengertian secara kimiawi limbah organik merupakan segala limbah
yang mengandung unsur karbon (C), sehingga meliputi limbah dari mahluk hidup
(misalnya kotoran hewan dan manusia, sisa makanan, dan sisa-sisa tumbuhan mati),
kertas, plastic, dan karet.
Kedua : Limbah Anorganik
Berdasarkan pengertian secara kimiawi, limbah organik meliputi limbah-limbah yang
tidak mengandung unsur karbon, seperti logam, kaca, dan pupuk anorganik (misalnya
yang mengandung unsur nitrogen dan fosfor).
Secara teknis, limbah anorganik didefinisikan sebagai segala limbah yang tidak dapat
atau sulit terurai/busuk secara alami oleh mikroorganisme pengurai. Dalam hal ini,
bahan organik seperti plastic, kertas, dan karet juga dikelompokkan sebagai limbah
anorganik. Bahan-bahan tersebut sulit diurai oleh mikroorganisme sebab unsure
karbonnya membentuk rantai kimia yang kompleks dan panjang (polimer
2. Pengelompokan Berdasarkan Wujud
Pertama : Limbah Cair
Limbah cair adalah segala jenis limbah yang berwujud cairan, berupa air beserta
bahan-bahan buangan lain yang tercampur (tersuspensi) maupun terlarut dalam air
Limbah cair diklasifikasikan menjadi empat kelompok yaitu :
Pengelolaan Lingkungan
Komitment Pemerintah
Pengaturan, Pengawasan dan Penegakan hukum
Komitment Pelaku Industri
Kesadaran, ketaatan terhadap aturan dan kepedulian terhadap lingkungan
Kepedulian Masyarakat
Peran serta dalam menjaga lingkungan
Commitment Pemerintah
Komitment Pemerintah melalui Kementrian Lingkungan Hidup melakukan
pengawasan dan pengaturan terhadap sistem pengelolaan lingkungan baik ditingkat
nasional maupun daerah.
Beberapa upaya comitten pemerintah di tuangkan dalam undang-undang, keputusan
menteri/gubernur/walikota mengenai pengelolaan lingkungan atau program-program
tertentu untuk memacu kepedulian terhadap lingkungan, sebagai contoh:
- Pengendalian Pencemaran Air PP No.82 / 01
- KepMenLH No. 51/1995
- Program Kalpataru
- Proper
- Kali Bersih
- Program Langit Biru
Commitment Management
Komitment management merupakan kunci utama dalam pengelolaan lingkungan.
Management dengan tingkat komitment yang tinggi akan menyiapkan sumberdaya
manusia dan anggaran biaya yang cukup membangun sistem pengelolaan lingkungan
Management dengan tingkat kepedulian rendah akan mengabaikan atau sekedarnya
saja dalam sistem pengelolaan lingkungan.
Kep. MENLH
Keputusan Menteri Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/10/1995
Tentangbaku Mutu Limbah Cair Kegiatan Industri
Kep. MENLH
Tujuan
Untuk melestarikan lingkungan hidup agar tetap bermanfaat bagi hidup dan
kehidupan manusia serta makhluk hidup lainnya
Agar kegiatan undustri tidak menimbulkan mencemarkan lingkungan hidup
Menetapkan:
Baku mutu limbah cair untuk jenis-jenis industri ditetapkan berdasarkan beban
pencemaran dan kadar
Kep. MENLH
Industri Spesifik
Soda kostik / chlor MSG
Pelapisan logam Kayu lapis
Penyamaan kulit Susu
Minyak sawit Minuman ringan
Pulp & kertas Sabun
Karet Bir
Gula Battery
Tapioka Cat
Tekstil Farmasi
Pupuk Pestisida
Ethanol
Kep. MENLH KEP-112 Tahun 2003 Baku Mutu Air Limbah Domestik Menteri
Lingkungan Hidup
Setiap penanggung jawab usaha dan atau kegiatan pemukiman (real estate), rumah makan
(restaurant), perkantoran, perniagaan dan apartemen wajib:
Melakukan pengolahan air limbah domestik sehingga mutu air limbah domestik
yang dibuang ke lingkungan tidak melampaui baku mutu air limbah domestik yang
telah ditetapkan.
Membuat saluran pembuangan air limbah domestik tertutup dan kedap air sehingga
tidak terjadi perembesan air limbah ke lingkungan.
Membuat sarana pengambilan sampel pada outlet unit pengolahan air limbah.
Pengolahan air limbah domestik terpadu menjadi tanggung jawab pengelola.
UU No 32 tahun 2009
Pasal 99
Setiap orang yang karena kelalaiannya mengakibatkan dilampauinya baku mutu udara
ambien, baku mutu air, baku mutu air laut, atau kriteria baku kerusakan lingkungan
hidup, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 3
(tiga) tahun dan denda paling sedikit Rp1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah) dan
paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
dan/atau bahaya kesehatan manusia, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 2
(dua) tahun dan paling lama 6 (enam) tahun dan denda paling sedikit
Rp2.000.000.000,00 (dua miliar rupiah) dan paling banyak Rp6.000.000.000,00
(enam miliar rupiah).
UU No 32 tahun 2009
Pasal 99
Apabila perbuatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) mengakibatkan orang luka
berat atau mati, dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 (tiga) tahun dan
paling lama 9 (sembilan) tahun dan denda paling sedikit Rp3.000.000.000,00 (tiga
miliar rupiah) dan paling banyak Rp9.000.000.000,00 (sembilan miliar rupiah).
101 Setiap orang yang melepaskan dan/atau mengedarkan produk rekayasa genetik
ke media lingkungan hidup yang bertentangan dengan
peraturan perundang-undangan
UU No 32 tahun 2009
Pasal denda & penjara (98-115)
103 Setiap orang yang menghasilkan limbah B3 dan tidak melakukan pengelolaan
104 Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media
lingkungan hidup tanpa izin
105 Setiap orang yang memasukkan limbah ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
UU No 32 tahun 2009
Pasal denda & penjara (98-115)
106 Setiap orang yang memasukkan limbah B3 ke dalam wilayah Negara Kesatuan
Republik Indonesia
109 Setiap orang yang melakukan usaha dan/atau kegiatan tanpa memiliki izin
lingkungan
UU No 32 tahun 2009
Pasal denda & penjara (98-115)
110 Setiap orang yang menyusun amdal tanpa memiliki sertifikat kompetensi penyusun
amdal
111 Pejabat pemberi izin lingkungan yang menerbitkan izin lingkungan tanpa
dilengkapi dengan amdal atau UKL-UPL
112 Setiap pejabat berwenang yang dengan sengaja tidak melakukan pengawasan
terhadap ketaatan penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan terhadap peraturan
perundang-undangan dan izin lingkungan
UU No 32 tahun 2009
Pasal denda & penjara (98-115)
114 Setiap penanggung jawab usaha dan/atau kegiatan yang tidak melaksanakan
paksaan pemerintah
Proper...
http://www.menlh.go.id/proper...
Program Penilaian Peringkat Kinerja Perusahaan dalam Pengelolaan Lingkungan Hidup
1. Limbah cair
2. Limbah padat
3. Emisi udara
Tujuan Proper
Mendorong perusahaan taat terhadap peraturan lingkungan hidup dan mencapai
keunggulan lingkungan (environmental excellency) melalui integrasi prinsip-prinsip
pembangunan berkelanjutan dalam proses produksi dan jasa, dengan jalan penerapan
sistem manajemen lingkungan, 3R, efisiensi energi, konservasi sumberdaya dan
pelaksanaan bisnis yang beretika serta bertanggung jawab terhadap masyarakat
melalui program pengembangan masyarakat.
Proper
Instrumen kebijakan alternatif untuk mendorong penaatan dan kepedulian perusahaan
dalam pengelolaan lingkungan hidup melalui penyebaran informasi tingkat kinerja
penataan perusahaan kepada publik dan stakeholder (public information disclosure).
Penilaian Proper
Dimulai sejak tahun 1996, hanya dinilai aspek pengendalian pencemaran air
(dihentikan karena krisis ekonomi pada tahun 1997 – 2001).
Tahun 2002 dihidupkan kembali dengan kriteria yang lebih lengkap (pengendalian
pencemaran air, udara, pengelolaan limbah B3 dan penerapan Amdal).
Periode 2002 - 2009 aspek ketaatan perusahaan terhadap pengelolaan lingkungan
hidup lebih ditekankan.
Tahun 2010-2014 penekanan diberikan pada dua hal yaitu ekstensifikasi Proper dan
mendorong upayaupaya sukarela perusahaan untuk menginternalisasi konsep-konsep
lingkungan dalam kegiatan proses produksinya.
Manfaat Proper:
1. Pemerintah
Program Penataan yang efektif
Faktor pendorong untuk pengembangan basis data
Mendorong tingkat kesadaran untuk mentaati peraturan dan kesedaran lingkungan
2. Perusahaan
Insentif reputasi yang didapat sebagai wahana promosi sebagai perusahaan yang
peduli terhdap lingkungan
Penilaian Proper
Pengelolaan Limbah B3
Prosedur Umum
3. Prosedur umum dari tindakan tanggap darurat pada kasus pencemaran air dapat
dikelompokkan ke dalam beberapa tahap, yaitu :
Pemeriksaan Situasi :
- Evakuasi
- Komunikasi pihak berkepentingan (pekerja, penduduk sekitar, pihak berwajib,
jasa pengendalian pencemaran)
Pengendalian Sumber,
Pengendalian Sebaran
Penyusunan Rencana Perbaikan
Pencegahan Tindakan
7. Usaha pencegahan (preventif) perlu dilakukan guna mencegah terjadinya kondisi
darurat pencemaran air. Perlu diingat pencegahan selalu lebih baik dari
penanggulangan.
8. Langkah awal dalam melakukan pencegahan terjadinya kondisi darurat pencemaran
air adalah dengan melakukan analisa terhadap :
a. berbagai sumber pencemaran yang ada di dalam industri dan
b. kondisi lingkungan di sekitarindustri.
9. Beberapa sumber-sumber pencemar antara lain :
tangki-tangki penyimpanan bahan kimia,
Pengendalian Sumber
1. Pengendalian sumber pencemaran bertujuan untuk menghentikan atau membatasi
pelepasan pencemar di sumbernya. Dengan demikian, pelepasan dan aliran pencemar
ke badan air dapat dihentikan, dikurangi, atau disolasi di sekitar sumbernya saja.
2. Pengendalian sumber pencemar dapat dilakukan antara lain dengan:
menutup titik pelepasan pencemar,
mengurangi aliran pencemar,
mengisolasi pencemar.
3. Penutupan titik pelepasan pencemar :
merupakan upaya pertama yang harus dilakukan dalam pengendalian sumber
pencemar. Upaya yang dapat dilakukan misalnya,
penambalan sementara tangki atau pipa yang bocor,
penutupan saluran efluen IPAL,
pemindahan kendaraan pengangkut yang tumpah muatannya,
menghentikan kegiatan produksi yang melepaskan pencemar, dan sebagainya.
Pengaturan Katup
5. Pengaturan aliran dilaku-kan jika upaya penutupan blm cukup untuk menghentikan
masuknya pencemar ke badan air (atur katup utk mengurangi aliran, pemindahan arah
aliran ke bak penampungan smentara atau tpt lain yang lebih aman).
Pengendalian Sumber
6. Isolasi pencemar di sekitar wilayah sumber pencemar juga dapat dianggap sebagai
salah satu upaya pengendalian sumber.
Tujuannya agar penyebaran pencemar tidak melebar jauh dari sumber pencemar. Atau
maksimal tidak sampai ke luar dari lahan industri. Upaya yang umum dilakukan
adalah pembuatan tanggul (berm) sementara di daerah tumpahan bahan kimia,
pemindahan drum-drum bocor ke tempat yang sudah disiapkan.
7. Isolasi pencemar seringkali malah menimbulkan pencemaran tanah dan air tanah di
bawahnya. Oleh karena itu, isolasi hanya dapat dilaksanakan untuk rentang waktu
yang singkat.
Komunikasi
1. Komunikasi pihak berkepentingan merupakan bagian penting dari tindak tanggap
darurat, khususnya saat pencemaran sudah pasti akan menimbulkan ancaman bagi
keselamatan masyarakat dan komponen lingkungan lainnya
2. Pihak yang mutlak dikomunikasikan di saat terjadi kasus pencemaran adalah:
pihak berwenang; terutama instansi yang bertanggungjawab terhadap
pengendalian dampak lingkungan, kantor kelurahan setempat, dan kepolisian,
penduduk sekitar; khususnya yang berada di dalam wilayah paparan dampak,
pihak internal; khususnya para pekerja yang sedang berada di lokasi di saat
pencemaran terjadi.
3. Komunikasi tanggap darurat merupakan hal yang penting karena dapat :
Penyampaian Informasi
Komunikasi
6. Informasi yang perlu disampaikan kepada pihak-pihakberkepentingan khususnya
adalah:
deskripsi pencemaran (lokasi sumber, jenis Pencemar, sifat pencemaran, waktu
kejadian, dan sebagainya)
potensi dampak (jenis dampak, wilayah paparan dampak, dan tingkat resikonya),
anjuran ke penduduk sekitar guna menghindari paparan dampak,
perlu-tidaknya dilakukan evakuasi,
upaya industri untuk mengatasi masalah pencemaran,
bentuk tanggungjawab pihak industri,
petugas humas dari industri yang dapat dihubungi.
7. Komunikasi dapat dilakukan secara :
langsung; melalui kegiatan tatap muka dengan wakilwakil pihak berkepentingan,
tidak langsung; misalnya dengan menggunakan selebaran (flyers), poster atau
papan pengumuman, dan pengumuman radio.
Alarm dengan bunyi sirene tertentu dapat dijadikan sebagai peringatan dini untuk
menandakan timbulnya potensi pencemaran
Definisi Limbah
Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 18/1999 Jo.PP 85/1999,
Limbah didefinisikan sebagai sisa atau buangan dari suatu usaha dan/atau kegiatan
manusia. Limbah adalah bahan buangan tidak terpakai yang berdampak negatif
terhadap masyarakat jika tidak dikelola dengan baik.
Air limbah industri maupun rumah tangga (domestik) apabila tidak dikelola dengan
baik akan menimbulkan dampak negatif bagi kesehatan.
Mapping
Identifikasi Sumber Air Limbah
Identifikasi Karakteristik Air Limbah
Identifikasi Debit dan Fluktuasi Air Limbah
Identifikasi Inhibitor / Material Toxic
Manfaat Mapping
Memudahkan identifikasi air limbah yang dihasilkan
Memudahkan menentukan system pengolahan air limbah yang sesuai karakteristiknya
Memudahkan mengantisipasi/mencegah material toxic masuk ke sistem WWTP
Memudahkan operasional sistem WWTP
Memudahkan penanganan terhadap masalah proses (Trouble Shooting)
Contoh Mapping
Water Treatment
Plant A Plant B Boiler & Furnace Fuel Loading
COD 70 ppm
COD 2500 ppm COD 700 ppm COD 100 ppm COD 50 ppm
Q 20 m3/jam
Q 50 m3/jam Q 90 m3/jam Q 20 m3/jam Q 60 m3/jam
pH 3 - 4
Q = 100 m3/day
1 pH 4-5 6-9
2 COD mg/L <6.000 ≤ 100
3 BOD mg/L <3.000 ≤ 50
4 TSS mg/L <1.200 ≤ 200
Design Eq Basin
HRT = volume / flow
= 250 m3 / 200 m3/jam
= 1,25 jam
Kriteria Sedimentasi:
Surface Loading ( Ac)
- Konvensional : 1-2 m3/m2.jam ( 24-48 m3/m2.day)
- Tube Settler : 4-8 m3/m2.jam ( 96 – 192 m3/m2.day)
Precipitation
Merupakan proses menjadikan solid dari kandungan benda padat di cairan.
Proses Biologi
1. Tipe Proses Biologi Berdasarkan Proses Metabolisme
Anaerob
Aerob
Anoxic / Fakultatif
2. Tipe Proses Biologi Berdasarkan Pertumbuhan
Suspended (Activated Sludge)
Attach Growth
DO (Dissolved Oxygen):
Jumlah oksigen yang terlarut dalam air
Dalam Proses biologi aerob, sisa kadar oksigen terlarut 2-3 mg/L, sedangkan Proses
Anaerob DO harus 0 mg/L
Alat Ukur (DO meter)
pH (Derajat keasaman)
pH dalam proses biologi harus netral (6,5-8)
Suhu (Temperatur)
Suhu Optimum dalam reaktor Anaerob 30-40oC
Suhu Optimum dalam reaktor Aerob 25-35oC
Lagoon
Keuntungan
Sederhana, tanpa sistem yang rumit
Power rendah, hampir tidak ada
Kerugian
Lahan sangat luas, Volume Besar
Waktu tinggal sangat lama
Lebih efektif jika semakin dalam
Efisiensi cukup rendah (tergantung waktu tinggal & karakteristik Air limbah)
Kerugian
Lahan cukup luas, Volume Cukup Besar, terutama untuk debit besar atau COD tinggi.
Waktu tinggal cukup lama 2- 10 hari
Lebih efektif jika semakin dalam
Membutuhkan Power Mixing
Efisiensi cukup tinggi (tergantung waktu tinggal & karakteristik Air limbah)
Kerugian
Lahan relatif luas, Volume relatif Besar, tapi lebih sempit dibanding metode CSTR
Lebih efektif jika semakin dalam
Kerugian
Power Mixing cukup tinggi
Lebih efektif jika semakin dalam
Efisiensi lebih rendah dibanding CSTR (tergantung waktu tinggal & karakteristik Air
limbah)
Operasional Relatif Susah, terutama setting Zona Lumpur Aktif
Resiko shockloading cukup tinggi
Cukup rentak terhadap TSS
Kerugian
Power Mixing relatif tinggi, untuk IC cukup rendah
Lebih efektif jika semakin tinggi
Efisiensi lebih rendah dibanding CSTR / UASB (tergantung waktu tinggal &
karakteristik Air limbah)
Jika terjadi masalah operasional & maintenance Relatif Susah, teknologi tinggi
Resiko shockloading cukup tinggi
Cukup rentak terhadap TSS
Bakteri membutuhkan : makanan (food), oksigen (O2) dan nutrisi (N,P,trace dll)
Bakteri di representasikan dalam MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)
Proses aerobic akan menghasilkan microba baru + panas + CO2 + H2O
Equipment Support
a. Aerator /Blower
b. DO Control
Parit atau saluran berbentuk lingkaran / oval dilengkapi rotor untuk aerasi jangka
panjang
1. Pertama kali dikembangkan di Belanda (1950
2. Squencing Batch Reactor ( SBR)
Tipe Attachgrowth:
1. Bioreactor ( Biorotor)
2. Trickling Filter
2. Rotating Biological Contactor ( RBC)
3. MBBR (Moving Bed Reactor)
Nitrification
Proses oksidasi ammonia menjadi nitrite dengan bantuan bakteri nitrosomonas. NH4+
+ O2 2H+ + NO2-
Proses oksidasi nitrite menjadi nitrate dengan bantuan bakteri nitrobacteria. NO2- +
O2 NO3-
Di lakukan secara aerobic proses
1 mg NH4+ membutuhkan 4.6 mg O2 oksigen berlebih
Alkalinity 1 mg NH4+ membutuhkan 7.14 mg alkalinity
Low oksigen dan temperature akan sulit terjadi proses nitrifikasi
Membutuhkan SRT yang lama (1 – 4 hari)
pH 7.5 – 10.0
Effluent alkalinity di jaga minimal 50 ppm
Nitrifikasi akan terhambat oleh Logam : cadminum, lead, zinc dan Organic chemical :
benzena, cyanida, thiourea, surfactants
Control Proses
g. Check SV30
Ambil sampel Activated Sludge, masukkan dalam Gelas Ukur, tunggu sampai 30
menit.
Catat Endapan yang terjadi
Tunggu sampai 90 menit, jika sludge tidak mengapung berarti bagus
Contoh diperoleh hasil : 500mL/L
Tertiary Treatment
Merupakan proses lanjutan disesuaikan dengan tujuan akhir pemanfaatan atau jika
diperlukan
Beberapa Tipe Tertiary Treatment
- Fisika Kimia
- Filtrasi (Sand Filter)
- Adsorbsi ( Carbon Filter )
- Ion Exchange ( Softener / Demineralisasi)
- Membrane ( UF / RO)
Contoh:
a. Sand & Carbon Filter (dibuang di Sungai atau untuk kebutuhan
cuci-siram tanaman)
b. Deminineralisasi (dipergunakan untuk kebutuhan produksi)
c. Softener (dipergunakan untuk air boiler)
d. UF/RO untuk recycling air bersih
Slurry
Slurry, kadar S.S 1,5 – 2,5%
Kapasitas Slurry
- Berdasarkan hasil Jartest
- Berdasarkan Estimasi , Fis-Kim : 10 -30% Debit Air limbah, tergantung
karakteristik air limbah, Typical 15% Biologi : tergantung Tipe Process
Biologi ( Anaerob/Aerob), jika Aerob tergantung MLSS, biasanya 2,5 – 5 %,
typical 3,5%
- Berdasarkan Pengukuran Aktual di lapangan
WWTP Equipment
Piping
Pompa
Blower
Turbo Jet Aerator
Mixer
Dosing Pump
Flowmeter / V-Notch
Piping
Hal-hal yang perlu diperhatikan
Sifat Air Limbah
Tekanan Air
Material Pipa
Ukuran/diameter pipa
Kecepatan Aliran dalam Pipa
Headloss Pipa
Accesories Pipa
Support Pipa
-Q : Debit (m3/jam)
Start Up
(Commissioning Equipment)
Test Com. Equipment
Beberapa hal yang dilakukan ada saat Equipment Commissioning
Pengecheckan kelengkapan Equipment dan Aksesorisnya
Pengecheckan kapasitas
Pengecheckan Temperatur Mesin/motor
Pengecheckan getaran pada mesin/motor
Pengechekan kestabilan Arus / Amper Motor
Pengecheckan putaran (rpm)
(Commissioning Process)
Process Kimia-Fisika
Persiapan
Check Equipment sudah sesuai dengan SOP
Jartest untuk menentukan dosis chemical yang sesuai
Start Up
Operasional sesuai kapasitas air limbah dan dosis sesuai hasil jartest.
Check hasil olahan baik secara visual maupun laboratories.
Process Biologi
Persiapan Reactor
Pengecheckan kelengkapan dan sistem operasional reactor sesuai dengan SOP.
Persiapan Proses / Initial Seeding
Aktivasi Bakteri (jika dengan innokulan)
Aktivasi dalam Reactor
Tahapan Initial Seeding
- Memasukkan Air bersih sesuai SOP, contoh 25% Volume
Start Up
Start Up / Aklimatisasi
Tahapan Proses Aklimatisasi
Memasukkan Air Limbah secara bertahap dimulai dari 10% atau 20% kapasitas
WWTP atau disesuaikan dengan Rasio F/M
Memasukkan Macronutrinet sesuai kebutuhan / SOP
Peningkatan kapasitas air limbah secara bertahap dengan rentang maksimal 10% atau
sesuai dengan SOP, sampai kapasitas air limbah mencapai 100%
Primary Treatment
Penyebab :
Flok Halus: Dosis Chemical tidak sesuai
Sludge Carry Over : Lumpur penuh, Flok kecil
Hasil masih berwarna : Dosis atau jenis hemical tidak sesuai
pH < 7 atau pH > 7 : kekurangan atau kelebihan pH Adjuster
Jartest:
Siapkan sampel dari Equalisasi 1 Liter, dan check pH, pastikan pH 7-8
Siapkan koagulan-flokulan yang dilarutkan, Teteskan Koagulan secukupnya, aduk
dengan cepat selama 1 menit, kemudian tambah flokulan
Effluent Berwarna
Check jenis Chemical
Lakukan Jartest
Setting ulang dosi
Primary Treatment
DAF System
Effluent Keruh
Penyebab proses flokulasi gagal
Penganan, perlu dilakukan setting ulang , jika perlu dilakukan jartest
Busa putih, lumpur tidak terangkat
Penyebab setting saturation kurang sesuai atau dosing chemical yang kurang sesuai
Penganan, setting ulang, check rotameter dan tekanan saturation tank
Tekanan tidak stabil
Penyebab setting saturation kurang sesuai
Penganan, setting ulang, check rotameter dan tekanan saturation tank
Proses Biologi Aerob
Dugaan Penyebab
1. Organik loading yang tidak stabil.
2. DO terlampau tinggi atau rendah.
3. Air limbah mengandung racun
4. Kekurangan nutrient sehingga muncul filamentous bulking.
5. Fluktuasi pH yang besar atau pH aerasi kurang dari 6,5
Tindakan
1. Check dan monitor trend MLVSS, MCRT, F/M, DO levels, influent BOD.
2. Toxic check respiration rate (OUR)
3. Check nutrient level, residual nutrient.
4. Settleability test
5. Check DO di berbagai titik di aerasi.
6. Check fluktuasi pH influent
7. Check temp waste water
Pengobatan
1. Atur COD load tidak lebih dari 20% dari nilai rata-rata 5 hari terakhir. Semakin kecil
deviasi akan semakin bagus.
2. Naikkan RAS ke maksimum limit untuk mengurangi carry over padatan di clarifier.
3. Jaga DO level di antara 1,5 – 4,0 ppm, pastikan alat ukur DO akurat.
4. Pastikan sewer management berfungsi bagus, ingat chlorine menjadi racun bagi
bakteri.
5. Tambahkan nutrient baik makro maupun mikro nutrient, pastikan reasidual nutrient
mencukupi (alternative BioNUT).
6. Observasi sludge melalui settling test
Rising Sludge
Sludge Floating di 2nd Clarifier
Denitrifikasi (terbentuknya gas N2)
Kekurangan oksigen (O2) di aerasi
Terbentuknya gas methane (CH4) di dasar aerasi
Tindakan
1. Check terjadi kenaikan nitrate di effluent water.
2. Check terjadi kenaikan MCRT dan terjadi penurunan F/M ratio.
3. Check DO level di aerasi
4. Check RAS dan sludge blanket
5. Check sistem mechanical di clarifier berfungsi dengan baik
Foaming on Aeration
1. Putih, berbuih, tidak stabil.
2. Putih kecoklatan, stabil, mengandung partikel MLSS.
3. Gelap, pekat, stabil, tebal seperti coklat.
Karakteristik Foaming
1. Sedikit atau tidak ada filament (check microscopic), high F/M foaming putih
2. Cukup ada filament
3. Membentuk gumpalan, rotifer yang banyak, low F/M, sludge age panjang foaming
coklat.
Anaerobic Troubleshooting
1. Shockloading (Kelebihan Beban)
Check rerata COD loading dalam rentang 5 hari, penambahan Fluktuasi COD
Loading tidak boleh lebih dari 20%.
Setting COD loading pada rentang yang diperbolehkan
Check kebutuhan nutrient TSS, VFA, Komposisi gas CO2 dll.
5. Toxicity
High VFA merupakan indikasi toxicity, penurunan produksi gas, COD
effluent meningkat, konsumsi Coustic meningkat, Sludge Carry Over tinggi.
When the toxicity problems occurs, take action as lowering or stop the load or
diluting influent waste water.
Terimakasih.