Anda di halaman 1dari 87

Pemanfaatan dan

Pengolahan Limbah B3
(Berdasar SKKNI 191 tahun 2019)
Surabaya, 2 Oktober 2020
Oleh :
TITIEN SETIYO RINI
DEFINISI
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain.

Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Pengelolaan Limbah B3


yang selanjutnya disebut Limbah B3 merupakan kegiatan yang meliputi
adalah sisa suatu usaha dan/atau kegiatan pengurangan, penyimpanan,
yang mengandung B3. pengumpulan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengolahan,
dan/atau penimbunan

Menurut PP RI No 101 Tahun 2014


Reuse adalah penggunaan kembali limbah B3

PEMANFAATAN dengan tujuan yang sama tanpa melalui proses


tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau
secara termal.

LIMBAH B3 Recycle adalah mendaur ulang komponen-


komponen yang bermanfaat melalui proses
tambahan secara kimia, fisika, biologi, dan/atau
secara termal yang menghasilkan produk yang
sama ataupun produk yang berbeda.
Definisi
Kegiatan penggunaan kembali, daur Recovery adalah perolehan kembali komponen-
ulang, dan/atau perolehan kembali yang komponen yang bermanfaat dengan proses kimia,
bertujuan untuk mengubah Limbah B3 fisika, biologi, dan/ atau secara termal.
menjadi produk yang dapat digunakan
sebagai substitusi bahan baku, bahan
penolong, dan/atau bahan bakar yang
aman bagi kesehatan manusia dan
lingkungan hidup.
• Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009
tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
• SKKNI No 191 Tahun 2019 tentang Penetapan Standar
Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pengelolaan Air,
Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah,
dan Aktivitas Remediasi Golongan Pokok Pengelolaan dan
Dasar Daur Ulang Sampah Bidang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
Hukum • Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 18
Tahun 2018 tentang Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
PEMANFATAAN LIMBAH B3

 Pemanfaatan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3.
 Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, Pemanfaatan Limbah B3 diserahkan kepada
Pemanfaat Limbah B3.

 Pemanfaatan Limbah B3 meliputi:


  Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi bahan baku;
Persyaratan
teknsi
  Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi;
mengacu
  Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku; dan pada
  Pemanfaatan Limbah B3 sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi. Lampiran I
Permenlhk
 Pemanfaatan Limbah B3 dilakukan dengan mempertimbangkan:
18 tahun
  ketersediaan teknologi; 2020
  standar produk apabila hasil Pemanfaatan Limbah B3 berupa produk; dan
  baku mutu atau standar lingkungan hidup.
1. Subsitusi bahan baku adalah menggantikan komponen-komponen utama
bahan baku dengan limbah B3 yang mengandung bahan baku tertentu
Contoh : Pemanfaatan Limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara
pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan
sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen.

2. Subsitusi bahan bakar adalah menggantikan sumber energi dengan


limbah B3 yang mengandung kalori tertentu
Contoh Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi antara
lain Pemanfaatan Limbah B3 sludge minyak seperti oil sludge, oil sloop, dan
oli bekas, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada industri
semen.

3. Contoh pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan


Limbah B3 oli bekas yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada
industri daur ulang oli bekas.
Persyaratan Umum Pemanfaatan Limbah B3
Menurut Permenlh Nomor 18 Tahun 2020

1. Lokasi kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 (nama tempat/letak, luas dan titik koordinat)
2. Jenis Limbah B3 yang dimanfaatkan dan jenis kegiatan pemanfaatan Limbah B3
3. Uraian tentang sumber, dan kode Limbah B3 yang akan dimanfaatkan
4. Tata letak (layout) dan desain kontruksi pemanfaatan Limbah B3
5. Tempat Penyimpanan Limbah B3 untuk menyimpan Limbah B3 yang dihasilkan sendiri dan/atau
mengumpulkan Limbah B3
6. Diagram alir lengkap dan narasi proses Pemanfaatan Limbah B3
7. Fasilitas pengendalian pencemaran yang dimiliki
8. Sistem tanggap darurat
9. Tata letak (layout) saluran drainase untuk penyimpanan Limbah B3 fasa cair
10. Uraian Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan Pemanfaatan Limbah B3
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi
bahan baku : Persyaratan :
 sifat dan/atau fungsi yang sama dengan
bahan baku yang disubstitusi (digantikan);
 komposisi lebih kecil dari 100% (seratus
persen) dari keseluruhan bahan baku yang
digunakan untuk menghasilkan produk;
 produk hasil Pemanfaatan Limbah B3
telah memiliki Standar Nasional
Indonesia; dan
 memenuhi standar lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Substitusi Bahan Baku

Pemanfaatan Limbah B3 untuk Pemanfaatan Limbah sludge Instalasi


1 pembuatan:
3 Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari
• Produk beton siap pakai (readymix) usaha/kegiatan industri pulp dan kertas
• Produk paving block, batako, conblock, sebagai substitusi bahan baku produk low
bata ringan grade paper dan/atau produk kertas
• Produk precast diantaranya: pemecah lainnya.
ombak, canstin, dan produk precast
sejenis lainnya Pemanfaatan Limbah sludge Instalasi
4 Pengolahan Air Limbah (IPAL) dari
• Produk lain untuk infrastruktur sipil
usaha/kegiatan industri pulp dan kertas
sebagai substitusi bahan baku pembenah
Pemanfaatan Limbah B3 melalui proses
2 termal untuk pembuatan produk:
tanah organik
• bata merah Pemanfaatan Limbah B3 minyak pelumas
• bata tahan api; 5 bekas/oli bekas sebagai substitusi bahan
• produk lain yang sejenis. baku pembuatan ANFO.

Substitusi bahan baku (alternative


6 material/AM) di industri semen.
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi :

Limbah B3 dalam bentuk fasa padat atau fasa cair harus memenuhi ketentuan

 Limbah B3 yang apabila dibakar menghasilkan panas dan energi;


 memiliki kandungan kalori lebih besar atau sama dengan 2500 kkal/kg berat kering atau
1000 kkal/kg berat basah;
 memiliki kandungan total organik halogen/TOX (jumlah organik Chlor (Cl) dan Fluor (F))
paling tinggi 2% (dua persen);
 memiliki kandungan sulfur (S) paling tinggi 1% (satu persen) berat kering, untuk Limbah B3
fasa padat;
 mampu mengurangi penggunaan bahan bakar utama; dan
 memenuhi standar lingkungan hidup sesuai dengan ketentuan peraturan perundangan-
undangan
 Jika produk diedarkan maka wajin memenuhi SNI atau standar lain yang ditetapkan yang
ditetapkan menteri di bidang ESDM
Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Substitusi Sumber Energi

1 Pemanfaatan Limbah B3 2 Pemanfaatan Limbah B3


sebagai substitusi sumber sebagai substitusi sumber
energi (alternative fuel/AF) energi (alternative fuel/AF)
pada teknologi termal untuk industri semen.
(tanur/kiln, tungku/boiler, dll).
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai
bahan baku

 Limbah B3 yang dimanfaatkan memiliki sifat dan/atau fungsi


yang sama sebagai bahan baku;
 Komposisi Limbah B3 yang dimanfaatkan adalah 100%
(seratus persen) dari keseluruhan bahan baku yang
digunakan;
 Produk hasil dari Pemanfaatan Limbah B3 harus memenuhi
Standar Nasional Indonesia dan/atau standar lain yang
setara; dan
 Memenuhi baku mutu lingkungan hidup.
Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Bahan Baku

1 Pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan Pemanfaatan Limbah B3 copper slag


baku untuk pembuatan produk dengan 2 sebagai bahan baku material sand
menggunakan teknologi termal blasting
(tanur/kiln, tungku/boiler, reaktor, dll)
Pemanfaatan Limbah B3 slag peleburan
dan/atau proses kimia, antara lain: 3
besi baja sebagai bahan baku dan/atau
• daur ulang dan/atau recovery logam
substitusi bahan baku untuk agregat
sebagai ingot logam
pilihan
• daur ulang aki bekas sebagai ingot Pb
• daur ulang baterai bekas (temasuk Daur ulang/perolehan kembali (recovery)
4
baterai kering, baterai lithium bekas dll) minyak dalam Limbah B3 Spent Bleaching

• daur ulang pelarut/solvent Earth (SBE)


1. Subsitusi bahan baku adalah menggantikan komponen-komponen utama
bahan baku dengan limbah B3 yang mengandung bahan baku tertentu
Contoh : Pemanfaatan Limbah B3 fly ash dari proses pembakaran batu bara
pada kegiatan pembangkit listrik tenaga uap (PLTU) yang dimanfaatkan
sebagai substitusi bahan baku alumina silika pada industri semen.

2. Subsitusi bahan bakar adalah menggantikan sumber energi dengan limbah


B3 yang mengandung kalori tertentu
Contoh Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi sumber energi antara
lain Pemanfaatan Limbah B3 sludge minyak seperti oil sludge, oil sloop, dan
oli bekas, yang dimanfaatkan sebagai bahan bakar alternatif pada industri
semen.

3. Contoh pemanfaatan Limbah B3 sebagai bahan baku yaitu pemanfaatan


Limbah B3 oli bekas yang dimanfaatkan sebagai bahan baku utama pada
industri daur ulang oli bekas.
Pemerintah dan/atau pemerintah daerah dapat melakukan Pemanfaatan
Limbah B3 :

○ Jenis Limbah B3 yang dimohon untuk dimanfaatkan adalah Limbah B3 dari bottom ash dari proses pembakaran batubara pada
sumber spesifik khusus berupa: fasilitas PLTU, boiler dan/atau tungku industri, kode
limbah B410;
 tailing dari proses pengolahan biji mineral logam
■ slag nikel dari proses peleburan bijih nikel,
pada industri pertambangan, kode limbah B414;
kode limbah B403;

 Fly ash dari proses pembakaran batubara pada


fasilitas pembangkitan listrik tenaga uap PLTU, steel slag dari proses peleburan bijih dan/atau logam besi dan
boiler dan/atau tungku industri, kode limbah B409; baja dengan menggunakan teknologi electric arc furnace (EAF),
blast furnace, basic oxygen furnace (BOF), induction furnace,

kupola, dan/atau submerge arc furnace, kode limbah B402;
bottom ash dari proses pembakaran batubara pada
dan
fasilitas PLTU, boiler dan/atau tungku industri, kode
limbah B410;
kapur (CaCO3) dari proses pembuatan
ammonium sulfat (zwavelzuur ammonia) pada
industri pupuk, kode limbah B416;
Pemanfaatan Limbah B3 Menurut SKKNI No 191 Tahun 2019

1 2 3 4
Sebagai Bahan Baku Sebagai Bahan Baku Sludge (IPAL) Industri Sludge (IPAL) Industri
dengan Teknologi dengan Teknologi Kertas sebagai Substitusi Kertas sebagai
Peleburan
Destilasi Bahan Baku Pembuatan Stubsitusi Bahan
Kertas Low Grade Baku Pembenah
Tanah
5 6 7 8 9
Substitusi Substitusi Bahan Bakar Substitusi Bahan Substitusi Bahan Substitusi Bahan
Bahan Bakar Produk ANFO Baku Beton Siap Baku Pembuatan Baku Pembuatan
(Amonium Nitrat Fuel Pakai Bata Merah Semen
Oil)
Limbah B3 sebagai
01 Bahan Baku dengan
Teknologi Peleburan
Kode unit : (E.38PLB00.019.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan yang mengandung logam


antara lain scrap, slag, dross dan gram
• Fasilitas peleburan yang dipergunakan dalam melakukan
pemanfaatan Limbah B3 antara lain tungku dan rotary
• Hasil peleburan dapat berupa antara lain ingot dan
produk logam jadi
Limbah B3 sebagai Bahan Baku dengan Teknologi Peleburan

Jenis slag yang digunakan antara lain:


SNI 8378 2017 • BF Slag (blast furnace iron slag) adalah slag hasil pemisahan dan pendinginan
Pemanfaatan slag sebagai dari proses peleburan besi di dalam tanur tiup (Blast Furnace) dengan
lapisan fondasi dan lapisan
kandungan utama kalsium silikat dan aluminium silikat.
fondasi bawah
(Teknologi Tanur Tinggi)
• BOF Slag (basic oxygen furnace slag) adalah slag hasil pemisahan dan
”Slag” pendinginan dari peleburan baja di dalam tungku tanur oksigen (proses
Limbah padatan bukan logam
pembuatan baja dengan teknologi converter).
yang dihasilkan dari proses
• EAF Slag (electric arc steel slag) adalah slag hasil pemisahan dan pendinginan
peleburan besi dan baja baik
berupa BF, BOF, EAF dan IF yang dari proses peleburan baja didalam tungku tanur listrik (proses peleburan baja
umumnya mengandung CaO, dengan teknologi busur listrik)
SiO2, FeO, Al2O3 dan MgO, • IF Slag (induction furnace slag) adalah slag hasil pemisahan dan pendinginan
selanjutnya dihancurkan dengan dari proses peleburan baja didalam tungku tanur listrik (proses peleburan baja
mesin penghancur menjadi
dengan teknologi induksi magnet)
agregat slag berbagai ukuran.
SNI 8378 2017 : Spesifikasi lapis fondasi dan lapis fondasi bawah menggunakan slag
Slag yang akan digunakan untuk bahan lapis fondasi secara umum harus
memenuhi persyaratan, seperti:

1. Slag harus berasal dari limbah hasil peleburan biji besi atau baja
2. Pemanfaatan slag untuk menjadi agregat lapis fondasi dan fondasi bawah harus
dari hasil produksi industri yang sudah ada izin pengolahan slag dari Kementerian
yang berwenang di bidang lingkungan hidup
3. Pengambilan contoh slag untuk pengujian sesuai dengan SNI 6889:2014. (Bahan
harus ditumpuk maksimum 5 meter, dipisah setiap ukuran, terhindar dari air dan
disimpan dengan baik sehingga dapat mencegah segregrasi. Untuk mencegah
tercampurnya slag-slag tersebut maka gunakan dinding pemisah.)
4. Fraksi slag kasar dan slag halus harus merupakan bahan yang bersih, keras,
nonplastis dan bebas dari bahan yang menurunkan kualitas campuran.
5. Tidak boleh ada penambahan bahan lain ke agregat slag yang mempunyai
perbedaan berat jenis lebih dari 0,2

SNI 6889:2014 : Tata cara pengambilan contoh uji agregat


Limbah B3 sebagai
02 Bahan Baku dengan
Teknologi Destilasi
Kode unit : (E.38PLB00.020.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa pelarut bekas, oli bekas, dan slope oil
• Fasilitas destilasi yang dipergunakan dalam melakukan pemanfaatan Limbah B3 antara lain
tungku pemanas, boiler dan condensor (menara pendingin)
• Hasil destilasi dapat berupa antara lain pelarut, pelumas dan minyak dasar (base oil)
• Destilasi adalah metode pemisahan Limbah B3 yang berdasarkan perbedaan titik didih
• Fasilitas destilasi yang dimaksud adalah peralatan yang dipergunakan dalam melakukan
pemanfaatan Limbah B3 dengan menggunakan teknologi destilasi antara lain dapat berupa
tungku pemanas, boiler dan condensor (menara pendingin).
• Hasil destilasi antara lain dapat berupa pelarut, pelumas dan minyak dasar (base oil)
Tahapan Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Bahan Baku Dengan
Teknologi Destilasi Menurut SKKNI 191 Tahun 2019

1 2 3 4

Limbah B3 Limbah B3 Proses destilasi Hasil destilasi


yang akan dipindahkan (pemisahan) ditampung
dimanfaatkan dari wadah Limbah B3 dalam wadah
ditetapkan penampung ke dengan material penampung
dalam peralatan pengotor
destilasi
Menurut Speight (2014; dalam Fawzi
dan Mahardika; 2017), bahan baku
minyak pelumas /olie bekas secara
garis besar memiliki beberapa
kandungan seperti H2O, light ends, gas
oil, asphalt, sulfur dan fraksi minyak
pelumas.
Recycle fraksi Asphalt
Tangki lube oil flux
Minyak penyimpanan
pelumas Tangki
bekas penyimpanan gas Thin film
evaporator
Dikompresi dan
Kandungan dikondensasi
Tangki air dan menjadi fase cair
penyimpanan dipompa hidrokarbon
Pre-flash Gas oil
minyak pelumas dan
dipanaskan drum Minyak
bekas Aliran bawah
pelumas dipanaskan Kolom gas keluaran
bekas oil removal Kolom
Minyak kolom
pelumas dipanaskan distilasi
Tangki bekas vakum
dibantu kedua
penyimpanan Distilat
dengan
katalis Ni-
Gas H2S Mo dengan Gas H2S
kontak support ɣ-
Desulfuri dengan ZnO Reaktor Reaktor
Flash alumina
Kolom zer hidrogenasi hidro
drum
fraksinasi Base oil dearomatisasi desulfurisasi
Minyak
akhir pelumas
didinginkan hingga suhu produk minyak pelumas dasar (40oC) bekas
Heavy Base oil
Light base oil didinginkan Tangki
Light Base oil Separator penyimpanan
Gas Hidrogen
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:

1 2

a. Minyak pelumas bekas dari tangki a. Aliran pelumas yang sudah bebas dari sebagian
penyimpanan dipompa lalu besar air dan hidrokarbon ringan dipanaskan dan
dipanaskan menuju pre-flash drum. dialirkan ke dalam kolom gas oil removal.
b. Pada pre-flash drum akan dipisahkan b. Pada kolom ini, terjadi pemisahan gas oil dari
kandungan air dan hidrokarbon minyak pelumas bekas pada kondisi vakum dengan
ringan dari minyak pelumas bekas. tekanan sekitar 0,1 bar.
c. Kolom ini beroperasi pada tekanan c. Gas oil yang terpisah akan dikompresi hingga
atmosferik. tekanan atmosfer dan dikondensasi menjadi fase
d. Kandungan air dan hidrokarbon cair sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai
ringan yang sudah dipisahkan bahan bakar. Gas oil tersebut akan dimasukkan ke
selanjutnya dialirkan menuju tangki dalam tangki penyimpanan gas menggunakan
penyimpanan. pompa.
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:

a. Aliran pelumas bekas yang sudah bebas dari


gas oil dipanaskan dengan dimasukkan ke
dalam kolom distilasi vakum kedua.
b. Aliran bawah keluaran kolom tersebut
dimasukkan ke dalam thin film evaporator Thin film evaporator
pada suhu sekitar 350oC dan menghasilkan
keluaran atas berupa recycle fraksi lube oil “Thin film evaporator bekerja dengan cara
dan keluaran bawah berupa asphalt flux. menciptakan lapisan tipis cairan dengan
c. Asphalt flux dapat dijual ke industri paving penggunaan blade untuk menghasilkan
dan roofing. Distilat dari distilasi vakum perpindahan panas yang cepat melalui
berupa cairan bening dan bersih. film dengan residence time yang singkat
(sekitar 30 detik)”
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:

5
4
Aliran proses menuju reaktor hidrogenasi dearomatisasi, pada
reaktor ini rantai ganda dan aromatik akan dijenuhkan oleh
a. Distilat lalu dipompa masuk ke hidrogen, dibantu dengan katalis Ni-Mo dengan support ɣ-alumina.
dalam reaktor hidrodesulfurisasi Minyak pelumas yang sudah jenuh dimasukkan ke dalam flash drum
dimana terjadi proses untuk memisahkan komponen H2 dan H2S yang masih ada.
penghilangan komponen sulfur
yang terkandung di dalam aliran
pelumas bekas
b. Sulfur yang terikat akan terpisah
sebagai gas H2S. Minyak yang
sudah bebas dari komponen
sulfur selanjutnya akan
dimasukkan ke dalam reaktor
Flash Drum
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:
6 7

a. Aliran kemudian dimasukkan ke dalam a. Base oil dialirkan ke dalam kolom fraksinasi akhir.
Desulfurizer untuk memisahkan gas H2S Produk atas didinginkan lalu dimasukkan ke dalam
dari aliran dengan cara mengontakkannya separator untuk memisahkan gas hidrogen yang
dengan ZnO. masih terlarut dalam light base oil.
b. ZnS (hasil reaksi dari ZnO dan H2S) dapat b. Light base oil dipompa ke tangki penyimpanan
diregenerasi dengan mengontakkan dengan didinginkan terlebih dahulu.
dengan udara. c. Produk bawah dari kolom fraksinasi akhir berupa
c. H2S disimpan di dalam tangki heavy base oil, yaitu fraksi dengan viskositas tinggi.
penyimpanan gas, dan produk bawah d. Setelah keluar dari fraksinator, panas dari base oil
berupa gas H2 akan dimasukkan kembali ke dimanfaatkan kembali untuk memanaskan aliran
minyak yang menuju fraksinator dengan
sistem sebagai recycle gas H2.
menggunakan heat exchanger
d. Produk bawah dari flash kolom berupa e. Base oil dialirkan ke dalam tangki penyimpanan
lube oil bebas komponen H2, H2S, Sulfur, setelah didinginkan hingga suhu produk minyak
dan sudah jenuh. pelumas dasar yakni sekitar suhu 40oC.
03 Limbah B3 sebagai Sludge
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Industri Kertas sebagai
Substitusi Bahan Baku
Pembuatan Kertas Low Grade
Kode unit : (E.38PLB00.021.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa sludge IPAL dari industri kertas sebagai
bahan baku antara lain pembuatan kertas low grade dan tatakan telur (egg tray)
• Memenuhi standar SNI dan atau/berdasarkan hasil uji coba
Prosedur Pemanfaatan Limbah B3
Sludge IPAL Industri Kertas
Menurut SKKNI 191 Tahun 2019

Hasil uji laboratorium terhadap produk


Sludge IPAL dan bahan baku lain dicampur
yang dihasilkan dari kegiatan
ke dalam fasilitas pembuatan bubur kertas Pemanfaatan Limbah B3 memenuhi :
(pulper) sesuai ketentuan
1. mutu produk sesuai dengan Standar
Campuran sludge IPAL dan bahan baku Nasional Indonesia dan/atau standar
kertas diaduk terus menerus sampai lain yang setara;
homogen dan menjadi bubur kertas 2. baku mutu Toxicity Characteristic
Leaching Procedure (TCLP) B
Bubur kertas dimasukkan ke dalam Lampiran V Peraturan Pemerintah
tandon bahan baku (mixer) sesuai Nomor 101 Tahun 2014 untuk
parameter: Arsen (As), Kadmium
ketentuan
(Cd), Krom Valensi enam (Cr6+),
Tembaga (Cu), Timbal (Pb),
Bubur kertas dicetak menjadi kertas Merkuri (Hg), Nikel (Ni), Selenium
low grade sesuai ketentuan (Se), dan Seng (Zn).
3. Pengelolaan Air Limbah yang dihasilkan
Limbah B3 sebagai Sludge Instalasi
04 Pengolahan Air Limbah (IPAL)
Industri Kertas sebagai Substitusi
Bahan Baku Pembenah Tanah
Kode unit : (E.38PLB00.022.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa sludge IPAL industri pulp dan kertas
sebagai bahan baku pembenah tanah
• Proses pencampuran antara lain pencampuran antara Limbah B3 sludge IPAL industri
pulp dan kertas dengan bahan baku pembenah tanah lainnya antara lain Limbah kulit
kayu dan Limbah abu boiler non batubara
• Pengadukan dilakukan secara berkala menggunakan mesin pembalik turner machine
atau teknologi lainnya
• Melakukan pemantauan air tanah dengan minimal 2 sumur pantau di hulu dan hilir
lokasi pemanfaatan LB3
• Memenuhi Baku mutu Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) B
Pembenah tanah organik merupakan bahan-bahan
alami organik berbentuk padat atau cair yang mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah

Umumnya digunakan untuk hutan tanaman industri


(HTI), yaitu hutan yang ditanami jenis kayu tertentu
dengan tipe sejenis sebagai bahan baku industri
SNI 7847:2012
Spesifikasi Hasil Pengolahan Lumpur
udge) Instalasi Pengolahan Air Limbah Lumpur yang digunakan berasal dari :
(IPAL) Industri Pulp dan Kertas
sebagai Pembenah Tanah Organik • Lumpur primer adalah lumpur yang dihasilkan dari
proses pengolahan air limbah secara fisika dan atau
kimia
• Lumpur sekunder dihasilkan dari proses pengolahan
air limbah secara biologi aerobik.
Persyaratan mutu lumpur IPAL industri pulp dan kertas sebagai pembenah
tanah organik untuk HTI

Fisik Kimia Biologi


Ukuran Coliform fecal :
1 butiran : Kadar air : 
0,55 – 25 mm 50%  100 MPN/gram

Bahan asing : Salmonella sp :


2 pH : 6 – 8
 2%  3 MPN/4 gram
Karbon organik :
3
 10%

4 Rasio C/N : 10 –
25

5 AOX * :  500
mg/kg

*) AOX (Adsorbable Organic Halide) atau organohalida yang dapat diadsorbsi adalah
jumlah total bahan-bahan organik yang terhalogenasi atau terklorinasi yang
terkandung dalam contoh
Pada wadah penyimpanan dan sarana pengangkutan hasil olahan limbah
sebagai pembenah tanah organik

Nama dan Pernyataan


alamat penggunaan
pengolah Informasi khusus :
“hanya untuk HTI”
yang wajib
Jenis hasil dicantumkan Aturan penggunaan
pengolahan limbah “aplikasi maksimal
“pembenah tanah (ton/ha/tahun) sesuai
organik hasil ketentuan perizinan
pengolahan sludge yang diberikan”
IPAL industri pulp dan Tanggal dan
kertas” kode
pengolahan
05 Limbah B3 sebagai
Substitusi Bahan Bakar
Kode unit : (E.38PLB00.023.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa Spent Bleaching Earth, sludge


IPAL, bottom ash dan pelumas bekas No Parameter Kriteria
• Kandungan kalori sama atau lebih besar dari 2500 kkal Total Konsentrasi
1. Arsen, As ≤ 5 ppm
• Kadar air sama atau lebih kecil dari 15% 2. Kadmium, Cd ≤ 2 ppm
• Tidak mengandung senyawa terhalogenasi 3. Kromium, Cr ≤ 10 ppm
• Fasilitas pembakaran yang dipergunakan dalam melakukan 4. Timbal, Pb ≤ 100 ppm
5. Merkuri, Hg ≤ 1,2 ppm
pemanfaatan Limbah B3 antara lain boiler, kiln dan insinerator
Penelitian yang dilakukan Purwati et al. (2006), lumpur IPAL yang dihasilkan dari
industri pulp dan kertas dimanfaatkan sebagai bahan bakar padat di boiler.

“Pengeringan lumpur IPAL” “Briket lumpur”


• Tujuan : meningkatkan kadar • Hasil rekayasa alat pengering lumpur
padatan lumpur dengan nilai Tahap yang dilengkapi dengan pemasangan
kalor yang relatif tinggi Tahap I
III cetakan pada bagian akhir ulir tekan
• Peralatan : alat ulir tekan / screw
press (dapat membentuk briket) • Ukuran briket : Φ 5 cm
• kadar padatan kering mencapai 45%
• Nilai kalor > 4.000 cal/gr

“Menambahkan bahan pengisi”


• Tujuan : Untuk meningkatkan nilai Tahap Tahap “Pembakaran lumpur IPAL”
kalor dan sekaligus kadar kering II IV Umumnya dapat menggunakan
insinerator
lumpur IPAL sebagai bahan bakar
• Bahan pengisi : serbuk kayu /
serbuk batubara diumpankan ke
screw press
Multiple Hearth Rotary Fluidized Bed
Incinerator Furnace Incinerator

• Berisi tumpukan pasir yang


• Dapat menangani lumpur • Mempunyai ruang bakar terfluidisasi hembusan udara
dengan kandungan air tunggal yang bergerak • Udara yang dimasukkan biasanya
tinggi antara 50-80% karena • Lumpur dipompakan dipanaskan dulu oleh gas hasil
mempunyai ruang bakar masuk ke dalam ruang pembakaran, sedangkan lumpur
bertingkat antara 5-12
bakar secara tangensial disimpan masuk conveyor
susunan ruang bakar
• Udara secara tangensial • Umpan lumpur dijatuhkan pada
• Bagian atas ruang bakar
terdiri dari atas daerah dimasukkan melalui tumpukan pasir yang kemudian
pengeringan yang akan lubang yang terfluidisasi oleh aliran udara
menguapkan kandungan air mengakibatkan aliran masuk dengan turbulensi tinggi
lumpur. Di bagian poros udara berbentuk siklon • Dengan sistem fluidisasi ini, kontak
pusat, tempat pengaliran sehingga terjadi terjadi secara maksimum antara
udara yang didistribusikan pencampuran yang baik pasir panas dengan lumpur hingga
ke masing-masing ruang antara udara dan umpan air yang terkandung berubah
bakar. lumpur. menjadi uap dan pembakaran
dapat optimum.
Limbah B3 sebagai
Substitusi Bahan Bakar
06 Produk ANFO
(Amonium Nitrat Fuel Oil)
Kode unit : (E.38PLB00.024.1)

• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa minyak pelumas bekas


• Proses pencampuran yang dipergunakan dalam melakukan
pemanfaatan Limbah B3 antara lain pencampuran limbah B3
sebagai substitusi bahan bakar produk ANFO dengan bahan
bakar utama berupa solar, sehingga menjadi produk ANFO yang
dipergunakan sebagai bahan peledak
SNI 7642:2010
Tata cara pemanfaatan oli bekas untuk campuran amonium nitrat Prinsip pemanfaatan yaitu proses
dengan fuel oil pada tambang terbuka
peledakan pada penambangan bahan
galian yang optimal apabila energi
ANFO (Ammonium Nitrat Fuel
bahan peledak dapat memecahkan
Oil) adalah bahan peledak yang
batuan sampai ukuran yang
tergolong daya ledak kuat (high
dikehendaki dengan tingkat getaran
explosives) campuran antara
dan kebisingan, serta gas yang
ammonium nitrate (NH4NO3) prill
memenuhi baku mutu
dengan fuel oil (CH2)
Bahan yang diperlukan berupa oli
Jenis limbah B3 yang bekas, solar (bahan bakar organik), dan
dimanfaatkan berupa oli bekas amonium nitrat

Fuel oil yang digunakan bahan Peralatan yang digunakan tangki


bakar organik (solar) berasal dari pengumpul, tangki pengendap (settling
minyak bumi dengan kandungan tank), tangki pencampur oli bekas
unsur kimia utama hidrokarbon dengan solar, pompa, penyaring
Tahapan atau langkah-langkah pemanfaatan oli bekas untuk campuran ANFO

Mengambil sampel oli bekas ± Untuk proses


Mengendapkan oli 1liter untuk dianalisis di pencampuran oli bekas
Pengumpulan oli
bekas min 8 jam di laboratorium independen yang dan solar dilakukan
bekas ke dalam tangki
penampung tertutup dalam tangki terakreditasi pada 3 tempat dengan perbandingan
dan hindarkan oli pengendap dan yaitu bagian atas, bagian maksimum 80% : 20%,
bekas dari air dan keluarkan air beserta tengah dan bagian dasar kemudian aduk campuran
pengotor pengotor tangki. hingga homogen

1 2 3 4 5 6 7

Memindahkan oli bekas Menghilangkan Apabila dari hasil pengujian


dari tangki pengumpul ke kandungan air sampai analisis laboratorium tidak
tangki pengendap didapat angka densitas memenuhi persyaratan,
melewati penyaring maksimum 0.9 gr/cc maka oli bekas tidak boleh
(ukuran min 100 mesh) digunakan
07 Limbah B3 sebagai Substitusi
Bahan Baku Beton Siap Pakai
Kode unit : (E.38PLB00.025.1)

• Limbah B3 harus memenuhi kriteria kadar total S 1O2, AL2O3 dan Fe2O3 ≥ 50% dan nilai Loss of
Ignition (LoI) paling tinggi 10%
• Loss On Ignition (LOI) atau kandungan hilang pijar adalah salah satu parameter analisis pengujian
semen untuk mengetahui persentase kandungan zat yang hilang dari sampel dalam waktu dan suhu
tertentu.
• Bahan baku utama yang digunakan antara lain pasir, batu pecah, semen dan bahan lain yang
dipergunakan sesuai ketentuan
• Produk pemanfaatan dapat berupa antara lain produk paving block, batako, canstin, gorong-
gorong, struktur beton dan precast
Beton segar siap pakai harus dicampur dan dikirim ke lokasi yang ditunjuk oleh
pembeli dengan menggunakan salah satu kombinasi pelaksanaan berikut:

Beton yang dicampur


terpusat Beton yang
Yaitu beton segar siap pakai dicampur di truk
yang dicampur seluruhnya
Beton siap pakai Yaitu beton segar siap pakai
dalam mikser stasioner. Beton didefinisikan sebagai beton yang dicampur seluruhnya
dicampur sempurna di mikser yang diproduksi dan dalam truk mikser. Beton
stasioner dan diangkut ke dikirim kepada pembeli yang dicampur secara
lokasi pengiriman baik dalam dalam kondisi segar
lengkap dalam truk
truk agitator, atau truk (SNI 4433:2016)
pencampur, 70 sampai 100
pencampur
putaran pada kecepatan
Beton yang pencampuran diberikan oleh
dicampur produsen untuk
Yaitu beton segar siap pakai yang dicampur sebagian di dalam
sebagian mendapatkan keseragaman
mikser stasioner kemudian dilanjutkan di dalam truk mikser.
(shrink-mixed Beton pada bagian pertama dicampur dalam mikser stasioner, beton.
concrete) selanjutnya dicampur secara lengkap dalam truk pencampur
Limbah B3 sebagai
08 Substitusi Bahan Baku
Pembuatan Bata Merah
Kode unit : (E.38PLB00.026.1)

• Limbah B3 harus mampu menggantikan clay dan memenuhi kriteria


yang diwajibkan yaitu kadar total S1O2, AL2O3 dan Fe2O3 ≥ 50% dan
nilai Loss of Ignition (LoI) paling tinggi 10%
• Kandungan Magnesium Sulfat (MgSO4), Natrium Sulfat (Na2SO4),
Kalium Sulfat (K2SO4), dan kadar garam maksimum 1,0%;
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa Spent Bleaching Earth,
bottom ash, dan sludge dari proses produksi minyak bumi dan gas
SNI 15-2094-2000 yaitu SNI untuk bata merah pejal untuk
pasangan dinding

• Bata merah adalah bahan bangunan yang berbentuk prisma segiempat panjang,
pejal atau berlubang dengan volume lubang maksimum 15%, dan digunakan
untuk konstruksi dinding bangunan
• Batu merah harus berbentuk prisma segi empat panjang, mempunyai rusuk-
rusuk yang siku, bidang-bidang datar yang rata dan tidak menunjukkan retak-
retak.
• Garam mudah larut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktural
“efflorescence” pada permukaan bata adalah magnesium sulfat (MgSO4),

natrium sulfat (Na2SO4), kalium sulfat (K2SO4), dengan total kadar garam
maksimum 1,0%.
09 Limbah B3 sebagai Substitusi
Bahan Baku Pembuatan Semen
Kode unit : (E.38PLB00.027.1)

• Semen yang dimaksud adalah produk semen berupa portland cement dan
composite
• Limbah B3 harus memenuhi kriteria kadar total S1O2, AL2O3 dan Fe2O3 ≥ 50%
dan nilai Loss of Ignition (LoI) paling tinggi 10% untuk fly ash dan bottom ash
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa cement kiln dust (EP Dust), steel
slug/blast furnace slag, Spent Bleaching Earth, fly ash, Gipsum dan Limbah
B3 lain sesuai izin
Menurut SNI 2049-2015, definisi semen portland yaitu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium
sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.

Jenis I
Semen portland untuk Jenis IV
penggunaan umum yang Semen portland yang
tidak memerlukan Jenis dan dalam penggunaannya
persyaratan-persyaratan penggunaan memerlukan kalor
khusus seperti yang hidrasi rendah
disyaratkan pada jenis-jenis
semen portland
lain dibagi menjadi 5
Jenis V
jenis Semen portland yang
Jenis II dalam penggunaanya
Semen portland yang memerlukan ketahanan
dalam penggunaannya tinggi terhadap sulfat
memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor Jenis III
hidrasi sedang Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi
SNI 15-7064-2004 tentang
Semen Portland Komposit

Definisi semen portland


Semen portland komposit dapat komposit adalah bahan
digunakan untuk konstruksi umum. pengikat hidrolis hasil
penggilingan bersama-sama
Bahan anorganik tersebut antara terak semen portland dan gips
lain terak tanur tinggi (blast furnace dengan satu atau lebih bahan
slag), pozolan, senyawa silikat, batu anorganik, atau hasil
kapur, dengan kadar total bahan pencampuran antara bubuk
anorganik 6% - 35 % dari massa semen portland dengan bubuk
semen portland komposit. bahan anorganik lain.
PENGOLAHAN
LIMBAH B3
Definisi
Proses untuk mengurangi dan/atau
menghilangkan sifat bahaya dan/atau sifat
racun.

Tujuan dari kegiatan pengolahan limbah


adalah menurunkan kadar kontaminan yang
terdapat dalam limbah, sehingga kualitas
limbah mendekati tingkat kelayakan untuk
dibuang ke lingkungan (Trihadiningrum, 2016).
• Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang
Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 101 Tahun 2018
tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun
• Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
• Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03 Tahun
1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan
Beracun
• Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Dasar
Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis. Hukum
• SKKNI No 191 Tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia Kategori Pengelolaan Air, Pengelolaan Air Limbah,
Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah, dan Aktivitas Remediasi Golongan Pokok
Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah Bidang Pengelolaan Limbah Bahan
Berbahaya dan Beracun
PENGOLAHAN LIMBAH B3
 Pengolahan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3.

 Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, Pengolahan Limbah B3 diserahkan kepada
Pengolah Limbah B3.

 Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan cara:


 termal;
 stabilisasi dan solidifikasi; dan/atau
 cara lain sesuai perkembangan teknologi.
 Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan mempertimbangkan:
 ketersediaan teknologi; dan
 baku mutu atau standar lingkungan.
Persyaratan :
Melakukan uji analisa kandungan atau parameter fisika dan/atau kimia dan/atau biologi guna
menetapkan prosedur yang tepat dalam proses pegolahan limbah B3 tersebut.

Menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku
mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan
Pengolahan Limbah B3
Menurut SKKNI No 191 Tahun 2019

1 Insinerator 2 Proses Thermal


untuk Boiler

Proses Stabilisasi/
3 Solidifikasi
4 Bioremediasi
Insinerator
01 •
Kode unit : (E.38PLB00.031.01)

Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada
temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang
sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik.
• Insinerator yang dimaksud adalah alat pembakar Limbah B3 yang antara lain dan tidak terbatas
pada rotary kiln, fluidized bed, multiple chamber dan aqueous waste injection unit yang bisa
membakar Limbah B3 padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat
• Hasil pengolahan dapat berupa antara lain residu dan emisi
• Kondisi operasi dikendalikan suhu pembakaran dan waktu tinggal
• Pengolahan dengan insinerator dilarang digunakan untuk limbah B3 radioaktif, limbah B3
dengan karakteristik mudah meledak, limbah B3 merkuri.
Pengolahan Limbah B3 dengan insinerator diatur dalam
Permenlhk No 56 Tahun 2015 . Ketentuan persyaratan peralatan
yang dilakukan oleh pengolah Limbah B3:

temperatur pada ruang bakar kedua


efisiensi pembakaran
1 sekurang-kurangnya 99,99% 5 paling rendah 1.200oC dengan waktu
tinggal paling singkat 2 detik

efisiensi penghancuran dan memiliki alat pengendalian pencemaran


2 penghilangan senyawa POHCs
dengan nilai paling sedikit 99,99%
6 udara berupa wet scrubber atau sejenis

ketinggian cerobong paling rendah 24 m


jika limbah B3 yang akan diolah berupa PCBs, terhitung dari permukaan tanah atau 1,5 kali

3 yang berpotensi menghasilkan PCDFs dan/atau 7 bangunan tertinggi (jika terdapat bangunan
yang memiliki ketinggian lebih dari 14 m
PCDDs, maka efisiensi penghancuran harus
memenuhi nilai paling sedikit 99,9999% dalam radius 50 m)

memiliki cerobong yang dilengkapi


4
temperatur pada ruang bakar utama
sekurang-kurangnya 800oC
8 dengan lubang pengambilan contoh uji
emisi dan fasilitas pendukungnya
Ilustrasi Proses Insinerator
Tabel klasifikasi penggunaan jenis – jenis insinerator
Combustion Chamber Incinerator

• Untuk membakar limbah berupa liquid


atau gas
• Desain berbentuk silinder dengan insulasi
keramik pada bagian luar
• Terdiri atas 2 tingkat pembakaran A dan B
• Limbah cair dengan nilai kalor yang lebih
tinggi dan bahan bakar diatomisasi dan
• Limbah cair dengan nilai kalor yang lebih rendah
diinjeksikan ke High Temperature Flame
serta limbah gas diinjeksikan pada Second Stage
Zone (Section A). Temperatur pembakaran
Combustion Zone (Section B). Pembakaran tingkat
pada zona ini mencapai 1200 C – 1600 C
o o
kedua ini didesain untuk memastikan limbah
untuk memastikan pembakaran yang stabil
teroksidasi secara sempurna
Fluidized Bed Incinerator

• Tipe ini dapat digunakan untuk • Medium ini membuat


mengolah slurry dan limbah perpindahan panas berjalan
padat tipe granular dengan baik

• Limbah diinjeksikan melalui • Bed temperatur dibatasi


fluidized medium (biasanya oleh fenomena slagging
berupa pasir atau material temperature pada material
keramik) kemudian dioksidasi bed yang dapat
dengan udara pembakaran. menimbulkan kerak
Pergerakan fluidized medium sehingga menghambat
memastikan percampuran yang perpindahan panas
baik sehingga membuat
temperatur bed yang seragam • Fluidized Bed Incinerator
(uniform) biasanya beroperasi pada
temperatur 1000oC.
Multiple Hearth Incinerator
• Pada bagian tengah incinerator terdapat poros
yang diputar dengan motor listrik untuk memutar
limbah solid pada rak incinerator sehingga
material mengalir kebawah secara spiral dari rak
ke rak.
• Pada sisi lain incinerator, udara pembakaran,
bahan bakar dan limbah liquid dimasukkan
kemudian mengalir keatas secara counter –
current dengan material limbah pada rak
• Mengolah limbah berupa sludge atau solid • Dalam kondisi ini, limbah mengalami proses
• Umpan sampah dimasukkan dari atas tungku secara terus
pengeringan, kemudian pembakaran dan
menerus dan abu hasil proses pembakaran dikeluarkan
pendinginan sebelum keluar berupa ash
melalui silo. Burner dipasang pada sisi dinding tungku
pembakar di mana pembakaran terjadi. Udara diumpan
• Temperatur pembakaran pada Multiple Hearth
masuk dari bawah, dan sampah diumpan masuk dari atas. Incinerator dapat mencapai 1100oC
• Untuk pembakaran berbagai jenis limbah medis berupa solid atau liquid
• Tipe ini cocok untuk menginsinerasi limbah yang mempunyai kandungan air (water content)
yang cukup tinggi dan volumenya cukup besar.
• Merupakan ruang pembakaran berbentuk silinder horizontal dengan batu tahan api di
dalamnya, biasanya memiliki diameter internal 3 m dengan panjang 10 – 15 m
• Material diumpankan melalui feeder pada bagian kanan atas incinerator. Limbah kemudian
akan mengalami pembakaran sambal diputar pada rotative combustion chamber
• Sisa pembakaran keluar berupa bottom ash yang keluar pada bagian bawah incinerator dan
flue gas yang keluar melalui bagian atas incinerator

Rotary Kiln
Incinerator
02 Proses Thermal
untuk Boiler
Kode unit : (E.38PLB00.032.01)

• Proses pencampuran yang dimaksud adalah


pencampuran bahan bakar dengan Limbah B3 yang
diolah melalui boiler dan menghasilkan sisa
pembakaran (residu) yang mengandung Limbah B3
Tahapan pengolahan limbah B3 melalui proses termal dengan boiler

Proses pengolahan Sisa hasil


Limbah B3 dengan pembakaran (residu)
Limbah B3 dan bahan
Proses pencampuran pembakaran melalui dari boiler di
bakar utama yang
akan dilakukan Limbah B3 dan bahan boiler dilakukan sesuai tempatkan di Tempat
pengolahan lain dilakukan sesuai kondisi operasi yang Penyimpanan
ditetapkan komposisi ditentukan Sementara (TPS)

1 2 3 4 5 6 7

Komposisi campuran Hasil pencampuran Gas buang dikendalikan


Limbah B3 ditetapkan Limbah B3 dipindahkan sesuai ketentuan
ke dalam boiler
Menurut Keputusan Menteri Peralatan untuk mengoperasikan boiler:
Ketenagakerjaan Nomor 248 Tahun
Appendages adalah alat-alat
2016, definisi boiler adalah bejana perlengkapan ketel uap/boiler yang
bertekanan dengan bentuk dan ukuran dapat bekerja sendiri dan dipasang untuk
yang didesain untuk menghasilkan uap menjamin ketel uap/boiler dapat bekerja
panas atau steam. dengan aman
Pompa adalah alat pengangkut untuk
memindahkan zat cair dari suatu tempat
Steam dengan tekanan tertentu kemudian
ke tempat lain dengan memberikan gaya
digunakan untuk mengalirkan panas ke tekan terhadap zat yang akan
suatu proses dipindahkan, seperti misalnya
pemindahan bahan bakar dari tangki
Operasi boiler adalah proses pengontrolan penampungan ke dalam boiler
produksi steam dalam boiler, seperti Kompresor adalah mesin/alat mekanik
yang berfungsi untuk meningkatkan
kapasitas produksi, suhu, pressure dsb
tekanan atau memampatkan fluida gas
atau udara
Menurut Parapak (2013), sistem boiler terdiri dari sub sistem air umpan
(feedwater), sub sistem uap dan sub sistem bahan bakar

• Sub sistem air umpan menyediakan air untuk boiler dan diatur
secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan uap. Dua sumber
air umpan berasal dari kondensat atau steam yang mengembun
kembali dari proses dan air baku yang sudah diolah yang harus
diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses
• Sub sistem uap mengumpulkan dan mengontrol produksi uap
dalam boiler. Uap dialirkan melalui sistem perpipaan ke titik-
titik pengguna. Tekanan uap diatur menggunakan katup dan
dikontrol dengan alat pengukur tekanan uap
• Sub sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang
digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk
menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan tergantung
jenis bahan bakar yang digunakan.
Proses
03 Stabilisasi/Solidifikasi
Kode unit : (E.38PLB00.033.01)

• Metode/teknik stabilisasi/solidifikasi yang digunakan dapat berupa


macroencapsulation, microencapsulation, thermoplastic capsulation,
precipitation, adsorpsi, dan absorbsi
• Kondis operasi dilakukan dengan pengendalian derajat keasaman (pH)
• Kualitas hasil stabilisasi/solidikasi adalah uji Toxicity Characteristic
Leaching Procedure (TCLP), Uji kuat tekan dan paint filter test untuk
pemenuhan persyaratan baku mutu lingkungan.
“Stabilisasi”
Proses penambahan bahan aditif / reagensia
yang bertujuan untuk mengurangi sifat
beracun limbah, dengan cara mengubah
limbah dan komponen berbahayanya ke “Solidifikasi”
bentuk yang dapat mengurangi laju migrasi Proses ditambahkannya bahan yang dapat
kontaminan ke lingkungan, atau mengurangi memadatkan limbah agar terbentuk massa
sifat beracun limbah tersebut limbah yang padat.

Bahan-bahan yang ditambahkan bersifat: Bahan yang ditambahkan merupakan bahan


• Memperbaiki karakteristik fisik limbah dan yang dapat:
mempermudah penanganannya • Menaikkan kekuatan fisik limbah
• Mengurangi luas permukaan limbah • Mengurangi kompresibilitas limbah
• Mengurangi kelarutan polutan yang • Mengurangi permeabilitas limbah
terkandung dalam limbah
• Mengurangi sifat beracun kontaminan

(Trihadiningrum, 2016)
KEP. KABAPEDAL Nomor
3 Tahun 1995

Tujuan proses stabilisasi/solidifikasi Jenis bahan aditif dan bahan lainnya yang umum
adalah mengkonversi limbah beracun digunakan adalah:
menjadi massa yang secara fisik/inert • Bahan pencampur: gipsum, pasir, lempung, abu
memiliki daya leaching rendah, serta terbang
• Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat dll.
kekuatan mekanik yang cukup agar
aman untuk dibuang ke landfill
limbah B3. (Trihadiningrum, 2016)
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi
Pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3
dengan cara penambahan senyawa pengikat (aditif)
sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat
dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan
massa monolit dengan struktur yang kekar (massive).
Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi

1 2 3 4

Limbah B3 sebelum Uji TCLP untuk Uji kuat tekan Limbah B3 yang
distabilisasi/solidifikasi mengukur kadar/ (Compressive Strength) memenuhi tahapan,
harus dianalisa konsentrasi parameter dengan "Soil harus ditimbun di
karakteristiknya guna dalam lindi (extract/ Penetrometer Test", tempat penimbunan
menentukan resep eluate). Hasil uji TCLP dengan harus mempunyai (landfill) yang
stabilisasi/solidifikasi kadarnya tidak boleh nilai tekanan minimum ditetapkan pemerintah
yang diperlukan melewati nilai ambang sebesar 10 ton/m2 dan dan memenuhi
batas baku mutu TCLP lolos uji "Paint Filter Test“ persyaratan
(metode pengujian yang disetujui EPA
9095B) untuk menentukan keberadaan
cairan bebas dalam sampel limbah)
Bioremediasi
04 •
Kode unit : (E.38PLB00.034.01)

Metode/teknik bioremediasi yang digunakan adalah landfarming, biopile,


dan windrowing
• Fasilitas pengolahan yang dipergunakan dalam melakukan pengolahan
Limbah B3 antara lain area pengolahan, kolam limpasan, saluran lindi,
sumur pantau dan pengaman disekeliling lokasi pengolahan
• Lahan yang terkontaminasi limbah B3 adalah lahan yang terpapar limbah B3
dan/atau lahan yang berdasarkan hasil uji karakteristik terhadap sampel
tanah dari lahan tersebut menunjukkan bahwa lahan tersebut mengandung
zat kontaminan yang dikategorikan limbah B3
(PermenLHK No 101 Tahun 2018)
Perencanaan
Penghentian dan
Pembersihan

Rencana Pengolahan
Rencana Tanah Terkontaminasi
Remediasi Pelaksanaan
Tahapan Pemulihan Tahapan Pemulihan
(lahan terkontaminasi
(fungsi lingkungan
Rehabilitasi
LB3): PermenLHK Pelaksanaan

P.101/2018 (Pasal 4 –
hidup): Pasal 54 – 17) sebagai Pedoman
Restorasi
UU No. 32/2009 Pelaksanaan PP
Evaluasi

101/2014 tentang
Implementasi Ilmu
dan teknologi Pengelolaan Limbah B3 Pemantauan
REMEDIASI

MEDIA
PENCEMAR PENYEBAB APLIKASI TEKNOLOGI
TERCEMAR

ALAMI atau POINT SOURCE


ORGANIK ANORGANIK AKTIVITAS atau NON- PADAT CAIR GAS INSITU EKSITU Fisik/Kimia Termal BIOLOGI
MANUSIA POINT SOURCE

• Oksidasi kimiawi, insitu • Pyrolisis, • Bioventing,


• Crude oil dan • Logam dan • Pemisahan eksitu insitu
petroleum garam elektrokinetik, insitu • Insinerasi, • Bioremediasi
refinery logam • Ekstraksi kimiawi, eksitu eksitu lanjut, insitu
produk • Sulfida, • Pembilasan tanah, insitu • Termal • Fitoremediasi,
• Solvent
• PCB, PAH
• Alkohol,
amonia
• Oksida N
KLASIFIKASI REMEDIASI • Ekstraksi penguapan
tanah, insitu
desorpsi,
eksitu
insitu
• Komposting,
• Solidifikasi/stabilisasi, in • Pengolahan eksitu
trihalometan, dan S dan eksitu termal, • Biopile, eksitu
fenol, plastic • Asam/basa • Dehalogenasi, eksitu insitu • Slurry phase,
• Deterjen • Perklorat • Pencucian tanah, eksitu eksitu
• Senyawa • Separasi, eksitu • Landfarming,
organo-metal • Oksidasi/reduksi eksitu
kimiawi, eksitu
Tahapan Pemulihan Fungsi Lingkungan Hidup
Menurut Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009

Restorasi, yaitu upaya pemulihan


Penghentian sumber pencemaran
1 dan pembersihan unsur pencemar 4 untuk menjadikan lingkungan hidup
atau bagian-bagiannya berfungsi
kembali sebagaimana semula
Remediasi, yaitu upaya pemulihan Cara lain yang sesuai dengan perkembangan
2 pencemaran lingkungan hidup untuk
memperbaiki mutu lingkungan hidup
5 ilmu pengetahuan dan teknologi

Rehabilitasi, yaitu upaya pemulihan untuk ”Bioremediasi”


3 mengembalikan nilai, fungsi, dan manfaat
lingkungan hidup termasuk upaya pencegahan
Penggunaan mikroorganisme yang telah
dipilih untuk ditumbuhkan pada polutan
kerusakan lahan, memberikan perlindungan, tertentu sebagai upaya untuk
dan memperbaiki ekosistem menurunkan kadar polutan tersebut
(Priadie, 2012)
Tahapan Pemulihan Lahan Terkontaminasi Limbah B3
Menurut PermenLHK No 101 Tahun 2018
Tahap Perencanaan
01

Tahap
02
Pelaksanaan
Tahap
Pemantauan
03

Tahap
04
Evaluasi Tahap
Pemantauan
Pasca Pemulihan
05
Landfarming
Proses pengolahan limbah minyak bumi dengan cara
menyebarkan dan mengaduk limbah sampai merata
di atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar 20 –
50 cm) sehingga proses penguraian limbah minyak
bumi secara mikrobiologis dapat terjadi

KepmenLH No 128 Tahun Biopile


Proses pengolahan limbah dengan cara
2003 menempatkan limbah pada pipa-pipa pensuplai
oksigen untuk meningkatkan aerasi dan penguraian
“proses pengolahan secara biologis dapat limbah minyak bumi secara mikrobiologis agar lebih
dilakukan secara aerob maupun anaerob” optimal

Composting
Proses pengolahan limbah dengan menambahkan
bahan organik seperti pupuk kandang, serpihan kayu,
sisa tumbuhan atau serasah daun dengan tujuan
untuk meningkatkan porositas dan aktifitas
mikroorganisme pengurai
IZIN PPLH
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Pasal 48 Ayat 2
“izin pemanfaatan Limbah B3 dan izin
pengolahan Limbah B3 termasuk dalam izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, dimana wajib dicantumkan dalam izin
lingkungan (untuk kegiatan yang direncanakan
wajib memiliki izin PPLH)”
01 Izin Pemanfaatan Limbah B3
Dasar Hukum
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
• Permenlhk No 95 tahun 2018 tentang Perizinan Pengelolaan
LB3 melalui OSS
Izin Pemanfaatan LB3 (Permenlhk 18 tahun 2020)

Kewajiban memiliki izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3


sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 ayat (1) (Limbah B3 yang apabila dibakar
menghasilkan panas dan energi) dikecualikan bagi kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 yang
dilakukan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3, melalui:
 penggunaan kembali (reuse) Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan sendiri dalam
satu kesatuan sistem proses produksi secara tertutup (closed system);
 penggunaan kembali (reuse) Limbah B3 berupa:
1. kemasan bekas Limbah B3, untuk mengemas Limbah B3 dengan karakteristik yang
sama; dan
2. minyak pelumas bekas sebagai bahan pelumasan untuk keperluan pemeliharaan
(maintenance) alat;
 penggunaan kembali (reuse) Limbah B3 yang dilakukan tidak kontinue dan dalam
jumlah terbatas
Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pemanfaat Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Menurut PP RI 101 Tahun 2014
Pemanfaat mengajukan permohonan
Pemanfaat Limbah B3 wajib memiliki: izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Menteri memberikan pernyataan
• Izin Lingkungan kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 tertulis kelengkapan administrasi
• Persetujuan pelaksanaan uji coba secara tertulis kepada Menteri, paling permohonan izin paling lama 2 hari
Pemanfaatan Limbah B3 lama 7 hari setelah keputusan kerja sejak permohonan diterima
mengenai hasil pelaksanaan uji coba
diterima

Penerbitan izin diumumkan melalui Jika permohonan izin memenuhi Ya Setelah permohonan dinyatakan
media cetak/elektronik paling lama persyaratan, Menteri menerbitkan lengkap, Menteri melakukan
1 hari kerja sejak izin diterbitkan izin B3 paling lama 7 hari kerja verifikasi paling lama 45 hari kerja

Tidak

Izin Pengelolaan Limbah B3 Permohonan perpanjangan Menteri menolak permohonan


untuk kegiatan Pemanfaatan izin diajukan secara tertulis izin jika permohonan tidak
Limbah B3 berlaku selama 5 kepada Menteri paling lama memenuhi persyaratan
tahun dan dapat diperpanjang 60 hari sebelum jangka waktu
izin berakhir
Persyaratan Permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pemanfaatan Limbah B3

Dokumen pelaksanaan hasil uji coba Dokumen mengenai


1 Salinan Izin 6 10
Pemanfaatan Limbah B3 yang nama dan jumlah bahan
Lingkungan
memuat paling sedikit mengenai baku /penolong berupa
nama, sumber, karakteristik, Limbah B3 untuk
Salinan persetujuan
2 komposisi, jumlah, dan hasil uji coba campuran Pemanfaatan
pelaksanaan uji coba
Limbah B3
Pemanfaatan Limbah B3 Dokumen mengenai tempat
7 11 Prosedur Pemanfaatan
Bukti penyerahan Limbah B3 Penyimpanan Limbah B3
3 Limbah B3
dari Penghasil Limbah B3
kepada Pemanfaat Limbah B3 Dokumen mengenai Pengemasan Bukti kepemilikan atas
8 Limbah B3 12
dana Penanggulangan
4 Identitas pemohon Pencemaran Lingkungan
Dokumen mengenai desain teknologi,
9 Hidup dan/atau
metode, proses, dan kapasitas
Kerusakan Lingkungan
5 Akta pendirian Pemanfaatan Limbah B3 sesuai
Hidup dan dana
badan hukum dengan yang tercantum dalam
penjaminan Pemulihan
persetujuan pelaksanaan uji coba
Fungsi Lingkungan Hidup
Setelah izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3
terbit, Pemanfaat Limbah B3 wajib:

● Memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin
● Melakukan Pengumpulan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Penyimpanan Limbah B3 yang dihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah B3
● Melakukan pengemasan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Pemanfaatan Limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3
● Menaati baku mutu air Limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jika Pengolahan
Limbah B3 menghasilkan air Limbah
● Menyusun dan menyampaikan laporan Pemanfaatan Limbah B3 yang memuat:
 sumber, nama, jumlah, dan karakteristik Limbah B3
 pelaksanaan Pemanfaatan Limbah B3
Laporan Pemanfaatan Limbah B3 disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan sejak izin diterbitkan
02 Izin Pengolahan Limbah B3

Dasar Hukum
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pengolah Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Menurut PP RI 101 Tahun 2014
Pengolah mengajukan permohonan
Pengolah Limbah B3 wajib memiliki: izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Menteri memberikan pernyataan
• Izin Lingkungan kegiatan Pengolahan Limbah B3 tertulis kelengkapan administrasi
• Persetujuan pelaksanaan uji coba secara tertulis kepada Menteri, paling permohonan izin paling lama 2 hari
Pengolahan Limbah B3 lama 7 hari setelah keputusan kerja sejak permohonan diterima
mengenai hasil pelaksanaan uji coba
diterima

Penerbitan izin diumumkan melalui Jika permohonan izin memenuhi Ya Setelah permohonan dinyatakan
media cetak/elektronik paling lama persyaratan, Menteri menerbitkan lengkap, Menteri melakukan
1 hari kerja sejak izin diterbitkan izin B3 paling lama 7 hari kerja verifikasi paling lama 45 hari kerja

Tidak

Izin Pengelolaan Limbah B3 Permohonan perpanjangan Menteri menolak permohonan


untuk kegiatan Pengolahan izin diajukan secara tertulis izin jika permohonan tidak
Limbah B3 berlaku selama 5 kepada Menteri paling lama memenuhi persyaratan
tahun dan dapat diperpanjang 60 hari sebelum jangka waktu
izin berakhir
Persyaratan Permohonan izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan
Pengolahan Limbah B3

Dokumen pelaksanaan hasil uji coba Dokumen mengenai


1 Salinan Izin 6 11
Pengolahan Limbah B3 nama dan jumlah bahan
Lingkungan
baku /penolong berupa
Dokumen mengenai nama, Limbah B3 untuk
Salinan persetujuan 7
2 sumber, karakteristik, dan jumlah campuran Pengolahan
pelaksanaan uji coba Limbah B3 yang akan diolah; Limbah B3
Pengolahan Limbah B3
Bukti penyerahan Limbah B3
8 Dokumen mengenai tempat 12 Prosedur Pengolahan
3 Penyimpanan Limbah B3 Limbah B3
dari Penghasil Limbah B3
kepada Pengolah Limbah B3 Dokumen mengenai Pengemasan Bukti kepemilikan atas
9 13
Limbah B3 dana Penanggulangan
4 Identitas pemohon Pencemaran Lingkungan
Dokumen mengenai desain teknologi, Hidup dan/atau
10
metode, proses, dan kapasitas Kerusakan Lingkungan
5 Akta pendirian
Pengolahan Limbah B3 sesuai dengan Hidup dan dana
badan hukum
yang tercantum dalam persetujuan penjaminan Pemulihan
pelaksanaan uji coba Fungsi Lingkungan Hidup
Setelah izin Pengelolaan Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3
terbit, Pengolah Limbah B3 wajib:
● Memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin
● Melakukan Pengumpulan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Penyimpanan Limbah B3 yang dihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah B3
● Melakukan pengemasan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Pengolahan Limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Pengolahan Limbah B3
● Memenuhi standar pelaksanaan Pengolahan Limbah B3
● Menaati baku mutu air Limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jika Pengolahan
Limbah B3 menghasilkan air Limbah
● Melakukan penyimpanan residu/sisa pembakaran jika Pengolahan Limbah B3 dilakukan dengan cara termal
● Menyusun dan menyampaikan laporan Pemanfaatan Limbah B3 yang memuat:
 sumber, nama, jumlah, dan karakteristik Limbah B3
 pelaksanaan Pengolahan Limbah B3
Laporan Pengolahan Limbah B3 disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan sejak izin diterbitkan
Daftar Pustaka
Fawzi, A.Z., Mahardika, R.K. 2017. Perancangan Proses Distilasi Atmosferik dan Penghilangan Gas Oil Dalam
Pengolahan Minyak Pelumas Bekas. Skripsi Teknik Kimia ITS.
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03 Tahun 1995 tentang Persyaratan
Teknis Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Keputusan Menteri Ketenagakerjaan Nomor 248 Tahun 2016 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja
Nasional Indonesia Kategori Industri Pengolahan Golongan Pokok Industri Barang Logam, Bukan Mesin
dan Peralatannya Bidang Operasi Boiler
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 Tahun 2003 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis
Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah Terkontaminasi Oleh Minyak Bumi Secara Biologis
Parapak, Bandi. 2013. Desain Fire Tube Boiler Untuk Utilitas Pabrik Elemen Bakar Nuklir Tipe PWR 1000 MWe.
Jurnal Prima Vol 10 Nomor 2 November 2013
Priadie, Bambang. 2012. Teknik Bioremediasi Sebagai Alternatif dalam Upaya Pengendalian Pencemaran Air.
Jurnal Ilmu Lingkungan Volume 10, Issue 1: 38-48 (2012)
Purwati, Sri., Soetopo, R.S., Setiadji, Setiawan, Y. 2006. Potensi dan Alternatif Pemanfaatan Limbah Padat
Industri Pulp Dan Kertas. Jurnal BS, Vol. 41, No. 2 , Desember 2006 : 68 - 79
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 56 Tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan
Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan
Daftar Pustaka

Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 101 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2020 Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
SKKNI Nomor 191 Tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pengelolaan Air,
Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah, dan Aktivitas Remediasi Golongan Pokok Pengelolaan dan
Daur Ulang Sampah Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
SNI 15-2094-2000 tentang Batu Merah Pejal untuk Pasangan Dinding
SNI 15-7064-2004 tentang Semen Portland Komposit
SNI 7642:2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Oli Bekas Untuk Campuran Amonium Nitrat Dengan Fuel Oil Pada Tambang
Terbuka
SNI 7847:2012 tentang Lumpur (sludge) Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL) industri pulp dan kertas sebagai pembenah tanah
organik
SNI 2049-2015 tentang Semen Portland
SNI 4433:2016 tentang Spesifikasi Beton Segar Siap Pakai
SNI 8378:2017 tentang Spesifikasi Lapis Fondasi Dan Lapis Fondasi Bawah Menggunakan Slag
Trihadiningrum, Yulinah. 2016. Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Yogyakarta: Teknosain.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
TERIMA KASIH ….SALAM LESTARI

Anda mungkin juga menyukai