Pengolahan Limbah B3
(Berdasar SKKNI 191 tahun 2019)
Surabaya, 2 Oktober 2020
Oleh :
TITIEN SETIYO RINI
DEFINISI
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) adalah zat, energi, dan/atau komponen lain yang
karena sifat, konsentrasi, dan/atau jumlahnya, baik secara langsung maupun tidak
langsung, dapat mencemarkan dan/atau merusak lingkungan hidup, dan/atau
membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, serta kelangsungan hidup manusia dan
makhluk hidup lain.
Pemanfaatan Limbah B3 wajib dilaksanakan oleh Setiap Orang yang menghasilkan Limbah B3.
Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, Pemanfaatan Limbah B3 diserahkan kepada
Pemanfaat Limbah B3.
1. Lokasi kegiatan Pemanfaatan Limbah B3 (nama tempat/letak, luas dan titik koordinat)
2. Jenis Limbah B3 yang dimanfaatkan dan jenis kegiatan pemanfaatan Limbah B3
3. Uraian tentang sumber, dan kode Limbah B3 yang akan dimanfaatkan
4. Tata letak (layout) dan desain kontruksi pemanfaatan Limbah B3
5. Tempat Penyimpanan Limbah B3 untuk menyimpan Limbah B3 yang dihasilkan sendiri dan/atau
mengumpulkan Limbah B3
6. Diagram alir lengkap dan narasi proses Pemanfaatan Limbah B3
7. Fasilitas pengendalian pencemaran yang dimiliki
8. Sistem tanggap darurat
9. Tata letak (layout) saluran drainase untuk penyimpanan Limbah B3 fasa cair
10. Uraian Pengelolaan Limbah B3 yang dihasilkan dari kegiatan Pemanfaatan Limbah B3
Pemanfaatan Limbah B3 sebagai substitusi
bahan baku : Persyaratan :
sifat dan/atau fungsi yang sama dengan
bahan baku yang disubstitusi (digantikan);
komposisi lebih kecil dari 100% (seratus
persen) dari keseluruhan bahan baku yang
digunakan untuk menghasilkan produk;
produk hasil Pemanfaatan Limbah B3
telah memiliki Standar Nasional
Indonesia; dan
memenuhi standar lingkungan hidup
sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan.
Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Substitusi Bahan Baku
Limbah B3 dalam bentuk fasa padat atau fasa cair harus memenuhi ketentuan
○ Jenis Limbah B3 yang dimohon untuk dimanfaatkan adalah Limbah B3 dari bottom ash dari proses pembakaran batubara pada
sumber spesifik khusus berupa: fasilitas PLTU, boiler dan/atau tungku industri, kode
limbah B410;
tailing dari proses pengolahan biji mineral logam
■ slag nikel dari proses peleburan bijih nikel,
pada industri pertambangan, kode limbah B414;
kode limbah B403;
1 2 3 4
Sebagai Bahan Baku Sebagai Bahan Baku Sludge (IPAL) Industri Sludge (IPAL) Industri
dengan Teknologi dengan Teknologi Kertas sebagai Substitusi Kertas sebagai
Peleburan
Destilasi Bahan Baku Pembuatan Stubsitusi Bahan
Kertas Low Grade Baku Pembenah
Tanah
5 6 7 8 9
Substitusi Substitusi Bahan Bakar Substitusi Bahan Substitusi Bahan Substitusi Bahan
Bahan Bakar Produk ANFO Baku Beton Siap Baku Pembuatan Baku Pembuatan
(Amonium Nitrat Fuel Pakai Bata Merah Semen
Oil)
Limbah B3 sebagai
01 Bahan Baku dengan
Teknologi Peleburan
Kode unit : (E.38PLB00.019.1)
1. Slag harus berasal dari limbah hasil peleburan biji besi atau baja
2. Pemanfaatan slag untuk menjadi agregat lapis fondasi dan fondasi bawah harus
dari hasil produksi industri yang sudah ada izin pengolahan slag dari Kementerian
yang berwenang di bidang lingkungan hidup
3. Pengambilan contoh slag untuk pengujian sesuai dengan SNI 6889:2014. (Bahan
harus ditumpuk maksimum 5 meter, dipisah setiap ukuran, terhindar dari air dan
disimpan dengan baik sehingga dapat mencegah segregrasi. Untuk mencegah
tercampurnya slag-slag tersebut maka gunakan dinding pemisah.)
4. Fraksi slag kasar dan slag halus harus merupakan bahan yang bersih, keras,
nonplastis dan bebas dari bahan yang menurunkan kualitas campuran.
5. Tidak boleh ada penambahan bahan lain ke agregat slag yang mempunyai
perbedaan berat jenis lebih dari 0,2
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa pelarut bekas, oli bekas, dan slope oil
• Fasilitas destilasi yang dipergunakan dalam melakukan pemanfaatan Limbah B3 antara lain
tungku pemanas, boiler dan condensor (menara pendingin)
• Hasil destilasi dapat berupa antara lain pelarut, pelumas dan minyak dasar (base oil)
• Destilasi adalah metode pemisahan Limbah B3 yang berdasarkan perbedaan titik didih
• Fasilitas destilasi yang dimaksud adalah peralatan yang dipergunakan dalam melakukan
pemanfaatan Limbah B3 dengan menggunakan teknologi destilasi antara lain dapat berupa
tungku pemanas, boiler dan condensor (menara pendingin).
• Hasil destilasi antara lain dapat berupa pelarut, pelumas dan minyak dasar (base oil)
Tahapan Pemanfaatan Limbah B3 Sebagai Bahan Baku Dengan
Teknologi Destilasi Menurut SKKNI 191 Tahun 2019
1 2 3 4
1 2
a. Minyak pelumas bekas dari tangki a. Aliran pelumas yang sudah bebas dari sebagian
penyimpanan dipompa lalu besar air dan hidrokarbon ringan dipanaskan dan
dipanaskan menuju pre-flash drum. dialirkan ke dalam kolom gas oil removal.
b. Pada pre-flash drum akan dipisahkan b. Pada kolom ini, terjadi pemisahan gas oil dari
kandungan air dan hidrokarbon minyak pelumas bekas pada kondisi vakum dengan
ringan dari minyak pelumas bekas. tekanan sekitar 0,1 bar.
c. Kolom ini beroperasi pada tekanan c. Gas oil yang terpisah akan dikompresi hingga
atmosferik. tekanan atmosfer dan dikondensasi menjadi fase
d. Kandungan air dan hidrokarbon cair sehingga dapat dimanfaatkan kembali sebagai
ringan yang sudah dipisahkan bahan bakar. Gas oil tersebut akan dimasukkan ke
selanjutnya dialirkan menuju tangki dalam tangki penyimpanan gas menggunakan
penyimpanan. pompa.
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:
5
4
Aliran proses menuju reaktor hidrogenasi dearomatisasi, pada
reaktor ini rantai ganda dan aromatik akan dijenuhkan oleh
a. Distilat lalu dipompa masuk ke hidrogen, dibantu dengan katalis Ni-Mo dengan support ɣ-alumina.
dalam reaktor hidrodesulfurisasi Minyak pelumas yang sudah jenuh dimasukkan ke dalam flash drum
dimana terjadi proses untuk memisahkan komponen H2 dan H2S yang masih ada.
penghilangan komponen sulfur
yang terkandung di dalam aliran
pelumas bekas
b. Sulfur yang terikat akan terpisah
sebagai gas H2S. Minyak yang
sudah bebas dari komponen
sulfur selanjutnya akan
dimasukkan ke dalam reaktor
Flash Drum
Tahap untuk membersihkan kandungan minyak pelumas bekas dari
pengotor:
6 7
a. Aliran kemudian dimasukkan ke dalam a. Base oil dialirkan ke dalam kolom fraksinasi akhir.
Desulfurizer untuk memisahkan gas H2S Produk atas didinginkan lalu dimasukkan ke dalam
dari aliran dengan cara mengontakkannya separator untuk memisahkan gas hidrogen yang
dengan ZnO. masih terlarut dalam light base oil.
b. ZnS (hasil reaksi dari ZnO dan H2S) dapat b. Light base oil dipompa ke tangki penyimpanan
diregenerasi dengan mengontakkan dengan didinginkan terlebih dahulu.
dengan udara. c. Produk bawah dari kolom fraksinasi akhir berupa
c. H2S disimpan di dalam tangki heavy base oil, yaitu fraksi dengan viskositas tinggi.
penyimpanan gas, dan produk bawah d. Setelah keluar dari fraksinator, panas dari base oil
berupa gas H2 akan dimasukkan kembali ke dimanfaatkan kembali untuk memanaskan aliran
minyak yang menuju fraksinator dengan
sistem sebagai recycle gas H2.
menggunakan heat exchanger
d. Produk bawah dari flash kolom berupa e. Base oil dialirkan ke dalam tangki penyimpanan
lube oil bebas komponen H2, H2S, Sulfur, setelah didinginkan hingga suhu produk minyak
dan sudah jenuh. pelumas dasar yakni sekitar suhu 40oC.
03 Limbah B3 sebagai Sludge
Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL) Industri Kertas sebagai
Substitusi Bahan Baku
Pembuatan Kertas Low Grade
Kode unit : (E.38PLB00.021.1)
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa sludge IPAL dari industri kertas sebagai
bahan baku antara lain pembuatan kertas low grade dan tatakan telur (egg tray)
• Memenuhi standar SNI dan atau/berdasarkan hasil uji coba
Prosedur Pemanfaatan Limbah B3
Sludge IPAL Industri Kertas
Menurut SKKNI 191 Tahun 2019
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa sludge IPAL industri pulp dan kertas
sebagai bahan baku pembenah tanah
• Proses pencampuran antara lain pencampuran antara Limbah B3 sludge IPAL industri
pulp dan kertas dengan bahan baku pembenah tanah lainnya antara lain Limbah kulit
kayu dan Limbah abu boiler non batubara
• Pengadukan dilakukan secara berkala menggunakan mesin pembalik turner machine
atau teknologi lainnya
• Melakukan pemantauan air tanah dengan minimal 2 sumur pantau di hulu dan hilir
lokasi pemanfaatan LB3
• Memenuhi Baku mutu Toxicity Characteristic Leaching Procedure (TCLP) B
Pembenah tanah organik merupakan bahan-bahan
alami organik berbentuk padat atau cair yang mampu
memperbaiki sifat fisik, kimia dan biologi tanah
4 Rasio C/N : 10 –
25
5 AOX * : 500
mg/kg
*) AOX (Adsorbable Organic Halide) atau organohalida yang dapat diadsorbsi adalah
jumlah total bahan-bahan organik yang terhalogenasi atau terklorinasi yang
terkandung dalam contoh
Pada wadah penyimpanan dan sarana pengangkutan hasil olahan limbah
sebagai pembenah tanah organik
1 2 3 4 5 6 7
• Limbah B3 harus memenuhi kriteria kadar total S 1O2, AL2O3 dan Fe2O3 ≥ 50% dan nilai Loss of
Ignition (LoI) paling tinggi 10%
• Loss On Ignition (LOI) atau kandungan hilang pijar adalah salah satu parameter analisis pengujian
semen untuk mengetahui persentase kandungan zat yang hilang dari sampel dalam waktu dan suhu
tertentu.
• Bahan baku utama yang digunakan antara lain pasir, batu pecah, semen dan bahan lain yang
dipergunakan sesuai ketentuan
• Produk pemanfaatan dapat berupa antara lain produk paving block, batako, canstin, gorong-
gorong, struktur beton dan precast
Beton segar siap pakai harus dicampur dan dikirim ke lokasi yang ditunjuk oleh
pembeli dengan menggunakan salah satu kombinasi pelaksanaan berikut:
• Bata merah adalah bahan bangunan yang berbentuk prisma segiempat panjang,
pejal atau berlubang dengan volume lubang maksimum 15%, dan digunakan
untuk konstruksi dinding bangunan
• Batu merah harus berbentuk prisma segi empat panjang, mempunyai rusuk-
rusuk yang siku, bidang-bidang datar yang rata dan tidak menunjukkan retak-
retak.
• Garam mudah larut dapat menyebabkan terjadinya kerusakan struktural
“efflorescence” pada permukaan bata adalah magnesium sulfat (MgSO4),
natrium sulfat (Na2SO4), kalium sulfat (K2SO4), dengan total kadar garam
maksimum 1,0%.
09 Limbah B3 sebagai Substitusi
Bahan Baku Pembuatan Semen
Kode unit : (E.38PLB00.027.1)
• Semen yang dimaksud adalah produk semen berupa portland cement dan
composite
• Limbah B3 harus memenuhi kriteria kadar total S1O2, AL2O3 dan Fe2O3 ≥ 50%
dan nilai Loss of Ignition (LoI) paling tinggi 10% untuk fly ash dan bottom ash
• Limbah B3 yang dimanfaatkan berupa cement kiln dust (EP Dust), steel
slug/blast furnace slag, Spent Bleaching Earth, fly ash, Gipsum dan Limbah
B3 lain sesuai izin
Menurut SNI 2049-2015, definisi semen portland yaitu semen hidrolis yang dihasilkan dengan cara
menggiling terak semen portland terutama yang terdiri atas kalsium silikat yang bersifat hidrolis dan
digiling bersama-sama dengan bahan tambahan berupa satu atau lebih bentuk kristal senyawa kalsium
sulfat dan boleh ditambah dengan bahan tambahan lain.
Jenis I
Semen portland untuk Jenis IV
penggunaan umum yang Semen portland yang
tidak memerlukan Jenis dan dalam penggunaannya
persyaratan-persyaratan penggunaan memerlukan kalor
khusus seperti yang hidrasi rendah
disyaratkan pada jenis-jenis
semen portland
lain dibagi menjadi 5
Jenis V
jenis Semen portland yang
Jenis II dalam penggunaanya
Semen portland yang memerlukan ketahanan
dalam penggunaannya tinggi terhadap sulfat
memerlukan ketahanan
terhadap sulfat atau kalor Jenis III
hidrasi sedang Semen portland yang dalam penggunaannya
memerlukan kekuatan tinggi pada tahap
permulaan setelah pengikatan terjadi
SNI 15-7064-2004 tentang
Semen Portland Komposit
Dalam hal setiap orang tidak mampu melakukan sendiri, Pengolahan Limbah B3 diserahkan kepada
Pengolah Limbah B3.
Menentukan pilihan proses pengolahan limbah B3 yang dapat memenuhi kualitas dan baku
mutu pembuangan dan/atau lingkungan yang ditetapkan
Pengolahan Limbah B3
Menurut SKKNI No 191 Tahun 2019
Proses Stabilisasi/
3 Solidifikasi
4 Bioremediasi
Insinerator
01 •
Kode unit : (E.38PLB00.031.01)
Insinerasi merupakan proses pengolahan limbah padat dengan cara pembakaran pada
temperatur lebih dari 800oC untuk mereduksi sampah mudah terbakar (combustible) yang
sudah tidak dapat didaur ulang lagi, membunuh bakteri, virus, dan kimia toksik.
• Insinerator yang dimaksud adalah alat pembakar Limbah B3 yang antara lain dan tidak terbatas
pada rotary kiln, fluidized bed, multiple chamber dan aqueous waste injection unit yang bisa
membakar Limbah B3 padat, cair, gas, lumpur cair dan lumpur padat
• Hasil pengolahan dapat berupa antara lain residu dan emisi
• Kondisi operasi dikendalikan suhu pembakaran dan waktu tinggal
• Pengolahan dengan insinerator dilarang digunakan untuk limbah B3 radioaktif, limbah B3
dengan karakteristik mudah meledak, limbah B3 merkuri.
Pengolahan Limbah B3 dengan insinerator diatur dalam
Permenlhk No 56 Tahun 2015 . Ketentuan persyaratan peralatan
yang dilakukan oleh pengolah Limbah B3:
3 yang berpotensi menghasilkan PCDFs dan/atau 7 bangunan tertinggi (jika terdapat bangunan
yang memiliki ketinggian lebih dari 14 m
PCDDs, maka efisiensi penghancuran harus
memenuhi nilai paling sedikit 99,9999% dalam radius 50 m)
Rotary Kiln
Incinerator
02 Proses Thermal
untuk Boiler
Kode unit : (E.38PLB00.032.01)
1 2 3 4 5 6 7
• Sub sistem air umpan menyediakan air untuk boiler dan diatur
secara otomatis untuk memenuhi kebutuhan uap. Dua sumber
air umpan berasal dari kondensat atau steam yang mengembun
kembali dari proses dan air baku yang sudah diolah yang harus
diumpankan dari luar ruang boiler dan plant proses
• Sub sistem uap mengumpulkan dan mengontrol produksi uap
dalam boiler. Uap dialirkan melalui sistem perpipaan ke titik-
titik pengguna. Tekanan uap diatur menggunakan katup dan
dikontrol dengan alat pengukur tekanan uap
• Sub sistem bahan bakar adalah semua peralatan yang
digunakan untuk menyediakan bahan bakar untuk
menghasilkan panas yang dibutuhkan. Peralatan tergantung
jenis bahan bakar yang digunakan.
Proses
03 Stabilisasi/Solidifikasi
Kode unit : (E.38PLB00.033.01)
(Trihadiningrum, 2016)
KEP. KABAPEDAL Nomor
3 Tahun 1995
Tujuan proses stabilisasi/solidifikasi Jenis bahan aditif dan bahan lainnya yang umum
adalah mengkonversi limbah beracun digunakan adalah:
menjadi massa yang secara fisik/inert • Bahan pencampur: gipsum, pasir, lempung, abu
memiliki daya leaching rendah, serta terbang
• Bahan perekat/pengikat: semen, kapur, tanah liat dll.
kekuatan mekanik yang cukup agar
aman untuk dibuang ke landfill
limbah B3. (Trihadiningrum, 2016)
Prinsip kerja stabilisasi/solidifikasi
Pengubahan watak fisik dan kimiawi limbah B3
dengan cara penambahan senyawa pengikat (aditif)
sehingga pergerakan senyawa-senyawa B3 dapat
dihambat atau terbatasi dan membentuk ikatan
massa monolit dengan struktur yang kekar (massive).
Tata cara kerja stabilisasi/solidifikasi
1 2 3 4
Limbah B3 sebelum Uji TCLP untuk Uji kuat tekan Limbah B3 yang
distabilisasi/solidifikasi mengukur kadar/ (Compressive Strength) memenuhi tahapan,
harus dianalisa konsentrasi parameter dengan "Soil harus ditimbun di
karakteristiknya guna dalam lindi (extract/ Penetrometer Test", tempat penimbunan
menentukan resep eluate). Hasil uji TCLP dengan harus mempunyai (landfill) yang
stabilisasi/solidifikasi kadarnya tidak boleh nilai tekanan minimum ditetapkan pemerintah
yang diperlukan melewati nilai ambang sebesar 10 ton/m2 dan dan memenuhi
batas baku mutu TCLP lolos uji "Paint Filter Test“ persyaratan
(metode pengujian yang disetujui EPA
9095B) untuk menentukan keberadaan
cairan bebas dalam sampel limbah)
Bioremediasi
04 •
Kode unit : (E.38PLB00.034.01)
Rencana Pengolahan
Rencana Tanah Terkontaminasi
Remediasi Pelaksanaan
Tahapan Pemulihan Tahapan Pemulihan
(lahan terkontaminasi
(fungsi lingkungan
Rehabilitasi
LB3): PermenLHK Pelaksanaan
P.101/2018 (Pasal 4 –
hidup): Pasal 54 – 17) sebagai Pedoman
Restorasi
UU No. 32/2009 Pelaksanaan PP
Evaluasi
101/2014 tentang
Implementasi Ilmu
dan teknologi Pengelolaan Limbah B3 Pemantauan
REMEDIASI
MEDIA
PENCEMAR PENYEBAB APLIKASI TEKNOLOGI
TERCEMAR
Tahap
02
Pelaksanaan
Tahap
Pemantauan
03
Tahap
04
Evaluasi Tahap
Pemantauan
Pasca Pemulihan
05
Landfarming
Proses pengolahan limbah minyak bumi dengan cara
menyebarkan dan mengaduk limbah sampai merata
di atas lahan dengan ketebalan tertentu (sekitar 20 –
50 cm) sehingga proses penguraian limbah minyak
bumi secara mikrobiologis dapat terjadi
Composting
Proses pengolahan limbah dengan menambahkan
bahan organik seperti pupuk kandang, serpihan kayu,
sisa tumbuhan atau serasah daun dengan tujuan
untuk meningkatkan porositas dan aktifitas
mikroorganisme pengurai
IZIN PPLH
Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012
Pasal 48 Ayat 2
“izin pemanfaatan Limbah B3 dan izin
pengolahan Limbah B3 termasuk dalam izin
perlindungan dan pengelolaan lingkungan
hidup, dimana wajib dicantumkan dalam izin
lingkungan (untuk kegiatan yang direncanakan
wajib memiliki izin PPLH)”
01 Izin Pemanfaatan Limbah B3
Dasar Hukum
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
• Permenlhk No 95 tahun 2018 tentang Perizinan Pengelolaan
LB3 melalui OSS
Izin Pemanfaatan LB3 (Permenlhk 18 tahun 2020)
Penerbitan izin diumumkan melalui Jika permohonan izin memenuhi Ya Setelah permohonan dinyatakan
media cetak/elektronik paling lama persyaratan, Menteri menerbitkan lengkap, Menteri melakukan
1 hari kerja sejak izin diterbitkan izin B3 paling lama 7 hari kerja verifikasi paling lama 45 hari kerja
Tidak
● Memenuhi persyaratan lingkungan hidup dan melaksanakan kewajiban sebagaimana tercantum dalam izin
● Melakukan Pengumpulan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Penyimpanan Limbah B3 yang dihasilkan di tempat Penyimpanan Limbah B3
● Melakukan pengemasan Limbah B3 yang dihasilkannya
● Melakukan Pemanfaatan Limbah B3 yang dihasilkannya sesuai dengan ketentuan dalam izin Pengelolaan
Limbah B3 untuk kegiatan Pemanfaatan Limbah B3
● Menaati baku mutu air Limbah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, jika Pengolahan
Limbah B3 menghasilkan air Limbah
● Menyusun dan menyampaikan laporan Pemanfaatan Limbah B3 yang memuat:
sumber, nama, jumlah, dan karakteristik Limbah B3
pelaksanaan Pemanfaatan Limbah B3
Laporan Pemanfaatan Limbah B3 disampaikan kepada Menteri paling sedikit 1 kali dalam 3 bulan sejak izin diterbitkan
02 Izin Pengolahan Limbah B3
Dasar Hukum
• Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan
dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
• Peraturan Pemerintah Nomor 27 Tahun 2012 tentang Izin
Lingkungan
• Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Pengolahan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun oleh Pengolah Limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun Menurut PP RI 101 Tahun 2014
Pengolah mengajukan permohonan
Pengolah Limbah B3 wajib memiliki: izin Pengelolaan Limbah B3 untuk Menteri memberikan pernyataan
• Izin Lingkungan kegiatan Pengolahan Limbah B3 tertulis kelengkapan administrasi
• Persetujuan pelaksanaan uji coba secara tertulis kepada Menteri, paling permohonan izin paling lama 2 hari
Pengolahan Limbah B3 lama 7 hari setelah keputusan kerja sejak permohonan diterima
mengenai hasil pelaksanaan uji coba
diterima
Penerbitan izin diumumkan melalui Jika permohonan izin memenuhi Ya Setelah permohonan dinyatakan
media cetak/elektronik paling lama persyaratan, Menteri menerbitkan lengkap, Menteri melakukan
1 hari kerja sejak izin diterbitkan izin B3 paling lama 7 hari kerja verifikasi paling lama 45 hari kerja
Tidak
Keputusan Kepala Badan Pengendalian Dampak Lingkungan Nomor 03 Tahun 1995 tentang Persyaratan Teknis Pengolahan
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Nomor 101 Tahun 2018 tentang Pedoman Pemulihan Lahan Terkontaminasi
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Nomor 18 Tahun 2020 Pemanfaatan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
SKKNI Nomor 191 Tahun 2019 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia Kategori Pengelolaan Air,
Pengelolaan Air Limbah, Pengelolaan dan Daur Ulang Sampah, dan Aktivitas Remediasi Golongan Pokok Pengelolaan dan
Daur Ulang Sampah Bidang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
SNI 15-2094-2000 tentang Batu Merah Pejal untuk Pasangan Dinding
SNI 15-7064-2004 tentang Semen Portland Komposit
SNI 7642:2010 tentang Tata Cara Pemanfaatan Oli Bekas Untuk Campuran Amonium Nitrat Dengan Fuel Oil Pada Tambang
Terbuka
SNI 7847:2012 tentang Lumpur (sludge) Instalasi Pengolahan Air Limbah ( IPAL) industri pulp dan kertas sebagai pembenah tanah
organik
SNI 2049-2015 tentang Semen Portland
SNI 4433:2016 tentang Spesifikasi Beton Segar Siap Pakai
SNI 8378:2017 tentang Spesifikasi Lapis Fondasi Dan Lapis Fondasi Bawah Menggunakan Slag
Trihadiningrum, Yulinah. 2016. Pengelolaan Limbah Berbahaya dan Beracun. Yogyakarta: Teknosain.
Undang – Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup
TERIMA KASIH ….SALAM LESTARI