Anda di halaman 1dari 30

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Limbah Cair

1. Pengertian limbah cair

Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat

dimanfaatkan lagi serta dapat menimbulkan dampak yang buruk

terhadap manusia dan lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak

diharapkan di lingkungan karena tidak mempunyai nilai ekonomi.

Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat diutamakan agar tidak

mencemari lingkungan (Mardana, 2007).

Limbah merupakan sampah cair dari lingkungan

masyarakat dan terutama terdiri dari air yang telah digunakan

dengan hampir 0,1% berupa benda-benda padat yang terdiri dari zat

organik dan anorganik. Berdasarkan Peraturan Pemerintah No. 82

Tahun 2001 Pasal 8 tentang Pengolahan Lingkungan Hidup,

klasifikasi dan kriteria mutu air ditetapkan menjadi empat (4)

golongan yaitu:

1. Golongan I, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air murni

secara langsung tanpa diolah telebih dahulu.

2. Golongan II, yaitu air yang dapat digunakan sebagai air baku untuk

diolah sebagai air minum dan keperluan rumah tangga dan

lainnya.

6
7

3. Golongan III, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan

perikanan dan peternakan.

4. Golongan IV, yaitu air yang dapat digunakan untuk keperluan

pertanian, untuk usaha perkotaan, industri dan listrik tenaga air.

Air limbah atau yang lebih dikenal dengan air buangan ini

adalah merupakan :

a. Limbah cair atau air buangan (waste water) adalah cairan

buangan yang berasal dari rumah tangga, perdagangan,

perkantoran, industri maupun tempat-tempat umum lainnya

yang biasanya mengandung bahan-bahan atau zat-zat yang

dapat membahayakan kesehatan atau kehidupan manusia yang

mengganggu kelestarian lingkungan hidup.

b. Limbah cair domestik adalah hasil buangan dari perumahan,

bangunan, perdagangan, perkantoran, dan sarana sejenisnya.

volome limbah cair industri laundry dari 200 sampai 400 liter per

orang per hari, tergantung pada tipe industri laundri. Aliran

terbesar berasal dari industri laundry yang produksi

pencuciannya dalam skala besar.

c. Limbah cair industri adalah buangan hasil proses/sisa dari

suatu kegiatan atau usaha industri yang berwujud cair dimana

kehadirannya pada suatu saat dan tempat tidak dikendaki

lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomis

sehingga cenderung untuk di buang (Suriawiria, U. 2008).


8

2. Karakteristik limbah cair

Limbah cair, baik domestik maupun non domestik mempunyai

beberapa karakteristik sesuai dengan sumbernya, di mana karakteristik

limbah cair dapat digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan

biologi sebagai berikut (Eddy, 2008).

1. Karakteristik fisik

a. Karakteristik fisik air limbah yang perlu diketahui adalah Total

Suspended Solid, bau, temperatur, densitas, warna,

konduktivitas, dan turbidity.

b. Chemical Oxygen Demand merupakan jumlah total oksigen

yang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan organik secara

kimiawi, baik yang dapat di degradasi secara biologis maupun

yang sukar di degradasi secara biologis menjadi CO2 dan H2O.

Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan bahwa hampir

semua bahan organik dapat dioksidlasi menjadi karbon

dioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium

dikromat/K2Cr2O7) dalam suasana asam. Dengan

penggunaan dikromat sebagai oksidator, diperkirakan sekitar

95%-100% bahan organik dapat dioksidasi. Keuntungan utama

uji COD adalah sedikitnya waktu yang dibutuhkan untuk

mengevaluasi, 96% hasil uji COD yang dilakukan selama 10

menit akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari

(Sukawati, 2008).
9

c. Total Suspended Solid adalah semua materi yang tersisa

setelah proses evaporasi pada suhu 103oC-105oC. Karakteristik

yang bersumber dari saluran air domestik, industri, erosi tanah,

dan infiltrasi ini dapat menyebabkan bangunan pengolahan

penuh dengan sludge dan kondisi anaerob dapat tercipta

sehingga mengganggu proses pengolahan.

d. Bau Karakteristik ini bersumber dari gas-gas yang dihasilkan

selama dekomposisi bahan organik dari air limbah atau karena

penambahan suatu substrat ke air limbah.

e. Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di

dalam air. Air yang baik mempunyai temperatur normal 8oC

dari suhu kamar 27oC. Semakin tinggi temperatur air (>27oC)

maka kandungan oksigen dalam air berkurang atau sebaliknya.

f. Density adalah perbandingan antara massa dengan volume

yang dinyatakan sebagai slug/ft3 (kg/m3 ).

g. Warna Air limbah yang berwarna banyak menyerap oksigen

dalam air, sehingga dalam waktu lama akan membuat air

berwarna hitam dan berbau.

h. Kekeruhan Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara

intensitas cahaya yang dipendarkan oleh sampel air limbah

dengan cahaya yang dipendarkan oleh suspensi standar pada

konsentrasi yang sama (Eddy, 2008)


10

2. Karakteristik kimia

Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu

diidentifikasi yaitu bahan organik, anorganik, dan gas.

a. Bahan organik Pada air limbah bahan organik bersumber dari

hewan, tumbuhan, dan aktivitas manusia. Bahan organik itu

sendiri terdiri dari C, H, O, N, yang menjadi karakteristik

kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan minyak,

surfaktan, pestisida dan fenol, dimana sumbernya adalah

limbah domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang

bersumber dari pertanian.

b. Bahan anorganik Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan

dan dipengaruhi oleh asal air limbah. Pada umumnya berupa

senyawa-senyawa yang mengandung logam berat (Fe, Cu, Pb,

dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa fosfat senyawa-

senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga

senyawa-senyawa belerang (sulfat dan hidrogen sulfida).

c. Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak

diolah adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4),

hidrogen sulfida (H2S), amoniak (NH3), dan karbondioksida

3. Karakteristik biologi

Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk

mengontrol timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme

pathogen. Karakteristik biologi tersebut seperti bakteri dan


11

mikroorganisme lainnya yang terdapat dalam dekomposisi dan

stabilisasi senyawa organik (Widyaningsih, 2011).

3. Sumber limbah cair

Sumber air limbah dikelompokkan menjadi tiga kategori, yaitu:

1) Air limbah domestik atau rumah tangga Menurut Keputusan

Menteri Negara Lingkungan Hidup nomor 112 tahun 2003,

limbah cair domestik adalah limbah cair yang berasal dari

usaha dan atau 8 kegiatan pemukiman, rumah makan,

perkantoran, perniagaan, apartemen, dan asrama. Air limbah

domestik mengandung berbagai bahan, yaitu kotoran, urine, dan

air bekas cucian yang mengandung detergen, bakteri, dan virus

(Widyaningsih, 2011).

2) Air limbah industri Limbah non domestik adalah limbah yang

berasal dari pabrik, industri, pertanian, perternakan, perikanan,

transportasi, dan sumber-sumber lain (Widyaningsih, 2011).

3) Infiltrasi Infiltrasi adalah masuknya air tanah ke dalam saluran

air buangan melalui sambungan pipa, pipa bocor, atau dinding

manhole, sedangkan inflow adalah masuknya aliran air

permukaan melalui tutup manhole, atap, area drainase, cross

connection saluran air hujan maupun air buangan (Widyaningsih,

2011).
12

4. Dampak air limbah

Air mendukung ekosistem yang sangat kompleks dan di

dalamnya terjadi perubahan baik secara fisik, kimia maupun biologi.

Perubahan spesifik sering disebabkan oleh pembuangan air limbah

yang masuk ke dalam air dan menghasilkan perubahan yang signifikan.

Misalnya, polutan organik mengakibatkan tertekannya kadar oksigen

yang berpengaruh terhadap kehidupan ikan, nitrogen dan fosfor

merangsang pertumbuhan alga, logam berat dan ikatan organik yang

persisten dapat berakumulasi dalam rantai makanan. Dampak

pembuangan air limbah terhadap ekosistem ditandai dengan adanya

perubahan baik struktur maupun fungsi berbagai komponen kehidupan

dalam ekosistem itu sendiri. Perubahan ekosistem ini lebih lanjut akan

berpengaruh terhadap fungsi ekosistem itu sendiri dalam perannya

sebagai natural purifier.

a. Gangguan terhadap kesehatan manusia

Gangguan terhadap kesehatan manusia dapat disebabkan

oleh kandungan bakteri, virus, senyawa nitrat, beberapa bahan

kimia dari industri dan jenis pestisida yang terdapat dari rantai

makanan, serta beberapa kandungan logam seperti merkuri, timbal,

dan kadmium (Widyaningsih, 2011).

b. Sungai

Berkurangnya kadar oksigen yang disebabkan oleh

masuknya bahan organik dalam air di antaranya disebabkan oleh


13

karena diterimanya air limbah kedalam sungai. Sungai memiliki

kemampuan untuk reaerasi dengan sendirinya karena kontak

dengan udara, tetapi kebutuhan oksigen untuk keperluan biologis

seringkali melebihi kapasitas reaerasi sehingga menimbulkan

tertekannya kadar oksigen. Apabila sungai menerima air limbah

yang mengandung bahan organik secara terus-menerus, maka akan

terjadi penurunan kadar oksigen dalam air. Kadar oksigen terlarut

(DO) dalam air merupakan hasil aerasi alamiah dan karena

kegiatan deoksigenasi mikroorganisme. DO mulai menunjukan

perbaikan pada saat terjadi reoksigenasi melebihi deoksigenasi.

Apabila beban BOD melebihi kapasitas asimilasi dalam sungai,

maka terjadi benar-benar kekurangan oksigen dan berbagai ikan

akan mencapai keadaan yang kritis.

Oksigen terlarut memainkan peranan utama dalam

ekosistem air. DO dalam sungai berfungsi dalam mengubah

populasi mikrobial tetapi dalam kenyataannya dikendalikan atau

dipengaruhi oleh tersedianya makanan yang berupa polutan

organik. Pencemaran organik yang berat menyebabkan

berkurangnya kadar oksigen terlarut sehingga menyebabkan

berbagai ikan mati karena kekurangan oksigen. Matinya berbagai

jenis ikan dan timbulnya bau berhubungan dengan tingkat oksigen

yang rendah. Pencemaran organik pada tingkat yang rendah dapat

mempengaruhi kadar oksigen tetapi masih cukup untuk memenuhi


14

kebutuhan kehidupan ikan dan perkembangannya, sementara

dengan kondisi demikian terbentuknya fosfat dan nitrat dari hasil

penguraian bahan organik cukup menumbuhkan mikrofita sebagai

makanan ikan dan sejenisnya. Dalam hal terakhir kualitas air

limbah yang dilepas harus betul-betul mengikuti persyaratan

kualitas air limbah yang ditetapkan menurut peraturan perundang-

undangan (Mega, 2013).

c. Danau

Danau seringkali terkena dampak karena kadar nitrogen

dan fosfor yang tinggi yang dibuang dan berpengaruh terhadap

stimlasi pertumbuhan alga. 10 Lamanya waktu penahanan, kondisi

yang tidak bergerak (air tenang) dan banyaknya sinar matahari

yang menembus air karena rendahnya bahan yang

menyebabkan kekeruhan, memberikan keadaan yang kondusif

terhadap pertumbuhan alga dan terjadilah algal blooms, suatu

ledakan populasi alga di danau tersebut. Ledakan populasi alga ini

menyebabkan tertekannya kadar oksigen terlarut (DO) sehingga

berpengaruh terhadap kematian populasi ikan di dalamnya. Alga

memang memproduksi oksigen pada siang hari, sementara mereka

juga mengonsumsinya pada saat malam hari. Beberapa masalah

bau dan rasa sering dihubungkan dengan ledakan populasi alga

(Mega, 2013).
15

5. Limbah cair laundry

Air limbah yang dihasilkan dari proses laundry mempunyai

komposisi dan kandungan yang bervariasi. Hal ini disebabkan

variasi kandungan kotoran di pakaian, komposisi dan jumlah

deterjen yang digunakan serta teknologi yang dipakai. Selain itu

terdapat perbedaan konsentrasi antara air limbah laundry yang

dihasilkan dari rumah tangga dengan jasa industri laundry. Untuk

jasa industri laundry, kandungan air limbahnya mengandung deterjen

dengan jumlah yang lebih sedikit, dikarenakan pemakaian yang lebih

ekonomis dan juga penggunaan peralatan pelunakan air.

Karakteristik dari air limbah laundry yang diperoleh dari beberapa

penelitian dapat dilihat pada Tabel 2.1.

Tabel 2.1 Karakteristik air limbah laundry

Sumber

Parameter Erikson at al Hoinkis Ge et al. Savitri


(2002) (2008) (2004) (2007)
Suhu (°𝐶) 28-32 15-30 27
Konduktivitas (𝜇S/cm) 190-1400 1900 786-1904 1256-1335
pH 9.3-10 9-11 7.83-9.56 8.29-8.87
Kekeruhan (NTU) 50-210 - 471-583 -
Surfaktan (mg/L) - - 72.3-64.5 210.6
COD (mg/L) 725 1050 785-1090 1815
BOD (mg/L) 150-380 - - 1087
TSS (mg/L) 120-280 - - -
Fosfat (mg/L) 4-15 5 - 7.64
Sumber : (Erikson , dkk 2002).
16

Baku mutu air limbah laundry menurut Peraturan Gubernur No.

69 tahun 2013 dan Peraturan Pemerintah No. 82 Tahun 2001 tentang

baku mutu air limbah laundry yang terlampir pada keputusan ini seperti

pada Tabel 2.2.

Tabel 2.2 Baku mutu air limbah indusri laundry

No Parameter Baku Mutu Satuan

1 TSS 100* mg/L


2 COD 150* mg/L
3 BOD 75* mg/L
4 FOSFAT 5** mg/L
5 PH 6-9* -
Sumber: *Pergub No.69 Tahun 2013 **PP No. 82 Tahun

2001

Konsumsi air untuk kegiatan mencuci di rumah tangga

mempunyai jumlah yang signifikan, yaitu sekitar 22% dari total

kebutuhan air bersih. Penggunaan air untuk kegiatan laundry sekitar

17 L atau 13% dari kebutuhan air bersih atau sekitar 8% dari air yang

masuk ke sistem air buangan. Selain kontribusi volume air, air limbah

laundry menyumbang beban kontaminan yang cukup tinggi ke dalam

air buangan. Mengurangi beban pencemaran yang berasal dari aktifitas

laundry maka perlu dilakukan pengolahan terutama di tempat jasa

laundry yang menghasilkan volume air limbah yang cukup besar.

(Erikson, 2002).
17

6. Proses laundry

Laundry merupakan proses kompleks yang melibatkan

interaksi antara beberapa faktor fisik dan kimiawi. Pada proses ini

kotoran yang melekat pada pakaian dibersihkan dengan

mempergunakan air dan deterjen. Tahapan yang terja di pada proses

ini adalah kotoran yang melekat pada pakaian akan dilepaskan oleh

larutan deterjen dan dilanjutkan dengan stabilisasi air yang berisi

kotoran supaya kotoran tersebut tidak menempel kembali pada

permukaan pakaian. Kemampuan membersihkan pakaian dalam proses

laundry sangatlah tergantung pada beberapa faktor seperti jenis

bahan pakaian, jenis kotoran, kualitas air, peralatan mencuci, dan

komposisi deterjen . Diantara faktor tersebut yang memegang peranan

penting adalah komposisi deterjen (Azwar, 2009).

Air pada proses laundry berfungsi sebagai pelarut bagi

deterjen dan kotoran yang menempel di pakaian. Air juga berfungsi

sebagai media perpindahan untuk komponen tanah yang terlarut

maupun terdispersi. Proses laundry dimulai dengan membasahi dan

penetrasi larutan deterjen pada pakaian yang kotor. Air mempunyai

tegangan permukaan yang sangat tinggi yaitu 72 mN/m padahal

proses pembasahan pakaian dapat berjalan lebih cepat dan efektif jika

tegangan permukaannya berkurang sampai 30 mN/m. Pada proses

inilah peranan dari surfaktan sebagai bahan baku deterjen untuk

menurunkan tegangan permukaan. Kualitas air yang jelek dapat


18

mempengaruhi proses pencucian dan menimbulkan masalah pada

mesin cuci. Ion kalsium dan magnesium yang bertanggung jawab

terhadap kesadahan air dapat menimbulkan terbentuknya endapan.

Endapan ini disebabkan oleh terbentuknya residu pada proses laundry

dan dapat membentuk kerak pada mesin cuci sehingga berakibat pada

terganggunya fungsi dari elemen pemanas dan komponen mesin cuci

yang lain. Kandungan kalsium yang tinggi dalam air dapat

menghalangi proses menghilangkan partikel tanah pada kotoran

yang melekat pada pakaian. Selain itu, keberadaan ion logam seperti

besi, tembaga dan mangan dapat merugikan proses laundry. Ion-ion

tersebut dapat menjadi katalis dari dekomposisi agen pemutih

(bleaching agents) sehingga fungsinya menjadi terganggu (Azwar,

2009).

Kotoran yang melekat pada pakaian dapat digolongkan

menjadi tiga, yaitu: debu dari udara, kotoran yang dihasilkan badan

(misalnya keringat), pengotor yang berasal dari aktifitas domestik,

komersial dan industri. Jenis kotoran tersebut dapat digolongkan

menjadi:

a. Bahan yang mudah larut, seperti : garam, gula, urea, dan keringat.

b. Partikel, seperti : oksida logam, karbonat, silika, humus, dan arang.

c. Minyak dan lemak, seperti : minyak hewani, minyak nabati,

pelembab, minyak dan logam mineral, dan lemak yang berasal dari

serangga.
19

d. Protein yang berasal dari : darah, telur, susu dan keratin dari kulit.

e. Karbohidrat, seperti : kanji.

f. Zat pewarna dari : buah-buahan, sayuran, anggur, kopi dan teh.

7. Mekanisme detergen sebagai pembersih

Sebagai bahan aktif detergen, surfaktan yang juga disebut zat

aktif permukaan (surface active agent) memiliki kemampuan

menurunkan tegangan permukaan cairan khususnya air dari sekitar

73 dyne/cm menjadi 30 dyne/cm. Selain itu kemampuan surfaktan

membentuk gelembung serta pengaruh permukaan lainnya membuat

surfaktan bertindak sebagai zat pembersih dan pengemulsi dalam

industri dan rumah tangga. Secara struktur, surfaktan memiliki

polaritas lipofilik dan hidrofilik. Kutub lipofilik terletak pada rantai

alkil yang bersifat larut dalam minyak atau lemak, sedangkan kutub

hidrofilik terletak pada gugus aril (mengandung garam) yang larut

dalam air. Kutub lipofilik cenderung muncul keluar dari fase air

menghadap ke udara, sedangkan kutub hidrofilik menghadap ke fase

air, yaitu tempat ion-ion bermigrasi menuju batas antara air-udara yang

bekerja mengurangi energi bebas permukaan sehingga tegangan

permukaan berkurang (Azwar, 2009).

Pada konsentrasi surfaktan yang cukup tinggi di air, gugus

lipofilik saling tarik menarik dan membentuk agregat atau micelle,

sedangkan gugus hidrofilik terdapat disebelah luar micelle. Dengan


20

demikian zat yang lipofil dapat tertimbun dalam inti lipofilik dari

micelle dan dengan cara inilah kotoran dilarutkan (disolubilisasi).

Mekanisme tersebut di atas memungkinkan surfaktan bertindak

sebagai pembersih kotoran. Proses pembersihan oleh surfaktan terdiri

atas tiga tahap, yaitu :

1. Pembahasan (wetting) kotoran oleh larutan deterjen.

2. Lepasnya kotoran dari permukaan bahan.

3. Pembentukan suspensi kotoran yang stabil.

Mekanisme pembersihan kotoran (umumnya berupa tanah)

terdiri beberapa tahapan, yaitu :

1. Perpindahan surfaktan ke interfase. Hal ini terjadi pada kondisi

surfaktan dalam bentuk monomer, dimana kinetika perpindahannya

sangat cepat (5 – 10 cm2/detik) atau juga terjadi pada kondisi

surfaktan berbetuk agregat atau micelle dimana kinetika

perpindahannya relatif lambat (7-10 cm2/detik). Kinetika

perpindahan surfaktan dan adsorpsi pada permukaan dapat diukur

dengan tegangan permukaan dinamik.

2. Adsorpsi surfaktan pada interfase air-tanah, interfase air-udara, dan

interfase permukaan-air. Tahapan ini terjadi dengan menurunkan

tegangan permukaan pada masing-masing interfase tersebut.

3. Membentuk kompleks surfaktan-tanah. Hal ini menunjukkan

bahwa surfaktan akan menyelimuti tanah yang akan dipisahkan


21

dalam satu lapisan atau pada konsentrasi surfaktan yang tinggi

akan menghasilkan dua lapisan. Pada tahapan ini surfaktan dapat

mendorong padatan tanah menjadi lunak dan berbentuk cairan.

Tahapan ini merupakan tahapan yang kritis untuk menuju proses

emulsi yang dapat terjadi jika tanah berbentuk cairan.

4. Desorpsi kompleks surfaktan-tanah. Untuk tanah yang

berminyak, proses ini dapat terjadi melalui mekanisme

penggulungan atau melalui pelarutan minyak menjadi agregat

micelle dari surfaktan.

5. Perpindahan kompleks surfaktan-tanah menjauh dari permukaan.

Pada tahapan ini tanah yang mengandung minyak dengan massa

jenis yang lebih rendah dari air akan mengapung di permukaan.

Padahal dibutuhkan energi mekanik atau pengadukan untuk

menjauhkan kompleks surfaktan tanah dari permukaan.

6. Stabilisasi tanah yang terdispersi untuk mencegah terjadinya

redeposisi.

B. Pengolahan Air Limbah Menggunakan Biofilter

1. Biofilter

Biofilter adalah reaktor yang dikembangkan dengan prinsip

mikroba tumbuh dan berkembang pada suatu media filter dan

membentuk lapisan biofilm (attached growth). Pengolahan air limbah

dengan proses Biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah


22

ke dalam reaktor biologis yang di dalamnya telah diisi dengan media

penyangga yang berguna sebagai pengembangbiakkan

mikroorganisme. Sedangkan senyawa polutan yang ada di dalam air

limbah, misalnya senyawa organik (BOD, COD), amonia, fosfor, dan

lainnya akan terdifusi ke dalam lapisan biofilm yang melekat pada

permukaan media.

Proses pengolahan air limbah dengan proses biofilm atau

biofilter dilakukan dengan cara mengalirkan air limbah ke dalam

reaktor biologis yang didalamnya diisi dengan media penyangga

untuk pengembangbiakan mikroorganisme dengan atau tanpa aerasi.

Untuk proses anaerobik dilakukan tanpa pemberian udara atau

oksigen. Posisi media biofilter tercelup di bawah permukaan air

(Pujiastuti, 2009).

2. Media Biofilter

Media Biofilter yang digunakan secara umum dapat berupa

bahan material organik atau bahan materail anorganik. Untuk media

Biofilter dari bahan organik misalnya, dalam bentuk tali, bentuk

jaring, bentuk butiran tak teratur (random packing), bentuk papan

(plate), bentuk sarang tawon, dan lain-lain. Sedangkan media dari

bahan anorganik misalnya, batu pecah (split), kerikil, batu marmer,

batu tembikar, keramik dan lain-lain.


23

3. Biofilm

Biofilm didefinisikan sebagai material organik terdiri dari

mikroorganisme terlekat pada matriks polimer (materi polimer

ekstraseluler) yang dibuat oleh mikroorganisme itu sendiri, dengan

ketebalan lapisan biofilm berkisar antara 100 µm-10 mm yang secara

fisik dan mikrobiologis sangat kompleks. Lapisan biofilm yang sudah

matang atau terbentuk sempurna akan tersusun dalam tiga lapisan

kelompok bakteri. lapisan paling luar adalah sebagian besar berupa

jamur, lapisan tengah adalah jamur dan algae, dan lapisan paling

dalam adalah bakteri, jamur dan algae biofilm dapat tumbuh dengan

tersedianya unsur karbon (Slamet dan Masduqi, 2000).

4. Keunggulan proses biofilm

Pengolahan air limbah dengan proses biofilm mempunyai

beberapa keunggulan antara lain Pengoperasiannya mudah, lumpur

yang dihasilkan sedikit, dapat digunakan untuk pengolahan limbah

dengan konsentrasi rendah maupun tinggi, tahan terhadap fluktuasi

jumlah air limbah maupun fluktuasi konsentrasi, dan pengaruh

penurunan suhu terhadap pengolahan kecil.

5. Pematangan lapisan biofilm

Lapisan biofilm memerlukan waktu untuk tumbuh secara

alami. Waktu yang diperlukan kurang lebih 30 hari Tivany Edwin

melakukan pengukuran terhadap pertumbuhan biofilm dan diketahui

bahwa pertumbuhan biofilm pada temperatur 21oC memakan waktu


24

selama 16 hari untuk tumbuh sebanyak 85-90%. Mereka mencatat

bahwa jika menggunakan air baku yang mengandung nutrisi yang

cukup, maka pertumbuhan biofilm akan semakin cepat dan saringan

akan beroperasi lebih efektif.

Penelitian yang dilakukan oleh (Entjang , 2000). Menunjukkan

bahwa reduksi mikroorganisme bertambah dari waktu ke waktu

diiringi dengan pematangan, tetapi peningkatan reduksi tercatat setelah

30 hari. Reduksi mikroorganisme terus meningkat bahkan sampai

hari ke-53 selama penelitian. Hal ini mengindikasikan bahwa semakin

lama waktu, semakin baik pertumbuhan mikroorganisme dan

pematangan mikroorganisme dapat memakan waktu.

Berikut adalah beberapa faktor yang dapat menjaga agar

mikroorganisme pada biofilm dapat tumbuh dan bertahan hidup :

a. Mempertahankan lapisan media filter agar tetap basah.

Lapisan media filter harus dijaga agar tetap basah.

Permukaan lapisan media filter dapat dijaga agar tetap basah

melalui desain dari media filter itu sendiri, dimana tinggi saluran

keluarnya limbah cair laundry (outlet) didesain agar berada diatas

lapisan media filter. Hal ini selalu dapat memastikan agar

permukaan media filter tidak kekeringan (Entjang I, 2000)

b. Suplai makanan atau nutrisi.


25

Diperlukan adanya suplai makanan/nutrisi pada air baku

mengalirkan saringan dengan air baku yang mengandung nutrisi

yang cukup dapat memastikan proses filtrasi biologis yang lebih

efisien.

c. Suplai oksigen.

Diperlukan adanya suplai oksigen. Oksigen digunakan

dalam metabolisme terhadap komponen yang dapat didegradasi

secara biologi (biodegradable), serta penyisihan mikroorganisme

patogen. Apabila suplai oksigen berkurang sampai nol selama

proses filtrasi, makan akan menimbulkan kondisi anaerob yang

mengakibatkan dihasilkannya hidrogen sulfida (H2S), amoniak

(NH3), dan substansi- substansi lain yang menghasilkan bau pada

air limbah cair laundry, selain itu juga menghasilkan besi dan

mangan terlarut yang dapat mengakibatkan air limbah cair laundry

yang sudah diolah tidak dapat dibuang dengan aman. Dengan

demikian, kandungan oksigen rata-rata pada air limbah cair laundry

yang disaring tidak boleh kurang dari 3 mg/l jika ingin agar kondisi

anaerob dapat diabaikan pada seluruh lapisan media filter.

Ketentuan ini dapat menyebabkan dibutuhkannya proses aerasi

untuk meningkatkan kandungan oksigen atau pra-pengolahan untuk

menurunkan kebutuhan oksigen pada air limbah cair laundry

yang diolah.
26

d. Waktu kontak

Untuk mendapat hasil oksidasi biokimia dari materi organik

yang diharapkan pada biofilm, maka waktu kontak dengan

permukaan media filter harus dapat dipertahankan dalam waktu

yang lama.

Penelitian yang dipublikasikan oleh (Elliott, 2008) dan

dilakukan oleh University of North Carolina mengkorfimasikan

tentang pentingnya waktu tinggal limbah cair di dalam media

filter. Selama 6-8 minggu mengadakan pengkajian tentang

biofilter, mereka menemukan bahwa kemampuan saringan dalam

menyisihkan kadar COD dan TSS dalam limbah cair tergantung

pada :

1) Lamanya waktu yang diperlukan oleh permukaan media filter

untuk menjadi matang, dan

2) Volume limbah cair yang dimasukkan ke dalam filter setiap

harinya.

Perihal banyaknya limbah cair yang dimasukkan ke dalam

filter, mereka menemukan bahwa reduksi mikroorganisme

bertambah besar seiring lamanya waktu tinggal dalam filter,

terutama pada limbah cair yang tertahan pada filter semalaman.


27

C. Pengertian Chemical Oxygen Demand (COD)

COD merupakan jumlah total oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi bahan organik secara kimiawi, baik yang dapat di

degradasi secara biologis maupun yang sukar di degradasi secara biologis

menjadi CO2 dan H2O. Pengukuran COD didasarkan pada kenyataan

bahwa hampir semua bahan organik dapat dioksidlasi menjadi karbon

dioksida dan air dengan bantuan oksidator kuat (kalium dikromat/K 2Cr2O7)

dalam suasana asam. Dengan penggunaan dikromat sebagai oksidator,

diperkirakan sekitar 95%-100% bahan organik dapat dioksidasi.

Keuntungan utama uji COD adalah sedikitnya waktu yang dibutuhkan

untuk mengevaluasi, 96% hasil uji COD yang dilakukan selama 10 menit

akan setara dengan hasil uji BOD selama 5 hari (Entjang , 2000).

D. Pengertian Total Suspended Solid (TSS)

Zat yang tersuspensi biasanya terdiri dari zat organik dan

anorganik yang melayang-layang dalam air, secara fisika zat ini sebagai

penyebab kekeruhan pada air. Limbah cair yang mempunyai

kandungan zat tersuspensi tinggi tidak boleh dibuang langsung ke badan

air karena disamping dapat menyebabkan pendangkalan juga dapat

menghalangi sinar matahari masuk kedalam dasar air sehingga proses

fotosintesa mikroorganisme tidak dapat berlangsung.


28

Total Suspended Solid atau padatan tersuspensi total (TSS)

adalah residu dari padatan total yang tertahan oleh saringan dengan ukuran

partikel maksimal 2μm atau lebih besar dari ukuran partikel koloid.

Yang termasuk TSS adalah :

a. Lumpur..

b. Tanah liat,

c. Logam oksida,

d. Sulfida,

e. Ganggang,

f. Bakteri dan jamur

TSS umumnya dihilangkan dengan flokulasi dan penyaringan.

TSS ntribusi untuk kekeruhan (turbidity) dengan membatasi penetrasi

cahaya untuk fotosintesis dan visibilitas di perairan. Sehingga nilai

kekeruhan tidak dapat dikonversi ke nilai TSS. Kekeruhan adalah

kecenderungan ukuran sampel untuk menyebarkan cahaya. Sementara

hamburan diproduksi oleh adanya partikel tersuspensi dalam sampel.

Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik. Pola dan intensitas sebaran

akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel serta

materi. Sebuah sampel yang mengandung 1.000 mg / L dari fine talcum

powder akan memberikan pembacaan yang berbeda kekeruhan dari

sampel yang mengandung 1.000 mg / L coarsely ground talc . Kedua

sampel juga akan memiliki pembacaan yang berbeda kekeruhan dari


29

sampel mengandung 1.000 mg / L ground pepper.  Meskipun tiga sampel

tersebut mengandung nilai TSS yang sama.

Perbedaan antara padatan tersuspensi total (TSS) dan padatan

terlarut total  (TDS) adalah berdasarkan prosedur penyaringan. Padatan

selalu diukur sebagai berat kering dan prosedur pengeringan harus

diperhatikan untuk menghindari kesalahan yang disebabkan oleh

kelembaban yang tertahan atau kehilangan bahan akibat penguapan atau

oksidasi.

Prinsip analisa TSS sebagai berikut :

Contoh uji yang telah homogen disaring dengan kertas saring

yang telah ditimbang. Residu yang tertahan pada saringan dikeringkan

sampai mencapai berat konstan pada suhu 103ºC sampai dengan 105ºC.

Kenaikan berat saringan mewakili padatan tersuspensi total (TSS). Jika

padatan tersuspensi menghambat saringan dan memperlama penyaringan,

diameter pori-pori saringan perlu diperbesar atau mengurangi volume

contoh uji. Untuk memperoleh estimasi TSS, dihitung perbedaan antara

padatan terlarut total dan padatan total (Widyaningsih, 2011)

TSS (mg/L) = (A-B) X 1000 / V

Dengan pengertian

A = berat kertas saring + residu kering (mg)


30

B = berat kertas saring (mg)

V = volume contoh (mL)

E. Detergen

1. Pengertian Detergen

Detergen adalah golongan dari molekol organik yang

dipergunakan sebagai pengganti sabun untuk pembersih agar

mendapatkan hasil yang lebih baik. Dalam air zat ini menimbulkan

buih dan selama proses aerasi buih tersebut berada di atas permukaan

gelembung udara yang sifatnya relatif tetap. Kandungan detergen yang

ada di dalam detergen menyebabkan timbulnya busa (foam) yang stabil

biasanya terdapat dalam detergen sintetik. Bahan dasar dari detergen

adalah minyak nabati atau minyak bumi (Widyaningsih, 2011).

Surfaktan atau surface active agents atau wetting agents

merupakan bahan organik yang berperan sebagai bahan aktif pada

detergen, sabun dan sampoo. Selain digunakan sebagai sabun,

surfaktan juga digunakan dalam industri tekstil dan pertambangan,

baik sebagai lubrikan, emulsi, maupun flokula. Komposisi surfaktan

dalam detergen berkisar 10%-30%, disamping polifosfat dan pemutih.

Kadar surfaktan 1 mg/liter dapat mengakibatkan terbentuknya busa

diperairan. Meskipun tidak bersifat toksik, keberadaan surfaktan dapat

menimbulkan rasa pada air dan dapat menurunkan absorbsi oksigen


31

diperairan. Surfaktan berinteraksi dengan sel dan membran sel

sehingga menghambat pertumbuhan sel (Widyaningsih, 2011).

Deterjen merupakan produk teknologi yang strategis, karena

telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari masyarakat modern

mulai rumah tangga sampai industri. Di sisi lain, detergen harus

memenuhi sejumlah persyaratan seperti fungsi jangka pendek (short

therm function) atau daya kerja cepat, mampu bereaksi pada suhu

rendah, dampak lingkungan yang rendah dan harga yang terjangkau

(Widyaningsih, 2011)

Produksi deterjen Indonesia rata-rata per tahun sebesar 380 ribu

ton. Sedangkan tingkat konsumsinya, menurut hasil survey yang

dilakukan oleh Pusat Audit Teknologi di wilayah Jabotabek pada tahun

2002, per kapita rata-rata sebesar 8,232 kg (Widyaningsih, 2011).

Dibandingkan dengan produk terdahulu, sabun, deterjen

mempunyai keunggulan antara lain mempunyai daya cuci yang lebih

baik serta tidak terpengaruh oleh kesadahan air. Pada

umumnya detergen bersifat surfaktan anionik yang berasal dari derivat

minyak nabati atau minyak bumi (Widyaningsih, 2011).

Setelah Perang Dunia II, detergen sintetik mulai dikembangkan

dengan gugus utama surfaktant adalah ABS (Alkyl Benzene

Sulfonate) yang sulit di biodegradabel, maka pada tahun 1965 industri

mengubahnya dengan yang biodegradabel yaitu dengan gugus utama


32

surfaktant LAS (Linier Alkyl Benzene Sulfonate). Menurut Asosiasi

Pengusaha Deterjen Indonesia (APEDI), surfaktan anionik yang

digunakan di Indonesia saat ini adalah alkyl benzene sulfonate rantai

bercabang (ABS) sebesar 40% dan alkyl benzene sulfonate rantai lurus

(LAS) sebesar 60%. Alasan penggunaan  ABS antara lain karena

harganya murah, stabil dalam bentuk krim pasta dan busanya

melimpah. Dibandingkan dengan LAS, ABS lebih sukar diuraikan

secara alami sehingga pada banyak negara di dunia penggunaan ABS

telah dilarang dan diganti dengan LAS. Sedangkan di Indonesia,

peraturan mengenai larangan penggunaan ABS belum ada. Beberapa

alasan masih digunakannya ABS dalam produk deterjen, antara lain

karena harganya murah, kestabilannya dalam bentuk krim pasta dan

busanya melimpah (Widyaningsih, 2011).

Bahan – bahan yang umum terkandung pada deterjen

adalah :

1. Surfaktan (surface active agent) merupakan zat aktif permukaan

yang mempunyai ujung berbeda yaitu hydrophile (suka air) dan

hydrophobe (suka lemak). Bahan aktif ini berfungsi menurunkan

tegangan permukaan air sehingga dapat melepaskan kotoran yang

menempel pada permukaan bahan. Surfaktant terbagi atas jenis

anionic (Alkyl Benzene Sulfonate/ABS, Linier Alkyl Benzene

Sulfonate/LAS, Alpha Olein Sulfonate/AOS), sedangkan jenis

kedua bersifat kationik (Garam Ammonium) dan jenis yang ketiga


33

bersifat non ionic (Nonyl phenol polyethoxyle) serta Amphoterik

(Acyl Ethylenediamines).

2. Builder (Permbentuk) berfungsi meningkatkan efisiensi pencuci

dari surfaktan dengan cara menonaktifkan mineral penyebab

kesadahan air, dapat berupa Phosphates (Sodium Tri Poly

Phosphate/STPP), Asetat (Nitril Tri Acetate/NTA, Ethylene

Diamine Tetra Acetate/EDTA), Silikat (Zeolit),  dan Sitrat (asam

sitrat).

3. Filler (pengisi) adalah bahan tambahan deterjen yang tidak

mempunyai kemampuan meningkatkan daya cuci, tetapi

menambah kuantitas atau dapat memadatkan dan memantapkan

sehingga dapat menurunkan harga, misal Sodium sulfat

4. Additives adalah bahan suplemen/ tambahan untuk membuat

produk lebih menarik, misalnya pewangi, pelarut, pemutih,

pewarna dan sebagainya yang tidak berhubungan langsung dengan

daya cuci deterjen. Additives ditambahkan lebih untuk maksud

komersialisasi produk. Contohnya enzyme, borax, sodium

chloride, Carboxy Methyl Cellulose (CMC) dipakai agar kotoran

yang telah dibawa oleh detergent ke dalam larutan tidak kembali ke

bahan cucian pada waktu mencuci (anti Redeposisi). Wangi –

wangian atau parfum dipakai agar cucian berbau harum, sedangkan

air sebagai bahan pengikat.


34

Menurut kandungan gugus aktifnya detergen

diklasifikasikan sebagai deterjen jenis keras dan jenis lunak.

Deterjen jenis keras sukar dirusak oleh mikroorganisme meskipun

bahan deterjen tersebut dibuang akibatnya zat tersebut masih aktif.

Jenis inilah yang menyebabkan pencemaran. Sedangkan detergen

jenis lunak, bahan penurun tegangan permukaannya mudah dirusak

oleh mikroorganisme, sehingga tidak aktif lagi setelah dipakai,

misalnya Lauril Sulfat atau Lauril Alkil Sulfonat. (LAS).

Pada awalnya deterjen dikenal sebagai pembersih pakaian,

namun kini meluas dan ditambahkan dalam berbagai bentuk produk

sepertipersonal cleaning product (sampo, sabun cuci

tangan), laundry sebagai pencuci pakaian merupakan produk

deterjen yang paling populer di masyarakat, dishwashing

product sebagai pencuci alat rumah tangga baik untuk penggunaan

manual maupun mesin pencuci piring, household cleaner sebagai

pembersih rumah seperti pembersih lantai, pembersih bahan-bahan

porselen, plastik, metal, gelas (Arifin, 2008)


35

F. Kerangka Teori

Mengacu pada tinjauan pustaka yang telah dipaparkan dapat

dirumuskan kerangka teori adalah sebagai berikut :

Limbah cair industri


laundry adalah COD dan TSS
buangan hasil
proses/sisa dari suatu
kegiatan atau usaha
industri yang berwujud
Menurut Peraturan Pemerintah
cair dimana
Republik Indonesia Nomor 5 Tahun
kehadirannya pada
2014 tentang Baku Mutu Air Limbah
suatu saat dan tempat,
Industi laundry. Kadar paling tinggi
tidak dikehendaki
COD 180 mg/L dan TSS 60 mg/L
lingkungan karena tidak
mempunyai nilai
ekonomis sehingga
cenderung dibuang.
COD dan TSS Sesuai Baku
(Melebihi Baku Mutu) Mutu

Pengolahan Limbah Layak Pakai


Cair Laundry

Media filter keramik Media filter keramik


ketebalan 20 cm ketebalan 30 cm

COD dan TSS COD dan TSS

Gambar 2.1 Kerangka Teori Penelitian

Anda mungkin juga menyukai