4.1.
PENCEMARAN SUNGAI
Setiap segmen sungai mempunyai karakteristik masing-masing, karena
masing-masing kualitas air mempunyai kemampuan menyerap zat, energi dan atau
komponen lain yang masuk atau dimasukkan di dalamnya.
Beban komponen pencemar yang ada di sungai adalah banyaknya komponen
pencemar yang dihitung berdasarkan debit dikalikan dengan konsentrasi komponen
pencemar yang terukur.
IV - 1
hidup air terutama mikroorganisme dalam bentuk Oksigen Biokimia (BOD) bagi
pengurangan bahan-bahan organik di dalam air tersebut.
Penyebab terjadinya pencemaran air sungai adalah sebagai berikut :
1. Pertambahan Penduduk
2. Aktivitas Pertanian dan Peternakan
3. Aktivitas Perindustrian
Pencemaran dapat diakibatkan oleh polutan toksik dan polutan konvensional,
seperti terlihat pada tabel 4.1.
Tabel 4.1. Polutan toksik dan polutan konvensional
No
Polutan Toksik
1
Cadmium
2
Copper
3
Lead
4
Mercury
5
Phenol
6
Total Residual Chloride
Note : BOD*) (Biological Oxygen Demand )
adalah kebutuhan oksigen yang digunakan
limbah.
Polutan Konvensional
Amoniak
BOD
Nitrogen dan Nitrat
Pathogen
Phosphorus
Suspended Solids
untuk mereduksi zat organik dalam air
IV - 2
Parameter
Oksigen Terlarut (DO), mg/L
Kekeruhan
PH
Zat Padat Tersuspensi, mg/L
Zat Padat Terlarut, mg/L
Warna (Pt-Co)
Kesadahan (mg/L CaCO3)
Standar WHO
7,6
2,5 5,0
5 8,5
1500
200
75
Maksimum 500
IV - 3
3. Secara Biologis
Menggunakan kehadiran organisme indikator untuk menentukan kemungkinan
kehadiran mikro organisma patogen dan pencemaran.
Seperti contohnya :
Escherichia Coli
Pencemaran badan air baik itu berasal dari limbah industri maupun limbah
domestik dapat berpengaruh secara langsung terhadap badan air itu sendiri maupun
lingkungan sekitarnya (Daerah Aliran Sungai).
terdegradasi dalam jumlah yang biasanya sekitar 500 mg/L, jumlah nitrogen dan
fosfor sangat sedikit, dan juga tidak jarang mengandung zat toksik dan logam berat,
memerlukan pengolahan terlebih dahulu sebelum dibuang ke sungai. Disamping itu
IV - 4
apabila air limbah industri secara terus menerus dibuang ke sungai tanpa diolah akan
dapat mengurangi daya dukung sungai dan menyebabkan kondisi sungai semakin
buruk akibat self purification sungai sulit terjadi, perubahan morfologi sungai atau
pendangkalan sungai akibat sedimen polutan dan mengakibatkan banjir.
Untuk itu perlu dipikirkan penetapan teknologi yang sesuai dan yang akan
diterapkan untuk mereduksi zat-zat tersebut. Sebagai contoh kasus yang dijelaskan
Hadi W. (1993) bahwa jumlah industri di sepanjang Kali Brantas
dan dianggap
potensial sebagai sumber pencemar kurang lebih 95 buah. Dari jumlah tersebut yang
masuk ke dalam program PROKASIH hanyalah 57 buah. Beban limbah industri yang
dibuang ke dalam sungai pada tahun terus meningkat, seperti dari tahun 1993 -1994
sebesar 34,56 - 77,92 %, akan dapat semakin memperburuk kualitas sungainya.
4.2.
non teknis.
dilakukan oleh masing-masing industri (Terangna, et al, 1995) dan dapat dilakukan
secara komunal (UPLK) menurut Hadi W. (1995), atau kedua-duanya untuk industri
yang membuang limbahnya yang bersifat toksik atau mengandung logam berat.
Limbah domestik yang sebagian besar mengandung COD yang mudah
terdegradasi, kandungan nitrogen dan fosfor tinggi, kandungan logam berat yang
hampir dikatakan tidak ada, juga merupakan sumber limbah yang amat sangat besar
memberikan kontribusi polutan ke sungai apalagi seperti Surabaya sebagai kota
metropolitan yang penduduknya berjuta-juta.
industri, masyarakat pembuang limbah domestik pun perlu juga diberi aturan yang
sama dengan limbah industri.
teknis dan non teknis. Penanganan dapat juga dilakukan dengan membuat UPLK
dan mengelola serta dilengkapi dengan tindakan mengelola saluran yang merupakan
nonpoint source yang bermuara ke sungai tersebut.
Air limbah pertanian pada umumnya dihasilkan dari aktivitas pemupukan dan
penyemprotan pestisida.
dalam aliran air yang menuju ke sungai seperti polutan akibat penyemprotan
pestisida, nitrogen dan nitrat akibat dari pemupukan yang berlebih, didalam
merencanakan pengelolaannya.
IV - 5
Tentunya pemecahan
permasalahannya lebih terfokuskan pada aspek non teknis dan yang bersifat teknis
hanyalah pelaksanaan pemecahannya saja.
Pemecahan masalah bagi pihak yang mengelola atau melakukan monitoring
sungai adalah sebagai berikut :
1. Melakukan pemantauan kualitas air dan sedimen sungai secara kontinyu
2. Melaksanakan penyuluhan atau sosialisasi akan bahaya limbah dan apa itu air
limbah
3. Menerapkan sistem award atau sistem insentif bagi semua pembuang limbah
4. Menerapkan penarikan retribusi pada setiap pembuang limbah ke sungai
5. Menerapkan sistem penegakan hukum Lingkungan
6. Memberlakukan dengan tegas persyaratan efluen dan stream standard untuk
sungai yang telah ditetapkan.
Pencemaran sungai diakibatkan oleh masuknya kontaminan ke dalam sungai
dan menimbulkan dampak negatif terhadap sungai tersebut.
Dan penyebab
bertambahnya sejumlah besar polutan atau limbah yang dibuang ke sungai, baik
yang berupa limbah yang bersifat toksik dan non toksik (konvensional), adalah akibat
adanya peningkatan: jumlah penduduk, aktivitas industri, aktivitas pertanian, aktivitas
peternakan, wilayah pemukiman.
Parameter yang terkandung di dalam limbah konvensional seperti amoniak,
BOD atau COD, nitrogen dan nitrat, organisme patogen, Fosfor, zat padat
tersuspensi, pada umumnya berasal dari limbah domestik (dari pemukiman), aktivitas
industri, aktivitas pertanian dan peternakan.
Dan yang termasuk limbah yang bersifat toksik dan mengandung logam berat,
diantaranya seperti cadmium, chromium, mercury, copper, lead, phenol, biasanya
berasal dari limbah industri.
IV - 6
Adapun dampak limbah baik yang konvensional maupun yang bersifat toksik
dan mengandung logam berat akan dapat menyebabkan : munculnya penyakit yang
ditularkan melalui air, timbulnya kerusakan lingkungan terutama aquatic life seperti
ikan dan hewan air lain termasuk juga flora air, menurunnya nilai estetika seperti
akibat bau busuk dan pemandangan tidak sedap seperti misalnya karena sepanjang
sungai sudah ditumbuhi enceng gondok, perubahan morfologi sungai karena
bertambahnya jumlah sedimen yang mengendap di dasar sungai.
Pemecahan permasalahan pencemaran sungai bukanlah suatu hal yang
mudah karena pemecahannya meliputi aspek teknis dan non teknis.
Dan untuk
mencari solusi dengan aspek teknis umumnya lebih mudah daripada aspek non
teknis karena aspek non teknis melibatkan unsur perilaku dari manusianya. Oleh
karena itu pemecahan yang harus dilakukan dalam menangani pencemaran sungai
adalah sebagai berikut :
1. Pemecahan Secara Teknis
2. Pemecahan Non Teknis
Kedua sistem ini harus diterapkan secara terpadu karena pemecahan teknis
tanpa disertai dengan pemecahan non teknis, pemecahan yang diinginkan tidak
dapat optimal, dan bahkan unit pengolahan yang dibuat hanya menjadi monumen
belaka.
Namun perlu diingat dalam melakukan pemecahan teknis pada item
pemantauan perlu hati-hati karena akurasi dari hasil pemantauan akan baik apabila
Penetapan lokasi titik pengambilan sampel limbah tepat dan analisis parameter yang
dilakukan di Laboratorium juga akurat .
keterkaitan, yaitu :
1. Penetapan Lokasi Titik Pengambilan Sampel
Penetapan lokasi titik pengambilan sampel terkait dengan morfologi, kecepatan,
besar aliran, parameter air limbah dan faktor lingkungan yang berpengaruh di
sungai tersebut.
penyebaran polutan.
2. Analisis Parameter, tergantung ketelitian analis yang menganalisa sampel air
limbah tersebut
Teori penyebaran polutan memberikan kontribusi awal di dalam membantu
memecahkan permasalahan pencemaran sungai.
penyebaran polutan di sungai akan dapat diprediksi kemana arah penyebaran suatu
polutan di sungai.
4.3.
tetap bersifat sebagai zat yang terlarut, walaupun panjangnya lebih dari 10 m
sedangkan untuk beberapa jenis zat padat koloidal mempunyai sifat dapat bereaksi
seperti sifat zat yang terlarut.
Seperti halnya ion-ion dan molekul-molekul (zat yang terlarut), Zat padat
koloidal dan zat padat tersuspensi dapat bersifat inorganis (tanah liat, kwarsa) dan
organis (protein,sisa tanaman, ganggang dan bakteri).
Dalam metode analisa zat padat menurut Alaert G dan Sumestri,S (1987), zat
padat total terdiri atas zat padat terlarut dan zat padat tersuspensi. Zat padat
tersuspensi adalah zat padat yang terapung dan selalu bersifat organik, dan zat padat
yang terendapkan yang dapat bersifat organik dan anorganik.
Dalam studi ini kajian lebih dititik beratkan pada zat padat tersuspensi yang
prinsip analisa dengan metode pemanasan pada suhu 1050C dan 550 0C.
4.3.2. Biological Oxygen Demand (Kebutuhan Oksigen Biologis)
Menurut Sarwoko (2002), zat organik adalah zat yang berkandungan karbon
dan hydrogen kecuali CO2 dan karbonat.
mempunyai sifat khusus dan dapat digolongkan menjadi karbonat, protein, minyak,
lemak dan berbagai senyawa lain.
Karbohidrat yang mengandung unsur-unsur C, H, O mempunyai formulasi
(CH2O)n, protein yang mengandung senyawa kompleks terdiri dari CHONPS,
sedangkan minyak dan lemak mengandung senyawa dengan formula umum C nH2n
+1
COOH.
IV - 8
Secara kualitatif keberadaan zat organik dalam limbah cair ditetapkan ada
atau tidaknya terdeteksi oleh alat pengukur, sedangkan secara kuantitatif pengukuran
zat organic dalam limbah cair dapat dilakukan berdasarkan kebutuhan oksigen untuk
penguraian zat, dan .pengukuran kebutuhan oksigen oleh bakteri atau mikroba
dipakai untuk menyaatakan kebutuhan oksigen biologis (BOD).
Menurut Sarwoko (2002), dalam desertasinya mengatakan bahwa limbah cair
yang berkandungan organik masuk ke sungai dalam jumlah tertentu ditandai dengan
penurunan oksigen terlarut (DO) di sungai tersebut
Jumlah penurunan DO
proporsional dengan jumlah zat organik yang yang terurai., yang mana reaksi
oksidasinya dapat dilihat dalam reaksi berikut ini :
bakteri
CnHaObNc + (n + 1/4 a -3/4 c) O2 ------ n CO2 + (1/2 a 3/2 c) H2O + c NH3
Zat organic
(4.1)
Oksigen
Dalam kondisi
optimal zat organik akan terurai 50 % nya dan pada akhir reaksi akhir reaksi akan
terurai sebesar 96,1 % sebagai BOD yang terurai atau teroksidasi (lihat gambar
skema tahapan berikut).
Oksidasi biologis menurut Gaudy and Gaudy (1981) dapat berlangsung secara
bertahap yang dapat dilihat dalam skema tahapan sebagai berikut ini :
mikroba
.Zat organik + O2
mikroba
Zat organik + O2
mikroba
Zat organik + O2
Mikroba
Zat organik + O2
mikroba
Zat organik + O2
untuk menghitung nilai BOD yang terurai dapat dilihat dalam persamaan 4.7. berikut
ini :
BOD520
X 0 X 5 B0 B5 1 P
P
(4.7.)
Dimana :
BOD520
Xo
B0
B5
untuk menguraikan zat organik yang berasal dari oksidator kuat disebut sebagai
kebutuhan oksigen kimiawi (COD). (Sarwoko, 2002)
Adapun prinsip analisa oksidasi zat organik melalui tes COD harus dalam
keadaan asam yang mendidih dengan reaksi sebagai berikut :
CaHbOc
Zat organik
4.4.
Cr2O7-2 + H+
(warna kuning)
(4.8)
(warna hijau)
SELF PURIFICATION
Dalam kajian mengenai kemampuan Self Purification sungai, ada beberapa
IV - 10
degradasi Heukelekian.
Zona 2. Mesosaprobic (zona dekomposisi aktif)
Zona ini mengandung komponen organik yang lebih sederhana; oksigen meningkat
secara tetap; bagian paling atas mengandung beberapa bakteri dan fungi dengan
beberapa tipe hewan, beberapa algae; bagian yang lebih rendah memiliki lebih
banyak mineral (konversi dari bahan organik ke inorganik) yang disukai algae dan
hewan toleran dan tanaman berakar. Juga klas ini dibagi menjadi yang lebih tinggi
dan yang lebih rendah, seperti zona dekomposisi Heukelekian. Beberapa peneliti
berikutnya menemukan peningkatan algae pada bagian yang lebih rendah dari zona
ini, menghasilkan kandungan oksigen yang tinggi pada siang hari dan rendahnya
kandungan oksigen malam hari kadang-kadang menyebabkan ikan mati. Atas dasar
ini dikaitkan juga sebagai zona pemulihan parsial.
Zona 3. Oligasaprobic (zona pemulihan)
Zona pemulihan dimana mineralisasi dan oksigen kembali normal.
Zona ini
hilangnya populasi menjadi indikator yang jauh lebih penting. Lebih jauh, beberapa
ahli biologis menuntut bahwa perubahan jumlah spesies dominan adalah jauh lebih
penting daripada hanya perubahan pada salah satu spesies.
Hynes (1960) menegaskan bahwa reaksi dari organisme berbeda terhadap
pencemaran organik bervariasi luas. Beberapa organisme bereaksi terhadap air yang
sudah terdeoksigenasi, dan ada organisme lain yang bereaksi terhadap produk dari
dekomposisi seperti amonia atau sulfida. Hynes menyimpulkan perubahan ekologi
kompleks dapat dilakukan secara subyektif untuk klasifikasi sederhana.
Sistem
saprobien dapat diterapkan hanya pada kondisi tertentu yang dihasilkan dari
pencemaran air limbah (sewage) yang berat pada sungai yang mengalir pelan. Jika
efluen bukan sewage, atau jika sungai turbulen, sistem ini tidak sesuai.
Hynes merangkum beberapa hal untuk menentukan pencemaran sungai
secara biologis sebagai berikut :
1. Analisis biologis memerlukan waktu lebih pendek dari analisa kimia "karena satu
seri sampel mengungkapkan keberadaan komunitas hewan dan tanaman, yang
menunjukkan kondisi yang terakhir".
2. Analisis biologis mengungkapkan pengaruh intermittent (berselang seling) atau
dari pencemaran terdahulu, dimana analisis kimia harus dilakukan pada momen
yang tepat saat pencemaran berlangsung dan harus dirata-rata dari beberapa
sampel pada beberapa lokasi.
Ada beberapa hal yang menjadi catatan khusus mengenai analisis :
Sladacek
Tidak hanya batas toleransi yang berkaitan dengan pengaruh toksik dari
bahan kimia tertentu yang harus distudi, tetapi juga sifatnya pada kondisi normal,
untuk menyatakan pengaruh suatu faktor seperti temperatur air, pH, kecepatan
arus, populasi berlebihan dan sebagainya. Diperlukan untuk membedakan faktor
yang kelihatan sebagai pencemaran dari faktor pengaruh non pencemaran.
5. Sistem khusus untuk evaluasi toksisitas harus dikembangkan. Sistem ini mungkin
dipakai untuk gabungan dan penambahan sistem saprobity.
6. Sistem khusus untuk evaluasi radioaktivitas dari lingkungan air harus juga
diusulkan.
7. Diperlukan juga evaluasi kasus khusus dari pengaruh bahan inorganik yang tidak
toksik dan tidak saprobic, misalnya suspensi dari batu bara, atau powder mineral
yang halus, lapisan minyak dan sebagainya.
8. Sesudah menyatukan semua sistem di limnologi (Tabel 4.6.) perlu diketahui jenis
danau dan sungai sesuai dengan tempat tropis dan organismenya. Tidak hanya
aspek
deskriptif
yang
harus
diperhatikan,
tetapi
juga
aspek
dinamis
IV - 13
i
gg
e
yp
rs a
E
b
p ro
p
u ltr a s a
a n t is
-h
ro b -u
a p ro
b -a
s e n y a w a to k s ik
ity
ra
ap
ob
ar
os
b-
ka
ro
ro b -c
h a m p ir s te r il
is o to p r a d io a k t if
osap
th
di
c ry p t
L im b a h
is o s a p
ro b -i
me
ta r
sa
p ro
b -m
is
as
nt
b -o
xenosa
p ro b -x
A ir
ro b
p ro
ro
osa
ap
o lig
os
Ko
es
sap
-m
am
eso
in
m
a-
ro b -p
p o ly s a p
em
ak
in
tin
S a p r o b ity
T
g a ra m a n o r g a n ik
N o n - S a p r o b ity
Gambar 4.2. Sistem Saprobity
Limnosaprobity
(air permukaan
dan air tanah
yang terpolusi)
Eusaprobity
(Limbah kota dan
industri yang
terdekomposisi
scr biologis)
Transsaprobity
(Limbah industri
yang tidak dapat
didekomposisi
secara biologis)
EVALUASI
K 0. katharobity
Air minum
1. Xenosaprobity
2. Oligosaprobity
3. -mesosaprobity
4. -mesosaprobity
5. polysaprobity
6. isosaprobity
7. metasaprobity
E 8. hypersaprobity
i
m
h
9. ultrasaprobity
10. antisaprobity
T 11. radiosaprobity
12. cryptosaprobity
r
c
Zona Positif
* P/R > 1
Zona
Negatif
* P/R < 1
Menurut
sistem
organisme
saprobic
organisms
oleh Kolkwitz
& Marsson
Derajat ciliates
Derajat flagelata berwarna
Derajat bakteri µphyta
Derajat azoic (non-toksik)
Limbah toksik
Limbah radioaktif
Limbah yang mengandung
bhn anorganik non toksik
Trivial
names
Air Bersih
Katharobity
(air bersih)
TINGKAT (ZONA)
Polusi
Air Limbah
KELOMPOK UTAMA
* P/R = Producers/Reducers
IV - 14
Tabel 4.4. Data pendekatan untuk korelasi nilai parameter biologis, bakteriorologis dan kimia
Derajat saprobity
Kode
Total bakteri
psychrophilic
per 1 mL
(kurang dari)
Coliform
per liter,
(kurang dari)
Katharobity
500
20
Xenosaprobity
Oligosaprobity
-mesosaprobity
-mesosaprobity
Polysaprobity
Isosaprobity
Metasoprobity
x
o
p
i
m
1,000
10,000
50,000
250,000
2,000,000
10,000,000
20,000,000
10,000
50,000
100,000
1,000,000
20,000,000
3,000,000,000
10,000,000,000
Hypersaprobity
50,000,000
1,000,000
Ultrasaprobity
10
Antisaprobity
Radiosprobity
bervariasi
bervariasi
Cryptosaprobity
bervariasi
bervariasi
DO
Mg/L
lebih dari
bervaria
si
8
6
4
2
0.5
traces
0
0
0
bervaria
si
bervaria
si
bervaria
si
DO
jenuh
lebih dari
H2S
Mg/L
(kurang
dr)
BOD5
Mg/L
(kurang dr)
bervariasi
60
50
40
20
10
0
0
0
0
0
0
traces
1
1 100
10
1 (2)
2.5 (4)
4 (6)
7 (9)
40 (80)
40-400 (600)
200-700
500-1,500
(2,000)
1,000-60,000
bervariasi
Senyawa toksik
bervariasi
Isotop radioaktif
bervariasi
Substaansi anorganik
bervariasi
bervariasi
bervari
asi
bervari
asi
Subtansi khusus
(residual chlorine)
Pada kondisi limnosprobity terlihat perbedaan pada aliran air yang stagnan dan aliran kontinyu
IV - 15
Tabel 4.5. Faktor biologis pada air limbah dan hubungannya dengan aspek teknologi dan higienis
No.
1.
Derajat
isosaprobity
Kode
i
Jumlah organisme
mikroskopis per 1 mL
Ciliata 10-50,000
Flagellata 1,000-20,000
(Amoebina 0-1,000)
Bakteri dalam sat berat
(Jamur dalam sat berat)
Flagellata 5,000-300,000
Ciliata 0-5
Bakteri dalam sat berat
2.
metasaprobity
3.
hypersaprobity
4.
ultrasaprobity
5.
antisaprobity
Bakteri 0-10
(Fungi 0-10)
abiotik
Abiotik. Hanya spora,
cysts dan lainnya yang
dapat bertahan hidup
6.
radiosaprobity
Bervariasi
7.
criptosaprobity
Bervariasi, sebagian
besar abiotik
Sampel
Limbah dr septiktank,
air yg mengandung
H2S
Limbah industri yg
terkonsentrasi;
Lumpur yang didigest
Limbah industri;
Cairan sulfit;
Limbah produksi gula
Limbah B-3
Limbah radioaktif
atau air yang
terkontaminasi
Limbah yg mgd
senyawa anorganik
Aspek higienis
Bahaya infeksi
mikroorganisme
patogen
Bahaya infeksi
mikroorganisme
patogen, juga adanya
senyawa toksik
Bahaya infeksi
mikroorganisme
patogen dan keracunan
ptomains
Kehadiran spora
mikroorganisme
patogen
Adanya racun,
sebagian
mikroorganisme
patogen mati
Kehadiran isotop
radioaktif. Bahaya
yang tdk terlihat
Kondisi yang bervariasi
IV - 16
DERAJAT SAPROBITY
DERAJAT TROPHIC
katharobic
Air minum
xenosaprobic
oligotrophic
oligosaprobic
oligotropic
-mesosaprobic
eutropic
-mesosaprobic
eutropic
polysaprobic
polytropic
Danau
Sungai di daerah hulu/tengah
Kolam ikan yang tercemar di dekat
lahan irigasi, kolam yang mengandung
algae yang mati
Aliran yang sangayt tercemar
pertumbuhan Sphacrotilus
Limnosaprobic
Air pegunungan,
Air lelehan salju
Eusaprobic
(4 special degrees)
hypertrophic
transsaprobic
(3 special degrees)
atrophic
(antitropic)
9. Studi produktivitas biologis di danau, kolam ikan, reservoir harus dilakukan lebih
intensif sehingga dapat mengidentifikasi air tercemar, limbah dan khususnya
instalasi pengolahan.
10. Arah utama penerapan hidrobiologi harus terlihat di perkiraan keadaan yang akan
datang dari badan air dalam masalah dan kontrol pencegahan kualitasnya. Tidak
hanya pencemaran dan self purification, tetapi juga fenomena lainnya yang terjadi
di air, seperti pewarnaan vegetatif, algae bloom, pertumbuhan luar biasa dari
organisme tak bertangkai, aquatic macropyte, dan sebagainya.
Sladacek
Zona ini terletak tepat dibawah sumber pencemaran dan biasanya berkarakteristik
rendahnya oksigen terlarut (0-3 mg/L), terutama pada aliran rendah yang kritis, BOD
tinggi, jumlah bakteri tinggi, hadirnya bakteri yang dimakan protozoa seperti
Paramecium, Vorticella dan Carchecium dan beberapa flagellate.
berbentuk plankton rendah.
Jumlah yang
BOD5
mg/L
Coliforms
per liter
Phsychrophilic
heterotrophic
bacteria (agar plate
method)
per mililiter
1,000
1. Xeno-
0.5
1.0
10,000
2. Oligo-
1.5
2.5
50,000
10,000
3. beta- meso-
2.5
5.
100,000
50,000
4. Alpha- meso-
3.5
10.
1,000,000
250,000
5. Poly-
4.5
50.
30,000,000
2,000,000
6. Iso-
5.5
400.
3,000,000,000
10,000,000
7. Meta-
6.5
700.
10,000,000,000
100,000,000
8. Hyper-
7.5
2,000.
1,000,000
1,000,000,000
9. Ultra-
8.5
120,000.
10
Note : - S
= indeks saprobic. Nilai BOD 5 dalam limnosaprobical pada badan air stagnan
dapat ditingkatkan dua kali lipat dari nilai di tabel di atas, jika terjadi
pewarnaan air secara vegetatif atau algae-bloom.
IV - 18
Pada
sungai
sehat
terdapat
siklus
biodinamis
yang
menghasilkan
pencemaran industri dapat mengubah siklus ini. Kondisi fisik, kimia dan karakteristik
lingkungan di sungai juga sangat variabel, tes yang melibatkan ini juga tidak akurat
dalam memprediksi pengaruh efluen pada sungai yang ditentukan (1950). Patrick
mengembangkan sistem observasi organisme di sungai dan memperkirakan derajat
pencemaran dengan analisis kelompok dan jumlah relatif yang ada.
Patrick menghasilkan tujuh kelompok taksonomi yang berbeda dari organisme
untuk dipakai sebagai pengukur biologis dari kondisi sungai :
1. Algae biru-hijau, beberapa algae hijau, beberapa rotifier
2. Oligochaete, leache, snail
3. Protozoa
4. Diatom, red algae dan hampir semua green algae.
5. Semua retifier yang tidak di (1) ditambah clam, worm dan beberapa snail
6. Semua insect dan crustacea
7. Semua ikan
Dari observasi dan enumerasi terhadap tujuh kelompok tersebut, sungai
diklasifikasikan menjadi lima, yaitu:
1. Sungai sehat.
Keseimbangan organisme: algae utamanya diatom dan green algae ; insect dan
ikan diwakili oleh berbagai spesies. Kelompok 4, 6, dan 7 (di atas) semuanya di
atas level 50%, berdasarkan level yang dijumpai di stasiun sebelah hulu yang
alamiah.
2. Sungai semi sehat.
Keseimbangan agak terganggu.
memprlihatkan jumlah individual yang lebih besar. Kelompok 6 dan 7 (di atas)
keduanya di bawah 50%, dan 1,2 dan 4 mencapai 100% atau lebih; atau 4 dua
kali kolom lebarnya (salah satu mempunyai lebih banyak spesies dari normal),
menghasilkan dominan dari satu organisme.
3. Sungai terpolusi.
Sungai dengan kondisi dimana keseimbangan kehidupan yang dijumpai di stasiun
yang sehat telah berbalik.
Sungai pada kondisi yang toksik untuk kehidupan tanaman dan hewan. Banyak
kelompok sering tidak ada. Ini terjadi jika 6 dan 7 tidak ada dan 4 di bawah 50%
atau jika 6 dan 7 ada tetapi 1 atau 2 kurang dari 50%.
5. Kelompok ini atypical karena tidak dapat dibandingkan., salah satunya karena
kondisi ekologi umumnya atau karena metode pengumpulan, misalnya, stasiun
yang sehat mungkin kondisinya eutrophic, sedangkan air dingin oligotrophic dapat
lebih keras kecepatannya pada dasar yang sama.
tepinya baru tererosi tidak bisa dibandingkan dengan sungai normal dengan air
dangkal dekat endapan.
Dapat
disimpulkan
bahwa
pengaruh
umum
dari
pencemaran
dapat
mengurangi jumlah spesies, dimana spesies yang paling toleran adalah yang
bertahan hidup.
Dalam hubungan dengan sanitasi sungai, Dr. Patrick telah mengusulkan
metode untuk pengukuran kondisi sungai dengan hadirnya atau tidak hadirnya
spesies dari semua kelompok utama yang memainkan peranan di siklus biodinamis
sungai, kecuali pengujian klasik dari karakteristik fisik dan fungsi yang hadir
diperhitungkan hanya sebagai organisme indikator.
Agen toksik, dan tidak ada pembalikan oksigen terlarut menyebabkan hampir
semua gangguan pada kehidupan tanaman dan hewan di sungai. Pengaruh toksik
yang ditunjukkan adanya perubahan pada interval siklus biodinamik dari reduksi di
kelompok taksonomi pada hilangnya kelengkapan kehidupan hewan dan tanaman.
Di sungai yang sehat beberapa spesies besar harus ada, tetapi tidak ada
spesies harus predominan. Pengaruh pencemaran rupanya mengurangi jumlah
spesies, dengan peningkatan berlebihan dari spesies individu yang bertahan hidup.
Karenanya, persentase kehadiran atau ketidakhadiran kelompok taksonomi dapat
dipakai sebagai indeks pencemaran sungai., karena sungai yang sehat memerlukan
keseimbangan aktivitas fisiologi. Metode ini menggambarkan kondisi selama periode
tertentu dan tidak pada saat sampling saja, seperti pada analisis fisik dan kimia.
4.4.4. Teori Palmer
Palmer (1962) memberikan enumerasi bentuk algae di air bersih dan algae
yang berkaitan dengan peningkatan organik di badan air.
IV - 20
IV - 21
IV - 22
Clums
Ikan
Cladophora (hijau)
Ulothrix (hijau)
Navicula (diatom)
Trachelomonas
Pleeotera (stoneflies)
Negaloptera (hellgramites,
alderflies, fishflies)
Trichoptera
Ephemeroptera
Elmidae (riffles beetlyv
Unionidae (pearl button)
Ethcostoina (darter)
Notropis (shiner)
Chrosomus (dace)
Protozoa
Segmented
Worms
Leeches
Serangga
Snail
Clam
Ikan
4.5.
Sphaerotulis
Leptomitus
Chlorella (hijau)
Chlamydomonas (hijau)
Oscillatoria (biru, hajau)
Phormidium (biru, hijau)
Stigeoclonium (hijau)
Carchesium
Colpidium
Tubifex
Limnodrilus
Helobdella stagnalis
Culex piepien
C0hironomus
Tubifera
Physa integra
Sphacrium
Cyprinus carpio
IV - 23
ju m la h h e w a n
50
40
je n i s
30
p o p u la s i
2
p e r ft
20
(X IO )
10
0
s ta r t p o lu s i
w a k t u p e n g a lir a n
P o lu s i O r g a n ik ( N o n - to k s ik )
50
ju m l a h h e w a n
40
je n is
je n is
30
20
10
p o p u la s i
2
p e r ft
p o p u la s i
(X IO )
0
s ta r t p o lu s i
w a k t u p e n g a lir a n
P o lu s i T o k s ik
50
ju m la h h e w a n
40
je n is
30
20
10
p o p u la s i
2
p e r ft
(X IO )
0
s ta r t p o lu s i
w a k t u p e n g a lir a n
S ilt ( P o lu s i I n e r t )
Gambar 4.3. Dampak pencemaran pada binatang
IV - 24
reaksi orde pertama. Banyak contoh pada campuran antara limbah industri dengan
limbah domestik terjadi reaksi orde kedua, di mana laju oksidasi tergantung pada
konsentrasi kedua reaktan yang tersisa.
Limbah kota yang tercampur dengan bahan kimia industri yang kompleks,
memerlukan sesuatu yang lain daripada reaksi monomolekuler untuk lebih deskriptif
dan akurat. Kenyataannya Gaudy et.al (1967) memperingatkan para peneliti tentang
ploting data BOD dalam bentuk kurva monomolekuler dan dia telah menemukan
kurva BOD yang tidak mengikuti laju penurunan kinetik orde pertama untuk
mengakomodasi metode-metode untuk menentukan k dan L yang tidak dapat
diaplikasikan
untuk
semua
kasus.
Persamaan-persamaan
tersebut
dapat
a bt
a bt
t
a......atau......ta b t
y
t
y
0 ....(4.9)
t
t 0......atau......a t b t 2
y
t
y
0 .(4.10)
Slope Method
melibatkan persamaan yang sulit dan harus sealalu diulang karena menggunakan
metode trial dan error.
Metode Thomas mengasumsikan hubungan linier antara laju perubahan BOD
dan nilai BOD itu sendiri dan berguna jika interval data BOD tidak sama. Metode ini
IV - 25
lebih sederhana dari metode least-squares dan hanya dapat diterapkan jika yang
terjadi adalah laju monomolekuler.
y'
4.5.1.3.
yn 1 yn 1
tn 1 tn 1
Metode moment
5 .6 0
5 .3 8
5 .2 0
0 .2 3 4
0 .2 3 2
4 .8 0
0 .2 3 0
0 .2 2 8
n
y /n ty
4 .4 0
0 .2 2 6
0 .2 2 4
4 .0 0
0 .2 2 2
0 .2 2 0
3 .6 0
0 .2 1 8
0 .2 1 6
3 .2 0
0 .2 1 4
0 .2 1 2
2 .8 0
0 .2 1 0
0 .2 0 8
2 .4 0
0 .2 0 6
2 .0 0
0 .0 5
0 .1 0
0 .1 5
0 .2 0
0 .2 5
0 .3 0
0 .3 5
k o n s ta n t a k e c e p a ta n r e a k s i, k
IV - 26
4.5.1.4.
Metode Logaritmik
Orford dan Ingraam (1953) menemukan bahwa ketika BOD diplot terhadap
logaritma waktu, maka kurva dihasilkan merupakan garis linier.
Berdasarkan
eksperimen, untuk oksidasi limbah domestik pada suhu 20C persamaan garisnya
sesuai dengan fungsi:
Persamaan logaritmis
Log L yt kt
(4.11)
(4.12)
Analisis Laboratorium
reaksi monomolekuler yang menyatakan laju oksidasi sesuai dengan jumlah bahan
organik yang tersisa. Grafik yang digambarkan, nilai BOD tersisa diplot pada sumbu
Y dan waktu pada sumbu X, sehingga terbentuk garis lurus dengan kemiringan
tertentu. Slope garis ini didefinisikan sebagai laju reaksi k1. Intercept dari aksis log
merupakan predisi nilai L, BOD ultimate.
4.5.1.6.
Rhame mengembangkan hubungan Nilai BOD pada dua waktu, dimana pada
waktu yang kedua dua kali lipat waktu yang pertama.
L
X2
2X Z
dan
k1
1
X
log
T t
ZX
(4.13)
dimana:
IV - 27
300
200
100
10
15
20
o k s id a s i b io k im ia ( h a r i)
Gambar 4.5. Estimasi BOD ultimate dari data analisis BOD selama 10 hari
4.5.1.7.
Air limbah yang diolah dengan proses biologi, zat karbon dioksidasi menjadi
CO2, namun ada indikasi hanya sedikit atau tidak ada oksidasi NH 3. Maka BOD5 dari
efluen relatif rendah karena nitrogen tidak teroksidasi selama periode lima hari da
cairan mengandung sedikit bahan organik, namun kebutuhan ultimate relatif tinggi
karena termasuk oksigen yang ekuivalen dengan kehadiran nitrogen di efulen.
Pada instalasi pengolahan limbah dimana proses biologis menghasilkan
efluen yang ternitrifikasi, atau efluen yang mulai terjadi nitrifikasi selama masa
inkubasi BOD, rasio kebutuhan oksgen batas dan BOD5 tidak lebih rendah dari limbah
yang terendapkan.
Kebutuhan oksigen ultimate meningkat dengan signifikan di aliran sanitasi,
karena adanya kompetisi sumber air yang diterima aliran meningkat.
Proses
IV - 28
Streeter Phelps
(4.14)
Dimana
D = defisit oksigen
L = kebutuhan oksigen karbon ultimate
Persaman tersebut dideferensial hingga menghasilkan :
DL
k1 L A
10 k1t 10 k 2t D A .10 k2t
k 2 k1
(4.15)
walaupun nilai tingkat reaerasi k2 dapat dihitung dari persamaan diatas (dengan
catatan parameter lain sudah diketahui) namun itu tidak dapat digunakan untuk
memprediksi tingkat reaerasi dengan hasil yang mendekati kenyataan. Nilai k2 yang
didapat kemungkinan terlalu rendah bila dihubungkan dengan polusi organik yang
terakumulasi di dasar aliran.
IV - 29
CV n
K2
H2
(4.16)
Dimana
K2
koefisien reaerasi/hari
C,n
Nilai K2 yang didapat dengan persamaan diatas ternyata tidak konsisten, hal
ini disebabkan faktor-faktor polusi dan efek dari algae serta organisme-organisme air
lainnya.
4.5.2.2.
480 DL S 1 / 4
k2
H 3/ 4
(4.17)
127( D LU )1 / 2
k2
H 3/ 2
(4.18)
Dimana
DL
k2
IV - 30
DL 2.037 (1.037)T
20
10 5 cm 2
sec
Suhu
10C
15C
20C
25C
30C
DL = 1464
DL = 1704
DL = 1944
DL = 2208
DL = 2544
Persamaan
OConnor-Dobbins
dan
StreeterPhelps
memiliki
banyak
menyatakan
bahwa
perbandingan
gradien
kecepatan
tidak
Isaacs
IV - 31
k 2 0.06339
Dm1 / 2
(4.19)
Dimana
Dm
k 2 (20 C ) C
O
(4.20)
2
Jumlah pengamatan
Koefisien korelasi
Circular
2.7587
16
0.984
Square
2.9281
16
0.972
Triangular
2.8229
16
0.987
Data Komposit
2.8330
48
0.981
k 2 (20 C ) C
O
(4.21)
Dimana:
k2
= per hari
= kedalaman rata-rata ft
Konstanta 2,833 mewakili rata-rata dari kekasaran saluran yang diobsrvasi oleh
Isaacs.
IV - 32
Churchill
k2
log10 D2 log10 Dt
(4.22)
t 2 t1
Variabel
k2
V
R
S
f
p
DL
e
1
2
3
4
5
6
7
8
T-1
LT-1
L
Tanpa dimensi
Tanpa dimensi
ML-3
ML-1T-1
MT-3
L2T-1
L2T-1
IV - 33
Menurut teorema analisa tanpa dimensi Buckingham II, terdapat tiga kelompok
tanpa dimensi yang lebih kecil daripada variabel-variabel yang ada (S atau f bisa
digunakan tetapi tidak secara bersamaan). Oleh karena itu ada 8 variabel dan lima
kelompok dimensi yang mungkin. Kelompok tanpa dimensi disini adalah :
(1)
(2)
k2 R
.(4.23)
V
(4.24)
DL
(4)
(5)
V R
(4.25)
(4.26)
(4.27)
Untuk perhitungan k2 dari data percobaan lima kelompok tanpa dimensi tersusun
sebagai persamaan:
V b1 VR b2 b1
k2 b2
R DL V c
(4.28)
Dimana a dan b adalah konstanta yang diperoleh dari data hasil olahan dengan
prosedur multi regresi
Karena k2R/V adalah tanpa dimensi, maka persamaan untuk k2 dapat
dinyatakan dengan memperhatikan dimensinya sebagai :
IV - 34
k2
V
V1
Tapi ada bentuk lainnya dengan k 2
R
R b2
(4.29)
k 2 (20 O C ) 5.026
V 0.969
R 1.673
(4.30)
DT
g h
10 5
2
37 n C
IV - 35
4
3
k2
2,8
2
1,8
1
1,1
0,5
0
30
60
190
DT
300
600
1200
(4.31)
Dimana
DL
k2
(4.32)
Dimana
V
k2
Untuk aliran dengan range kecepatan antara 0.1-5.0 ft/dt, dan kedalaman antara 0.411.0 ft.
8. Negulescu dan Rojanski
IV - 36
1.63
(4.33)
Dimana
DL
= kecepatan (m/dt)
1962,
fenomena
peningkatan
kecepatan
pergerakan
molekul
oksigen
menyebabkan lapisan permukaan air akan jenuh lebih cepat dan mungkin
menyebabkan kejenuhan pada kedalaman lebih besar per satuan waktu. Temperatur
air yang lebih tinggi akan meningkatkan tingkat difusi molekuler pada fase gas
oksigen di permukaan air yang berarti juga menyebabkan peningkatan laju reaerasi
aliran.
sehingga defisit oksigen yang menjadi penyebab utama reaerasi juga akan menurun.
Churchill et.al. 1962 membuat grafik hubungan nilai k 2 terhadap suhu hingga
menemukan persamaan:
k 2 ae bt
(4.34)
Dimana:
A
= konstanta intercept
= konstanta laju
= temperatur (C)
k 2 (t O C ) 0.4364 e
0.0238 t
(4.35
atau
k 2 (t O C ) k 2 (20 O C ) X 1.0238 (t 20 )
(4.36)
IV - 37
Kurva
berproses, dihasilkan suatu titik DO minimum yang disebut sebagai titik kritis, setelah
reaerasi menjadi dominan dan DO mulai naik.
8.1.1.1.
(persamaan sag)
sebanding dengan BOD residual dan laju reaksi deoksigenasi (K1). Sedangkan K2D
merepresentasikan reaksi reaerasi.
eksisting dan laju reaerasi K2. Selain tergantung dari suhu K2 juga bergantung pada
kedalaman kecepatan dan karakteristik fisik dari aliran.
Bentuk gabungan kedua persamaan di atas adalah sebagai berikut:
k1 La
(10 k1t 10 k 2t ) Da .10 k 2t
k 2 k1
(persamaan sag)
IV - 38
Dimana La adalah BOD awal dan Da adalah defisit oksigen dalam aliran. K2 dan K1
adalah laju deoksigenasi dan reaerasi dalam bentuk logaritma, D adalah defisit waktu
t (hari).
Oleh karena itu bila diketahui nilai Da, La dan k maka defisit di bagian hilir
dalam waktu berapa pun dapat dihitung. Kurva sag adalah posisi dimana nilai defisit
digambarkan sebagai kurva kontinyu terhadap waktu. Pada titik kritis dalam kurva
sag, laju reaerasi sama dengan laju deoksigenasi dan tepat pada saat itu perubahan
defisit adalah nol. Secara matematis peristiwa di atas digambarkan sebagai
dD
k1 L k 2 Dc 0
dt
k 2 Dc k1L
Dc
k1 L
k2
tapi
L La e k1t
Dc
Dc
k1
La e k1t c
k2
k1
La 10 k1tc
k2
(4.37)
(4.38)
(4.39)
atau
log Dc log
k1
L a k1 t c
k2
(4.40)
tc
k
D (k k )
1
log 2 1 a 2 1
k1 ( f 1) k1
L a k1
(4.41)
IV - 39
tc
D
1
log 1 ( f 1) a
k1 ( f 1)
La
(4.42)
Dengan cara yang sama dapat digunakan nilai f untuk menggantikan nilai
k2/k1 untuk menyederhanakan dan memperkirakan nilai Dc.
log Dc log
La
k 1t c
f
(4.43)
Badan Air
Kolam kecil
Danau atau reservoar
Badan air dengan aliran tenang
Badan air dengan aliran normal
Aliran deras
Jeram dan air terjun
8.1.1.2.
Aliran air (stream) adalah badan air yang bersifat dinamis dan hidup. Aliran air
dapat menyesuaikan diri sebagai reaksi terhadap polusi dari waktu ke waktu, baik di
lokasi yang sama maupun dari lokasi yang satu ke yang yang lain sepanjang
alirannya. Ada tiga hal utama yang menyebabkan kondisi tidak tetap (unsteady-state)
ini berlangsung : (1) sedimentasi; (2) penggerusan; dan (3) fotosintesis. Ketiga faktor
tersebut dianggap sebagai faktor yang mempercepat laju deoksigenasi k1.
1. Sedimentasi organik
Ketika unsur-unsur organik yang membutuhkan oksigen tenggelam dan keluar
dari arus utama dari suatu aliran air, dan akhirnya terdeposisi di dasar aliran, maka
laju deoksigenasi k1 akan terhitung lebih besar daripada laju deoksigenasi yang
sebenarnya Ini disebabkan kebutuhan oksigen dari unsur-unsur organik tersebut
hilang dari arus aliran air. Pada kenyataannya kebutuhan oksigen ini tertunda untuk
beberapa waktu hingga unsur-unsur organik tersebut mendekomposisi benthally.
Kebutuhan oksigen tersebut akan terlokalisir di sepanjang aliran tepat diatas unsurunsur organik yang tenggelam itu. Sebagai akibatnya lumpur yang terdeposit akan
mengambil alih kebutuhan oksigen dan akan meningkatkan kadar oksigen di bagian
hilir.
IV - 40
2. Penggerusan
Ketika terjadi arus yang bersifat unsteady dan turbulen di aliran air, lumpur
yang terdeposisi di dasar aliran akan meluap dari dasar. Ini berakibat kadar oksigen
di air akan berubah. Kebutuhan oksigen yang konstan, pelan dan terlokalisir akan
berpindah ke arus aliran. Oksigen dengan kadar yang sedikit akan terkandung dalam
aliran air yang membawa lumpur penggerus hingga hilir.
Ketika deposit penggerus ini sudah menempati lokasi yang baru, maka proses
ini akan berlanjut ke lokasi-lokasi yang baru di hilir. Penggerusan ini akhirnya akan
menghasilkan oksigen kadar rendah di dalam aliran air serta akumulasi oksigen yang
terkandung dalam material hasil gerusan yang terdeposisi di lokasi-lokasi baru di
bagian hilir. Deposit yang bersifat anaerobik akan bergerak dan menjadi aerobik. Ini
akan meningkatkan kebutuhan oksigen.
3. Fotosintesis
Peristiwa pertumbuhan tumbuhan mikroskopis akan berakibat langsung pada
kadar oksigen di dalam aliran air. Tumbuhan yang sedang tumbuh menggunakan
energi dalam bentuk sinar matahari, karbondioksida dan mineral dari udara dan air
untuk memproduksi biomassa oksigen. Kadar oksigen akan menjadi lebih tinggi di
siang hari dan semakin menurun seiring terbenamnya matahari. O'Connor (1967)
memperkenalkan persamaan matematika untuk menghitung pelepasan oksigen
selama proses fotosintesa.
P( t )
Pm sin t
p
dimana 0 t P
(4.44)
Pm adalah laju maksimum selama peride p; P (t) ada lah laju pelepasan oksigen
selama proses fotosintesa.
8.1.1.3.
k1 L a
(10 ( k1 k3 ) t 10 k 2t ) Da .10 k 2t
k 2 k1 k 3
(4.45)
IV - 41
16
18
20
22
24
26
k1
0.832
0.912
1.000
1.096
1.202
1.317
k2
0.939
0.969
1.000
1.032
1.065
1.099
k3
0.752
0.867
1.000
1.153
1.331
1.535
0.920
0.960
1.000
1.040
1.080
1.120
Rentang nilai dari konstanta polusi aliran untuk sungai-sungai di Amerika dengan
beban buangan non-toksik selama bulan-bulan panas adalah :
k1 per hari = 0.06 hingga 0.36
k2 per hari = 0.06 hingga 0.96
k3 per hari = -0.36 hingga 0.36
Beban BOD maksimum yang diijinkan
Bila diasumsikan tidak terjadi deposisi, beban BOD maksimum LA yang harus
diketahui agar konsentrasi oksigen akan tetap diatas nilai tertentu di hilir, dapat
didekati dengan persamaan :
k1
D
1 A
log L A log Dc 1
k 2 k1
DC
8.1.1.4.
0.418
log
k2
k1
(4.46)
Hull mengusulkan
IV - 42
DC
La k1tc
10
f
(4.47)
DC
1
( La X c )
f
atau
DC
Lc
..
f
(4.48)
Dimana :
f
= k2/k1
(4.49)
Dc dan tc
Xc
La
La k1tc 1
10
( La X c ) LC
f
f
(4.50)
Dc
LC
f
atau
DC
LC
f
..
(4.51)
LC
DC
(4.52)
Nilai f dalam (4.47) dan (4.48) merepresentasikan rata-rata atau nilai efektif
yang merupakan integrasi dari titik awal a hingga titik kritis c.
Substitusi Lc dengan La .10 -k1 tc dan La - Xc berakibat tidak ada BOD yang ditambahkan
atau diganti sepanjang aliran, kecuali oleh reaksi BOD. Kenyataannya jarang sekali
ada aliran yang bisa memenuhi persyaratan tersebut.
Pada titik kritis, kemiringan kurva sag (dD/dt) adalah nol.
IV - 43
dD
K1 L K 2 D
dt
(4.53)
Dengan memberi subscript c pada persamaan diatas, persamaan 4.53 dapat ditulis
sebagai
dD
K 1c Lc K 2c Dc 0
dt
(4.54)
Persamaan 4.54 mengindikasikan bahwa pada titik dimana konsentrasi DO tidak
berubah, laju deoksigenasi akan seimbang dengan laju reoksigenasi.
K 2 c Lc
K 1c Dc
atau
log
K 2c
L
c
K 1c Dc
(4.55)
Dengan memodifikasi f dengan menambah subscript c didapatkan
fc
k 2 c Lc
k1c Dc
(4.56)
Yang sama dengan persamaan 4.55
Lc f c Dc
(4.57)
Persamaan 4.56 bisa digunakan untuk mengitung f pada lokasi tertentu dalam
kondisi yang juga ditentukan. Koefisien self purification dapat juga dihitung dengan
persamaan 4.56.
perhitungan suhu, DO dan BOD fase awal ultimate, semuanya pada titik kritis. Tidak
dibutuhkan lagi perhitungan waktu pengaliran, k1 dan k2.
Hull menyatakan bahwa dalam sistem Streeter - Phelps dengan melibatkan
reaerasi atmosferik serta BOD tahap awal, kurva sag oksigen yang diamati akan
bersamaan waktunya dengan kurva sag oksigen teoritis.
hc f c
Lc
Dc
(4.58)
Namun ketika ada algae, deposit lumpur atau COD, hasil pengamatan tidak sama
dengan teori. Dan hc
fc, tapi,
IV - 44
h' c C 3 f ' c
L' c
D' c
(4.59)
Hull mendefinisikan h'c sebagai koefisien self purification efektif pada titik sag
kritis pengamatan dan f'c sebagai koefisien self purification teoritis pada titik sag kritis
yang diamati.
Nilai koefisien hc dimaksudkan sebagai hasil estimasi dari rata-rata nilai h
sepanjang daerah deoksigenasi. Nilai h dapat disubstitusi dengan f untuk persamaan
1 untuk memprediksi defisit oksigen kritis untuk beban BOD yang diketahui.
8.2.
Tentunya
diperlukan penelitian yang seksama agar dapat diketahui hal-hal apa saja yang dapat
meningkatkan nilai konstanta k1, k2 dan k3.
8.3.
batas maksimum kadar bahan pencemar yang masih memungkinkan proses purifikasi
IV - 45
membatasi beban pencemaran yang diterima oleh badan air, namun masalah akan
timbul jika jumlah pencemar banyak dan jarak lokasi/titik pembuangan limbah saling
berdekatan meskipun debit dan konsentrasi limbah masih di bawah ambang batas
yang ditetapkan.
Dari data monitoring sungai biasanya dapat dilakukan perhitungan beban
pencemaran.
masuk ke sungai (dalam mg/L) dengan besarnya debit aliran sungai (dalam m 3/detik).
Dari hasil perkalian ini setelah dikonservasi pada akhirnya akan diperoleh satuan
beban pencemaran BOD dalam ton / hari
Selain itu diperoleh juga besarnya kapasitas beban (daya dukung) sungai agar
tidak tercemar, yang dihitung dengan mengalikan besarnya beban BOD limbah yang
tidak mencemari sesuai baku mutu sungai (dalam mg/L) dengan debit aliran sungai
(dalam m3/detik). Dari hasil perkalian ini setelah dikonversi pada akhirnya juga akan
diperoleh satuan kapasitas beban BOD dalam ton/hari
Dari kedua hasil perhitungan ini dapat dihitung lagi selisihnya sebagai
kelebihan beban yang dipikul oleh sungai dalam satuan ton/hari, dan selanjutnya bisa
pula dihitung prosentase penurunan beban yang diperlukan dan debit pengenceran
yang diperlukan
Dari perhitungan yang dilakukan dapat diketahui apakah kapasitas daya
dukung sungai sudah terlampaui atau belum. Tentu saja kemampuan self purification
menjadi kurang berarti apabila daya dukung sungai tidak terlampaui, secara langsung
atau tidak langsung juga berarti meningkatkan kemampuan self purification sungai.
8.3.1. PEMILIHAN ATAU PENENTUAN PARAMETER KUALITAS
Baku mutu air atau sumber air sesuai peruntukannya (golongan A, B, C, dan
D) terdapat + 26 parameter kualitas yang dapat digolongkan dalam 5 golongan yaitu :
fisika, kimia, bakteriologi, radioaktifitas dan pestisida.
Masing-masing parameter
kualitas ini merupakan faktor utama di dalam perhitungan sisa daya dukung suatu
sumber air atau sungai. Sangatlah berat atau sulit bila semua parameter kualitas
IV - 46
(4.60)
dimana
Q
IV - 47
Misalnya
Sisa daya dukung BOD5:
Q sungai liter/detik X C mg/L BOD5 = Q sungai X C mg/L BOD5
8.3.5. PEMANFAATAN SISA DAYA DUKUNG
Setelah didapatkan hasil data sisa daya dukung suatu segmen sungai atau
sumber dari beberapa parameter prioritas, dapat digunakan sebagai acuan
kebijaksanaan dalam:
1. Penentuan
sektor
usaha
yang
mempunyai
kontribusi
dominan
yang
IV - 48