Anda di halaman 1dari 28

BAB 4

PENGELOLAAN AIR LIMBAH

A. Sumber Air limbah

Salah satu penyebab terjadinya pencemaran air adalah air limbah yang

dibuang tanpa pengolahan ke dalam suatu badan air. Air limbah merupakan

kombinasi dari cairan dan sampah cair yang berasal dari daerah pemukiman,

perdagangan, perkantoran dan industri, bersama dengan air tanah, air permukaan,

dan air hujan yang mungkin ada.

Pengertian air limbah menurut Ebless dan Steel., sebagaimana dikutip

Chandra adalah cairan buangan yang berasal dari rumah tangga, industri, dan tempat-

tempat umum lainnya yang mengandung bahan atau zat yang dapat membahayakan

kehidupan manusia serta mengganggu kelestarian lingkungan (Chandra, 2007).

limbah adalah buangan yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu tidak

dikehendaki lingkungannya karena tidak mempunyai nilai ekonomi. Berdasarkan

Peraturan Pemerintah (PP) No. 18/1999 Jo. pp 85/1999, limbah didefinisikan sebagai

“sisa atau buangan dan suatu usaha dan/atau kegiatan manusia.” Berdasarkan sumber

penghasilnya, air limbah berasal dari berbagai jenis kegiatan seperti perumahan,

industri, pertanian, dan perkebunan. Karena itu, jenis polutan yang dihasilkan oleh

industri tergantung pada jenis industrinya sendiri, bahan baku, proses industri, bahan

bakar, sistem pengelolaan limbah cair yang digunakan.

1. Air limbah Rumah Tangga (ALRT)


Air limbah rumah tangga (ALRT) merupakan air limbah yang berasal dari

pemukiman penduduk. Pada dasarnya air limbah rumah tangga (ALRT) terdiri dari

tiga fraksi penting di antaranya:

a. Tinja (faeses) berpotensi mengandung mikroba pathogen (contohnya: Bakteri e.

coli).

b. Air seni (urine) umumnya mengandung nitrogen dan fosfor, serta kemungkinan

kecil mikroorganisme.

c. Greywater merupakan air limbah domestik yang berasal dari dapur (tempat cuci

piring), air bekas cuci pakaian (air dan saluran pembuangan mesin cuci misalnya),

dari air mandi (bukan dari toilet). Campuran faeces dan urine disebut sebagai

excreta. Adapun campuran excreta dengan air bilasan toilet disebut sebagai

blackwater. Mikroba patogen banyak terdapat pada excreta. Excreta ini

merupakan cara transport utama bagi penyakit bawaan air (waterborne disease).

Blackwater adalah istilah yang digunakan untuk air limbah yang mengandung

kotoran manusia. Kelompok air limbah ini harus diolah terlebih dahulu karena

mengandung bakteri patogen. Blackwater dikenal juga dengan istilah sewage.

Beberapa hal utama yang membedakan dan greywater dan black-water antara

lain:

a. Greywater memiliki kandungan nitrogen yang jauh lebih rendah dibanding

blackwater.

b. Greywater mengandung patogen yang jauh lebih rendah daripada blackwater.

c. Greywater jauh lebih mudah didekomposisi daripada blackwater.


Pada saat ini banyak yang memanfaatkan Greywater untuk keperluan lain

dalam rangka konservasi sumber daya air. Salah satu manfaatnya adalah untuk

menyiram tanaman. Hal penting yang ditekankan, yaitu tidak boleh ada materi toksik

yang mencemari greywater. Sabun cuci piring yang digunakan pun harus yang ramah

lingkungan. Sementara itu, blackwater biasanya disalurkan ke septic tank atau

langsung disalurkan ke sewage system untuk kemudian diolah di dalam instalasi

pengolahan air limbah domestik. (greywater.com)

2. Air Limbah Industri (ALI)

Air limbah Industri (ALI) merupakan hasil sisa dari produksi, air limbah

industri umumnya terjadi sebagai akibat adanya pemakaian air dalam proses

produksi. Zat-zat yang terkandung di dalamnya sangat bervariasi tergantung dari

bahan baku yang digunakan oleh industri tersebut. Antara lain: nitrogen, sulfida.

amoniak, lemak, zat pewarna, mineral, dan logam berat. Oleh sebab itu, dampak

yang diakibatkannya juga sangat bervariasi, bergantung kepada zat-zat yang

terkandung di dalamnya.

Pemanfaatan air pada kegiatan industri memiliki beberapa fungsi berikut:

a. Sebagai air pendingin, untuk memindahkan panas yang terjadi dari proses

industri.

b. Untuk mentransportasikan produk atau bahan baku.

c. Sebagai air proses, misalnya sebagai umpan boiler, pada pabrik minuman, dan

sebagainya.

d. Untuk mencuci dan membilas produk dan/atau gedung serta instalasi.


B. Dampak Buruk Air limbah

Air limbah yang mengandung bahan pencemar dialirkan ke lingkungan

(seperti sungai atau badan air lainnya), akan mengakibatkan terjadinya pencemaran

pada badan air tersebut. Air limbah yang tidak dikelola dengan baik dapat

menimbulkan dampak buruk bagi makhluk hidup dan lingkungannya. Beberapa

dampak buruk tersebut adalah sebagai berikut:

1. Gangguan Kesehatan

Air limbah dapat mengandung bibit penyakit yang dapat menimbulkan

penyakit bawaan air (waterborne disease). Air limbah yang tidak dikelola dengan

baik juga dapat menjadi sarang vektor penyakit (misalnya nyamuk, lalat, kecoa, dan

lain-lain). Vektor penyakit tersebut dapat membawa mikroorganisme patogen

penyebab penyakit, seperti diare, kolera, filaria, penyakit cacing, dan tifoid. Efek

limbah berbahaya terhadap kesehatan manusia adalah karena sifat toksik bahan yang

dikandung dalam limbah tersebut. Penyakit yang ditimbulkan dan limbah berbahaya

dapat bersifat akut dan kronis. Terutama limbah berbahaya toksis. yang reaksinya

sangat kompleks. Efek akut dan limbah cair tersebut, yaitu: 1) Kerusakan susunan

saraf; 2) Kerusakan sistem pencernaan: 3) Kerusakan sistem neorologis: 4)

Kerusakan sistem pernafasan; dan 5) Kerusakan pada kulit. Adapun untuk efek

kronis yang dihasilkan, yaitu: 1) Efek karsinogenik (menimbulkan kanker);

2) Efek mutagenic (mutasi gen/kromosom); dan 3) Efek teratogenik dan Kerusakan

sistem reproduksi. Penyakit tersebut bukan saja menjadi beban pada komunitas

(dilihat dan angka kesakitan, kematian, dan harapan hidup). tetapi juga menjadi

penghalang bagi tercapainva kemajuan di bidang sosial dan ekonomi.


2. Penurunan Kualitas Lingkungan

Air limbah yang langsung dibuang ke air permukaan (misalnya: sungai dan

danau) tanpa dilakukan pengolahan dapat mengakibatkan pencemaran air

permukaan. Bahan organik yang terdapat dalam air limbah bila dibuang langsung ke

sungai dapat menyebabkan penurunan kadar oksigen yang terlarut (dissolved oxygen)

di dalam sungai tersebut. Dengan demikian, akan menyebabkan kehidupan di dalam

air yang membutuhkan oksigen akan terganggu, sehingga akan mengurangi

perkembangannya sebagai akibat matinya bakteri, maka proses penjernihan air

secara alamiah yang seharusnya terjadi pada air limbah juga terhambat. Dengan air

limbah menjadi sulit terurai. Panas dan limbah industri juga akan membawa dampak

bagi kematian organisme, air limbah yang tidak didinginkan dapat merembes ke

dalam air tanah, sehingga menyebabkan pencemaran air tanah. Bila air tanah

tercemar, maka kualitasnya akan menurun sehingga tidak dapat lagi digunakan sesuai

peruntukkannya.

3. Gangguan Terhadap Keindahan

Adakalanya air limbah mengandung polutan yang tidak mengganggu

kesehatan dan ekosistem, tetapi mengganggu keindahan. Air limbah dapat juga

mengandung bahan-bahan yang jika terurai menghasilkan gas-gas yang berbau. Bila

air limbah jenis ini mencemari badan air, maka dapat menimbulkan gangguan

keindahan pada badan air tersebut. Dengan semakin banyaknya zat organik yang

dibuang ke lingkungan perairan, maka perairan tersebut akan semakin tercemar yang

ditandai dengan bau yang menyengat serta dapat mengurangi estetika lingkungan.

Masalah limbah minyak atau lemak juga dapat mengurangi estetika. Selain bau,
limbah tersebut juga menyebabkan tempat sekitarnya menjadi licin. Adapun limbah

deterjen atau sabun akan menyebabkan penumpukan busa yang sangat banyak, ini

pun dapat mengurangi estetika.

4. Gangguan Terhadap Kerusakan Benda

Adakalanya air limbah mengandung zat yang dapat dikonversi oleh bakteri

anaerobik menjadi gas yang agresif seperti H 2S. Gas ini dapat mempercepat proses

perkaratan pada benda yang terbuat dan besi (misalnya pipa saluran air limbah) dan

buangan air kotor lainnya. Dengan cepat rusaknya air tersebut, maka biaya

pemeliharaan akan semakin besar juga, yang berarti akan menimbulkan kerugian

materiel.

Berdasarkan Peraturan Pemerintah RI No.: 82 Tahun 2001, baku mutu air

limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar yang keberadaannya dalam

air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dan suatu usaha atau

kegiatan. Kualitas effluent dalam baku mutu ditetapkan dengan memberikan batasan

kadar maksimal beberapa parameter bahan pencemar yang terdapat dalam effluent

suatu jenis industri. Jika air limbah tidak memenuhi ketentuan tersebut, maka perlu

dilakukan pengolahan air limbah sebelum mengalirkannya ke lingkungan.

C. Parameter dalam Air limbah

Parameter dalam menentukan kualitas dan karakteristik dan air limbah

tersebut, di antaranya:

1. BOD520 (Biochemical Oxygen Demand)

Merupakan banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram/liter (mg/lt) yang

diperlukan untuk menguraikan benda organik oleh bakteri pada suhu 2°C selama 5
hari. BOD hanya menggambarkan kebutuhan oksigen untuk penguraian bahan

organik yang dapat didekomposisikan secara biologis (biodegradable)

Nilai BOD tidak menunjukkan jumlah bahan organik yang sebenarnya, hanya

mengukur secara relatif jumlah oksigen sang dibutuhkan untuk mengoksidasi bahan-

bahan buangan tersebut. Jika konsumsi oksigen tinggi yang ditunjukkan dengan

semakin kecilnya sisa oksigen terlarut, maka berarti kandungan bahan buangan yang

membutuhkan oksigen tinggi.

2. COD (Chemical Oxygen Demand)

Jumlah total oksigen yang diperlukan untuk mengoksidasi bahan organik

secara kimiawi, baik yang dapat didekomposisi secara biologis (biodegradable)

maupun yang sukar didekomposisi secara biologis (non-biodegradable). Oksigen

yang dikonsumsi setara dengan jumlah dikromat yang diperlukan untuk

mengoksidasi air sampel.

Uji COD biasanya menghasilkan nilai kebutuhan oksigen yang lebih tinggi

dan pada uji BOD karena bahan-bahan yang stabil terhadap reaksi biologi dan

mikroorganisme dapat ikut teroksidasi dalam uji COD.

3. Oksigen Terlarut (Dissolved Oxygen = DO)

Banyaknya oksigen yang terkandung di dalam air dan diukur dalam satuan

milligram per liter. Oksigen terlarut ini digunakan sebagai tanda derajat pengotoran

limbah yang ada. Semakin besar oksigen terlarut, maka menunjukkan derajat

pengotoran yang relatif kecil.

Oksigen terlarut merupakan kebutuhan dasar untuk kehidupan tanaman dan

hewan di dalam air. Kehidupan makhluk hidup di dalam air tersebut tergantung dan
kemampuan air untuk mempertahankan konsentrasi oksigen minimal yang

dibutuhkan untuk kehidupannya.

4. Kesalahan (Hardness)

Gambaran kation logam divalent (valensi 2) yang terdapat dalam air. Kation

ini dapat bereaksi dengan sabun membentuk endapan (presipitasi) maupun dengan

anion yang terdapat di dalam air membentuk endapan atau karat pada peralatan

logam.

Sifat kesalahan sering kali ditemukan pada air yang menjadi sumber baku air

bersih yang berasal dari air tanah atau daerah yang tanahnya mengandung deposit

garam mineral dan kapur.

5. Settle Able Solid

Lumpur yang mengendap dengan sendirinya pada kondisi yang tenang selama

1 jam secara gaya beratnya sendiri.

6. TSS (Total Suspended Solid)

Jumlah berat dalam mg/l kering lumpur yang ada di dalam air limbah setelah

mengalami penyaringan dengan membrane berukuran 0,45 mikron. Suspended solid

(material tersuspensi) dapat dibagi menjadi zat padat dan koloid. Selain suspended

solid ada juga istilah dissolved solid (padatan terlarut).

Kandungan TSS memiliki hubungan yang erat dengan kecerahan perairan.

Keberadaan padatan tersuspensi tersebut akan menghalangi penetrasi cahaya yang

masuk ke perairan sehingga hubungan antara TSS dan kecerahan akan menunjukkan

hubungan yang berbanding terbalik (Blom, 1994).

7. MLSS (Mixed Liquor Suspended Solid)


Jumlah TSS yang berasal dari baik pengendap lumpur aktif setelah

dipanaskan pada suhu 103°-105°C.

8. MLVSS (Mixed Liquor Volatile Suspended Solid)

Kandungan organic matter yang terdapat dalam MLSS didapat dari

pemanasan MLSS pada suhu 600°C. Benda volatile menguap disebut MLVSS.

9. Kekeruhan (Turbidity)

Ukuran yang menggunakan efek cahaya sebagai dasar untuk mengukur

keadaan air sungai, kekeruhan ini disebabkan oleh adanya benda tercampur atau

benda koloid dalam air.

D. Baku Mutu limbah (air)

Baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar

dan/atau jumlah unsur pencemar pada air limbah yang akan dibuang atau dilepas ke

dalam sumber air dan suatu usaha atau kegiatan.

Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup No. 3 Tahun

2010 tentang Baku Mutu Air limbah Bagi Kawasan Industri, sebagai berikut:

Tabel 4.1. Baku Mutu Air limbah Bagi Kawasan Industri

Parameter Satuan Kadar Maksimum


pH - 6-9
TSS mg/L 150
BOD mg/L 50
COD mg/L 00
Amonia (NH3-N) mg/L 20
Minyak dan Lemak mg/L 15
Kuantitas Air limbah 0,8 L per detik per Ha
Maksimum Lahan Kawasan Terpakai
Sumber Permen LH No. 3 Tahun 2010
Kemudian, Keputusan Menteri Negara Republik Indonesia No. 112 Tahun

2003 tentang Baku Mutu Air limbah Domestik, sebagai berikut:

Tabel 4.2. Baku Mutu Air limbah Domestik


Parameter Satuan Kadar Maksimum
pH - 100
BOD mg/L 00
TSS mg/L 0
Minyak dan Lemak mg/L 6-9
Sumber: KepMen LH No. 112 Tahun 2003.

E. Pengolahan Air limbah

Pengolahan air limbah bertujuan untuk mengurangi dampak negatif terhadap

lingkungan dilakukan dengan mengurangi jumlah dan kekuatan air limbah sebelum

dibuang ke perairan penerima. Tingkat pengurangan yang diperlukan dapat

diperkirakan berdasarkan data karakteristik air limbah dan persyaratan baku mutu

lingkungan yang berlaku.

Pengolahan air limbah dapat dilakukan secara alamiah maupun dengan

bantuan peralatan. Pengolahan air limbah secara alamiah biasanya dilakukan dengan

bantuan kolam stabilisasi yang digunakan untuk mengolah air limbah secara alamiah.

Kolam stabilisasi sangat direkomendasikan untuk pengolahan air limbah di daerah

tropis dan negara berkembang sebab biaya yang diperlukan untuk membuatnya

relatif murah tetapi membutuhkan area yang luas dan retention time yang cukup lama

(biasanya 20-50 hari). Kolam stabilisasi yang umum digunakan adalah kolam

anaerobik (anaerobic pond), kolam fakultatif (facultative pond) dan kolam maturasi

(aerobic/maturation pond). Kolam anaerobik biasanya digunakan untuk mengolah

air limbah dengan kandungan bahan organik yang sangat pekat, sedangkan kolam
maturasi biasanya digunakan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen di dalam

air limbah.

Jika pengurangan air limbah dan sumbernya sudah dilakukan secara optimal,

maka air limbah yang terpaksa tetap dihasilkan selanjutnya harus diolah terlebih

dahulu sebelum dibuang ke lingkungan. Tujuan pengolahan air limbah ini adalah

untuk mengurangi kandungan pencemar air sehingga mencapai tingkat konsentrasi

dan bentuk yang lebih sederhana dan aman jika terpaksa dibuang ke badan air di

lingkungan. Proses pengurangan kandungan zat pencemar ini dapat dilakukan

melalui tahapan penguraian:

1. Proses Alamiah

Tanpa bantuan tangan manusia dalam mengolah limbah yang mengandung

pencemar, alam sendiri memiliki kemampuan untuk memulihkan kondisinya sendiri

atau yang disebut “self purification.” Alam memiliki kandungan zat yang mampu

mendegradasi pencemar dalam air limbah menjadi bahan yang lebih aman dan

mampu diterima alam ilu sendiri, di antaranya mikroorganisme. Waktu yang

diperlukan akan sangat tergantung dari tingkat pencemarannya yang otomatis

berkorelasi dengan tingkat kepadatan penduduk. Jika kepadatan penduduk meningkat

maka pencemaran pun akan semakin meningkat sehingga proses alam untuk

membersihkan dirinya sendiri akan memakan waktu yang sangat lama. Kondisi

tersebut akan menimbulkan penumpukan beban limbah sesuai dengan batas

kemampuan alam untuk dapat melakukan pembersihan sendiri (self-purification)

jauh lebih rendah dibanding dengan jumlah pencemar yang harus didegradasi.

2. Sistem Pengolahan Air limbah


Jika kapasitas alam sudah tidak sebanding dengan beban pencemar, maka

langkah yang harus ditempuh adalah dengan cara mengolah air limbah tersebut

dengan rangkaian proses dan operasi yang mampu menurunkan dan mendegradasi

kandungan pencemar sehingga air limbah tersebut aman jika dibuang ke lingkungan.

Air limbah yang berasal dari aktivitas domestik, kandungan zat organik merupakan

zat yang paling dominan terkandung di dalamnya, pengolahan yang dapat dilakukan

dapat berupa teknologi yang sederhana dan murah seperti cubluk kembar sampai

pada pengolahan air limbah komunal menggunakan teknologi pengolahan yang

mutakhir.

Pengolahan air limbah dengan bantuan peralatan biasanya dilakukan pada

Instalasi Pengolahan Air limbah/IPAL (Waste Water Treatment Plant/WWTP). Di

dalam IPAL, biasanya proses pengolahan dikelompokkan sebagai pengolahan

pertama (Primary treatment), pengolahan kedua (secondary treatment), dan

pengolahan lanjutan (tertiary treatment).

a. Primary Treatment

Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan

padatan dan air secara fisik. Hal ini dapat dilakukan dengan melewatkan air limbah

melalui saringan (filter) dan/atau bak sedimentasi (sedimentation tank).

1) Penyaringan (Filtration)

Penyaringan bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur tercampur

dan partikel koloid dari air limbah dengan melewatkan air limbah melalui media

yang porous. Hal ini perlu dilakukan sebab polutan tersebut (padatan, lumpur

tercampur dan partikel koloid) yang menyebabkan sedimentasi bagi badan air
penerima. Selain itu, polutan tersebut dapat merusak peralatan pengolahan limbah

yang lain seperti pompa serta efisiensi dan alat pengolah lainnya.

Pengoperasian alat filtrasi biasanya dibagi menjadi dua aktivitas, yakni

penyaringan polutan dan pembersihan alat filtrasi tersebut (disebut juga

backwashing). Beberapa alat filtrasi yang banyak digunakan adalah saringan pasir

lambat, saringan pasir cepat, saringan multimedia, per coal filter, micro staining, dan

vacuum filter.

2) Pengendapan (Sedimentation)

Pengendapan dapat terjadi karena adanya kondisi yang sangat tenang. Bahan

kimia dapat ditambahkan untuk menetralkan keadaan atau meningkatkan

pengurangan dan partikel yang tercampur. Adanya pengendapan ini, maka akan

mengurangi kebutuhan oksigen pada proses pengolahan biologis berikutnya dan

pengendapan yang terjadi adalah pengendapan secara gravitasi.

Waktu yang diperlukan untuk mengalir dan titik inlet ke titik outlet agar

terjadi proses pengendapan secara bertahap dan sempurna disebut waktu tinggal

(detention time). Hubungan waktu tinggal, volume air dalam tangki dan laju air (flow

rate) dinyatakan sebagai berikut:

 = Detention Time

Vr = Volume air dalam tangki

Q = Laju air (flow rate)


Kecepatan air basil olahan keluar dan outlet disebut juga kecepatan overflow.

Kecepatan overflow merupakan fungsi dan laju alir dan luas permukaan sebagai

berikut:

Vo = Kecepatan overflow kecepatan air hasil olahan keluar dan outlet.

A = Luas dan permukaan settling zone.

Untuk mempercepat proses pengendapan ini, sering ditambahkan bahan

koagulan seperti alum (tawas). Bahan koagulan dipersiapkan dengan baik seperti

tawas cukup sulit larut dalam air. Jika tawas dimasukkan ke dalam air, diperlukan

waktu cukup lama untuk larut. Sebaiknya tawas dilarutkan dahulu dalam air sebelum

dicampurkan ke dalam air limbah. Dalam industri dikenal istilah rapid mixing dan

slow mixing. Rapid mixing (pengadukan cepat) dilakukan untuk melarutkan koagulan

(misal: tawas) di dalam air. Slow mixing (pengadukan lambat) dilakukan untuk

mencampurkan larutan koagulan dengan polutan agar terbentuk flock yang dapat

mengendap. Untuk mempermudah proses koagulasi adakalanya dilakukan

penambahan kapur sehingga tercipta suasana basa.

Reaksi alum yang terjadi di dalam air:

Apabila tujuan utama pengoperasian untuk menghasilkan hasil buangan ke

sungai dengan sedikit partikel zat tercampur, maka peralatan yang digunakan dikenal
sebagai clarifier (penjernih), sedangkan apabila penekanannya menghasilkan partikel

padat yang jernih, maka dikenal dengan thickener (pengental).

b. Secondary Treatment

Pengolahan kedua (secondary treatment) yang bertujuan mengkoagulasikan

dan menghilangkan koloid serta untuk menstabilisasi zat organik dalam air limbah.

Khusus untuk limbah domestik, tujuan utamanya adalah mengurangi bahan organik

dan dalam banyak hal juga menghilangkan nutrisi seperti nitrogen dan fosfor. Proses

penguraian bahan organik dilakukan oleh mikroorganisme secara aerobik atau

anaerobik.

1) Proses Aerobik

Dalam proses aerobik, penguraian bahan organik oleh mikroorganisme dapat

terjadi dengan kehadiran oksigen sebagai electron acceptor dalam air limbah. Proses

aerobik biasanya dilakukan dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge), yaitu

lumpur yang banyak mengandung bakteri pengurai. Hasil akhir adalah karbon

dioksida, uap air serta excess sludge.

Lumpur aktif tersebut sering disebut dengan MLSS (Mixed Liquor Suspended

Solid). Terdapat dua hal penting dalam proses ini, yakni proses pertumbuhan bakteri

dan proses penambahan oksigen.

Bakteri akan berkembang biak apabila jumlah makanan di dalamnya cukup

tersedia, sehingga pertumbuhan bakteri dapat dipertahankan secara konstan. Pada

permulaannya bakteri berbiak secara konstan dan agak lambat pertumbuhannya

karena adanya suasana baru pada air limbah tersebut, keadaan ini dikenal dengan lag

phase. Setelah beberapa jam bakteri mulai tumbuh berlipat ganda dan fase ini dikenal
sebagai fase akselerasi. Setelah tahap ini berakhir, maka terdapat bakteri yang tetap

dan bakteri yang terus meningkat jumlahnya. Pertumbuhan yang cepat setelah fase

kedua ini disebut sebagai log-growth phase. Selama log-growth phase diperlukan

banyak persediaan makanan, sehingga pada suatu saat terdapat pertemuan antara

pertumbuhan bakteri yang meningkat dan penurunan jumlah makanan yang

terkandung di dalamnya, apabila tahap ini berjalan terus, maka akan terjadi keadaan

di mana jumlah bakteri dan makanan tidak seimbang dan keadaan ini disebut

declining growth phase. Pada akhirnya makanan akan habis dan kematian bakteri

akan terus meningkat sehingga tercapai suatu keadaan di mana jumlah bakteri yang

mati dan tumbuh mulai berimbang yang dikenal sebagai stationary’ phase.

Setelah jumlah makanan habis digunakan, maka jumlah kematian akan lebih

besar dan jumlah pertumbuhannya, maka keadaan ini disebut endogenous phase dan

pada saat ini bakteri menggunakan energi simpanan ATP untuk pernafasannya

sampai ATP habis yang kemudian akan mati.

Dalam proses aerobik, terjadi konversi stoikiometri dengan bakteri sebagai

berikut:

a. Proses oksidasi dan sintesa

COHN S (zat organik) + O2 + nutrients  CO2 + NH3 + C5H7NO7

(new cells) + end product

b. Endogenous respiration

C5H7NO2 + 5O2  5CO2 +2 H2O + NH3 + energi

Terdapat dua cara untuk menambahkan oksigen ke dalam air limbah, yaitu:

1. Memasukkan udara ke dalam air limbah.


Memasukkan udara ke dalam air limbah biasanya melalui benda porous atau

nozzle. Apabila udara yang dimasukkan ke dalam air limbah berasal dari udara luar

yang dipompakan ke dalam air limbah oleh pompa tekan. Dalam penempatan nozzle

harus juga di pertimbangkan karakter pencampuran (mixing characteristic) yang

terjadi akibat pemasukan oksigen ke dalam air limbah. Semakin baik karakter

pencampuran, semakin besar kemungkinan kontak antara activated sludge dengan

bahan organik dalam air limbah.

2. Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen.

Memaksa air ke atas untuk berkontak dengan oksigen dilakukan

menggunakan pemutaran baling-baling (aerator) yang diletakkan pada permukaan

air limbah. Akibat dan pemutaran ini, air limbah akan terangkat ke atas dan kontak

langsung dengan udara sekitarnya. Jika terdapat senyawa nitrat organik, hasil akhir

juga akan mengandung nitrat dan terjadi penurunan pH.

2) Proses Anaerobik

Dalam proses anaerobik zat organik diuraikan tanpa kehadiran oksigen. Hasil

akhir yang dominan dan proses anaerobik adalah biogas (campuran metana dan

karbon dioksida), uap air serta sedikit excess sludge. Aplikasi terbesar sampai saat ini

adalah stabilisasi lumpur dan Instalasi Pengolahan Air limbah serta pengolahan

beberapa jenis air limbah industri.

Proses anaerobik pada zat organik meliputi rangkaian tahap reaksi seperti

terlihat pada Gambar 4.1.

Bahan organik dihidrolisa extra-cellular enzymes menjadi produk terlarut sehingga

ukurannya dapat menembus membran sel. Senyawa terlarut ini dioksidasi secara
anaerobik menjadi asam lemak rantai pendek, alkohol, karbon dioksida, hidrogen,

dan amonia. Asam lemak rantai pendek (selain asetat) dikonversi menjadi asetat,

hidrogen gas, dan karbon dioksida. Langkah terakhir, metanogenesis, berasal dari

reduksi karbon dioksida dan hidrogen dan asetat.

Gambar 4.1 Skema Proses Anaerob dalam Pengolahan limbah Cair

C. Tertiary Treatment

Pengolahan ketiga (tertiary treatment) yang merupakan kelanjutan dan

pengolahan kedua. Pengolahan ini untuk menghilangkan nutrisi atau unsur baru

khususnya nitrat dan fosfat. Pada tahapan ini dapat dilakukan pemusnahan

mikroorganisme patogen dengan penambahan Chlor pada air limbah.

F. Komposisi Air Limbah Domestik

Komposisi air limbah domestik hampir lebih dan 99% berisi air itu sendiri

sisanya adalah kandungan pencemar dengan kuantitas. Sebagaimana digambarkan

dalam Gambar 4.2 dan Tabel 4.3.


Rata-rata timbulan air limbah yang dihasilkan dan pemukiman adalah sebagai

berikut (Met Calf &Eddy, 2003).

1. Apartemen

Gambar 4.2 Diagram Komposisi Air limbah


Sumber Sugiharto. 1987.

Tabel 4.3 Komposisi limbah Cair Domestik

Komposisi limbah cair domestik dan kamar mandi dan WC


Faeces Satuan Urine Satuan
Massa kering (gr/org/hari) 20-3 5 gr 0.5-0.7 gr
Uap air 66-80 gr 93-96 %
Massa basah (gr/org/hari) 35-270 gr -1.31 %
Organik 88-97 % 93-96 %
Nitrogen 5-7 % 15-19 %
Fosfor (P2O2) 3-5.4 % 2.5-5 %
Potasium(K2O) 1-2.5 % 11-17 %
Carbon 44-55 % 11-17 gr
Calcium (CaO) 4.5-5 % 4.5-6 %
Sumber. Duncan Mara dalam Sugiharto, 1987.

a. High-rise: 35—75 gal/orang/hari (tipikal: 50)

b. Low rise: 50—80 gal/orang/hari (tipikal: 65)

2. Rumah individu

a. Sederhana: 45—90 gal orang/hari (70)

b. Menengah: 60—100 gal/orang/hari (80)

3. Hotel: 30-55 gal/orang . hari (100)


4. Motel:

a) Dengan dapur: 90—180 gal/orang/hari (100)

b) Tanpa dapur: 75—150 gal/orang/hari (95)

G. Aspek yang Memengaruhi Pengelolaan Air Limbah

1. Demografi

Pada kawasan perkotaan atau perdesaan memiliki kawasan-kawasan dalam

bentuk klaster dengan kepadatan penduduk yang berbeda dan kondisi sosial yang

berbeda pula. Sekelompok orang dapat membuat sarana sanitasi dengan .septik tank

tetapi sebagian lain hanya mampu dengan membuat cubluk, dan banyak masyarakat

tidak mampu yang tidak mempunyai sarana untuk membuang hajat. Adapun secara

teknis dan kesehatan untuk kepadatan tertentu, yaitu > 50 org/ha, penggunaan cubluk

sudah mengakibatkan kontaminasi pada sumur-sumur tetangga. Kepadatan penduduk

lebih dan 200 org/ha, penggunaan septic tank dengan bidang resapannya akan

memberikan dampak kontaminasi bakteri koli dan pencemaran pada tanah dan air

tanah. Di samping itu, kategori kota dan desa sang dibedakan secara administratif

akan berdampak pada institusi pengelolaan limbah cair. Pembagian ini sangat

dikotomis dan sudut ‘public utility, karena penerapan teknologi air limbah sangat

ditentukan oleh unsur kepadatan penduduk.

Kasus desa-desa di Pulau Jawa dan perkampungan nelayan yang

berkelompok tidak mungkin lagi menerapkan sistem on-site bagi sarana air

limbahnya. Setidaknya nominalisasi sistem sudah harus dilakukan, meskipun belum

mengarah pada sistem off-site secara murni. Pengelolaan sistem air limbah ditinjau

dan sudut demografi lebih melihat pada kategori perkotaan (urbanize area) dan
perdesaan (remote area) dan bukan berdasarkan pembatasan administrasi.

Regionalisasi sistem pengelolaan limbah lebih melihat pada sisi ekonomis pelayanan,

sebagai contoh untuk Instalasi Pengolahan Lumpur Tinja (IPLT) yang melayani

beberapa daerah administratif berdekatan, maka akan jauh lebih ekonomis dan pada

membuat sistem-sistem tersendiri secara skala kecil.

Berdasarkan data pencemaran pada 35 kota utama di Indonesia, secara umum

diperkirakan setiap pertambahan 200.000 penduduk perkotaan akan meningkatkan

kadar BOD pada badan air sebesar 1 ppm. Maka secara umum, arahan strategi

penanganan sistem off-site adalah sebagai berikut:

a. Besarnya konsentrasi BOD pada badan air yang akan diturunkan.

b. Setiap ppm penurunan BOD tersebut dikalikan dengan 200.000 jiwa yang

menunjukkan jumlah total penduduk yang akan dikelola air limbah domestiknya

dengan sistem off site.

a. Selanjutnya dipilih kawasan padat yang akan dan perlu dengan segera diterapkan

dengan sistem off-site.

d. Pilih skala penanganan berdasarkan pertimbangan ekonomi dan finansial, dan

tetapkan kawasan yang sesuai untuk pengolahan air limbah skala komunal, skala

modul (sekitar 1.000 KK) atau skala kawasan.

2. Ekonomi

Aspek ekonomi merupakan hal yang akan menentukan dalam pemilihan

sistem pengelolaan air limbah. Hal terpenting pada aspek ini adalah kelayakan secara

ekonomis. Kelayakan ekonomis antara biaya sanitasi off-site dan sistem sanitasi on-

site terjadi pada titik kepadatan sekitar 300 org/ha. Bila tingkat kepadatan penduduk
lebih dan 300 orang/ha, maka pengolahan air limbah secara terpusat (off-site)

menjadi layak dilakukan. Maksimum net benefit-cost tercapai bila terjadi marginal

fungsi benefit—marginal fungsi cost sama dengan nol atau pada simpangan terbesar

antara dua fungsi tersebut. Artinya berapa besar biaya pencemaran yang diperlukan

dibandingkan dengan keuntungan secara ekonomi yang diperoleh. Biaya pencemaran

yang dimaksud adalah biaya pengobatan untuk penyakit yang ditularkan melalui air,

biaya bahan kimia PDAM dengan semakin menurunnya konsentrasi BOD pada air

bakunya karena adanya instalasi pengolahan air limbah tersebut dan lainnya.

Teknologi pengelolaan limbah yang digunakan untuk mencapai biaya efektif

sangat bergantung pada tingkat objektivitas yang harus dicapai. Penerapan teknologi

pengolahan air limbah bergantung pada standar effluent yang diperkenankan dan

sampai tingkat mana kondisi lingkungan yang akan diperbaiki. Misalnya, untuk

kondisi sistem komunal mungkin effluent pada jangka menengah diizinkan di bawah

100 ppm. Pemilihan kapasitas sistem pengelolaan harus memenuhi skala ekonomi.

Hal ini dimaksud bahwa sistem yang dibangun harus memberikan pengembalian

keuntungan yang optimal baik pengembalian secara ekonomis (benefit) maupun

finansial. Dengan demikian, jangan sampai biaya/kapita dan satu sistem menjadi

tinggi disebabkan oleh jumlah pelayanan yang tidak layak.

3. Sosial

Penduduk pada suatu kawasan mempunyai tingkat sosial-ekonomi yang

berbeda sehingga akan sangat terkait dengan kemampuan membayar retribusi air

limbah, dan hal ini akan sangat mempengaruhi dan berdampak secara teknis terhadap

konsep sanitasi yang akan diterapkan. Kondisi sosial ini akan menjadi kompleks
karena dana yang mampu dialokasikan oleh pemerintah sangat terbatas, sedangkan

penerapan sistem subsidi silang untuk konteks penanganan air limbah tidak layak

diterapkan secara kawasan, jika seseorang dikenakan pungutan atas jasa yang

melebihi dan diterima, maka orang tersebut dapat menolak. Kondisi sosial juga akan

membedakan tingkat pencemaran yang dihasilkan. Dibandingkan dengan negara

maju, umumnya tingkat BOD per kapita per hari di Indonesia tidak terlalu tinggi

karena masih sekitar antara 30 gram sampai dengan 40 gram.

4. Lingkungan

Aspek lingkungan yang mempengaruhi pengelolaan air limbah di antaranya:

a. Iklim tropis sangat menolong pengolahan secara anaerob seperti septic tank

Imhoff tank, kolam anerobik, dan sebagainya. Jadi pengolahan anaerob merupakan

suatu tahap yang penting dan seluruh rangkaian serial pengolahan limbah;

b. Intensitas hujan tropis yang tinggi akan memberikan run off yang sangat besar

dibanding aliran air limbah, sehingga sistem sewer (saluran) terpisah antara air

hujan dan air limbah permukiman akan relatif lebih ekonomis dan sehat, kecuali

untuk kawasan terbatas dapat diterapkan sistem interseptor;

c. Posisi bangunan sanitasi kawasan pasang surut harus memperhatikan muka air

tertinggi, untuk sanitasi onsite penggunaan septic tank dengan upward flow yang

disebut vertikal septic tank dapat diterapkan;

d. Kepadatan 100 org/ha memberikan dampak pencemaran cukup besar terhadap

lingkungan maka kawasan-kawasan tertentu dengan masyarakat mampu dapat

menerapkan sistem off site pada kawasan tersebut.


e. Untuk pengelolaan air limbah pada kawasan dengan effluent yang dibuang ke

danau dan waduk, selain harus memperhatikan kadar BOD/COD dan SS juga

harus mengendalikan kadar nitrogen dan fosfor yang akan memicu pertumbuhan

algae biru dan gulma yang akan menutupi permukaan air danau;

f. Kawasan perairan untuk wisata renang harus dijaga kadar COD tidak melebihi 5

ppm dan tidak mengandung logam berat;

g. Jika tidak ada penetapan kuota pencemaran maka penetapan kualitas effluent hasil

pengolahan limbah harus memperhitungkan kemampuan badan air penerima

untuk “natural purification” bagi berlangsungnya kehidupan akuatik secara

keseluruhan.

H. Pengelolaan Excreta

Seperti disebutkan sebelumnya, air limbah rumah tangga umumnya

mengandung excreta. Excreta dapat mengandung mikroba patogen yang menjadi

penyebab penyakit bawaan air. Untuk mencegah sekurangnya mengurangi penyakit

bawaan air yang bersumber dan air limbah rumah tangga, perlu dilakukan

pengelolaan excrete. Dengan pengelolaan yang tepat diharapkan excreta tersebut

tidak menjadi tempat bersarangnya vektor penyakit.

Pengelolaan excreta dapat dilakukan pada on-site, off-site, atau community

on-site. Pada pengelolaan on-site, excrete ditampung dan diolah pada jamban yang

berada di sekitar rumah. Pada pengelolaan off-site, excreta dialirkan ke tempat

pengolahan untuk mengalami pengolahan selanjutnya. Adapun pada community on-

site, pengelolaan excrete dilakukan pada sekelompok komunitas secara kolektif.


Excrete harus dibuang dalam jamban yang sehat sebelum dikelola, suatu

jamban disebut sehat apabila memenuhi persyaratan sebagai berikut:

a. Tidak mengotori permukaan tanah di sekeliling jamban tersebut.

b. Tidak mengotori air permukaan di sekitarnya.

c. Tidak mengotori air tanah di sekitarnya.

d. Tidak dapat terjangkau oleh serangga terutama lalat dan kecoa, dan binatang

lainnya.

e. Tidak menimbulkan bau.

f. Mudah digunakan dan dipelihara.

g. Sederhana desainnya.

h. Murah.

i. Dapat diterima oleh pemakainya.

Pengelolaan excreta dapat dilakukan di dalam septic tank. Di dalam septic

tank excreta akan dikonversi secara anaerobik menjadi biogas (campuran gas karbon

dioksida dan gas metana). Diharapkan dengan penyediaan jamban yang sehat dan

pengelolaan excreta secara tepat, angka kejadian penyakit bawaan air dapat

diminimalkan.

I. Proses Pengolahan Kimia

Proses pengolahan kimia pada IPAL biasanya digunakan untuk netralisasi

limbah asam maupun basa, memperbaiki proses pemisahan lumpur, memisahkan

padatan yang tak terlarut, mengurangi konsentrasi minyak dan lemak, meningkatkan

efisiensi instalasi flotasi dan filtrasi, serta mengoksidasi warna dan racun (Siregar,

2005).
Beberapa kelebihan proses pengolahan kimia antara lain dapat menangani

hampir seluruh polutan anorganik, tidak terpengaruh oleh polutan yang beracun atau

toksik dan tidak tergantung pada perubahan konsentrasi. Namun pengolahan kimia

dapat meningkatkan jumlah garam pada effluent dan meningkatkan jumlah lumpur

(Siregar, 2005)

1. Netralisasi

Netralisasi adalah reaksi antara asam dan basa menghasilkan air dan garam.

Dalam pengolahan air limbah. pH diatur antara 6-9.5. Di luar kisaran tersebut, air

limbah akan bersifat racun bagi kehidupan air, termasuk bakteri. Jenis bahan kimia

yang ditambahkan tergantung pada jenis dan jumlah air limbah serta kondisi

lingkungan setempat. Netralisasi air limbah yang bersifat asam dapat dilakukan

dengan penambahan Ca(OH)2 atau NaOH; sedangkan netralisasi yang bersifat basa

dapat dilakukan dengan penambahan H2SO4, HCl, HNO3, H3PO4, atau CO, yang

berasal dari flue gas.

Netralisasi dengan filtrasi biasanya hanya dilakukan untuk kapasitas IPAL

yang kecil. Biasanya netralisasi dapat dilakukan dengan dua sistem, yaitu batch atau

continue, tergantung aliran air limbah. Sistem ini digunakan jika aliran sedikit dan

kualitas air buangan cukup tinggi. Adapun sistem continue digunakan jika laju aliran

besar sehingga perlu dilengkapi alat kontrol otomatis.

2. Presipitasi

Presipitasi adalah pengurangan bahan-bahan terlarut (mayoritas anorganik)

dengan penambahan bahan-bahan kimia terlarut yang menyebabkan terbentuknya


padatan-padatan. Biasanya digunakan untuk menghilangkan logam berat, sulfat,

fluoride, dan fosfat.

Proses presipitasi dapat dijelaskan dengan persamaan reaksi sebagai berikut:

Adanya complexion agent, seperti NTA (nitrilo triacetic acid) atau EDTA

(ethylene dia, nine tetraacetic acid) menyebabkan presipitasi tidak dapat terjadi. Oleh

karena itu, kedua senyawa tersebut harus dihancurkan sebelum proses presipitasi

akhir dan seluruh aliran. dengan penambahan garam besi dan polimer khusus atau

gugus sulfida yang memiliki karakteristik pengendapan yang baik.

3. Koagulan dan flokulusi

Proses koagulan dan flokulasi adalah konversi dan polutan-polutan yang

tersuspensi koloid yang sangat halus di dalam air limbah, menjadi gumpalan-

gumpalan yang dapat diendapkan, disaring, atau diapungkan.

Koagulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besar dengan

penambahan bahan kimia, misalnya Fe2Cl3, Fe2SO4, PAC dan sebagainya. Dasar-

dasar perencanaan koagulasi adalah sebagai berikut:

1. Untuk kemudahan operasi dan perawatan, digunakan inline static mixer.

2. Waktu tinggal untuk reaksi adalah 30 detik-2 menit.

3. Flash mixer digunakan dengan kecepatan 250 rpm atau lebih.

4. Mixer yang digunakan dapat berupa mixer jenis turbine atau propeller.
5. Bahan shaft adalah baja tahan karat.

6. Penggunaan bahan kimia bervariasi dan 50 ppm-300 ppm.

7. Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratorium terlebih dahulu.

8. Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displacement (screw,

membrane, peristaltic).

Flokulasi bertujuan untuk membuat gumpalan yang lebih besar dan gumpalan

yang terbentuk selama koagulasi dengan penambahan polimer, misalnya polimer

kationik dan anionik. Dasar-dasar perencanaan untuk flokulasi adalah sebagai

berikut:

1. Untuk kemudahan pengoperasian dan perawatan, digunakan static

2. Waktu tinggal untuk reaksi biasanya antara 20-30 menit.

3. Slow mixer digunakan dengan kecepatan antara 20-60 rpm.

4. Jenis impeller dapat berupa paddle atau turbine.

5. Materi shaft sebaiknya baja tahan karat.

6. Penggunaan bahan kimia antara 2 mg-5 mg/liter.

7. Sangat disarankan untuk melakukan percobaan laboratorium terlebih dahulu.

8. Jenis dosing pump yang digunakan adalah positive displacement (screw

membrane, peristaltic).

Anda mungkin juga menyukai