Anda di halaman 1dari 33

BAB III

DASAR PERENCANAAN DAN KRITERIA DESAIN

3.1 Proyeksi Perkembangan Penduduk dan Fasilitas Kecamatan


Prediksi jumlah penduduk dan fasilitas kecamatan di masa yang akan
datang sangat penting dalam memperhitungkan jumlah kebutuhan air minum di
masa yang akan datang. Prediksi ini didasarkan pada laju perkembangan
kecamatan dan kecenderungannya, arahan tata guna lahan serta ketersediaan lahan
untuk menampung perkembangan jumlah penduduk.
Dengan memperhatikan laju perkembangan jumlah penduduk dan fasilitas
kecamatan masa lampau, maka metode statistik merupakan metode yang paling
mendekati untuk memperkirakan jumlah penduduk dan fasilitas kecamatan di
masa mendatang. Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menganalisa
perkembangan jumlah penduduk di masa mendatang yaitu :
3.1.1 Metode Aritmatika
Metode ini biasanya disebut juga dengan rata-rata hilang. Metode ini
digunakan apabila data berkala menunjukkan jumlah penambahan yang relatif
sama tiap tahun. Hal ini terjadi pada kota dengan luas wilayah yang kecil, tingkat
pertumbuhan ekonomi kota rendah dan perkembangan kota tidak terlalu pesat.
Rumus metode ini adalah :

Pn = P0 + r x (Tn-T0)
N
Pi −P(i−1)
r =∑
i=1 N
dimana :
Pn = Jumlah penduduk yang diproyeksikan pada tahun ke-n
P0 = Jumlah penduduk tahun dasar
r = Kenaikan rata-rata jumlah penduduk
Tn = Tahun ke-n
T0 = Tahun dasar
N = Jumlah data diketahui
Tabel 3.1 Perhitungan Metode Aritmatik

7
Jumlah Proyeksi
Tahu Pertambaha
No. Pendudu Pendudu (P-Pn)2 (P-Pr)2
n n (r)
k (P) k (Pn)
1 2011 33134 - 33134 0 4666464
2 2012 33886 752 34505,5 383780 1983027
3 2013 34618 732 35877 1585081 457246
4 2014 36213 1595 37248,5 1072260 844193
5 2015 38620 2407 38620 0 11060946
Jumlah 176471 5486 179385 3041122 19011877
Rata-rata 35294,2 1371,5 35877 608224,3 3802375,4
Korelasi (R2) 0,84
Standar Deviasi 697,55
(STD)

3.1.2 Metode Geometrik


Untuk keperluan proyeksi penduduk, metode ini digunakan bila data
jumlah penduduk menunjukkan peningkatan yang pesat dari waktu ke waktu.
Rumus metode geometrik :

Pn = P0(1+r)n
N
Pi −P( i−1 )
∑ Pi
i=1
N
r =¿ ¿
dimana :
Pn = Jumlah penduduk pada tahun yang diproyeksikan
Po = Jumlah penduduk awal
r = Rata-rata angka pertumbuhan penduduk tiap tahun
n = Jangka waktu
N = Jumlah data diketahui

8
Tabel 3.2 Perhitungan Metode Geometrik
No. Tahun Jumlah Rasio Proyeksi (P-Pn)2 (P-Pr)2
Pendudu Pertambaha Penduduk
k (P) n (Pn)
1 2011 33134 - 33134 0 4666464
2 2012 33886 0,023 34433 299408 1983027
3 2013 34618 0,022 35783 1357934 457246
4 2014 36213 0,046 37186 947439 844193
5 2015 38620 0,066 38644 597 11060946
Jumlah 176471 0,156839702 179181 2605377,934 19011877
Rata-rata 35294,2 0,039209925 35836,25802 521075,5869 3802375
Korelasi (R2) 0,86
Standar 645,65
Deviasi (STD)

3.1.3 Metode Regresi Linear


Metode regresi linear dilakukan dengan menggunakan persamaan :
y=a+bx
P=a+bx

a=
∑ y ∑ x 2−∑ x ∑ ( xy )
N ∑ x −¿ ¿ ¿
2

N ∑ ( xy ) −∑ x ∑ y
b=
N ∑ x −¿ ¿ ¿
2

Tabel 3.3 Perhitungan Metode Regresi Linear


No. Tahun Jumlah x2 x.P Proyeksi (P-Pn)2 (P-Pr)2
(x) Penduduk Penduduk
(P) (Pn)
1 2011 33134 4044121 66632474 32634,4 249600 4666464
2 2012 33886 4048144 68178632 33964,3 6131 1983027
3 2013 34618 4052169 69686034 35294,2 457246 457246
4 2014 36213 4056196 72932982 36624,1 169003 844193
5 2015 38620 4060225 77819300 37954 443556 11060946
Jumlah 10065 176471 20260855 355249422 176471 1325537 19011877
Rata-rata 2013 35294,2 4052171 71049884,4 35294,2 265107,34 3802375,36
A - Persamaan: -2641794,5 + 1329,9 x
2641794,
5
B 1329,9
Korelasi (R2) 0,93

9
Standar Deviasi 205,95
(STD)

3.1.4 Metode Eksponensial


Metode eksponensial dilakukan dengan menggunakan persamaan :

1
y=a. e bx ln a=
N
¿
P=a. e bx b=N ∑ ¿ ¿ ¿
Tabel 3.4 Perhitungan Metode Eksponensial
Jumlah Proyeksi
Tahu x . ln
No. Pendudu x2 ln P Pendudu (P-Pn)2 (P-Pr)2
n (x) P
k (P) k (Pn)
1 2011 33134 4044121 10 20931 32709 180447 4666464
2 2012 33886 4048144 10 20987 33952 4323 1983027
3 2013 34618 4052169 10 21040 35241 388738 457246
4 2014 36213 4056196 10 21141 36580 134852 844193
5 2015 38620 4060225 11 21281 37970 422745 11060946
Jumlah 10065 176471 2026085 52 10538 176452 1131105 19011877
5 1
Rata-rata 2013 35294,2 4052171 10 21076 35290,5 226221,0 3802375,
5 4
ln a -64,58 a 0 Persamaan 0 2,718 0,04 x
:
B 0,04
Korelasi 1,00
(R2)
Standar 190,25
Deviasi
(STD)

3.1.5 Metode Logaritmik


Metode logaritmik dilakukan dengan menggunakan persamaan :

y=a+b.ln x a=
1
[ ∑ y−b ∑ ( ln x ) ]
N
P=a+b.ln x
N ∑ ( y ln x )−∑ y ∑ ln x
b=
N ∑ ¿¿¿

10
Tabel 3.5 Perhitungan Metode Logaritmik
Proyeksi
Jumlah
Tahun Penduduk
No. Penduduk ln x (ln x)2 P . ln x (P - Pn)2 (P - Pr)2
(x)
(P)
(Pn)
1 2011 33134 7,606 57,857 252030 32634 250053 109786195
6
2 2012 33886 7,607 57,865 257767 33965 6199 114826099
6
3 2013 34618 7,607 57,872 263352 35295 458140 119840592
4
4 2014 36213 7,608 57,880 275504 36624 169189 131138136
9
5 2015 38620 7,608 57,887 293835 37953 444713 149150440
0
Jumla 10065 176471 38,037 289,361 134248 176471 1328295 624741464
h 9 5
Rerata 2013 35294,2 7,607 57,872 268498 35294 265659 124948292
9
a -20328745,8 Persamaa - + 267687 . ln x
n : 20328745, 9
8
b 2676879,142
Korelasi (R2) 1,00
Standar Deviasi (STD) 206,17

3.1.6 Dasar Pemilihan Metode Proyeksi Penduduk dan Fasilitas Kecamatan


Untuk menentukan metode paling tepat yang akan digunakan dalam
perencanaan, diperlukan perhitungan faktor korelasi, standar deviasi dan keadaan
perkembangan kota di masa yang akan datang. Koefisien korelasi dan standar
deviasi diperoleh dari hasil analisa dan perhitungan data kependudukan yang ada
dengan data penduduk dari perhitungan metode proyeksi yang digunakan.
Korelasi, r, dapat dihitung dengan menggunakan rumus :
r 2= ∑ ¿ ¿ ¿
Kriteria korelasi adalah sebagai berikut :
a. r < 0, korelasi kuat, tetapi bernilai negatif dan hubungan diantara keduanya
berbanding terbalik.
b. r = 0, kedua data tidak memiliki hubungan.
c. r > 1, terdapat hubungan positif dan diperoleh korelasi yang kuat, diantara
kedua variabel memiliki hubungan yang berbanding lurus.
Standar deviasi dapat dihitung dengan menggunakan rumus :

11
STD=¿
Metode proyeksi yang dipilih adalah metode dengan nilai standar deviasi
terendah dan koefisien korelasi paling besar. Pola perkembangan kecamatan
sesuai dengan fungsi kecamatan di masa mendatang juga dijadikan acuan dalam
menentukan metode proyeksi. Pada umumnya fungsi sebuah kecamatan dapat
menunjukkan kecenderungan pertambahan penduduk di masa mendatang.
Tabel 3.6 Rekapitulasi Nilai R2 dan STD Masing-Masing Proyeksi
Aritmati Geometri Regresi Eksponensia Logaritmi
k k Linier l k
R2 0,84 0,86 0,93 1,00 1,00
STD 697,55 645,65 205,95 190,25 206,17

Tabel di atas menunjukkan nilai korelasi dan standar deviasi yang berbeda
dari tiap metode. Berdasarkan Tabel 3.6, metode proyeksi yang paling tepat
digunakan untuk memperkirakan jumlah penduduk wilayah perencanaan pada
masa yang akan datang adalah metode Eksponensial karena metode ini memiliki
nilai faktor korelasi positif yang paling besar dan nilai standar deviasi paling
kecil. Oleh karena itu metode Eksponensial dianggap metode yang paling
menggambarkan kondisi penduduk wilayah kecamatan Astambul 15 tahun
mendatang dan akan digunakan untuk memprediksi jumlah penduduk pada
periode perencanaan.
Dengan menggunakan 5 metode diatas dapat diketahui proyeksi penduduk
dan fasilitas kecamatan di wilayah perencanaan dengan metode Eksponensial
untuk jangka waktu proyeksi 15 tahun mendatang untuk kategori kota kecamatan
atau desa, yaitu:
Tabel 3.7 Proyeksi Jumlah & Kepadatan Penduduk Sampai Dengan Tahun 2030

Proyeksi
Proyeksi
No Tahun Penduduk Kepadatan
(Jiwa) Penduduk
(L=216,50 km² )
2015 38620 178
1 2016 39281 181
2 2017 40609 188
3 2018 41936 194

12
Proyeksi
Proyeksi
No Tahun Penduduk Kepadatan
(Jiwa) Penduduk
(L=216,50 km² )
4 2019 43262 200
5 2020 44587 206
6 2021 45912 212
7 2022 47236 218
8 2023 48560 224
9 2024 49883 230
10 2025 51205 237
11 2026 52527 243
12 2027 53848 249
13 2028 55168 255
14 2029 56487 261
15 2030 57806 267

Pertumbuhan Kecamatan di wilayah Astambul ini dari waktu ke waktu


tentunya akan menyebabkan bertambahnya jumlah fasilitas umum dan fasilitas
sosial yang terdapat di wilayah tersebut. Untuk memproyeksikan jumlah fasilitas
umum dan fasilitas sosial di wilayah tersebut digunakan standar penduduk
pendukung yang diperoleh dengan cara menghitung jumlah penduduk yang
diwakili oleh satu unit fasilitas umum atau fasilitas sosial yang ada. Sehingga
ketika pada tahun-tahun berikutnya jumlah penduduk meningkat dapat diketahui
jumlah fasilitas umum maupun sosial yang seharusnya tersedia.

Tabel 3.8 Standar Kebutuhan Fasilitas Perkotaan


Jenis Fasilitas Standar Pendukung
per-unit fasilitas
(jiwa)
FASILITAS PENDIDIKAN
1 TK 1000
2 SD 1600
3 SMP 4800
4 SMU 9600
5 Perguruan Tinggi 70000
TEMPAT IBADAH
1 Masjid 30000
2 Musholla/langgar 2500

13
Jenis Fasilitas Standar Pendukung
per-unit fasilitas
(jiwa)
3 Gereja 30000
4 Pura/klenteng/vihara 30000
FASILITAS KESEHATAN
1 Rumah sakit umum 240000
2 Rumah sakit bersalin 10000
3 Puskesmas 30000
4 Pustu/klinik/posyandu 3000
5 Apotek 10000
FASILITAS PERNIAGAAN & JASA
1 Warung/kios 250
2 Toko/Pertokoan 2500
3 Pasar 30000
4 Supermarket 30000
5 Terminal/stasiun 30000
FASILITAS UMUM, REKREASI dan OLAH RAGA
1 Bioskop 30000
2 Gedung serbaguna 480000
3 Balai pertemuan 30000
4 Gelanggang olah raga 30000
5 Kolam renang 100000

14
Tabel 3.9 Proyeksi Fasilitas Kecamatan Sampai Tahun 2025
∑ Proyeksi Jumlah Fasilitas
Fasilitas
Tahun 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
Jenis Fasilitas 2015
43,26 47,23
38,620 39,281 40,609 41,936 44,587 45,912 48,560 49,883 51,205
2 6
FASILITAS PENDIDIKAN
1 TK 6 7 7 8 9 10 11 12 12 13 14
2 SD 32 32 33 33 33 34 34 35 35 35 35
3 SMP 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11
4 SMA / SMK 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
Jumlah 51 52 54 55 56 58 59 60 62 63 64
FASILITAS KESEHATAN
1 Puskesmas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
2 Puskesmas Pembantu 5 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9
3 Poskesdes 13 13 14 14 15 15 15 16 16 17 17
Jumlah 19 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
FASILITAS BERIBADAH
1 Masjid 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
2 Musholla/langgar 69 69 70 70 71 71 72 72 73 74 74
Jumlah 90 90 91 91 92 93 93 94 94 95 95
Proyeksi fasilitas kemudian dibagi berdasarkan blok perencanaan. Pembagian fasilitas pada blok layanan dapat dilihat pada tabel
3.15 (lampiran). Hal ini tentunya untuk memudahkan perhitungan debit pemakaian tiap blok perencanaan.

15
3.2 Proyeksi Kebutuhan Air Bersih
Setelah dilakukan proyeksi terhadap jumlah penduduk di wilayah
pelayanan, proyeksi kebutuhan air minum yang telah ditentukan dapat dihitung
selama periode perencanaan dengan menggunakan suatu standar kebutuhan air
bersih yang telah ada.
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam menganalisa kebutuhan prasarana
adalah hasil survey nyata. Proyeksi kebutuhan penduduk, scenario pembangunan
perkotaan dan tingkat penyediaan prasarana yang ada saat ini serta persoalan yang
telah diidentifikasikan. Analisis yang dilakukan harus dapat memperlihatkan
besarnya kebutuhan dasar serta kebutuhan pengembangan (development need)
dengan memperhatiakan teknologi yang siap pakai, standar-standar yang ada,
serta perencanaan yang menggunakan teknologi non standar (Tim Penyusun
Direktorat Jenderal Cipta Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2007).
Adapun kebutuhan Air Minum secara rinci adalah sebagai berikut:
1. Kebutuhan domestik
2. Kriteria yang digunakan
a. Lihat hasil survey kebutuhan prasarana
b. Pemakaian air untuk SR= 120 lt/org/hr
c. Pemakaian untuk HU/TA = 60 lt/org/hr (standar pelayanan minimum)
3. Kebutuhan non-domestik
4. Kebutuhan industri dengan kriteria pemakaian air = 0,1 – 0,3 lt/ha/hr
5. Kebutuhan niaga dengan kriteria pemakaian air = 900 lt/niaga/hr (niaga kecil)
dan 5000 lt/niaga/hr (niaga besar)
6. Kebutuhan fasilatas umum (Pendidikan, kantor pemerintahan dsb) dengan
kriteria pemakaian air = 10% -15 % dari kebutuhan domestik
7. Prediksi dilakukan 15 – 20 tahun ke depan sesuai dengan Rencana Induk
SPAM
8. Kriteria pemakaian di untuk hari maksimum = 1,15 pemakaian hari rata-rata
9. Pemakaian air untuk jam puncak = 1,5 – 1,7 pemakaian hari maksimum
10. Kebutuhan hotel = 3 m3/kamar/hr (Tim Penyusun Direktorat Jenderal Cipta
Karya Departemen Pekerjaan Umum, 2007).

16
Tabel 3.10 Kebutuhan Air Domestik
Kebutuhan Air Perbandingan SR-
No Kategori Kota
SR HU HU
1; Kota Metropolitan 190 30 90-10
2 Kota Besar 170 30 80-20
3 Kota Sedang 150 30 80-20
4 Kota Kecil 130 30 70-30
5 Kota Kecamatan/Desa 100 30 70-30

Kriteria layanan tiap SR = 3 – 6 orang/rumah


Kriteria layanan tiap HU = 100 orang/HU
à non-domestik : kriteria kebutuhan air berdasarkan jenis fasilitas

Tabel 3.11 Kebutuhan Air Berdasarkan Fasilitas (Non-Domestik)

Satuan Standar
Kebutuhan
Jenis Fasilitas Pengguna
Air Bersih
(org/unit)
FASILITAS PENDIDIKAN
1 TK lt/org/hari 70 15 - 30
2 SD lt/org/hari 240 15 - 30
3 SMP lt/org/hari 360 15 - 30
4 SMU lt/org/hari 360 15 - 30
5 Perguruan Tinggi lt/org/hari 750 15 - 30
TEMPAT IBADAH
1 Masjid lt/unit/hari 800 - 2000
2 Musholla/langgar lt/unit/hari 300 - 1000
3 Gereja lt/unit/hari 200 - 600
4 Pura/Klenteng/Vihara lt/unit/hari 100 - 500
FASILITAS KESEHATAN
1 Rumah sakit umum lt/bed/hari 200 - 400
2 Rumah sakit bersalin lt/unit/hari 600 - 1000
3 Puskesmas lt/unit/hari 1000 - 1200
4 Pustu/klinik/posyandu lt/unit/hari 800 - 1200
5 Apotek lt/unit/hari 100
FASILITAS PERNIAGAAN &
JASA
1 Warung/toko/kios lt/unit/hari 6 - 12
2 Pasar lt/unit/hari 2500 - 5000
3 Supermarket lt/unit/hari 1500 - 2500
4 Restoran/rumah makan lt/kursi/hari 100 40 - 140

17
5 Koperasi lt/unit/hari 500 - 1000
6 Bank lt/unit/hari 1100 - 1500
7 Asuransi lt/unit/hari 1100
8 Terminal/stasiun lt/unit/hari 2000 - 45000
FASILITAS UMUM,
REKREASI dan OLAH RAGA
1 Kantor pemerintah
a. Kantor desa lt/org/hari 15 10 - 50
b. Kantor kecamatan lt/org/hari 30 10 - 50
c. Kantor kabupaten lt/org/hari 50 10 - 50
d. Instansi otonom lt/org/hari 30 10 - 50
e. BUMN/BUMD lt/org/hari 500 10 - 50
2 Bioskop lt/unit/hari 1000 - 3000
3 Gedung serbaguna lt/unit/hari 1000 - 3000
4 Balai pertemuan lt/unit/hari 1500 - 2000
5 Hotel/penginapan lt/bed/hari 75 - 150
6 Gelanggang olah raga lt/unit/hari 1200 - 1600
7 Kolam renang lt/unit/hari 1000 - 1300
KEGIATAN INDUSTRI
1 Industri besar lt/org/hari 750 25
2 Industri sedang lt/org/hari 300 25
3 Industri kecil lt/org/hari 50 25

18
Tabel 3.12 Proyeksi Kebutuhan Air Domestik
Eksisting Tahun Perencanaan
No Uraian Satuan
2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
44.58
1 Jumlah Penduduk Jiwa 38620 39.281 40.609 41.936 43.262 45.912 47.236 48.560 49.883 51.205
7
% Target Pelayanan
2 % 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80% 80%
PDAM
35.67
3 Penduduk Pelayanan Jiwa 30.896 31.425 32.487 33.549 34.610 36.730 37.789 38.848 39.906 40.964
0
4 % Terlayani % 50% 53% 56% 58% 60% 62% 65% 67% 69% 70% 72%
27.64
5 Penduduk Yang Terlayani Jiwa 19.310 20.819 22.741 24.323 25.957 29.843 31.648 33.506 34.918 36.868
4
Pemakaian Air Domestik
6 - Sambungan Rumah L/o/hari 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
- Hidran Umum L/o/hari 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30 30
Perbandingan SR/HU
7 - SR % 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7 0,7
- HU % 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3 0,3
Jumlah Konsumen Air
8 - SR Jiwa 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5 5
- HU Jiwa 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100 100
Jumlah Sambungan
9 - SR Unit 2.703 2.915 3.184 3.405 3.634 3.870 4.178 4.431 4.691 4.889 5.161
- HU Unit 58 62 68 73 78 83 90 95 101 105 111
Kebutuhan Air Domestik
10
- SR L/detik 15,64 16,87 18,42 19,71 21,03 22,40 24,18 25,64 27,15 28,29 29,87

19
- HU L/detik 2,01 2,17 2,37 2,53 2,70 2,88 3,11 3,30 3,49 3,64 3,84
11 Total Kebutuhan Domestik L/detik 17,66 19,04 20,79 22,24 23,73 25,28 27,29 28,94 30,64 31,93 33,71

20
Tabel 3.13 Proyeksi Kebutuhan Air Non-Domestik
Kriteria Kebutuhan Air Non-Domestik (liter/hari)
Standar kebutuhan
Pengguna air
Jenis Fasilitas
(jiwa/unit (l/o/h) 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
) (l/unit/hari
)
Fasilitas Pendidikan
TK 6 7 7 8 9 10 11 12 12 13 14
1 19,60
TK 70 20 8,400 9,800 9,800 11,200 12,600 14,000 15,400 16,800 16,800 18,200
0
SD 32 32 33 33 33 34 34 35 35 35 35
2 168,00
SD 240 20 153,600 153,600 158,400 158,400 158,400 163,200 163,200 168,000 168,000 168,000
0
SMP 10 10 10 10 11 11 11 11 11 11 11
3 79,20
SMP 360 20 72,000 72,000 72,000 72,000 79,200 79,200 79,200 79,200 79,200 79,200
0
SMA/SMK 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3 3
4 21,60
SMA/SMK 360 20 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600 21,600
0
Fasilitas Kesehatan
1 Puskesmas 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Puskesmas 1200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200 1,200
2 Puskesmas Pembantu 5 5 6 6 7 7 7 8 8 9 9
Puskesmas Pembantu 1000 5,000 5,000 6,000 6,000 7,000 7,000 7,000 8,000 8,000 9,000 9,000
3 Poskesdes 13 13 14 14 15 15 15 16 16 17 17
17,00
Poskesdes 1000 13,000 13,000 14,000 14,000 15,000 15,000 15,000 16,000 16,000 17,000
0
Fasilitas Ibadah
1 Masjid 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21 21
31,50
Masjid 1500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500 31,500
0
Mushola/Langgar 69 69 70 70 71 71 72 72 73 74 74
2 55,50
Mushola/Langgar 750 51,750 51,750 52,500 52,500 53,250 53,250 54,000 54,000 54,750 55,500
0

Jumlah Kebutuhan Air liter/detik 4.14 4.16 4.25 4.26 4.40 4.47 4.49 4.59 4.60 4.64 4.66

21
22
Tabel 3.14 Rekapitulasi Proyeksi Kebutuhan Air
No Uraian Kategori 2015 2016 2017 2018 2019 2020 2021 2022 2023 2024 2025
1 Proyeksi Penduduk Wilayah 38620 39281 40609 41936 43262 44587 45912 47236 48560 49883 51205
2 Tingkat Layanan % Terhadap Penduduk Wilayah 50% 53% 56% 58% 60% 62% 65% 67% 69% 70% 72%
Proyeksi Penduduk Wilayah 19310 20819 22741 24323 25957 27644 29843 31648 33506 34918 36868
3 Terlayani a. Sambungan Rumah (SR) 70% 13517 14573 15919 17026 18170 19351 20890 22154 23454 24443 25807
b. Hidran Umum (HU) 30% 5793 6246 6822 7297 7787 8293 8953 9494 10052 10475 11060
Proyeksi ∑ sambungan Wilayah
Domestik a. Sambungan Rumah (SR) = 5 org/SR 2703 2915 3184 3405 3634 3870 4178 4431 4691 4889 5161
4 Pertambahan ∑ sambungan 211 269 221 229 236 308 253 260 198 273
b. Hidran Umum (HU) = 100 org/HU 58 62 68 73 78 83 90 95 101 105 111
Pertambahan ∑ sambungan 5 6 5 5 5 7 5 6 4 6
Proyeksi ∑ sambungan a. Fasilitas Pendidikan 51 52 54 55 56 58 59 60 62 63 64
Non-Domestik Pertambahan ∑ sambungan 1 2 1 1 2 1 1 2 1 1
b. Fasilitas Kesehatan 19 19 20 21 22 23 24 25 26 27 28
5
Pertambahan ∑ sambungan 0 1 1 1 1 1 1 1 1 1
c. Tempat Ibadah 90 90 91 91 92 93 93 94 94 95 95
Pertambahan ∑ sambungan 0 1 0 1 1 0 1 0 1 0
6 Proyeksi ∑ sambungan 2921 3138 3417 3645 3882 4127 4444 4705 4973 5178 5459
a. Sambungan Rumah (SR) = 130 189452 236210 271569 317754
1757210 2069435 2213382 2515599 2879979 3049082 3354952
l/org/h 3 5 5 7
7 Kebutuhan Air b. Hidran Umum (HU) = 30 l/org/h 173790 187370 204669 218906 233615 248795 268585 284833 301558 314263 331808
c. Non-Domestik 555100 556500 564000 565400 576700 582900 584800 593200 593700 597800 599200

8 Debit Rata-Rata Jumlah (liter/detik) 29 31 33 35 37 39 41 43 46 47 50

Produksi Air
9 liter/detik 35 37 39 42 44 46 50 52 55 57 60
(tingkat kebocoran 20%)
Produksi Air
10 liter/detik 38 40 43 46 48 51 55 57 60 62 65
(hari maksimum 110%)
Debit Puncak
11 liter/detik 52 55 59 62 66 70 74 78 82 85 89
(jam puncak 150%)

23
3.3 Kriteria Desain (Unit Air Baku, Unit Produksi dan Unit Distribusi)
3.3.1 Unit Air Baku
Berdasarkan PP No.16 Tahun 2005 tentang Pengembangan Sistem
Penyediaan Air Minum, Air baku untuk air minum rumah tangga, yang
selanjutnya disebut air baku adalah air yang dapat berasal dari sumber air
permukaan, cekungan air tanah dan/atau air hujan yang memenuhi baku mutu
tertentu sebagai air baku untuk air minum.
Bangunan pengambilan air baku untuk penyediaan air bersih disebut
dengan bangunan penangkap air atau intake. Kapasitas intake ini dibuat sesuai
dengan debit yang diperlukan untuk pengolahan. Menurut Al-Layla (1978) dalam
Anonim2 (2010) beberapa hal yang harus dipertimbangkan dalam penentuan
lokasi intake yaitu :
a. Intake harus berlokasi pada tempat dimana tidak akan terjadi aliran deras
yang memungkinkan intake rusak sehingga berakibat pada penyediaan air
baku yang tersendat.
b. Tanah di daerah intake harus stabil.
c. Area sekitar intake harus bebas dari halangan atau rintangan.
d. Untuk menghindari kemungkinan kontaminasi, intake harus berlokasi
beberapa jauh dari bak.
e. Intake harus berada di bagian upstream (hulu) suatu kota.
Bangunan intake, coarse dan fine screen harus dibangun di lokasi yang
tidak akan terjadi banjir. Selain itu harus aman dari gerusan dan deposisi endapan.
Coarse yang digunakan sebagai fine screen harus tersedia agar material yang
terapung tidak memasuki sistem. Mengingat adanya fluktuasi pada permukaan air
sungai, inlet harus dipasang pada berbagai variasi. Jika fluktuasi pada musim
kemarau dan penghujan sangat tinggi dan sungai menjadi selalu hampir kering
saat kemarau, air harus disimpan dengan membangun ambang kecil di seberang
sungai. Ditinjau dari air baku yang akan di ambil maka intake dibedakan :
1. Air Baku dari Air Permukaan
a. River Intake
Digunakan untuk menyadap air baku yang berasal dari sungai atau danau.

24
b. Direct Intake
Direct intake dipakai apabila muka air dari air baku sangat dalam.
Bentuk ini lebih mahal biayanya dibandingkan tipe lainnya. Tipe intake ini
dapat dipakai dalam kondisi :
 Sumber air dalam misal sungai dan danau
 Tanggul sangat resisten terhadap erosi dan sedimentasi.
c. Canal Intake
Dipakai bila air baku disadap dari kanal. Suatu bak memiliki bukaan
dibangun pada satu sisi pada tanggul kanal, yang dilengkapi saringan
kasar. Dari bak air dialirkan melalui pipa yang memiliki ujung berbentuk
bell mouth yang tertutup saringan parabola.
d. Reservoir Intake (DAM)
Reservoir intake digunakan untuk air baku yang diambil dari danau,
baik yang alamiah atau buatan (beton). Bangunan ini dilengkapi dengan
beberapa inlet dengan ketinggian yang bervariasi untuk mengatasi adanya
fluktuasi muka air. Dapat juga dibuat menara intake yang terpisah dengan
dam pada bagian upstream. Jika air dibagian reservoir dapat mengalir
secara gravitasi ke pengolahan, maka tidak diperlukan pemompaan dari
menara.
Air permukaan seperti air sungai, air rawa, air danau, air irigasi, air laut
dan sebagainya adalah merupakan sumber air yang dapat dipakai sebagai bahan
air bersih dan air minum tetapi perlu pengolahan. Air permukaan sifatnya sangat
mudah terkotori dan tercemar oleh bahan pengotor dan pencemar yang
mengapung, melayang, mengendap dan melarut di air permukaan. Karena sifatnya
yang demikian maka sebelum diminum air permukaan perlu diolah terlebih
dahulu sampai benar-benar aman dan memenuhi syarat sebagai air bersih atau air
minum (Maula, 2010).

2. Air Baku dari Mata Air (Spring Intake atau Broncaptering)


Digunakan untuk mengambil air dari mata air, dalam pengumpulannya,
hendaknya dijaga supaya kondisi tanah tidak terganggu (Anonim2, 2010).

25
Di daerah pegunungan atau perbukitan sering terdapat mata air. Air mata
air berasal dari air hujan yang masuk meresap kedalam tanah dan muncul keluar
tanah kembali karena kondisi batuan geologis didalam tanah. Kondisi geologis
mempengaruhi kwalitas air mata air, pada umumnya kwalitasnya baik dan bisa
digunakan untuk keperluan sehari-hari, tetapi harus dimasak sebelum diminum
(Maula, 2010).

3. Air Baku dari Air Hujan


Air hujan adalah air murni yang berasal dari sublimasi uap air di udara
yang ketika turun melarutkan benda-benda diudara yang dapat mengotori dan
mencemari air hujan seperti: gas (O2, CO2, N2, dll), jasat renik, debu, kotoran
burung, dll. Bagaimana mendapatkan air hujan, caranya dengan menampung air
hujan dari talang/genteng rumah kedalam bak penampungan. Untuk mengindari
bahan-bahan pengotor dan pencemar yang berasal dari talang/genteng dan udara
caranya adalah waktu awal penampungan air hujan 15 menit setelah hujan turun.
Di bawah talang diberi saringan dari ijuk/kerikil/pasir. Sebelum diminum air
harus dimasak dahulu (Maula, 2010).
Air hujan disebut juga dengan air angkasa. Beberapa sifat kualitas dari air
hujan a;dalah sebagai berikut :
a. Bersifat lunak karena tidak mengandung larutan garam dan zat-zat
mineral.
b. Air hujan pada umumnya bersifat lebih bersih.
c. Dapat bersifat korosif karena mengandung zat-zat yang terdapat di udara
seperti NH3, CO2 agresif, ataupun SO2. Adanya konsentrasi SO2 yang
tinggi di udara yang bercampur dengan air hujan akan meyebabkan
terjadinya hujan asam.
Dari segi kuantitas, air hujan tergantung pada besar kecilnya curah hujan.
Sehingga air hujan tidak mencukupi untuk persediaan umum karena jumlahnya
berfluktuasi. Begitu pula bila dilihat dari segi kontinuitasnya, ait hujan tidak dapat
diambil secara terus menerus karena tergantung pada musim. Pada musim
kemarau kemungkinan air akan menurun karena tidak ada penambahan air hujan
(Anonim3, 1990).

26
4. Air Baku dari Air Tanah
Air tanah berasal dari air hujan yang meresap dan tertahan di dalam bumi.
Air tanah dapat dibagi menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Bagaimana
mendapatkan air tanah caranya adalah dengan mengebor atau menggali. Macam
sumur untuk mendapatkan air tanah adalah:
a. Sumur Gali, adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara menggali
dan menaikkan airnya dengan ditimba.
b. Sumur Pompa Tangan adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara
mengebor dan menaikkan airnya dengan pompa dengan tenaga tangan.
c. Sumur Pompa Listrik adalah sarana mendapatkan air tanah dengan cara
mengebor dan menaikkan airnya dengan dipompa dengan tenaga listrik
(Maula, 2010).
Air tanah banyak mengandung garam dan mineral yang terlarut pada
waktu air melalui lapisan-lapisan tanah. Secara praktis air tanah adalah bebas dari
polutan karena berada di bawah permukaan tanah. Tetapi tidak menutup
kemungkinan bahwa air tanah dapat tercemar oleh zat-zat yang menggangu
kesehatan seperti kandungan Fe, Mn, kesadahan yang terbawa oleh aliran
permukaan tanah. Bila ditinjau dari kedalaman air tanah maka air tanah dibedakan
menjadi air tanah dangkal dan air tanah dalam. Air tanah dangkal mempunyai
kualitas lebih rendah daripada kualitas air tanah dalam. Hal ini disebabkan air
tanah dangkal lebih mudah mendapat kontaminasi dari luar dan fungsi tanah
sebagai penyaring lebih sedikit.
Dari segi kuantitas, apabila air tanah dipakai sebagai sumber air baku
bersih adalah relatif cukup. Tetapi bila dilihat dari segi kontinuinitasnya maka
pengambilan air tanah harus dibatasi, karena dikhawatirkan dengan pengambilan
yang secara terus menerus akan menyebabkan penurunan muka air tanah. Karena
air di alam merupakan rantai yang panjang menurut siklus hidrologi, maka bila
terjadi penurunan muka air tanah kemungkinan kekosongannya akan diisi oleh air
laut. Peristiwa itu biasa disebut intrusi air laut. Kondisi ini telah banyak dijumpai
khususnya di daerah-daerah dekat pantai atau laut seperti Jakarta dan Surabaya
(Anonim3, 1990).

27
3.3.2 Unit Produksi
Yang dimaksud dengan pengolahan adalah usaha-usaha teknis yang
dilakukan untuk mengubah sifat-sifat suatu zat. Hal ini penting artinya bagi air
minum, karena dengan adanya pengolahan ini, maka akan didapatkan suatu air
minum, maka akan didapatkan suatu air minum yang memenuhi standar air
minum yang telah ditentukan (Sutrisno, 2004).
Dalam proses pengolahan air ini pada lazimnya dikenal dengan dua cara,
yakni :
1. Pengolahan lengkap atau complete treatment process, yaitu air akan
mengalami pengolahan lengkap, baik fisik, kimiawi dan bakteriologi. Pada
pengolahan cara ini biasanya dilakukan terhadap air sungai yang kotor/keruh.
Pada hakekatnya, pengolahan lengkap ini dibagi dalam tiga tingkatan
pengolahan, yaitu :
a. Pengolahan fisik
Yaitu suatu tingkat pengolahan yang bertujuan untuk
mengurangi/menghilangkan kotoran-kotoran yang kasar, penyisihan
lumpur dan pasir, serta mengurangi kadar-kadar zat organic yang ada
dalam air yang akan diolah.
b. Pengolahan kimia
Yaitu suatu tingkat pengolahan dengan menggunakan zat-zat kimia
untuk membantu proses pengolahan selanjutnya. Misalnya : dengan
pembubuhan kapur dalam proses pelunakan dan sebagainya.
c. Pengolahan bakteriologi
Yaitu suatu tingkat pengolahan untuk membunuh/memusnahkan bakteri-
bakteri yang terkandung dalam air minum yakni dengan cara/jalan
membubuhkan kaporit (zat desinfektan) (Sutrisno, 2004).

2. Pengolahan sebagian atau partial treatment process, misalnya diadakan


pengolahan kimiawi dan/atau pengolahan bakteriologi saja. Pengolahan ini
pada lazimnya untuk :
a. Mata air bersih
b. Air dari sumur yang dangkal/dalam (Sutrisno, 2004).

28
Adapun unit-unit pengolahan air minum terdiri dari :
1. Bangunan Penangkap Air
Bangunan penangkap air ini merupakan suatu bangunan untuk
menangkap/mengumpulkan air dari suatu sumber asal air, untuk dapat
dimanfaatkan. Adapun bentuk dan konstruksi ini bergantung kepada jenis dan
macam sumber air yang kita tangkap.
Fungsi dari bangunan penangkap air ini sangat penting artinya untuk
menjaga kontinuitas pengaliran. Sedangkan penanganan bangunan penangkap
air ini ditunjukkan terhadap :
a. Kontinuitas
 Pencatatan tingkah laku (keadaan) dari sumber asal air.
 Pencatatan debit air pada setiap saat, sehingga dengan demikian akan
dapat mengetahui fluktuasi dari kuantitas air yang masuk.
 Mengontrol/memeriksa peralatan pencatatan debit serta peralatan
lainnya (misalnya : pompa, saringan, pintu air) untuk menjaga
kontinuitas debit pengaliran.
b. Kualitas
 Hal ini penting terutama terhadap kemungkinan pencemaran sumber
asal air yang kita ambil.
 Pemeriksaan kualitas air pada sumber air secara periodik. Dengan
demikian akan dapat diketahui ada tidaknya pencemaran (Sutrisno,
2004).

2. Bangunan Pengendap Pertama


Bangunan pengendap pertama dalam pengolahan ini berfungsi untuk
mengendapkan partikel-partikel padat dari air sungai dengan gaya gravitasi.
Pada proses ini tidak ada pembunuhan zat/bahan kimia. Untuk instalansi
penjernihan air minum, yang air bakunya cukup jernih, tetapi sadah, bak
pengendap pertama tidak diperlukan. Penanganan pada unit ini terutama
ditunjukkan terhadap :

29
a. Aliran air
Harus dijaga supaya aliran air pada unit ini laminar (tenang), dengan
demikian pengendapan secara gravitasi tidak terganggu. Hal ini dapat kita
lakukan dengan mengatur pintu air masuk dan keluar pada unit ini.
b. Unit instalansi
Hasil pengendapan pada unit ini adalah terbentuknya lumpur endapan
pada dasar bak. Untuk menjaga pada unit ini adalah terbentuknya lumpur
pada dasar bak. Untuk menjaga efektivitas ruang pengendapan dan
pencegahan pembusukan lumpur endapan, maka secara periodic lumpur
endapan harus kita keluarkan. Peralatan untuk pembuangan lumpur harus
dikontrol/diperiksa setiap saat agar supaya tetap dapat bekerja secara
sempurna.
Selain pembuangan lumpur secara periodik tanpa mengganggu jalannya
proses, maka bak endapan dan pencegahan pembusukan lumpur endapan
harus kita keluarkan secara total (Sutrisno, 2004).
3. Pembuluh Koagulan
Koagulan adalah bahan kimia yang dibutuhkan pada air untuk membantu
proses pengendapan partikel-partikel kecil yang tak dapat mengendapkan
dengan sendirinya (secara gravimetris). Sesuai dengan nama unit ini, maka
unit ini berfungsi untuk membubuhkan koagulan secara teratur sesuai dengan
kebutuhan (dengan dosis yang tepat).
Alat pembubuh koagulan yang banyak kita kenal sekarang, dapat
dibedakan dari cara pembubuhannya :
a. Secara gravitasi, dimana bahan/zat kimia (dalam bentuk larutan) mengalir
dengan sendirinya karena gravitasi.
b. Memakai pompa (dosering pump); pembubuhan bahan/zat kimia dengan
bantuan pemompaan.
Disini perlu kita perhatikan pada pembubuhan koagulan, adalah perpipaan
yang mengalirkan bahan/zat kimia supaya tidak tersumbat. Maka perlu
pemeriksaan secara teliti terhadap peralatan-peralatannya. Bahan/zat kimia
yang dipergunakan sebagai koagulan adalah aluminium sulfat. Biasanya
disebut sebagai tawas. Bahan ini banyak dipakai, karena efektif untuk

30
menurunkan kadar karbonat. Bahan ini paling ekonomis (murah) dan mudah
didapat pada pasaran serta mudah disimpan. Bentuknya serbuk, kristal dan
koral (Sutrisno, 2004).
4. Bangunan Pengaduk Cepat
Unit ini untuk meratakan bahan/zat kimia (koagulan) yang ditambahkan
agar dapat bercampur dengan air secara baik, sempurna dan cepat. Cara
pengadukan :
a. Alat mekanis : motor dengan alat pengaduknya.
b. Penerjun air : dengan bantuan udara bertekanan.
Yang perlu diperhatikan dalam pengadukan cepat adalah alat/cara
pengadukannya, supaya mendapat pengadukan yang sempurna dan sesuai
dengan yang kita inginkan (Sutrisno, 2004).

5. Bangunan Pembentuk Flok


Unit ini berfungsi untuk membentuk partikel padat yang lebih besar
supaya dapat diendapkan dari hasil reaksi partikel kecil (koloidal) dengan
bahan/zat koagulan yang kita bubuhkan.
Faktor-faktor yang mempengaruhi bentuk flok-flok (partikel yang lebih
besar dan bisa mengendap dengan gravitasi) :
a. Kekeruhan pada baku air.
b. Tipe dari suspended solid.
c. pH.
d. Alkalinity.
e. Bahan koagulan yang dipakai.
f. Lamanya pengadukan.
Pada unit ini kita usahakan supaya tak terbentuk endapan flok (Sutrisno,
2004).

6. Bangunan Pengendap Kedua

31
Unit ini berfungsi untuk mengendapkan flok yang terbentuk pada unit bak
pembentuk flok. Pengendapan disini dengan gaya berat flok sendiri
(gravitasi). Penanganan unit bak pengendap kedua sama dengan pada unit bak
pengendapan pertama (Sutrisno, 2004).

7. Bangunan Penyaring
Dalam proses penjernihan air minum diketahui 2 macam filter :
a. Saringan pasir lambat (slow sand filter).
b. Saringan pasir cepat (rapid sand filter).
Dari bentuk bangunan saringannya, dikenal 2 macam :
a. Saringan yang bangunannya terbuka (gravity filter).
b. Saringan yang bangunannya tertutup (presure filter).
Effluent dari bak pengendap (sedimentation basin) mengalir ke filter,
gumpalan-gumpalan dan lumpur (flok) tertahan pada lapisan atas filter. Pada
saat-saat tertentu dimana hilangnya tekanan (loos of head) dari air di atas
saringan terlalu tinggi, yaitu karena adanya lapisan lumpur pada bagian atas
dari saringan, maka saringan akan dicuci kembali (back wash) dengan air
bertekanan dari bawah (Sutrisno, 2004).

8. Reservoir
Air yang telah melalui filter sudah dapat dipakai untuk air minum. Air
tersebut telah bersih dan bebas dari bakteriologi dan ditampung pada bak
reservoir (tandon) untuk diteruskan pada konsumen. Untuk keperluan
terbanyak pada jam 16.00-18.00 diperlukan tandon minimum 10%
debit/harinya (Sutrisno, 2004).

9. Pemompaan
Perlu diingat bahwa dalam hal ini, makin kecil tekanan udara makin cepat
kecepatan menguap air, dan penyerapan air dipengaruhi temperature. Oleh
karena itu, daya isap pompa masih dikurangi dengan hal-hal sebagai berikut :
a. Tekanan uap jenuh dari air.
b. Kehilangan tekanan karena gesekan dengan pipa (Hosen William).

32
c. Tergantung tekanan udara luar.
Tiga hal tersebut menentukan daya hidup pompa (Sutrisno, 2004).

3.3.3 Unit Distribusi


Sistem distribusi air bersih adalah pendistribusian atau pembagian air
melalui sistem distribusi perpipaan dari bangunan pengolahan (reservoir) ke
daerah pelayanan (konsumen).
Dalam perencanaan sistem distribusi air bersih, beberapa faktor yang dapat
harus diperhatikan antara lain adalah :
a. Daerah layanan dan jumlah penduduk yang akan dilayani ini meliputi
wilayah IKK (ibukota kecamatan) atau wilayah kabupaten/kotamadya.
Jumlah penduduk yang dilayani tergantung pada :
 Kebutuhan
 Kemauan/Minat
 Kemampuan atau tingkat sosial ekonomi masyarakat sehingga dalam
satu daerah layanan belum tentu semua pendudu terlayani.
b. Kebutuhan air adalah debit air yang harus disediakan untuk distribusi
daerah pelayanan.
c. Letak topografi daerah Layanan, yang akan menentukan sistem jaringan
dan pola aliran yang sesuai.
d. Jenis Sambungan Sistem
Jenis sambungan dalam sistem distribusi air bersih dibedakan menjadi :
 Sambungan Halaman : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa
indik/pipa utama ke tiap-tiap rumah/halaman.
 Sambungan Rumah : yaitu sambungan pipa distribusi dari pipa
induk/pipa utama ke masing-masing utilitas rumah tangga.
 Hidran Umum: merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komural pada suatu daerah tertentu untuk melayani 100 orang dalam
setiap hidran umum.
 Terminal air : adalah distribusi air melalui pemgiriman tangki-tangki
air yang diberikan pada daerah-daerah kumuh, daerah terpencil atau
daerah yang rawan air bersih.

33
 Kran Umum : merupakan pelayanan air bersih yang digunakan secara
komural pada kelompok masyarakat tertentu, yang mempunyai minat
tetapi kurang mampu dalam membiayai penyambungan pipa ke
masing-masing rumah. Biasanya 1 (satu) kran umum dipakai untuk
melayani kurang lebih 20 orang (Anonim3, 1990).

1. Komponen Sistem
Prinsipnya, ada dua komponen utama di dalam sistem distribusi air
minum, yaitu reservoir (dan perlengkapannya) dan perpipaan (dan
perlengkapannya). Fungsi reservoir distribusi adalah penyimpan air pada waktu
debit air yang masuk ke reservoir lebih besar daripada yang keluar dari reservoir.
Fluktuasi atau variasi penggunaan air ini terjadi setiap hari sehingga permukaan
air di reservoir distribusi naik turun antara level maksimum dan minimumnya.
Dengan demikian, volume atau dimensi reservoir bisa diperoleh. Reservoir
berfungsi untuk mengatur tekanan air di daerah distribusi dan ini bergantung pada
lokasi reservoirnya. Fungsi ketiga ialah sebagai pembagi air ke seluruh konsumen.
Berdasarkan potensi energinya, jenis reservoir distribusi dibedakan
menjadi dua, yaitu reservoir tinggi dan reservoir rendah. Reservoir ini merujuk
pada cara pengaliran air ke daerah distribusi, bisa secara gravitasi bisa juga
dengan pompa. Reservoir tinggi tidak selalu berupa menara air atau berdiri di atas
kaki beton atau rangka baja, tetapi bisa juga diletakkan di atas tanah di daerah
bukit atau lereng gunung. Yang pasti, elevasinya lebih tinggi daripada daerah
distribusi sehingga aliran airnya secara gravitasi. Oleh sebab itu, reservoir yang
disangga oleh kaki harus berupa reservoir tinggi yang aliran airnya secara
gravitasi. Adapun reservoir rendah selalu diletakkan di atas tanah atau sebagian di
bawah permukaan tanah dan energi untuk distribusi airnya diperoleh dari pompa.
Untuk mengoptimalkan aliran air dan distribusinya, lokasi reservoir bisa
berbeda-beda dari satu daerah ke daerah lainnya. Bisa diletakkan di tengah-tengah
sistem distribusi apabila topografinya relatif datar dan tidak terlalu luas. Kalau
diletakkan di salah satu sisi daerah distribusi maka tekanan sisa yang terjadi
menjadi timpang sehingga perbedaan sisa tekanan antara daerah yang dekat
reservoir dan yang jauh menjadi sangat besar. Ini buruk bagi sistem aliran air dan

34
berpengaruh pada tingkat kebocoran air serta menuai protes dari konsumen pada
saat-saat tertentu.
Sebaliknya, reservoir diletakkan di tepi sistem distribusi, yaitu tempat
tertinggi apabila daerah distribusinya relatif miring atau menurun. Kemiringan
yang relatif teratur dapat menyetimbangkan sisa tekanan airnya di seluruh daerah
distribusi. Opsi ketiga ialah lokasi reservoirnya berbeda-beda, ada beberapa
reservoir yang dibangun. Dibuat demikian karena topografinya tak teratur, besar
perbedaan elevasinya sehingga harus dibuat zoning system dengan reservoir
masing-masing. Juga karena daerah distribusinya terlalu luas. Kalau tanahnya
relatif datar maka dapat dibangun beberapa reservoir di beberapa zone untuk
menghindari sisa tekanan yang sangat tinggi di dekat reservoir. Beda topografi
yang sangat tinggi dan variatif mengharuskan sistem distribusi dibuat dengan
beberapa zone justru untuk mengurangi sisa tekanan di tempat yang terjauh dari
reservoir (bukan yang terdekat).
Setelah menetapkan lokasinya, selanjutnya ialah menghitung besar-
kecilnya reservoir yang berkaitan dengan volume atau dimensinya. Volume
reservoir ini dipengaruhi oleh kondisi pasokan air dan karakteristik pemakaian air
di daerah setempat. Perlu dibuat grafik fluktuasi pemakaian air dalam satu hari (24
jam). Berdasarkan kurva korelasi antara jam dan persentase pemakaian airnya,
dapatlah dihitung volume efektif reservoir (Cahyana, 2010).

2. Pola Sistem Distribusi


Setelah reservoir, bagian kedua adalah pola perpipaan sistem distribusi.
Bisa dikatakan, inilah sistem yang padat modal, mahal investasinya karena
mencapai 70% dari sistem keseluruhan. Ada dua bentuk dasar sistem distribusi.
Kerangka, layout atau pattern ini dinamai sesuai dengan pola koneksi antar pipa
dan node-nya.
a. Pola Cabang (Branch System)
Yang pertama ialah pola cabang. Pada kerangka ini ada bagian pipa
utama atau pokok dan ada bagian pipa cabang. Ciri khasnya, ujung-ujung
pipa berupa “titik-titik mati” (dead end) dan aliran airnya hanya menuju ke
satu arah, tidak bisa berbalik arah. Pola “ujung mati” ini bisa dibagi

35
menjadi banyak sektor dan subsektor yang pasokan airnya dilayani oleh
satu pipa cabang. Karena pasokan airnya per sektor atau subsektor maka
perhitungan diameter pipanya menjadi sederhana, hanya ditentukan oleh
jumlah penduduk (populasi) di sektor tersebut.
Keunggulan sistem ini ialah sederhana dalam pemasangan dan mudah
dihitung dimensi pipanya, lebih ekonomis karena diameter pipanya lebih
kecil daripada sistem lain dan pipanya lebih pendek. Apabila ada perluasan
jaringan pipa, pola cabang ini dapat diubah menjadi pola lingkaran atau
campuran. Selain beberapa keunggulan tersebut, kerangka sistem ini pun
memiliki kelemahan. Dalam keadaan darurat, misalnya pipa bocor atau
putus, seluruh daerah di hilirnya akan putus pasokan airnya. Dapat terjadi
“rebutan” air antara satu sektor dan sektor lainnya, terutama ketika “jam
puncak” atau terjadi kebakaran. Karena alirannya searah, maka endapan di
ujung-ujung pipa menjadi banyak dan memadat. Ujung pipa ini harus
dilengkapi dengan katup penguras sehingga perlu banyak blow off atau
wash out dan harus diposisikan di dekat selokan atau sungai. Endapan
harus dibersihkan secara periodik.
Dalam branch system ini reservoir diletakkan di bagian tertinggi
daerah distribusi atau bisa juga di bagian tengah untuk daerah yang relatif
datar. Sangat ideal diterapkan di daerah yang topografinya menurun secara
teratur dengan slope kecil. Setiap titik cabang perlu dilengkapi dengan
valve (katup) untuk mengatur aliran di percabangan dan juga untuk
menutup aliran ketika terjadi kerusakan atau reparasi pipa.
Berikutnya ialah merencanakan diameter pipa. Debit yang digunakan
adalah debit jam puncak. Ada faktor puncak yang harus dikalikan dengan
debit rerata dan ini bergantung pada jumlah penduduknya. Jumlah
penduduk mempengaruhi keserempakan penggunaan air di suatu daerah
dalam satu sistem perpipaan di seluruh sektor. Keserempakan ini
berbanding terbalik dengan jumlah penduduk. Makin banyak
penduduknya, faktor keserempakan pun mengecil.
b. Pola Cincin (Circle System)

36
Pola selanjutnya adalah sistem cincin, lingkaran. Disebut juga sistem
tertutup, closed system atau ring, circle system. Ciri khasnya berbentuk
lingkaran dan tiada titik mati karena semua pipa saling berhubungan. Air
yang mengalir keluar dari reservoir akan bertemu di suatu titik di dalam
pipa. Arah alirannya dapat berubah-ubah bergantung pada besar-kecilnya
pemakaian air di suatu sektor. Dengan demikian, kekurangan air di suatu
sektor dapat dipasok oleh sektor lainnya. Dalam kondisi darurat, misalnya
ada pipa bocor, putus atau diperbaiki, sektor yang lain dapat terus
mengalirkan air yang berasal dari sektor-sektor lainnya yang tidak
putus/bocor.
Selain keunggulan, ada juga kelemahan sistem cincin/lingkaran ini.
Sistem cincin perlu pipa lebih panjang daripada sistem cabang tetapi
diameternya bisa sama ukurannya. Jadi, biaya investasinya lebih mahal.
Sistem hanya cocok untuk daerah yang relatif datar agar aliran airnya bisa
bolak-balik. Dengan kata lain, sistem tertutup ini belum tentu dapat
diterapkan di sembarang daerah dengan topografi naik turun secara acak,
terjal dan luas. Ini berbeda dengan sistem cabang yang dapat dipasang di
daerah yang datar maupun yang miring atau menurun (terutama yang kecil
slope-nya).
Untuk merencanakan diameter pipa, semua daerah diasumsikan berada
dalam kondisi jam puncak dengan satu faktor puncak (peak factor). Setiap
titik (node) berada dalam kondisi setimbang (balanced). Umumnya
digunakan formula Hardy Cross tetapi bukan untuk menentukan diameter
pipanya secara langsung melainkan untuk mengatur kesetimbangan
tekanannya (balanced energy). Diameter pipanya ditentukan dengan
anggapan bahwa seluruh sektor atau daerah layanan dalam kondisi aliran
puncak. Seperti pada sistem cabang, katup juga harus dilengkapi di dalam
sistem ini tetapi tidak selalu di ujung pertemuan pipa atau titik akhir. Bisa
juga dipasang di tengah-tengah pipa atau di bagian terendah jaringan
(Cahyana, 2010).

3. Penamaan Pipa (Nomenklatur)

37
Faktanya di lapangan, nomenklatur atau penamaan pipa distribusi berbeda-
beda di sejumlah PDAM. Namun ada dua bagian yang bisa disebutkan. Yang
pertama ialah Sistem Makro. Sistem ini merupakan pipa feeder (pengumpan,
pemberi) yang terdiri atas pipa induk utama (primary feeder) dan membentuk
rangka sistem, baik yang cabang maupun loop. Pipa ini dinamai juga aorta atau
arteri dan membawa sejumlah besar air olahan dari IPAM ke sistem distribusi.
Biasanya pipa ini dilengkapi dengan katup penguras (blow off) dan ventilasi udara
(air realease valve). Selanjutnya ialah pipa induk sekunder (secondary feeder).
Fungsi feeder ini membawa air ke node-node yang tersebar di daerah distribusi
sehingga tidak boleh ada sambungan rumah di pipanya agar tekanannya tidak
turun (drop feeder). Di pipa inilah program Epanet atau Hardy Cross diterapkan
untuk analisis hidrolisnya.
Yang kedua ialah Sistem Mikro. Hakikatnya, inilah sistem pelayanan air
minum yang sesungguhnya di PDAM. Sistem ini masih bisa dibedakan menjadi
dua, yaitu pipa distribusi utama (small distribution main) yang juga biasa disebut
pipa tersier dan pipa pelayanan (service line) atau pipa kwarter yang menuju pipa
persil (house connection pipe). Pipa distribusi utama (small distribution main)
membentuk rangka daerah pelayanan. Pipa ini mendistribusikan air ke pipa-pipa
pelayanan (service pipe) dan boleh langsung dihubungkan dengan rumah. Secara
teoretis, Sistem Mikro bisa juga dianalisis dengan Epanet atau Hardy Cross, tetapi
bergantung pada kebutuhan.
Catatan akhir, yang perlu diperhatikan juga ialah kecepatan aliran
meskipun kecepatan air ini tidak mempengaruhi tekanan, tetapi hanya
mempengaruhi cepat-lambatnya air sampai ke konsumen. Agar suatu titik
bertekanan besar, maka headloss-nya harus kecil atau diameter pipanya
diperbesar. Efeknya pada kecepatan, makin besar diameter, makin kecil kecepatan
aliran airnya. Rentang batas kecepatan antara 0,6 - 1,5 m/d, yaitu kecepatan di
dalam pipa feeder dalam jam puncak atau maksimum alirannya (Cahyana, 2010)

38
39

Anda mungkin juga menyukai