Anda di halaman 1dari 24

BAB II

A. Pengertian Limbah Cair

Limbah adalah bahan sisa atau buangan dari suatu kegiatan dan proses

produksi yang sudah tidak terpakai lagi. Limbah juga tidak memiliki nilai

ekonomi dan daya guna, melainkan bisa sangat membahayakan jika sudah

mencemari lingkungan sekitar. Terutama untuk limbah yang mengandung bahan

kimia yang tidak mudah terurai oleh bakteri. Bentuk limbah yang dihasilkan oleh

industi sablon dapat berupa limbah cair.

Berdasarkan Peraturan Gubernur Bali Nomor 16 Tahun 2016 tentang Baku

Mutu Lingkungan Hidup dan Kriteria Baku Kerusakan Lingkungan Hidup, yaitu

air limbah adalah sisa dari suatu hasil usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair,

baku mutu air limbah adalah ukuran batas atau kadar unsur pencemar dan/atau

jumlah unsur pencemar yang ditenggang keberadaannya dalam air limbah yang

akan dibuang atau dilepas ke dalam sumber air dari suatu usaha atau kegiatan.

Dari kegiatan industri limbah cair adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan

industri dalam bentuk cair. Limbah cair dalam industri sablon adalah semua air

buangan dari hasil kegiatan sablon yang mungkin mengandung bahan kimia

beracun yang berbahaya bagi kesehatan lingkungan, terutama lingkungan yang

berada disekitar area industri sablon. Sejalan dengan pendapat (Suharto, 2011)

menyatakan bahwa “limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan

oleh kegiatan industri yang dibuang kelingkungan yang diduga dapat mencemari

lingkungan”.

Limbah cair merupakan limbah yang dihasilkan dari proses industri yang

berwujud cair dan mengandung padatan tersuspensi atau terlarut, akan mengalami

6
proses perubahan fisik, kimia, maupun biologi yang menghasilkan zat beracun

dan dapat menimbulkan gangguan ataupun resiko terjadinya penyakit dan

kerusakan lingkungan (Kaswinarni, 2008). Oleh karena itu limbah cair yang yang

dhasilkan dari kegiatan industri sablon dapat mengandung bahan yang

menghasilkan zat beracun bagi kesehatan lingkungan dan menyebabkan terjadinya

pencemaran lingkungan.

B. Faktor yang Mempengaruhi Limbah Cair

Limbah cair merupakan hasil dari kehgiatan industri yang sudah tak

terpakai. Adapun faktor yang mempengaruhi dari adanya limbah cair yaitu jenis:

1. Sumber dan jenis pencemar dalam limbah cair

Berdasarkan sumbernya pencemar limbah cair dapat di bedakan menjadi

sumber pencemar fisik, sumber pencemar kimia organik dan an organik, sumber

pencemar mikrobiologi (Suharto, 2011:314).

a. Sumber dan jenis pencemar fisik

Adapun Sumber dan jenis pencemar fisik yang menjadi pencemar pada

limbah cair meliputi suhu, nilai pH, warna, bau dan total padatan tersuspensi.

b. Sumber dan jenis pencemar kimia organik dan anorganik

Adapun Sumber dan jenis pencemar kimia yang menjadi pencemar pada

limbah cair seperti karbohidrat, protein, lemak, minyak, pelumas, Biochemical

Oxygen Demand (BOD), Chemical Oxygen Demand (COD), Total Oragnic

Carbon (TOC), TOD, alkalinitas. Sedangkan pencemar senyawa anorganik pada

limbah cair seperti adanya logam berta, N, P, khlorida, sulfur, hidrogen sulfit, dan

gas terlarut dalam limbah cair. Pada limbah cair hasil olahan industri jika nilai

BOD tinggi atau melebihi ambang batas maka terdapat kelebihan adanya

senyawa
7
organik pada limbah cair dengan konsentrasi oksigen (dissoled oxygen) terlarut

dalam air bebas pencemar atau tidak terkontaminasi sebesar 7,59 mg/L.

c. Sumber dan jenis pencemar mikrobiologi

Adapun sumber dan jenis pencemar mikrobiologi yang menyebabkan

limbah cair sebagai pencemar seperti mikroba patogen yaitu typhuscholera

dysentri, poliovirus, virus hepatitis B, salmonella typhi, cacing parasit, bakteri,

algae, protozoa, virus, dan coliform.

2. Komponen air limbah

Menurut Siregar (2005:15) komponen air limbah yang berasal dari

senyawa kimia dapat dikalsifikasikan dalam tiga kelompok yang terdiri atas

senyawa – senyawa organik alam maupun senyawa – senyawa organik sintetis,

bahan – bahan organik, dan gas. Komponen dasar senyawa organik adalah

karbon, hidrogen, oksigen, nitrogen, fosfor, dan sulfur.

Adapun tiga kelompok utama pada senyawa organik meliputi protein yang

merupakan bahan dasar dari sel – sel binatang sekitar 40 – 60%, karbohidrat yang

merupakan bahan penyusun utama dalam sel tumbuhan, lipida merupakan bahan

yang tidak terlarut dalam air. Sebagian besar dianataranya ditemui dalam air alam

dan keberadaannya harus diperhatikan karena akan membahayakan dan bersifat

racun. Oleh karena itu keberadaan senyawa organik juga dapat menyebabkan

menurunkan kandungan oksigen, serta menyebabkan terbentuknya substansi –

substansi beracun.

1. Karakteristik limbah cair

Limbah cair merupakan limbah sisa olahan industri yang sudah tidak

terpakai oleh karena itu limbah cair memiliki karakteristik tersendiri. Sejalan
dengan pendapat Suharto (2011:318) “karakteristrik limbah juga merupakan jenis

pencemar yang perlu diketahui terlebih dahulu sebelum diproses. Karakteristik

limbah cair dapat dianalisa dengan metode kimia, fisika, biologi, dan kombinasi”.

Selanjutnya menurut Siregar (2005:18) “air limbah memiliki karakteristik yang

dapat menentukan unit proses yang dibutuhkan, karakteristik air limbah meliputi

sifat – sifat kimia, fisika, dan biologi. Sejalan dengan pendapat ahli di atas”, oleh

karena itu mengetahui karakteristrik dari limbah sablon sangat penting untuk

menentukan unit proses yang akan dilakukan pengolahan meliputi sifat kimia,

fisika, biologi. Agar tidak terjadinya pencemaran lingkungan akibat dari pada

limbah sablon.

Adapun karakter dari pada limbah cair secara fisik, kimia, biologi menurut

Siregar (2005:20-23) sebagai berikut.

a. Karakter limbah cair secara fisik

Karakter air limbah secara fisik dapat dilihat melalui suhu, bau, warna dan

padatn yang tersuspensi. Suhu merupakan parameter yang penting dalam

pengoperasian unit pengolahan limbah dengan skala suhu yang digunakan oC dan
o
F karena berpengaruh terhadap proses biologi dan fisik. Pada karakter fisik secara

bau maerupakan parameter yang subjektif dengan tergantungnya pada sensitivitas

indera penciuman seseorang kehadiran bau dapat menunjukkan adanya komponen

– komponen lain di dalam air. Karakter limbah cair melalui warna disebabkan dari

adanya materi – materi dissolved, suspended, dan senyawa – senyawa koloidal,

yang dapat dilihat dari spektrum warna. Dengan padatan dapat diklasifikasikan

menjadi floating, sttleable, suspended atau dissolved.

b. Karakter limbah cair secara kimia


Karakter limbah cair secara kimia dapat dilihat dari senyawa organik dan

anorganik yang ada pada limbah cair tersebut. Senyawa organik adalah karbon

yang dikombinasikan dengan satu atau lebih dari elemen elemen unsur lainnya

seperti O, N, P, H. Sedangkan senyawa anorganik terdiri atas semua kombinasi

elemen yang bukan tersusun dari karbon organik.

c. Karaketer limbah cair secara biologi

Keberadaan bakteri pada limbah cair merupakan kunci efisiensi dalam

proses biologis. Microorganisme ditemukan dalam jenis yang sangat bervariasi

hampir semua dalam bentuk air limbah dengan konsestrasi 105 - 108

organisme/ml. oleh karena itu pada limbah sablon jika terdapat bakteri patogen

sebagai bahan pencemar maka limbah sablon hasil dari kegiatan industri akan

merusak dan mencemari lingkungan yang berada disekitar industri sablon

tersebut.

d. Karakteristik air limbah yang biasanya diukur

Air limbah merupakan sisa dari kegiatan industri yang sudah tidak

terpakai, dengan dilakukannya pengukuran dapat mengetahui tingkat pencemar

dari limbah cair. Pada limbah sablon pengukuran suhu, pH, alkalinitas, padatan –

padatn, kebutuhan oksigen pada limbah cair, nitrogen, dan fosfor. sangat penting

untuk mengetahui tingkat dan karakteristik yang terdapat pada limbah sablon.

Suhu dapat diukur dengan menggunakan termometer air raksa dengan skala

Fahrenheit dan Celcius.

Pada air limbah dilakukan juga pengukuran nilai pH umtuk mengetahui

tingkat keasaman pada air limbah. Dengan skala berkisar antara 1 – 14; kondisi

asam dengan kisaran nilai pH 1 – 7, kondisi basa dengan kisaran nilai pH 7 – 14,

dan kondisi netra dengan nilai pH 7.


Alkalinitas merupakan ukuran kemampuan air limbah untuk dinetralisai.

Penyusun utama dari alkalinitas adalah ion bikarbonat, karbonat, dan hidroksida.

Penentuan tingkat alkalinitas pada pengolahan limbah sablon akan membantu

untuk memahami dan menginterpretasi dari pengolahan limbah sablon.

Pengukuran limbah cari dengan karakteristik yang diukur dari padatan –

padatan seperti total solid, suspended solid, dan dissolved solid dapat digunakan

untuk menentukan kepekatan air limbah, efisiensi proses, dan beban unti proses

terhadap konsentrasi residu yang diperlukan untuk menjamin kemantapan proses

kontrol pada air limbah.

Kebutuhan oksigen dalam air limbah dapat ditunjukan melalui tiga cara

yaitu theoretical oxygen demand, BOD, dan COD. Kebutuhan oksigen pada air

limbah dengan melakukan pengukuran secara Theoretical oxygen demand adalah

jumlah oksigen yang dibutuhkan dalam proses oksidasi fraksi organik didalam air

menjadi karbondioksida dan air. BOD (biochemical oxygen demand) adalah

oksigen yang diperlukan oleh mikroorganisme untuk mengoksidasi senyawa –

senyawa kimia untuk mengetahui air limbah tersebut mengalami biodegradasi

ataupun tidak dengan melakukan perbandingan nilai BOD dengan COD.

Chemical oxygen demand (COD) adalah kebutuhan oksigen dalam proses oksidasi

pada air limbah secara kimia. Nilai COD akan selalu lebih besar dari pada nilai

BOD dikarenakan senyawa lebih mudah teroksidasi secara kimia.

Nitrogen terdapat pada limbah cair yang merupakan hasil dari kegiatan

industri dalam bentuk yang meliputi spesifikasi, yaitu nitrogen organik, nitrogen

amonia, nitrogen nitrit, dan nitrogen nitrat. Pada air limbah yang bersuhu dingin

kandungn nitrogen organik relatif lebih tinggi daripada nitrogen amonia.


Sebaliknya, dalam air limbah yang memiliki suhu lebih hangat kandungan

nitrogen organik relatif lebih rendah dari pada nitrogen amonia.

Fosfor yang terdapat dalam air limbah merupakan elemen penting dalam

proses metabolisme organisme – organisme biologis dengan memerlukan

konsentrasi yang minimal untuk mencapai operasi yang optimal.

Dalam Ginting (2018), menerangkan bahwa menurut BPLH (2010) COD

(Chemical Oxygen Demand) adalah jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk

mengoksidasi zat-zat organik pada sampel air. Karena itu, COD merupakan

ukuran pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alami dapat dioksidasi

melalui proses kimia, dan yang mengakibatkan berkurangnya oksigen terlarut

didalam air (BPLH, 2010). Sedangkan Sugiharto (2008) menyatakan bahwa COD

(Chemical Oxygen Demand) adalah banyaknya oksigen dalam ppm atau milligram

per liter yang dibutuhkan dalam kondisi khusus untuk menguraikan benda organik

secara kimiawi.

C. Pengelolaan Limbah Cair

Limbah cair harus dikumpulkan dalam kontainer yang sesuai dengan

karakteristik bahan kimia dan radiologi, volume, dan prosedur penanganan dan

penyimpanannya (Asmadi, 2013).

1. Saluran pembuangan limbah harus menggunakan sistem saluran tertutup,

kedap air, dan limbah harus mengalir dengan lancar, serta terpisah dengan

saluran air hujan.

2. Rumah sakit harus memiliki instalasi pengolahan limbah cair sendiri atau

bersama-sama dengan bangunan disekitarnya yang memenuhi persyaratan teknis,

apabila belum ada atau tidak terjangkau sistem pengolahan air limbah perkotaan.
3. Perlu dipasang alat pengukur debit limbah cair untuk mengetahui

debit hairan limbah yang dihasilkan.

4. Air limbah dari dapur harus dillengkapi penangkap lemak dan saluran

air limbah harus dilengkapi/ditutup dengan grill.

5. Air limbah yang berasal dari laboratorium harus diolah di Instalasi

Pengolahan Air Limbah (IPAL), bila tidak mempunyai IPAL harus dikelola

sesuai kebutuhan yang berlaku melalui kerjasama dengan pihak lain atau pihak

yang berwenang.

6. Frekuensi pemeriksaan limbah cair terolah (efflunt) dilakukan setiap

bulan sekali untuk swapantau dan minimal 3 bulan sekali uji petik sesuai dengan

ketentuan yang berlaku.

D. Proses Pengolahan Limbah Cair

Limbah cair merupakan hasil sisa dari kegiatan industri yang sudah tidak

terpakai, dengan dilakukannya proses pengolahan pada limbah cair dapat

menurunkan terjadinya resiko pencemaran yang berdampak pada lingkungan.

Menurut Siregar (2005) menerangkan bahwa pada umumnya pengolahan limbah

cair terdiri atas kombinasi pengolahan fisika, kimia, dan biologi. Seluruh proses

tersebut bertujuan untuk menghilangkan kandungan padatan tersuspensi, koloid,

dan bahan – bahan organik maupun anorganik yang terlarut. Selanjutnya menurut

(Sumantri, 2013) pengolahan air limbah adalah untuk menghilangkan bahan –

bahan tersuspensi dan terapung, pengolahan bahan organik biodegradable serta

mengurangi organisme patogen. Sejalan dengan pendapat ahli di atas, proses

pengolahan limbah sablon sangat diperlukan guna mengetahui pengolahan secara


fisika, kimia, biologi, dan menghilangkan bahan – bahan yang tersuspensi serta

mengurangi organisme patogen dalam proses pengolahan limbah sablon.

Pengolahan air limbah dengan batuan peralatan biasanya dilakukan pada

Instalasi Pengolahan Air Limbah / IPAL, dengan proses pengolahan yang

dikelompokan. Adapun pengelompokan proses pengolahan air limbah sebagai

berikut; pengolahan pertama (primary treatment), pengolahan kedua (secondary

treatment), dan pengolahan ketiga (tertiary treatment) Sumantri (2013:92-98).

1. Primary treatment

Pengolahan pertama (primary treatment) bertujuan untuk memisahkan

padatan dari air secara fisik dengan melewatkan air limbah melalui saringan

(filter) dan bak sedimentasi (sedimentation tank).

a. Penyaringan (Filtration)

Hasil dari kegiatan industri pada limbah cair memerlukan penyaringan

yang bertujuan untuk mengurangi padatan maupun lumpur tercampur dan partikel

koloid dengan melewatkan air limbah melalui media yang porous. Dikarenakan

polutan dapat menyebabkan pendangkalan pada badan air penerima dapat juga

menggangu efisiensi dari alat pengolahan limbah lainnya.

b. Pengendapan (Sedimentation)

Terjadinya pengendapan pada limbah hasil dari kegiatan industri sablon

terjadi dikarenakan adanya kondisi yang sangat tenang. Bahan kimia juga dapat

ditambahkan untuk meningkatkan pengurangan dari partikel yang tercampur.

Untuk mempercepat proses pengendapan terkadang diperlukan tawas yang sudah


diencerkan terlebih dahulu. Dalam industri dikenal istilah rapid mixing

(pengadukan cepat) untuk melarutkan koagulan seperti tawas di dalam air, dan

slow mixing (pengadukan lambat) untuk mencampurkan koagulan dengan polutan

flok yang dapat mengendap.

2. Secondary treatment

Pengolahan kedua (secondary treatment) bertujuan untuk menghilangkan

koloid serta menstabilisaikan zat organik yang terdapat dalam limbah cair dengan

dilakukannya proses penguraian secara aerobik dan anaerobik.

a. Proses aerobik

Pada proses aerobik, penguraian bahan organik pada limbah cair yang

diuraikan oleh mikroorganisme dengan bantuan dari oksigen sebagai electron

acceptor dengan bantuan lumpur aktif (activated sludge) yang banyak

mengandung bakteri pengurai. Pada proses aerobik ini pada penambahan bakteri

dan penambahan oksigen sangat penting untuk dilakukan untuk mendapatkan

hasil yang sempurna dari proses aerobik..

b. Proses anaerobik

Pada proses anaerobik, bahan organik pada limbah cair yang diuraikan

tidak menggunakan oksigen sebagai bahan pengurai dengan menggunakan

stabilisasi lumpur dari pengolahan limbah cair dan beberapa jenis pengolahan

limbah cari pada industri. Dengan hasil akhir yang dominan dari proses anaerobik

yaitu biogas (campuran metana dan karbon dioksida), uap air, dan sedikit excess

sludge.

3. Tertiary treatment

Pengolahan ketiga (tertiary treatment) pengolahan ini bertujuan untuk

menghilangkan nutrisi/unsur hara, juga dengan penambahan chlor pada limbah


cair
dilakukan untuk memusnahkan mikroorganisme patogen yang terdapat pada

limbah cair.

A. Limbah dan Klasifikasinya

Limbah adalah sisa dari suatu usaha maupun kegiatan yang mengandung

bahan berbahaya atau beracun yang karena sifat, konsentrasi, dan jumlahnya, baik

yang secara langsung maupun tidak langsung dapat membahayakan lingkungan,

kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan makhluk hidup lainnya (Mahida,

1984). Bahan yang sering ditemukan dalam limbah antara lain senyawa organik

yang dapat terbiodegradasi, senyawa organik yang mudah menguap, senyawa

organik yang sulit terurai (Rekalsitran), logam berat yang toksik, padatan

tersuspensi, nutrien, mikrobia pathogen, dan parasit (Waluyo, 2010).

Menurut Abdurrahman (2006), berdasarkan wujud limbah yang dihasilkan,

limbah terbagi 3 yaitu :

1. Limbah padat

Limbah padat adalah limbah yang memiliki wujud padat yang bersifat

kering dan tidak dapat berpindah kecuali dipindahkan. Limbah padat ini

biasanya berasal dari sisa makanan, sayuran, potongan kayu, ampas hasil

industri, dan lain-lain.

2. Limbah cair

Limbah cair adalah limbah yang memiliki wujud cair. Limbah cair ini

selalu larut dalam air dan selalu berpindah (kecuali ditempatkan pada

wadah/bak). Contoh dari limbah cair ini adalah air bekas cuci pakaian dan

piring, limbah cair dari industri, dan lain-lain.


7

3. Limbah gas

Limbah gas adalah limbah yang berwujud gas. Limbah gas bisa dilihat

dalam bentuk asap dan selalu bergerak sehingga penyebarannya luas.

Contoh dari limbah gas adalah gas buangan kendaraan bermotor, buangan

gas dari hasil industri.

Limbah cair merupakan gabungan atau campuran dari air dan bahan-bahan

pencemar yang terbawa oleh air, baik dalam keadaan terlarut maupun tersuspensi

yang terbuang dari sumber domestik (perkantoran, perumahan, dan perdagangan),

sumber industri, dan pada saat tertentu tercampur dengan air tanah, air

permukaan, ataupun air hujan (Soeparman dan Suparmin, 2002).

Menurut Chandra (2005), limbah cair merupakan salah satu jenis sampah.

Adapun sampah (waste) adalah zat-zat atau benda-benda yang sudah tidak

terpakai lagi, baik yang berasal dari rumah maupun sisa-sisa proses industri.

Secara umum limbah cair dapat dibagi menjadi :

1. Human excreta (feses dan urine)

2. Sewage (air limbah)

3. Industrial waste (bahan buangan dari sisa proses industri).

Menurut Soeparman dan Suparmin (2002), limbah cair bersumber dari

aktivitas manusia (human sources) dan aktivitas alam (natural sources). Beberapa

aktivitas manusia yang menghasilkan limbah cair diantaranya adalah aktivitas

dalam bidang rumah tangga, perkantoran, perdagangan, perindustrian, pertanian

dan pelayanan jasa.


Menurut Chandra (2005), air limbah yang tidak menjalani pengolahan

yang benar tentunya dapat menimbulkan dampak yang tidak diinginkan. Dampak

tersebut antara lain :

1. Kontaminasi dan pencemaran pada air permukaan dan badan-badan air

yang digunakan oleh manusia.

2. Mengganggu kehidupan dalam air, mematikan hewan dan tumbuhan air.

3. Menimbulkan bau (sebagai hasil dekomposisi zat anaerobik dan zat

anorganik).

4. Menghasilkan lumpur yang dapat mengakibatkan pendangkalan air

sehingga terjadi penyumbatan yang dapat menyebabkan banjir.

Menurut Suharto (2011), pengelompokan limbah berdasarkan bentuk atau

wujudnya dapat dibagi menjadi empat diantaranya yaitu: limbah cair, limbah

padat, limbah gas dan limbah suara. Limbah cair diklasifikasikan dalam empat

kelompok diantaranya yaitu:

1. Limbah cair domestik (domestic wastewater), yaitu limbah cair hasil

buangan dari perumahan (rumah tangga), bangunan, perdagangan dan

perkantoran. Contohnya yaitu: air sabun, air detergen sisa cucian, dan air

tinja.

2. Limbah cair industri (industrial wastewater), yaitu limbah cair hasil

buangan industri. Contohnya yaitu: sisa pewarnaan kain/bahan dari

industri tekstil, air dari industri pengolahan makanan, sisa cucian daging,

buah, atau sayur.


3. Rembesan dan luapan (infiltration and inflow), yaitu limbah cair yang

berasal dari berbagai sumber yang memasuki saluran pembuangan limbah

cair melalui rembesan ke dalam tanah atau melalui luapan dari permukaan.

Air limbah dapat merembes ke dalam saluran pembuangan melalui pipa

yang pecah, rusak, atau bocor sedangkan luapan dapat melalui bagian

saluran yang membuka atau yang terhubung ke permukaan. Contohnya

yaitu: air buangan dari talang atap, pendingin ruangan (AC), bangunan

perdagangan dan industri, serta pertanian atau perkebunan.

4. Air hujan (storm water), yaitu limbah cair yang berasal dari aliran air

hujan di atas permukaan tanah. Aliran air hujan di permukaan tanah dapat

melewati dan membawa partikel-partikel buangan padat atau cair sehingga

dapat disebut limbah cair.

Limbah cair bersumber dari pabrik yang biasanya banyak menggunakan air

dalam sistem prosesnya. Selain itu, ada juga bahan baku mengandung air sehingga

dalam proses pengolahannya air harus dibuang. Air terikut dalam proses

pengolahan kemudian dibuang misalnya ketika dipergunakan untuk pencuci suatu

bahan sebelum diproses lanjut. Air ditambah bahan kimia tertentu kemudian

diproses dan setelah itu dibuang. Semua jenis perlakuan ini mengakibatkan

buangan air.

B. Industri Kecap dan Saos

Industri kecap dan saos adalah jenis industri domestik yang dalam proses

pembuatannya menggunakan bahan baku seperti kedelai, gula, dan rempah-


rempah. Sedangkan dalam pembuatan saos bahan baku yang digunakan tepung

tapioka, cabe, tomat, pewarna, dan lain-lain. Berdasarkan proses produksinya

yang menghasilkan produk utama kecap dan saos juga menghasilkan limbah

dalam bentuk cair yang berasal air pencucian botol, air rendaman kedelai

(baceman), maupun air dari proses produksi (Indriyati, 1997).

Selain limbah cair, terdapat juga limbah padat berupa ampas kedelai yang

dihasilkan dari proses penyaringan untuk membersihkan produk dari padatan yang

masih tersisa. Limbah cair organik dari industri kecap dan saos mengandung

protein, karbohidrat dan lemak dengan konsentrasi yang cukup tinggi. Bahan

organik dalam limbah mengandung sekitar 40%-60% protein, 25%-50%

karbohidrat, dan 10% lemak. Limbah cair tersebut ketika langsung dibuang ke

badan air akan menimbulkan pencemaran lingkungan. Pencemaran lingkungan

yang ditimbulkan adalah bau busuk dan bila dibuang langsung ke sungai akan

menyebabkan pencemaran sungai (Indriyati, 1997). Sehingga perlu diolah terlebih

dahulu salah satunya dengan cara pengolahan secara biologi yang aman untuk

lingkungan dengan menggunakan biota yang memiliki kemampuan dalam

pengolahan limbah (Ginting, 1995).

C. PT. Lombok Gandaria dan Limbahnya

PT. Lombok Gandaria merupakan perusahaan yang memproduksi kecap, saos,

cuka, dan sirup. Pada awalnya industri ini hanya memproduksi dan melayani

konsumen di sekitar tempat tinggalnya. Namun dari tahun ke tahun industri rumah

tangga terus mengalami peningkatan jumlah produksi. Semakin banyak jumlah


produksi maka semakin banyak hasil sampingan berupa limbah yang dihasilkan

(Wibowo, 2016).

Limbah yang dihasilkan dari hasil sampingan produksi kecap dan saos PT.

Lombok Gandaria berupa limbah padat dan limbah cair. Limbah padat yang

dihasilkan adalah sisa ampas kedelai, ampas rempah-rempah bahan baku kecap

(serai, jahe, lengkuas). Limbah cair yang dihasilkan adalah sisa dari fermentasi

basah kedelai (Baceman), air cucian botol, dan air dari proses produksi (Wibowo,

2016).

Limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi PT. Lombok Gandaria

diolah menjadi pupuk organik dan digunakan perusahaan untuk pemupukan logan

resort. Logan resort merupakan suatu lahan yang digunakan PT. Lombok

Gandaria untuk menanam tanaman rempah-rempah yang digunakan sebagai bahan

baku produksi. Limbah cair yang dihasilkan juga sudah diolah di IPAL (Instalasi

Pengolahan Air Limbah) PT. Lombok Gandaria. Seluruh limbah cair yang

dihasilkan ditampung menjadi satu pada bak penampung dan kemudian diolah

sebelum di buang ke badan air (Wibowo, 2016).

Proses pengolahan limbah cair memerlukan waktu selama enam (6) hari

sebelum dibuang ke badan air. Proses pengolahan limbah cair dilakukan secara

fisika dan biologi. Pengolahan secara fisika dilakukan dengan proses pengendapan

secara alami dan penyemprotan di bak sprayer. Proses pengendapan ini bertujuan

agar partikel-partikel limbah yang padat dapat mengendap. Sedangkan pada

proses pengolahan secara biologi, pengolahan limbah cair dilakukan dengan

pengolahan dengan bakteri yang berasal dari EM4 pada bak anaerob dan
fitoremediasi dengan menggunakan tanaman Eceng Gondok (Eichhornia

crassipes) sehingga ketika dibuang ke badan air limbah sudah sesuai dengan baku

mutu yang ditetapkan. Namun dalam pengolahan secara biologi, belum terdapat

bakteri spesifik yang berasal dari limbah cair tersebut yang digunakan dan benar-

benar mampu dalam mendegradasi limbah karena belum pernah dilakukan

penelitian tentang potensi bakteri indigenus limbah cair industri kecap dan saos

yang dihasilkan perusahaan tersebut (Wibowo, 2016).

D. Bioremediasi

Bioremediasi merupakan penggunaan mikroorganisme yang ditumbuhkan

pada polutan tertentu sebagai upaya untuk menurunkan kadar polutan tersebut.

Pada proses bioremediasi, mikroorganisme memproduksi enzim-enzim yang

mampu mengubah struktur polutan beracun atau struktur polutan yang kompleks

menjadi tidak kompleks sehingga menjadi metabolit yang tidak beracun dan

berbahaya (Priadie, 2012).

Prinsip bioremediasi yaitu memanfaatkan mikroorganisme untuk

mendegradasi zat-zat kimia berbahaya yang ada di lingkungan yang tercemar agar

kondisi lingkungan pulih seperti kondisi sebelum tercemar. Proses bioremediasi

ditentukan oleh kemampuan mikrobia untuk mendegradasi pencemar. Faktor yang

mempengaruhi pertumbuhan dan kemampuan degradasi mikroba, yaitu pH,

temperature (suhu), kelembaban, faktor substrat, oksigen, dan nutrisi (Laksmono

dan Mulyadi, 2010).


Menurut Laksmono dan Mulyadi (2010), prinsip dasar proses bioremediasi

bahan kimia berbahaya yaitu secara biologis terjadi proses katalisasi kimia.

Katalisasi kimia yang terjadi adalah proses perubahan senyawa-senyawa komplek

menjadi senyawa-senyawa lebih sederhana melalui proses enzimatis.

Bioremediasi termasuk rumit karena menggunakan katalisator berupa enzim yang

disediakan oleh mikroorganisme untuk mempercepat penguraian komponen kimia

berbahaya. Komponen kimia tersebut adalah sebagai makanan untuk

mikroorganismenya. Reaksi katalisasi ini bisa terjadi di dalam sel dan juga di luar

sel. Prinsip dari reaksi metabolisme mikrobiologis untuk menguraikan senyawa

organik merupakan suatu reaksi redoks (reduksi-oksidasi) yang dilakukan oleh

mikroba untuk menghasilkan energi. Bioremediasi membutuhkan kehadiran

sumber energi yang sesuai, sistem donor-aseptor elektron, dan nutrisi (Laksmono

dan Mulyadi, 2010).

Kesuksesan dalam bioremediasi tergantung pada ketepatan dari penerapan

metode, jenis mikrobia, tempat/kondisi, dan dengan faktor lingkungan yang tepat

untuk mendukung proses degradasi. Bioremediasi sendiri memiliki keunggulan

dibandingkan teknik konvensional lain seperti fill atau insinersi. Bioremediasi

dapat dilakukan di lokasi pencemaran (in-situ), biaya lebih murah, menghilangkan

limbah secara permanen, waktu yang relatif singkat, dan lebih diterima oleh

masyarakat karena ramah lingkungan, serta dapat diikuti dengan perlakuan secara

fisik atau metode kimia lainnya. Namun selain memiliki keunggulan bioremediasi

juga memiliki kekurangan. Beberapa bahan kimia tidak dapat untuk di

biodegradasi, seperti logam berat, dan radio nukleotida serta beberapa senyawa
klorinasi. Dalam beberapa kasus metabolisme, mikrobia dapat menghasilkan

metabolit beracun (Boopathy, 2000).

E. Bakteri Pendegradasi Limbah dan Mekanismenya

Organisme perombak bahan organik memegang peranan penting karena sisa

organik yang telah mati diurai menjadi unsur-unsur yang dikembalikan ke dalam

tanah (N, P, K, Ca, Mg, dan lain-lain) dan atmosfer (CH 4 dan CO2). Bakteri

merupakan makhluk biologi penting yang memiliki kemampuan dalam

biodegradasi limbah. Bakteri memiliki kemampuan adaptasi yang tinggi dan

memungkinkan untuk tumbuh pada substrat walaupun lingkungannya tidak

memungkinkan organisme lain tumbuh (Bollag dan Bollag, 1992). Bakteri

perombak organik merupakan aktivator biologis yang tumbuh alami atau sengaja

diberikan untuk mempercepat perombakan bahan organik. Beberapa jenis bakteri

yang mampu mendegradasi limbah organik antara lain adalah Pseudomonas sp.,

Achromobacter sp., Bacillus sp., Staphylococcus sp., Flavobacterium sp.,

Clostridum sp. Streptomyces spp., Thermonospora spp., Microplyspora spp.,

Thermoactinomyces spp., dan lain sebagainya (Zahidah dan Shovitri, 2013).

Reaksi enzimatis oleh bakteri merupakan kunci terselenggaranya proses

transformasi bertahap dalam pengelolaan air limbah dari substrat yang umumnya

berupa bahan-bahan organik kompleks menjadi unsur-unsur yang sederhana.

Reaksi enzimatis diekskresikan ke luar sel dan dapat mengurai limbah. Bakteri

perngurai dalam metobolismenya menghasilkan enzim tersebut. Enzim yang

dihasilkan bakteri berupa hidrolitik ekstraseluler, yaitu enzim yang diekskresi


keluar sel dan dapat mengurai substrat tertentu. Enzim memiliki kemampuan yang

unik untuk mempercepat reaksi kimia tanpa ikut terkonsumsi atau berubah setelah

reaksi selesai (Madigan dkk, 2003). Senyawa organik yang terdapat pada air

limbah digunakan mikrobia sebagai sumber nutrisi. Mikrobia akan mengurai

senyawa-senyawa tersebut menjadi bentuk yang lebih sederhana dan stabil

sehingga kadar zat pencemar yang terkandung dalam air limbah tersebut menjadi

turun Polutan dalam limbah akan diurai oleh bakteri sampai volumenya mengecil

sehingga dapat mereduksi amilum, protein, menaikkan pH, menurunkan BOD dan

COD (Sutanto, 2011).

Menurut Sutanto (2011), proses degradasi bahan organik secara prinsip

merupakan proses aerobik dimana senyawa organik dioksidasi menjadi CO 2, NH4,

H2O, dan biomassa baru. Aktivitas bakteri asam dapat menyebabkan kenaikan pH

karena NH4+ akan berikatan dengan air sehingga terbentuk NH4OH yang bersfat

basa. Reaksi yang ditimbulkan adalah :

Enzim Bakteri Asam


bahan organik NH4+ + H2O
Pada limbah industri kecap dan saos terkandung bahan organik seperti

karbohidrat, protein, lemak, dan fosfat. Bahan organik tersebut memerlukan

enzim yang dihasilkan oleh bakteri indigen dalam penguraiannya. Enzim yang

menguraikan karbohidrat meliputi enzim amilase, laktase, selulase (Sutanto,

2011).

Menurut Austin (1988), Pseudomonas sp. dan Bacillus sp. memiliki

kemampuan manghasilkan enzim tunggal maupun beberapa enzim untuk

degradasi bahan organik. Hasil penelitian memperoleh bakteri yang memiliki


kemampuan mendegradasi protein. Enzim protease merombak protein menjadi

peptida lebih sederhana (asam amino). Pada kebanyakan bakteri, asam glutamat

adalah asam amino kunci yang dibentuk dari sumber amonia dan karbon. Banyak

pula bakteri yang dapat mereaksikan amonia dengan asam fumarat membentuk

aspartat.

F. Parameter Uji Limbah Cair Industri Kecap dan Saos

Berdasarkan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012

tentang baku mutu air limbah terdapat beberapa parameter yang harus

diperhatikan dalam mengolah limbah cair industri kecap dan saos. Parameter

limbah cair kecap dan saos dapat dilihat pada Tabel 1, yaitu BOD 5, COD, TSS,

dan pH (derajat keasaman). Pada air limbah industri campuran kecap dan saos

nilai baku mutu yang dianjurkan untuk BOD5 adalah 98,9 mg/L, COD adalah

173,21 mg/L, TSS adalah 97,14 mg/L, pH antara 6-9, dan debit maksimum 503

m3/hari.

Tabel 1. Baku Mutu Air Limbah Industri campuran Kecap dan Saos Menurut
Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012
KADAR
BEBAN PENCEMARAN
NO. PARAMETER MAKSIMUM
MAKSIMUM (Kg/ton)
(mg/L
1. BOD5 98,9 49,76
2. COD 173,21 87,125
3. TSS 97,14 48,86
4. pH 6,0-9,0
5. Debit Maksimum 503 m3/hari
Sumber: Peraturan Daerah Provinsi Jawa Tengah Nomor 5 Tahun 2012
1. Kebutuhan Oksigen Terlarut (BOD)

Kebutuhan Oksigen Terlarut (BOD) adalah banyaknya oksigen yang

diperlukan organisme untuk memecah bahan organik pada kondisi aerobik.

Memecah bahan organik berarti bahwa bahan organik digunakan oleh organisme

sebagai bahan makanan dan energinya diperoleh berdasarkan proses oksidasi

(Pescod, 1973).

Parameter BOD ini umumnya digunakan untuk menentukan tingkat

pencemaran air buangan. Penentuan BOD merupakan suatu prosedur bioassay

yang berhubungan dengan pengukuran banyaknya oksigen yang digunakan oleh

organisme selama organisme tersebut menguraikan bahan organik yang terdapat

dalam suatu perairan. Selama pemeriksaan BOD, contoh yang diperiksa harus

bebas dari udara luar. Hal ini dilakukan untuk mencegah kontaminasi dari oksigen

yang terdapat di udara bebas. Konsentrasi air buangan/sampel tersebut juga harus

berada pada suatu tingkat pencemaran tertentu agar menjaga supaya oksigen

terlarut selalu ada pada saat pemeriksaan (Sawyer dan Mc Carty, 1978).

2. Chemical Oxygent Demand (COD)

Chemical Oxygent Demand (COD) merupakan banyaknya oksigen yang

diperlukan untuk mengoksidasi senyawa organik secara kimiawi. Angka COD

merupakan ukuran bagi pencemaran air oleh zat-zat organik yang secara alamiah

dapat dioksidasi melalui proses mikrobiologis dan mengakibatkan berkurangnya

okesigen terlarut di dalam air (Alaerts dan Santika, 1984).


3. Total Suspended Solid (TSS)

Total Suspended Solid (TSS) adalah residu dari padatan total yang tertahan

oleh saringan dengan ukuran partikel maksimal atau lebih besar dari ukuran

partikel koloid. Bagian yang termasuk TSS adalah lumpur, tanah liat, logam

oksida, sulfide, ganggang, bakteri dan jamur. TSS umumnya dihilangkan dengan

flokulasi dan penyaringan (Sutrisno dan Suciati, 1987).

Kekeruhan merupakan kecederungan ukuran sampel untuk menyebarkan

cahaya. Sementara hamburan diproduksi oleh adanya partikel yang tersuspensi di

dalam sampel. Kekeruhan adalah murni sebuah sifat optik pola dan intensitas

sebaran akan berbeda akibat perubahan dengan ukuran dan bentuk partikel dari

suatu materi (Sugiharto, 1987).

4. Derajat Keasaman (pH)

Derajat keasaman (pH) merupakan nilai yang menunjukkan aktivitas ion

hidrogen dalam air. Nilai pH yang terdapat pada limbah dapat menunjukkan

keseimbangan antar asam dan basa dalam limbah tersebut (Jenie dan Rahayu,

1993).

G. Hipotesis

1. Bakteri indigenus limbah cair industri kecap dan saos mampu

mendegradasi limbah cair industri kecap dan saos.

2. Bakteri indigenus campuran merupakan bakteri yang paling baik dalam

mendegradasi liimbah cair industri kecap dan saos.

3. Variasi bakteri indigenus campuran yang paling baik adalah isolat bakteri

dengan perbandingan AY1 (33) : AY2 (33) : AY3 (33).

Anda mungkin juga menyukai