Anda di halaman 1dari 32

PENGOLAHAN LIMBAH CAIR INDUSTRI

2.1. Air Limbah

Air limbah adalah sisa dari suatu usaha dan/atau kegiatan yang berwujud cair.
Pengelolaan limbah industri cair diperlukan untuk meningkatkan pencapaian tujuan
pengelolaan limbah (pemenuhan peraturan pemerintah), serta untuk meningkatkan
efisiensi sumber daya. Secara umum, pengelolaan limbah merupakan rangkaian
kegiatan yang mencakup reduksi, pengumpulan, penyimpanan, pengangkutan,
pemanfaatan, pengelolaan, dan/atau penimbunan.

Pengelolaan limbah cair secara umum meliputi dua metode, yaitu metode alami dan
metode buatan.

1. Metode alami dilakukan dengan pembuatan kolam-kolam stabilisasi. Dalam


kolam-kolam tersebut, air limbah diolah secara alamiah untuk menetralisasi
zat-zat pencemar sebelum air limbah dialirkan ke sungai. Kolam stabilisasi
yang umum digunakan adalah kolam anaerobik, kolam fakultatif
(pengolahan air limbah yang tercemar bahan organik pekat), dan kolam
maturasi (pemusnahan mikroorganisme patogen).

2. Metode buatan yaitu pengelolaan air limbah dengan menggunakan bantuan


alat dan dilaksanakan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL). Dalam
IPAL terdapat tiga tahapan, yaitu primary treatment yang berfokus pada
pemisahan padatan dari air limbah dengan menggunakan filter dan
sedimentasi; secondary treatment yang bertujuan untuk mengkoagulasikan,
menghilangkan koloid, dan menstabilkan zat organik dalam limbah; dan
tertiary treatment yang bertujuan untuk penghilangan nutrisi dan unsur hara,
khususnya nitrar dan pospat, serta penambahan klor untuk memusnahkan
mikroorganisme patogen.

2.2. Karakteristik Air Limbah

Berdasarkan persenyawaan yang terkandung di dalam air limbah, maka sifat air
limbah dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu:

o Sifat fisik
o Sifat kimia
o Sifat biologi

2.2.1. Parameter Fisik

Parameter fisik dapat dirasa secara langsung, misalnya kekeruhan, bau, temperatur
dan warna.

Kekeruhan

Terdiri dari benda kasar yang mengendap atau tidak terlarut dan benda
tercampur/tersuspensi. Misal : partikel di atas ukuran 10 mikron (10-4 mikro) dapat
disaring atau diendapkan, sedangkan ukuran di bawah 1 mikron memerlukan satu
atau lebih cara pemisahan yang lebih tinggi. Kekeruhan menunjukkan sifat optis air
yang mengakibatkan terbatasnya cahaya yang masuk ke dalam air. Hal ini terjadi
karena adanya bahan terapung lumpur yang melayang dan juga terurainya zat-zat
terentu seperti bahan organik dan jasad renik.

Bau

Timbul karena adanya aktivitas mikroorganisme yang menguraikan zat organik


atau dari reaksi kimia yang terjadi dan menghasilkan gas tertentu. Bau biasanya
timbul pada limbah yang sudah lama, tetapi ada juga yang muncul pada limbah baru
misalnya limbah kulit atau limbah penyedap rasa. Pembusukan air limbah adalah
merupakan sumber dari bau air limbah. Hal ini disebabkan karena adanya zat
organik terurai secara tidak sempurna dalam air limbah.

Warna

Warna dapat berasal dari zat pewama. Warna juga merupakan ciri kualitatif untuk
mengkaji kondisi umum air limbah. Jika coklat, umur air kurang dari 6 jam. Wama
abu-abu muda, abu-abu setengah tua tandanya air sedang mengalami pembusukan
oleh bakteri. Jika abu-abu tua - hitam berarti sudah busuk akibat bakteri. Warna
adalah ciri kualitatif yang dapat dipakai untuk mengkaji kondisi umum air limbah.
Air buangan industri serta bangkai benda organik yang menentukan warna air
limbah itu sendiri.
Suhu

Suhu dari air limbah sangat berpengaruh terhadap kecepatan reaksi kimia dan tata
kehidupan dalam air. Pembusukan terjadi pada suhu tinggi serta tingkat oksidasi
yang juga lebih besar. Pengukuran suhu penting karena umumnya instalasi
pengolah air limbah meliputi proses biologis yang bergantung suhu. Suhu air
limbah biasanya lebih tinggi daripada air bersih, karena adanya tambahan air hangat
dari perkotaan.

2.2.2. Parameter Kimia

Air limbah tentunya mengandung berbagai macam zat kimia. Bahan organik pada
air limbah dapat menghabiskan oksigen serta akan menimbulkan rasa dan bau yang
tidak sedap pada penyediaan air bersih. Pengujian kimia yang utama adalah yang
bersangkutan dengan amonia bebas, nitrogen organik, nitrit, nitrat, fosfor organik
dan fosfor anorganik. Bahan kimia yang terdapat dalam zat cair menentukan tingkat
bahaya keracunan yang ditimbulkan. Semakin besar jumlah zat kimia yang
terkandung maka senrakin terbatas penggunaan air tersebut. Sifat kimia terdiri dari
kimia organik dan kimia anorganik. Yang tennasuk kimia organik adalah zat kimia
yang mengandung unsur karbon (C), hidrogen (H), oksigen (O) dan nitrogen (N)
atau dapat berupa protein, karbohidrat, lemak dan minyak. Kimia anorganik adalah
zat kimia yang tidak mengandung unsur tersebut diatas, antara lain besi (Fe), crom
(Cr), mangan (Mn), belerang (S) dan logarn bera seperti timbal (Pb).

Derajat keasaman (pH)

Konsentrasi ion H adalah ukuran kualitas air yang menunjukkan derajat keasaman
air. pH yang baik berkisar antara 6 - 8 (netral: 7). Semakin kecil nilai pH maka air
tersebut akan semakin asam.

Nitrogen

Nitrogen dalam air limbah umumnya terdapat dalam bentuk organik yang kemudian
oleh bakteri akan dirubah menjadi amonia. Kondisi aerobik akan mengubah amonia
menjadi nitrat dan nitrit.
Sulfat

Sulfat dapat diubah menjadi sulfit dan hidrogen sulfida (H2S) oleh bakteri pada
kondisi anaerob. H2S bersifat racun dan berbau busuk. H2S dalam kondisi aerob
teroksidasi secara bakteriologis menjadi asam sulfat. Gas H2S yang tercampur
dengan gas air limbah (CH2 dan CO2) mempunyai sifat korosif.

Phospat

Tingginya kandungan phosphat akan merangsang pertumbuhan tumbuhan air yang


berakibat O2 yang terlarut dalam air sungai berkurang. Senyawa ini umumnya
berasal dari sisa deterjen.

Karbohidrat dan protein

Karbohidrat dapat berupa selulosa. Pada protein memiliki senyawa kompleks yang
hengandung unsur N. Kedua bahan ini mudah diuraikan oleh bakteri.

Lemak dan minyak

Dapat ditemukan mengapung di atas air. Lemak merupakan senyawa ester dari
turunan alkohol. Kedua bahan ini sangat sulit diuraikan oleh bakteri namun dapat
dihidrolisasi oleh Alkali sehingga menjadi senyawa yang mudah larut.

BOD (Biochemical Oxygen Demand)

Dalam zat buangan terkandung zat orgmik dari unsur C, H, dan O dengan unsur
tambahan N, S dan lainnya. Angka BOD merupakan parameter pencemar air limbah
yang dapat menunjukkan derajat pengotoran air limbah.

COD (Chemical Oxygen Demand)

COD merupakan bentuk lain untuk mengukur kebutuhan O2 yang digunakan dalam
reaksi kimia anorganik. Oleh karena itu dibutuhkan bantuan yang kuat dalam
kondisi asam. Nilai COD>BOD, diukur pada senyawa organik yang dapat diuraikan
maupun senyawa anorganik yang tidak dapat teruraikan. Besamya perbandingan
COD dan BOD tergantung ada atau tidaknya zat racun yang mengganggu kerja
bakteri. Oksigen terlarut Adalah merupakan banyaknya oksigen terlarut yang
terkandung di dalam air dengan satuan mg/lt.
2.2.3. Sifat Biologis

Pemeriksaan biologis di dalam air limbah untuk memisahkan apakah ada


bakteribakteri pathogen berada di dalam air limbah. Berbagai jenis bakteri yang
terdapat di dalam air limbah sangat berbahaya karena menyebabkan penyakit.
Kebanyakan bakteri yang terdapat dalam air limbah merupakan bantuan yang
sangat penting bagi proses pembusukan bahan organik. Parameter ini merupakan
salah satu cara guna mengukur kualitas air, terutama bagi kebutuhan air minum.
Dapat juga digunakan untuk memperkirakan tingkat kekotoran air limbah sebelum
dibuang ke sungai. Untuk mengkaji layak atau tidaknya hasil olahan dibuang ke
perairan (sungai atau danau) biasanya digunakan senyawa kloroform. Zat ini juga
dapat digunakan untuk menguji efektivitas proses klorinisasi serta menguji
kemungkinan adanya bakteri yang bersifat patogen. Adanya mikroorganisme
mempunyai peran yang sangat penting dalam proses pembusukan bahan organik.
Mikroorganisme tersebut antara lain:

2.3.Bakteri

Merupakan organisme kecil bersel satu dengan ukuran 0.5-3 mikron yang
menggunakan bahan organik sebagai bahan makanan. Semakin banyak bahan
organik yang tersedia maka pertumbuhan bakteri juga akan semakin cepat hingga
persediaan makanan tersebut menjadi habis. Dengan ukuran yang sekecil itu maka
bakteri bisa terdapat di air, tanah dan udara.

Bakteri ada yang bersifat patogen dan non patogen. Contoh bakteri pathogen antara
lain; Salmonella spp, bakteri coli, Salmonella typusa dan lain-lain, sedangkan yang
non patogen antara lain; Azotobaher dan Nitrobaker. Hal-hal yang mempengaruhi
pertumbuhan bakteri antara lain :

1. Suhu. Suhu optimum bagi pertumbuhan bakteri adalah 20-38oC. Namun ada
juga bakteri tertentu yang mampu tumbuh dengan baik pada suhu dibawah
ataupun diatas suhu optimum.

2. Kelembaban. Kelembaban sangat mendukung pertunbuhan bakteri.Sinar


matahari, dapat menghambat pertmbuhan bakteri. Pada media yan terkena
sinar matahari langsung dengan kandmgen sinar ultraviolet yang ada
didalamnya dapat merusak dinding sel bakteri.

3. Zat kimia. Beberapa zat kimia tertentu dapat menyebabkan larutnya dinding
sel bakteri sehingga dapat membunuh bakteri

2.4.Jamur dan ganggang

Jamur juga mampu menguraikan bahan organik. Karena tidak melakukan proses
fotosintesis, jamur dapat tumbuh di daerah lembab dengan pH rendah dimana pada
kondisi tersebut bakteri sulit untuk bertahan hidup. Ganggang berbeda dengan
jamur dan bakteri. Karena mampu melakukan fotosintesis, maka ganggang dapat
menghasilkan oksigen.

2.5. Dampak Negatif Air Limbah

Karena air limbah adalah benda sisa mka berarti merupakan benda yang sudah tidak
dipergunakan lagi. Meskipun sudah tidak digunakan lagi bukan berarti udah tidak
perlu ditangani, karena itu tidak dikelola dengan baik maka dapat menimbulkan
dampak negatif bagi lingkungan dan akan merugikan atau bahkan membahayakan
manusia, diantaranya;

A. Gangguan pada kesehatan

Air limbah sangat berbahaya bagi kesehatan manusia karena mengadung zat kimia
berbahaya dan dapat menjadi media pembawa bakteri yang bersifat patogen.
Contoh penyakit yang umum terjadi antara lain; kolera, radang, usus, disentri,
hepatitis dan lain lain yang biasanya disebabkan bakteri maupun virus. Adapun zat
kimia berbahaya diantaranya krom yang dapat menyebabkan kanker kulit, sulfida
yang menimbulkan bau menyengat, sianida yang menyebabkan keracunan atau
bahkan kematian dan masih banyak unsur atau senyawa berbahaya lainnya yang
merugikan kesehatan manusia.

B. Gangguan terhadap lingkungan/ekosistem

Dengan adanya zat pencemar yang terkandung dalam air limbah terutama zat
organik, akan berakibat menurunnya kadar oksigen dalam air sehingga dapat
mengganggu kehidupan biota air. Kurangnya ketersediaan oksigen terlarut dapat
membunuh kehidupan biota air. Selain itu adanya zat kimia berbahaya juga dapat
meracuni mahluk hidup dalam air.

Efek lain yang timbul yaitu adanya bau busuk menyengat yang ditimbulkan akibat
proses pembusukan. Warna air menjadi kotor/hitam menganggu pemandangan. Jika
limbah tersebut mengandung karbondioksida agresif akan bersifat korosif.

2.6. Metode Pengolahan Air Limbah

Tujuan dasar pengolahan limbah cair adalah untuk menghilangkan sebagian besar
padatan tersuspensi dan bahan terlarut, kadang-kadang juga untuk penyisihan unsur
hara (nutrien) berupa nitrogen dan fosfor.

Secara umum, pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu
pengolahan primer, pengolahan sekunder, dan pengolahan tersier. Pengolahan
primer merupakan pengolahan secara fisik untuk menyisihkan benda-benda
terapung atau padatan tersuspensi terendapkan (setleable solids). Pengolahan
primer ini berupa penyaringan kasar, dan pengendapan primer untuk memisahkan
bahan inert seperti butiran pasir/tanah. Saringan kasar digunakan untuk metlah4n
benda berukuran relatif besar. Karena butiran pasir/tanah merupakan bahan non-
biodegradable dan dapat terakumulasi di dasar instalasi pengolahan limbah cair,
maka bahan tersebut harus dipisahkan dari limbah cair yang akan diolah.
Penyisihan butiran pasir/tanah dapat dilakukan dengan bak pengendapan primer.
Pengendapan primer ini umumnya dirancang untuk waktu tinggal sekitar 2 jam.

Tabel 1. Batasan Air Limbah untuk Industri

Konsentrasi
Parameter
(mg/L)
COD 100 300
BOD 50 150
Minyak nabati 5 10
Minyak mineral 10 50
Zat padat tersuspensi (TSS) 200 400
pH 6.0 9.0
Temperatur 38 40 (oC)
Amonia bebas (NH3) 1.0 5.0
Nitrat (NO3-N) 20 30
Senyawa aktif biru metilen 5.0 10
Sulfida (H2S) 0.05 0.1
Fenol 0.5 1.0
Sianida (CN) 0.05 0.5
Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian
lingkungan. Apapun macam teknologi pengolahan air limbah industri yang
dibangun harus dapat dioperasikan dan dipelihara oleh perusahana setempat.
Berbagai teknik pengolahan air buangan untuk menyisihkan bahan polutannya telah
dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang
telah dikembangkan tersebut secara umum terbagi menjadi 3 metode pengolahan:

1. Pengolahan secara fisika


2. Pengolahan secara kimia
3. Pengolahan secara biologi

Untuk suatu jenis air buangan tertentu, ketiga metode pengolahan tersebut dapat

diaplikasikan secara sendiri-sendiri atau secara kombinasi.

1. Pengolahan Secara Fisika

Pada umumnya, sebelum dilakukan pengolahan lanjutan terhadap air buangan,


diinginkan agar bahan-bahan tersuspensi berukuran besar dan yang mudah
mengendap atau bahan-bahan yang terapung disisihkan terlebih dahulu.

Penyaringan

Penyaringan (screening) merupakan cara yang efisien dan murah untuk


menyisihkan bahan tersuspensi yang berukuran besar. Tujuan utamanya adalah
untuk memisahkan padatan tidak terlarut dan bahan kasar lain dengan ukuran yang
cukup besar. Ukuran saringan juga bervariasi, yaitu saringan kasar ( d. 50 mm ),
saringan sedang ( d. 12mm - 40mm ), dan saringan halus (d. 1.6mm-3mm ). Bahan
saringan umumnya adalah kawat baja yang dianyam atau jeruji besi. Penyaringan
akan membuang sekitar 20% bahan padat terapung yang ada dalam air limbah.
Bahan tersuspensi yang sudah mengendap dapat disisihkan secara mudah dengan
proses pengendapan. Parameter desain yang utama untuk proses pengendapan ini
adalah kecepatan mengendap partikel dan waktu detensi hidrolis di dalam bak
pengendap.

Pengecilan ukuran

Padatan kasar dihaluskan agar menjadi kecil dengan menggunakan alat pencacah.
Karena ukuran bahan padat diperkecil, maka mereka akan lolos melalui saringan
menuju pengolahan selanjutnya. Alat pengecil ukuran ini dapat memecahkan
persoalan pembuangan bahan saringan-Pembuangan serpih Kolam serpih yang
direncanakan secara khusus digunakan untuk membuang partikel-partikel
anorganik (berat jenis kira-kira 1.6 - 2.65 ), misalnya pasir kerikil, kulit telur, tulang
dan lain-lain. Tujuan kolam ini lebih utama untuk mencegah kerusakan pompa dan
untuk mencegah penumpukan bahan tersebut diatas di dalam kolam lumpur aktif.

Pengendapan

Fungsi utama dari kolam pengendapan dalam pengolahan air limbah adalah untuk
membuang bahan terlarut yang besar dari air limbah yang masuk. Proses
pengendapan dapat dibedakan menjadi 3 yaitu :

A. Discrete Settling

Proses pengendapan yang terjadi yaitu pengendapan pertikel tanpa mengalami


perubahan bentuk, ukuran, maupun berat partikel. Kecepatan pengendapan dari
partikel dapat didekati dengan rumus persamaan Stoke :

Dengan :

vs : kecepalan partikel mengendap (m/dt)


ls : spesifik gravity partikel
pt : spesifik gmvity zat cair
g : percepatan gravitasi (m/dl)
u : viskositas kinematik (m/dt)
D : diameter partikel (m)
B. Floculant Settling

Proses pengendapan ini pada dasamya sama dengan discrete settling, namun
perhitungan secara matematis sulit dilakukan. Hal ini terutama mengingat sulitnya
menetapkan diameter partikel yang ukurannya bervariasi karena selama partikel
bergerak juga menarik partikel lain untuk bergabung hingga kecepatan
pengendapannya menjadi berbeda-beda. Kebanyakan partikel tersuspensi yang
berasal dari lirnbah industri umumnya mengandung sifat ini. Untuk mengetahui
besamya rata-rata kecepatan pengendapan dan besamya prosentase pengurangan
partikel suspensi dapat dilakukan dengan suatu percobaan pada aliran diam.

C. Zone Settling

Zone settling merupakan proses secara kimia karena pada tahap ini digunakan zat
kimia yang bersifat kogulan. Proses ini adalah proses pengendapan partikel dimana
gerakan partikel saat mengendap terjadi secara serentak dan bersamaan. Bahan
koagulan yang umum dipakai adalah alum ([Al2 (SO+)].18H2O ) atau lebih dikenal
denqan sebutan tawas dan lime (CaO). Jadi proses pengendapan merupakan
kegiatan utama dalam tahap ini.

D. Bak Pengendap

Suatu bak pengedap ideal dengan aliran horizontal bagian dapat dibagi menjadi 4
yaitu:

1. Bagian inlet: pada bagian ini konsentrxi dari partikel tersuspensi adalah
sama.

2. Bagian pengendapan: merupakan daerah pengendapan bagi partikel yang


mengalir bersama aliran air limbah.

3. Bagian outlet: untuk menampung air limbah setelah melalui daerah


pengendapan

4. Bagian lumpur: terletak di dasar kolam untuk menampung partikel yang


mengendap
Gambar 1. Bak Pengendap

Gambar 2. Macam-macam Metode Pengolahan Limbah Secara Fisika

Proses flotasi banyak digunakan untuk menyisihkan bahan-bahan yang mengapung


seperti minyak dan lemak agar tidak mengganggu proses pengolahan berikutnya.
Flotasi juga dapat digunakan sebagai cara penyisihan bahan-bahan tersuspensi
(clarification) atau pemekatan lumpur endapan (sludge thickening) dengan
memberikan aliran udara ke atas (air flotation). Proses filtrasi di dalam pengolahan
air buangan, biasanya dilakukan untuk mendahului proses adsorbsi atau proses
reverse osmosis, akan dilaksanakan untuk menyisihkan sebanyak mungkin partikel
tersuspensi dari dalam air agar tidak mengganggu proses adsorbsi atau menyumbat
membran yang dipergunakan dalam proses osmosa. Proses adsorbsi, biasanya
dengan karbon aktif, dilakukan untuk menyisihkan senyawa aromatic (misalnya:
fenol) dan senyawa organik terlarut lainnya, terutama jika diinginkan untuk
menggunakan kembali air buangan tersebut.

Teknologi membran (reverse osmosis) biasanya diaplikasikan untuk unit-unit


pengolahan kecil, terutama jika pengolahan ditujukan untuk menggunakan kembali
air yang diolah. Biaya instalasi dan operasinya sangat mahal.

Tabel 2. Macam-macam Proses Pengolahan Limbah Cair Secara Fisika

Proses Penggunaan
Penyaringan Pembuangan bahan padat kasar yang terendapkan
dengan cara pencegatan (penapis permukaan).
Pengecilan ukuran Penggilingan bahan padat kasar menjadi ukuran yang
kira-kira seragam.
Penyamaan aliran Penyamaan aliran dan beban massa BOD serta bahan
padat terapung.
Pencampuran Pencampuran bahan-bahan kimia serta gas-gas dalam
air limbah dan menjaga agar bahan padat tetap
terapung.
Flokulasi Mendorong pengumpulan partikel-partikel kecil
menjadi partikel yang lebih besar sehingga lebih mudah
diendapkan dan dibuang.
Sedimentasi Mengendapkan partikel-partikel padatan tersuspensi
sehingga lebih mudah dibuang.
Flotasi Pembuangan pecahan halus terapung serta partikel yang
melayang dan juga pengentalan lumpur.
Filtrasi Pembuangan endapan halus, bahan padat terapung yang
ketinggalan setelah pengolahan kimiawi dan biologis.
Penyaringan mikro Sama seperti filtrasi, juga membuang ganggang dari
kolam stabilisasi.
2. Pengolahan Secara Kimia

Pengolahan air buangan secara kimia biasanya dilakukan untuk menghilangkan


partikel-partikel yang tidak mudah mengendap (koloid), logam-logam berat,
senyawa fosfor, dan zat organik beracun; dengan membubuhkan bahan kimia
tertentu yang diperlukan. Penyisihan bahan-bahan tersebut pada prinsipnya
berlangsung melalui perubahan sifat bahan-bahan tersebut, yaitu dari tak dapat
diendapkan menjadi mudah diendapkan (flokulasi-koagulasi), baik dengan atau
tanpa reaksi oksidasi-reduksi, dan juga berlangsung sebagai hasil reaksi oksidasi.

Gambar 4. Macam-macam Metode Pengolahan Limbah Secara Kimia

Pengendapan Kimiawi (Koagulasi)

Pengendapan bahan tersuspensi yang tak mudah larut dilakukan dengan


membubuhkan elektrolit yang mempunyai muatan yang berlawanan dengan muatan
koloidnya agar terjadi netralisasi muatan koloid tersebut, sehingga akhirnya dapat
diendapkan. Penyisihan logam berat dan senyawa fosfor dilakukan dengan
membubuhkan larutan alkali (air kapur misalnya) sehingga terbentuk endapan
hidroksida logam-logam tersebut atau endapan hidroksiapatit. Endapan logam
tersebut akan lebih stabil jika pH air > 10,5 dan untuk hidroksiapatit pada pH > 9,5.
Khusus untuk krom heksavalen, sebelum diendapkan sebagai krom hidroksida
[Cr(OH)3], terlebih dahulu direduksi menjadi krom trivalent dengan membubuhkan
reduktor (FeSO4, SO2, atau Na2S2O5).
Beberapa contoh umum yang dipergunakan sebagai bahan pengendap disajikan
dalam uraian berikut, koagulan utama yang diapakai adalah kapur (lime), alum
(tawas) feery chloride, ferry sulfat

1. Kapur

Reaksi kapur dengan phospat (unsur phospat banyak dijumpai dalam air limbah
maupun dalam air alami), sebagai berikut :

2. Alum (tawas)

Reaksi alum dalam air,

Klorinasi dan Deklorinasi

Klorinasi digunakan untuk mengurangi bakteri yang bersifat patogen.


Mekanismenya yaitu dengan merusak enzim utama yang ada dalamm sel bakteri
sehingga dinding selnya menjadi rusak atau bahkan hancur. Akibatnya bakteri akan
mati. Klorinasi dapat digunakan sebagai langkah akhir dalam pengolahan air limbah.

Dalam dunia perdagangan klorin sering digunakan karena murah dan mudah
didapat. Dalam dosis rendah sudah efektif untuk membunuh bakteri namun tidak
terlalu berbahaya bagi mahluk hidup. Klorin ada yang berbentuk gas dan ada pula
yang berbentuk kristal garam hipoklorit. Untuk klorin yang berbentuk gas, reaksi
yang terjadi yaitu
Sedangkan yang berupa garam-garaman seperti NaOCI dan Ca (OCl)2 atau lebih
dikenal dengan kaporit.

Daya bunuh HOCI sekitar 40-80 kali lebih kuat daripada OCL-

Baik tidaknya hasil reaksi ditentukan temperatur, pH, waktu kontak turbidity dan
konsentrasi chlorine.

Cholorine yang dilarutkan dalam air menghasilkan :

Karbon aktif akan mengadsorbsi chlorine bebas :

Reaksi dengan Chloriamine :

Dalam air limbah yang telah dichlorinasi masih terdapat sisa-sisa clhor yang
membahayakan manusia maupun biota dalam air, karena mempunyai sifat racun.
Sisa- sisa chlor yang masih tertinggal perlu diambil dengan metode menggunakan
karbon aktif atau sodium sulfat . Umumnya sisa chlor diambil pada akhir proses
pengolahan limbah setelah selesai pengendapan dan suasananya dalam keadaan
netral. Pengunaan karbon aktif lebih murah dan gampang cara pengoperasiannya.

Netralisasi

Sebagian besar limbah cair dari industri mengandung bahan bahan yang bersifat
asam (acidic) ataupun basa (alkaline) yang perlu dinetralkan sebelum dibuang ke
badan air maupun sebelum limbah masuk pada proses pengolahan, baik pengolahan
secara biologi maupun secara kimiawi, proses netralisasi tersebut bisa dilakukan
sebelum atau sesudah proses equalisasi.
Untuk mengoptimalkan pertumbuhan mikroorganisme pada pengolahan secara
biologi, pH perlu dijaga pada kondisi antara pH 6,5 8,5, karena sebagian besar
mikroba aktif atau hidup pada kondisi pH tersebut. Proses koagulasi dan flokulasi
juga akan lebih efisien dan efektif jika dilakukan pada kondisi pH netral.

Netralisasi adalah penambahan Basa (alkali) pada limbah yang bersifat asam (pH
7). Pemilihan bahan/reagen untuk proses netralisasi banyak ditentukan oleh
harga/biaya dan praktis-nya. Bahan (reagen) yang biasa digunakan tersebut adalah:

Asam:

Sulfuric acid (H2SO4 )


Hydrochloric acid ( HCI )
Carbon dioxide (CO2)
Sulfur dioxide
Nitric acid

Basa :

Caustic soda (NaOH)


Ammonia (NH4OH)
Soda Ash (Na2CO3)
Limestone (CaCO3)
Oksidasi dan Reduksi

Pengertian oksidasi dan reduksi disini lebih melihat dari segi transfer oksigen,

hidrogen dan elektron. Disini akan juga dijelaskan mengenai zat pengoksidasi

(oksidator) dan zat pereduksi (reduktor).

Oksidasi dan reduksi dalam hal transfer oksigen

Dalam hal transfer oksigen, Oksidasi berarti mendapat oksigen, sedang Reduksi
adalah kehilangan oksigen.

Sebagai contoh, reaksi dalam ekstraksi besi dari biji besi:


Karena reduksi dan oksidasi terjadi pada saat yang bersamaan, reaksi diatas

disebut reaksi redoks.

Zat pengoksidasi dan zat pereduksi

Oksidator atau zat pengoksidasi adalah zat yang mengoksidasi zat lain. Pada contoh

reaksi diatas, besi(III)oksida merupakan oksidator. Reduktor atau zat pereduksi


adalah zat yang mereduksi zat lain. Dari reaksi di atas, yang merupakan reduktor
adalah karbon monooksida.

Jadi dapat disimpulkan:

o Oksidator adalah yang memberi oksigen kepada zat lain,

o Reduktor adalah yang mengambil oksigen dari zat lain

Bahan kimia sebagai pengoksidasi seperti cholorine dan ozon dipakai untuk
mengubah bahan organik dan an organik menjadi bentuk sesuai yang diinginkan.
Bahan- bahan yang digunakan untuk mereduksi BOD, warna, dan mengubah bahan
spesifik seperti sianida (banyak terdapat pada pabrik tapioka, dan pabrik
pengolahan logam) menjadi produk yang berguna .

Sebagai contoh, kita lihat reaksi oksidasi

Reaksi ini harus mempunyai pasangan berupa reaksi reduksi agar jelas kepada siapa
elektron itu diberikan, misalnya :

Dengan demikian, kedua reaksi diatas masing-masing baru merupakan setengah


reaksi, sedangkan reaksi lengkapnya adalah :
Reaksi lengkap ini disebut reaksi redoksi (singkatan dari reduksi-oksidasi) sebab
mengandung dua peristiwa sekaligus : Zn teroksidasi menjadi Zn2+ dan Cu2+
tereduksi menjadi Cu.

Zat yang mengalami oksidasi (melepaskan elektron) disebut reduktor (pereduksi),


sebab ia menyebabkan zat lain mengalami reduksi, sebaliknya zat yang mengalami
reduksi disebut oksidator (pengoksidasi). Pada contoh reaksi diatas Zn merupakan
reduktor, sedangkan Cu2+ merupakan oksidator.

Reduksi Oksidai untuk oksidasi ethanol menjadi CO2 dan H2O dengan asam potash

dichromat :

Reaksi akhir :

Tabel 3. Macam-macam Proses Pengolahan Limbah Secara Kimia

Proses Penggunaan
Mempermudah proses pengendapan bahan padat tersuspensi
Pengendapan
pada alat sedimentasi yang digunakan untuk pengolahan fisik-
kimiawi
kimiawi.
Perpindahan gas Penambahan atau pembuangan gas.
Pembuangan bahan organik yang tak terambil dengan cara
Adsorpsi kimiawi atau biologis biasa juga digunakan untuk mengambil
klor sebelum hasil olahan dibuang.
Pemberantasan selektif terhadap oragnisme patogen yang
Disinfeksi
umumnya menggunakan klorin atau ozon.
Deklorinasi Pembuangan ampas klorin yang ada setelah klorinasi.
Berbagai bahan kimia dapat dipergunakan untuk mencapai
Lain-lain
tujuan khusus dalam mengelola air limbah.
3. Metode Pengolahan Biologis

Merupakan unsur pokok harnpir dalarn semua jaringan pengolahan limbah


sekunder. Tujuannya mengurangi zat organik melalui biokimia oksidasi dengan
cara memanfaatkan mikroorganisme. Pengolahan limbah dengan cara ini terdiri
dari 3 kondisi yaitu:

1. Proses secara aerob yang merupakan pengolahan limbah pada kondisi


tersedia oksigen bagi bakteri untuk menguraikan limbah.

2. Proses secara anaerob, yaitu pengolahan pada kondisi tanpa adanya oksigen
sehingga bakteri anaerob menguraikan zat organik menjadi gas metan dan
gas CO2

3. Proses fakultatif, yaitu pengolahan limbah dimana bakteri yang ada


mempunyai kernampuan adaptasi tinggi, maksudnya bakeri tersebut mampu
bertahan pada kondisi aerob maupun anaerob

Unit yang digunakan yaitu unit aerasi (reaktor lumpur aktif) dan kolam stabilisasi.

A. Kolam stabilisasi

Dalam kolam ini terjadi hubungan simbiosis mutualisme antara ganggang dan
mikoorganisme. Ganggang melalui proses fotosintesis menghasilkan O2. Dari O2
yang dihasilkan digunakan bakteri rmtuk oksidasi bahan organik yang nantinya
dapat digunakan sebagai makanan ganggang dan O2 tersebut dapat pula digunakan
untuk proses respirasi/pernapasan ganggang itu sendiri. Hasil akhirnya adalah
karbondioksida, amonia dan fosfat. Kolam stabilisasi sebaiknya tidak dibangun di
dekat pemukiman penduduk untuk menghindari keluhan baunya.

B. Proses Lumpur Aktif

Lumpur aktif (activated sludge) adalah proses pertumbuhan mikroba tersuspensi


yang pertama kali dilakukan di Ingris pada awal abad 19. Sejak itu proses ini
diadopsi seluruh dunia sebagai pengolah air limbah domestik sekunder secara
biologi.
Proses ini pada dasarnya merupakan pengolahan aerobik yang mengoksidasi
material organik menjadi CO2 dan H2O, NH4 dan sel biomassa baru. Udara
disalurkan melalui pompa blower (diffused) atau melalui aerasi mekanik. Sel
mikroba membentuk flok yang akan mengendap di tangki. Proses lumpur aktif
dalam pengolahan air limbah tergantung pada pembentukan flok lumpur aktif yang
terbentuk oleh mikroorganisme (terutama bakteri), partikel inorganik, dan polimer
exoselular.

Selama pengendapan flok, material yang terdispersi, seperti sel bakteri dan flok
kecil, menempel pada permukaan flok. Pembentukan flok lumpur aktif dan
penjernihan dengan pengendapan flok akibat agregasi bakteri dan mekanisme adesi.
Selanjutnya dinyatakan pula bahwa flokulasi dan sedimentasi flok tergantung pada
hypobisitas internal dan eksternal dari flok dan material exopolimer dalam flok, dan
tegangan permukaan larutan mempengaruhi hydropobisitas lumpur granular dari
reaktor lumpur anaerobik. Akumulasi besi dapat berasal dari influent air limbah
atau melalui penambahan FeSO4 yang digunakan untuk menghilangkan fosfor.
Jumlah besi dalam lumpur aktif akan berkurang setelah memasuki kondisi
anaerobik dan mungkin berasosiasi dengan adanya aktifitas bakteri heterotrofik.
Berkurangnya fosfor dalam lumpur aktif dapat menyebabkan fosfor terlepas
kedalam air. Jika ini terjadi merupakan potensi untuk terjadinya eutrofikasi pada
perairan.

Gambar 5. Sistem Lumpur Aktif

Pada proses lumpur yang diaktifkan, air limbah yang tak diolah atau yang
diendapkan dicampur dengan lumpur yang diaktifkan balik yang volumenya 20%
hingga 50 % dari volumenya sendiri. Campuran ini akan memasuki suatu tangki
aerasi dimana organisme dan air limbah dicampur bersama sejumlah besar udara.
Pada kondisi ini organisme akan mengoksidasi sebagian bahan organik menjadi
karbondioksida dan air, kemudian mensintesakan sebagian yang lain menjadi sel-
sel mikroba yang baru.

Campuran itu lalu memasuki suatu kolam pengendapan dimana organisme flokulan
akan mengendap. Organisme yang terendapkan inilah yang disebut lumpur yang
diaktifkan. Organisme tersebut kemudian dikembalikan lagi ke ujung hulu tangki
aerasi untuk dicampur lagi dengan air limbah. Lumpur aktif yang baru akan terus
menerus terbentuk dalam proses ini, sehingga kelebihan lumpur yang dihasilkan
haruslah dibuang bersama-sama dengan lumpur dari sarana pengolahan primer.

Suatu bagan alir yang umum untuk suatu instalasi lumpur yang diaktifkan
diperlihatkan pada gambar 6 air limbah biasanya mengalami pengendapan dahulu
sebelum aerasi. Kolam aerasi biasanya memiliki kedalaman 10 hingga 15 ft (3
hingga 5 m) dan lebar 20 ft (6 m). Untuk panjangnya tergantung dari waktu
penahanan yang umumnya bervariasi 4 hingga 8 jam untuk limbah perkotaan.
Terdapat dua metode dasar untuk mernaukkan udara ke dalam kolam tersebut, yaitu
difusi udara atau injeksi oksigen murni serta pengadukan mekanik.

Metode diffusi udara dengan cara memasukkan udara dengan tekanan 510 Psi (35-
70 kN/m2) ke dalam kolam bersangkutan melalui pelat-pelat difusi atau alat lain
yang cocok. Penggunaan oksigen murni merupakan perkembangan termutahir yang
menuntut adanya tangki aerasi tertutup. Oksigen murni yang dibangkitkan di tempat,
disuntikkan ke dalam tangki tersebut. Pencampuran oksigen dengan menggunakan
turbin atau pengaduk serupa. Pada aerasi mekanik, alat alat yang berputar
dipergunakan untuk mengaduk isi kolam aerasi dan memasukkan oksigen ke dalam
zat cair dengan menyebarkan percikan air yang halus di udara sehingga udara dapat
diserap.
Gambar 6. Proses Lumpur Aktif Konvensional

Keuntungan utama dari proses lumpur yang diaktitkan adalah karena dapat
menghasilkan buangan yang bermutu tinggi dengan kebutuhan luas instalasi
pengolahan yang minimum namun kelemahannya pada biaya operasionalnya yang
cukup tinggi karena kebutuhan energi dari kompresor udara dan pompa-pompa
sirkulasi lumpur. Bila suatu instalasi baru mulai dioperasikan dibutuhkan waktu
sekitar 4 minggu untuk membentuk lumpur aktif yang cocok dan selama pada masa
itu hampir semua lumpur dari kolam pengendapan akhir dikembalikan melalui
tangki aerasi. Lnstalasi baru kadang-kadang diberi benih lumpur aktif dari instalasi
lain.
2.5. Contoh Pengolahan Limbah Industri Tekstil PT. UNITEX

Gambar 7. Proses Pengolahan Air Limbah PT. UNITEX

Pada umumnya polutan yang terkandung dalam limbah industri tekstil dapat berupa
padatan tersuspensi, padatan terlarut serta gas terlarut. Karakteristik limbah pada
umumnya bersifat alkalis (pH = 7), suhunya tinggi serta berwarna pekat. Untuk
menghilangkan polutan tersebut, diperlukan pengolahan yang dapat memisahkan
dan menghancurkan polutan yang terkandung didalamnya.

Sistem pengolah limbah yang digunakan merupakan perpaduan antara proses fisika,
kimia, dan biologi. Proses yang berperan dalam pengurangan bahan pencemar
adalah proses biologi yang menggunakan sistem lumpur aktif dengan aerasi
lanjutan (extended aeration). Selain limbah cair terdapat pula limbah padat yang
berupa lumpur, hasil samping dari sistem pengolahan yang digunakan. Lumpur
hasil olahan digunakan sebagai bahan campuran pembuatan conblock dan batako
press serta pupuk organik.
Gambar 8. Unit Pengolahan Limbah PT. UNITEX

Gambar 9. Bak Penampung yang Air Limbah Masih Panas


Gambar 10. Bak Sedimentasi Utama

Gambar 11. Pemberian Koagulan (Ferro Sulfat) untuk Menghilangkan Warna


Gambar 12. Bak Pengendap (Clarifier)

Gambar 13. Cooling Tower Sebelum Air Limbah Masuk ke Bak Aerasi
Gambar 14. Bak Aerasi Tahap Pertama

Gambar 15. Lumpur Aktif dari Bak Sedimentasi Akhir Dikembalikan ke Bak
Aerasi Tahap Pertama
Gambar 16. Bak Pengendap Akhir

Gambar 17. Air Hasil Olahan Sebelum Dibuang ke Lingkungan

2.5.1. Penjelasan Proses


I. Proses Primer
a. Penyaringan Kasar

Air limbah dari proses pencelupan dan pembilasan dibuang melalui saluran
pembuangan terbuka menuju pengolahan air limbah. Saluran tersebut terbagi
menjadi dua bagian, yakni saluran air berwarna dan saluran air tidak berwarna.
Untuk mencegah agar sisa-sisa benang atau kain dalam air limbah terbawa pada
saat proses, maka air limbah disaring dengan menggunakan saringan kasar
berdiameter 50 mm dan 20 mm.
b. Penghilangan Warna

Limbah cair berwarna yang berasal dari proses pencelupan setelah melewati tahap
penyaringan ditampung dalam dua bak penampungan, masing-masing berkapasitas
64 m3 dan 48 m3, air tersebut kemudian dipompakan ke dalam tangka koagulasi
pertama (volume 3,1 m3) yang terdiri atas tiga buah tangki, yaitu : Pada tangki
pertama ditambahkan koagulasi FeSO4 (Fero Sulfat) konsentrasinya 600 -700 ppm
untuk pengikatan warna. Selanjutnya dimasukkan ke dalam tangki kedua dengan
ditambahkan kapur (lime) konsentrasinya 150 300 ppm, gunanya untuk
menaikkan pH yang turun setelah penambahan FeSO4. Dari tangki kedua limbah
dimasukkan ke dalam tangki ketiga pada kedua tangki tersebut ditambahkan
polimer berkonsentrasi 0,5 - 0,2 ppm, sehingga akan terbentuk gumpalan-gumpalan
besar (flok) dan mempercepat proses pengendapan.

Setelah gumpalan-gumpalan terbentuk, akan terjadi pemisahan antara padatan hasil


pengikatan warna dengan cairan secara gravitasi dalam tangki sedimentasi.
Meskipun air hasil proses penghilangan warna ini sudah jernih, tetapi pH-nya masih
tinggi yaitu 10, sehingga tidak bisa langsung dibuang ke perairan. Untuk
menghilangkan unsur-unsur yang masih terkandung didalamnya, air yang berasal
dri koagulasi I diproses dengan sistem lumpur aktif. Cara tersebut merupakan
perkembangan baru yang dinilai lebih efektif dibandingkan cara lama yaitu air yang
berasal dari koagulasi I digabung dalam bak ekualisasi.

c. Ekualisasi

Bak ekualisasi atau disebut juga bak air umum memiliki volume 650 m3
menampung dua sumber pembuangan yaitu limbah cair tidak berwarna dan air yang
berasal dari mesin pengepres lumpur. Kedua sumber pembuangan pengeluarkan air
dengan karakteristik yang berbeda. Oleh karena itu untuk memperlancar proses
selanjutnya air dari kedua sumber ini diaduk dengan menggunakan blower hingga
mempunyai karakteristik yang sama yaitu pH 7 dan suhunya 32oC. Sebelum kontak
dengan sistem lumpur aktif, terlebih dahulu air melewati saringan halus dan cooling
tower, karena untuk proses aerasi memerlukan suhu 32oC. Untuk mengalirkan air
dari bak ekualisasi ke bak aerasi digunakan dua buah submerble pump atau pompa
celup (Q= 60 m3/jam).
d. Saringan Halus (Bar Screen f = 0,25 in)

Air hasil ekualisasi dipompakan menuju saringan halus untuk memisahkan padatan
dan larutan, sehingga air limbah yang akan diolah bebas dari padatan kasar berupa
sisa-sisa serat benang yang masih terbawa.

e. Cooling Tower

Karakteristik limbah produksi tekstil umumnya mempunyai suhu antara 35 40oC,


sehingga memerlukan pendinginan untuk menurunkan suhu yang bertujuan
mengoptimalkan kerja bakteri dalam sistem lumpur aktif. Karena suhu yang
diinginkan adalah berkisar 29-30oC.

II. Proses Sekunder


a. Proses Biologi

Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) memiliki tiga bak aerasi dengan sistem
lumpur aktif, yang pertama berbentuk oval mempunyai beberapa kelebihan
dibandingkan dengan bentuk persegi panjang. Karena pada bak oval tidak
memerlukan blower sehingga dapat menghemat biaya listrik, selain itu perputaran
air lebih sempurna dan waktu kontak bakteri dengan limbah lebih merata serta tidak
terjadi pengendapan lumpur seperti layaknya terjadi pada bak persegi panjang.

Kapsitas dari ketiga bak aerasi adalah 2175 m3. Pada masing-masing bak aerasi ini
terdapat separator yang mutlak diperlukan untuk memasok oksigen ke dalam air
bagi kehidupan bakteri. Parameter yang diukur dalam bak aerasi dengan sistem
lumpur aktif adalah DO, MLSS, dan suhu. Dari pengalaman yang telah dijalani,
parameter-parameter tersebut dijaga sehingga penguraian polutan yang terdapat
dalam limbah dapat diuraikan semaksimal mungkin oleh bakteri. Oksigen terlarut
yang diperlukan berkisar 0,5 2,5 ppm, MLSS berkisar 4000 6000 mg/l, dan suhu
berkisar 29 30oC.

b. Proses Sedimentasi

Bak sedimentasi II (volume 407 m3) mempunyai bentuk bundar pada bagian
atasnya dan bagian bawahnya berbentuk kronis yang dilengkapi dengan pengaduk
(agitator) dengan putaran 2 rph. Desain ini dimaksudkan untuk mempermudah
pengeluaran endapan dari dasar bak. Pada bak sedimentasi ini akan terjadi
pengendapan lumpur yang berasal dari bak aerasi dan endapan lumpur ini harus
segera dikembalikan lagi ke bak aerasi (return sludge= RS), karena kondisi pada
bak sedimentasi hampir mendekati anaerob. Besarnya RS ditentukan berdasarkan
perbandingan nilai MLSS dan debit RS itu sendiri. Pada bak sedimentasi ini juga
dilakukan pemantauan kaiment (ketinggian lumpur dari permukaan air) dan MLSS
dengan menggunakan alat MLSS meter.

III. Proses Tersier

Pada proses pengolahan ini ditambah bahan kimia, yaitu Alumunium Sulfat
(Al2(SO4)3), Polimer dan Antifoam (Silicon Base); untuk mengurangi padatan
tersuspensi yang masih terdapat dalam air. Tahap lanjutan ini diperlukan untuk
memperoleh kualitas air yang lebih baik sebelum air tersebut dibuang ke perairan.

Air hasil proses biologi dan sedimentasi selanjutnya ditampung dalam bak
intermediet (volume 2 m3) yang dilengkapi dengan alat yang disebut inverter untuk
mengukur level air, kemudian dipompakan ke dalam tangki koagulasi (volume 3,6
m3) dengan menggunakan pompa sentrifugal. Pada tangki koagulasi ditambahkan
alumunium sulfat (konsentrasi antara 150 300 ppm) dan polimer (konsentrasi
antara 0,5 2 ppm), sehingga terbentuk flok yang mudah mengendap. Selain kedua
bahan koagulan tersebut juga ditambahkan tanah yang berasal pengolahan air baku
(water teratment) yang bertujuan menambah partikel padatan tersuspensi untuk
memudahkan terbentuknya flok. Pada tangki koagulasi ini terdapat mixer
(pengaduk) untuk mempercepat proses persenyawaan kimia antara air dan bahan
koagulan, juga terdapat pH control yang berfungsi untuk memantau pH effluent
sebelum dikeluarkan ke perairan. Setelah penambahan koagulan dan proses
flokulasi berjalan dengan sempurna, maka gumpalan-gumpalan yang berupa
lumpur akan diendapkan pada tangki sedimentasi III (volume = 178 m3). Hasil
endapan kemudian dipompakan ke tangki penampungan lumpur yang selanjutnya
akan diolah dengan belt press filter machine.
Daftar Pustaka

Anonim. 2007. Cleaner Production: Pengelolaan Limbah Industri. Direktorat


Jenderal Industri Kecil Menengah, Kementerian Perindustrian.

Anonim. 2012. Pengolahan Limbah Cair Industri. Tersedia online:


http://ikk357.weblog.esaunggul.ac.id/wp-
content/uploads/sites/313/2012/11/Limbah-Cair-Industri1.pdf [29 Mei 2017]

Anonim., 2001. Water Environment Management in Japan. Water Environment


Department Environmental Management Bureau, Ministry of the
Environment.

Grady, Jr., C.P.L. and Lim, H.C. 1980. Biological Wastewater Treatment, Theory
and Application. Marcel Dekker, Inc. New York and Basel.

Kepmen LH No. KEP-51/MENLH/10/1995

Metcalf and Eddy. 1991. Wastewater Engineering: Treatment, Disposal and Reuse,
3rd Eddition. Singapore: McGraw-Hill Book Co.

Permen LH No. 5 Tahun 2004 Tentang Baku Mutu Air Limbah

Solichin, Moch. 2012. Pengelolaan Air Limbah: Teknologi Pengolahan Air Limbah.
Jurusan Teknik Pengairan Universitas Brawijaya, Malang.

Tchobanoglous, G., Burton, F.L.,1991. Advanced Wastewater Treatment.


Wastewater Engineering, Treatment, Disposal, and Reuse. McGraw-Hill. Inc,
Singapore, pp. 711-726

Winkler, M.A. 1981. Biological Treatment of Wastewater. Department of Chemical


Engineering University of Survey. England: Chichester Halsted Press, John
Willey & Sons.

Anda mungkin juga menyukai