Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH STUDI KASUS

Penyebab Serta Cara Pengelolaan Limbah Medis


Pada Masa Pandemi COVID-19

Disusun guna memenuhi salah satu tugas UAS mata kuliah Farmasi Lingkungan

Disusun Oleh :

Mariah Ulfah
3D Farmasi
31118176

PROGRAM STUDI S1 FARMASI


STIKes BAKTI TUNAS HUSADA
KOTA TASIKMALAYA
2020/2021
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpah rahmat serta karunia-
Nya kepada penulis untuk menyelasaikan tugas pembuatan makalah mengenai “Penyebab
Serta Cara Pengelolaan Limbah Medis Pada Masa Pandemi COVID-19’’ yang dapat
terlaksana dengan baik. Tak lupa penyusun mengucapkan banyak terima kasih kepada semua
pihak yang telah banyak berperan penting dalam membantu penyusunan makalah ini.
Khususnya kepada Dr. Saeful Amin, M.Si.,Apt selaku dosen pembimbing mata kuliah
Farmasi Lingkungan yang banyak memberikan semangat dan masukan baik dalam teori
maupun pelaksanaannya.
Dalam penyusunan makalah lengkap ini penulis menyadari bahwa masih sangat jauh
dari kesempurnaan dan masih banyak kekurangan, oleh karana itu penulis mengharapkan
kritik dan saran yang bersifat membangaun sehingga dapat dijadikan pedoman agar
memperbaiki penyusunan makalah selanjutnya. Dan semoga makalah ini dapat bermanfaat
bagi kita semua terutama kepada penulis sendiri, baik sekarang maupun di masa yang akan
datang.

Tasikmalaya, 4 April 2021

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman

KATA PENGANTAR .................................................................................i


DAFTAR ISI ................................................................................................ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ......................................................................... 1
1.2 Tujuan ...................................................................................... 2
1.3 Rumusan Masalah..................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Limbah Medis.........................................................
2.2 Penyebab Limbah Medis Covid-19...........................................
2.3 Cara Pengelolaan Limbah Medis Covid-19 .............................
2.3.1 Pengelolaan Limbah Padat Domestik...........................
2.3.2 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun
Medis Padat
2.3.3 Pengelolaan limbah Infeksius dan Domestik di
Fasilitas Karantina Dalam Penanganan Covid-19
BAB III PENUTUP
3.1 Kesimpulan ................................................................................ 8
3.2 Saran ........................................................................................... 8
DAFTAR PUSTAKA

ii
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Nyaris telah satu tahun lebih semenjak permasalahan awal muncul
Coronavirus Disease (Covid-19) awal mula diumumkan oleh Pemerintah Indonesia
pada tanggal 2 Maret 2020. Informasi yang berkaitan dengan jumlah permasalahan
kasus positif, sembuh serta meninggal, serta berbagai macam kumpulan informasi lain
yang terdapat di berbagai situs legal dari pemerintah pusat ataupun wilayah, dengan
menggunakan statistik yang terus direkam dengan cermat. Tetapi kadang kala terdapat
hal yang terlupakan dari perhatian kita bersama, salah satunya ialah banyaknya limbah
medis yang menumpuk dan dibuang selama masa penanganan Covid-19 (Prasetiawan,
2020).
Peningkatan jumlah dari limbah medis terjadi di seluruh negara di dunia
sepanjang wabah Covid-19 berlangsung seperti di Provinsi Hubei, Cina, tercatat
jumlah kenaikan sebesar 6 kali dari limbah medis, pada awal berjumlah 40 ton/hari
menjadi 240 ton/hari (Shi dan Zheng, 2020). Asian Development Bank (ADB)
memprediksi DKI Jakarta akan menghasilkan limbah medis sebanyak 212 ton/hari.
Sedangkan itu jumlah sarana pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3)
yang terdapat di Indonesia masih terbatas. Kenyataan menunjukkan bahwa dari 132
Rumah Sakit (RS) referensi yang ditunjuk pemerintah untuk merawat pasien yang
terkena Covid-19 dari total 2.889 rumah sakit yang beroperasi, baru 110 rumah sakit
saja yang memiliki sarana insinerator berizin (Soemiarno, 2020).
Upaya pengelolaan limbah medis menurut standar rumah sakit terus bertambah
dari tahun ke tahun. Hal ini dibuktikan dengan kenaikan persentase rumah sakit yang
melakukan pengobatan pengelolaan sampah sesuai standar tahun 2019 sekitar
(42,64%). Terdapat 1.220 rumah sakit yang mengelola limbah medis dimana jumlah
rumah sakit yang mengelola limbah medis tahun 2019 melebihi target rencana
strategis Kementerian Kesehatan. Persentase target rumah sakit yang melakukan
pengelolaan limbah medis sesuai dengan standar berdasarkan rencana strategis
Kesehatan Pelayanan tahun 2019 adalah 36%. Bersumber pada targetnya Diketahui
bahwa rumah sakit di Indonesia yang mengelola kesehatan sampah pada tahun 2019
merupakan rumah sakit di wilayah tersebut seperti Aceh (12%), Sumatera Utara
(15,58%), Jambi (27,50%), Sumatera Selatan (12,33%), Kepulauan Riau (27,59%),
Timur Jawa (17,74%), Nusa Tenggara Timur (21,88%), Barat Nusa Tenggara

1
(20,34%), Kalimantan Barat (14%), Selatan Kalimantan (20,45%), Sulawesi Tenggara
(17,50%), Maluku Utara (11,54%), Sulawesi Utara (2,22%), Barat Sulawesi (7,14%),
Maluku (5,71%) dan Papua (1,59%).
Limbah medis Covid-19 harus ditangani secara serius. Riset membuktikan
bahwa penyebab Covid-19, virus Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2,
mampu bertahan dalam kondisi (suhu dan kelembapan) tertentu. Butuh waktu
beberapa hari bagi virus tersebut untuk tidak aktif menulari manusia, tergantung pada
tipe material permukaan media hidupnya. Namun, dengan proses disinfeksi standar
(penggunaan sabun, disinfektan ataupun dengan pemanasan) virus tersebut akan
mudah untuk tidak aktif atau dengan kata lain tidak menular.
1.2 Rumusan Masalah
1. Apakah Pengertian Dari Limbah Medis?
2. Apakah Penyebab yang Titimbulkan Dari Limbah Medis Covid-19?
3. Bagaimanakah Cara Pengelolaan Limbah Medis Covid-19?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui Pengertian Dari Limbah Medis.
2. Dapat Mengetahui Penyebab yang Ditimbulkan Dari Limbah Medis Covid-19.
3. Untuk Mengetahui Cara Pengelolaan Limbah Medis Covid-19.

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Limbah Medis
Limbah medis merupakan residu ataupun sisa dari aktivitas kegiatan
medis. Sampah medis dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu limbah padat serta limbah
cair. Limbah medis padat merupakan limbah padat yang mengandung bahan beresiko
atau berbahaya dan beracun, limbah tersebut termasuk sebagai limbah infeksius,
limbah patologis, limbah benda tajam, limbah farmasi, limbah sitoksik, limbah kimia,
limbah radioaktif, limbah container bertekanan, serta limbah dengan isi logam berat
yang tinggi. Sedangkan limbah medis cair dihasilkan terbatas pada fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) sehingga penanganannya dapat lebih mudah
dilakukan. Berdasarkan data dari Persatuan Rumah Sakit Indonesia (PERSI), yaitu
perkiraan jumlah limbah medis pada tahun 2018 dari 2.813 RSUD ± 366 ton /
hari. Cakupan rumah sakit yang melakukan pengelolaan limbah medis menurut
standar tahun 2018 adalah 33,63% dimana (946 jumlah rumah sakit yang mengelola
limbah medis dari 2.813 rumah sakit). Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia
diperkirakan banyaknya jumlah rumah sakit di Negara Indonesia terus berkembang
pesat. Dimana kuantitas rumah sakit di Indonesia tahun 2018 sebanyak 2.813, dan
tahun 2019 sebanyak 2.861. Peningkatan jumlah rumah sakit di Indonesia berdampak
pada Kondisi pandemi Covid-19 juga mempengaruhi generasi peningkatan limbah
medis yang dihasilkan oleh layanan kesehatan fasilitas. 
Limbah medis di Indonesia tergolong ke dalam limbah B3 yang
pengelolaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Pengelolaan limbah B3
dilakukan dengan prinsip kewaspadaan dan menggunakan metode pengelolaan limbah
yang aman dan ramah lingkungan. Dibutuhkan perlakuan dan fasilitas khusus sejak
limbah itu dihasilkan (from cradle) hingga dimusnahkan (to grave). Limbah medis
berpotensi menimbulkan pencemaran lingkungan dan mengganggu kesehatan jika
tidak dikelola dengan benar. Selain itu, limbah medis juga menular, dilihat dari
karakteristik Limbah B3 (limbah infeksius) jika tidak dikelola dengan benar, dapat
berpotensi menyebabkan dampak negatif, seperti menyebabkan kecelakaan kerja,
penularan penyakit (seperti penyakit nosokominal), dan pencemaran lingkungan.
Prinsip pencegahan penularan penyakit infeksi adalah melalui pemutusan rantai
host/pejamu/ inang. Oleh karena itu, dalam menyikapi wabah Covid-19 ini,

3
Perhimpunan Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI)
merekomendasikan memutuskan rantai host/pejamu/inang dengan berbagai cara.
Pemutusan mata rantai penyebaran virus bisa dilakukan salah satunya dengan
pengelolaan limbah medis infeksius dengan benar sesuai prosedur. Secara khusus,
pengelolaan limbah medis diatur dalam PermenLHK No. P.56/Menlhk-Setjen/2015
tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Medis dari Fasilitas
Pelayanan Kesehatan dan limbah infeksius merupakan “limbah yang terkontaminasi
organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut
dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
rentan”(Sutrisno & Meilasari, 2020).
Limbah menular adalah limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang
secara tidak rutin terdapat di lingkungan, dan organisme tersebut cukup dalam jumlah
dan virulensinya untuk menularkan penyakit ke manusia yang rentan. Itu generasi
limbah medis yang dihasilkan oleh masing-masing kesehatan unit fasilitas pelayanan
terus meningkat. Itu harus dibarengi dengan upaya pengelolaan limbah medis.
Berdasarkan data Profil Kesehatan Indonesia 2019, persentase pertanggungan rumah
sakit yang mengarah medis Sampah sesuai standar pada tahun 2019 mencapai 42.64%.
Artinya lebih dari 50% fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia Indonesia belum
melakukan standar limbah medis manajemen, meskipun dampak negatif yang
ditimbulkan oleh limbah medis cukup berbahaya terutama selama pandemi Covid-
19. Sampah dikhawatirkan menjadi media penyebaran virus corona. Oleh karena itu,
di sana perlu meninjau kembali pengelolaan limbah medis di bidang kesehatan
fasilitas perawatan di Indonesia. Pengelolaan limbah medis didasarkan pada
karakteristik sampah. Tujuan lain kajian ini dilakukan untuk mengidentifikasi potensi
limbah medis di fasilitas layanan kesehatan di Indonesia selama Covid-19 pandemi.

2.2 Penyebab Limbah Medis Covid-19


Limbah medis Covid-19 dihasilkan dari beberapa sumber, antara lain RS
rujukan Covid-19, fasilitas khusus yang digunakan untuk pasien terkait Covid-19
(misalnya RS Darurat Wisma Atlet Kemayoran di Jakarta dan Palembang), fasyankes
yang telah berfungsi selama ini, dan rumah tangga serta fasilitas umum yang
menghasilkan sampah biasa. Kelengkapan alat pelindung diri (APD) digunakan oleh
petugas kesehatan untuk setiap aktivitas dilakukan di unit fasilitas kesehatan berbeda-
beda. penggunaan alat pelindung diri (APD) berfungsi untuk melindungi sebagian atau

4
seluruh tubuh dari potensi bahaya. Penggunaan alat pelindung diri (APD) oleh petugas
kesehatan secara tidak langsung mempengaruhi produksi limbah medis yang
dihasilkan oleh setiap unit fasilitas kesehatan. Berdasarkan keterangan dari Direktur
Jenderal Pengelolaan Limbah, Limbah seacara umum dan Limbah B3 Kementerian
Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 18 Mei 2020, produksi limbah medis
selama Covid-19 Pandemi telah meningkat sekitar 30%. 
Menghadapi Covid-19 yang penyebarannya sangat cepat dan mudah,
penggunaan Alat Pelindung Diri (APD) menjadi sebuah keharusan. APD umumnya
terdiri dari masker, sarung tangan, baju, penutup kepala, sebagian besar berbahan
dasar plastik dengan masa penggunaan sekali pakai (single use). Hal ini menyebabkan
timbulan limbah medis bekas APD melonjak secara signifikan. Selain itu, limbah
medis Covid-19 juga dapat berupa spesimen, bahan farmasi bekas, alat kesehatan
bekas, dan kemasan bekas makanan/minuman pasien Covid-19. Peningkatan jumlah
pemakaian masker dan sarung tangan pada tingkat rumah tangga pula perlu
mendapatkan perhatian khusus. Terlebih limbah medis rumah tangga lebih berpotensi
tercampur dengan sampah rumah tangga lainnya sehingga membahayakan petugas
angkut sampah yang umumnya bekerja tanpa APD atau menggunakan APD yang
tidak memadai.
Adapun limbah lain yang berpotensi menular adalah perlindungan pribadi
limbah peralatan (APD) yang digunakan oleh petugas kesehatan saat berinteraksi
langsung dengan pasien Covid-19 tersebut sebagai pemeriksaan pasien Covid-19,
pemeriksaan pencitraan. Limbah alat pelindung diri (APD) bersifat bedah masker atau
masker N95 yang rusak, kacamata rusak, pelindung wajah sekali pakai, celemek sekali
pakai, sekali pakai sarung tangan, pelindung kepala sekali pakai, pelindung sekali
pakai penutup sepatu, jumpsuits coverall medis sekali pakai gaun pelindung dan
hazmat sekali pakai. Pelindung pribadi, ataupun peralatan yang telah digunakan oleh
layanan kesehatan pekerja untuk melaksanakan prosedur medis seperti intubasi,
trakeostomi, bronkoskopi, gastrointestinal endoskopi, otopsi, pengambilan spesimen
jalan nafas untuk pemeriksaan pasien terindikasi Covid-19. Adapun tabung infus,
plabot / jarum infus, tabung pendukung oksigen digunakan untuk pengobatan Covid-
19 pasien positif atau pasien dengan tersangka Covid-19, serta jaringan yang
terkontaminasi, termasuk infeksi limbah. Spesimen limbah pasien yang dikonfirmasi
dengan Covid-19, seperti spesimen bekas kantong dan sampel Covid-19 digunakan
sebagai limbah infeksius. Sedangkan limbah benda tajam adalah spuit, jarum infus dan

5
botol obat yang terbuat dari kaca seperti vial dan ampul. Limbah farmasi rusak dan
kadaluwarsa narkoba. Botol alkohol bekas yang digunakan selama tes cepat adalah
limbah kimia. Itulah merupakan beberapa potensi limbah medis yang didapat dari
fasilitas kesehatan selama pandemi Covid-19.

2.3 Pengelolaan Limbah Medis Covid-19


Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menyatakan bahwa
kapasitas pengolahan limbah medis fasyankes seluruh Indonesia baru mencapai 70,21
ton/ hari. Ditambah dengan kapasitas jasa pengolahan oleh pihak ketiga sebesar
244,08 ton/hari. Dengan jumlah fasyankes sebanyak 2.889 RS 10.062 puskesmas,
7.641 klinik, dan fasilitas lain seperti laboratorium kesehatan, apotek, dan unit
transfusi darah, diprediksi limbah medis yang dihasilkan Indonesia per hari sebanyak
294,66 ton, dengan kata lain defisit 70,432 ton/hari (Nurali, 2020). Angka ini bahkan
belum termasuk timbulan limbah medis yang dihasilkan pada tingkat rumah tangga
berupa masker dan sarung tangan yang jumlahnya turut meningkat. Fakta ini perlu
mendapatkan respons yang baik dari pemerintah. Meskipun angka persis kenaikan
timbulan limbah medis di Indonesia belum dirilis oleh pihak berwenang, namun
pemerintah dituntut untuk meningkatkan kapasitas pengolahan limbah medis beberapa
kali lipat dari kapasitas yang ada saat ini.(Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
2020) Adapun beberapa cara penanganan limbah medis berdasarkan Keputusan
Menteri Kesehatan Republik Indonesia No. HK.01.07/MENKES/537/2020 Tentang
pedoman pengelolaan limbah medis fasilitas pelayanan kesehatan dan limbah dari
kegiatan isolasi atau karantina mandiri di masyarakat dalam penanganan pada masa
pandemi yang terdiri dari beberapa perbedaan karakteristik, diantaranya yaitu :

2.3.1 Pengelolaan Limbah Padat Domestik


Limbah padat domestik meeupakan limbah yang dihasilkan dari
kegiatan rumah tangga atau sampah sejenis, seperti sisa dari makanan, kardus,
kertas, plastik dan sebagainya baik yang bersifat organik maupun anorganik.
Sedangkan limbah padat khusus meliputi masker untuk sekali pakai, sarung
tangan bekas, tisu ataupun kain yang berisi cairan/droplet yang berasal dari
hidung dan mulut, diperlakukan seperti Limbah B3 infeksius. Berikut ini
merupakan Langkah – langkah dari pengelolaan limbah padat domestik :

6
a. Sediakan tiga wadah limbah padat domestik di lokasi yang mudah
dijangkau orang, yaitu wadah untuk limbah padat organik, non organik,
dan limbah padat khusus (untuk masker sekali pakai, sarung tangan bekas,
tisu/kain yang mengandung cairan/droplet hidung dan mulut).
b. Wadah tersebut dilapisi dengan kantong plastik dengan warna berbeda
sehingga mudah untuk pengangkutan limbah dan pembersihan wadah.
c. Pengumpulan limbah dari wadah dilakukan jika sudah 3/4 penuh atau
sekurang-kurangnya sekali dalam 24 jam Pengumpulan limbah padat
khusus dilakukan jika sudah 3/4 penuh atau sekurang-kurangnya sekali
dalam 6 jam.
d. Petugas pengumpulan limbah harus dilengkapi dengan masker, sarung
tangan, sepatu boot, dan apron.
e. Pengumpulan dilakukan dengan langkah-langkah: buka tutup tempat
sampah, ikat kantong pelapis dengan membuat satu simpul, masukkan
kantong tersebut ke wadah untuk diangkut
f. Setelah melakukan pengumpulan, petugas wajib membersihkan seluruh
badan atau sekurang-kurangnya mencuci tangan dengan sabun dan air
mengalir.
g. Peralatan pelindung diri yaitu google, boot, dan apron yang digunakan
agar didisinfeksi sesegera mungkin pada larutan disinfektan, sedangkan
masker dan sarung tangan dibuang ke wadah limbah padat khusus.
h. Limbah padat organik dan anorganik disimpan di Tempat Penyimpanan
Sementara Limbah Padat Domestik paling lama 1 x 24 jam dan kemudian
penyelarasan dengan yang membidangi pengelolaan limbah domestik di
kabupaten ataupun kota.
i. Untuk Tempat Penyimpanan Sementara dari Limbah padat domestik
supaya dilakukan disinfeksi.
j. Limbah padat khusus supaya disimpan di Tempat Penyimpanan Sementara
Sampah atau Limbah B3 dengan memberikan perlakuan seperti limbah B3
infeksius.
2.3.2 Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Medis Padat
Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Medis Padat adalah
barang atau bahan sisa hasil kegiatan yang tidak digunakan kembali yang
berpotensi terkontaminasi oleh zat yang bersifat infeksius atau kontak dengan

7
pasien dan/atau petugas di fasilitas pelayanan kesehatan yang menangani
pasien COVID-19, meliputi: masker bekas, sarung tangan bekas, perban bekas,
tisu bekas, plastik bekas minuman dan makanan, kertas bekas makanan dan
minuman, alat suntik bekas, set infus bekas, Alat Pelindung Diri bekas, sisa
makanan pasien dan lain-lain, berasal dari kegiatan pelayanan di UGD, ruang
isolasi, ruang ICU, ruang perawatan, dan ruang pelayanan lainnya.
Masyarakat yang melakukan isolasi mandiri, menghasilkan limbah
Padat seperti masker atau sarung tangan yang digunakan orang terkonfirmasi
Covid-19 atau yang menjalani isolasi mandiri yang termasuk limbah B3 padat.
Diperlukan adanya pengelolaan limbah medis baik di fasilitas pelayanan
kesehatan sebagaimana yang telah diatur di peraturan perundang-undangan
serta langkah lainnya untuk mengolah limbah medis dari rumah atau fasilitas
lain di masyarakat. Berikut ini merupakan Langkah – langkah dari pengelolaan
limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) Medis Padat di Fasilitas Pelayanan
Kesehatan Penanganan Covid-19 :
a. Limbah B3 medis dimasukkan ke dalam sebuah tempat atau wadah yang
dilapisi dengan kantong plastik berwarna kuning bertuliskan “biohazard”.
b. Hanya limbah B3 medis berbentuk padat saja yang dapat dimasukkan ke
dalam kantong plastik limbah B3 medis.
c. jika di dalamnya masih terdapat cairan, maka cairan tersebut harus
dibuang ke tempat penampungan air limbah yang telah disediakan atau
lobang di wastafel atau kamar mandi yang dapat mengalirkan limbah
tersebut ke dalam Instalasi pengolahan Air Limbah (IPAL).
d. Setelah ¾ atau paling lama 12 jam penuh, limbah B3 dilakukan
pengemasan dan diikat rapat untuk dilakukan disinfeksi.
e. Limbah Padat B3 Medis yang telah terikat pada setiap 24 jam harus
diangkut, dicatat dan disimpan pada Tempat Penyimpanan Sementara
(TPS) Limbah B3 atau tempat yang khusus.
f. Petugas wajib menggunakan Alat Pelindung Diri (APD) lengkap seperti
pada gambar dibawah ini :

8
Gambar 1. APD Petugas medis Covid-19

g. Pengumpulan limbah B3 medis padat yang akan disalurkan ke TPS


Limbah B3 dengan menggunakan alat transportasi khusus limbah infeksius
dan petugas harus menggunakan APD.
h. Berikan lambang Infeksius dan label, serta keterangan “Limbah Sangat
Infeksius atau Infeksius Khusus”.
i. Limbah B3 Medis yang telah diikat setiap 12 jam di dalam tempat/wadah
harus diangkut dan disimpan pada TPS Limbah B3 atau tempat yang
khusus.
j. Limbah B3 kemasan limbah B3 COVID-19 dilakukan disinfeksi dengan
menyemprotkan disinfektan (sesuai dengan dosis yang telah ditetapkan)
pada plastik sampah yang telah terikat.
k. Setelah selesai digunakan, wadah/bin didisinfeksi dengan disinfektan
seperti klorin 0,5%, lysol, karbol, dan lain-lain. Limbah B3 medis padat
yang telah diikat dilakukan disinfeksi menggunakan disinfektan berbasis
klorin konsentrasi 0,5% bila akan diangkut ke pengolahan.
l. Pengolahan limbah B3 medis dapat menggunakan
insinerator/autoklaf/gelombang mikro. Pengolahan harus dilakukan
sekurang-kurangnya 2 x 24 jam.

Gambar 2. Insinerator

9
Gambar 3. Cara Kerja Insinerator

2.3.3 Pengelolaan limbah Infeksius dan Domestik di Fasilitas Karantina Dalam


Penanganan Covid-19
Limbah infeksius atau limbah penyebab infeksi yang ada pada lokasi
saat karantina mandiri dari pasien Covid-19 dapat berupa sarung tangan bekas
dan masker bekas, atau juga dapat berupa alat seperti test kit bekas dan Limbah
medis lainnya (seperti kain kasa, perban, dan lain-lain) yang dibawa oleh
petugas kesehatan. Untuk Limbah infeksius yang dihasilkan dari orang yang
melakukan karantina maka dilakukan langkah-langkah pengelolaan limbah B3,
sebagai berikut:
a. Bahan bekas pakai seperti sarung tangan dan masker yang akan digunakan
kembali atau akan dipakai ulang dapat melakukan pemanasan atau direbus
dengan menggunakan air panas pada suhu sekitar 60℃, kemudian dicuci
dengan memakai deterjen dan air, atau dilakukan perendaman pada larutan
disinfektan yang mengandung klor 5%. Setelah bahan kering, sarung
tangan serta masker dapat digunakan kembali.
b. Bahan habis pakai seperti masker atau sarung tangan untuk sekali pakai,
adapun langkah yang harus dilakukan dengan cara disinfeksi yaitu
menyeprotkan disinfektan yang mengandung klor sebanyak 1%,
selanjutnya dilakukan pengrusakan serta pengrobekan, masukan kedalam
wadah yang disediakan di wilayah masing-masing.
c. Limbah penyebab infeksi seperti bahan bekas pengobatan yaitu kasa, tisu,
kapas dimasukan ke dalam plastik kuning yang tertutup.

10
d. Bahan dari sisa makanan, seperti kardus atau bahan plastik bekas makanan
kemasan yang akan dimasukan kedalam tempat pembuangan kemudian
dimasukan kedalam plastik kuning pada tempat sampan yang tertutup.
e. Setelah limbah terikat maka dilakukan disinfeksi sebelum diberikan kepada
petugas yang melakukan kebersihan untuk dilakukan pengumpulan di titik
yang telah disediakan.
f. Kemudian diangkut dengan kendaraan khusus.
g. Limbah kemudian diberikan kepada petugas pengolah limbah B3 untuk
diselesaikan ke tahap lebih lanjut.
Limbah domestik yang berasal dari tempat karantina pasien Covid-19 berupa
sisa dari makanan ringan maupun makanan berat, kardus bekas atau plastik
dari bekas makanan kemasan, dan kertas. Adapun tindakan untuk melakukan
pengelolaan limbah domestic yaitu sebagai berikut:
a. Hal pertama yang dilakukan yaitu limbah padat domestik berbentuk
padatan dimasukkan ke dalam tempat yang sudah dilapisi kantong plastik
berwarna hitam dan tidak boleh dicampur dengan limbah penyebab infeksi.
b. Jika terdapat cairan pada limbah tersebut maka cairannya harus dibuang ke
saluran yang terdapat di wastafel atau kamar mandi dan kemudian dialirkan
melalui saluran pengelolaan air limbah.
c. Kemudian apabila sudah mencapai ¾ atau paling lama sekitar 12 jam
selanjutnya limbah dibungkus dan diikat dengan rapat maksimal selama 24
jam selanjutnya limbah diangkut oleh penanggung jawab terhadap
kebersihan (petugas) menggunakan transportasi pengangkut sampah rumah
tangga dan kemudian dibuang ke tempat pembuangan akhir.

11
BAB III
PENUTUP

3.1 Kesimpulan
Limbah medis adalah residu atau sisa dari kegiatan medis. Sampah medis
dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu limbah padat dan limbah cair. Limbah medis padat
adalah limbah padat yang mengandung bahan berbahaya dan beracun, limbah tersebut
termasuk sebagai limbah infeksius, limbah patologis, limbah benda tajam, limbah
farmasi, limbah sitoksik, limbah kimia, limbah radioaktif, limbah kontainer
bertekanan, dan limbah dengan kandungan logam berat yang tinggi.
Penyebab dari limbah medis Covid-19 dihasilkan dari beberapa sumber, antara
lain RS rujukan Covid-19, fasilitas khusus yang digunakan untuk pasien terkait Covid-
19, penggunaan APD seperti masker, sarung tangan, baju, penutup kepala, alat
kesehatan bekas, dan kemasan bekas makanan/minuman pasien Covid-19.
Limbah medis di Indonesia tergolong ke dalam limbah B3 yang
pengelolaannya diatur dalam Peraturan Pemerintah Nomor 101 Tahun 2014 tentang
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Adapun macam-macam
pengolahan limbah medis diantaranya adalah Pengelolaan Limbah Padat Domestik,
Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun Medis Padat, Penanganan limbah
penyebab infeksi dan limbah domestic di Fasilitas Karantina Dalam Penanganan
Covid-19.

3.2 Saran

12
Untuk mengurangi adanya pencemaran limbah medis Covid-19 yang
jumlahnya naik secara signifikan pada saat pandemi maka harus mengetahui penyebab
serta melakukan pengolahan limbah medis Covid-19 secara tepat yang sesuai dengan
syarat serta ketentuan yang telah di tetapkan pada pedoman.

Daftar pustaka
Deni MC. Pengelolaan Limbah Medis Infeksius dari Penanganan Corona Virus Disease
(Covid19). 2020;1:1-12.
Menteri Kesehatan Republik Indonesia. (2020). Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor Hk.01.07/Menkes/537/2020 Tentang Pedoman Pengelolaan Limbah
Medis Fasilitas Pelayanan Kesehatan Dan Limbah Dari Kegiatan Isolasi Atau
Karantina Mandiri Di Masyarakat Dalam Penanganan Coronavirus Disease. 2019, 1–
18.
Prasetiawan, T. (2020). Permasalahan Limbah Medis Covid-19 Di Indonesia. Info Singkat,
XII(9), 13–18.
Sutrisno, H., & Meilasari, F. (2020). Review: Medical Waste Management for Covid19.
Jurnal Kesehatan Lingkungan, 12(1si), 104.
Soemiarno, Sinta Saptarina. 2020. “Penanganan Limbah B3 Infeksius Covid-19: Analisa Gap
Kapasitas dan Alternatif Solusi”. Disampaikan pada Webinar Pengelolaan Limbah Medis
B3 Covid-19, 28 April 2020.

13

Anda mungkin juga menyukai