DOSEN PENGAMPU
Dr. Yeni Triana, S.H., M.H.
PEKANBARU
2022
KATA PENGANTAR
Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah memberikan rahmat dan
hidayahNya, sehingga kami dapat menyelesaikan tugas makalah yang berjudul
Pengelolaan Limbah Medis Covid-19 Di Rumah Sakit Berdasarkan Undang-Undang
No. 44 Tahun 2009.
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas dosen
pada matakuliah Hukum Rumah Sakit. Selain itu, makalah ini juga bertujuan untuk
menambah pengetahuan tentang Pengelolaan Limbah Medis Covid-19 di Rumah Sakit
berdasarkan Undang-Undang No. 44 Tahun 2009, baik bagi para pembaca dan juga
penulis.
Kami ucapkan terimakasih kepada Dr. Yeni Triana, S.H., M.H., selaku dosen
pengampu pada matakuliah Hukum Rumah Sakit yang telah memberikan tugas ini,
sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai dengan bidang studi yang
kami tekuni.
Kami sadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna, oleh
karena itu, kritik dan saran yang membangun akan kami nantikan demi kesempurnaan
makalah ini.
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR...........................................................................................ii
DAFTAR ISI.........................................................................................................iii
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang...........................................................................................1
B. Rumusan Masalah.....................................................................................4
C. Tujuan.........................................................................................................4
BAB II PEMBAHASAN
A. Kesimpulan...............................................................................................13
B. Saran.........................................................................................................13
DAFTAR PUSTAKA...........................................................................................14
iii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
1
Sholihah, Enny Mar’atus, Amal Chalik Sjaaf, and Achmad Djunawan. "Evalusi Pengelolaan
Limbah Medis Sebelum dan Saat Pandemi Covid19 di Rumah Sakit Sentra Medika Cikarang." Jurnal
Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr. Soetomo 7.1 (2021). Hlm. 106.
2
William, Lamawuran W. "Pengelolaan Limbah Medis Dari Penanganan Covid-19 Pada Rumah
Sakit dan Puskesmas Di Kota Kupang Tahun 2021." Oehònis 4.2 (2021): 64-69.
1
Dimasa pandemi covid-19 ini, pemerintah juga mewajibkan masyarakatnya,
terutama petugas kesehatan untuk selalu taat terhadap protokol kesehatan saat sedang
melakukan pelayanan kesehatan terhadap masyarakat seperti menggunakan masker,
face shield, sarung tangan medis, baju hazmat, dan juga cover shoes Alat Pelindung Diri
(APD). APD yang digunakan oleh tenaga kesehatan tersebut tentunya tidak dapat
digunakan berulang kali melainkan hanya bersifat sekali pakai saja. Yang mana
terhadap penggunaan alat pelindung tersebut tentunya menimbulkan penumpukan
limbah medis padat, baik dirumah sakit ataupun dirumah sakit darurat lainnya.
Penumpukan limbah medis di kala pandemi tentunya menjadi permasalahan tersendiri,
mengingat hal ini dapat menimbulkan pencemaran dilingkungan disekitar rumah sakit
ataupun rumah sakit darurat, yang dapat memberikan dampak negatif bagi masyarakat
sekitar, seperti terganggunya kesehatan, pencemaran air, pencemaran tanah dan juga
berpotensi terhadap penularan penyakit bagi masyarakt setempat.3
3
Suprapto, Dian Pertiwi, Lia Meinda Sari, and Monnachu Wemonicha Lovina.
"Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit dan/atau Rumah Sakit Darurat atas Kejahatan Dumping
Limbah Medis Padat di Masa Pandemi Covid-19." (2021): hlm.1244.
4
Prasetiawan, Teddy. "Permasalahan limbah medis covid-19 di indonesia." Info Singkat 12.9
(2020). hlm. 14.
2
Limbah Bahan Berahaya dan Beracun (B3) yang dihasilkan rumah sakit dapat
menyebabkan gangguan perlindungna kesehatan dan atau resiko pencemaran terhadap
lingkungan hidup. Mengingat besarnya dampak negatif limbah B3 yang ditimbulkan,
maka penanganan limbah B3 harus dilaksanakan secara tepat, mulai dair tahap
pewadahan, tahap pengangakutan, tahap penyimpanan sementara sampai dengan tahap
pengolahan.6 Hal tersebut sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik
Indonesia Nomor HK.01.07/Menkes/537/2020 tentang pedoman pengelolaan limbah
medis fasilitas layanan kesehatan (fasyankes) dan limbah dari kegiatan isolasi atau
karantina mandiri di masyarakat dalam penanganan Covid-19. Ini juga tertuang dalam
surat edaran nomor. SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang pengelolaan limbah
B3 dan sampah dari penanganan covid-19.
Berdasarkan undang – undang nomor 44 tahun 2009 tentang rumah sakit, rumah
sakit diselenggarakan berdasarkan Pancasila dan didasarkan kepada nilai kemanusiaan,
etika dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak dan anti diskriminasi,
pemerataan, perlindungan dan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
Adapun persyaratan rumah sakit salah satunya adalah memenuhi ketentuan keselamatan
lingkungan dalam hal ini upaya pengelolaan lingkungan dan/atau dengan analisis
mengenai dampak lingkungan dilaksanakan sesuai dengan peraturan perundang –
undangan.7 Namun berdasarkan undang – undang tersebut ketentuan hukum terhadap
dampak negatif dari pengelolaan limbah medis masih sebatas denda, pencabutan izin
usaha dan pencabutan status badan hukum, baik itu bagi rumah sakit ataupun korporasi.
5
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220201124927-20-753707/bpspl-ungkap-asal-limbah-
medis-yang-berserak-di-pantai-selat-bali
6
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2009 tentang Kesehatan
lingkungan rumah sakit. hlm.50.
7
UU Nomor 44 Tahun 2009 tentang Rumah sakit
3
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan diatas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah:
C. Tujuan
Tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk menambah pengetahuan terhadap
tanggung jawab rumah sakit dalam pengelolaan limbah medis covid-19 berdasarkan UU
No.44 Tahun 2009 serta akibat hukum yang ditimbulkan.
4
BAB II
PEMBAHASAN
PENGELOLAAN LIMBAH MEDIS COVID-19 DI RUMAH SAKIT
BERDASARKAN UNDANG – UNDANG NO. 44 TAHUN 2009
TENTANG RUMAH SAKIT
5
Dalam rangka menjamin pengelolaan limbah medis di seluruh wilayah Indonesia,
pemerintah telah mengeluarkan surat edaran yang ditujukan kepada pihak-pihak terkait,
antara lain: Surat MENLHK Nomor 167 Tahun 2020 tentang Pengelolaan Limbah B3
Medis pada Fasyankes Darurat Covid-19; Surat Edaran MENLHK Nomor 02 Tahun
2020 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga
dari Penanganan Covid-19; dan Surat Dirjen Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3
Nomor 156 Tahun 2020 Perihal Pengelolaan Limbah B3 Masa Darurat Penanganan
Covid-19. Pada intinya, surat edaran tersebut merupakan upaya optimalisasi kapasitas
pengelolaan limbah medis di Indonesia, baik yang dilakukan oleh fasilitas pelayanan
kesehatan (fasyankes) atau jasa pengelola limbah B3 berizin. SE MENLHK Nomor 02
Tahun 2020 memungkinkan fasyankes untuk mengolah limbah B3 meskipun belum
mengantongi izin dengan menggunakan incinerator dengan suhu mininal 8000C atau
menggunakan autoclave yang dilengkapi shredder.9
9
Prasetiawan, Teddy. "Permasalahan limbah medis covid-19 di indonesia." Info Singkat 12.9
(2020). hlm. 15.
10
Nurwahyuni, Niki Tri, et al. "Pengolahan Limbah Medis COVID-19 Pada Rumah Sakit." Jurnal
Kesehatan Lingkungan 10.2 (2020): hlm. 53.
6
SETJEN/2015 pengelolaan Limbah B3 yang timbul dari fasilitas pelayanan kesehatan
terdiri dari tahapan:11
11
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56 /
Menhlk-Setjen / 2015 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
Dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
12
Peraturan Menteri Lingkungan Hidup Dan Kehutanan Republik Indonesia Nomor P.56 /
Menhlk-Setjen / 2015 Tentang Tata Cara Dan Persyaratan Teknis Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya
Dan Beracun Dari Fasilitas Pelayanan Kesehatan.
7
dilekati simbol “beracun” dan label limbah B3 yang selanjutnya disimpan di tempat
penyimpanan sementara limbah B3 untuk selanjutnya diserahkan kepada pengelola
limbah B3.13
Tren kenaikan jumlah timbulan limbah medis terjadi di seluruh negara di dunia.
Selama wabah Covid-19 berlangsung di Provinsi Hubei, Tiongkok, tercatat kenaikan 6
kali timbulan normal limbah medis, dari 40 ton/hari menjadi 240 ton/hari (Shi dan
Zheng, 2020). Asian Development Bank (ADB) memprediksi DKI Jakarta saja akan
menghasilkan limbah medis 212 ton/hari (adb.org, 2020). Sementara itu jumlah fasilitas
pengelolaan limbah Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang ada di Indonesia masih
terbatas. Fakta menunjukkan. bahwa dari 132 Rumah Sakit (RS) rujukan yang ditunjuk
pemerintah untuk merawat pasien Covid-19, baru 20 RS saja yang memiliki insinerator
berizin. Di sisi lain, dari total 2.889 RS yang beroperasi, baru 110 RS saja yang
memiliki fasilitas insinerator berizin (Soemiarno, 2020).14
13
Nurwahyuni, Niki Tri, et al. "Pengolahan Limbah Medis COVID-19 Pada Rumah Sakit." Jurnal
Kesehatan Lingkungan 10.2 (2020): hlm. 53.
14
Prasetiawan, Teddy. "Permasalahan limbah medis covid-19 di indonesia." Info Singkat 12.9
(2020). Hlm. 13-14
8
Timika, Papua (radartimikaonline.com, 27 April 2020),15 serta beberapa waktu yang lalu
juga ditemukan limbah medis covid di laut bali, Denpasar (CNN Indonesia, 01 Februari
2022), hal ini tentu akan menimbulkan permasalahan baru di tengah upaya pemerintah
memutus mata rantai penularan Covid-19.16
C. Kerangaka Teori
15
Prasetiawan, Teddy. "Permasalahan limbah medis covid-19 di indonesia." Info Singkat 12.9
(2020). hlm. 14.
16
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220201124927-20-753707/bpspl-ungkap-asal-
limbah-medis-yang-berserak-di-pantai-selat-bali
17
Dwita, Anindya, and Mohammad Zamroni. "Tanggung Jawab Hukum Jasa pengangkut Limbah
Dalam Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit." Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan (2021) hlm.
55.
18
UU No 44 Tahun 2009 Tentang rumah sakit
9
1. Tanggung jawab rumah sakit
19
Riswanti, Ade Risha. "Tanggung Jawab Mutlak (Strict Liability) dalam Penegakan Hukum
Perdata Lingkungan di Indonesia." (2019). Hlm. 2.
20
Ibid. hlm. 3.
10
Keberadaan asas tanggung jawab mutlak tersebut ternyata belum dapat
dilaksanakan secara maksimal, karena berseberangan dengan sistem dalam pembuktian
dalam proses hukum acara perdata yang telah ditentukan dalam Pasal 1865 BW jo 163
HIR/263 RBg bahwa barangsiapa yang mendalilkan atas suatu hak, maka ia wajib
membuktikan dalilnya tersebut, yang berarti bahwa penggugatlah yang diwajibkan
untuk membuktikan telah terjadi pencemaran lingkungan yang mengakibatkan kerugian,
serta harus membuktikan adanya unsur kesalahan si pelaku dalam pencemaran dan
perusakan lingkungan tersebut. Dan apabila unsur kesalahan tersebut tidak dapat
dibuktikan maka tidak ada ganti kerugian. penerapan asas strict liability juga belum
dapat dimaksimalkan dikarenakan ketentuan dalam Pasal 88 UU No. 32 tahun 2009
sendiri juga telah membatasi dalam hal tertentu dapat digunakannnya
pertanggungjawaban secara mutlak (strict liability), yaitu hanya terhadap pencemaran
lingkungan yang mengandung limbah B3 (Bahan Berbahaya dan Beracun). Padahal
pencemaran dan perusakan lingkungan sekecil apapun pasti akan berdampak pada
berkurangnya kualitas lingkungan sebagai penunjang kehidupan manusia yang akhirnya
pasti juga akan berdampak pada keberlangsungan hidup manusia sendiri.21
11
Korporasi merupakan istilah yang biasa digunakan oleh para ahli hukum pidana
dan kriminologi untuk menyebut apa yang dalam bidang hukum lain khususnya dalam
bidang perdata sebagai badan hukum atau dalam bahasa Belanda disebut rechtperson.23
Beberapa batasan pengertian kejahatan dalam kaitannya dengan korporasi
diantaranya adalah:24
1. Crime For Corporation
Merupakan kejahatan korporasi yang dilakukan untuk kepentingan korporasi
itu sendiri bukan untuk kepentingan individu atau pelaku. Ini dilakukan oleh
korporasi (pengurus) semata-mata hanya untuk keuntungan korporasi.
2. Crime Againt Corporation
Kejahatan yang dilakukan untuk kepentingan individu yang sering dilakukan
pekerja korporasi (employee crime) terhadap korporasi tersebut, misalnya
penggelapan dana perushaan oleh pejabat atau karyawan dari korporasi itu
sendiri.
3. Criminal corporation
Korporasi yang sengaja dikendalikan untuk melakukan kejahatan, kedudukan
korporasi disini hanya sebagai saran untu melakukan kejahatan korporasi
hanya sebagai topeng dari tujuan jahatnya.
22
Dwita, Anindya, and Mohammad Zamroni. "Tanggung Jawab Hukum Jasa pengangkut Limbah
Dalam Pengelolaan Limbah Medis Padat Rumah Sakit." Jurnal Hukum dan Etika Kesehatan (2021) hlm.
55.
23
Rodliyah, Rodliyah, Any Suryani, dan Lalu Husni. "Konsep pertanggungjawaban pidana
Korporasi (Corporate Crime) dalam sistem HuKum pidana indonesia." Jurnal Kompilasi Hukum 5.1
(2020). hlm. 194.
24
Ibid. hlm. 196.
25
Rodliyah, Rodliyah, Any Suryani, and Lalu Husni. "Konsep pertanggungjawaban pidana
Korporasi (Corporate Crime) dalam sistem HuKum pidana indonesia." Jurnal Kompilasi Hukum 5.1
(2020). hlm. 200-202.
12
1. Teori strict liability
Di bidang hukum pidana, strict liability berarti niat jahat atau “mensrea” tidak
harus dibuktikan dalam kaitan dengan satu atau lebih unsur yang mencerminkan
sifat melawan hukum atau “actus reus”, meskipun niat, kecerobohan atau
pengetahuan mungkin disyaratkan dalam kaitan dengan unsur-unsur tindak
pidana yang lain.
Menurut Prof. Barda Nawawi, teori tersebut dapat disebur juga dengan doktrin
pertanggungjawaban pidana yang ketat menurut undang-undang atau “strict
liability”. Kerangka pemikiran ini merupakan konsekuensi dari korporasi
sebagai subjek hukum yaitu dalam korporasi melanggar atau tidak memenuhi
kewajiban tertentu yang disyaratkan oleh Undang-Undang maka subjek hukum
buatan tersebut harus bertanggungjawab secara pidana.
2. Teori vicarious lability
Berdasarkan teori ini, maka secara umum dapat dikatakan bahwa atasan harus
bertanggungjawab atas apa yang dilakukan oleh bawahannya. Sebagaimana
didefinisikan bahwa prinsip hukum “vicarious liability” adalah seseorang
bertanggungjawab untuk perbuatan yang dilakukan oleh orang lain, Ketika
keduanya termasuk dalam suatu bentuk kegiatan gabungan atau kegiatan
Bersama. Doktrin tersebut secara tradisional merupakan konsepsi yang muncul
dari system hukum “common law”, yang disebut sebagai “respondeat superior”,
yaitu tanggungjawab sekunder yang muncul dari “doctrine of agency”, dimana
atasan bertanggungjawab atas perbuatan yang dilakukan oleh bawahanannya.
3. Terori identification
Pertanggungjawaban pidana langsung atau “direct liability” (yang juga berarti
nonvicarious), menyatakan bahwa para pegawai senior korporasi, atau ornga-
orang yang mendapat delegasi wewenang dari mereka, dipandang dengan tujuan
tertentu dan dengan cara yang khusus, sebagai korporasi itu sendiri, dengan
akibat bahwa perbuatan dan sikap batin mereka dipandang secara langsung
menyebabkan perbuatan-perbuatan tersebut atau merupakan sikap tersebut, atau
merupakan sikap batin dari korporasi. Ruang lingkup tindak pidana yang
mungkin dilakukan oleh korporasi sesuai dengan prinsip ini lebih luas,
13
disbanding dengan apabila didasarkan pada doktrin “vicarious”. Teori tersebut
menyatakan bahwa perbuatan atau kesalahan pejabat senior (pejabat senior)
diidentifijasi sebagai perbuatan atau kesalahan korporasi. Konsep ini disebut
juga doktrin “alater ego” atau “teori organ”
Ketetapan untuk meminta pertanggungjawaban korporasi dalam bentuk
pertanggungjawaban pengurusnya juga dapat dilihat dalam Pasal 46 ayat (2) Undang-
Undang Nomor 7 Tahun 1992: “ Dalam hal kegiatan sebagaimana dimaksud dalam ayat
(1) dilakukan oleh badan hukum yang berbentuk perseroan terbatas, perserikatan,
Yayasan atau koperasi, maka penuntuu terhadap badan-badan dimaksud dilakukan baik
terhadap mereka yang memberi perintah melakukan perbuatan itu atau yang bertindak
sebagai pimpinan dalam perbuatan itu atau terhadap keduanya”.26
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
26
Rodliyah, Rodliyah, Any Suryani, and Lalu Husni. "Konsep pertanggungjawaban pidana
Korporasi (Corporate Crime) dalam sistem HuKum pidana indonesia." Jurnal Kompilasi Hukum 5.1
(2020): hlm. 203-204.
14
Pelayanan kesehatan rumah sakit menghasilkan limbah medis. Saat ini limbah
medis covid-19 perlu ditangani dengan serius. Namun fasilitas pengelolaan limbah
Bahan Berbahaya dan Beracun (B3) yang ada di Indonesia masih terbatas. Berdasarkan
UU Nomor 44 tahun 2009, Rumah sakit harus memenuhi persyaratan, yang salah
satunya adalah instalasi pengelolaan limbah harus memenuhi ketentuan keselamatan
lingkungan. Namun pada kenyataannya dimasa pandemi covid-19 saat ini rumah sakit
belum maksimal melakukan tugas dan tanggung jawabnya dalam pengelolaan tersebut.
Adapun sanksi pidana berdasarkan UU Nomor 44 Tahun 2009, hanya terbatas pada
sanksi denda atau pencabutan ijin usaha.
B. Saran
Wabah Covid-19 seharusnya dapat menjadi momentum bagi Indonesia untuk
memperbaiki sistem pengelolaan sampah dan pengelolaan limbah B3. Fasilitas
pengelolaan limbah medis yang tidak merata di seluruh Indonesia memungkinkan untuk
melibatkan pihak industri yang memiliki fasilitas insinerasi serta pemerintah hendaknya
menciptakan iklim investasi yang sehat bagi jasa pengolah dan pengangkutan limbah
medis.
DAFTAR PUSTAKA
15
Peraturan Mentri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 7 tahun 2009 tentang
Kesehatan lingkungan rumah sakit.
Sholihah, Enny Mar’atus, Amal Chalik Sjaaf, dan Achmad Djunawan. 2021.
"Evalusi Pengelolaan Limbah Medis Sebelum dan Saat Pandemi Covid19 di Rumah
Sakit Sentra Medika Cikarang." Jurnal Manajemen Kesehatan Yayasan RS. Dr.
Soetomo 7.1.
Suprapto, Dian Pertiwi, Lia Meinda Sari, dan Monnachu Wemonicha Lovina.
2021. "Pertanggungjawaban Pidana Rumah Sakit dan/atau Rumah Sakit Darurat atas
Kejahatan Dumping Limbah Medis Padat di Masa Pandemi Covid-19."
William, Lamawuran W. 2021. "Pengelolaan Limbah Medis Dari Penanganan
Covid-19 Pada Rumah Sakit dan Puskesmas Di Kota Kupang Tahun 2021." Oehònis 4.2
https://www.cnnindonesia.com/nasional/20220201124927-20-753707/bpspl-
ungkap-asal-limbah-medis-yang-berserak-di-pantai-selat-bali
16