Oleh
ANITA FEBRINA
NPM. 2220011012
UNIVERSITAS LAMPUNG
TAHUN 2022
ABSTRAK
Oleh
ANITA FEBRINA
(Mahasiswa Magister Lingkungan Universitas Lampung/
Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar Lampung)
ii
DAFTAR ISI
JUDUL ...................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii
DAFTAR PUSTAKA
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
yang akan dikaji adalah bagaimanakah dampak limbah infeksius dan sampah rumah
tangga Covid-19 terhadap lingkungan.
1.2. Tujuan
Kajian dibuat dengan beberapa tujuan, antara lain:
1. Mengetahui tentang Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Covid-19.
2. Mengetahui Dampak Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Covid-19
terhadap lingkungan.
3. Memenuhi Tugas Pratikum Mata Kuliah Ekologi Terapan, Magister Ilmu
Lingkungan Univertitas Lampung Tahun 2022.
2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN
2.2. Hasil
Saat terjadi pandemi Covid 19, beberapa referensi memprediksi bahwa akan
terjadi peningkatan secara signifikan terhadap jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian yang difokuskan ke rumah sakit rujukan Covid 19
3
(Prihartanto, 2020) memprediksi perhitungan timbulan limbah medis B3 yang dihasilkan
selama terjadinya wabah pandemi Covid 19 adalah sebesar 25 ton/hari yang bersumber
dari 10.000 pasien Covid-19. Penelitian di Puskesmas-puskesmas Kabupaten Bantul,
menyatakan bahwa ada peningkatan yang signifikan terjadi pada laju timbulan limbah
medis baik pada puskesmas rawat inap maupun puskesmas rawat jalan. Peningkatan
hingga mencapai 179.30% pada puskesmas rawat jalan dan 121.84% pada puskesmas
rawat inap. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah pasien berkorelasi dengan
laju timbulan limbah medis pada masing-masing puskesmas dengan nilai pearson
correlation -0,621. (Wulandari dkk, 2020).
Dari beberapa penelitian terkait timbulan limbah medis B3 pada saat terjadi Covid-
19 dan juga penelitian terkait pengelolaan limbah medis maupun limbah rumah tangga
pada saat terjadi pandemik Covid-19, masih sedikit sekali literatur yang terkait kedua topik
di atas. Hampir sebagian besar data timbulan limbah medis B3 dan rumah tangga pada
saat terjadi pandemik Covid-19 belum mengacu kepada kondisi riil yang terjadi di
Indonesia. Demikian juga penelitian terkait karakteristik dan komposisi limbah medis
maupun rumah tangga di Indonesia selama pandemik masih sangat sulit ditemukan
(Prihartanto, 2021). Menurut penulis, hal ini kemungkinan besar disebabkan belum
terbentuknya pengelolaan limbah medis rumah tangga di Indonesia, limbah medis rumah
tangga masih bercampur dengan limbah domestik, sehingga sulit untuk diidentifikasi
besaran dan karakteristiknya.
Berikut merupakan aliran timbulan limbah COVID-19 Selama Keadaan Darurat di
Rumania, menunjukkan bahwa sebagian besar limbah terkait COVID-19 dihasilkan selama
keadaan darurat di mana limbah medis mengalami peningkatan yang berasal dari kegiatan
isolasi mandiri pasien di rumah (Florin, 2020).
4
Sumber: (Florin, 2020)
Gambar 2. Grafik Aliran Limbah COVID-19 Selama Keadaan Darurat di Rumania Tahun 2020
Dari grafik diatas diketahui ada peralihan aliran limbah Covid-19 di Rumania,
dimana awalnya relatif sama jumlahnya yang berasal dari limbah medis, limbah dari
karantina dan limbah dari isolasi mandiri, namun semakin banyaknya kasus dan kebijakan
pemerintah yang mewajibkan masyarakat menggunakan masker dan setiap individu
dianggap sebagai ODP (Orang Dalam Pantauan) yang beresiko menularkan covid-19
sehingga jumlah limbah isolasi mandiri meningkat tajam.
2.3. Pembahasan
5
sembarangan, seperti ditemukannya limbah medis di TPA Bakung, Lampung tahun 2020,
yang diduga Limbah dari salah satu rumah sakit swasta di Bandar Lampung.
Limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga dan fasilitas umum relatif lebih
sulit, karena berhubungan dengan masyarakat luas yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui macam dan jenis limbah infeksius,
masyarakat masih membuang semua jenis sampah secara tercampur. Minimnya informasi
di masyarakat terkait pengelolaan sampah menular yang aman menjadi kendala selama
pandemi COVID-19 di masyarakat. Kurangnya atau tidak adanya tempat untuk membuang
sampah infeksius dan ketidaktersediaan fasilitas pemusnahnya, sehingga beresiko
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan hidup. (Amalia,et al, 2020)
6
karena memiliki penyaring bakteri dan memiliki kemampuan meloloskan udara yang lebih
baik. Seperti yang diketahui, plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk
dapat terurai. Limbah masker yang masih utuh dan “berkeliaran” di lingkungan karena
tidak ditangani dengan baik dapat terbawa ke sungai dan laut serta
menyebabkan pencemaran air. Di perairan Mediterania, masker sekali pakai ini
bahkan mengambang seperti ubur-ubur.
Limbah masker sekali pakai juga dapat menjerat hewan, bahkan menyebabkan
kematian bagi mereka. Ada pula kasus di mana hewan mengira bahwa masker bekas
pakai tersebut sebagai makanannya. Apabila tidak mati karena tersedak, masker yang
lolos akan memenuhi perut mereka, mengurangi asupan makanan, menyebabkan hewan
kelaparan, dan akhirnya mati. Selain itu, bahaya mikroplastik tak kalah menyeramkan
dibanding plastik utuh. Saat terurai, plastik menjadi kepingan kecil yang dikenal
sebagai mikroplastik dan mengecil lagi menjadi nanoplastik. Dalam prosesnya, penguraian
plastik menjadi mikroplastik ini menyerap racun serta pencemar organik. Artinya, fauna
laut juga bisa keracunan saat menelan mikroplastik. Sementara itu, penelitian tentang
mikroplastik tergolong masih baru sehingga belum ada cukup data yang menyatakan
seberapa berbahaya mikroplastik terhadap kesehatan manusia secara signifikan. Namun,
mikroplastik mungkin saja masuk ke rantai makanan. (Yacob, 2021)
Kerusakan sosial ekonomi dari masker sekali pakai yang dibuang hampir
tidak ditemukan di literatur. Namun, penelitian ekstensif telah menunjukkan bahwa
sampah laut berdampak negatif terhadap estetika pantai serta mengurangi pariwisata
pendapatan. Demikian pula dengan kehadiran masker sekali pakai yang dibuang di
pantai ternyata akan mempengaruhi estetika pantai. Oleh karena itu, keberadaan
masker bekas di pantai bisa juga menimbulkan kepanikan dan membuat wisatawan
(pengunjung pantai) enggan berenang atau melakukan aktivitas di pantai karena
takut tertular Covid-19. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi pariwisata. (Yacob, 2021)
2. Spuit Vaksinasi
Proses vaksinasi COVID-19 yang sedang berlangsung secara nasional telah
menimbulkan beban tambahan bagi pengelolaan limbah biomedis yang ada di negara ini.
Kegagalan dalam pengelolaan limbah ini dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia
dan lingkungan (Rayhan, 2021). Giatnya Program Vaksinasi Covid-19 sejak Juni 2021 di
Indonesia menyebabkan tingginya limbah spuit yang dihasilkan. Sama halnya dengan
masker sekali pakai, limbah spuit yang terbuat dari bahan plastik, memiliki waktu
7
degradasi yang sangat panjang, sehingga membebani lingkungan bila tidak dikelola
dengan baik. Selain itu spuit bersifat tajam yang beresiko menyebabkan tertusuk dan
terluka, serta beresiko menularkan penyakit
Dikutip dari detik.news.com (26 Jul 2021) ditemukan Jarum Suntik Bekas
Berceceran di Depok, Jawa Barat, yang merupakan limbah bekas vaksin SMK di Tapos.
Selain itu dari okezone.com (28 Agustus 2021), Warga di Jalan Raya Bulak Macan,
Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat dikejutkan
dengan adanya limbah medis bekas jarum suntik vaksin yang berserakan di jalan. Selain
jarum suntik bekas vaksin. Warga juga menemukan botol-botol bekas obat vaksin, botol
ampul vaksin, masker medis dan sarung tangan medis. Hal ini pun membuat warga sekitar
menjadi resah. Pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/
PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah
Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Namun sepertinya
penerapannya belum berjalan dengan maksimal.
Selain itu, jarum suntik adalah komponen utama dalam kemasan vaksin, yang
biasanya terbuat dari plastik, kaca atau baja tahan karat. Biasanya plastik yang digunakan
untuk memproduksi spuit adalah Polypropylene. Meskipun Polypropylene aman dan dapat
didaur ulang, hanya sekitar 1% yang didaur ulang dan sebagian besar menuju ke tempat
pembuangan akhir. Bahan non-biodegradable yang terkandung dalam spuit juga
menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Aditif beracun dalam Polypropylene seperti
timbal dan kadmium menambah masalah, seperti pada pembakaran (insenerator), ini
melepaskan dioksin beracun dan vinil klorida. (Phadke, 2021).
8
rapid test antigen. Bisa dimungkinkan alat-alat bekas pendeteksi COVID-19 itu sengaja
dibuang ke laut (detik.com). Selain itu, tumpukan limbah alat rapid test bekas ditemukan di
tepi jalan tol di Provinsi Lampung. Belum diketahui siapa yang membuang alat rapid test
bekas tersebut. Limbah medis itu ditemukan di dekat pintu Tol Simpang Pelabuhan
Bakauheni di Desa Hatta, Lampung Selatan (kompas.com). Pembuangan limbah rapid test
dan PCR Covid-19 sembarangan, tentu sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Beberapa organisasi internasional mulai membuat rekomendasi mengenai perlunya
diagnosis berbasis virus corona yang cepat untuk mencegah penyebarannya di antara
populasi dunia. Tes yang paling banyak digunakan untuk konfirmasi COVID-19 adalah
real-time PCR (RT-PCR) dan Rapid Test. Teknik ini menggunakan persediaan plastik
dalam prosedurnya, yang 100% sekali pakai untuk menghindari kontaminasi silang dan
risiko biologis. Komunitas ilmiah menjadi semakin khawatir karena dampak lingkungan
yang terkait dengan pandemi COVID-19 saat ini, seperti residu plastik medis.
9
beracun berkurang secara signifikan. Di sisi lain, negara-negara kurang berkembang
masih menggunakan teknologi insinerasi lama dan dengan demikian memancarkan bahan
kimia beracun ke udara ( Tait et al., 2020 ). Bagaimanapun, setiap pembakaran bahan
kimia plastik ketika dibakar memancarkan beberapa bahan kimia ke tingkat yang lebih
rendah atau lebih besar.
Emisi gas beracun yang dihasilkan oleh proses insinerasi untuk residu plastik
dengan tes COVID-19 cenderung lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh sumber
emisi lainnya. Sulit untuk mengukur emisi gas yang dihasilkan oleh proses pembakaran
untuk residu plastik COVID-19, karena pembakarannya biasanya dilakukan bersama
dengan limbah terkait lainnya. Selain itu, emisi ini dapat bervariasi di antara teknik
pengendalian gas yang diterapkan di berbagai lokasi geografis di seluruh dunia. Selama
pandemi ini, sulit untuk menilai emisi limbah COVID-19 yang terbakar sementara banyak
lokasi masih terkunci, dan dengan peningkatan pembatasan ke area yang cenderung
memiliki volume limbah menular yang lebih tinggi. Namun, banyak dari bahan kimia yang
dipancarkan seperti dioksin, PAH dan senyawa organik persisten lainnya adalah bahan
kimia yang tidak memiliki ambang biologis. Kehadiran mereka saja dapat menyebabkan
perubahan biologis dan emisi mereka tidak boleh diremehkan.
Selanjutnya, di atmosfer, fraksi polutan yang dihasilkan oleh pembakaran limbah
Covid-19 (yang dapat menjadi yang terendah ketika kontrol emisi gas modern digunakan)
dicampur dengan polutan udara lain dari sumber yang berbeda, meningkatkan tingkat
kontaminan atmosfer dan menghasilkan efek sinergis yang dapat mengakibatkan efek
biologis yang parah. Bahan kimia yang dipancarkan oleh pembakaran plastik ini dapat
memasuki organisme hidup yang menyebabkan efek lingkungan dan kesehatan yang
serius. Efek kesehatan mungkin termasuk gangguan jalur sinyal hormon normal, cacat
reproduksi dan perkembangan, imunotoksisitas, kerusakan hati, sindrom wasting, dan
kanker. Selanjutnya, polutan seperti dioksin bertahan lama karena stabilitas kimianya dan
kemampuannya untuk diserap oleh jaringan lemak. Polusi udara disebut-sebut sebagai
faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kasus COVID-19. Materi partikulat (PM2.5
dan PM10) menghalangi saluran pernapasan, dan bahan kimia yang membentuk partikel
ini (seperti dioksin dan PAH) memiliki peran dalam mempromosikan penyakit virus dengan
berbagi mekanisme aksi yang sama dalam sistem kekebalan tubuh. Ini dapat
mempengaruhi COVID-19 serta penyakit pernapasan virus lainnya ( Espejo et al., 2020 ).
10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN
3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:
1. Limbah infeksius adalah Limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
rentan. (KLHK, 2015).
2. Selama masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan jumlah limbah infeksius,
baik yang berasal dari fasilitas kesehatan maupun dari rumah tangga.
3. Dampak limbah infeksius dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-
19 diantaranya penularan penyakit terhadap manusia, gangguan terhadap
kehidupan hewan, terbentuknya mikroplastik, hingga pencemaran air, tanah
dan, udara yang disebabkan oleh pembakaran limbah infeksius.
3.2. Saran
1. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat untuk penanganan limbah infeksius
dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-19.
2. Perlu adanya sanksi terhadap instansi atau perorangan yang membuang
limbah infeksius Covid-19 Sembarangan.
3. Perlu adanya inovasi dalam pengelolaan limbah infeksius Covid-19 sehingga
lebih ramah lingkungan.
11
DAFTAR PUSTAKA
Amalia, V. et al. 2020. Penanganan Limbah Infeksius Rumah Tangga pada Masa Wabah
COVID-19, Lp2M, 2 . http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/30736.
Florin, Constantin Mihai . 2020. Assessment of COVID-19 Waste Flows During the
Emergency State in Romania and Related Public Health and Environmental
Concerns. Int. J. Environ. Res. Public Health 2020, 17(15), 5439;
José E. Celis, et. Al. 2021. Plastic residues produced with confirmatory testing for COVID-
19: Classification, quantification, fate, and impacts on human health. Science of The
Total Environment Vol.760, 2021.144167.
Prihartanto. 2020. Tinjauan hasil-hasil penelian tentang timbulan limbah B3 medis dan rumah
tangga selama bencana pandemik COVID-19’, Jurnal Alami (e-ISSN: 2548-8635),
4(2), pp. 135–142.
Putra, T. I., Setyowa, N. and Apriyanto, E. 2019. Idenfikasi Jenis Dan Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya Dan Beracun Rumah Tangga: Studi Kasus Kelurahan Pasar Tais
Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma, Jurnal Penelian Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, 8(2), pp. 49–61. doi: 10.31186/naturalis.8.2.9209.
Phadke, el.al. 2021. Eco-friendly vaccination: Tackling an Unforeseen Adverse Effect. The
Journal Of Climate Change and Health. PMC7870444/
Tait P.W., Brew J., Che A. 2020. The health impacts of waste incineration: a systematic
review. Aust. N. Z. J. Public Health. 2020;44(1):40–48.
Yacob T. Tesfaldet, Nji T. Ndeh. 2022. Assessing Face Masks in The Environment by
Means of The DPSIR Framework. Science of The Total Environment Vol. 814
Page.152859.