Anda di halaman 1dari 15

DAMPAK LIMBAH INFEKSIUS DAN SAMPAH RUMAH TANGGA

DARI PENANGANAN COVID-19 TERHADAP LINGKUNGAN

(Makalah Ekologi Terapan)

Oleh

ANITA FEBRINA
NPM. 2220011012

MAGISTER ILMU LINGKUNGAN PASCASARJANA MULTIDISIPLIN

UNIVERSITAS LAMPUNG

TAHUN 2022
ABSTRAK

DAMPAK LIMBAH INFEKSIUS DAN SAMPAH RUMAH TANGGA


DARI PENANGANAN COVID-19 TERHADAP LINGKUNGAN

Oleh

ANITA FEBRINA
(Mahasiswa Magister Lingkungan Universitas Lampung/
Puskesmas Rawat Inap Way Halim II Kota Bandar Lampung)

Limbah infeksius adalah Limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang


tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi
yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia rentan (KLHK, 2015). Sejak
pandemi Covid-19 melanda, limbah infeksius menjadi isu lingkungan yang
memperihatikan. Pandemi Covid-19 telah mengubah dinamika timbulan sampah global
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Peralatan pelindung diri masker bekas,
spuit sisa vaksinasi dan limbah Rapid Test/PCR adalah kontribusi utama volume limbah,
yang menimbulkan permasalahan global yang besar terhadap kesehatan masyarakat dan
kelestarian lingkungan jika ditangani secara tidak tepat.
Sesuai Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang
Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan
Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga dari
Penanganan Covid-19 yang dihasilkan baik berupa masker sekali pakai, spuit vaksinsasi
dan limbah Rapid Test/PCR maupun limbah infeksius lainnya dikumpulkan secara khusus,
lalu dimusnahkan dengan cara pembakaran melalui Insenerator. Namun di lapangan,
masih ada instansi maupun perorangan yang membuang limbah infeksius tidak sesuai
prosedur. Dampak antara lain penularan penyakit terhadap manusia, gangguan terhadap
kehidupan hewan, terbentuknya mikroplastik, hingga pencemaran air, tanah dan, udara
yang disebabkan oleh pembakaran limbah infeksius melalui insenerasi.

Kata kunci : limbah infeksius, sampah, covid-19

ii
DAFTAR ISI

JUDUL ...................................................................................................................... i
ABSTRAK ............................................................................................................... ii
DAFTAR ISI ............................................................................................................. iii

BAB I. PENDAHULUAN .......................................................................................... 1


1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Tujuan .................................................................................................................. 2

BAB II. HASIL DAN PEMBAHASAN........................................................................ 3


2.1. Tinjauan Teoiritis ................................................................................................ 3
2.2.1. Limbah Infeksius ...................................................................................... 3
2.2.2. Jenis Limbah Infeksius ............................................................................ 3
2.2. Hasil ................................................................................................................. 3
2.3.Pembahasan ....................................................................................................... 5
BAB III. PENUTUP ................................................................................................... 11
3.1. Kesimpulan ........................................................................................................ 11
3.2. Saran ................................................................................................................. 11

DAFTAR PUSTAKA

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Sejak pandemi Covid-19 melanda, limbah infeksius menjadi isu lingkungan yang
memperihatikan. Pandemi Covid-19 telah mengubah dinamika timbulan sampah global
sehingga perlu mendapatkan perhatian khusus. Peralatan pelindung diri masker bekas,
spuit sisa vaksinasi dan limbah Rapid Test/PCR adalah kontribusi utama volume limbah,
yang menimbulkan permasalahan global yang besar terhadap kesehatan masyarakat dan
kelestarian lingkungan jika ditangani secara tidak tepat.
Beberapa referensi memprediksi bahwa akan terjadi peningkatan secara signifikan
terhadap jumlah limbah infeksius yang dihasilkan oleh fasilitas pelayanan kesehatan.
Penelitian yang difokuskan ke rumah sakit rujukan Covid 19 memprediksi perhitungan
timbulan limbah medis B3 yang dihasilkan selama terjadinya wabah pandemi Covid 19
adalah sebesar 25 ton/hari yang bersumber dari 10.000 pasien Covid-19 (Prihartanto,
2020). Penelitian di Puskesmas Se-Kabupaten Bantul, menyatakan bahwa ada
peningkatan yang signifikan terjadi pada laju timbulan limbah medis baik pada puskesmas
rawat inap maupun puskesmas rawat jalan. Peningkatan hingga mencapai 179.30% pada
puskesmas rawat jalan dan 121.84% pada puskesmas rawat inap (Wulandari dkk, 2020).
Pemerintah Indonesia mewajibkan pemakaian masker pada masyarakat. Adanya
anjuran dan kewajiban menggunakan masker oleh semua masyarakat, tentu akan diikuti
sampah/limbah masker yang dihasilkan (Amalia et al, 2020). Limbah infeksius yang
dihasilkan dari rumah tangga juga tidak dapat disepelekan karena masyarakat masih
banyak yang belum mengetahui bagaimana pengelolaan limbah masker ini dalam skala
rumah tangga.
Limbah infeksius berdampak negatif bagi manusia karena dapat menyebabkan
kesakitan, limbah infeksius juga dapat berdampak negatif terhadap lingkungan hidup,
seperti lamanya waktu terurai limbah yang banyak terbuat dari bahan plastik dan atau
limbah masker sekali pakai yang dibuang sembarangan di laut dapat menggangu
kehidupan biota laut, seperti terlilit di kaki kura-kura, atau badan ikan, dan beberapa
contoh lainnya. Selain itu pembakaran limbah infeksius dengan incenerator dapat
mengakibatkan pencemaran udara. Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan

1
yang akan dikaji adalah bagaimanakah dampak limbah infeksius dan sampah rumah
tangga Covid-19 terhadap lingkungan.

1.2. Tujuan
Kajian dibuat dengan beberapa tujuan, antara lain:
1. Mengetahui tentang Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Covid-19.
2. Mengetahui Dampak Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Covid-19
terhadap lingkungan.
3. Memenuhi Tugas Pratikum Mata Kuliah Ekologi Terapan, Magister Ilmu
Lingkungan Univertitas Lampung Tahun 2022.

2
BAB II
HASIL DAN PEMBAHASAN

2.1. Tinjauan Teoritis


2.1.1. Pengertian Limbah Infeksius
Limbah medis adalah limbah yang dihasilkan dari kegiatan medis. Biasanya
limbah medis dihasilkan dari fasilitas kesehatan yang melakukan aktifitas pengobatan dan
rehabilitatif, yang umumnya bersifat infeksius karena terkontaminasi bagian dari tubuh
pasien seperti darah, keringat, urin, feses dan lain sebagainya. Limbah infeksius adalah
Limbah yang terkontaminasi organisme patogen yang tidak secara rutin ada di lingkungan
dan organisme tersebut dalam jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit
pada manusia rentan (KLHK, 2015).
2.1.2. Jenis Limbah Infeksius

Berdasarkan sumbernya Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Covid-19


dapat dibagi menjadi 2 jenis, yaitu:
1. Limbah B3 Covid-19
Limbah B3 Covid-19 merupakan limbah yang dihasilkan dari penanganan pasien
konfirmasi Covid-19, berupa limbak klinis yang memiliki karakteristik infeksius dengan
kode limbah A337-1 meliputi masker bekas, gaun medis bekas sekali pakai (hazmat),
sarung tangan medis bekas (handscoen), pelindung kepala, pelindung sepatu, pelindung
mata, pelindung wajah, jarum suntik, sisa makanan dan limbah lain yang terkena cairan
tubuh, limbah farmasi serta limbah yang dihasilkan dari pelaksanaan uji sampel dan
vaksinasi.
2. Sampah
Sampah infeksius yang dimaksud berupa pelindung wajah, masker dn sarung
tangan yang bersumber pada rumah tangga, kawasan komersil, kawasan industri, fasilitas
sosial, fasilitas umum serta fasilitas lainnya. (KLKH, 2021)

2.2. Hasil
Saat terjadi pandemi Covid 19, beberapa referensi memprediksi bahwa akan
terjadi peningkatan secara signifikan terhadap jumlah limbah medis yang dihasilkan oleh
fasilitas pelayanan kesehatan. Penelitian yang difokuskan ke rumah sakit rujukan Covid 19

3
(Prihartanto, 2020) memprediksi perhitungan timbulan limbah medis B3 yang dihasilkan
selama terjadinya wabah pandemi Covid 19 adalah sebesar 25 ton/hari yang bersumber
dari 10.000 pasien Covid-19. Penelitian di Puskesmas-puskesmas Kabupaten Bantul,
menyatakan bahwa ada peningkatan yang signifikan terjadi pada laju timbulan limbah
medis baik pada puskesmas rawat inap maupun puskesmas rawat jalan. Peningkatan
hingga mencapai 179.30% pada puskesmas rawat jalan dan 121.84% pada puskesmas
rawat inap. Hasil analisis statistik menunjukkan bahwa jumlah pasien berkorelasi dengan
laju timbulan limbah medis pada masing-masing puskesmas dengan nilai pearson
correlation -0,621. (Wulandari dkk, 2020).

Sumber : Wulandari, dkk (2020)


Gambar 1. Grafik Laju Timbulan Limbah Medis Puskesmas Kabupaten Bantul Tahun 2020

Dari beberapa penelitian terkait timbulan limbah medis B3 pada saat terjadi Covid-
19 dan juga penelitian terkait pengelolaan limbah medis maupun limbah rumah tangga
pada saat terjadi pandemik Covid-19, masih sedikit sekali literatur yang terkait kedua topik
di atas. Hampir sebagian besar data timbulan limbah medis B3 dan rumah tangga pada
saat terjadi pandemik Covid-19 belum mengacu kepada kondisi riil yang terjadi di
Indonesia. Demikian juga penelitian terkait karakteristik dan komposisi limbah medis
maupun rumah tangga di Indonesia selama pandemik masih sangat sulit ditemukan
(Prihartanto, 2021). Menurut penulis, hal ini kemungkinan besar disebabkan belum
terbentuknya pengelolaan limbah medis rumah tangga di Indonesia, limbah medis rumah
tangga masih bercampur dengan limbah domestik, sehingga sulit untuk diidentifikasi
besaran dan karakteristiknya.
Berikut merupakan aliran timbulan limbah COVID-19 Selama Keadaan Darurat di
Rumania, menunjukkan bahwa sebagian besar limbah terkait COVID-19 dihasilkan selama
keadaan darurat di mana limbah medis mengalami peningkatan yang berasal dari kegiatan
isolasi mandiri pasien di rumah (Florin, 2020).

4
Sumber: (Florin, 2020)
Gambar 2. Grafik Aliran Limbah COVID-19 Selama Keadaan Darurat di Rumania Tahun 2020

Dari grafik diatas diketahui ada peralihan aliran limbah Covid-19 di Rumania,
dimana awalnya relatif sama jumlahnya yang berasal dari limbah medis, limbah dari
karantina dan limbah dari isolasi mandiri, namun semakin banyaknya kasus dan kebijakan
pemerintah yang mewajibkan masyarakat menggunakan masker dan setiap individu
dianggap sebagai ODP (Orang Dalam Pantauan) yang beresiko menularkan covid-19
sehingga jumlah limbah isolasi mandiri meningkat tajam.

2.3. Pembahasan

Berdasarkan hasil review terhadap beberapa jurnal terseleksi menunjukkan bahwa


limbah infeksius Covid-19 sudah menjadi perhatian Pemerintah Indonesia, hal itu senada
dengan diterbitkannya Surat Edaran No. SE.2/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2020 tentang
Pengelolaan Limbah B3 dan Sampah dari Penanganan Corona Virus Disease-19 (Covid-
19) dan Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang Pengelolaan
Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan Corona
Virus Disease-19 (Covid-19).
Secara umum limbah infeksius Covid-19 yang bersumber dari fasilitas kesehatan
relatif lebih terkendali, karena sudah dibiasa ditangani oleh pihak fasilitas kesehatan sejak
diterbitkannya UU No.32 tahun 2009 tetang Lingkungan Hidup dan PermenKLHK
No.P.56/Menlhk-Setjen/2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Teknik Limbah B3 dari
Fasilitas Pelayanan Kesehatan. Dimana setiap fasilitas pelayanan kesehatan wajib
mengelola limbah B3 nya sesuai dengan tata cara dan persyaratan teknis yang ditentukan,
dan terdapat sanksi pidana yang mengikat bila ada pelanggaran. Walau demikian masih
ada ditemukan kasus-kasus fasilitas kesehatan yang membuang limbah medis

5
sembarangan, seperti ditemukannya limbah medis di TPA Bakung, Lampung tahun 2020,
yang diduga Limbah dari salah satu rumah sakit swasta di Bandar Lampung.
Limbah infeksius yang berasal dari rumah tangga dan fasilitas umum relatif lebih
sulit, karena berhubungan dengan masyarakat luas yang dipengaruhi oleh banyak faktor.
Sebagian besar masyarakat tidak mengetahui macam dan jenis limbah infeksius,
masyarakat masih membuang semua jenis sampah secara tercampur. Minimnya informasi
di masyarakat terkait pengelolaan sampah menular yang aman menjadi kendala selama
pandemi COVID-19 di masyarakat. Kurangnya atau tidak adanya tempat untuk membuang
sampah infeksius dan ketidaktersediaan fasilitas pemusnahnya, sehingga beresiko
menyebabkan pencemaran terhadap lingkungan hidup. (Amalia,et al, 2020)

Sumber : Wulandari, dkk (2020)


Gambar 3. Bagan Proporsi Limbah Medis Puskesmas Kabupaten Bantul Tahun 2020

Berdasarkan dari Penelitian Wulandari, dkk (2020) diketahui bahwa sebagian


besar limbah infeksius berupa limbah infeksius non benda tajam (65,07%) terdiri dari kasa,
kapas, pembalut, tisu, masker, baju hazmat/jas hujan, handscoen. Selain itu, limbah
infeksius benda tajam memiliki proporsi yang cukup besar (30,34%), yang meningkat
seiiring dilakanakannya Program Imunisasi Massal Covi-19, dan sisanya limbah sisa obat-
obatan serta farmasi lainnya, termasuk limbah dari kegiatan Rapid Test Covid-19.
Beberapa hal yang menjadi perhatian penulis mengenai jenis dari Limbah
Infeksius dan Sampah Rumah Tangga Penanganan Covid – 19 yang sangat berdampak
lingkungan yang diakibatkan, antara lain :
1. Masker Sekali Pakai
Sesuai dengan namanya, masker sekali pakai dimaksudkan untuk digunakan
sekali saja, penggunaan masker wajah semakin melonjak karena pandemi Covid-19.
Masker sekali pakai utamanya terbuat dari polipropilen yang merupakan salah satu jenis
plastik. Selain praktis, masker yang terdiri dari tiga lapisan ini menjadi pilihan banyak orang

6
karena memiliki penyaring bakteri dan memiliki kemampuan meloloskan udara yang lebih
baik. Seperti yang diketahui, plastik membutuhkan waktu hingga ratusan tahun untuk
dapat terurai. Limbah masker yang masih utuh dan “berkeliaran” di lingkungan karena
tidak ditangani dengan baik dapat terbawa ke sungai dan laut serta
menyebabkan pencemaran air. Di perairan Mediterania, masker sekali pakai ini
bahkan mengambang seperti ubur-ubur.

Limbah masker sekali pakai juga dapat menjerat hewan, bahkan menyebabkan
kematian bagi mereka. Ada pula kasus di mana hewan mengira bahwa masker bekas
pakai tersebut sebagai makanannya. Apabila tidak mati karena tersedak, masker yang
lolos akan memenuhi perut mereka, mengurangi asupan makanan, menyebabkan hewan
kelaparan, dan akhirnya mati. Selain itu, bahaya mikroplastik tak kalah menyeramkan
dibanding plastik utuh. Saat terurai, plastik menjadi kepingan kecil yang dikenal
sebagai mikroplastik dan mengecil lagi menjadi nanoplastik. Dalam prosesnya, penguraian
plastik menjadi mikroplastik ini menyerap racun serta pencemar organik. Artinya, fauna
laut juga bisa keracunan saat menelan mikroplastik. Sementara itu, penelitian tentang
mikroplastik tergolong masih baru sehingga belum ada cukup data yang menyatakan
seberapa berbahaya mikroplastik terhadap kesehatan manusia secara signifikan. Namun,
mikroplastik mungkin saja masuk ke rantai makanan. (Yacob, 2021)

Kerusakan sosial ekonomi dari masker sekali pakai yang dibuang hampir
tidak ditemukan di literatur. Namun, penelitian ekstensif telah menunjukkan bahwa
sampah laut berdampak negatif terhadap estetika pantai serta mengurangi pariwisata
pendapatan. Demikian pula dengan kehadiran masker sekali pakai yang dibuang di
pantai ternyata akan mempengaruhi estetika pantai. Oleh karena itu, keberadaan
masker bekas di pantai bisa juga menimbulkan kepanikan dan membuat wisatawan
(pengunjung pantai) enggan berenang atau melakukan aktivitas di pantai karena
takut tertular Covid-19. Hal ini pada akhirnya mempengaruhi pariwisata. (Yacob, 2021)

2. Spuit Vaksinasi
Proses vaksinasi COVID-19 yang sedang berlangsung secara nasional telah
menimbulkan beban tambahan bagi pengelolaan limbah biomedis yang ada di negara ini.
Kegagalan dalam pengelolaan limbah ini dapat menjadi ancaman bagi kesehatan manusia
dan lingkungan (Rayhan, 2021). Giatnya Program Vaksinasi Covid-19 sejak Juni 2021 di
Indonesia menyebabkan tingginya limbah spuit yang dihasilkan. Sama halnya dengan
masker sekali pakai, limbah spuit yang terbuat dari bahan plastik, memiliki waktu

7
degradasi yang sangat panjang, sehingga membebani lingkungan bila tidak dikelola
dengan baik. Selain itu spuit bersifat tajam yang beresiko menyebabkan tertusuk dan
terluka, serta beresiko menularkan penyakit
Dikutip dari detik.news.com (26 Jul 2021) ditemukan Jarum Suntik Bekas
Berceceran di Depok, Jawa Barat, yang merupakan limbah bekas vaksin SMK di Tapos.
Selain itu dari okezone.com (28 Agustus 2021), Warga di Jalan Raya Bulak Macan,
Kelurahan Harapan Jaya, Kecamatan Bekasi Utara, Kota Bekasi, Jawa Barat dikejutkan
dengan adanya limbah medis bekas jarum suntik vaksin yang berserakan di jalan. Selain
jarum suntik bekas vaksin. Warga juga menemukan botol-botol bekas obat vaksin, botol
ampul vaksin, masker medis dan sarung tangan medis. Hal ini pun membuat warga sekitar
menjadi resah. Pemerintah telah menerbitkan Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/
PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah
Rumah Tangga dari Penanganan Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Namun sepertinya
penerapannya belum berjalan dengan maksimal.

Selain itu, jarum suntik adalah komponen utama dalam kemasan vaksin, yang
biasanya terbuat dari plastik, kaca atau baja tahan karat. Biasanya plastik yang digunakan
untuk memproduksi spuit adalah Polypropylene. Meskipun Polypropylene aman dan dapat
didaur ulang, hanya sekitar 1% yang didaur ulang dan sebagian besar menuju ke tempat
pembuangan akhir. Bahan non-biodegradable yang terkandung dalam spuit juga
menimbulkan masalah lingkungan yang serius. Aditif beracun dalam Polypropylene seperti
timbal dan kadmium menambah masalah, seperti pada pembakaran (insenerator), ini
melepaskan dioksin beracun dan vinil klorida. (Phadke, 2021).

3. Limbah Test Covid-19


Kebijakan pemerintah untuk yang mewajibkan pelaku perjalanan untuk melakukan
rapid test dan PCR Covid-19 menyebabkan adanya timbulan baru dari limbah medis.
Yang menjadi permasalahan serius, banyaknya kios-kios ‘dadakan’ di sepanjang jalan
lintas yang menjajahkan rapid test untuk pelaku perjalanan, yang bila tidak terkoordinir
limbah infeksius yang dihasilkan akan berdampak buruk bagi lingkungan.
Dalam beberapa artikel berita, ditemukan limbah medis rapid test antigen kits
dibuang di laut. Ribuan limbah bekas alat tes antigen itu ditemukan berserakan di
sepanjang pantai di Selat Bali. Diduga, limbah medis ini sengaja dibuang dan di sekitar
lokasi pembuangan sampah medis itu banyak berdiri kios-kios klinik yang menyediakan

8
rapid test antigen. Bisa dimungkinkan alat-alat bekas pendeteksi COVID-19 itu sengaja
dibuang ke laut (detik.com). Selain itu, tumpukan limbah alat rapid test bekas ditemukan di
tepi jalan tol di Provinsi Lampung. Belum diketahui siapa yang membuang alat rapid test
bekas tersebut. Limbah medis itu ditemukan di dekat pintu Tol Simpang Pelabuhan
Bakauheni di Desa Hatta, Lampung Selatan (kompas.com). Pembuangan limbah rapid test
dan PCR Covid-19 sembarangan, tentu sangat berbahaya bagi manusia dan lingkungan.
Beberapa organisasi internasional mulai membuat rekomendasi mengenai perlunya
diagnosis berbasis virus corona yang cepat untuk mencegah penyebarannya di antara
populasi dunia. Tes yang paling banyak digunakan untuk konfirmasi COVID-19 adalah
real-time PCR (RT-PCR) dan Rapid Test. Teknik ini menggunakan persediaan plastik
dalam prosedurnya, yang 100% sekali pakai untuk menghindari kontaminasi silang dan
risiko biologis. Komunitas ilmiah menjadi semakin khawatir karena dampak lingkungan
yang terkait dengan pandemi COVID-19 saat ini, seperti residu plastik medis.

Sesuai Surat Edaran No. SE.3/MENLHK/PSLB3/PLB.3/3/2021 tentang


Pengelolaan Limbah Infeksius (Limbah B3) dan Sampah Rumah Tangga dari Penanganan
Corona Virus Disease-19 (Covid-19). Limbah Infeksius dan Sampah Rumah Tangga dari
Penanganan Covid-19 yang dihasilkan baik berupa masker sekali pakai, spuit vaksinsasi
dan limbah Rapid Test/PCR maupun limbah infeksius lainnya dikumpulkan, lalu
dimusnahkan dengan cara pembakaran melalui Insenerator.
Dengan sistem kontrol yang memadai, plastik ini seharusnya tidak menimbulkan
dampak negatif terhadap lingkungan dan kesehatan, bahkan setelah bertahun-tahun untuk
mendegradasinya. Residu plastik non-biohazard biasanya dibuang ke tempat pembuangan
sampah, tetapi begitu di sana mereka mungkin terpapar spesies liar, seperti burung, yang
bisa memakan pecahan plastik. (José E. Celis, 2021).
Plastik bio-hazard dapat menghasilkan polutan kimia yang sangat beracun ketika
dibakar. Pada 1980-an, pembakaran sampah plastik itu sendiri menghasilkan gas yang
berbahaya bagi kesehatan manusia, terutama ketika berbagai jenis sampah rumah sakit
dibakar. Teknik proses insinerasi untuk mengendalikan emisi gas beracun ke atmosfer dari
pembakaran plastik dan limbah lainnya telah dimodernisasi ( Tait et al., 2020 ). Teknologi
canggih untuk pengendalian gas yang dihasilkan oleh proses insinerasi saat ini digunakan
di negara maju seperti Amerika Serikat dan Uni Eropa, sehingga emisi senyawa kimia

9
beracun berkurang secara signifikan. Di sisi lain, negara-negara kurang berkembang
masih menggunakan teknologi insinerasi lama dan dengan demikian memancarkan bahan
kimia beracun ke udara ( Tait et al., 2020 ). Bagaimanapun, setiap pembakaran bahan
kimia plastik ketika dibakar memancarkan beberapa bahan kimia ke tingkat yang lebih
rendah atau lebih besar.
Emisi gas beracun yang dihasilkan oleh proses insinerasi untuk residu plastik
dengan tes COVID-19 cenderung lebih rendah daripada yang dihasilkan oleh sumber
emisi lainnya. Sulit untuk mengukur emisi gas yang dihasilkan oleh proses pembakaran
untuk residu plastik COVID-19, karena pembakarannya biasanya dilakukan bersama
dengan limbah terkait lainnya. Selain itu, emisi ini dapat bervariasi di antara teknik
pengendalian gas yang diterapkan di berbagai lokasi geografis di seluruh dunia. Selama
pandemi ini, sulit untuk menilai emisi limbah COVID-19 yang terbakar sementara banyak
lokasi masih terkunci, dan dengan peningkatan pembatasan ke area yang cenderung
memiliki volume limbah menular yang lebih tinggi. Namun, banyak dari bahan kimia yang
dipancarkan seperti dioksin, PAH dan senyawa organik persisten lainnya adalah bahan
kimia yang tidak memiliki ambang biologis. Kehadiran mereka saja dapat menyebabkan
perubahan biologis dan emisi mereka tidak boleh diremehkan.
Selanjutnya, di atmosfer, fraksi polutan yang dihasilkan oleh pembakaran limbah
Covid-19 (yang dapat menjadi yang terendah ketika kontrol emisi gas modern digunakan)
dicampur dengan polutan udara lain dari sumber yang berbeda, meningkatkan tingkat
kontaminan atmosfer dan menghasilkan efek sinergis yang dapat mengakibatkan efek
biologis yang parah. Bahan kimia yang dipancarkan oleh pembakaran plastik ini dapat
memasuki organisme hidup yang menyebabkan efek lingkungan dan kesehatan yang
serius. Efek kesehatan mungkin termasuk gangguan jalur sinyal hormon normal, cacat
reproduksi dan perkembangan, imunotoksisitas, kerusakan hati, sindrom wasting, dan
kanker. Selanjutnya, polutan seperti dioksin bertahan lama karena stabilitas kimianya dan
kemampuannya untuk diserap oleh jaringan lemak. Polusi udara disebut-sebut sebagai
faktor yang berpengaruh dalam peningkatan kasus COVID-19. Materi partikulat (PM2.5
dan PM10) menghalangi saluran pernapasan, dan bahan kimia yang membentuk partikel
ini (seperti dioksin dan PAH) memiliki peran dalam mempromosikan penyakit virus dengan
berbagi mekanisme aksi yang sama dalam sistem kekebalan tubuh. Ini dapat
mempengaruhi COVID-19 serta penyakit pernapasan virus lainnya ( Espejo et al., 2020 ).

10
BAB III
KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
Dari pembahasan di atas, ada beberapa hal yang dapat disimpulkan, antara lain:
1. Limbah infeksius adalah Limbah yang terkontaminasi organisme patogen
yang tidak secara rutin ada di lingkungan dan organisme tersebut dalam
jumlah dan virulensi yang cukup untuk menularkan penyakit pada manusia
rentan. (KLHK, 2015).
2. Selama masa pandemi Covid-19 terjadi peningkatan jumlah limbah infeksius,
baik yang berasal dari fasilitas kesehatan maupun dari rumah tangga.
3. Dampak limbah infeksius dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-
19 diantaranya penularan penyakit terhadap manusia, gangguan terhadap
kehidupan hewan, terbentuknya mikroplastik, hingga pencemaran air, tanah
dan, udara yang disebabkan oleh pembakaran limbah infeksius.

3.2. Saran
1. Perlunya sosialisasi kepada masyarakat untuk penanganan limbah infeksius
dan sampah rumah tangga dari penanganan Covid-19.
2. Perlu adanya sanksi terhadap instansi atau perorangan yang membuang
limbah infeksius Covid-19 Sembarangan.
3. Perlu adanya inovasi dalam pengelolaan limbah infeksius Covid-19 sehingga
lebih ramah lingkungan.

11
DAFTAR PUSTAKA

Amalia, V. et al. 2020. Penanganan Limbah Infeksius Rumah Tangga pada Masa Wabah
COVID-19, Lp2M, 2 . http://digilib.uinsgd.ac.id/id/eprint/30736.

Espejo W, Celis JE, Chiang G, Bahamonde P .2020. Environment and Covid-19:


pollutants, impacts, dissemination, management and recommendations for facing
future epidemic threats. Science of the Total Environment:141314.

Florin, Constantin Mihai . 2020. Assessment of COVID-19 Waste Flows During the
Emergency State in Romania and Related Public Health and Environmental
Concerns. Int. J. Environ. Res. Public Health 2020, 17(15), 5439;

José E. Celis, et. Al. 2021. Plastic residues produced with confirmatory testing for COVID-
19: Classification, quantification, fate, and impacts on human health. Science of The
Total Environment Vol.760, 2021.144167.

Prihartanto. 2020. Tinjauan hasil-hasil penelian tentang timbulan limbah B3 medis dan rumah
tangga selama bencana pandemik COVID-19’, Jurnal Alami (e-ISSN: 2548-8635),
4(2), pp. 135–142.

Putra, T. I., Setyowa, N. and Apriyanto, E. 2019. Idenfikasi Jenis Dan Pengelolaan Limbah
Bahan Berbahaya Dan Beracun Rumah Tangga: Studi Kasus Kelurahan Pasar Tais
Kecamatan Seluma Kabupaten Seluma, Jurnal Penelian Pengelolaan Sumber
Daya Alam dan Lingkungan, 8(2), pp. 49–61. doi: 10.31186/naturalis.8.2.9209.

Phadke, el.al. 2021. Eco-friendly vaccination: Tackling an Unforeseen Adverse Effect. The
Journal Of Climate Change and Health. PMC7870444/

Rayhan, Md Rayhanul Islam ,. et. al. 2022. Assessment of COVID-19 vaccination-related


medical waste management practices in Bangladesh.
https://doi.org/10.1371/journal.pone.0273053

Surat Edaran Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan No. SE.3/MENLHK/


PSLB3/PLB.3/3/2021. Pengelolaan Limbah Infeksiksius (Limbah B3) dan Sampah
Rumah Tangga dari penangangan Corona Virus Disease Covid19.

Tait P.W., Brew J., Che A. 2020. The health impacts of waste incineration: a systematic
review. Aust. N. Z. J. Public Health. 2020;44(1):40–48.

Wulansari A, Sudarno S, Muhammad F. 2020. Analysis of Medical Solid Waste Generation


at Puskesmas in Bantul Regency. Prosiding Seminar Nasional Lahan
Suboptimal ke8 Tahun 2020, Palembang 20 Oktober 2020. pp. 118-127.

Yacob T. Tesfaldet, Nji T. Ndeh. 2022. Assessing Face Masks in The Environment by
Means of The DPSIR Framework. Science of The Total Environment Vol. 814
Page.152859.

Anda mungkin juga menyukai