Anda di halaman 1dari 29

KONSEP DASAR

TOKSIKOLOGI DAN EKOTOKSIKOLOGI

MAKALAH

Untuk memenuhi tugas matakuliah


Toksikologi Lingkungan
Yang dibina oleh dr. Agung Kurniawan, M.Kes

oleh:
Adinda Putri Lestari (150612604534)
Aulia Eka Bimesti (150612601939)
Bella Norma Aufanisa (150612607116)
Hamidah Mulyani (150612604111)
Rima Puspita Dewi (150612600953)
Rinanda Eko Yulianto (150612601435)
Rismadini Ayu Lestari (150612601869)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS ILMU KEOLAHRAGAAN
JURUSAN ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
2018

i
DAFTAR ISI
Cover ................................................................................................................................... i
Daftar Isi ............................................................................................................................. ii
BAB I PENDAHULUAN ................................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ........................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
1.3 Tujuan ..................................................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN .................................................................................................... 2
2.1 Pengertian Toksikologi dan Ekotoksikologi ........................................................... 3
2.1.1 Definisi Toksikologi dan Racun ................................................................. 3
2.1.2 Definisi Ekotoksikologi .............................................................................. 4
2.2 Terminologi toksikologi dan ekotoksikologi .......................................................... 4
2.3 Esensi toksikologi dan ekotoksikologi.................................................................... 5
2.4 Perbedaan toksikologi dan ekotoksikologi ............................................................. 5
2.5 Klasifikasi bahan toksik .......................................................................................... 7
2.5.1 Klasifikasi berdasarkan sumber (Asal Bahan) ............................................ 7
2.5.2 Klasifikasi berdasarkan wujud .................................................................... 7
2.5.3 Klasifikasi berdasarkan sifat kimia-fisika ................................................... 7
2.5.4 Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemaran ..................................... 7
2.5.5 Klasifikasi berdasarkan efek kesehatan ...................................................... 7
2.5.6 Klasifikasi berdasarkan kerusakan/organ target ......................................... 8
2.5.7 Klasifikasi berdasarkan indeks lethal dosis ................................................ 8
2.6 Jenis-jenis toksikologi dan ekotoksikologi ............................................................. 9
2.6.1 Toksikologi Deskriptif ................................................................................ 9
2.6.2 Toksikologi Mekanistik .............................................................................. 9
2.6.3 Toksikologi Regulatif ................................................................................. 9
2.6.4 Toksikologi Forensik .................................................................................. 9
2.6.5 Toksikologi Klinik ...................................................................................... 10
2.6.6 Toksikologi Kerja ....................................................................................... 10
2.6.7 Toksikologi Lingkungan ............................................................................. 10
2.6.8 Ekotoksikologi ............................................................................................ 10
2.6.9 Toksikologi Eksperimental ......................................................................... 10
2.7 Parameter bahan toksik ........................................................................................... 10
2.8 Disiplin ilmu terkait toksikologi dan ekotoksikologi.............................................. 11
2.9 Hubungan toksikologi dan ekotoksikologi dengan kesehatan ................................ 12
2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi toksikologi dan ekotoksikologi ....................... 19
BAB III PENUTUP ............................................................................................................ 25
3.1 Kesimpulan ............................................................................................................. 25
3.2 Saran ....................................................................................................................... 25
DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................... 26

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Sejak perkembangan peradaban manusia dalam mencari makanan, tentu telah
mencoba beragam bahan baik botani, nabati, maupun dari mineral. Melalui pengalamannya
ini ia mengenal makanan, yang aman dan berbahaya. Dalam kontek ini kata makanan
dikonotasikan ke dalam bahan yang aman bagi tubuhnya jika disantap, bermanfaat serta
diperlukan oleh tubuh agar dapat hidup atau menjalankan fungsinya. Sedangkan kata racun
merupakan istilah yang digunakan untuk menjelaskan dan menggambarkan berbagai bahan
“zat kimia” yang dengan jelas berbahaya bagi badan. (Kemenkes, 2017)
Semua zat beracun ataupun metabolitnya tentu akan kembali memasuki
lingkungan, sehingga kualitas lingkungan akhirnya bertambah buruk dengan terdapatnya
berbagai racun. Dapat dipahami bahwa, baik racun maupun kontaminan lingkungan
dengan zat berbahaya bukanlah hal yang baru. Sejak beberapa puluh tahun yang lalu,
duniapun sudah sepakat bekerja sama untuk membuat lingkungan menjadi tempat yang
tidak berbahaya untuk dihuni. (Kemenkes, 2017). Oleh karena itu kemudian para ahli
membahas mengenai racun ini secara lebih mendalam melalui ilmu toksikologi dimana
ilmu ini kemudian dapat memberikan informasi mengenai kapan sebuah bahan kimia
tersebut dikatakan sebagai racun dan kapan bahan kimia tersebut dapat digunakana sesuai
dengan kebutuhan manusia. (Cakra & Faradiba, 2016)
Toksikologi adalah studi mengenai efek-efek yang tidak diinginkan (adverse
effects) dari zat-zat kimia terhadap organisme hidup. Gabungan antara berbagai efek
potensial yang merugikan serta terdapatnya beraneka ragam bahan kimia di lingkungan
kita membuat toksikologi sebagai ilmu yang sangat luas (Kusnoputranto, 1996) dalam
(Kemenkes, 2017). Segala aktivitas baik domestik maupun industri selalu terkait dengan
penggunaan bahan kimia berbahaya. Dengan adanya perkembangan bahan-bahan yang
bersifat toksik yang digunakan secara luas dikalangan domestik dan industri pada saat ini,
pengetahuan tentang ilmu toksikologi juga dituntut untuk lebih berkembang, bukan hanya
dalam pemanfaatnnya namun juga mencegah efek bahayanya. (Kemenkes, 2017)
Selanjutnya juga dinyatakan bahwa toksikologi lingkungan umumnya merupakan
suatu studi tentang efek dari polutan terhadap lingkungan hidup serta bagaimana hal ini

1
dapat mempengaruhi ekosistem. Dengan demikian pembahasan mengenai toksikologi
lingkungan merupakan bahasan yang sangat kompleks (Kemenkes, 2017). Oleh karena itu
pada makalah ini akan dijelaskan lebih lanjut mengenai pengertian lebih lanjut tentang
toksikologi lingkungan.

1.2 Rumusan Masalah


1. Apa pengertian dari toksikologi dan ekotoksikologi?
2. Bagaimana terminologi toksikologi dan ekotoksikologi?
3. Bagaimana esensi toksikologi dan ekotoksikologi?
4. Apa perbedaan toksikologi dan ekotoksikologi?
5. Bagaimana pengklasifikasian toksikologi?
6. Apa saja jenis-jenis toksikologi?
7. Apa saja parameter bahan toksik?
8. Apa saja disiplin ilmu yang terkait dengan toksikologi?
9. Bagaimana hubungan toksikologi dan ekotoksikologi dengan kesehatan?
10. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi toksikologi dan ekotoksikologi?

1.3 Tujuan
1 Untuk mengetahui pengertian dari toksikologi dan ekotoksikologi?
2 Untuk mengetahui terminologi toksikologi dan ekotoksikologi?
3 Untuk mengetahui esensi toksikologi dan ekotoksikologi?
4 Untuk mengetahui perbedaan toksikologi dan ekotoksikologi?
5 Untuk mengetahui pengklasifikasian toksikologi?
6 Untuk mengetahui jenis-jenis toksikologi?
7 Untuk mengetahui parameter bahan toksik?
8 Untuk mengetahui disiplin ilmu yang terkait dengan toksikologi?
9 Untuk mengetahui hubungan toksikologi dan ekotoksikologi dengan kesehatan?
10 Untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi toksikologi dan ekotoksikologi?

2
BAB II
PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Toksikologi dan Ekotoksikologi
a. Definisi Toksikologi dan Racun
Berbagai definisi mengenai toksikologi telah dimajukan oleh para ahli dari berbagai
bidang ilmu, seperti dalam bidang kimia membuat definisi toksikologi adalah ilmu yang
bersangkutan dengan efek-efek dan mekanisme kerja yang merugikan dari agent kimia
pada binatang dan manusia. Sedangkan dalam bidang farmakologi mendefinisikan bahwa
toksikologi merupakan cabang farmakologi yang berhubungan dengan efek samping zat
kimia didalam sistem biologik (Mansyur, 2003).
Sedangkan menurut beberapa ahli, istilah toksikologi awalnya berasal dari bahasa
latin yaitu “toxon” yang artinya racun, sedangkan ilmu pengetahuan dikenal dengan kata
“logos”. Kombinasi arti ini terbitlah bidang ilmu yang diketahui umum
sebagai toksikologi, dan dalam bahasa inggris disebut toxicology. Secara etimologi,
toksikologi terbagi dari dua kata diatas dan didefinisikan sebagai ilmu tentang racun.
Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang mempelajari efek-efek merugikan dari
suatu zat (Nelwan, 2010). Sedangkan menurut Rand, GM and Petrocelli, S.R (1985)
toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang efek negatif atau efek racun dari bahan
kimia dan material lain hasil kegiatan manusia terhadap organisme termasuk bagaimana
bahan tersebut masuk kedalam organisme (Rand, 1985). Sedangkan menurut McGraw
Hill (1984) toksikologi adalah ilmu yang mempelajari racun, berikut asal, efek, deteksi
dan metode pengolahannya (Hill, 1984).
Sementara Racun sendiri mempunyai dua pengertian, racun adalah setiap bahan/zat
yang dalam jumlah tertentu bila masuk ke dalam tubuh akan menimbulkan reaksi kimia
yang menyebabkan penyakit dan kematian, namun menurut pengertian yang dianut
sekarang racun adalah suatu zat yang bekerja pada tubuh secara kimia dan fisiologis yang
dalam dosis toksik selalu menyebabkan gangguan fungsi dan mengakibatkan penyakit
dan kematian (Wahyuni, 2016).
Berdasarkan definisi di atas dapat disimpulkan bahwa toksikologi adalah ilmu
yang mempelajari tentang interaksi antara substansi-substansi atau bahan yang
berpotensial toksik(racun) dan mekanisme biologis pada organisme, yang dapat

3
menghasilkan efek berbahaya berupa luka ataupun kematian sebagai hasil dari interaksi
tersebut (Wahyuni, 2016).

b. Definisi Ekotoksikologi
Ekotoksologi adalah Ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik pada mahluk
hidup, khususnya populasi dan komunitas termasuk ekosistem, termasuk jalan masuknya
agen dan interaksi dengan lingkungan (Butler, 1978). Menurut Cassaret (2008)
toksikologi lingkungan adalah ilmu yang mempelajari racun kimia dan fisik yang
dihasilkan dan menimbulkan pencemaran lingkungan (Casarett, 2008), sedangkan
menurut Boudou dan Ribeyre (1989) ekotoksikologi adalah ilmu yang mengkaji
perubahan-perubahan ekosistem yang mengalami gangguan jangka panjang atau pendek
(Bodou & Ribeyre, 1989). Menurut Idris (2013) ekotoksikologi merupakan sebuah
cabang ilmu dari toksikologi, yaitu bidang ilmu yang mempelajari mengenai racun yang
ada di lingkungan (Idris, 2013).
Jadi, berdasarkan beberapa definisi ekotoksikologi diatas dapat disimpulkan bahwa
ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai racun yang ada di dalam
lingkungan ekosistem, dengan demikian ekotoksikologi merupakan bagian dari
toksikologi lingkungan.

2.2 Terminologi toksikologi dan ekotoksikologi


Istilah Toksikologi awalnya berasal dari bahasa latin yaitu “toxon” yang artinya
racun, sedangkan ilmu pengetahuan dikenal dengan kata “logos”. Kombinasi arti ini terbitlah
bidang ilmu yang diketahui umum sebagai Toksikologi, dan dalam bahasa inggris
disebut Toxicology. Secara etimology Toksikologi terbagi dari dua kata diatas dan
didefinisikan sebagai ilmu tentang racun. Toksikologi juga didefinisikan sebagai ilmu yang
mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat. (Nelwan, 2010.)
Sedangkan terminologi ekotoksikologi berasal dari dua kata yaitu eko dan
toksikologi. Eko artinya lingkungan dan toksikologi (Toxicology) artinya ilmu yang
mempelajari tentang racun-racun yang ada di lingkungan. Toksikologi berasal dari kata
toksik atau toksis yang artinya racun, toksikan adalah bahan-bahan beracun itu sendiri. Jadi,
pengertian ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang efek-efek kontaminan

4
lingkungan terhadap ekosistem, dan unsur-unsur pokok yang ada di ekosistem. (Nelwan,
2010.)

2.3 Esensi toksikologi dan ekotoksikologi


Berdasarkan uraian-uraian sebelumnya dapat disimpulkan bahwa inti dari
toksikologi adalah ilmu tentang aksi berbahaya zat kimia atas haringan biologi. Definisi ini
mengandung makna bahwa di dalam tubuh, dalam kondisi tertentu, zat kimia dapat
berinteraksi dengan jaringan tubuh, sehingga mengakibatkan timbulnya efek berbahaya atau
toksik dengan wujud dan sifat tertentu. Dengan memahami bagaimana mekanisme efek
toksik suatu zat kimia, kita dapat mempertimbangkan batas keamanan zat kimia agar tidak
memberi efek toksik pada manusia (Sulistyowati, 2008).
Ekotoksikologi merupakan ilmu yang memelajari tentang kandungan racun pada
lingkungan yang memengaruhi kondisi ekosistem. Pokok bahasan ini perlu dipelajari
mengingat pentingnya menjaga kualitas lingkungan sekitar kita dan juga menjaga
keseimbangan ekosistem.

2.4 Perbedaan toksikologi dan ekotoksikologi

Gambar 1. Perbedaan Toksikologi dan Ekotoksikologi

5
Toksikologi
Seperti dijelaskan sebelumnya, toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang interaksi
antara substansi-substansi atau bahan yang berpotensial toksik (racun) dan mekanisme biologis
pada organisme, yang dapat memberikan efek berbahaya berupa luka ataupun kematian sebagai
hasil dari interaksi tersebut (Wahyuni, 2016).
Pada gambar toksikologi di atas lebih memperhatikan kesejahteraan manusianya, beberapa
spesies dipelajari dan dibandingkan lintas spesies untuk manusia. Di toksikologi, manusia menjadi
pemeran utamanya, dimana beberapa spesies akan mempengaruhi manusia tersebut. Contohnya di
sini adalah tikus, seperti Rattus norvegius berkenhout (Tikus got, tikus coklat, tikus rumah besar
atau tikus laboratorium), tikus ladang seperti Mus musculus linnaeus (mencit/tikus kecil) yang
dapat berdampak bagi kesehatan manusia seperti menyebabkan leptosirosis, pes, Salmonella
Enterica Serovar Typhimurium, Hantavirus Pulmonary Syndrome (HPS), dan Rat Bite Fever
(RBF). Selain tikus, ada tunas ragi seperti Saccharomyces cerevisiae (ragi roti), Meyer ex EC
Hangon yang dapat memberikan dampak bagi kesehatan manusia bila digunakan berlebihan
seperti kepala pusing, mulas, diare, asam lambung naik, dan menyebabkan keguguran bagi ibu
hamil.

Ekotoksologi
Seperti dijelaskan sebelumnya, ekotoksikologi adalah ilmu yang mempelajari mengenai
racun yang ada di dalam lingkungan ekosistem, dengan demikian ekotoksikologi merupakan
bagian dari toksikologi lingkungan. Perhatian lebih ditujukan terhadap kesehatan ekosistem:
beberapa spesies dipelajari untuk mewakili tingkat topik yang berbeda, perbandingan lintas spesies
dibuat dengan segudang spesies yang berbeda.
Seperti gambar di atas, digambarkan ekosistem perairan yaitu produsen utamanya adalah
algae, seperti Selenastrum capricomutium, Printz, lalu konsumen primer adalah Daphnids dan
mysids, seperti Daphnia magna, Straus. Konsumen sekunder adalah ikan kecil seperti Pimephales
promelas, Rafinesque. Terakhir adalah predator puncak adalah ikan besar seperti Oncorhynchus
mykiss, Walbaum.
Jadi, apabila dalam anggota ekosistem di atas hilang atau beracun sehingga menghilangkan
predator lainnya, akan dipastikan ekosistem rusak atau tidak berjalan lancar semestinya.

6
2.5 Klasifikasi bahan toksik
Bahan toksik dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber, wujud,
a. Klasifikasi berdasarkan sumber (Asal Bahan)
1) Sumber alamiah/buatan : membedakan racun asli yang berasal dari fauna dan flora,
dan kontaminasi organisme.
2) Sumber berbentuk titik dan area yang bergerak.
3) Sumber domestik, komersial dan industri. (Yuli Hr, 2012)
b. Klasifikasi berdasarkan wujud
Klasifikasi atas dasar wujud sangat bermanfaat dalam memahami efek yang
mungkin terjadi serta pengendaliannya. Wujud pencemar dapat bersifat padat, cair, dan
gas. Gas dapat berdifusi,sehingga menyebar lebih cepat dari pada cairan dan zat padat. Gas
dan padatan yang sangat halus akan cepat menimbulkan efek, dan apabila konsentrasi
masyarakat di tempat tersebut padat, maka efeknya sangat drastis. (Yuli Hr, 2012)
c. Klasifikasi berdasarkan sifat kimia-fisika
Klasifikasi ini sering digunakan untuk bahan beracun (B3), dan pengelompokan
xenobiotik tersebut adalah:
1) Korosif
2) Radioaktif
3) Evaporatif
4) Eksplosif
5) Reaktif . (Yuli Hr, 2012)
d. Klasifikasi berdasarkan terbentuknya pencemaran/xenobiotik
Pencemar yang terbentuk dan keluar dari sumber disebut pencemar primer,
tertransformasi pertama di lingkungan menjadi pencemar sekunder kemudian menjadi
pencemar tersier, dan seterusnya. Klasifikasi ini menjadi penting jika kita melakukan
pengukuran ataupun pemantauan pencemaran. Lokasi, jarak, dari sumber, dan sifat
reaktifitasnya dengan zat di lingkungan akan menentukan terjadinya perubahan sifat kimia
pencemar yang terntu bersifat berbeda dari sifat primer. (Yuli Hr, 2012)
e. Klasifikasi berdasarkan efek kesehatan
Mengelompokkan pencemar sebagai penyebab gejala yaitu:
1) Fibrosis atau terbentuknya jaringan ikat secara berlebih

7
2) Granuloma atau didapatnya jaringan radang yang kronis
3) Demamatau temperatur badan melebihi normal
4) Asfiksia atau keadaankekurangan oksigen
5) Alergi atau sensitivitas yang berlebih
6) Kanker atau tumor ganas
7) Mutan adalah generasi yang secaragenetik berbeda dari induknya
8) Cacat bawaan akibat teratogen
9) Keracunan sistemik, yakni keracunan yang menyerangseluruh anggota tubuh.
(Yuli Hr, 2012)
f. Klasifikasi berdasarkan kerusakan/organ target
Racun dapat dikelompokkan atas dasar organ yang diserangnya yaitu :
1) Hepatotoksik atau beracun bagi hepar/hati.
2) Nefrotoksik atauberacun bagi nefron/ginjal.
3) Neurotoksik atau beracun bagineuron/saraf.
4) Hermatotoksik atau beracun bagi darah/sistempembentukan sel darah dan,
5) Pneumotoksik atau beracun bagipneumon/paru-paru.

g. Klasifikasi berdasarkan indeks lethal dosis dan lethal concentration


Dosis-respon dinyatakan dengan suatu indek Lethal Dosis(LD50) dan Lethal
Concentration (LC50). LD50 adalah dosis tunggal dari suatu zat yang secara statistik
diharapkan dapat menyebabkan kematian sebanyak 50% dari binatang percobaan selama
14 haripaparan. Sebagai contoh LD50 dari Acrylamid adalah 124 ppm,artinya pada
konsentrasi 124 ppm 50% dari binatang percobaan matiselama masa percobaan 14 hari.
Pada keracunan akut, berdasarkan LD50 atau LC50 dan cara masuknya bahan beracun ke
dalam tubuh klasifikasi ditunjukkan pada Tabel 2.1

8
Catatan : Suatu zat beracun dengan LD50 lebih kecil menunjukkan zat tersebut relative
lebih beracun, demikian pula sebaliknya.Pada bahan kimia yang bersifat karsinogen
terdapat kategori sebagaiberikut :
 A-1 : terbukti karsinogen pada manusia
 A–2 : diperkirakan karsinogen pada manusia
 A–3 : karsinogen terhadap binatang
 A–4 : tidak diklasifikasikan karsinogen pada manusia
 A–5 : tidak diklasifikasikan karsinogen pada manusia. (Yuli Hr, 2012)

2.6 Jenis-jenis toksikologi dan ekotoksikologi


1. Toksikologi Deskriptif
Melakukan uji toksisitas untuk mendapat informasi yang digunakan untuk mengevaluasi
resiko yang timbul oleh bahan kimia terhadap manusia dan lingkungan.
2. Toksikologi Mekanistik
Menentukan bagaimana zat kimia menimbulkan efek yang merugikan pada organisme
hidup
3. Toksikologi Regulatif
Menentukan apakah suatu obat mempunyai resiko yang rendah untuk dipakai sebagai
tujuan terapi
4. Toksikologi Forensik
Mempelajari aspek hukum kedokteran akibat penggunaan bahan kimia berbahaya dan
membantu menegakkan diagnosa pada pemeriksaan postmortem

9
5. Toksikologi Klinik
Mempelajari gangguan yang disebabkan substansi toksik, merawat penderita yang
keracunan dan menemukan cara baru dalam penanggulangannya
6. Toksikologi Kerja
Mempelajari bahan kimia pada tempat kerja yang membahayakan pekerja dalam
proses pembuatan, transportasi, penyimpanan maupun penggunaannya
7. Toksikologi Lingkungan
Mempelajari dampak zat kimia yang berpotensi merugikan sebagai polutan lingkungan
8. Ekotoksikologi
Mempelajari efek toksik zat kimia terhadap populasi masyarakat
9. Toksikologi Ekperimental
Pemakaian obat secara kronik (anti hipertensi, obat TBC, kontrasepsi), harus disertai
datakarsinogenik dan teratogenik dari obat tersebutPemakaian obat dalam waktu
pendek (obat cacing), harus memenuhi sarat toksisitas akut. (Rachmawati, 2013)

2.7 Parameter bahan toksik


Taraf toksisitas dapat dinyatakan dengan angka 1-6 ataupun berbeda-beda tergantung
literature yang digunakan (Sax, 1957 dan Ottoboni dl. Ruchirawat, 1996), seperti tampak
pada Tabel 1.2 (Soemerat, 2003)
Tabel 1.2. Taraf Toksisitas
Taraf LD 50 (mg/kg BB), BB= 70kg LD 50 (mg/kg BB) 10kg anak
6 = supertoksik < 5, terasa, < 7 tetes < 1 tetes
5 = extremely toxic 5-50, 7 tetes – ¾ sendok the 1 tetes- 1/8 s.teh
4 = sangat toksik 50-500, ¾ sendok the-3 s.teh 1/8 s.teh – 1 s.teh
3 = moderately toxic 500-5000, 3-30 s.teh 1 s.teh – 4 s.makan
2 = slightly toxic 5-15 gr, >30 s.teh (1 lb) >4 s.makan
1 = practically non toxic >15 gr, > 1 qt
Sumber : Sax, 1957, Ottoboni, 196.
Taraf toksisitas ini dapat digunakan untuk menilai taraf toksisitas suatu racun yang
sedang diuji coba pada berbagai organisme. Tetapi toksisitas ini sangat beragam bagi
berbagai organisme, tergantung dari berbagai faktor yang antara lain sebagai berikut :

10
1) Spesies uji,
2) Cara racun memasuki tubuh/potal entri,
3) Frekuensi dan lamanya paparan,
4) Konsentrasi zat pemapar,
5) Bentuk, sifat kimia/fisika zat pencemar, dan
6) Kerentanan berbagai spesies terhadap pencemar.
Semuanya turut menentukan efek yang akan terjadi. (Soemerat, 2003)

2.8 Disiplin ilmu terkait toksikologi dan ekotoksikologi


Dalam memelajari toksikologi dan ekotoksikologi didukung oleh beberapa disiplin
ilmu yang saling mendukung. Berikut adalah multidisplin yang terkait dengan toksikologi
menurut Mansyur (2003)

Multidisiplin ilmu pada toksikologi


Sumber : (Mansyur, 2003)
Toksikologi modern merupakan bidang yang didasari oleh multidisplin ilmu, ia
dengan dapat dengan bebas meminjam bebarapa ilmu dasar, guna mempelajari interaksi
antara tokson dan mekanisme biologi yang ditimbulkan. Ilmu toksikologi ditunjang oleh
berbagai ilmu dasar, seperti kimia, biologi, fisika, matematika. Kimia analisis dibutuhkan
untuk mengetahui jumlah tokson yang melakukan ikatan dengan reseptor sehingga dapat
memberikan efek toksik. (Wirasuta, 2006)

11
Bidang ilmu biokimia diperlukan guna mengetahui informasi penyimpangan reaksi
kimia pada organisme yang diakibatkan oleh xenobiotika. Perubahan biologis yang
diakibatkan oleh xenobiotika dapat diungkap melalui bantuan ilmu patologi, immonologi,
dan fisiologi. Untuk mengetahui efek berbahaya dari suatu zat kimia pada suatu sel, jaringan
atau organisme memerlukan dukungan ilmu patologi, yaitu dalam menunjukkan wujud
perubahan / penyimpangan kasar, mikroskopi, atau penyimpangan submikroskopi dari
normalnya. (Wirasuta, 2006)
Perubahan biologi akibat paparan tokson dapat termanisfestasi dalam bentuk
perubahan sistem kekebakan (immun) tubuh, untuk itu diperlukan bidang ilmu immunologi
guna lebih dalam mengungkap efek toksik pada sistem kekebalan organisme. Mengadopsi
konsep dasar yang dikemukakan oleh Paracelcius, manusia menggolongkan efek yang
ditimbulkan oleh tokson menjadi konsentrasi batas minimum memberikan efek, daerah
konsentrasi dimana memberikan efek yang menguntungkan (efek terapeutik , lebih dikenal
dengan efek farmakologi), batas konsentrasi dimana sudah memberikan efek berbahaya
(konsetrasi toksik), dan konstrasi tertinggi yang dapat menimbulkan efek kematian.
(Wirasuta, 2006)
Agar dapat menetapkan batasan konsentrasi ini toksikologi memerlukan dukungan
ilmu kimia analisis, biokimia, maupun kimia instrumentasi, serta hubungannya dengan
biologi. Ilmu statistik sangat diperlukan oleh toksikologi dalam mengolah baik data kualitatif
maupun data kuantitatif yang nantinya dapat dijadikan sebagai besaran ekspresi parameter-
parameter angka yang mewakili populasi (Wirasuta, 2006).
Bidang yang paling berkaitan dengan toksikologi adalah farmakologi, karena ahli
farmakologi harus memahami tidak hanya efek bermanfaat zat kimia, tetapi juga efek
berbahayanya yang mungkin diterapkan pada penggunaan terapi. Farmakologi pada
umumnya menelaah efek toksik, mekanisme kerja toksik, hubungan dosis respon, dari suatu
tokson. (Wirasuta, 2006)

2.9 Hubungan toksikologi dan ekotoksikologi dengan kesehatan


Dalam kaitan dengan kesehatan toksikologi membahas pengaruh racun pada tubuh
manusia. Toksikologi merupakan ilmu yang disusun berdasarkan dari berbagai ilmu antara
lain ilmu kimia, biokimia, fisik, biologi, fisiologi, farmakologi, patologi dan kesehatan

12
masyarakat. Dalam perkembangan selanjutnya Toksikologi terbagi menjadi banyak cabang
(subdisiplin) ilmu yang mempelajari racun dengan tekanan bahasan pada aspek tertentu.
Toksikologi klinik (Clinical Toxicology) membahas racun dan keracunan dengan tekanan
pada aspek medikolegal sementara aspek lingkungan racun (pencemaran udara, air dan
tanah, serta residu racun dalam rantai makanan) dibahas dalam Toksikologi Lingkungan
(Environmental Toxicology). Racun dalam kaitannya dengan aspek pertahanan dan
keamanan negara dibahas lebih rinci di dalam Toksikologi Perang (Warfare Toxicology).
Toksikologi Medical (Medical Toxicology) membahas racun dari aspek cara kerja dan
efeknya pada tubuh, diagnosis, preventif dan terapi keracunan.
Toksikologi merupakan suatu cabang ilmu yang mempelajari tentang racun. Dan
racun dapat didefinisikan sebagai zat yang dapat menyebabkan efek yang berbahaya bagi
makhluk hidup, racun merupakan zat yang bekerja di dalam tubuh secara kimiawi dan
fisiologis yang dalam dosis toksik akan menyebabkan gangguan kesehatan atau
mengakibatkan kematian. Sifat bahan kimia dari racun apabila masuk ke jaringan tubuh
manusia akan mampu merusak sel darah merah dan sistem saraf. Mengikuti postulat
Paracelsus, suatu zat dikatakan beracun atau tidak bergantung pada seberapa banyak bahan
atau zat tersebut. Sehingga di dalam toksikologi industri yang penting adalah menyatakan
seberapa banyaknya sebagai taksiran beracun tidaknya suatu zat tertentu. Toksikologi juga
mencakup studi mengenai efek-efek berbahaya yang disebabkan oleh fenomena fisik
(Hodgson, 2004: 3).
Mekanisme aksi toksik racun dapat digolongkan menjadi tiga, yakni:
1. Mekanisme berdasarkan sifat dan tempat kejadian.
Berdasarkan sifat dan tempat kejadiannya, mekanisme aksi toksik dibedakan
menjadi mekanisme luka intrasel dan mekanisme luka ekstrasel. Mekanisme luka
intrasel meliputi membran, protein, dan pasokan energi, sedangkan mekanisme luka
ekstrasel meliputi pasokan oksigen, pasokan zat hara, cairan, mekanisme pengaturan,
sistem syaraf, dan sistem imun.
2. Berdasarkan sifat antaraksi antara racun dan tempat aksinya.
Berdasarkan sifat antaraksinya, mekanisme luka dibedakan menjadi reversible
(terbalikkan) dan irreversible (tak terbalikkan).
Ciri khas sifat efek toksik yang reversible adalah:

13
1) Jika kadar zat beracun pada tempat aksi atau reseptornya telah habis, maka reseptor
atau tempat aksi tersebut akan kembali ke keadaan semula.
2) Efek toksik yang ditimbulkan akan cepat kembali normal.
3) Toksisitas racun bergantung pada dosis serta kecepatan absorbsi, distribusi, dan
eliminasi zat beracun.
Ciri khas dari efek toksik yang bersifat irreversible atau tak terbalikkan adalah:
1) Kerusakan bersifat menetap (permanen).
2) Pemberian berikutnya akan menimbulkan kerusakan yang sama sehingga
memungkinkan terjadinya akumulasi efek toksik.
3) Pemberian dosis kecil sama efektif dengan yang ditimbulkan oleh pemberian dosis
besar dalam jangka waktu pendek.

3. Berdasarkan risiko penumpukan racun dalam gudang penyimpanan tubuh. Berdasarkan


resiko penumpukan senyawa-senyawa sangat lipofil dan sulit dimetabolisme, di dalam
tubuh cenderung akan disimpan di dalam gudang penyimpanan yaitu kompartemen
lemak. Efek toksik akan timbul apabila secara perlahan racun-racun dalam gudang
tersebut dilepaskan menuju sirkulasi darah sehingga kadarnya meningkat hingga
melebihi KTM. Hal inilah yang dianggap sebagai risiko penumpukan (Donatus, 2001).

Wujud efek toksik pada racun merupakan perubahan biokimia, fungsional, dan struktural.
1. Jenis efek toksik berdasarkan perubahan biokimia berkaitan dengan respon dan
perubahan biokimia terhadap luka sel akibat antaraksi antara racun dan tempat aksi
yang terbalikkan (Donatus, 2001). Contoh dari perubahan biokimia ini antara lain
penghambatan respirasi selular, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, serta
gangguan pasokan energi (Priyanto, 2009).
2. Jenis efek toksik berdasarkan perubahan fungsional berkaitan dengan antaraksi racun
yang tak terbalikkan dengan reseptor atau tempat aktif enzim, sehingga mempengaruhi
fungsi homeostatis tertentu (Donatus, 2001). Respon perubahan fungsional ini antara
lain berupa anoreksia, gangguan pernafasan, gangguan system syaraf pusat, hiper atau
hipotensi, hiper atau hipoglikemi, perubahan keseimbangan cairan dan elektrolit, dan
hipo atau hipertermi, dan perubahan kontraksi dan relaksasi otot (Priyanto, 2009).

14
3. Jenis efek toksik berdasarkan perubahan struktural diantaranya perlemakan, nekrosis,
karsinogenesis, mutagenesis, dan teratogenesis (Donatus, 2001). Sifat efek toksik racun
dapat dibagi menjadi dua, yaitu terbalikkan dan tidak terbalikkan. Efek toksik yang
terbalikkan adalah apabila kadar racun yang ada dalam tempat aksi atau reseptor
tertentu telah habis maka reseptor akan kembali kepada keadaan semula, sedangkan
efek toksik yang tak terbalikkan adalah apabila kerusakan yang terjadi sifatnya
menetap, pemejanan berikutnya akan menimbulkan kerusakan yang sifatnya sama
sehingga menimbulkan terjadinya penumpukan efek toksik sehingga efek yang
ditimbulkan antara pemejanan dengan takaran kecil jangka panjang sebanding dengan
pemejanan dosis besar jangka pendek. Zat atau racun yang dapat menimbulkan efek
toksik tak terbalikkan adalah zat racun yang terakumulasi atau sangat sulit dieliminasi
(Priyanto, 2009).

Dalam perkembangan beradaban modern, masyarakat menuntut perbaikan kondisi


kesehatan dan kehidupan, diantaranya makanan bergizi, mutu kesehatan yang tinggi,
pakaian, dan sportasi. Untuk memenuhi tujuan ini, berbagai jenis bahan kimia harus
diproduksi dan digunakan, banyak diantaranya dalam jumlah besar. Diperkirakan beribu-
ribu bahan kimia telah diproduksi secara komersial baik di negara-negara industri maupun
di negara berkembang. Melalui berbagai cara bahan kimia ini kontak dengan penduduk, dari
terlibatnya manusia pada proses produksi, distribusi ke konsumen, hingga terakhir pada
tingkat pemakai (Lu, 1995).
Meningkatnya jumlah penduduk dunia menuntut, salah satunya meningkatnya jumlah
produksi pangan. Dalam hal ini diperlukan bahan kimia, seperti pupuk, pestisida, dan
rebisida. Tidak jarang pemakaian pestisida yang tidak sesuai dengan atuaran, atau berlebih
justru memberi beban pencemaran terhadap lingkungan, perubahan ekosistem, karena
pembasmian pada salah satu insteksida akan berefek pada rantai makanan dari organisme
tersebut, sehingga dapat juga mengakibatkan berkurangnya atau bahkan musnahnya predator
insek tersebut. Pemakaian pestisida, telah ditengarai mengakibatkan mutasi genetika dari
insektisida tersebut, sehingga pada akhirnya melahirkan mutan insek yang justru resisten
terhadap pestisida jenis tertentu. Pemakaian pestisida yang tidak benar juga merupakan salah
satu penginduksi toksisitas kronik (menahun). Petani berkeinginan mendapatkan keuntungan

15
yang tinggi dari hasil pertaniannya, tidak jarang penyemprotan pestisida berlebih justru
dilakukan pada produk pertanian satu-dua hari sebelum panen, dengan tujuan buah atau daun
sayuran tidak termakan insek sebelum panen, dengan jalan demikian akan diperoleh buah
atau sayuran yang ranun, tidak termakan oleh insek. Namun tindakan ini justru
membahayakan konsumen, karena pestisida kemungkinan dapat terakumulasi secara
perlahan di dalam tubuh konsumen, melalui konsumsi buah atau sayuran yang sebelumnya
diberikan pestisida sebelum panen (Wrasuta dan Niruri, 2007).
Contoh kasus keracunan masif akut dan keracunan kronis, yang diakibatkan oleh
pencemaran lingkungan akibat proses produksi.
1. Pada tahun 1930 di Detroit, Mich. kontaminasi ginger jake oleh Tri-o-kresil,
mengakibatkan neurotoksis, telah mengakibatkan keracunan syaraf pada 16 ribu
penduduk (Wrasuta dan Niruri, 2007).
2. Di London, pada tahun 1952, terjadi peningkatan jumlah kematian penduduk akibat
penyakit jantung dan paru-paru. Hal ini disebabkan oleh kontaminasi udara oleh
belerang dioksida dan partikel tersuspensi, yang merupakan limbah buangan pabrik di
Ingris pada saat itu (McDermott et al. 2013).
3. Penyakit Minamata di Jepang pada tahun 1950an diakibatkan karena pembuangan
limbah industri yang mengandung metil merkuri ke teluk Minamata, yang
mengakibatkan ikan di teluk tersebut terkontaminasi oleh metil merkuri. Ikan
terkontaminasi ini dikonsumsi oleh penduduk disekitar teluk, mengakibatkan deposisi
(pengendapan) metil merkuri di dalam tubuh. Metil merkuri adalah senyawa toksik
yang mengakibatkan penyakit neurologik berat, salah satunya mengakibatkan kebutaan
(Wrasuta dan Niruri, 2007)
4. Pada akhir 1950-an sampai awal tahun 1960-an, di Eropa Barat terjadi kasus keracunan
yang dikenal dengan kasus Talidomid. Talidomid adalah senyawa kimia yang pertama
disintesa untuk obat menekan rasa mual dan muntah. Karena efeknya tersebut pada
waktu itu banyak diresepkan pada ibu-ibu hamil, dengan tujuan menekan mual-mutah
yang sering muncul masa trimester pertama pada kehamilan. Efek samping yang
muncul dari pemakaian ini adalah terlahir janin dengan pertumbuhan organ tubuh yang
tidak lengkap, belakangan diketahui bahwa salah satu dari bentuk rasemat Talidomid

16
ini memberikan efek menghambat tertumbuhan organ tubuh pada janin di masa
kandungan (Wrasuta dan Niruri, 2007).
5. Salah satu contoh, kasus pencemaran lingkungan di Indonesia akibat proses produksi
adalah kasus teluk Buyat. Sampai saat ini masih kontropersial didiskusikan (Wrasuta
dan Niruri, 2007).
Kejadian-kejadian di atas dan peristiwa tragis keracunan masif lainnya telah
menghasilkan program pengujian yang lebih intensif, yang telah mengungkapkan
beragamnya sifat dan sasaran efek toksik. Pada gilirannya ini menuntut lebih banyak
penelitian pada hewan, lebih banyak indikator toksisitas, persyaratan yang lebih ketat
sebelum suatu bahan kimia baru dapat dilepas pemakaiannya ke masyarakat, serta
melakukan evaluasi dan pemantauan efek toksik senyawa kimia yang telah beredar dan
dimanfaatkan oleh masyarakat. Oleh karena itu, ada kebutuhan untuk mempermudah tugas
penilaian toksikologik atas begitu banyak bahan kimia, dimana prosedur pengujian
toksisitasnya menjadi semakin komplek. Untuk memenuhi kebutuhan ini, beberapa kreteria
telah diajukan dan dipakai untuk memilih menurut prioritasnya bahan kimia yang akan diuji.
Disamping itu, “sistem penilaian berlapis” memungkinkan keputusan dibuat pada berbagai
tahap pengujian toksikologik, sehingga dapat dihindarkan penelitian yang tidak perlu.
Prosedur ini sangat berguna dalam pengujian karsinogenisitas, mutagenisitas, dan
imunotoksisitas karena besarnya biaya yang terlibat dan banyaknya sistem uji yang tersedia
(Lu, 1995).
Karena banyaknya orang yang terpejan dengan bahan-bahan kimia ini, maka kita
harus berupaya mencari pengendalian yang tepat sebelum terjadi kerusakan yang hebat.
Karena itu, bila mungkin, ahli toksikologi modern harus mencoba mengidentifikasikan
berbagai indikator pejanan dan tanda efeknya terhadap kesehatan yang dini dan reversibel.
Hal ini penting untuk menentukan ketentuan keputusan, pada saat yang tepat untuk
melindungi kesehatan masyarakat baik sebagai individu yang bekerja maupun masyasakat
yang terpejan. Pencapaian di bidang ini telah terbukti dapat membantu para mengambil
keputusan (pemerintah) yang bertanggungjawab dalam menjalankan surveilan medik yang
sesuai pada pekerja atau masyarakat yang terpejan. Contoh yang menonjol adalah
penggunaan penghambat kolinesterase sebagai indikator pejanan pestisida organofosfat dan
berbagai parameter biokimia untuk memantau pejanan timbal. Menggunakan indikator

17
biologi seperti jenis ikan tertentu untuk memantau tingkat cemaran limbah cair insdustri
sebelum dinyatakan aman untuk dilepaskan ke lingkungan. “Petanda biologik” semacam itu
dimaksudkan untuk mengukur pejanan terhadap tokson atau efeknya di samping untuk
mendeteksi kelompok masyarakat yang retan (Lu, 1995).
Kemajuan yang dicapai dalam bidang biokimia dan toksikokinetik, toksikologi
genetika, imunotoksikologi, morfologik pada tingkat subsel, serta perkembangan ilmu
biologimolekular berperan dalam memberikan pengertian yang lebih baik tentang sifat,
tempat, dan cara kerja berbagai tokson. Misalnya perkembangan bidang ilmu tersebut dapat
memberikan berbagai metode uji toksikologi secara invitro, dimana target uji langsung pada
tingkat sel, seperti uji senyawa yang mengakibatkan kerusakan sel hati “hepatotoksik” dapat
dilakukan langsung pada kultur sel hati secara invitro, atau uji tokson yang mempunyai sifat
sebagai karsinogen juga dapat dilakukan pada kultur sel normal, disini dilihat tingkat
pertumbuhan sel dan perubahan DNA “asam dioksiribonukleat” yang dialamai oleh sel
akibat pejanan tokson uji. Banyak lagi metode uji invitro yang sangat bermanfaat dalam
menunjang perkembangan ilmu toksikologi itu sendiri (Lu, 1995).
Salah satu wujud perlindungan kesehatan masyarakat, ahli toksikologi akan selalu
terlibat dalam menentukan batas pejanan yang aman atau penilaian resiko dari pejanan. Batas
pejanan yang aman mencangkup “asupan (intake)” harian yang diperbolehkan, dan “nilai
ambang batas” dari tokson yang masih dapat ditolerir, sedangkan penilaian resiko digunakan
dalam hubungan dengan efek bahan yang diketahui tidak berrabang batas atau ambang
batasnya tak dapat ditentukan. Penentuan ini merupakan penelitian menyeluruh tentang sifat
toksik, pembuktian dosis yang aman, penentuan hubungan dosis-efek dan dosis-respon, serta
penelitian toksokinetik, dan biotransformasi (Lu, 1995). Meluasnya bidang cakupan dan
makin banyaknya subdisiplin toksikologi seperti digambarkan di atas memberikan gambaran
tersendiri tentang kemajuan akhir dalam toksikologi (Lu, 1995).

Mekanisme Jalur Toksik dan Lamanya Waktu Paparan


Jalur masuk bahan kimia ke dalam tubuh berbeda menurut situasi paparan.
a) Metode kontak dengan racun melalui cara berikut:
1. Tertelan. Efeknya bisa lokal pada saluran cerna dan bisa juga sistemik.
Contoh kasus: overdosis obat, pestisida.

18
2. Topikal (melalui kulit). Efeknya iritasi lokal, tapi bisa berakibat keracunan sistemik.
Kasus ini biasanya terjadi di tempat industri.
Contoh: soda kaustik, pestida organofosfat.
3. Topikal (melalui mata). Efek spesifiknya pada mata dan bisa menyebabkan iritasi
lokal.
Contoh: asam dan basa, atropin.
4. Inhalasi. Iritasi pada saluran nafas atas dan bawah, bisa berefek pada absopsi dan
keracunan sistemik. Keracunan melalui inhalasi juga banyak terjadi di tempat-tempat
industri.
Contoh: atropin, gas klorin, CO (karbon monoksida).
5. Injeksi. Efek sistemik, iritasi lokal dan bisa menyebabkan nekrosis. Masuk ke dalam
tubuh bisa melalui intravena, intramuskular, intrakutan maupun intradermal.

b) Jangka waktu dan frekuensi paparan sebagai berikut:


1. Akut: pemaparan bahan kimia selama kurang dari 24 jam
2. Sub akut: pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 1
bulan atau kurang
3. Subkronik: pemaparan berulang terhadap suatu bahan kimia untuk jangka waktu 3
bulan
4. Kronik: pemaparan berulang terhadap bahan kimia untuk jangka waktu lebih dari 3
bulan

2.10 Faktor-faktor yang mempengaruhi toksikologi dan ekotoksikologi


Zat toksik adalah merupakan zat yang dapat menimbulkan kerja yang merusak dan
berbahaya bagi kesehatan. Zat toksik ini lebih dikenal dengan sebutan racun. Dalam
prakteknya, senyawa dikatakan sebagai racun bila resiko yang ditimbulkan relatif besar.
Ada beberapa faktor yang menentukan. Faktor – faktor tersebut akan dibahas dalam
hubungannya dengan tiga fase toksik yaitu: fase eksposisi, fase toksokinetika, dan fase
toksodinamika. (I Made Agus,2006)

19
1. Faktor Penentu Resiko pada Fase Eksposisi
a. Dosis
Pada Ernst Mutchler ”Dinamika Obat”, 1991, Penerbit ITB Bandung, disebutkan
bahwa ”Semua zat adalah racun dantidak ada zat yang bukan racun; hanya dosislah
yang membuat suatu zat bukan racun. Hal ini berarti zat yang potensial belum tentu
menyebabkan keracunan. Hampir tiap individu dapat dideteksi sejumlah tertentu zat
seperti DDT dan timbal, tetapi zat-zat tersebut tidak menimbulkan reaksi keracunan
karena dosis yang ada masih berad dibawah konsentrasi toksik. Setelah dosis berada
pada dosis toksik maka zat tersebut dapat menimbulkan kercunan.
Hal yang sebaliknya, jika zat yang digunakan dalam jumlah yang besar maka dapat
menimbulkan kerusakan atau keracunan bagi tubuh, bahkan air sekalipun. Karenanya
perlunya pengetahuan yang mendasari tentang resiko toksisitas suatu zat. Untuk
keamanan pada penggunaan zat kimia perlu ditinjau data pada:bank data toksikologik
dan data zat kimia baru sesuai dengan Technical Report no. 586 dari WHO dan -
undang-undang tentang ketentuan uji toksisitas zat kimia baru di Amerika Serikat,
sebelum diperdagangkan (Toxic Substance Control Act = TOSCA)
Dosis terutama ditentukan oleh: Konsentrasi dan lamanya ekposisi zat. Racun pada
konsentrasi yang rendah tetapi terdapat kontak yang lama dapat menimbulkan efek
Tosik yang sama dengan zat yang terpapar pada konsentrasi tinggi dengan waktu
kontak yang singkat.

b. Keadaan dan kebersihan tempat kerja dan perorangan


Hal yang penting antara lain adalah penyimpanan zat yang berbahaya seperti zat
kimia, termasuk yang digunakan dalam rumah tangga, contohnya deterjen, kosmetika,
dan obat. Zat –zat tersebut sebaiknya disimpan ditempat yang aman dan jauh dari
jangkauan anak. Karena keteledoran dalam penyimpanan sering menimbulkan
keracunan pada anak – anak.
Hal yang penting adalah pakaian yang tercemar dibersihkan secara teratur dan
ditangani secara terpisah dari pakaian atau benda yang lain.
Higiene kerja seseorang penting artinya terutama dalam hal pembatasan
pembentukan debu atau pemaparan zat kimia, meminimalkan kontak antara bahan

20
berbahaya dengan kulit, ataupun anggota tubuh yang lain. Untuk perlunya pengetahuan
dan peraturan tentang penggunaan alat-alat kerja, sarung tangan, dan lain secara benar.
Hal yag penting adalah, pengetahuan dan peraturan tersebut harus dilaksanakan dan
ditaati. Keadaan tempat kerja juga mempengaruhi terjadinya ekposisi racun antara lain:
ada atau tidaknya ventilasi ruangan; filter pada alat yang menghasilkan debu.
Apabila ruangan tertutup rapat dan tidak terdapat ventilasi, maka tidak ada
pergantian udara dalam ruangat tersebut. Bila dalam ruangan terpapar oleh zat beracun
misalnya gas H2 S, maka konsentrasi H2S akan semakin tinggi dengan bertambahnya
waktu, karena gas H2S terkepung dalam ruangan dan tidak ada jalan untuk keluar,
misalnya ventilasi. Apabila terdapat makhluk hidup pada ruangan tersebut misalnya
manusia maka dapat berakibat fatal (kelumpuhan atau bahkan kematian).
Sedangkan apabila manusia menghirup debu yang terus menerus maka dapat
menyebabkan berbagai hal antara lain alergi, atau Infeksi Saluran Pernapasan. Untuk
menghindari hal tersebut perlu dilakukan suatu tindakan untuk meminimalkan debu,
antara lain dengan pemasangan fliter pada alat yang menghasilkan debu atau
penggunaan masker penutup hidung.
c. Keadaan Fungsi Organ yang Kontak
Keaadaan fungsi organ yang kontak dengan zat toksik akan mempengaruhi eksposisi
zat tersebut. Contohnya pada:
1) Kulit, Absorbsi melalui kulit dipengaruhi oleh kandungan kelembaban,
peredaran darah kulit, dan keadaan setiap lapisan kulit. Apabila lapisan
permukaan kulit rusak maka fungsi kulit sebagai barier(penghambat) terhadap
zat-zat yang masuk ke tubuh menjadi berkurang . Hal ini menyebabkan zat –
zat (tidak hanya yang lipofil saja yang bisa masuk tapi juga yang hidrofil) atau
bahkan bakteri dan virus akan lebih mudah masuk.
2) Saluran pernapasan, Adanya Industrialisai, menyebabkan terjadi polusi
terhadap udara. Hal ini menyebabkan saluran pernapsan menjadi terpejan oleh
zat toksik yang berada pada udara. Kondisi saluran napas dan paru-paru yang
telah mengalami eksposisi sebelumnya dapat mempengaruhi keadaan organ
tersebut pada pajanan berikutnya atau pajanan yang lebih lama. Contoh: apabila
paru-paru telah terkena Arsen maka dapat terjadi iritasi lokal pada organ

21
tersebut, apabila pajanan terjadi lebih lama maka dapat menyebabkan kanker
paru-paru.

2. Faktor Penentu Resiko pada Fase Toksikinetika


Toksokinetika meliputi proses Absorbsi, Distribusi, Metabolisme, Eliminasi
(ADME). Faktor –faktor yang berpengaruh pada proses tersebut seperti yang dijelaskan
pada biotransformasi (bab III) juga menjadi penentu resiko terjadinya tokisisitas. Berikut
ini akan dijelaskan beberapa faktor diantaranya
a. Sifat keasaman dari suatu za (pH) dapat mempengaruhi absorbsi dari suatu zat
Zat kimia yang dapat mempengaruhi kornea mata antara lain: asam dan basa, asap,
detergen. Asam dan basa dengan mudah menembus kornea dan dapat menyebabkan
kerusakan baik kecil maupun besar (yaitu: kerusakan dangkal jaringan yang dapat
sembuh dengan mudah sampai keburaman kornea dan perforasi) . Zat asam dapat
membakar jaringan kornea karena rendahnya pH disamping karena afinitas anionnya
terhadap jaringan kornea. Awal kerja efek basa biasanya lebih lambat daripada yang
disebabkan oleh asam., meskipun ada ion basa seperti ion amonium (banyak terdapat
pada produk rumah tangga seperti detergen) yang dengan mudah menembus iris.
b. Keadaan fungsi organ yang berperan pada ekskresi dan detoksifikasi
Seperti yang dijelaskan pada biotransformasi dan ekskresi, organ yang berperan
penting adalah hati dan ginjal. Pada organ hati, zat atau xenobiotik didetoksifikasi dan
dimetabolisme membentuk produk yang mudah diekskresi di ginjal. Pada ginjal, zat
akan diekskresi bersama dengan urine. Apabila hati dan / atau ginjal menderita
kerusakan, maka akan terjadi perlambatan detoksifikasi dan ekskresi zat termasuk zat
toksik.
c. Eksposisi sebelumnya
Apabila telah terjadi eksposisi terhadap zat tertentu (misal: timbal atau insektisida)
dan terjadi akumulasi zat tersebut dalam tubuh, maka resiko terjadi toksisitas pada
kontak berikutnya akan lebih besar. Makin besar zat yang tersimpan dalam tubuh makin
besar bahaya toksisitas yang diperoleh
d. Faktor genetik dan keturunan

22
Perbedan genetik dan keturunan dapat mempengaruhi proses dalam tubuh.
Misalnya: Metabolisme Isoniazid (obat anti tuberculosis) pada orang jepang dan
eskimo berbeda dengan orang eropa timor dan mesir, yang dikaenakan proses N-
asetilasi.
Pada orang jepang dan orang eskimo , isoniazid masa kerja lebih pendek dan lebih
cepat diekskresikan dalam asetilisoniazid yang tidak aktif. Sehingga perlu pemakaian
dosis lebih besar. Sedangkan pada orang Eropa timur dan mesir, terjadi hal yang
sebalikya yaitu masa kerja lebih lambat dan lebih lambat diekskresi.

3. Faktor Penentu Resiko pada Fase Toksodinamika


a. Perbedaan Kepekaan seseorang
Faktor yang berpengaruh dalam hal ini adalah:
1) Umur, Contoh: tetrasiklin yang diberikan pada anak 1 (satu) tahun dapat
menyebabkan warna gigi menjadi coklat
2) Jenis Kelamin, Contoh : Nikotin (seperti pada rokok) dimetabolisis secara
berbeda antara laki-laki dan perempuan
3) Kehamilan, Penggunaan zat pada masa kehamilan dimana terjadi perkembahan
janin pada kandungan, dapat mempengaruhi dari kondisi perkembangan organ
yang terbentuk. Hal ini telah dijelaskan pada sub bab jenisjenis respon yaitu
pada pembahasan efek teratogenik.
4) Faktor lain, Faktor lain yang berpengaruh seperti kekurangan gizi makanan,
penggunaan obat-obatan, reaksi sensitifitas (alergi), dan kesehatan yang
menyeluruh.
b. Perbedaan karena faktor genetika dan keturunan
Perbedaan individu dalam metabolisme sejumlah zat atau obat kadang – kadang
terjadi. Hal ini menunjukkan bahwa adanya perbedaan faktor genetik dan keturunan
berpengaruh dalam hal ini.
Seperti Isoniazid dimana orang eropa timur masa kerja obat dalam tubuh lebih
panjang sehingga kemungkinan terjadinya efek samping lebih tinggi, yaitu neuritis
perifer (=peradangan pada saraf perifer). Hal ini jarang terjadi pada orang Jepang dan

23
Eskimo karena masa kerja obat lebih pendek dalam tubuh dan diekskresikan dengan
cepat.
c. Eksposisi Sebelumnya
Seperti yang telah disebutkan sebelumnya, bahwa seseorang yang mengalami
eksposisi berulang dan menyebabkan akumulasi semakin bertambah dalam tubuh akan
menyebabkan resiko bahaya yang lebih besar. Seperti nikotin pada orang yang
merokok. Untuk itu perlu dilakukan pemeriksaan kesehatan yang teratur dapat
mencegah atau meminimalkan toksisitas. Hal ini sangat penting terutama orang yang
bekerja yang bersentuhan dengan bahan kimia.

24
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
1. Toksikologi adalah ilmu yang mempelajari tentang interaksi antara substansi-substansi
atau bahan yang berpotensial toksik dan mekanisme biologis pada organisme yang
dapat menghasilkan efek berbahaya bahkan kematian. Ekotoksikologi adalah ilmu
yang mempelajari mengenai racun yang ada di ekosistem.
2. Terminologi toksikologi berasal dari kata toxon = racun dan logos = ilmu, yang berarti
ilmu yang mempelajari efek-efek merugikan dari suatu zat. Termonilogi
ekotoksikologi berasal dari kata eko = lingkungan dan toksikologi, sehingga dapat
dapat diartikan sebagai ilmu tentang efek-efek kontaminan lingkungan terhadap
ekosistem dan unsur-unsur pokok yang ada di dalam ekosistem.
3. Esensi toksikologi, toksikologi dipelajari agar kita dapat mempertimbangkan batas
keamanan zat kimia agar tidak memberi efek toksik pada manusia. Esensi
ekotoksikologi adalah menjaga keseimbangan lingkungan
4. Perbedaan toksikologi dan ekotoksikologi secara umum terdapat pada cakupannya,
cakupan toksikologi lebih luas daripada ekotoksikologi, dimana toksikologi
mempelajari kadar-kadar zat yang dapat bersifat toksik, sementara ekotoksikologi lebih
berfokus pada mempelajari toksikologi pada lingkungan, dan ekotoksikologi
merupakan bagian dari toksikologi.
5. Toksikologi dapat diklasifikasikan berdasarkan sumber (asal bahan); wujud (padat,
cair, gas); sifat kimia-fisika (korosif, radioaktif, evaporative, eksplosif, reaktif); proses
terbentuknya pencemar (primer, sekunder, tersier); efek kesehatan; kerusakan organ
dan indeks lethal dosis dan lethal concertation
6. Jenis-jenis toksikologi adalah deskriptif; mekanik; regulative; forensic; klinik; kerja;
lingkungan; ekotoksikologi; toksikologi eksperimental
7. Parameter bahan toksik menggunakan taraf toksisitas yang dinyatakan dengan angka
1-6
8. Disiplin ilmu yang mempengaruhi toksikologi adalah biologi; kimia; matematika;
farmakologi; immunologi; patologi; fisiologi dan kesehatan masyarakat
9. Hubungan toksikologi dan ekotoksikologi dengan kesehatan adalah bahan-bahan
toksik pada kadar tertentu dapat menyebabkan gangguan kesehatan pada manusia dan
hewan, dan bahkan dapat mengakibatkan kematian
10. Factor-faktor yang mempengaruhi toksikologi dan ekotoksikologi adalah factor
penentu risiko pada fase eksposisi, toksokinetika dan toksodinamika.

3.2 Saran
Toksikologi dan ekotoksikologi sangat penting untuk dipelajari karena berkaitan dengan
lingkungan sekitar kita, oleh sebab itu kami berharap adanya penelitian yang lebih banyak
lagi mengenai toksikologi zat-zat yang ada di sekitar kita untuk mencegah adanya
keracunan dan bahkan kematian.

25
DAFTAR PUSTAKA

Bodou, A., & Ribeyre, F. (1989). Aquatic ecotoxicology: fundamental concepts and
methodologies. University Of Michigan: CRC Press.
Butler, G. (1978). Prinsiple of Ecotoxicologi, . New York: John Wiley and Sons.
Cakra & Faradiba, 2016. Pengertian, Konsep, dan Tujuan Toksikologi Industri (online) diakses
dari
http://lms2.unhas.ac.id/cl1/claroline/work/user_work.php?cmd=exDownload&authId=3&
assigId=1&workId=2&cidReset=true&cidReq=339K1522. diakses pada 29 Januari 2018
Casarett, L. d. (2008). Toxicology the Basic Science of Poisons. In C. D. Klaassen. New York:
McGraw-Hill Companies, Inc.
Donatus, A.I. (2001). Toksikologi Dasar. Yogyakarta: Fakultas Biofarmasi Universitas
Gajahmada.
Gelgel Wirasuta ,I Made Agus,dkk. 2006. Toksikologi Umum. http://farmasi.unud.ac.id/ind/wp-
content/uploads/Buku-Ajar-Toksikologi-Umum.pdf. (online) diakses pada tanggal 28
Januari 2018 pukul 12.30
Harianja, Johannes Keynes. (2016, 08 Maret). Bahan Kuliah Mat.Kul Ekotoksikologi Perairan.
Diperoleh 27 Januari 2018, dari https://dokumen.tips/documents/bahan-kuliah-matkul-
ekotoksikologi-perairan.html
Hill, M. (1984). Dictionary of Stientific and Technical Terms. New York: Company Inc.
Hodgson, Ernest, “Introduction to Toxicology”, in Hodgson, Ernest (ed.). 2004. A Textbook of
Modern Toxicology (third edition). New Jersey: John Wiley & Sons, Inc., Hoboken. p. 1-
8.
Idris, M. (2013). Studi Histopatologi pada Ikan lele Dumbo (Clarias gariepinus) yang Terinfeksi
Bakteri Aeromonas hydrophia. 13-21.
Kemenkes, 2017. Toksikologi Lingkungan. (online) diakses dari
http://bppsdmk.kemkes.go.id/pusdiksdmk/wp-content/uploads/2017/11/Daftar-isi-
ToksiologiLingkungan_k1_restu.pdf diakses pada 29 Januari 2018.
Lu, F. C. 1995. Toksikoogi Dasar: Asas, Organ Sasaran, dan Penilaian Resiko Edisi Kedua. Edi
Nugroho (Terj). Jakarta: UI-Press

26
Mansyur. (2003). Toksikologi Sejarah dan Jangkauannya. Retrieved Januari 29, 2018, from
http://library.usu.ac.id/download/fk/kedokteran-mansyur12.pdf
Nelwan, D. 2010. Bahan Ajar Toksikologi Dasar. Manado: Partners.
Priyanto. (2009). Toksikologi Mekanisme, Terapi Antidotum, dan Penilaian Resiko. Jakarta:
Lembaga Studi dan Konsultasi Farmakologi Indonesia (LESKONFI).
Rahmawati, Aisyah. 2013. TOKSIKOLOGI. (Online) diakses 28 Januari 2018
(http://www.academia.edu/6509942/MAKALAH_TOKSIKOLOGI).
Rand, G. a. (1985). Fundamentals of Aquatic Toxicity : Methods and Aplication. Washington:
Hempsphere Public Corporation.
Soemerat, Juli. 2003. TOKSIKOLOGI LINGKUNGAN. Yogyakarta : Gadjah Mada University
Sudarjat dan Siska Rasiska. 2006. Toksikologi Lingkungan dan Produk Pertanian (bahan ajar).
Jatinangor: Universitas Padjadjaran, Fakultas Pertanian, Program Studi Agroteknologi,
Jurusan Hama dan Penyakit Tumbuhan. Hlm. 1-22.
Wahyuni, R. (2016, Desember 24). PENGERTIAN DAN DEFINISI TOKSIKOLOGI. Retrieved
Januari 29, 2018, from https://student.unud.ac.id/riskawahyuni/news/26074
Wirasuta, I.M.A.G dan Nirusi, R. 2007. Buku Ajar Toksikologi Umum. Bali: Universitas Udayana
Press
Yuli. 2012. BAB II Toksikologi. (Online) diakses 28 Januari 2018
(http://www.academia.edu/9998954/BAB_II_Toksikologi)
Yu, Ming-Ho. 2005. Environmental toxicology: Biological and Health Effects of Pollutants
(second edition). New York: CRC Press. p. 1-10.

27

Anda mungkin juga menyukai