Anda di halaman 1dari 49

UNIVERSITAS INDONESIA

ANALISIS DAMPAK PSIKOLOGIS COVID-19 TERHADAP


PASIEN LANSIA DI INSTALASI RAWAT JALAN
RS DHARMA NUGRAHA JAKARTA TIMUR

PENELITIAN KUALITATIF

KELOMPOK 3

Prasita Ayu Widyaningtyas 2006610810


Annisa Auliya 2006559533
Bernand Gamaliel Fa Atulo 2006559602
Reny Widyasari 2006560195
Himma Illiyana 2006505644
Asti Sauna Mentari 2006610666

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PROGRAM STUDI ILMU KESEHATAN MASYARAKAT
DEPOK
2021
i

KATA PENGANTAR

Assalamualaikum Wr.Wb
Salam sejahtera..
Alhamdulillah puji syukur kami haturkan kepada Tuhan yang Maha Esa karena atas
berkat dan rahmat-Nya, kami dapat menyelesaikan proposal ini. Penulisan proposal ini
dilakukan dalam rangka memenuhi tugas kelompok mata kuliah Metodologi Penelitian
Kualitatif Program Studi Magister Ilmu Kesehatan Masyarakat, Fakultas Kesehatan
Masyarakat Universitas Indonesia.
Penulis mengucapkan terima kasih kepada:

1. Ibu Dr. dra. Evi Martha, M.Kes. selaku dosen pengampu Mata Kuliah Metodologi
Penelitian Kualitatif yang telah mengarahkan kami dalam penyusunan proposal ini;
2. Anggota kelompok Tiga yang telah saling berkontribusi dan mencurahkan
kemampuannya dalam penyelesaian proposal ini.
Akhir kata, kami berharap Tuhan YME berkenan membalas segala kebaikan semua
pihak yang telah membantu. Semoga proposal ini membawa manfaat bagi pengembangan
ilmu kesehatan masyarakat.

Depok, 4 Mei 2021

Kelompok Tiga
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR........................................................................................................i
DAFTAR ISI.....................................................................................................................ii
DAFTAR TABEL............................................................................................................iii
DAFTAR GAMBAR.......................................................................................................iv

BAB 1 PENDAHULUAN................................................................................................1
1.1 Latar Belakang......................................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah.................................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian..................................................................................................3
1.3.1 Tujuan Umum..............................................................................................3
1.3.2 Tujuan Khusus.............................................................................................3
1.4 Manfaat Penelitian................................................................................................4
1.5.1 Bagi Institusi................................................................................................4
1.5.2 Bagi Peneliti.................................................................................................4
1.5 Ruang Lingkup Penelitian....................................................................................5

BAB 2 TINJAUAN LITERATUR.................................................................................6


2.1 Lansia....................................................................................................................6
2.2 Perubahan Kognitif pada Lansia...........................................................................7
2.3 Perkembangan Psikososial pada Lansia...............................................................7
2.4 Lansia sebagai Kelompok Resiko.........................................................................8
2.5 COVID-19..........................................................................................................12
2.6 Kerangka Teori...................................................................................................20

BAB 3 KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL.........................21


3.1 Kerangka Konsep................................................................................................22
3.2 Definisi Operasional...........................................................................................23

BAB 4 METODOLOGI PENELITIAN......................................................................26


4.1 Desain Penelitian................................................................................................26
4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian..............................................................................26
4.3 Data dan Sumber Data........................................................................................27
4.4 Metode Pengumpulan Data.................................................................................27
4.5 Instrument Pengumpulan Data............................................................................28
4.6 Analisis Data.......................................................................................................28
4.7 Keabsahan Data..................................................................................................29

LAMPIRAN...................................................................................................................30
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................................36
DAFTAR TABEL

Tabel 3.1. Definisi Operasional.......................................................................................23

Universitas Indonesia
iv

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Proses Penularan Coronavirus....................................................................13

Gambar 2.2. Kerangka Teori Stress Model Transaksional..............................................20


BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Hingga saat ini dunia masih berjuang menghadapi pandemi COVID-19.


Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) adalah penyakit menular yang disebabkan oleh
Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus 2 (SARS-CoV-2). SARS-CoV-2
merupakan coronavirus jenis baru yang belum pernah teridentifikasi sebelumnya pada
manusia (Banerjee, 2020). Pada tanggal 30 Januari 2020, WHO melalui konferensi pers
menetapkan COVID-19 sebagai Kedaruratan Kesehatan. Pada tanggal 11 maret 2020,
WHO telah menetapkan COVID-19 sebagai pandemi global dimana saat itu terdapat
lebih dari 118.000 kasus di 114 negara dan 4291 orang telah meninggal dunia (WHO,
2020). Sampai dengan 3 Mei 2021, secara global dilaporkan 152.933.322 kasus
konfimasi dengan 3.204.107 kematian yang tersebar di 162 negara.
Indonesia melaporkan kasus COVID-19 pertama pada tanggal 2 Maret 2020.
Sejak saat itu, kasus terus meningkat dan menyebar dengan cepat di seluruh wilayah
Indonesia, hingga dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 12 Tahun 2020 tentang
Penetapan Bencana Non-alam Penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)
Sebagai Bencana Nasional (Kemenkes RI, 2020). Per tanggal 3 Mei 2021, Satuan Tugas
Penanganan COVID-19 pemerintah melaporkan 1.682.004 kasus konfirmasi, dengan
45.949 kasus meninggal yang tersebar di 34 provinsi.
Menularnya COVID-19 yang sangat cepat ini membuat dunia menjadi resah dan
gelisah, Pandemi ini merupakan krisis kesehatan global yang sangat besar (Levkovich &
Shinan-Altman, 2020). Banyak dari elemen masyarakat yang tidak tahu dan tidak
mengerti mengenai cara pencegahan serta penanggulangan virus tersebut. Seiring
mewabahnya COVID-19 ini, berbagai aturan pemerintah telah diberlakukan guna
memperlambat penyebaran serta menurunkan angka kejadian penyakit dimulai dari
mencuci tangan, memakai masker, menjaga jarak dengan sesama, menghindari
kerumunan dan mengurangi mobilitas (Roziika, et al., 2020).

Universitas Indonesia
2

Berbagai kebijakan pun seperti anjuran karantina mandiri, pembatasan aktivitas


dan penerapan persyaratan di berbagai bidang sudah dilaksanakan selama satu tahun
lebih lamanya. Kebijakan tersebut bukanlah waktu yang singkat bagi beberapa
masyarakat bahkan bagi siapapun yang terbiasa beraktivitas di luar rumah. Saat ini
seluruh elemen masyarakat diliputi rasa cemas dan stress yang meningkat karena
ketidakpastian kapan pandemi COVID-19 ini berakhir. Dalam wabah apapun, wajar jika
orang merasa tertekan dan khawatir, dengan berbagai respon yang berbeda-beda dari
orang-orang yang terdampak baik secara langsung maupun tidak langsung (Rahman,
2021).
Pandemi COVID-19 ini menyerang beberapa segi kehidupan, seperti segi
ekonomi, segi sosial, segi budaya dan lainnya. Begitu juga dari segi umur, ancaman
penyakit ini terjadi pada semua kelompok umur, terutama pada kelompok umur tua atau
lanjut usia.
Lansia sendiri diartikan sebagai seseorang yang telah memasuki usia 65 tahun
atau lebih (Orimo et al., 2006). Sedangkan menurut Undang-Undang Republik
Indonesia No.13 tahun 1998 menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan lanjut usia
(lansia) adalah seseorang yang umurnya telah mencapai 60 tahun atau lebih (UU RI,
1998). Lanjut usia merupakan kelompok usia yang paling rentan dan berisiko terkena
infeksi COVID-19, apalagi jika mereka mengalami gangguan kesehatan seiring dengan
penurunan kondisi fisiologi. Lansia dengan berbagai gangguan sistemik seperti
hipertensi, diabetes, penyakit jantung, stroke, dan lainnya berisiko tinggi terkena
COVID-19. Kendala mobilitas yang diberlakukan saat ini membuat beberapa lansia
yang mempunyai gangguan sistemik tidak ingin memeriksakan dirinya ke fasilitas
kesehatan untuk mengontrol kesehatannya (Aris, 2020).
Kelompok lansia memiliki kelemahan fisik dan juga psikis pada masa pandemi
COVID-19 ini. Di China, sekitar 20% penderita COVID-19 yang meninggal berusia
lebih dari 60 tahun (Wu&McGoogan, 2020). Data dari Pusat Pengendalian dan
Pencegahan Penyakit menunjukkan angka mortalitas untuk pasien lansia (60-69 tahun)
sekitar 3,6%. Angka tersebut meningkat menjadi 18-21,9% untuk pasien yang berusia
80 tahun ke atas (Lai et al., 2020; Li et al., 2020; Shahid et al., 2020). Data dari
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (Kemenkes RI) melalui Satuan Gugus
Tugas (Satgas) Percepatan Penanganan COVID-19 Nasional menunjukkan angka
3

kejadian positif dan dirawat akibat COVID-19 pada kelompok lanjut usia sebesar 25,1%
dari jumlah total kasus keseluruhan. Sedangkan angka kematian pada kelompok ini
tergolong paling tinggi yaitu 48,7% dibandingkan kelompok usia lainnya (Kemenkes
RI, 2020).
Di sisi lain, lanjut usia juga mengalami masalah pada aspek psikologisnya.
Penelitian yang dilakukan pada masyarakat umum di China, 53,8% responden
melaporkan terpengaruh secara psikologis pada tingkat sedang atau parah, dengan
masing-masing 16,5%, 28,8%, dan 8,1% melaporkan gejala depresi berat, kecemasan,
dan stress (Wang C. et. al, 2019). Selain itu, 37,1% lansia pernah mengalami depresi
dan kecemasan selama pandemi (Meng H., 2020) dan respons emosional lansia berusia
di atas 60 tahun lebih jelas dibandingkan dengan kelompok usia lainnya (Qiu, J, 2020).
Permasalahan tersebut harus mendapatkan penanganan yang tepat.Perasaan tidak
berguna karena menurunnya kemampuan kognitif juga dapat membuat lanjut usia sulit
mencerna beberapa himbauan yang diberikan pemerintah terkait upaya menjaga diri.
Oleh sebab itu perlu adanya dukungan penuh terhadap kesejahteraan lanjut usia dalam
masa pandemi COVID-19 ini.
Berdasarkan latar belakang masalah yang ada, peneliti tertarik untuk melakukan
penelitian dengan studi kualitatif mengenai dampak psikologis lansia terhadap COVID-
19 di Rumah Sakit Dharma Nugraha Jakarta Timur. Rumah sakit ini termasuk salah satu
rumah sakit yang unggul dalam pelayanan tumor atau kanker payudara dan pelayanan
penyakit degeneratif lainnya sehingga banyak kelompok lansia yang berobat.

1.2 Rumusan Masalah


Dari latar belakang diatas kesejahteraan kelompok umur lanjut usia harus
diperhatikan pada masa pandemi COVID-19 ini. Berbagai aspek seperti kondisi fisik
serta kondisi psikologis pada lansia mengalami permasalahan yang cukup serius.
Sebanyak 37,1% lansia pernah mengalami depresi dan kecemasan selama pandemi.
Oleh karena itu, pada penelitian ini kami ingin melakukan analisis dampak psikologis
pandemi COVID-19 terhadap pasien lansia. Penelitian ini kami batasi hanya dengan
pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan.

Universitas Indonesia
4

1.3 Tujuan Penelitian


1.3.1 Tujuan Umum
Mengetahui dampak psikologis COVID-19 terhadap pasien lansia di
Instalasi Rawat Jalan RS Dharma Nugraha Jakarta Timur

1.3.2 Tujuan Khusus


1. Mengetahui peranan faktor personal terhadap terjadinya dampak psikologis di
masa COVID-19 pada pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha Jakarta Timur
2. Mengetahui peranan faktor situasional terhadap terjadinya dampak psikologis di
masa COVID-19 pada pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha Jakarta Timur
3. Mengetahui peranan faktor lingkungan terhadap terjadinya dampak psikologis di
masa COVID-19 pada pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha Jakarta Timur
4. Mengidentifikasi bagaimana bentuk-bentuk coping yang dilakukan oleh lansia
dalam menghadapi dampak psikologis di masa COVID-19

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Bagi Instansi Kesehatan
Memberikan rekomendasi sebagai dasar evaluasi pada pelaksanaan program
kesehatan lansia khususnya terkait dampak psikologis yang muncul pada
lansia selama masa COVID-19

1.4.2 Bagi Peneliti


Menambah pengetahuan dan wawasan serta merupakan bentuk
pengaplikasian ilmu yang telah didapat selama masa perkuliahan. Selain itu
penelitian ini berguna sebagai dasar untuk penelitian selanjutnya terkait
dampak psikologis yang muncul selama masa pandemi COVID-19
khususnya terhadap pasien lansia di instalasi rawat jalan.

1.4.3 Bagi Masyarakat


Hasil penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan upaya pencegahan
terkait dampak psikologis yang muncul pada pasien lansia di masa COVID-
19
5

1.5 Ruang Lingkup Penelitian


Penelitian ini dilakukan untuk menganalisis dampak psikologis COVID-19
terhadap pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma Nugraha Jakarta Timur.
Penelitian akan dilakukan dengan desain kualitatif pada bulan Mei tahun 2021.
Pengumpulan data akan dilakukan pada sumber data primer yang didapatkan dari
wawancara mendalam terhadap pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha Jakarta Timur.

Universitas Indonesia
5

BAB II
TINJAUAN LITERATUR

2.1 Lansia
2.1.1 Pengertian Lansia
Lansia adalah individu yang berada dalam tahapan usia late adulthood atau yang
dimaksud dengan tahapan usia dewasa akhir (Santrock, 2006). Setiap individu
mengalami proses penuaan (aging), yang terbagi menjadi dua yaitu penuaan primer dan
sekunder (Papalia, Old, & Feldman, 2007; Hoyer & Roodin, 2003). Penuaan primer
adalah proses deteriorasi tubuh yang sifatnya bertahap, tidak terhindarkan, dan umum
dialami manusia (Hoyer & Roodin, 2003). Penuaan sekunder mengarah pada proses
yang mempengaruhi tingkat penuaan primer, sebagai akibat dari suatu kondisi penyakit,
pemaparan pada lingkungan fisik yang tidak sehat, dan juga penyalahgunaan yang
termasuk di dalam kontrol manusia seperti misalnya stres di tempat kerja, pemaparan
pada racun dari lingkungan, dan lainnya.
Menurut Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 tentang Kesejahteraan Lanjut
Usia, lanjut usia merupakan seseorang yang telah mencapai usia 60 tahun ke atas. Dua
pendekatan yang sering digunakan untuk mengidentifikasi seseorang dikatakan tua,
yaitu pendekatan biologis dan pendekatan kronologis (Suadirman, 2011). Usia biologis
adalah usia yang didasarkan pada kapasitas fisik dan biologis seseorang. Usia
kronologis adalah usia seseorang yang didasarkan pada hitungan umur seseorang.
Proses penuaan pada lansia, menyebabkan perubahan signifikan pada fungsi biologis
maupun perilaku (Hoyer & Roodin, 2003).

2.1.2 Batasan Lansia


Batasan usia menurut WHO yaitu Usia pertengahan (middle age), yaitu
kelompok usia 45 sampai 59 tahun; Lansia (elderly), yaitu antara 60 sampai 74 tahun;
Lansia tua (old), antara 75 sampai 90 tahun; Usia sangat tua (very old), yaitu diatas 90
tahun. Perbedaan pengelompokan umur lansia dipengaruhi oleh faktor politik dan umur
harapan hidup yang berkembang di suatu negara. Berdasarkan ketiga batasan lansia
tersebut, maka yang dimaksud dengan lansia yaitu seseorang yang telah mencapai usia
≥ 60 tahun.

Universitas Indonesia
7

2.2 Perubahan Kognitif Pada Lansia


Lansia biasanya memperoleh skor pada test inteligensi yang lebih rendah
dibandingkan saat tahapan usia sebelumnya (Papalia, Olds, & Feldman, 2007).
Meskipun demikian, potensi inteligensi pada lansia diasumsikan tidak berbeda jauh,
hanya banyak dipengaruhi oleh penurunan kecepatan proses mental dan penalaran
abstrak (Papalia, Olds, & Feldman, 2007). Beberapa faktor yang mempengaruhi
penurunan fungsi inteligensi adalah kesehatan yang menurun sehingga lansia memiliki
kendala dalam berkonsentrasi dan juga penurunan dalam proses pengelolaan informasi
(Hoyer & Roodin, 2003). Fungsi inteligensi yang menurun pada lansia adalah
inteligensi fluid, yaitu kemampuan individu untuk mempersepsikan, mengingat, dan
berpikir mengenai ide, tanpa terpengaruh oleh budaya tertentu.
Daya kreatifitas dan juga kemampuan pemecahan masalah dalam kehidupan
sehari-hari pada lansia tidak berubah seperti pada tahapan usia sebelumnya. Hal lain
yang meningkat adalah wisdom atau kebijaksanaan, yaitu kemampuan individu untuk
memberikan penilaian dan saran terkait individu dan lingkungannya. Lansia terus
mengakumulasi pengetahuan dan semakin berkembang seiring dengan usia dan
pengalaman sehingga banyak yang menjadi seorang ahli dalam bidang yang ditekuni.
Terkait dengan memori, lansia biasanya mengalami penurunan pada fungsi tersebut.
Lansia juga mengalami penurunan pada kemampuan berbicara hingga seringkali salah
saat menyebutkan suatu hal (Hoyer & Roodin, 2003).

2.3 Perkembangan Psikososial Pada Lansia


Lansia banyak mengalami perubahan terkait faktor psikososial (Hoyer &
Roodin, 2003). Saat anak- anak telah berpindah rumah dan hidup mandiri, orang tua
biasanya mengalami rasa kehilangan yang mendalam atau yang disebut dengan empty
nest syndrome. Meskipun demikian, orang tua yang ditinggalkan memiliki waktu yang
lebih banyak untuk diri sendiri, pasangan, dan juga hobi sehingga bisa melakukan self-
enhancement. Bagi lansia yang berpasangan dan mengalami pensiun, mereka menjalani
gaya hidup yang berbeda dengan sebelumnya dan perlu beradaptasi, terutama bila suami
yang pensiun dan istri seorang ibu rumah tangga.
Lansia yang berpasangan cenderung lebih sejahtera kondisi psikologisnya
dibandingkan dengan lansia yang tidak berpasangan, terutama pada wanita (Hoyer &

Universitas Indonesia
8

Roodin, 2003). Bagi lansia yang kehilangan pasangan, mereka akan mengalami masa
berduka yang panjang meskipun cenderung lebih dapat beradaptasi dibandingkan
individu yang lebih muda. Lansia wanita lebih dapat beradaptasi dengan fase kehilangan
dibandingkan dengan lansia laki-laki. Lansia yang kehilangan pasangan juga biasanya
melakukan beberapa hal untuk coping seperti mempelajari keterampilan baru,
berkenalan, dan membina hubungan baru yang berarti dengan orang lain.
Lansia yang memiliki cucu biasanya berinteraksi dengan cucu dan banyak
mengajari keterampilan serta tradisi budaya (Hoyer & Roodin, 2003). Peran sebagai
kakek atau nenek dapat memberikan suatu self-fulfillment, rasa kebersamaan, dan
kepuasan hubungan yang biasanya kurang diperoleh melalui hubungan orangtua dengan
anak. Beberapa lansia juga sering mengalami permasalahan seperti kelelahan dan
perselisihan dengan anak mengenai pola asuh cucu yang berbeda. Terkait dukungan
sosial, lansia biasanya memiliki hubungan sosial yang semakin sedikit, meskipun
kedekatan emosional biasanya meningkat (Hoyer & Roodin, 2003). Kehilangan orang
terdekat juga merupakan suatu hal yang biasa terjadi pada lansia. Lansia juga biasanya
semakin jarang berinteraksi dengan teman-teman, karena kebanyakan menghabiskan
waktu dalam rumah akibat dari kondisi penyakit atau lainnya, dan juga karena
dukungan sosial yang tidak lagi memadai (Bioshop, 2008)

2.4 Lansia Sebagai Kelompok Risiko


2.4.1 Kelompok Risiko
Proses menua mengakibatkan berbagai perubahan baik secara fisik, psikologis,
maupun sosial yang saling berinteraksi satu sama lain. Perubahan fisik merupakan
bentuk nyata dari proses menua yang dapat diamati secara langsung, dan terjadi pada
semua sistem dan terjadinya penurunan berbagai fungsi tubuh. Dampak proses menua
yang dialami menjadi lanjut usia digolongkan sebagai kelompok risiko. Kerentanan
terjadi sebagai akibat dari interaksi faktor internal dan eksternal yang menyebabkan
seseorang menjadi rentan mengalami kondisi kesehatan yang buruk (Stanhope &
Lancaster, 2004). Lansia sebagai populasi risiko memiliki beberapa faktor yang
berpotensi meningkatkan risiko penyakit kronis seperti penyakit hipertensi. Pender
(2002) mengkategorikan faktor risiko kesehatan antara lain, genetik, usia, karakteristik
biologi, kesehatan individu, gaya hidup, dan lingkungan.
9

Lansia merupakan populasi risiko yaitu kelompok masyarakat yang berkaitan


dengan risiko dari penyakit, kecacatan, dan kematian dini (Maurer, 2005). Kelompok
risiko adalah kelompok atau masyarakat yang tidak melakukan pemeriksaan kesehatan
atau cedera dengan adekuat dan lambatnya mendeteksi penyakit sehingga terlambat
dalam pencegahan (Murray, 2003). Menurut Pender (2002), lansia dikatakan sebagai
kelompok risiko karena lansia mengalami perubahan dan kemunduran fungsi tubuh
yang risiko terhadap masalah kesehatan.
Salah satu sistem yang mengalami perubahan adalah sistem cerna yang akan
berpengaruh terhadap aktivitas lansia sehari-hari. Stanhope dan Lancaster (2004)
mengatakan lebih dari 50% lansia di atas usia 65 tahun mengalami kesulitan dalam
melakukan di luar aktivitas dasar dari kehidupan sehari-hari, misalnya mandi mencuci,
dan menyiapkan makanan, mengambil obat-obatan ataupun mengatur keuangan.
Kebutuhan lansia akan dibantu oleh keluarga atau orang lain. Sampai dengan 70% dari
cacat fisik lansia disebabkan karena perilaku dan gaya hidup yang tidak sehat (Mauk,
2010).
Lansia merupakan kelompok rentan yang dapat terkena masalah psikologis.
Masalah yang sering dialami adalah kesepian, keterasingan, perasaan tidak berguna,
kurang percaya diri, post power syndrome (Suadirman, 2011), gangguan cemas, depresi,
dan gangguan psikologis lainnya. Gangguan cemas cukup umum dan sering terjadi pada
lansia (Taylor, Castriotta, Lenze, Stanly & Craske, 2010)

2.4.2 Karakteristik Risiko


Menurut Pender (2002), lansia termasuk dalam kelompok risiko disebabkan
karena lansia merupakan kelompok yang dapat mengalami ancaman kesehatan yang
disebabkan genetika, usia, karakteristik biologi, gaya hidup, dan lingkungan. Begitu
pula dengan Stanhope dan Lancaster (2004) berpendapat bahwa lansia merupakan
kelompok risiko terhadap penyakit dilihat dari faktor: a) risiko berhubungan dengan
biologis dan usia, b) risiko lingkungan termasuk di dalamnya risiko sosial dan ekonomi,
dan c) gaya hidup. Dengan demikian berikut penjelasan dari masing- masing faktor
risiko:

Universitas Indonesia
10

2.4.2.1 Biologis dan Usia


Faktor biologis berpengaruh terhadap kesehatan lansia. Lansia yang
mempunyai masalah penyakit yang diturunkan atau genetika berisiko akan
mengalami penyakit. Faktor genetika sulit dihindari, tetapi dengan
melakukan gaya hidup yang baik dan disiplin yang tinggi. Misalnya lansia
yang mempunyai penyakit keturunan Diabetes Mellitus, maka lansia harus
menghindari penggunaan karbohidrat dan gula yang tinggi, sebaiknya
melakukan kebiasaan berolah raga sesuai dengan kemampuan lansia, serta
melakukan pemeriksaan kesehatan secara rutin (USDHHS, 2000 dalam
Stanhope dan Lancaster, 2004).
Faktor risiko terkait usia, bahwa dengan bertambahnya usia terjadi pula
perubahan pada sistem tubuh. Kemungkinan kebersihan mulut kurang
disertai dengan gigi yang tanggal dan rusak yang akan menyebabkan lansia
malas untuk makan. Selain itu, penurunan pengosongan lambung sehingga
lansia lambat merasakan rasa lapar sehingga asupan nutrisi lansia tidak
terpenuhi. Penurunan motilitas usus dan absorpsi zat- zat makanan. Hal ini
menyebabkan lansia berisiko terjadi kurang gizi. Pengaturan menu yang
tepat dan tetap menjalani aktivitas yang sehat dapat meningkatkan kualitas
hidup lansia. Lansia dapat menjalani hidup dengan sehat, mandiri, dan
berdaya guna bagi masyarakat (Suadirman, 2011)

2.4.2.2 Lingkungan
Risiko sosial sangat penting diketahui dalam kesehatan keluarga.
Lingkungan tempat tinggal mempengaruhi kesehatan seseorang. Lingkungan
dengan tingkat kriminal yang tinggi, polusi udara, polusi kimia yang terhirup
merupakan risiko lingkungan terhadap masalah kesehatan. Stresor dari diri
sendiri dan orang lain akan menjadi beban psikologis lansia. Jika sumber dan
koping lansia tidak adekuat makan akan terjadi gangguan kesehatan
(Stanhope dan Lancaster, 2004). Pada masa tua biasanya ditandai dengan
berkurangnya kontak sosial, baik dengan anggota keluarga, anggota
masyarakat, maupun teman kerja. Selain itu, lansia yang kurang
mendapatkan perhatian sering merasa tersisih dari kehidupan masyarakat.
11

Kurangnya kontak sosial menimbulkan perasaan kesepian dan murung. Perlu


dibentuk kelompok-kelompok lansia yang memiliki kegiatan
mempertemukan para anggotanya agar kontak sosial terus berlangsung.
Upaya membentuk kelompok lansia dalam suatu wadah kegiatan,
memungkinkan mereka berbagi rasa dan menikmati hidup.
Risiko kesehatan yang tidak baik atau cedera diprediksi kemungkinan
dari lingkungan yang berbahaya atau perilaku perilaku manusia yang
disengaja, seperti melakukan olahraga ekstrem atau kurangnya pencegahan
untuk proteksi kesehatan. Kurangnya pengetahuan lansia akan kebutuhan
untuk makan cukup buah- buahan, sayuran untuk mencegah terjadinya
konstipasi karena penurunan motilitas usus maka transit sisa makanan di
usus menjadi lebih lama (Murray, 2003).
Faktor risiko yang berhubungan dengan lingkungan selain risiko sosial
adalah risiko ekonomi. Tidak seimbangnya antara kebutuhan dengan
penghasilan, krisis ekonomi yang berkepanjangan, sehingga berpengaruh
terhadap kebutuhan perumahan, pakaian, makanan, pendidikan, dan
kesehatan. Mungkin lansia mempunyai pendapatan yang mencukupi, tetapi
disebabkan lansia risiko terhadap masalah kesehatan. Maka, kemungkinan
penggunaan uang lebih banyak daripada pendapatan (Stanhope dan
Lancaster, 2004)
Masalah ekonomi pada lansia ditandai dengan penurunan produktivitas
kerja dimana lansia sudah memasuki masalah pensiun yang berakibat kepada
penurunan pendapatan. Penurunan pendapatan akan terkait dengan
pemenuhan kebutuhan hidup sehari- hari, seperti kebutuhan sandang,
pangan, papan, kesehatan, rekreasi, dan kebutuhan sosial. Penghasilan lansia
pada umumnya berasal dari pensiun, tabungan, bantuan dari anak, atau
anggota keluarga lainnya. Bagi lansia yang tidak memiliki penghasilan yang
cukup, hal tersebut dapat menjadi masalah. Secara ekonomi, klasifikasi
lansia menurut tingkat kemandirian yaitu (1) Kelompok lansia yang sudah
uzur, pikun, yaitu mereka yang sudah tidak mampu lagi untuk memenuhi
kebutuhan dasar mereka, (2) Kelompok lansia yang produktif, yaitu mereka
yang mampu memenuhi kebutuhan mereka sendiri dan tidak tergantung pada

Universitas Indonesia
12

pihak lain, (3) Kelompok lansia yang miskin, yaitu mereka yang secara
relatif tidak dapat memenuhi kebutuhan sendiri. Perubahan struktur keluarga
juga berpengaruh terhadap pelayanan kesehatan yang diberikan kepada
lansia. Keluarga yang memiliki anggota lebih banyak lebih menjamin
perawatan pada lansia. Sebaliknya, anggota keluarga yang sedikit cenderung
memunculkan perasaan kesepian pada lansia (Suadirman, 2011)

2.4.2.3 Gaya Hidup


Kebiasaan dan gaya hidup lansia sangat berpengaruh terhadap terjadinya
masalah kesehatan, terutama masalah nutrisi. Lansia yang menanamkan
kebiasaan hidup sehat seperti memperhatikan nutrisi yang seimbang dan
melakukan beberapa aktivitas fisik yang teratur akan menurunkan faktor
risiko masalah nutrisi (USDHHS, 2000 dalam Stanhope dan Lancaster,
2004). McGinnis dan Foege (1993, dalam Stone & Eigsti, 2002),
mengatakan ada hubungan yang signifikan antara gaya hidup dan lingkungan
penyebab kematian di Amerika Serikat, mereka mengemukakan bahwa
kematian tersebut tidak disebabkan karena kondisi patologi penyakit, tetapi
faktor penyebabnya adalah faktor penyebab eksternal seperti merokok.
Umur rata- rata penduduk lansia Okinawa Jepang lebih tinggi daripada
umur rata-rata penduduk Jepang pada umumnya, hal ini disebabkan pola
diet, pola hidup, dan asupan energi mereka berbeda dengan penduduk Jepang
lainnya (Fatimah & Muis, 2006 dalam Darmojo & Martono, 2006). Manfaat
melakukan aktivitas fisik secara teratur untuk meningkatkan kekuatan otot,
daya tahan tubuh, dan fleksibilitas serta mencegah terjadinya penyakit.
Lansia dengan kurang gizi atau pemenuhan gizi tidak memadai. Maka lansia
tersebut akan mengalami ancaman kesehatan yang perlu diantisipasi atau
dicegah.

2.5 COVID-19
2.5.1 Pengertian COVID-19
Coronavirus merupakan keluarga besar virus yang menyebabkan penyakit pada
manusia dan hewan. Pada manusia biasanya menyebabkan penyakit infeksi saluran
13

pernapasan, mulai flu biasa hingga penyakit yang serius seperti Middle East
Respiratory Syndrome (MERS) dan Sindrom Pernapasan Akut Berat/ Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS). Penyakit ini terutama menyebar di antara orang-orang
melalui tetesan pernapasan dari batuk dan bersin. Virus ini dapat tetap tahan hingga tiga
hari, atau dalam aerosol selama tiga jam (Doremalen et al, 2020).

2.5.2 Karakteristik Agen COVID-19


Coronavirus yang menjadi etiologi COVID-19 termasuk dalam genus
betacoronavirus, umumnya berbentuk bundar dengan beberapa pleomorfik, dan
berdiameter 60-140 nm. Hasil analisis filogenetik menunjukkan bahwa virus ini masuk
dalam subgenus yang sama dengan coronavirus yang menyebabkan SARS pada 2002-
2004 silam, yaitu Sarbecovirus. Atas dasar ini, International Committee on Taxonomy
of Viruses (ICTV) memberikan nama penyebab COVID-19 sebagai SARS-CoV-2
(Doremalen et al, 2020).
Belum dipastikan berapa lama virus penyebab COVID-19 bertahan di atas
permukaan, tetapi perilaku virus ini menyerupai jenis-jenis coronavirus lainnya.
Lamanya coronavirus bertahan mungkin dipengaruhi kondisi-kondisi yang berbeda
(seperti jenis permukaan, suhu atau kelembapan lingkungan). Penelitian (Doremalen et
al, 2020) menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 dapat bertahan selama 72 jam pada
permukaan plastik dan stainless steel, kurang dari 4 jam pada tembaga dan kurang dari
24 jam pada kardus. Seperti virus corona lain, SARS-COV-2 sensitif terhadap sinar
ultraviolet dan panas. Efektif dapat dinonaktifkan dengan pelarut lemak (lipid solvents)
seperti eter, etanol 75%, ethanol, disinfektan yang mengandung klorin, asam
peroksiasetat, dan khloroform (kecuali khlorheksidin) (Doremalen et al, 2020).

2.5.3 Penularan COVID-19

Universitas Indonesia
14

Gambar 2.1 Proses Penularan Coronavirus


(Doremalen et al, 2020)

Coronavirus merupakan zoonosis (ditularkan antara hewan dan manusia).


Penelitian menyebutkan bahwa SARS ditransmisikan dari kucing luwak (civet cats) ke
manusia dan MERS dari unta ke manusia. Adapun, hewan yang menjadi sumber
penularan COVID-19 masih belum diketahui. Masa inkubasi COVID-19 rata-rata 5-6
hari, dengan range antara 1 dan 14 hari namun dapat mencapai 14 hari. Risiko penularan
tertinggi diperoleh di hari-hari pertama penyakit disebabkan oleh konsentrasi virus pada
sekret yang tinggi. Orang yang terinfeksi dapat langsung dapat menularkan sampai
dengan 48 jam sebelum onset gejala (presimptomatik) dan sampai dengan 14 hari
setelah onset gejala. Sebuah studi Du Z et. al, (2020) melaporkan bahwa 12,6%
menunjukkan penularan presimptomatik. Penting untuk mengetahui periode
presimptomatik karena memungkinkan virus menyebar melalui droplet atau kontak
dengan benda yang terkontaminasi. Sebagai tambahan, bahwa terdapat kasus konfirmasi
yang tidak bergejala (asimptomatik), meskipun risiko penularan sangat rendah akan
tetapi masih ada kemungkinan kecil untuk terjadi penularan.
Berdasarkan studi epidemiologi dan virologi saat ini membuktikan bahwa
COVID-19 utamanya ditularkan dari orang yang bergejala (simptomatik) ke orang lain
yang berada jarak dekat melalui droplet. Droplet merupakan partikel berisi air dengan
diameter >5-10 µm. Penularan droplet terjadi ketika seseorang berada pada jarak dekat
(dalam 1 meter) dengan seseorang yang memiliki gejala pernapasan (misalnya, batuk
atau bersin) sehingga droplet berisiko mengenai mukosa (mulut dan hidung) atau
konjungtiva (mata). Penularan juga dapat terjadi melalui benda dan permukaan yang
terkontaminasi droplet di sekitar orang yang terinfeksi. Oleh karena itu, penularan virus
COVID-19 dapat terjadi melalui kontak langsung dengan orang yang terinfeksi dan
kontak tidak langsung dengan permukaan atau benda yang digunakan pada orang yang
terinfeksi (misalnya, stetoskop atau termometer). Dalam konteks COVID-19, transmisi
melalui udara dapat dimungkinkan dalam keadaan khusus dimana prosedur atau
perawatan suportif yang menghasilkan aerosol seperti intubasi endotrakeal,
bronkoskopi, suction terbuka, pemberian pengobatan nebulisasi, ventilasi manual
sebelum intubasi, mengubah pasien ke posisi tengkurap, memutus koneksi ventilator,
15

ventilasi tekanan positif noninvasif, trakeostomi, dan resusitasi kardiopulmoner. Masih


diperlukan penelitian lebih lanjut mengenai transmisi melalui udara.

2.5.4 Gejala COVID-19


Menurut Safrizal (2020), masa inkubasi COVID-19 berkisar antara 1 hingga 14
hari, dan umumnya akan terjadi dalam 3 hingga 7 hari. Demam, kelelahan, dan batuk
kering dianggap sebagai manifestasi klinis utama. Gejala seperti hidung tersumbat,
pilek, pharyngalgia, myalgia, dan diare relatif jarang terjadi pada kasus yang parah.
Dispnea dan/atau hipoksemia terjadi setelah satu minggu setelah onset penyakit, dan
yang lebih buruk dapat dengan cepat berkembang menjadi sindrom gangguan
pernapasan akut, syok septik, asidosis metabolik sulit untuk untuk dikoreksi dan
disfungsi perdarahan dan batuk serta kegagalan banyak organ. Pasien dengan penyakit
parah atau kritis mengalami demam sedang hingga rendah, atau tidak ada demam sama
sekali. Kasus ringan hanya hadir dengan sedikit demam, kelelahan ringan, dan
sebagainya tanpa manifestasi pneumonia. Dari kasus yang ditangani saat ini, sebagian
besar pasien memiliki prognosis yang baik. Orang tua dan orang-orang dengan penyakit
kronis yang mendasari biasanya memiliki prognosis buruk sedangkan kasus dengan
gejala yang relatif ringan sering terjadi pada anak-anak. Beberapa gejala yang dapat
terjadi, antara lain:
1) Penyakit Sederhana (Ringan)
Pasien-pasien ini biasanya hadir dengan gejala virus saluran
pernapasan bagian atas, termasuk demam ringan, batuk (kering), sakit
tenggorokan, hidung tersumbat, malaise, sakit kepala, nyeri otot.
Dibandingkan dengan infeksi HCoV sebelumnya, gejala non pernapasan
seperti diare jarang ditemukan.
2) Pneumonia Sedang
Gejala pernapasan seperti batuk dan sesak napas (atau takipnea pada
anak-anak) hadir tanpa tanda-tanda pneumonia berat.
3) Pneumonia Parah
Demam berhubungan dengan dispnea berat, gangguan pernapasan,
takipnea (>30 napas/menit), dan hipoksia (SpO2 <90% pada udara kamar).
4) Sindrom Gangguan Pernapasan Akut

Universitas Indonesia
16

Diagnosis memerlukan kriteria klinis dan ventilasi. Sindrom ini


menunjukkan kegagalan pernapasan baru-awal yang serius atau
memburuknya gambaran pernapasan yang sudah diidentifikasi.

2.5.5 Pencegahan COVID-19


Berdasarkan Kemenkes (2020), Pencegahan COVID-19 bertujuan untuk
membatasi timbulnya penyakit dengan mengendalikan penyebab spesifik dan faktor
risiko. Upaya pencegahan dilakukan untuk memutus mata rantai infeksi (agent – host –
environment). Kegiatan yang dapat dilakukan antara lain perlindungan kesehatan
dengan upaya pribadi dan komunal, seperti meningkatkan status gizi, memberikan
imunisasi, dan menghilangkan risiko lingkungan. Target dalam pencegahan ini adalah
jumlah populasi, kelompok yang dipilih dan individu yang sehat, dan dicapai melalui
kebijakan kesehatan masyarakat.
Penularan COVID-19 dapat terjadi jika adanya kontak melalui droplet. Droplet
merupakan partikel kecil dari mulut penderita yang mengandung kuman penyakit dan
dihasilkan ketika penderita batuk, bersin, ataupun berbicara. Upaya pencegahan yang
dapat dilakukan pada penyakit COVID-19 adalah 3M (Memakai masker, Menjaga jarak
menjauhi kerumunan, dan Mencuci tangan dengan sabun). Memakai masker dapat
mencegah masuknya droplet yang keluar ketika batuk, bersin, berbicara sehingga tidak
tertular dari orang yang sakit maupun menularkan virus kepada orang lain. Droplet yang
keluar saat batuk dan berbicara jika tanpa masker dapat meluncur sampai 2 meter.
Sedangkan saat bersin tanpa masker, droplet bisa meluncur sejauh 6 meter. Sehingga
dengan menjaga jarak, diharapkan dapat mengurangi risiko penularan.
Menjaga jarak menjauhi kerumunan dilakukan untuk mengurangi risiko
penularan COVID-19 dengan berbagai cara antara lain, menghindari keramaian,
menjaga jarak dengan orang lain sejauh 2 meter, tidak melakukan kontak fisik seperti
berjabat tangan, menghindari penggunaan transportasi yang tidak memenuhi standar
protokol kesehatan, dan mengurangi aktivitas dalam ruangan tertutup tanpa ventilasi
dan banyak orang dalam waktu lebih dari 2 jam. Dalam mendukung hal ini, pemerintah
telah mengeluarkan regulasi yang mengacu pada UU No. 6 tahun 2018 tentang
Kekarantinaan Kesehatan yang membatasi aktifitas masyarakat untuk menerapkan
protokol kesehatan. Virus dapat mati dengan sabun dan air yang mengalir. Populasi
17

diharapkan dapat memutuskan rantai penyakit dengan mencuci tangan. Mencuci tangan
juga diharapkan dilakukan dengan benar seperti menerapkan 6 langkah cuci tangan
dengan benar, yaitu cuci tangan pakai sabun dan air mengalir selama minimal 20 detik,
atau cuci tangan dengan hand sanitizer yang memiliki kandungan alkohol minimal
60%.

2.5.6 Dampak COVID-19 Pada Lansia


Kehadiran wabah pandemi COVID-19 tentunya banyak memberikan dampak
dan pengaruh yang tidak biasa pada kehidupan masyarakat. Bukan hanya dampak yang
terjadi pada kesehatan fisik, namun kondisi psikologis individu dan masyarakat pun ikut
terpengaruh. Berdasarkan Brook (2020), terdapat beberapa dampak psikologi ketika
pandemi terjadi yakni gangguan stres pascatrauma (post traumatic stress disorder),
kebingungan, kegelisahan, frustasi, ketakutan akan afeksi, insomnia, dan merasa tidak
berdaya. Kondisi yang paling parah adalah kemunculan kasus xenofobial dan juga kasus
bunuh diri karena seseorang sangat ketakutan jika dirinya akan terinfeksi oleh virus
yang dianggap sangat mengerikan. Berdasarkan Fitria (2020), kondisi psikologis yang
dirasakan akibat COVID-19 adalah rasa anxiety apabila tertular. Anxiety adalah bentuk
ketidakberanian ditambah kerisauan terhadap hal-hal tidak jelas.
Menurut Deshinta (2020), terdapat beberapa golongan masyarakat yang rentan
terkena gangguan mental selama pandemi. Kondisi rentan dialami oleh perempuan,
anak, remaja, dan lansia. Kelompok lansia mengalami kerentanan akibat COVID-19
karena adanya proses degeneratif yang menyebabkan menurunnya imunitas tubuh
sehingga lansia rentan terinfeksi penyakit COVID-19. Di tengah kondisi pandemi yang
penuh dengan ketidakpastian, lansia mudah dihinggapi perasaan cemas berlebihan yang
kemudian berpengaruh pada kesehatan fisik. Selain itu, lansia banyak yang memiliki
penyakit bawaan seperti penyakit autoimun, diabetes, tekanan darah tinggi, kanker, dan
jantung.
Menurut Sadock (2010), kecemasan adalah respons terhadap situasi tertentu
yang mengancam, dan merupakan hal yang normal terjadi. Kecemasan diawali dari
adanya situasi yang mengancam sebagai suatu stimulus yang berbahaya (stressor). Pada
tingkatan tertentu, kecemasan dapat menjadikan seseorang lebih waspada (aware)
terhadap suatu ancaman, karena jika ancaman tersebut dinilai tidak membahayakan,

Universitas Indonesia
18

maka seseorang tidak akan melakukan pertahanan diri (self defence). Sehubungan
dengan menghadapi pandemi COVID-19, kecemasan perlu dikelola dengan baik
sehingga tetap memberikan awareness namun tidak sampai menimbulkan kepanikan
yang berlebihan atau sampai pada gangguan kesehatan kejiwaan yang lebih buruk.
Menurut World Health Organization (WHO) (2020), stres yang muncul selama
masa pandemi COVID-19 berupa: 1) Ketakutan dan kecemasan mengenai kesehatan
diri maupun kesehatan orang lain yang disayangi, 2) Perubahan pola tidur dan/atau pola
makan, 3) Sulit tidur dan konsentrasi, 4) Memperparah kondisi fisik seseorang yang
memang memiliki riwayat penyakit kronis dan/atau gangguan psikologis atau
menggunakan obat-obatan (drugs).

2.6 Kerangka Teori


Pendekatan teori stres model transaksional yang dikemukan oleh Lazarus dan
Folkman (1984) berfokus pada respons emosi dan proses kognitif yang didasarkan pada
interaksi manusia dengan lingkungan. Lazarus dan Folkman menyatakan bahwa stres
adalah hubungan antara stimulus stres, respons individu dan reaksi yang secara
konsisten berubah tergantung bagaimana seseorang menghadapi situasi yang
membahayakan atau mengancam kesehatan. Sumber stres merupakan kejadian atau
situasi yang melebihi kemampuan pikiran atau tubuh saat berhadapan dengan sumber
stres tersebut (Gaol, 2016; Schuster et al 2016).
Faktor yang berperan dalam proses terjadinya stres terdiri dari faktor individu
dan faktor situasional. Faktor individu menekankan pada bagaimana seseorang melihat
hubungan antara individu dan lingkungan sedangkan faktor situasional berupa novelty,
predictibility, durasi dan imminence. Persepsi yang berdasarkan pada faktor-faktor yang
berpengaruh tersebut dan faktor lingkungan akan membentuk landasan dalam proses
penilaian kognitif apakah situasi yang dialami dapat dikategorikan sebagai stres atau
tidak. Proses penilaian atau appraisal ini merupakan suatu tindakan pengevaluasian,
penafsiran dan tanggapan tentang peristiwa-peristiwa yang ada. Tahap penilaian yang
dilakukan oleh manusia ketika sedang mengalami stres yaitu primary appraisal dan
secondary appraisal (Schuster et al, 2003).
Penilaian tahap awal (primary appraisal) dilakukan oleh individu pada saat
mulai mengalami sesuatu peristiwa. Individu mengevaluasi pengaruh yang
19

memungkinkan timbul dari adanya tuntutan-tuntutan terhadap sumber daya yang ada
pada kondisi kesehatan. Proses primary appraisal ini terbagi dalam tiga tahap yaitu (1)
irrelevant, (2) benign-positive, dan (3) stressful. Irrelevant (tidak berkaitan) terjadi
ketika seseorang berhadapan dengan situasi yang tidak memberikan dampak apapun
terhadap kesejahteraan (kesehatan) seseorang. Benign-positive (berdampak baik) terjadi
ketika hasil dari pertempuran berdampak positif pada peningkatan kesejahteraan
individu. Stressful terjadi ketika individu tidak lagi memiliki kemampuan secara
personal untuk menghadapi penyebab-penyebab stress yang berakibat individu akan
mengalami (1) harmful, (2) threatening, dan (3) challenging. Harm/loss adalah tanda
bahwa sesuatu yang membahayakan sedang terjadi. Threat adalah tanda bahwa adanya
kemungkinan-kemungkinan yang membahayakan itu akan berlanjut dikemudian hari.
Challenge merupakan keterlibatan individu dengan tuntutan yang ada. Tantangan-
tantangan tesebut menimbulkan emosi seperti pengharapan, keinginan dan keyakinan
(Gaol, 2016).
Penilaian tahap kedua (secondary apparaisal) adalah proses penentuan jenis
coping yang bisa dilakukan dalam mengahadapi situasi-situasi yang mengancam
tergantung pada penilaian terhadap hal apa yang bisa dilakukan untuk mengubah situasi
Metode coping (penanggulangan) yang dilakukan ketika menghadapi stress terbagi
menjadi dua yaitu problem-focused coping (penanggulangan berfokus pada masalah)
dan emotion-focused coping (penanggulangan berfokus pada emosi). Problem-focused
coping merupakan cara menanggulangi stres dengan berfokus pada permasalahan yang
dihadapi dan dapat diterapkan jika situasi dirasa dapat berubah. Coping yang berfokus
pada masalah dilakukan untuk menghidari atau mengurangi stres dengan cara langsung
menghadapi sumber stres atau masalah yang terjadi. Emotion-focused coping adalah
cara penanggulangan stres dengan melibatkan emosi yang terjadi jika dirasa tidak ada
lagi yang bisa dilakukan terhadap sumber stres. Coping yang berfokus pada emosi ini
dilakukan dengan mengurangi tekanan emosional melalui menghindar, memberi jarak,
perhatian selektif, membandingkan hal yang positif dan menemukan nilai-nilai positif
dalam situasi negatif (Gaol, 2016; Schuster et al, 2003).

Universitas Indonesia
20

Gambar 2.2. Kerangka Teori Stress Model Transaksional


(Lazarus dan Folkman, 1984)
21

BAB 3
KERANGKA KONSEP DAN DEFINISI OPERASIONAL

3.1 Kerangka Konsep


Dalam menganalisis dampak psikologis digunakan teori stres dan teori kepuasan
hidup (life satisfaction). Kerangka konsep penelitian tentang “Analisis Dampak
Psikologis COVID-19 Terhadap Pasien Lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha” ini didasarkan pada teori stres model transaksional menurut Lazarus dan
Folkman (1984). Stres adalah hubungan antara individu dengan lingkungannya yang
dievaluasi oleh seseorang sebagai ketidakmampuan dalam menghadapi situasi yang
membahayakan atau mengancam kesehatan. Sumber stres pada pada penelitian ini
adalah situasi pandemi COVID-19.
Ketika situasi tersebut memberikan rangsangan, maka individu akan melakukan
appraisal (penilaian) dan coping (penanggulangan). Dalam penelitian ini appraisal tidak
diteliti sedangkan coping diteliti untuk mengetahui manajemen stres yang dilakukan
lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma Nugraha dalam menghadapi stressor. Metode
coping yang dilakukan ketika menghadapi stres adalah problem-focused coping
(penanggulangan berfokus pada masalah) dan emotion-focused coping (penanggulangan
berfokus pada emosi). Lazarus dan Folkman (1984) menyebutkan faktor personal dan
situasional berperan dalam stres. Faktor situasional dalam penelitian ini berupa protokol
kesehatan COVID-19 sedangkan faktor personal berupa persepsi lansia. Faktor
lingkungan yang berupa social support dalam bentuk dukungan keluarga dan dukungan
petugas RS juga diteliti sebagai faktor yang mampu mempengaruhi psikologis lansia di
masa pandemi COVID-19.

Universitas Indonesia
22

Gambar 3.1. Kerangka konsep penelitian “Analisis Dampak Psikologis COVID-19


Terhadap Pasien Lansia di Instalasi Rawat Jalan RS Dharma Nugraha”
23

3.2 Definisi Operasional

No. Variabel Definisi Operasional

1. Dampak psikologis Dampak psikologis adalah efek yang


diakibatkan oleh faktor biologis
individu dan/atau lingkungan terhadap
psikologis individu (de Oliveira,
2013).
Pada penelitian ini dampak psikologis
dalam bentuk perubahan psikologis
yang muncul sebagai hasil dari adanya
stimulus dan respon pada lansia
selama pandemi COVID-19.
2. Faktor situasional
Protokol kesehatan COVID-19 Protokol kesehatan COVID-19 adalah
cara yang diterapkan untuk mencegah
penyebaran kasus infeksi virus corona
(Pinasti, 2020).
Protokol kesehatan COVID-19 dalam
penelitian ini merupakan protokol
kesehatan memakai masker, mencuci
tangan dan menjaga jarak yang
diterapkan di RS Dharma Nugraha.
3. Faktor personal
Persepsi Persepsi adalah cara seseorang
memandang atau mengartikan sesuatu
(Leavitt dalam Sobur, 2003).
Persepsi pada penelitian ini meliputi
persepsi kognitif (pengalaman dan
kontrol penanganan COVID-19) serta
persepsi emosional terkait dampak
yang mucul akibat COVID-19.

Universitas Indonesia
24

4. Faktor lingkungan
Dukungan keluarga Dukungan sosial adalah informasi dari
individu lain bahwa seseorang dicintai
dan diperhatikan, dihargai dan dinilai,
dan menjadi bagian dari jaringan
sosial (Cobb dalam Kim et al, 2008).
Dukungan keluarga pada penelitian ini
berupa bantuan materi, informasi, atau
emosional yang diberikan keluarga
pada lansia. Keluarga yang dimaksud
merupakan anggota keluarga yang
menemani lansia dalam perawatan di
Instalasi Rawat Jalan RS Dharma
Nugraha.
Dukungan petugas RS Dukungan sosial adalah informasi dari
individu lain bahwa seseorang dicintai
dan diperhatikan, dihargai dan dinilai,
dan menjadi bagian dari jaringan
sosial (Cobb dalam Kim et al, 2008).
Dukungan petugas RS pada penelitian
ini berupa bantuan materi, informasi,
atau emosional yang diberikan petugas
RS pada lansia. Petugas RS yang
dimaksud merupakan dokter dan
perawat yang bekerja di Instalasi
Rawat Jalan RS Dharma Nugraha.
5. Coping
Problem-focused coping Problem-focused coping adalah cara
menanggulangi stres dengan berfokus
pada permasalahan yang dihadapi
(Lazarus dan Folkman dalam Gaol,
25

2016).
Problem-focused coping pada
penelitian ini meliputi strategi
problem solving dan confrontative
coping.
Emotion-focused coping Emotion-focused coping adalah cara
penanggulangan stres dengan
melibatkan emosi diri sendiri (Lazarus
dan Folkman dalam Gaol, 2016).
Emotion-focused coping pada
penelitian ini meliputi self control,
accepting responsibility dan escape-
avoidance.

Tabel 3.1. Definisi operasional

Universitas Indonesia
26

BAB 4

METODE PENELITIAN

4.1 Desain Penelitian


Penelitian kualitatif adalah sarana untuk mengeksplorasi dan memahami
makna individu atau kelompok yang dikaitkan dengan masalah sosial atau
manusia. Proses penelitian melibatkan pertanyaan dan prosedur yang muncul
mengumpulkan data dalam setting peserta, menganalisis data secara induktif,
membangun dari hal-hal khusus hingga tema umum; dan membuat interpretasi
makna data. Laporan tertulis akhir memiliki struktur penulisan yang fleksibel
(Creswell, 2019). Selain itu, metode kualitatif atau metode penelitian naturalistik
yaitu penelitian yang dilakukan atas dasar kondisi yang alami tanpa adanya
perencanaan sebelumnya.
Pendekatan yang digunakan adalah studi kasus. Design studi kasus
merupakan strategi yang lebih cocok bila pokok pertanyaan suatu peneliti
berkenaan dengan how dan why, studi kasus juga dilakukan untuk memperoleh
pengertian yang mendalam mengenai situasi dan makna sesuatu atau subjek
yang diteliti. Pendekatan ini melakukan upaya menganalisis secara deskriptif
dan introspektif tentang segala kesadaran manusia dan pengalaman yang
dirasakannya.
Data dalam penelitian ini akan dianalisis secara kualitatif. Penelitian
kualitatif merupakan suatu prosedur yang menghasilkan data deskriptif berupa
kata tertulis, atau lisan orang-orang atau perilaku yang diamati (Moleong,
20011). Tujuan dari penelitian ini adalah untuk membuat deskripsi, gambaran
atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat mengenai fakta-fakta, sifat-
sifat serta hubungan antar fenomena yang diselidiki. Teknik pengambilan
informan melalui teknik purposive sampling (pengambilan informan
berdasarkan tujuan). Sedangkan teknik pengumpulan data dilakukan dengan
wawancara mendalam.
27

3.6

4.2 Lokasi dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilakukan di instalasi rawat jalan RS Dharma Nugraha Jakarta
Timur yang dilakukan terhadap lansia secara langsung di masa pandemic COVID-
19 ini. Penelitian akan dilaksanakan pada bulan Mei s.d Juni 2021.

4.3 Data dan Sumber Data


Data yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu data primer. Hal ini
dilakukan untuk bisa mendapatkan hasil analisis yang lebih komprehensif
Data Primer
Data primer Menurut Purhantara (2010:79) mengemukakan bahwa data
primer ialah data yang diperoleh secara langsung dari subjek penelitian, peneliti
memperoleh data atau informasi dengan menggunakan instrumen yang sudah
ditetapkan. Data primer didapatkan dengan melakukan wawancara mendalam (In-
Depth Interview) dengan para informan yang terdiri dari lansia, keluarga lansia dan
petugas RS di instalasi rawat jalan.
Kriteria Informan dalam penelitian ini yaitu :
1. Lansia pria dan wanita yang berumur 60-70 tahun dan tidak menderita penyakit
berat seperti stroke, diabetes, kanker, penyakit jantung, gagal ginjal kronis,
penyakit paru obstruktif kronis dan cacat fisik yang dapat mengganggu aktifitas
sehari-hari, yang ditetapkan dengan anamnesis.
2. Keluarga lansia yaitu keluarga inti dari lansia dan atau keluarga yang merawat
serta tinggal dengan lansia
3. Petugas Rumah Sakit terdiri dari dokter atau perawat Instalasi Rawat Jalan RS
Dharma Nugraha Jakarta Timur

Wawancara dilakukan menggunakan pedoman wawancara yang telah di uji coba


sebelumnya serta alat perekam. Metode wawancara mendalam dipilih
mempertimbangkan penelitian dilakukan dalam kondisi pandemik yang melarang
forum atau perkumpulan orang.

Universitas Indonesia
28

4.4. Metode Pengumpulan Data

4.4.1 Wawancara Mendalam


Penelitian ini menitikberatkan pada data primer. Wawancara mendalam
atau indepth interview adalah satu jenis wawancara yang dilakukan oleh seorang
pewawancara untuk menggali informasi, memahami pandangan, kepercayaan
pengalaman, pengetahuan informan mengenai sesuatu hal secara utuh dalam
wawancara mendalam peneliti mengajukan pertanyaan terbuka kepada informan
dan berupaya menggali informasi jika diperlukan untuk memperoleh informasi
yang mendalam (Evi dan Sudarti, 2017).
Wawancara merupakan bentuk komunikasi antara pewawancara dengan
narasumber secara lisan baik langsung maupun tidak langsung, hal ini untuk
memperoleh data primer melalui memberikan pertanyaan-pertanyaan yang
diajukan dan wawancara kepada responden. Dengan demikian, untuk
mendapatkan data yang akurat tentang obyek serta sasaran penelitian, maka
penulis melakukan metode wawancara dengan menggunakan teknik wawancara
mendalam (terstruktur) yang dilakukan oleh peneliti dengan membawa sejumlah
pertanyaan atau pernyataan lengkap dan terperinci serta runtur. Wawancara
mendalam ini dilakukan secara langsung jika kondisi memungkinkan baik
kepada informan utama maupun kepada key informan. Sebelumnya diawali
dengan membuat kesepakatan terlebih dahulu dengan informan (lansia, keluarga
lansia dan petugas rumah sakit) dengan memberikan informed consent.
4.4.2 Analisis Dokumen
Akan dilakukan pemeriksaan atau analisis lebih lanjut dari hasil
wawancara yang dilakukan secara mendalam yang dimana sebelumnya, para
pasien lansia telah mengisi form mengenai biodata lengkap pasien.

4.5 Instrument Pengumpulan Data


Sesuai dengan karakteristik penelitian kualitatif yaitu instrumen penelitian
adalah peneliti sendiri. Alat yang digunakan sebagai pengumpul data yang
digunakan pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Pedoman wawancara yaitu sederetan pertanyaan sehubungan dengan objek
penelitian.
29

2. Tape Recorder/MP3/MP4, berfungsi untuk merekam percakapan dengan


sumber data (informan).
3. Kamera, berfungsi untuk mendokumentasikan kegiatan dalam penelitian yaitu
pada saat wawancara mendalam.
4. Buku catatan, berfungsi untuk mencatat setiap hasil wawancara dengan
informan sehubungan dengan objek penelitian

4.6 Analisis Data

Pola analisis data yang akan digunakan adalah etnografik, yaitu dari catatan
lapangan (field note) beserta hasil dari wawancara dan pengisian kuesioner kemudian
akan dilakukan pengkodean, kategorisasi atau klasifikasi kemudian disusun secara
sistematis dan selanjutnya akan disusun tema-tema berdasarkan hasil analisis data
tersebut. Sebagai bahan pijakan sekaligus pisau analisis bila perlu digunakan teori-teori
yang relevan dan hasil penelitian terdahulu yang mendukung.

4.7 Keabsahan Data


Sebagai upaya dalam menjaga validitas atau keabsahan dari suatu data dan
kesesuaian atau reliabilitas data, maka akan dilakukan beberapa langkah oleh
peneliti:

1. Validitas
Metode triangulasi dapat dilakukan dalm menilai validitas suatu data.
Jenis triangulasi yang digunakan yaitu melakukan pengecekan data kepada key
informan yaitu pasien lansia yang melakukan pengobatan rawat jalan dari hasil
wawancara mendalam yang dilakukan serta pengisian form biodata.
Memanfaatkan keberadaan peneliti lainnya untuk melakukan pengecekan
kembali mengenai informasi yang didapat dan disimpulkan. Menggali
kebenaran informai tertentu melalui berbagai sumber perolehan data melalui
Triangulasi Sumber:

Universitas Indonesia
30

- Lansia yang berusia 60-70 tahun


- Keluarga pasien lansia
- Petugas RS: Dokter dan Perawat di Instalasi Rawat Jalan

2. Reliabilitas
Reliabilitas dilakukan melalui cara audit trail (penelusuran audit). Cara ini
digunakan untuk mencapai objektifitas suatu penelitian dan menjamin
penelitian kualitatif ini benar atau sesuai. Audit trial dilakukan oleh
pembimbing dengan bahan-bahan yang dipersiapkan yakni ;

a) Data mentah, seperti catatan lapangan sewaktu mengadakan observasi dan


wawncara, hasil rekaman, hasil video rekaman, dokumen-dokumen data
sekunder yang diterima/didapatkan, serta yang telah.
b) Hasil analisis data berupa rangkuman, konsep dan sebagainya.
c) Hasil sintesis data seperti, tafsiran, kseimpulan, defenisi tema, pola,
hubungan dengan literatur, dan laporan akhir.
d) Catatan mengenai proses yang digunakan yakni tentang metodologi,
desain, strategi, prosedur, kredibilitas, objektifitas dan konfirmasbilitas
dan instrumen (pedoman wawancara).
31

LAMPIRAN
Lampiran 1. Informed Consent
ANALISIS DAMPAK PSIKOLOGIS COVID-19 TERHADAP PASIEN LANSIA
DI INSTALASI RAWAT JALAN
RS DHARMA NUGRAHA JAKARTA TIMUR

Perkenalkan nama saya …… dari Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas


Indonesia. Saya sedang melakukan studi tentang analisis dampak psikologis COVID-19
terhadap pasien lansia di Instalasi Rawat Jalan Rumah Sakit Dharma Nugraha Jakarta
Timur. Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memperoleh informasi gambaran
dampak psikologis pandemi COVID-19 terhadap pasien lansia yang masih berobat jalan
di rumah sakit.
Kami meminta kesediaan Bapak/Ibu secara sukarela untuk menjadi informan
dalam studi ini. Hasil studi ini sangat tergantung pada informasi yang didapatkan dari
Bapak/Ibu sebagai informan. Untuk itu diharapkan Bapak/Ibu dapat berpartisipasi
dengan mengemukakan pendapat, pikiran dan perasaannya dengan sejujurnya serta
tanpa ada paksaan dari pihak manapun. Tidak ada penilaian benar atau salah terhadap
jawaban yang Bapak/Ibu berikan. Jawaban yang diberikan sangat penting untuk
penelitian ini dan jawaban yang diberikan tidak akan mempengaruhi penilaian dalam
kehidupan Bapak/Ibu sehari-hari. Bapak/Ibu berhak menolak menjawab pertanyaan atau
tidak bersedia menjadi informan bila tidak menginginkannya.
Mohon Bapak/Ibu menandatangani formulir ini apabila Bapak/Ibu setuju dan
bersedia untuk menjadi informan dan sumber informasi.

Universitas Indonesia
32

Saya ……………………………………dengan ini menyatakan bersedia/tidak*)


untuk menjadi informan dalam kegiatan penelitian ini.

Tertanda,
Peneliti, Informan,

________________ ____________________
HP: 08xxxxxxxx (tanda tangan bisa diwakilkan oleh saksi)
Mahasiswa Pascasarjana
FKM Universitas Indonesia
33

Lampiran 2. Pedoman Wawancara Mendalam Kepada Lansia

Tujuan : (1) Untuk mengetahui dampak psikologis COVID-19 terhadap lansia.


(2) Untuk mengetahui peranan faktor situasional terhadap psikologis
lansia selama pandemi COVID-19.
(3) Untuk mengetahui peranan faktor personal terhadap psikologis
lansia selama pandemi COVID-19.
(4) Untuk mengetahui peranan faktor lingkungan terhadap psikologis
lansia selama pandemi COVID-19.
(5) Untuk mengetahui bentuk coping yang dilakukan lansia dalam
mengatasi dampak psikologis COVID-19.

Tanggal :

I. Identitas
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pekerjaan :
II. Dampak psikologis
(1) Bagaimana kondisi anda sebelum pandemi COVID-19?
Probing:
- Bagaimana keluhan yang sering anda rasakan? Apa saja keluhan
tersebut?
- Bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut?
(2) Bagaimana kondisi anda selama pandemi COVID-19?
Probing:
- Bagaimana keluhan yang sering anda rasakan? Apa saja keluhan
tersebut?
- Bagaimana perasaan anda ketika mengalami hal tersebut?
III. Faktor situasional (protokol kesehatan COVID-19)
(1) Apa yang anda ketahui tentang protokol kesehatan COVID-19?

Universitas Indonesia
34

Probing:
- Bagaimana cara anda menerapkan protokol kesehatan COVID-19?
(2) Kapan dan di mana saja anda menerapkan protokol kesehatan tersebut?
(3) Bagaimana pendapat anda ketika harus menerapkan protokol kesehatan
tersebut?
Probing:
- Bagaimana perasaan anda ketika menerapkan protokol kesehatan di RS
Dharma Nugraha?
IV. Faktor personal (persepsi)
(1) Apa yang anda ketahui tentang COVID-19?
(2) Bagaimana pendapat anda mengenai COVID-19 yang mewabah di
Indonesia?
(3) Apakah anda pernah didiagnosis positif menderita COVID-19?
Probing:
- Bagimana perasaan anda ketika mengetahui bahwa anda positif
menderita COVID-19?
- Bagaimana upaya anda untuk sembuh dari COVID-19?
V. Faktor lingkungan (dukungan keluarga dan petugas RS)
a. Dukungan keluarga
(1) Bagaimana gambaran bantuan dari keluarga dalam menghadapi
permasalahan yang berkaitan dengan kesehatan?
Probing:
- Bagaimana bentuk bantuan yang anda dapatkan sebelum pandemi
COVID-19?
- Bagaimana dengan bantuan pada saat pandemi COVID-19?
(2) Bagaimana perasaan anda ketika mendapat dukungan dari keluarga?
b. Dukungan petugas RS
(1) Bagaimana gambaran bantuan dari petugas RS saat anda melakukan
kunjungan ke RS?
Probing:
- Bagaimana bentuk bantuan yang anda dapatkan sebelum pandemi
COVID-19?
35

- Bagaimana dengan bantuan pada saat pandemi COVID-19?


(2) Bagaimana perasaan anda ketika mendapat bantuan dari petugas RS?

VI. Coping
a. Problem-focused coping
(1) Bagaimana anda menyikapi kesulitan yang terjadi selama pandemi
COVID-19?
Probing:
- Bagaimana strategi anda untuk mengatasi kesulitan tersebut?
(2) Bagaimana upaya anda untuk mengatasi kesulitan dengan agresif untuk
mengubah keadaan?
Probing:
- Mengapa anda melakukan hal tersebut?
b. Emotion-focused coping
(1) Bagaimana anda mengekspresikan ketidaknyamanan yang anda rasakan
selama pandemi COVID-19?
(2) Bagaimana anda melampiaskan perasaan tidak nyaman yang anda
rasakan?
Probing:
- Bagaimana perasaan anda setelah melampiaskan perasaan tidak
nyaman tersebut?
(3) Bagaimana upaya anda agar menerima keadaan yang terjadi sekarang ini?
(dalam hal kewajiban menerapkan protokol kesehatan)
Probing:
-Bagaimana pendapat anda ketika harus menyesuaikan dengan keadaan
yang terjadi sekarang ini?
(4) Bagaimana upaya yang anda lakukan jika tidak berhasil mengatasi
kesulitan yang anda alami?

Universitas Indonesia
36

Lampiran 3. Pedoman Wawancara Mendalam Kepada Petugas Rumah Sakit


Dharma Nugraha Jakarta Timur

Tujuan :

Untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran umum dampak psikologis pasien


lansia di masa pandemi COVID-19 yang masih berobat jalan oleh petugas kesehatan di
Rumah Sakit Dharma Nugraha Jakarta Timur.

Tanggal :

I. Identitas
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pekerjaan :

II. Dampak Psikologis


(1) Bagaimana kondisi lansia sebelum pandemi COVID-19?
Probing:
- Bagaimana keluhan yang mereka rasakan?
(2) Bagaimana kondisi lansia selama pandemi COVID-19?
- Bagaimana keluhan yang mereka rasakan?
III. Faktor Situasional
a. Protokol Kesehatan COVID-19
- Bagaimana lansia menerapkan protokol kesehatan COVID-19?
b. Faktor lain
- Bagaimana gambaran lansia yang berobat di instalasi rawat jalan rumah
sakit Dharma Nugraha Jakarta Timur pada masa pandemi COVID-19?
Probing :
1. Bagaimana cara komunikasi pasien lansia dengan petugas
rumah sakit?
37

2. Bagaimana keadaan pasien lansia dalam menerima informasi


yang diberikan oleh petugas rumah sakit?

- Bagaimana upaya yang dilakukan pasien lansia ketika menghadapi


kesulitan dalam pelayanan?
Probing :
1. Bagaimana cara pasien lansia mengatasi kesulitan tersebut?

IV. Faktor Lingkungan (Dukungan Petugas RS)


a. Pelayanan terhadap lansia
 Bagaimana pelayanan terhadap lansia di instalasi rawat jalan rumah
sakit Dharma Nugraha Jakarta Timur pada masa pandemi COVID-
19?
Probing :
1. Bagaimana proses screening COVID-19 terhadap lansia mulai dari pintu
masuk rumah sakit hingga instalasi rawat jalan?
2. Bagaimana cara petugas rumah sakit dalam menerapkan protokol
kesehatan bagi lansia yang berobat?
3. Bagaimana cara petugas dalam mengarahkan lansia yang mengalami
kesulitan dalam berobat?

Universitas Indonesia
38

Lampiran 4. Pedoman Wawancara Mendalam Kepada Keluarga Lansia


Tujuan :

Untuk mendapatkan informasi mengenai gambaran umum dampak psikologis pasien


lansia di masa pandemi COVID-19 yang masih berobat jalan oleh keluarga di Rumah
Sakit Dharma Nugraha Jakarta Timur.

Tanggal :

I. Identitas
a. Nama :
b. Umur :
c. Jenis Kelamin :
d. Pekerjaan :

II. Dampak Psikologis


a. Bagaimana kondisi lansia sebelum pandemi COVID-19?
- Bagaimana keluhan yang mereka rasakan?
(3) Bagaimana kondisi lansia selama pandemi COVID-19?
- Bagaimana keluhan yang mereka rasakan?
III. Faktor Situasional
a. Protokol Kesehatan COVID-19
Bagaimana keluarga memastikan bahwa protokol kesehatan diterapkan oleh
lansia?
Probing:
- Bagaimana proses pengawasan yang dilakukan keluarga untuk
memastikan lansia menerapkan protokol kesehatan?
- Bagaimana tindak lanjut apabila lansia belum menerapkan protokol
kesehatan?
- Bagaimana pemilihan makanan yang bernutrisi dan lansia
menyukainya, untuk meningkatkan sistem imun?
39

IV. Faktor Lingkungan (Dukungan Keluarga)


a. Bagaimana gambaran dukungan yang diberikan kepada lansia agar tidak
terjadi gangguan psikologis?
Probing:
- Siapa saja yang terlibat dalam memberikan dukungan kepada lansia?
- Hal lain apa saja yang telah dilakukan untuk memberikan dukungan
kepada lansia?

Universitas Indonesia
36

DAFTAR PUSTAKA

Banerjee, D. 2020. Age and ageism in COVID-19: Elderly mental health-care


vulnerabilities and needs. Asian Journal of Psychiatry. Vol 51: 102154. Doi:
10.1016/j.ajp.2020.102154.
Bioshop, A.J. 2008. “Stress and depression among older residents in religious
monasteries: Do friends and God matter?”. International Journal of Aging and
Human Development, 67, 1-23
Roziika, A., Santoso, M.B., Zainudiin, M. (2020). Penanganan Stres Di Masa Pandemi
Covid-19 Dengan Metode Emotional Freedom Technique (Eft). Focus: Jurnal
Pekerjaan Sosial, 3(2), 121-130.
Brooks, K.S. 2020. “The psychological impact of quarantine and how to reduce it:
Rapid review of the evidence”. Lancet, 395, 912-920
Darmojo, R.B., Martono, H.H. 2006. “Geriatri: Ilmu Kesehatan Usia Lanjut. Edisi ke
3”. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.

de Oliveira A.M., Buchain P.C., Vizzotto A.D.B., Elkis H., Cordeiro Q. 2013.
Psychosocial Impact. In: Gellman M.D., Turner J.R. (eds) Encyclopedia of
Behavioral Medicine. Springer, New York. DOI: 10.1007/978-1-4419-1005-9_919
Deshinta. 2020. “Kesehatan Mental Masyarakat: Mengelola kecemasan di tengah
pandemi COVID-19”. Jurnal Kependudukan Indonesia. Edisi Khusus Demografi
dan COVID-19.69-74
Doremalen, Van N., Bushmaker, T., Morris, D.H., Holbrook, M.G., Gamble, A.,
Williamson, B.N. 2020. “Aerosol and surface stability of SARS-CoV-2 as
Compared with SARS-CoV-1”. New England Journal of Medicine. Massachusetts
Medical Society
Du, Zhanwei., Xiaoke, X., Ye, Wu., Lin, W., Benjamin, J,C., Lauren A,M., Serial
interval of COVID-19 among publicly reported confirmed cases. Journal
Emerging Infectious Diseases, 26, 1341-1343
Evi dan Sudarti. 2017. Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Bidang Kesehatan.
Depok: PT Rajagrafindo Persada.
Fitria, L. 2020. “Cognitive Behavior Therapy Counseling untuk mengatasi anxiety

Universitas Indonesia
41

dalam masa pandemi COVID-19”. Al-Irsyad. 10 (1)


Gaol, N.T.L. 2016. Teori Stres: Stimulus, Respons, dan Transaksional. Buletin
Psikologi, 24 91): 1-11.
Hoyer, W.J. & Roodin, P.A. 2003. “Adult development and aging (5th ed)”. New York:
McGraw-Hills.
Kementerian Kesehatan RI. 2020. “Pedoman Pencegahan dan Pengendalian
Coronavirus Disease (COVID-19) Revisi 5”. Jakarta
Kim, H.S., David, K.S., Taylor, S.E. 2008. Culture and Social Support. American
Psychologist. 63(6): 518-526. DOI: 10.1037/0003-066X.
Lai CC, Shih TP, Ko WC, Tang HJ, and Hsueh PR. 2020. Severe acute respiratory
syndrome coronavirus 2 (SARS-CoV-2) and corona virus disease-2019 (COVID-
19): the epidemic and the challenges. Int. J. Antimicrob. Agents. vol 55: 105924.
doi: 10.1016/j.ijantimicag.2020.105924.
Levkovich, I., & Shinan-Altman, S. (2020). Impact of the COVID-19 pandemic on
stress and emotional reactions in Israel: a mixed-methods study. International
Health, 1–18.
Maurer, F.A., Smith, M.S. 2005. “Community public health nursing practice: Health
for families and populations (3rd)”. Elsevier Saunders.
McMurray, A. 2003. “Community health and wellness: A Socioecological approach
(2nd)”. Australia: Harcourt, Mosby
Meng H., Xu Y., Dai J., Zhang Y., Liu B., Yang H. Analyze the psychological impact
of COVID-19 among the elderly population in China and make corresponding
suggestions. PsychiatryRes. 2020;289:112983.doi:10.1016/j.psychres.2020.112983

Moleong, Lexy J. (2011). Metodologi Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja

Rosdakarya.

Orimo, H., Ito, H., Suzuki, T., et al. (2006). Reviewing the definition of "elderly".
Geriatrics And Gerontology International, 6(3), 149-158. doi: 10.1111/j.1447-
0594.2006.00341
Papalia, D.E., Olds, S.W., & Feldman, R.D. 2007. "Human Development (10th edition)".
USA: McGraw- Hill.

Universitas Indonesia
42

Pedoman Tatalaksana COVID-19. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI),


Perhimpunan Dokter Spesialis Kardiovaskular Indonesia (PERKI), Perhimpunan
Dokter Spesialis Penyakit Dalam Indonesia (PAPDI), Perhimpunan Dokter
Anestesiologi dan Terapi Intensif Indonesia (PERDATIN), Ikatan Dokter Anak
Indonesia (IDAI). Ed.2, Jakarta: Agustus 2020.
Pender, N.KJ., Murdaugh, C.L., Parsons, M.A. 2002. "Health promotion in nursing
practice (4th)". New Jersey: Prentice Hall
Pinasti, F.D.A. 2020. Analisis Dampak Pandemi Corona Virus Terhadap Tingkat
Kesadaran Masyarakat Dalam Penerapan Protokol Kesehatan. Wellness and Healthy
Magazine, 2(2): 237-249.
Qiu, J.; Shen, B.; Zhao, M.; Wang, Z.; Xie, B.; Xu, Y. A nationwide survey of
psychological distress among Chinese people in the COVID-19 epidemic:
Implications and policy recommendations. Gen. Psychiatry 2020, 33, e100213
Rahman, A.F. 2021. Gambaran Kondisi Lansia Penderita Covid-19 Dengan Penyakit
Diabetes Melitus dan Hipertensi: Literature Review. Surakarta: Universitas
Muhammadiyah
Rothan HA and Byrareddy SN. 2020. The epidemiology and pathogenesis of
coronavirus disease (COVID-19) outbreak. J. Autoimmun. vol 109: 102433. doi:
10.1016/j.aut.2020.102433.
Roziika, A., Santoso, M.B., Zainudiin, M. (2020). Penanganan Stres Di Masa Pandemi
Covid-19 Dengan Metode Emotional Freedom Technique (Eft). Focus: Jurnal
Pekerjaan Sosial, 3(2), 121-130.
Sadock, Benjamin J, and Sadock, V,A. 2010. "Kaplan & Sadock Buku Ajar Psikiatri
Klinis Edisi 2". Jakarta: EGC
Safrizal ZA., Danang, I.P., Safriza, S., Bimo. 2020. "Pedoman umum menghadapi
pandemi COVID-19". Tim Kerja Kementrian Dalam Negeri Jakarta.

Schuster, R.M., Hammit, W.E., Moore, D. 2003. A Theoritical Model to Measure the
Appraisal and Coping Response to Hassles in Outdoor Recreation Settings. Leisure
Sciences, 25: 277-299. DOI: 10.1080/01490400390211862.
Sobur, A. 2003. Psikologi Umum Dalam Lintasan Sejarah. Bandung: CV Pustaka Setia.
Santrock, J.W. 2006. "Life span development (10th ed)". New York: Mc Graw Hill.
43

Stanhope, M., Knollmueller, R.N. 2004. "Community & Public Health Nursing (6th)".
St. Louis, Missouri: Mosby Elsevier
Stone, C. Eigsti, McG. 2002. "Community Comprehensive Health Nursing: Family
Aggregate, & Community Practice (6th)". Philadelphia: Mosby
Suadirman, S.P. 2011. "Psikologi usia lanjut". Yogyakarta: Gajah Mada University
Press
Schuster, R.M., Hammit, W.E., Moore, D. 2003. A Theoritical Model to Measure
the Appraisal and Coping Response to Hassles in Outdoor Recreation Settings.
Leisure Sciences, 25: 277-299. DOI: 10.1080/01490400390211862.
Taylor, K. B.W., Castriotta, N., Lenze, E.J., Stanly, M.A, &Craske, M.G. 2010.
"Anxiety disorders in alder adult: Comprehensive review". Depression and
anxiety. Vol 27. 190-211
Tristanto, Aris. (2020). Dukungan Kesehatan Jiwa dan Psikososial (DKJPS) dalam
Pelayanan Sosial Lanjut Usia pada Masa Pandemi Covid-19. Sumatera Barat:
Universitas Andalas
Undang- Undang Nomor 13 Tahun 1998 Tentang Kesejahteraan Lanjut Usia
Wang C., Pan R., Wan X., Tan Y., Xu L., Ho C.S., Ho R.C. Immediate Psychological
Responses and Associated Factors during the Initial Stage of the 2019 Coronavirus
Disease (COVID-19) Epidemic among the General Population in China. Int. J.
Environ. Res. Public Health.  2020;17:1729. doi: 10.3390/ijerph17051729.
Wu Z and McGoogan JM. 2020. Characteristics of and important lessons from the
coronavirus disease 2019 (COVID-19) outbreak in China: summary of a report of
72 314 cases from the Chinese Center for Disease Control and Prevention. JAMA.
vol 323(13): 1239–1242. doi: 10.1001/jama.2020.2648.
World Health Organization (WHO). 2020. "Mental health and psychosocial
considerations during the COVID-19 outbreak".
WHO Director-General's remarks at the media briefing on 2019-nCoV on 11 February
(2020). Retrieved 5 July (020, from https://www.who.int/dg/speeches/detail/who-
director-general-s-remarks-at-the-media-briefing-on-2019-ncov-on-11-february-
(2020)

Universitas Indonesia
44

Anda mungkin juga menyukai