Anda di halaman 1dari 26

ISU KESEHATAN MENTAL PADA PETUGAS TENAGA KESEHATAN

DI INDONESIA KETIKA PANDEMI COVID-19

Diajukkan untuk Mencapai Kompetensi Mata Kuliah Current Issue Epidemiologi


Dosen Pengampu 1 : Nur Lina, S.KM., M.Kes
Dosen Pengampu 2 : Dian Saraswati, SPD, MKes

Disusun oleh :

Rofiya Dienulhaq Ratnasari 174101081

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Segala puji dan syukur penulis panjatkan kepada Allah SWT karena berkat
limpahan Rahmat dan Karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan Makalah yang
berjudul “Isu Kesehatan Mental Pada Petugas Tenaga Kesehatan di Indonesia
Ketika Pandemi COVID-19”. Shalawat dan salam semoga senantiasa menyelimuti
sang Habibullah yakni Rasulullah Muhammad SAW, berikut seluruh keluarganya,
sahabatnya, dan segenap kaum mukmin yang teguh mentaati sunnah dan
meneladani perilaku beliau selama hidupnya.
Makalah ini penulis susun dengan tujuan untuk menyelesaikan salah satu
tugas Mata Kuliah Current Issue Epidemiologi. Dalam penyusunan dan
penyelesaian makalah ini tidak terlepas dari berbagai kendala dan kesulitan. Namun
atas dorongan dan bantuan dari semua pihak akhirnya penulis mampu
menyelesaikan makalah ini. Pada kesempatan ini penulis menyampaikan rasa
terima kasih atas do’a dan bantuan baik moril, materil dan spiritual kepada.
1. Ibu Nur Lina, S.KM., M.Kes, selaku dosen mata kuliah Current Issue
Epidemiologi yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama proses belajar mengajar.
2. Ibu Dian Saraswati, SPD, Mkes, selaku dosen mata kuliah Current Issue
Epidemiologi yang telah memberikan pengetahuan, bimbingan dan
pengarahan kepada penulis selama proses belajar mengajar.
3. Para peneliti-peneliti yang telah mem-publish hasil penelitiannya untuk
diinformasikan kepada khalayak dan sebagai acuan penulis.
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa makalah ini sangat jauh dari
kesempurnaan. Oleh karena itu, penulis mengharapkan kritik dan saran yang
bersifat membangun agar dalam pembuatan tugas berikutnya dapat lebih baik lagi.
Semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi penulis khususnya, umumnya bagi
semua pembaca.

Bandung, Oktober 2020

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ....................................................................................................... ii


DAFTAR ISI...................................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ........................................................................................................ iii
BAB I PENDAHULUAN .................................................................................................. 1
A. Latar Belakang ........................................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................................... 2
C. Tujuan ..................................................................................................................... 2
D. Manfaat ................................................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI ............................................................................................. 4
A. Kesehatan Mental.................................................................................................... 4
B. Penyakit Mental ...................................................................................................... 4
C. Macam-macam Gangguan Mental .......................................................................... 5
BAB III HASIL DAN PEMBAHASAN .......................................................................... 8
A. Data Kasus Deteksi Dini Masalah Psikologis di Indonesia .................................... 8
B. Dampak Penyakit Mental ketika Pandemi COVID-19 pada Petugas Tenaga
Kesehatan ..................................................................................................................... 10
C. Faktor-faktor Determinan terjadi Penyakit Mental pada Tenaga Kesehatan ........ 11
BAB IV SIMPULAN DAN SARAN .............................................................................. 15
A. Simpulan ............................................................................................................... 15
B. Saran ..................................................................................................................... 15
DAFTAR PUSTAKA ...................................................................................................... 16

ii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 3.1 Penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa Indonesia


Tahun 2020 ..............................................................................................................8
Gambar 3.2 Jumlah Persen Masalah Psikologis di Indonesia ..................................9
Gambar 3.3 Deskripsi Gejala Depresi dan Cemas di Indonesia ............................10

iii
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran 1. Swaperiksa Tanda Cemas ..................................................................19
Lampiran 2. Swaperiksa Tanda Trauma ................................................................20
Lampiran 3. Swaperiksa Tanda Depresi ................................................................21

iv
BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Indonesia dan juga dunia di penghujung tahun 2019 dan awal tahun
2020 dihebohkan dengan wabah pneumonia baru yang dimulai di Wuhan
yang kemudian menyebar dengan cepat ke lebih dari 190 negara dan teritori.
Wabah Coronavirus Disease 2019 (COVID-19) yang disebabkan oleh
SARScCoronavirus 2 (SARS-Cov-2), mulai muncul di Wuhan, Provinsi
Hubei, China pada tahun 2019. (Pragholapati, 2020) Sejak merebaknya
virus corona, penyebaran virus corona telah terjadi di seluruh dunia
sehingga pada 11 Maret 2020, WHO (World Health Organization)
menyatakan bahwa COVID-19 merupakan pandemi dengan total 114
negara terpapar COVID-19 (WHO, 2020a dalam Harlianty et al, 2020).
Total kasus COVID-19 secara global terkonfirmasi per 6 Mei 2020
sebanyak 3.517.345 kasus dengan 243.401 kematian (CFR 6,9%) di 214
negara yang terkontrak di WHO. Data di Indonesia hingga 6 Mei 2020
memastikan 12.438 dirawat 9.226 meninggal 895 dan pulih 2.317.
(Pragholapati, 2020) Sayangnya, 55 perawatan kesehatan profesional
dilaporkan diantara para korban. (Sunjaya et al, 2020)
COVID-19 pertama yang dilaporkan di Indonesia pada 2 Maret 2020
sebanyak dua kasus. Data untuk 31 Maret 2020 menunjukkan terdapat 1.528
kasus terkonfirmasi dan 136 kasus fatal. Tingkat kematian COVID-19 di
Indonesia sebesar 8,9%, angka ini merupakan yang tertinggi di Asia
Tenggara (H. Djasri dalam Pragholapati, 2020).
Pandemi COVID-19 telah menjadi ancaman serius kesehatan fisik
dan kehidupan manusia di dunia. Selain itu, kondisi tersebut juga memicu
berbagai masalah psikologis, seperti sebagai gangguan panik, kecemasan
dan depresi (Zhang, J dalam Margaretha et al, 2020). COVID-19 terkait
dengan tekanan psikologis tinggi juga dialami oleh tenaga kesehatan baik
yang bersentuhan langsung dengan pasien COVID-19 dan mereka yang
tidak. (Lai J et al dalam Margaretha et al, 2020).

1
2

Beberapa penelitian menunjukkan bahwa kejadian tekanan


psikologis yang terjadi pada petugas tenaga kesehatan tersebut cukup tinggi.
Contohnya petugas tenaga kesehatan di Wuhan Cina, terdapat 34,4%
gangguan ringan, 22,4% mengalami gangguan sedang dan 6,2% mengalami
gangguan parah selama epidemi virus (Kang L dalam Margaretha et al,
2020). Penelitian di Singapura menunjukkan tenaga medis itu mengalami
kecemasan (32%), stres (19%) dan depresi (24%). (Tan W et al dalam
Margaretha et al, 2020)
Di Indonesia sendiri belum ada catatan pasti tentang insiden tekanan
psikologis pada petugas tenaga kesehatan, tetapi beberapa media massa
melaporkan stres pada dokter dan perawat seiring dengan jumlah pasien
COVID-19 meningkat, kurangnya personal alat pelindung dan stigma
negatif masyarakat terhadap kesehatan penyedia perawatan. (Margaretha et
al, 2020)
Hal ini mendasari penulis untuk membahas faktor-faktor determinan
yang menyebabkan terganggunya kesehatan mental dari petugas tenaga
kesehatan di Indonesia selama pandemi COVID-19 beserta macam-macam
dampaknya berdasarkan berbagai jurnal penelitian nasional maupun
internasional.

B. Rumusan Masalah
1. Apa saja macam-macam dampak yang terjadi pada petugas tenaga
kesehatan selama pandemic COVID-19?
2. Apa saja faktor-faktor determinan yang menyebabkan terganggunya
kesehatan mental dari petugas kesehatan medis di Indonesia selama
pandemi COVID-19?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui macam-macam dampak yang terjadi pada petugas
tenaga kesehatan selama pandemi COVID-19.
3

2. Untuk mengetahui untuk mengidentifikasi faktor-faktor determinan yang


menyebabkan terganggunya kesehatan mental dari petugas kesehatan
medis di Indonesia selama pandemi COVID-19.

D. Manfaat
1. Bagi Mahasiswa.
Dapat menambah pengetahuan mengenai isu gangguan kesehatan mental
pada petugas tenaga kesehatan di masa pandemi COVID-19.
2. Bagi Masyarakat.
Dapat memberi perhatian khusus kepada permasalahan terkait stigma
negatif terhadap petugas tenaga kesehatan.
3. Bagi Pemerintah.
Sebagai saran dan masukkan untuk perbaikan dalam batuan kebijakan
yang serius oleh pihak pemerintah dalam memberikan bantuan sosial
untuk mengatasi masalah kesehatan mental.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Kesehatan Mental
Sehat (Health) menurut UU Kesehatan No. 36 tahun 2009 adalah suatu keadaan
sehat secara fisik, mental, dan sosial dimana memungkinkan setiap manusia untuk
hidup produktif baik secara sosial maupun ekonomis. (Prismandari, 2017)
Kesehatan mental sendiri merupakan tujuan ketiga dari SDG’s (Sustainable
Development Goals) pada poin keempat yang menyatakan “Pada tahun 2030,
mengurangi sepertiga dari kematian dini yang disebabkan oleh penyakit tidak
menular, melalui tindakan pencegahan dan pengobatan serta menaikkan kesehatan
mental dan kesejahteraan.” (SDG’s, 2017).
Menurut Karl Menninger, individu yang sehat mentalnya adalah mereka
yang memiliki kemampuan untuk menahan diri, menunjukkan kecerdasan,
berperilaku dengan menenggang perasaan orang lain, serta memiliki sikap hidup
yang bahagia. Adapun karakteristik individu sehat mental mengacu pada kondisi
atau sifat-sifat positif, seperti: kesejahteraan psikologis (psychological well-being)
yang positif, karakter yang kuat serta sifat-sifat baik/ kebajikan (virtues)
(Lowenthal dalam Dewi, 2020)

B. Penyakit Mental
Penyakit mental adalah penyakit yang melibatkan gangguan pada fungsi
otak yang boleh menyebabkan perubahan kepada proses pemikiran, perasaan dan
tingkah-laku seseorang yang mengakibatkan gangguan untuk menjalani aktivitas
seharian dengan baik. Contoh-contoh yang termasuk kedalam penyakit mental atau
yang biasa disebut juga kelainan mental seperti depresi sampai kepada tindakan
adiksi yang atau kecanduan terhadap sesuatu yang tidak wajar seperti obat-obatan
atau bahan kimia tertentu. Banyak orang yang mengalami kejanggalan-kejanggalan
yang terjadi pada mentalnya seperti misalnya merasa stress, depresi takut, maupun
gelisah, kondisi tersebut dapat juga dikatakan sebagai gejala awal dari gangguan
mental, namun baru dapat dikatakan sebagai sebuah gangguan mental apabila
perasaan-perasaan tersebut sudah melewati batas kewajaran sehingga mengganggu

4
5

keberfungsian sosial atau dapat juga berpengaruh kepada menurunnya kondisi


kesehatan secara jasmani. (Choresyo, 2015)

C. Macam-macam Gangguan Mental


1. Gangguan Kecemasan
Gangguan kecemasan atau anxiety disorders adalah sekelompok
kondisi yang memberi gambaran penting tentang kecemasan yang
berlebihan, disertai respons perilaku, emosional, dan fisiologis. Individu
yang mengalami gangguan kecemasan dapat memperlihatkan perilakuyang
tidak lazim seperti panik tanpa alasan, takut yang tidak beralasan terhadap
objek atau kondisi kehidupan, melakukan tindakan berulang-ulang tanpa
dapat dikendalikan, mengalami kembali peristiwa yang traumatik, atau rasa
khawatir yang tidak dapat dijelaskan atau berlebihan. Pada kesempatan
yang jarang terjadi, banyak orang memperlihatkan salah satu dari perilaku
yang tidak lazim tersebut sebagai respons normal terhadap kecemasan.
Perbedaan antara respons kecemasan yang tidak lazim ini dengan gangguan
kecemasan ialah bahwa respons kecemasan cukup berat sehingga bisa
mengganggu kinerja individu, kehidupan keluarga, dan gangguan sosial.
(Diferiansyah et al, 2016)
2. Gangguan Kepribadian
Gangguan kepribadian atau personality disorders adalah ciri
kepribadian yang kaku dan mengalahkan diri sendiri, sehingga
mempengaruhi fungsinya dan bahkan menyebabkan gejala psikiatrik,
menyebabkan penderitaan pada pasien atau orang lain atau keduanya dan
menimbulkan maladaptasi sosial (teman, keluarga, pekerjaan). Kepribadian
demikian nampak tidak seimbang, tanpa koordinasi perilaku yang harmonis.
(Idrus, 2016)
3. Gangguan Psikotik
Gangguan psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan
adanya halusinasi, waham, perilaku kataton, perilaku kacau, pembicaraan
kacau yang pada umumnya disertai tilikan yang buruk. Waham atau delusi
6

adalah kepercayaan yang salah, berdasarkan simpulan yang salah tentang


kenyataan eksternal, yang dipegang teguh meskipun apa yang diyakini
semua orang merupakan bukti-bukti yang jelas dan tak terbantahkan.
(Lumingkewas, 2017)
4. Gangguan Suasana Hati
Perubahan mood yang terjadi sewaktu-waktu adalah hal yang
normal terjadi, apalagi jika memang ada faktor pencetusnya, misalnya stres,
kelelahan, atau tekanan batin. (Alodokter, 2020) Depresi adalah gangguan
suasana perasaan (mood disorder) yang gejalanya meliputi ranah emosional,
motivasi, perilaku, fisik, dan kognitif. Pengalaman emosional individu yang
mengalami depresi biasanya terbatas pada emosi negatif yang sering
dideskripsikan sebagai kesedihan, hilangnya harapan, kesengsaraan, dan
hilangnya kegembiraan (Davey, 2008). Sebagian besar individu dengan
gangguan depresi memiliki episode kesedihan dan perilaku menangis yang
terjadi secara berkala. Hanya sebagian kecil saja individu dengan gangguan
depresi yang dilaporkan pernah merasakan emosi positif. Individu dengan
gangguan depresi menunjukkan wajah minim ekspresi positif dan
kehilangan minat terhadap kesenangan/humor (Sloane, Strauss & Wisner,
2001; Davey, 2008 dalam Kurniawanet al, 2016).
5. Gangguan Makan
Gangguan makan (eating disorder) yaitu penyakit kejiwaan yang
ditandaiadanya gangguan dalam tingkah laku/ kebiasaan makan, seperti
mengurangi ataumengkonsumsi makanan dengan ekstrim dan perasaan
menderita keprihatinantentang berat badan yang terlalu ekstrim. Gangguan
makan (eating disorder) terdapat beberapa tipe yaitu anoreksia nervosa,
bulimia dan binge eating. Anoreksia adalah ketakutan berlebih akan
peningkatan berat badan/lemak sedangkan bulimia merupakan keadaan
dimana seseorang makan secara berlebihan dan kemudian kembali
mengeluarkannya atau dimuntahkan dan bingeeating adalah keadaan
dimana seseorang kehilangan kontrol dan makan dalam jumlah sangat
banyak (American Psychiatric Association, 2005 dalam Dwintasari, 2018).
7

6. Gangguan Pengendalian Impuls dan Kecanduan


Orang dengan gangguan pengendalian impuls tidak dapat menahan
dorongan untuk melakukan tindakan yang dapat membahayakan dirinya
sendiri atau orang lain, misalnya berjudi, mencuri (kleptomania), dan
menyulut api (piromania). Sedangkan gangguan perilaku adiksi atau
kecanduan biasanya disebabkan oleh penyalahgunaan alkohol dan obat-
obatan terlarang atau narkoba. Tak hanya itu, seseorang juga bisa kecanduan
aktivitas tertentu, seperti seks, masturbasi, atau berbelanja. (Alodokter,
2020)
7. Gangguan Obsesif Kompulsif (OCD)
Penderita gangguan obsesif kompulsif mengalami kesulitan untuk
mengendalikan pikiran yang mengganggu disertai adanya perilaku
ritualistic yang dilakukan penderita sebagai cara untuk mengurangi
kecemasan atau ketakutannya sehingga menimbulkan penderitaan dan
disfungsi yang signifikan dalam kehidupannya sehari-hari. (Praptomojati,
2019)
8. Gangguan Stres Pascatrauma (PTSD)
Posttraumatic Stress Disorder (PTSD) merupakan gangguan yang
terjadi pada seseorang setelah mengalami atau menyaksikan kejadian
mengerikan mengejutkan atau berbahaya. PTSD tidak seperti ketakutan
biasa yang dialami seseorang ketika mengalami atau menyaksikan kejadian
traumatis. Akan tetapi, orang yang mengalami PTSD akan merasakan reaksi
negatif yang dapat bertahan hingga 1 bulan lamanya setelah mengalami atau
menyaksikan kejadian traumatis tersebut. Mengetahui kerabat dekat
mengalami kekerasan atau meninggal secara tiba-tiba atau terpapar
berulang-ulang pada rincian kejadian traumatis juga dapat mengalami
PTSD. (Yustitia, 2018)
BAB III
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Data Kasus Deteksi Dini Masalah Psikologis di Indonesia

Gambar 3.1 Penelitian Perhimpunan Dokter Spesialis Kedokteran Jiwa


Indonesia Tahun 2020 (Sumber: PDSKJI, 2020)

Berdasarkan Gambar 3.1, terdapat sebanyak 64,8% pengguna


swaperiksa mengalami masalah psikologi dengan 71% perempuan dan 29%
laki-laki. 1 dari 5 memiliki pemikiran tentang ‘lebih baik mati’. Dari total
4010 swaperiksa terdapat 1725 swaperiksa depresi dan 62% diantaranya
dengan masalah psikologis depresi dan 44% dari mereka berpikir merasa lebih
baik mati atau ingin melukai diri sendiri dengan cara apapun. Responden
tersebar di 34 provinsi di Indonesia diantaranya : Banten (7,8%), DI

8
9

Yogyakarta (8,2%), Jawa Timur (13,3%), Jawa Tengah (15,5%), DKI Jakarta
(21,5%), Jawa Barat (26,7%) dan lainnya (3,3%).

Gambar 3.2 Jumlah Persen Masalah Psikologis di Indonesia. (Sumber:


PDSKJI, 2020)

Berdasarkan Gambar 3.2, masalah cemas sebanyak 65%, depresi


62% dan trauma 75%. Masalah Psikologis terbanyak ditemukan pada
kelompok usia 17-29 tahun dan >60 tahun.
10

Gambar 3.3 Deskripsi Gejala Depresi dan Cemas di Indonesia.


(Sumber: PDSKJI, 2020)

Berdasarkan Gambar 3.3, Gejala cemas yang terdiri dari sesuatu


yang akan buruk terjadi, kuatir berlebihan, mudah marah atau jengkel dan
sulit rileks. Gejala depresi terdiri dari gangguan tidur, kurang percaya diri,
lelah tidak bertenaga dan kehilangan minat.

B. Dampak Penyakit Mental ketika Pandemi COVID-19 pada Petugas


Tenaga Kesehatan
Petugas tenaga kesehatan menjadi garda terdepan dalam
penanganan COVID-19 peristiwa pandemi termasuk di Indonesia. Tuntutan
internal dan eksternal yang dialami oleh tenaga medis bisa menjadi sumber
tekanan yang melebihi batas kemampuan menyebabkan kesusahan berupa
kelelahan fisik atau mental, menurun ketahanan, dan ketidakstabilan
emosional sehingga dapat menimbulkan depresi. Stres berkepanjangan yang
dialami individu dapat mengakibatkan penurunan kemampuan beradaptasi
dengan stres. (Margaretha et al, 2020) Tak hanya itu, dengan seiring
peralatan yang terbatas juga banyaknya kejadian buruk yang dihadapi oleh
petugas tenaga kesehatan sehingga gagal menangani pasien COVID-19
hingga akhirnya meninggal dunia mampu menimbulkan trauma kepada
petugas tenaga kesehatan.
11

C. Faktor-faktor Determinan terjadi Penyakit Mental pada Tenaga


Kesehatan
Dari beberapa jurnal mengenai faktor-faktor determinan penyakit
mental di Indonesia diantaranya:
1. Tingkat Kecemasan
a. Jenis Kelamin
Ada hubungan antar gender dan tingkat kecemasan tenaga
kesehatan di Indonesia selama pandemi COVID-19. Menurut
Wang et al, 2020, hasil penelitian sebelumnya yang
menyimpulkan bahwa wanita jauh lebih rentan terhadap stres dan
lebih mungkin mengembangkan gangguan stres pasca-trauma
(Moghanibashi et al, 2020 dalam Margaretha et al, 2020)
membuktikan bahwa sekitar seperlima orang memiliki
mengalami kecemasan yang ekstrim, dan wanita merasa lebih
cemas daripada pria. (Margaretha et al, 2020)
b. Umur
Kecemasan banyak terjadi pada tenaga kesehatan yang
beranjak dewasa awal. Ada hubungan antara usia dan tingkat
kecemasan Penyedia Layanan Kesehatan di Indonesia selama
pandemi COVID-19. Hasil penelitian Nobles et al. (2020) (15) di
profesional medis dengan usia dewasa memiliki risiko dua kali
lipat untuk menderita kecemasan dan depresi. Huang & Zhao
(2020) (Huang et al, 2020 dalam Margaretha et al, 2020)
menyatakan bahwa gejala kecemasan lebih mungkin terjadi pada
manusia lebih muda dari 35 tahun dan mereka yang
menghabiskan terlalu banyak waktu berfokus pada wabah.
(Margaretha et al, 2020)
c. Profesi Pekerjaan
Tingkat kecemasan paling tinggi dari tenaga kesehatan
adalah perawat. Petugas tenaga kesehatan seperti perawat dan
dokter berpengalaman tekanan psikologis karena mereka
12

memberikan perawatan langsung pasien dengan COVID-19,


mengetahui bahwa seseorang yang terjangkit atau meninggal
karena suatu penyakit, atau diharuskan menjalani karantina atau
isolasi. (Margaretha et al, 2020)
d. Tempat Kerja
Ada hubungan antar tempat kerja dengan tingkat kecemasan
petugas tenaga kesehatan di pandemi COVID-19. Staf medis
yang bekerja di rumah sakit dengan pasien virus corona, seperti
bagian pernapasan, gawat darurat departemen, unit perawatan
intensif, dan departemen penyakit menular, mengungkapkan
lebih banyak gangguan psikologis, dan memiliki dua kali lipat
risiko menderita kecemasan dan depresi, dibandingkan dengan
sebelumnya (Lu W et al, 2020 dalam Margaretha et al, 2020).
Akibatnya, pandemi COVID-19 merupakan fenomena global
yang menimbulkan tingkat tinggi kecemasan bagi petugas tenaga
kesehatan yang bekerja di rumah sakit.
2. Tingkat Stres
a. Jenis Kelamin
Ini karena pria lebih mampu memprioritaskan alasan
daripada perasaan mereka sementara wanita menggunakannya
perasaan lebih dalam menghadapi masalah. (Margaretha et al,
2020)
b. Status Pernikahan
Perawat yang sudah menikah memiliki tingkat stres yang
lebih tinggi daripada perawat yang belum menikah karena
dikhawatirkan akan berpotensi menyebar ke suami atau istri dan
anak-anaknya (Cai et al dalam Margaretha et al, 2020)
c. Umur
Petugas tenaga kesehatan berusia 41-50 tahun lebih
mementingkan keselamatan mereka, sedangkan mereka yang
berusia >50 tahun mengalami stres yang lebih besar ketika
13

mereka melihat pasien mereka meninggal. (Margaretha et al,


2020)
3. Tingkat Depresi
a. Tempat Kerja
Petugas Tenaga Kesehatan yang bekerja di rumah sakit dengan
zona merah dan rujukan rumah sakit cenderung mengalami
kelelahan dalam pandemi, yang menyebabkannya depresi (Liu Q,
2020 dalam Margaretha et al, 2020)
b. Perasaan Kesendirian
Kesepian merupakan gejala yang menonjol bagi tenaga
kesehatan. Perasaan kesepian ini perlu dilakukan dipahami
karena sering tidak terucapkan dan diabaikan bahkan oleh mereka
sendiri. Sebuah ironi kesepian dalam kerumunan masalah
COVID-19. Mereka perlu berbicara dan berkomunikasi kapan
pun mereka menginginkannya. Pasangan, keluarga, teman perlu
menjaga kontak dan menyediakan waktu untuk menghadapi
beban perasaan tersebut sebelum menjadi perasaan meningkat.
Skrining dan pemantauan perlu dilakukan secara rutin, dan
tanggapan diberikan kepada kesehatan pekerja yang kelebihan
beban dengan gangguan kejiwaan. (Sunjaya et al, 2020)
c. Stigma Sosial
Berbagai cerita dari para sejawat tenaga medis di Ibu Kota
dan beberapa kota besar lainnnya. Mereka tidak diizinkan lagi
tinggal di komplek yang sama oleh warga karena dianggap dapat
membawa virus yang akan menularkan penyakit. Ada pula,
mereka menyewa rumah, dengan sepihak pemilik memutuskan
memutus kontrak penyewaan dan mengusir perawat tersebut agar
tidak lagi tinggal di rumah mereka atau satu lingkungan
dengannya. Kisah yang memilukan juga terjadi di Semarang saat
salah seorang perawat yang bekerja di RSUP Kariadi Semarang
14

meninggal dunia, Jenazahnya ditolak oleh masyarakat untuk


dimakamkan di pemakaman umum. (Dai, 2020)
BAB IV
SIMPULAN DAN SARAN

A. Simpulan
Pandemi COVID-19 menimbulkan gangguan psikologis di kalangan
masyarakat, termasuk petugas tenaga kesehatan. Profesional kesehatan yang
menunjukkan kontak dan merawat pasien COVID-19 menunjukkan risiko
psikologis yang lebih tinggi, dalam hal depresi dan kelelahan, yang bervariasi
dari ringan hingga kondisi parah dibandingkan dengan mereka yang tidak.
Kesepian adalah gejala depresi yang paling menonjol di tenaga kesehatan.
Komunikasi dengan teman sebaya dan tetap berhubungan dengan keluarga
perlu dilakukan. Berdasarkan hasil kompilasi dari beberapa jurnal penelitian,
gender, usia, dan tempat kerja memiliki hubungan yang signifikan dengan
tingkat kecemasan petugas tenaga kesehatan di Indonesia selama pandemi
COVID-19. Jenis kelamin, status pernikahan, dan umur memiliki hubungan
yang signifikan dengan tingkat stres petugas tenaga kesehatan di Indonesia
selama pandemi COVID-19. Tempat kerja, perasaan kesendirian, stigma sosial
memiliki hubungan yang signifikan dengan tingkat depresi pada petugas tenaga
kesehatan Indonesia selama Pandemi COVID-19 didorong.

B. Saran
Kesejahteraan psikologis harus dipertimbangkan untuk tenaga kesehatan
yang berisiko lebih tinggi selama pandemi ini. Oleh karena itu, kebijakan yang
sedang dikembangkan untuk memerangi COVID-19 harus mengakui hal ini
dengan tegas aspek seperti saat ini kurang diperhatikan. Meskipun insentif dan
asuransi dari pemerintah atau institusi kesehatan penting sebagai penghargaan
dan kompensasi bagi para profesional kesehatan, menyediakan intervensi
preventif yang berkaitan dengan penyakit mental di semua jenis fasilitas
perawatan kesehatan harus dilakukan dan dianggap sebagai prioritas untuk
memastikan keberlanjutan layanan yang diberikan oleh para profesional
kesehatan.

15
DAFTAR PUSTAKA
Alodokter. (2020). Macam-Macam Gangguan Jiwa yang Umum Terjadi. Retrieved
from https://www.alodokter.com/macam-macam-gangguan-jiwa-yang-umum-
terjadi

Cai H, Tu B, Ma J, Chen L, Fu L, Jiang Y, et al. Psychological Impact and Coping


Strategies of Frontline Medical Staff in Hunan Between January and March
2020 During the Outbreak of Coronavirus Disease 2019 (COVID_19) in
Hubei, China. Med Sci Monit. 2020;26:e924171.

Choresyo, Berry et al. (2020). Kesadaran Masyarakat Terhadap Penyakit Mental.


Retrieved from http://jurnal.unpad.ac.id/prosiding/article/view/13587

Dai, Nilam fitriani. (2020). Stigma Masyarakat Terhadap Pandemi Covid-19.


Retrieved from https://ojs.literacyinstitute.org/index.php/prosiding-covid19

Dewi, K. S. (2012). BUKU AJAR KESEHATAN MENTAL. Retrieved from


http://eprints.undip.ac.id/38840/

Diferiansyah, O., Septa, T., Lisiswanti, R., Kedokteran, F., & Lampung, U. (2016).
Gangguan Cemas Menyeluruh Rumah Sakit Jiwa Provinsi Lampung. 5, 63–68.
Retrieved from
https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/medula/article/download/1510/p
df

Harlianty, R. A., Widyastuti, T., Mukhlis, H., & Susanti, S. (2020). Study on
Awareness of COVID 19, Anxiety, and Complince on Social Distancing in
Indonesia During Coronavirus Disease 2019 (COVID 19) Pandemic.
Research Square, 1(1), 1–16. https://doi.org/10.21203/rs.3.rs-44598/v1

H. Djasri, “Corona Virus dan Manajemen Mutu Pelayanan Klinis di Rumah Sakit,”
J. Hosp. Accredit., vol. 2, no. 1, pp. 1–2, 2020.

Idrus, M. F. (2016). Gangguan Kepribadian. Retrieved from


https://med.unhas.ac.id/kedokteran/wp-content/uploads/2016/10/Gangguan-
Kepribadian.pdf

Kesehatan, T., & Pandemi, S. (2020). Kondisi dan strategi penanganan kecemasan
pada tenaga kesehatan saat pandemi covid-19. 3(3), 365–374.

Lai J, Ma S, Wang Y, Cai Z, Hu J, Wei N, et al. Factors Associated With Mental


Health Outcomes Among Health Care Workers Exposed to Coronavirus
Disease 2019. JAMA Netw open. 2020;3(3):e203976.
Liu ( Q, Yang J, Liu Q, Luo D, Wang XQ, Phd Y, et al. The experiences of health-
care providers during the COVID-19 crisis in China: a qualitative study.
Lancet Glob Heal. 2020;8(6):e790–8.

Lumingkewas, P. E. (2017). Indikator yang Membedakan Gejala Psikotik dengan


Pengalaman Spiritual dalam Perspektif Neurosains (Neuro-Anatomi). 5.
Retrieved from
https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ebiomedik/article/download/18515/180
43

Margaretha, S. E. P. M., Effendy, C., Kusnanto, H., & Hasinuddin, M. (2020).


Determinants psychological distress of indonesian health care providers
during COVID-19 pandemic. Systematic Reviews in Pharmacy, 11(6), 1052–
1059. https://doi.org/10.31838/srp.2020.6.150

PDSKJI. (2020). 5 BULAN PANDEMI COVID-19 DI INDONESIA. Retrieved from


http://pdskji.org/home

Pragholapati, A. (2020). Mental Health In Pandemic COVID-19. 1–7. Retrieved


from
https://d1wqtxts1xzle7.cloudfront.net/63305338/MENTAL_HEALTH_IN_C
OVID-1920200514-101394-1vh1m0f.pdf?1589443575=&response-content-
disposition=inline%3B+filename%3DMENTAL_HEALTH_IN_COVID_19.
pdf&Expires=1600524849&Signature=Dg-
kJKiDIYlPIwWcOydwyos6GqsFXVyGFe

Praptomojati, Ardian. (2019). “How Do I Stop Checking Things?” Understanding


Obsessive-Compulsive Disorder from Neuropsychological Perspective. .
Retrieved from
https://jurnal.ugm.ac.id/buletinpsikologi/article/download/32807/pdf

Prismandari LN. (2017). BAB II. Retrieved from


http://repository.unimus.ac.id/906/3/BAB%20II.pdf

Rosyanti, L., Hadi, I., Keperawatan, J., Kendari, P. K., Keperawatan, J., & Kendari,
P. K. (2020). HIJP : HEALTH INFORMATION JURNAL PENELITIAN
Dampak Psikologis dalam Memberikan Perawatan dan Layanan Kesehatan
Pasien COVID-19 pada Tenaga Profesional Kesehatan 1. 12.

Sunjaya, D. K. (2020). Depressive , Anxiety , and Burnout Symptoms on Health


Care Personnel at a Month After COVID-19 Outbreak in Indonesia : A
Documentary Research Using Rasch Model Analysis. 1–13.

Tan W, Hao F, McIntyre RS, Jiang L, Jiang X, Zhang L, et al. Is returning to work
during the COVID-19 pandemic stressful? A study on immediate mental health
status and psychoneuroimmunity prevention measures of Chinese workforce.
Brain Behav Immun. 2020;(April):0–1.

Wang C, Pan R, Wan X, Tan Y, Xu L, Ho CS, et al. Immediate psychological


responses and associated factors during the initial stage of the 2019
coronavirus disease (COVID-19) epidemic among the general population in
China. Int J Environ Res Public Health. 2020;17(5)

WHO. (2020b). Update on coronavirus disease in Indonesia. Retrieved from


https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus

Yustitia, Ayu. (2018). Direktori Psikologi: Posttraumatic Stress Disorder (PTSD).


Retrieved from
https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:GmG2UWsdcJcJ:h
ttps://pijarpsikologi.org/direktori-psikologi-posttraumatic-stress-disorder-
ptsd/+&cd=1&hl=en&ct=clnk&gl=id

Zhang, J., Lu, H., Zeng, H., Zhang, S., Du, Q., Jiang T. The Differential
Psychological Distress of Populations Affected by the COVID-19 Pandemic.
(2020)
LAMPIRAN
Lampiran 1. Swaperiksa Tanda Cemas
Lampiran 2. Swaperiksa Tanda Trauma
Lampiran 3. Swaperiksa Tanda Depresi

Anda mungkin juga menyukai