Anda di halaman 1dari 52

1

ANALISIS PATOGENESIS COVID-19


MENGGUNAKAN TEORI SIMPUL

MAKALAH
(Disusun untuk Mencapai Kompetensi Mata Kuliah Epidemiologi Lingkungan)

Dosen Pengampu: Nissa Noor Annashr, SKM, MKM

Oleh:
Siti Arinda Suryaman 174101048
Iis Kartini 174101065
Astri Handayanti 174101072
Rofiya Dienulhaq Ratnasari 174101081
Eva Fauziah 174101083

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020

1
i

KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan karunia-
Nya sehingga dengan izin dan ridha-Nya kami dapat menyusun makalah tentang
“Analisis Patogenesis Covid-19 Menggunakan Teori Simpul”, shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah menunjukkan kepada
kita semua jalan yang lurus, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah ini tepat pada
waktu yang telah ditentukan.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang simpul 1 (agent dan sumber
penyakit covid-19), simpul 2 (media transmisi penyakit), simpul 3 (perilaku pemajanan
atau behavioral exposure), simpul 4 (kejadian penyakit), dan simpul 5: (variabel supra
sistem). Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada Nissa Noor Annashr, SKM, MKM
selaku Dosen mata kuliah Epidemiologi Lingkungan yang telah membantu kami dalam
meyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari bahwa
terdapat berbagai kelemahan, kekurangan dan keterbatasan yang ada, sehingga
kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan dalam penulisan dan penyajian
makalah ini.
Oleh karena itu, kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari pada pembaca
dalam rangka penyempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, November 2020

Penulis

i
ii

DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR .................................................................................... i


DAFTAR ISI ................................................................................................... ii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iii
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ........................................................................................ 1
B. Rumusan Masalah ................................................................................... 3
C. Tujuan ..................................................................................................... 3
D. Manfaat ................................................................................................... 3
BAB II PEMBAHASAN ................................................................................ 4
A. Simpul 1: Agent dan Sumber Penyakit Covid-19................................... 4
B. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit ..................................................... 7
C. Simpul 3: Perilaku Pemajanan (Behavioral Exposure) .......................... 13
D. Simpul 4: Kejadian Penyakit .................................................................. 26
E. Simpul 5: Variabel Supra Sistem............................................................ 28
BAB III PENUTUP ........................................................................................ 39
A. Simpulan ................................................................................................... 39
B. Saran ......................................................................................................... 39
DAFTAR PUSTAKA

ii
iii

DAFTAR GAMBAR

Gambar 1 Coronavirus 2019 4


Gambar 2 Prediksi Kasus Penyebaran COVID-19 di Tingkat Lokal 31

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Dunia saat ini tengah waspada dengan penyebaran sebuah virus yang dikenal
dengan virus corona. Coronaviruses (CoV) merupakan bagian dari keluarga virus
yang menyebabkan penyakit mulai dari flu hingga penyakit yang lebih berat
seperti Middle East Respiratory Syndrome (MERS-CoV) and Severe Acute
Respiratory Syndrome (SARS-CoV). Penyakit yang disebabkan virus corona, atau
dikenal dengan COVID-19, adalah jenis baru yang ditemukan pada tahun 2019
dan belum pernah diidentifikasi menyerang manusia sebelumnya (World Health
Organization, 2019).
Kasus virus corona muncul dan menyerang manusia pertama kali di provinsi
Wuhan, China. Awal kemunculannya diduga merupakan penyakit pneumonia,
dengan gejala serupa sakit flu pada umumnya. Gejala tersebut di antaranya batuk,
demam, letih, sesak napas, dan tidak nafsu makan. Namun berbeda dengan
influenza, virus corona dapat berkembang dengan cepat hingga mengakibatkan
infeksi lebih parah dan gagal organ. Kondisi darurat ini terutama terjadi pada
pasien dengan masalah kesehatan sebelumnya.
Karena penularan virus corona yang sangat cepat inilah Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menetapkan virus corona sebagai pandemi pada 11
Maret 2020. Status pandemic atau epidemi global menandakan bahwa penyebaran
COVID-19 berlangsung sangat cepat hingga hampir tak ada negara di dunia yang
dapat memastikan diri terhindar dari virus corona (Widiyani, 2020).

1
2

Penambahan jumlah kasus COVID-19 berlangsung cukup cepat dan


sudah terjadi penyebaran antar negara. Sampai dengan tanggal 25 Maret
2020, dilaporkan total kasus konfirmasi 414.179 dengan 18.440 kematian (CFR
4,4%) dimana kasus dilaporkan di 192 negara/wilayah. Diantara kasus
tersebut, sudah ada beberapa petugas kesehatan yang dilaporkan terinfeksi
(Kemenkes RI, 2020).
Indonesia adalah negara berkembang dan terpadat keempat di dunia, dengan
demikian diperkirakan akan sangat menderita dan dalam periode waktu yang lebih
lama. Ketika coronavirus novel SARS-CoV2 melanda Cina paling parah selama
bulan Desember 2019 – Februari 2020. Pada 27 Januari 2020, Indonesia
mengeluarkan pembatasan perjalanan dari provinsi Hubei, yang pada saat itu
merupakan pusat dari COVID-19 global, sementara pada saat yang sama
mengevakuasi 238 orang Indonesia dari Wuhan. Presiden Joko Widodo
melaporkan pertama kali menemukan dua kasus infeksi COVID-19 di Indonesia
pada 2 Maret 2020 (Djalante et al., 2020). Pasien yang terkonfirmasi covid-19 di
Indonesia berawal dari suatu acara di Jakarta dimana penderita kontak dengan
seseorang warga Negara asing (WNA) asal Jepang yang tinggal di Malaysia.
Setelah pertemuan tersebut penderita mengeluh demam, batuk dan sesak nafas
(WHO, 2020). Berdasarkan Kemenkes 2020 dalam situs Satuan Tugas
Penanganan Covid-19 diketahui mengenai jumlah kasus Covid-19 di Indonesia
sampai dengan tanggal 31 Oktober 2020 yaitu 410.088 orang positif, 337.801
sembuh dan 13.869 orang meninggal.
Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak langkah-langkah dan
kebijakan untuk mengatasi permasalahan pandemi ini. Salah satu langkah awal
yang dilakukan oleh pemerintah yaitu mensosialisasikan gerakan Social
Distancing untuk masyarakat. Langkah ini bertujuan untuk memutus mata rantai
penularan pandemic covid-19 ini karena langkah tersebut mengharuskan
masyarakat menjaga jarak aman dengan manusia lainnya minimal 2 meter, tidak

2
3

melakukan kontak langsung dengan orang lain sertamenghindari pertemuan


massal (Buana D.R, 2020).
Atas dasar tersebut penulis tertarik untuk mengetahui patogenesis penyakit
serta faktor faktor risiko yang berperan dalam meningkatkan kejadian kasus
Covid-19 dalam perspektif lingkungan serta pencegahan dan pengendalian yang
dilakukan oleh Pemerintah Indonesia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang permasalahan diatas, penulis ingin mengetahui
parameter-parameter yang mempengaruhi peningkatan kasus Covid-19. Sehingga
rumusan masalah dalam makalah ini adalah membahas pemodelan parameter
penting pada peningkatan kasus COVID-19 untuk kemudian diketahui cara
pengendalian dan pencegahan COVID-19 di Indonesia.

C. Tujuan
Tujuan dari penyusunan makalah ini adalah:
1. Mengetahui penyebab tingginya kejadian kasus Covid-19 dilihat berdasarkan
teori simpul kejadian penyakit.
2. Memberikan cara-cara pengendalian dan pencegahan tingginya kasus Covid-
19 yang akan dilakukan berdasarkan teori simpul kejadian penyakit.

D. Manfaat
Manfaat penyusunan makalah ini adalah kita dapat mengetahui upaya
pengendalian dan pencegahan kejadian kasus COVID-19 yang semakin meluas.
Selain itu penulisan ini juga bermanfaat untuk memperbanyak literatur mengenai
faktor penyebaran kasus COVID-19.

3
BAB II
PEMBAHASAN

A. Simpul 1: Agent dan Sumber Penyakit Covid-19


Penyakit Coronavirus 2019 (COVID19) adalah salah satu jenis virus
pneumonia yang disebabkan oleh Severe Acute Respiratory Syndrome
Coronavirus-2 (SARS-CoV-2). Virus ini merupakan virus korona jenis ketiga
yang sangat patogen setelah Severe Acute Respiratory Syndrome Coronavirus
(SARS-CoV) dan Middle East Respiratory Syndrome Coronavirus (MERS-CoV).
COVID-19 pertama kali dilaporkan dari Wuhan, provinsi Hubei, China, pada
Desember 2019 (Li X et al., 2020; Liu et al., 2020).

Gambar 1. Coronavirus 2019 (Sumber: CDC, 2020)

Virus Corona adalah virus RNA untai positif yang beruntai tunggal yang
tidak tersegmentasi. Virus-virus corona termasuk dalam ordo Nidovirales,
keluarga Coronaviridae, dan sub-keluarga Orthocoronavirinae, yang dibagi
menjadi kelompok (marga) α, β, γ, dan δ sesuai dengan karakteristik serotipik dan
genomiknya. Virus Corona termasuk dalam genus Coronavirus dari keluarga
Coronaviridae. Ini dinamai sesuai dengan tonjolan berbentuk karangan bunga di
selubung virus. Virus corona memiliki selubung yang membungkus genom RNA,
dan virion (seluruh virus) bulat atau oval, seringkali polimorfik, dengan diameter

4
5

50 hingga 200 nm. Virus corona baru berdiameter 60 hingga 140 nm. Paku protein
terletak di permukaan virus dan membentuk struktur seperti batang. Sebagai salah
satu protein antigenik utama virus, paku protein adalah struktur utama yang
digunakan untuk penentuan tipe. Protein nukleokapsid merangkup genom virus
dan dapat digunakan sebagai antigen diagnostik (Zhou et al., 2020).
Saat tidak sedang berada di dalam inangnya, virus sebenarnya hanya sebuah
bahan genetik (DNA atau RNA) yang diselubungi oleh protein. Begitu virus ini
berhasil menyusup di sel makhluk hidup, baik hewan, tumbuhan maupun manusia
yang kemudian menjadi inangnya, virus dapat hidup dan berkembang dan
kemudian menjadi agen infeksi penyebab penyakit. SARS-CoV-2 kemungkinan
besar ditularkan dari kelelawar ke manusia. Penyakit akibat virus ini hampir sama
dalam kasus SARS 2002 dan MERS 2012. Ketiga jenis virus dapat menyebar dari
manusia ke manusia (Lim et al., 2020).
SARS-CoV-2 tidak dapat memperbanyak diri tanpa menginfeksi sel
mamalia sebagai inangnya atau rumahnya. Oleh karena itu, sumber penularan
Covid 19 adalah penderita Covid 19. Virus ini bisa menginfeksi sel pada manusia
melalui kecocokan reseptor (molekul protein yang menerima sinyal kimia dari luar
sel) pada sel tersebut. Virus ini memiliki protein reseptor permukaan yang dapat
berikatan dengan enzim (ACE2) di permukaan sel paru-paru (sistem pernapasan)
dan usus halus (sistem pencernaan) dengan dipicu oleh enzim tertentu pada sel
inang. Ini seperti gembok dan kunci yang cocok, sehingga dapat menyebabkan
terbukanya suatu akses (Cao et al., 2020)..
Sebuah penelitian terkini menunjukkan enzim pada sel inang, yang disebut
furin, memiliki peranan yang penting pada proses ikatan antara virus SARS-CoV-
2 dan inangnya. Furin ditemukan pada banyak jaringan tubuh manusia, termasuk
paru-paru, hati, dan usus halus. Dengan demikian, virus itu berpotensi menyerang
banyak organ. Ikatan molekuler antara reseptor ACE2 pada manusia dan protein
reseptor permukaan dari SARS-CoV-2. Setelah berikatan dengan reseptor sel
inang, SARS-CoV-2 mengambil alih mesin kendali yang dimiliki oleh sel. Dia lalu
6

membajaknya untuk menghasilkan lebih banyak materi genetik virus serta


individu baru dari virus tersebut. Kemudian, sel inang kelamaan akan mati secara
perlahan dan hancur (Nature, 2020).
Secara medis, gejala COVID-19 terlihat dari timbulnya infeksi seperti
demam, batuk, sesak napas, dan kesulitan bernapas. Namun, ada pula yang
sebenarnya terinfeksi tetapi tidak menunjukkan gejala apa pun. Organisasi
Kesehatan Dunia (WHO) menyatakan COVID-19 biasanya menyerang paru-paru
dalam tiga fase: (1) replikasi virus, (2) reaksi berlebih dari sistem kekebalan tubuh,
dan (3) rusaknya paru-paru. Namun, tidak semua pasien penyakit ini mengalami
ketiga fase ini.
Pada kondisi awal infeksi, SARS-CoV-2 menyerang sel paru-paru manusia
secara cepat. Ada dua tipe sel yang diserang, yaitu sel yang menghasilkan mukus
(lendir) dan sel dengan silia (memiliki struktur seperti rambut). SARS-CoV-2
menginfeksi dan membunuh sel silia, yang kemudian mengelupas dan mengisi
saluran udara pasien dengan puing-puing sisa sel atau jaringan dan cairan sehingga
membuat tidak optimalnya kerja organ.
Pada fase berikutnya, sel-sel sistem kekebalan tubuh mulai masuk. Tubuh
kita melawan penyakit dengan membanjiri paru-paru dengan sel-sel sistem
kekebalan tubuh untuk membersihkan kerusakan dan memperbaiki jaringan paru-
paru. Tapi kadang-kadang sistem kekebalan tubuh bermasalah dan sel-sel itu
membunuh apa pun, termasuk jaringan tubuh yang sehat. Bahkan lebih banyak
puing yang menyumbat paru-paru yang menyebabkan radang paru-paru
(pneumonia) semakin memburuk. Akhirnya kerusakan paru-paru terus meningkat
pada fase ketiga. Hal ini yang dapat menyebabkan kegagalan bernapas yang dapat
menyebabkan kematian. Bahkan, jika kematian tidak terjadi, beberapa pasien
bertahan dengan kerusakan paru-paru yang sangat parah. Ketika hal itu terjadi,
pasien harus memakai ventilator untuk membantu sistem pernapasannya hingga
kondisi pasien perlahan membaik dan pulih kembali. Sementara itu, peradangan di
paru-paru juga membuat membran antara kantong udara dan pembuluh darah lebih
7

mudah ditembus oleh sebuah partikel yang dapat mengisi paru-paru dengan cairan
dan mempengaruhi kemampuannya untuk memenuhi suplai oksigen dalam darah.

B. Simpul 2: Media Transmisi Penyakit


1. Udara
Transmisi melalui udara didefinisikan sebagai penyebaran agen
infeksius yang diakibatkan oleh penyebaran droplet nuclei (aerosol) yang
tetap infeksius saat melayang di udara dan bergerak hingga jarak yang jauh.
Dalam sebuah studi baru yang diterbitkan di New England Journal of
Medicine, para peneliti menemukan virus corona, SARS-CoV-2 yang keluar
melalui droplet saat batuk atau bersin, tetap stabil dalam bentuk aerosol
selama tiga jam. Penelitian sejenis lain menemukan RNA virus ini bertahan
hingga 16 jam dan menemukan virus hidup yang dapat bereplikasi. Temuan-
temuan ini berasal dari aerosol hasil eksperimen yang tidak mewakili kondisi
batuk biasa pada manusia.
Pemahaman akan fisika embusan udara dan fisika aliran udara telah
menghasilkan hipotesis-hipotesis tentang kemungkinan mekanisme transmisi
SARS-CoV-2 melalui aerosol. Hipotesis-hipotesis ini mengindikasikan
bahwa sejumlah droplet saluran napas menghasilkan aerosol (<5 μm) melalui
penguapan dan proses normal bernafas dan berbicara menghasilkan aerosol
yang diembuskan. Karena itu, orang yang rentan dapat menghirup aerosol dan
dapat terinfeksi jika aerosol tersebut mengandung virus dalam jumlah yang
cukup untuk menyebabkan infeksi pada orang yang menghirupnya.
Transmisi SARS-CoV-2 melalui udara ini salah satunya dapat terjadi
selama pelaksanaan prosedur medis yang menghasilkan aerosol. Selain itu,
transmisi SARS-CoV-2 melalui udara dapat juga berasal dari tinja dan urin
pasien penderita Covid-19.
Sebuah penelitian menemukan SARS-CoV-2 hidup di urin seorang
pasien Covid-19. Tiga penelitian mengulturkan SARS-CoV-2 dari spesimen
8

feses. Hasil riset NHC menyimpulkan, kontak dengan aerosolisasi tinja dan
urin yang terkontaminasi sebagai mode transmisi virus ini. Sebuah studi dari
City University of Hong Kong menemukan bahwa menyiram toilet dapat
melepaskan hingga 80 ribu tetesan yang tercemar dan membiarkannya
menggantung satu meter di udara selama berjam-jam jika tutupnya dibiarkan
naik.
Oleh karena itu, orang yang termasuk kedalam golongan berisiko tinggi
akan rentan terinfeksi virus itu jika aerosol tersebut mengandung virus dalam
jumlah yang cukup untuk menyebabkan infeksi pada orang yang
menghirupnya. Namun, proporsi droplet nuclei yang diembuskan atau
proporsi droplet saluran napas yang menguap dan menghasilkan aerosol, serta
dosis SARS-CoV-2 hidup yang diperlukan untuk menyebabkan infeksi pada
orang lain tidak diketahui.
Beberapa laporan kejadian luar biasa (KLB) terkait tempat dalam
ruangan yang padat mengindikasikan kemungkinan transmisi aerosol, yang
disertai transmisi droplet, misalnya pada saat latihan paduan suara, di restoran,
atau kelas kebugaran. Dalam kejadian-kejadian ini, kemungkinan terjadinya
transmisi aerosol dalam jarak dekat, terutama di lokasi-lokasi dalam ruangan
tertentu seperti ruang yang padat dan tidak berventilasi cukup.
2. Air
Saat ini, tidak ada bukti mengenai virus COVID-19 dapat bertahan
dalam air minum maupun air limbah. Morfologi/bentuk maupun struktur
kimia dari virus COVID-19 hampir sama dengan tipe coronavirus lainnya
sehingga data mengenai ketahanan virus dalam lingkungan serta penanganan
yang efektif untuk inaktivasi sudah tersedia. Keberadaan virus pada air
minum sangat dimungkinkan, tetapi tidak ada bukti bahwa virus Corona dapat
bertahan pada permukaan atau sumber air dalam tanah atau ditularkan melalui
air minum yang terkontaminasi.
9

Virus COVID-19 merupakan virus yang memiliki selubung dengan


selaput luar yang mudah rusak. Secara umum, virus yang memiliki selubung
(enveloped virus) kurang stabil dalam lingkungan dan rentan teroksidasi,
misalnya dengan klorin. Meskipun belum ada data sampai saat ini terkait
ketahanan virus COVID-19 pada air minum dan air limbah, tetapi virus
menjadi tidak aktif secara lebih cepat dibandingkan dengan virus yang tidak
memiliki selubung dan ditularkan melalui air/ waterborne transmission
(seperti adenovirus, norovirus, rotavirus, dan Hepatitis A). Sebagai contoh,
salah satu studi menemukan bahwa virus Corona yang didapat dari tubuh
manusia hanya dapat bertahan 2 hari pada air keran yang telah dideklorinasi
dan pada limbah cair rumah sakit pada suhu 20°C. Studi lain mencatat bahwa
virus Corona pada manusia dapat ditularkan melalui infeksi saluran
pencernaan yang disebabkan virus corona dan virus hepatitis pada tikus
menunjukkan bahwa virus tersebut 99.9% mati dalam kurun waktu 2 hari pada
suhu 23°C sampai 2 minggu pada suhu 25°C. Panas, tinggi atau rendahnya
pH, paparan sinar matahari, dan disinfektan dapat mematikan virus.
3. Pangan
Risiko terkena Covid-19 akibat makan atau menangani makanan
(termasuk makanan beku dan hasil bumi) dan kemasan makanan tergolong
sangat rendah. Saat ini, tidak ada bukti yang menunjukkan bahwa menangani
makanan atau mengonsumsi makanan dapat menyebabkan Covid-19. Risiko
sangat rendah tertular Covid-19 dari makanan dan kemasan atau air minum
olahan, begitupun risiko tertular Covid-19 dari makanan yang dimasak sendiri
atau dari penanganan dan konsumsi makanan dari restoran dan makanan yang
dibawa pulang atau drive-thru. Saat ini, tidak ada kasus Covid-19 yang
teridentifikasi di mana diduga terjadi infeksi dengan menyentuh makanan,
kemasan makanan, atau tas belanjaan. Meskipun beberapa orang yang bekerja
di fasilitas produksi dan pemrosesan makanan terjangkit Covid-19, tidak ada
10

bukti virus menyebar ke konsumen melalui makanan atau kemasan yang


mungkin ditangani oleh pekerja di fasilitas tersebut.
4. Hewan
Saat ini, belum ada bukti bahwa hewan berperan penting dalam
menyebarkan virus penyebab COVID-19. Berdasarkan keterbatasan
informasi yang tersedia hingga saat ini, risiko penularan COVID-19 hewan
kepada manusia tergolong rendah. Lebih banyak penelitian diperlukan untuk
memahami apakah dan bagaimana hewan yang berbeda dapat terpengaruh
oleh COVID-19. Namun suatu penelitian di Belanda menyebutkan bahwa
Cerpelai atau Mink dilaporkan bisa menginfeksi virus corona SARS-CoV-2
kepada manusia. Pemerintah Belanda menyebut hewan itu telah menginfeksi
setidaknya dua orang warga. Pemerintah Belanda juga menemukan cerpelai
yang telah terinfeksi virus corona itu ditemukan di empat dari 155 peternakan
yang ada di Belanda. Ini merupakan kasus pertama di dunia, di mana
penularan COVID-19 dikabarkan ditularkan dari hewan ke manusia. Para
peneliti berpendapat, penularan dari manusia bisa terjadi melalui pakan
cerpelai yang terkontaminasi atau dari bahan selimut yang
terkena droplet hewan yang mengalami COVID-19. Sebagai informasi, di
Belanda Cerpelai memang diternakkan untuk diambil bulunya. Cerpelai
dibudidayakan untuk diambil bulunya dan diolah menjadi selimut dan
pakaian.
5. Manusia
Transmisi Covid-19 dari manusia dapat terjadi melalui kontak langsung,
kontak tidak langsung, atau kontak erat dengan orang yang terinfeksi melalui
sekresi seperti air liur dan sekresi saluran pernapasan atau droplet saluran
napas yang keluar saat orang yang terinfeksi tersebut batuk, bersin, berbicara,
atau menyanyi. Transmisi droplet saluran napas dapat terjadi ketika seseorang
melakukan kontak erat (berada dalam jarak 1 meter) dengan orang terinfeksi.
11

6. Fomit (permukaan benda yang terkontaminasi)


Sekresi saluran pernapasan atau droplet yang dikeluarkan oleh orang
yang terinfeksi dapat mengontaminasi permukaan dan benda, sehingga
terbentuk fomit (permukaan yang terkontaminasi). Virus dan/atau SARS-
CoV-2 yang hidup dan terdeteksi melalui RT-PCR dapat ditemui di
permukaan-permukaan tersebut selama berjam-jam hingga berhari-hari,
tergantung lingkungan sekitarnya (termasuk suhu dan kelembapan) dan jenis
permukaan. Meskipun terdapat bukti-bukti yang konsisten atas kontaminasi
SARS-CoV-2 pada permukaan dan bertahannya virus ini pada permukaan-
permukaan tertentu, tidak ada laporan spesifik yang secara langsung
mendemonstrasikan penularan fomit. Orang yang berkontak dengan
permukaan yang mungkin infeksius sering kali juga berkontak erat dengan
orang yang infeksius, sehingga transmisi droplet saluran napas dan transmisi
fomit sulit dibedakan. Namun, transmisi fomit dipandang sebagai moda
transmisi SARS-CoV-2 yang mungkin karena adanya temuan-temuan yang
konsisten mengenai kontaminasi lingkungan sekitar kasus-kasus yang
terinfeksi dan karena transmisi jenis-jenis coronavirus lain dan virus-virus
saluran pernapasan lain dapat terjadi dengan cara ini.
7. Ruang Tertutup
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia (UI) Pandu Riono merespons
pernyataan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) yang mengungkapkan bahwa
Covid-19 bisa menyebar dan menular melalui udara. Pandu mengungkapkan
tingkat penularan Covid-19 di ruang tertutup lebih berisiko ketimbang di
ruang terbuka. Salah satu tempat yang potensi penularan Covid-19 cukup
tinggi, yaitu di tempat kebugaran. Tidak hanya itu, di ruang perkantoran yang
memiliki ventilasi buruk juga berpotensi menjadi tempat penularan yang
cukup tinggi. Peningkatan risiko di ruang tertutup, khususnya dengan ventilasi
yang buruk dapat meningkatkan transmisi Covid-19, karena udara hanya
berputar di dalam ruangan.
12

Menurut laporan dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit


menunjukkan, bahwa virus corona dapat menyebar di daerah-daerah yang
terpapar udara dari sistem pendingin udara atau air conditioning (AC). WHO
pun mengakui ada bukti yang menunjukkan bahwa SARS-CoV-2 bisa
menular di ruang tertutup, ramai, dan berpendingin udara.
Sebuah kasus mengenai pendingin udara /AC meningkatkan risiko
transmisi SARS-CoV-2 via udara termuat di jurnal Emerging Infectious
Diseases Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit/CDC di bawah
pemerintah Amerika Serikat. Penularan terhadap 10 orang dari tiga keluarga
terjadi di sebuah restoran ber-AC di Guangzhou, China dalam rentang 26
Januari-10 Februari 2020. Dalam kesimpulan penelitiannya, dinyatakan
bahwa transmisi tetesan droplet dan aerosol didorong oleh aliran udara AC
berpotensi menyebabkan penularan kepada 10 orang dalam ruang restoran
ber-AC.

C. Simpul 3: Perilaku Pemajanan (Behavioral Exposure)


1. Kependudukan
a. Usia
Covid-19 dapat menginfeksi siapa saja namun terdapat kelompok
orang mempunyai tingkat risiko yang lebih tinggi untuk terpapar Covid-
19 hingga bisa menyebabkan kematian. Penyakit Covid-19 penyakit baru
yang sebelumnya tidak pernah ditemukan pada manusia bahkan, para ahli
kesehatan masih terus meneliti tingkat keganasan dan penyebarannya.
Kelompok yang berisiko tinggi terinfeksi Virus Corona menurut
organisasi diketahui bahwa kelompok lanjut usia (Lansia) adalah salah
satu kelompok yang memiliki risiko lebih tinggi terinfeksi Virus Corona.
Pernyataan ini disepakati oleh hampir semua organisasi (peneliti USA,
Jerman, Indonesia, China, Canada dan Gubernur DKI Jakarta). Meskipun
kategori usia lansia yang dimaksud belum seragam, ada yang menyatakan
13

lansia berusia >80 tahun berisiko tinggi terkena Virus Corona (menurut
peneliti China), lansia berusia > 50 tahun (menurut Walikota New York)
bahkan ada peneliti Indonesia yang menyatakan orang berusia 45-65
tahun rentan terpapar Virus Corona (Tiodora Hadumaon Siagian, 2020).
Risiko komplikasi dari COVID-19 lebih tinggi pada beberapa
populasi rentan, terutama lanjut usia, individu yang menderita kelemahan,
atau yang memiliki beberapa kondisi kronis. Risiko kematian meningkat
dengan bertambahnya usia, dan juga lebih tinggi pada mereka yang
memiliki diabetes, penyakit jantung, masalah pembekuan darah dan
lainnya (Anung Ahadi Pradana dkk, 2020).
Perbedaan pendapat mengenai kategori usia lansia ini adalah wajar
mengingat bahwa penyakit yang disebabkan Virus Corona ini terbilang
penyakit baru yang masih menjadi bahan penelitian. Namun semua
peneliti dan tokoh otoritas wilayah sepakat bahwa lansia masuk kedalam
kelompok berisiko tinggi terinfeksi Virus Corona akibat sistem kekebalan
tubuhnya melemah seiring dengan pertambahan usia (Tiodora Hadumaon
Siagian, 2020).
b. Pekerjaan
Penilaian risiko tempat kerja COVID-19 umumnya menular
melalui percikan (droplet) dari saluran pernapasan atau kontak dengan
permukaan yang terkontaminasi. (Koh, 2020 dalam WHO, 2020) Paparan
terkait pekerjaan dapat terjadi kapan pun di tempat kerja, dalam
perjalanan dinas ke tempat di mana terjadi penularan masyarakat, serta di
jalan saat berangkat dan pulang dari tempat kerja (Michael Belingheri,
2020). Hal ini didukung dengan hasil penelitian Houlihan et al (2020)
yang menyatakan sebanyak 21 persen dari pekerja medis garis depan yang
menangani COVID-19 berisiko terpapar virus corona SARS-CoV-2.
Risiko paparan COVID-19 terkait pekerjaan tergantung pada
kemungkinan kontak erat (di bawah 1 meter) atau sering berkontak
14

denganorang-orang yang mungkin terinfeksi COVID-19 dan melalui


kontak dengan permukaan dan benda yang terkontaminasi. (WHO, 2020)
Meskipun penderita yang telah diketahui positif tersebut
seharusnya dirawat dan diisolasi, pekerjaan-pekerjaan tertentu masih
dapat menghadapi risiko paparan yang lebih tinggi (seperti pemberi
perawatan di rumah, pemberi layanan tatap muka jika perlu, dan staf
farmasi garis depan).
Berikut tingkat risiko papatan berdasarkan pekerjaan (WHO, 2020) :
1) Risiko paparan rendah
Pekerjaan atau tugas pekerjaan tanpa kontak erat yang sering
dengan masyarakat umum dan rekankerja lain, pengunjung, klien
atau pelanggan, atau kontraktor, dan yang tidak memerlukan kontak
dengan orang yang diketahuiatau dicurigai terinfeksi COVID-19.
Kontak kerja antara pekerja dalam kategori ini dan masyarakat dan
rekan kerja lain bersifat minimal.
Tempat kerja mencakup semua tempat di mana pekerja perlu
hadir atau datangi karena pekerjaannya. Di sisi lain, masyarakat
umum dapat mencakup orang-orang yang terinfeksi dan pra-
simtomatik atau asimtomatik, yaitu yang terinfeksi tetapi tidak
(belum) menunjukkan tanda atau gejala yang jelas. Dalam hal ini,
kemungkinan paparan seorang pekerja akan sangat tergantung pada
situasi COVID-19 setempat.
2) Risiko paparan sedang
Pekerjaan atau tugas pekerjaan dengan kontak erat yang sering
dengan masyarakat umum, atau rekan kerja lain, pengunjung, klien
atau pelanggan, atau kontraktor, tetapi tidak memerlukan kontak
dengan orang yang diketahuiatau dicurigai terinfeksi COVID-19. Di
tempat-tempat di mana kasus COVID-19 masih terus dilaporkan,
tingkat risiko inidapat sesuai bagi pekerja yang melakukan kontak
15

erat yang sering terkait pekerjaan dengan masyarakat umum,


pengunjung atau pelanggan di lingkungan kerja yang padat (seperti
pasar bahan pangan, terminal bus, angkutan umum, dan kegiatan-
kegiatan kerja lain di mana penjagaan jarak fisik minimal 1 meter
sulit dipatuhi), atau tugas-tugas pekerjaan yang memerlukankontak
erat yang sering dengan rekan kerja. Di tempat-tempat di mana tidak
terjadi penularan COVID-19 di masyarakat,skenario ini dapat
mencakup kontak yang sering dengan orang-orang yang pulang dari
tempat-tempat di mana penularanmasyarakat terjadi.
3) Risiko paparan tinggi
Pekerjaan atau tugas pekerjaan dengan potensi tinggi kontak
erat dengan orang-orang yang diketahuiatau dicurigai mengidap
COVID-19, serta kontak dengan benda dan permukaan yang dapat
terkontaminasi dengan virus COVID-19. Contoh-contoh skenario
seperti ini di luar fasilitas pelayanan kesehatan termasuk transportasi
orang yang diketahuiatau dicurigai mengidap COVID-19 di
kendaraan tertutup tanpa pemisahan antara pengemudi dan
penumpang, pemberianbantuan rumah tangga atau perawatan di
rumah kepada orang-orang yang mengidap COVID-19, dan kontak
dengan jenazahorang yang diketahui atau dicurigai mengidap
COVID-19 saat meninggal.
Didalam satu tempat kerja, pekerjaan-pekerjaan yang
dilakukan dapat memiliki tingkat risiko yang berbeda-beda.
Sebaliknya, pekerjaan atau tugas pekerjaan yang berbeda dapat
memiliki tingkat paparan yang serupa. Karena itu, penilaian risiko
perlu dilakukan secaraspesifik untuk setiap tempat kerja dan
pekerjaan atau kategori pekerjaan. Setiap kali penilaian risiko
dilakukan, perlu dipertimbangkan lingkungan, tugas, ancaman jika
16

ada (misalnya, ancaman bagi staf garis depan), dan sumber daya yang
tersedia, seperti alat pelindung diri.
2. Pengetahuan
Pengetahuan tentang penyakit Covid-19 merupakan hal yang sangat
penting agar tidak menimbulkan peningkatan jumlah kasus penyakit Covid-
19 (Mona, 2020 dalam Devi Pramita Sari dkk, 2020). Banyak masyarakat
yang kurang tahu akan pentingnya pengetahuan mengenai Covid-19, misalnya
kurangnya pengetahuan tentang menjaga kebersihan PHBS, kurangnya
pengetahuan tentang pentingnya menjaga daya tahan tubuh, menjaga pola
konsumsi makanan yang bergizi, mengangap sepele dalam penggunaan
masker, tidak tahu cara mencuci tangan yang baik, tidak mengetahui gejala-
gejala Covid-19, tidak mengetahui cara penularan Covid-19 dan lainnya.
Adapun upaya Germas merupakan upaya pemerintah melibatkan dan
memberdayakan masyarakat dalam hal memelihara, meningkatkan dan
melindungi kesehatannya. Tujuannya, agar masyarakat sadar, mau, dan
mampu secara mandiri ikut aktif dalam meningkatkan status kesehatannya.
Namun, ternyata PHBS dan Germas belum sepenuhnya dipahami
apalagi diterapkan oleh masyarakat (Udin Rosidin, 2020). Salah satu
penelitian dilakukan mengenai pengetahuan masyarakat dengan kepatuhan
memakai masker yang dilakukan oleh Devi Pramita Sari dkk, 2020
mengemukakan pengetahuan masyarakat dengan variabel terikat kepatuhan
penggunaan masker sebesar 0,004 (p<0,05) maka Ho ditolak dan dinyatakan
ada hubungan. Kesimpulan ada hubungan antara pengetahuan masyarakat
dengan kepatuhan penggunaan masker sebagai upaya pencegahan penyakit
Covid-19 di Ngronggah. Saran sebaiknya memberikan pendidikan tentang
pengetahuan pentingnya penggunaan masker guna mencegah dan
menghindari resiko penyakit Covid-19 (Devi Pramita Sari dkk, 2020).
Kemudian, terdapat penelitian lain membuktikan bahwa tingkat
pengetahuan memiliki hubungan yang signifikan dengan praktik pencegahan
17

penularan Covid-19 pada era new normal. Penelitian ini menunjukkan hasil
yang sama dengan penelitian sebelumnya. Penelitian (Lincoln Leehang Lau)
membuktikan bahwa pengetahuan tentang rute transmisi penyakit Covid-19
memiliki hubungan yang signifikan dengan tindakan pencegahan (p < 0.001).
Dalam penelitiannya, mayoritas (82,2%) responden mengakui kebersihan
tangan sebagai tindakan pencegahan yang penting terhadap infeksi (Lincoln
Leehang Lau). Penelitian lain yang dilakukan baik di Indonesia maupun di
negara lain juga menunjukkan hal yang sama (Saefi dan Yonas Akalu,
Purnamasari).
3. Kesehatan
a. Stres
Dampak negatif sangat mungkin menimbulkan stres. Stres tersebut
bisa dialami oleh siswa/mahasiswa yang biasa belajar di sekolah maupun
kampus, serta karyawan/pekerja yang biasa bekerja di kantor maupun
perusahaan. Kuantitas tuntutan yang diberikan dan kejenuhan, serta
kekhawatiranakan di-PHK (Pemutusan Hubungan Kerja) dari perusahaan
tempat mereka bekerja dapat menyebabkan stress tersendiri. Pada sisi
lain, stress dialami oleh anggota keluarga yang sakit dan yang meninggal
karena Covid-19.
Protokol Kesehatan yang harus ditaati mengakibatkan tekanan
tersendiri bagi penderita dan keluarga yang tidak bisa merawat secara
langsung. Demikian juga dengan keluarga yang meninggal karena
terkena virus corona, akan mendapatkan tekanan tersendiri dari
lingkungan sekitar, karena khawatir tertular (Moh Muslim, 2020). Stress
adalah respons organisme untuk menyesuaikan diri dengan tuntutan-
tuntutan yang berlangsung. Tuntutan tersebut dapat berupahal-hal yang
faktual terjadi, atau hal-hal baru yang mungkin akan terjadi, tetapi
dipersepsi secara aktual. Apabila kondisi tersebut tidak teratasi dengan
baik maka terjadilah gangguan pada satu atau lebih organ tubuh yang
18

mengakibatkan yang bersangkutan tidak dapat menjalankan fungsi


pekerjaannya dengan baik.
b. Status gizi
Dalam status gizi jika seseorang menerapkan gaya hidup yang
buruk maka status gizi seseorang itu dianggap buruk misalnya dalam pola
konsumsi dan memilih asupan makanan yang tidak sehat menghasilkan
status gizi yang buruk dan akan mempermudah jika virus yang masuk
kedalam tubuh. Covid-19 menjadi tantangan utama di seluruh dunia wajib
untuk mencapai dan mempertahankan status gizi yang baik untuk
melawan virus. Status gizi individu dipengaruhi oleh beberapa faktor
seperti usia, jenis kelamin, status kesehatan, gaya hidup. Status gizi
sangat penting untuk menjaga sistem kekebalan yang kuat melawan virus
(Faseeha Aman, Sadia Masood, 2020). Di dukung dengan penelitian Jae
Hyoung Im dkk, 2020 yang mengemukakan Pola makan yang tepat dan
status gizi yang baik dianggap sebagai elemen penting untuk kekebalan
yang optimal respon untuk mencegah infeksi (Calder et al., 2020;
Chandra, 1983 dalam Jae Hyoung Im dkk, 2020).
c. Sistem imun
Pada masa pandemi Covid-19, kita harus meningkatkan kekebalan
tubuh yang merupakan kekuatan pertahanan tubuh melawan bakteri,
virus, organisme penyebab penyakit yang mungkin kita sentuh, konsumsi
dan hirup setiap hari. Meningkatkan daya tahan tubuh salah satu kunci
agar tidak tertular virus Covid-19 (Kemenkes RI, 2020). Kekebalan tubuh
bersifat dinamis, dapat naik turun. Usia, nutrisi, vitamin, mineral,
hormon, olahraga dan emosi mempengaruhi imunitas tubuh. Kuatnya
antibodi menandakan seseorang tersebut semakin dewasa. Tetapi, dengan
bertambahnya usia bisa juga antibodi melemah. Melakukan pola hidup
sehat dapat menjaga dan memperbaiki sistem imun tubuh. Hal ini berarti
19

sehat dengan mengkonsumsi makanan bernutrisi dan berolahraga (Lia


Amalia dkk, 2020).
Tubuh manusia memiliki sistem imun yang mengatur mekanisme
perlindungan terhadap penyakit dengan mengidentifikasi dan membunuh
patogen yang masuk ke dalam tubuh. Banyak masyarakat yang
mengabaikan hal-hal mengenai peningkatan kekebalan tubuh, padahal
pada situasi seperti ini mewajibkan kita semua untuk bisa meningkatkan
sistem kekebalan tubuh atau imun agar tidak mudah terpapar Virus
Covid-19. Karena, jika sistem kekebalan tubuh seseorang lemah maka
akan memudahkan virus masuk dan menginfeksi tubuh begitu pun
sebaliknya jika sistem kekebalan tubuh seseorang kuat makan virus tidak
akan mudah menginfeksi. Namun, kembali lagi ke diri masing-masing
tergantung apakah seseorang menerapkan gaya hidup sehat atau tidak.
Meningkatkan sistem kekebalan tubuh bisa dilakukan dengan konsumsi
makanan bergizi, istirahat yang cukup, olahraga secara rutin, kelola stress
dan lain sebagainya.
4. Sosial Masyarakat
a. Mobilitas Penduduk
Pakar Epidemiologi Universitas Indonesia Pandu Riono
menuturkan bahwa mobilitas atau perpindahan penduduk menjadi faktor
penyebab menyebarnya virus Corona (Covid-19). Mobilitas orang,
melintasi batas wilayah negara maupun di dalam wilayah suatu negara,
menjadi faktor kunci bagi terjadinya penularan COVID-19. Banyaknya
masyarakat yang melakukan perpindahan dari suatu wilayah ke wilayah
lain dalam jangka waktu tertentu untuk memenuhi kebutuhan
ekonominya maupun pendidikannya tanpa mengetahui bahwa mereka
terinfeksi SARS-CoV-2 atau tidak lalu berbaur dengan orang lain
sehingga akan meningkatkan transmisi Covid-19.
20

Penyakit infeksi ini pertama kali muncul di Kota Wuhan, Provinsi


Hubei, di China pada bulan Desember 2019. Sekitar lima bulan setelah
kemunculannya, penularan COVID-19 sudah mencapai lebih dari 200
negara di dunia. Mobilitas orang ke luar Kota Wuhan menjadi penyebab
menularnya COVID-19 ke daerah-daerah lain di China dan ke luar
wilayah negara China.
b. Tradisi
Tradisi juga dapat menajdi media transmisi Covid-19. Salah satu
tradisi yang berisiko menjadi peningkatan transmisi Covid-19 adalah
mudik. Di Indonesia, setiap tahun saat musim mudik, puluhan ribu orang
berbondong-bondong pulang ke kampung halamannya untuk berkumpul
dengan keluarga besar dan meramaikan hari raya. Aktivitas mudik
saat pandemi COVID-19 justru dapat membawa bahaya bagi diri sendiri
dan keluarga. Ketika mudik, bisa terpapar ratusan hingga ribuan orang
selama perjalanan. Jumlah orang yang berdekatan tentu lebih banyak lagi
jika menggunakan transportasi umum seperti kereta api, bus, kapal laut,
ataupun pesawat terbang. Pemudik tidak hanya berdekatan dengan
sesama pemudik, tapi juga penjaja makanan, petugas tiket, dan
sebagainya. Pemudik tidak bisa mengenali siapa yang positif COVID-19
dan yang tidak. Bahkan, pasien positif pun mungkin tidak sadar terjangkit
COVID-19 karena tidak menunjukkan gejala. Virus dapat menempel
pada fasilitas umum, pintu kendaraan, atau benda lain yang ditemui
selama perjalanan.
c. Keagamaan
Dalam beberapa kasus, agama ikut mempercepat penyebaran virus.
Melalui ritual dan seremoni, agama mendefinisikan diri lewat
kebersamaan dan spiritualitas. Mencium batu suci, gulungan Taurat, buku
doa dan salib, atau menengguk minuman dari cawan yang sama, adalah
contoh kebiasaan keagamaan yang dapat memicu peningkatan transmisi
21

Covid-19. Di Korea Selatan, sikap abai sebuah sekte Kristen yang tetap
menggelar misa meski telah diingatkan pemerintah memicu kenaikan
drastis angka pasien. Hal serupa diamati di kota suci Qom, Iran, tempat
berkumpulnya santri dan mahasiswa dari seluruh dunia, ketika makam
suci dan tempat ziarah lain dibiarkan dibuka dan wabah akhirnya
merajalela.
d. Kebiasaan masyarakat
Banyak dari kebiasaan-kebiasaan masyarakat yang meningkatkan
transmisi Covid-19 salah satunya ialah meniup-niup makanan atau
minuman panas serta menguyahkan makanan untuk anaknya agar halus
sebelum diberikan kepada anaknya. Hal ini menyebabkan perpindahan air
liur pada makanan tersebut yang didalam air liur tersebut mungkin ada
virus penyebab Covid-19.
Berikut adalah perilaku atau kebiasaan masyarakat yang dapat
meningkatkan penyebaran Covid-19:
1) Tidak mencuci tangan dengan sabun
Kebiasaan cuci tangan di masyarakat pun masih rendah.
Berdasarkan data Riskesdas tahun 2018 populasi dengan praktek cuci
tangan yang tidak benar mencapai 50,2%. Kebiasaan ini pun akan
meningkatkan transmisi Covid-19 karena kita tidak tahu apakah
tangan kita bersih atau tidak. Setelah melakukan kegiatan diluar, saat
bertemu dengan orang lain, memegang benda/barang yang juga telah
dipegang orang lain yang mungkin terinfeksi SARS-CoV-2 lalu
tangan kita menyentuh mata, hidung, atau mulut tanpa mencuci
tangan dengan benar maka penularan Covid-19 kemungkinan besar
akan terjadi.
Mencuci tangan dengan sabun adalah salah satu tindakan
sanitasi dengan membersihkan tangan dan jari jemari menggunakan
air dan sabun oleh manusia untuk menjadi bersih dan memutuskan
22

mata rantai kuman. Mencuci tangan dengan sabun (CTPS) dikenal


juga sebagai salah satu upaya pencegahan penyakit. Hal ini dilakukan
karena tangan sering kali menjadi agen yang membawa kuman dan
menyebabkan patogen berpindah dari satu orang ke orang lain, baik
dengan kontak langsung ataupun kontak tidak langsung
(menggunakan permukaan-permukaan lain seperti handuk, gelas).
Tangan yang bersentuhan langsung dengan kotoran manusia dan
binatang, ataupun cairan tubuh lain (seperti ingus, dan
makanan/minuman yang terkontaminasi saat tidak dicuci dengan
sabun dapat memindahkan bakteri, virus, dan parasit pada orang lain
yang tidak sadar bahwa dirinya sedang ditularkan. Tangan tersebut
selanjutnya menjadi perantara dalam penularan penyakit. Mencuci
tangan dengan air saja lebih umum dilakukan, tetapi hal ini terbukti
tidak efektif dalam menjaga kesehatan dibandingkan dengan CTPS.
Menggunakan sabun dalam mencuci tangan sebenarnya
menyebabkan orang harus mengalokasikan waktunya lebih banyak
saat mencuci tangan, tetapi penggunaan sabun menjadi efektif karena
lemak dan kotoran yang menempel akan terlepas saat tangan digosok
dan bergesek dalam upaya melepasnya. Di dalam Semua jenis virus
termasuk Covid-19 bisa dapat aktif di luar tubuh manusia selama
berjam-jam, bahkan berhari-hari. Mereka bisa menyebar melalui
droplets, seperti saat bersin, batuk, atau saat pengidapnya berbicara.
Desinfektan, cairan hand sanitizer, tisu basah, gel, dan krim yang
mengandung alkohol semuanya berguna untuk membunuh virus ini,
tetapi tidak seefektif sabun. Saat beraktivitas sehari-hari, akan sulit
bagi tangan untuk menghindari virus, bakteri, atau kuman.
Penyebabnya, mata tidak mampu melihat virusnya langsung,
sehingga mencuci tangan adalah langkah terbaik untuk menghindari
23

tertular penyakit lemak dan kotoran yang menempel inilah kuman


penyakit hidup (Dinkes Pemprov Bali, 2020).
2) Tidak memakai masker jika keluar rumah
Diwajibkan jika keluar rumah untuk memakai masker. Karena,
penularan Covid-19 ditularkan melalui air liur dan sekresi saluran
pernapasan atau droplet saluran napas yang keluar saat orang yang
terinfeksi batuk, bersin, berbicara, atau menyanyi (WHO, 2020).
Jadi, untuk melindungi diri sendiri dari ancaman kesehatan penyakit
Covid-19 sebaiknya selalu budayakan memakai masker pada masa
pandemi seperti sekarang ini.
3) Tidak menjaga jarak dengan orang lain
Pemerintah Indonesia telah melakukan banyak langkah-
langkah dan kebijakan untuk mengatasi permasalahan pandemic ini.
Salah satu langkah awal yang dilakukan oleh pemerintah yaitu
mensosialisasikan gerakan Social Distancing untuk masyarakat.
Langkah ini bertujuan untuk memutus mata rantai penularan
pandemi Covid-19 ini karena langkah tersebut mengharuskan
masyarakat menjaga jarak aman dengan manusia lainnya minimal 2
meter, tidak melakukan kontak langsung dengan orang lain serta
menghindari pertemuan massal (Buana D.R, 2020 dalam Ririn
Noviyanti Putri, 2020).
Namun, pada kenyataannya langkah-langkah tersebut tidak
disikapi dengan baik oleh masyarakat, sehingga jumlah kasus terus
meningkat. Banyak masyarakat yang melakukan kegiatan yang
menimbulkan kerurumunan seperti demo, unjuk rasa, kegiatan
dipasar dan lain sebagainya.
4) Tidak berolahraga
Terdapat sebagian masyarakat yang jarang melakukan aktivitas
fisik seperti olahraga, ditambah pada saat kondisi seperti sekarang
24

mewajibkan pembelajaran daring yang dimana waktu banyak


dihabiskan dalam penggunaan handphone. Selain digunakan
pembelajaran kebanyakan digunakan untuk hiburan. Padahal dengan
olahraga yang rutin dapat meningkatkan daya tahan tubuh dan
meredakan peradangan dengan melakukan olahraga secara rutin.
Melakukan olahraga secara teratur, efeknya lebih baik terhadap
sistem imun jika dibandingkan dengan olahraga yang hanya
dilakukan sekali saja. Olahraga bisa merangsang kinerja antibodi dan
sel-sel darah putih bisa bersirkulasi lebih cepat. Sel darah putih
merupakan sel kekebalan tubuh yang melawan berbagai penyakit
(Lia Amalia dkk, 2020).
5) Kurang istirahat
Sebagian orang mengabaikan pola tidur yang baik dan
memiliki pola tiduir kapan saja dan dimana saja. Kurang tidur atau
kurang istirahat dapat menimbulkan dampak buruk bagi kesehatan
diantaranya memperburuk kondisi kesehatan tubuh, stres, hilangnya
konsentrasi, sering lupa dan lain sebagainya (Kemenkes, 2016).
Maka dari itu, jika seseorang memiliki pola tidur yang tidak baik
maka akan dengan mudah seseorang tersebut terinfeksi Covid-19
karena melemahnya kondisi kesehatan pada tubuh.

D. Simpul 4: Kejadian Penyakit


Gejala penyakit pada penderita COVID-19 bisa terjadi secara dua hal.
Pertama, beberapa penelitian telah mendokumentasikan infeksi SARS-CoV-2
pada pasien yang tidak pernah mengalami gejala (Asymptomatic) (Wang et al,
2020; Pan X et al, 2020; Bai Y et al, 2020; Kimball et al, 2020; Mizumoto et al,
2020; dalam CDC, 2020). Kedua, Symptomatic yaitu pada pasien dengan gejala.
Berdasarkan dari studi terhadap 138 pasien di Rumah Sakit Zhongnan di
Universitas Wuhan (Dawei et al, 2020) dan studi lain yang melibatkan 135 pasien
25

dari Rumah Sakit Jinyintan dan 56 pasien dari Rumah Sakit Paru Wuhan (Fei at
al, 2020). Gejala ini disimpulkan menjadi:
1. Hari Ke-1 sampai 2
Setelah terpapar virus corona, tanda dan gejala awalnya mirip dengan
flu biasa dengan sakit tenggorokan ringan dan tidak mengalami demam atau
rasa lelah. Penderita tetap bisa mengonsumsi makanan dan minuman seperti
biasa.
2. Hari Ke-3
Tenggorokan pasien mulai terasa sedikit nyeri. Suhu tubuh sekitar
36,5°C. Meskipun jarang terjadi, gejala lain seperti mual ringan, muntah, atau
diare ringan mungkin muncul.
3. Hari Ke-4
Sakit tenggorokan menjadi lebih serius. Gejala lain seperti perasaan
lemah dan nyeri sendi mulai terlihat. Pasien mungkin menunjukkan demam
dengan suhu antara 36,5°- 37 °C.
4. Hari Ke-5 sampai 6
Mulai demam ringan. Pasien menunjukkan demam dengan suhu di atas
37,2 ° celsius. Gejala kedua yang paling umum, batuk kering, juga muncul.
Dispnea sebagai shortness of breath (SOB) kadang-kadang dapat terjadi.
Kebanyakan pasien pada tahap ini mudah merasa lelah. Gejala lain tetap sama.
Keempat gejala ini termasuk di antara lima indikasi utama COVID-19
menurut laporan akhir wabah awal yang dilakukan oleh misi bersama antara
China dan WHO.
5. Hari Ke-7
Para pasien yang belum mulai pulih pada hari ke-7 mengalami batuk
yang lebih serius dan kesulitan bernapas. Demam bisa lebih tinggi hingga
38°C. Pasien dapat mengalami sakit kepala dan nyeri tubuh lebih lanjut atau
diare yang memburuk jika ada. Banyak pasien dirawat di rumah sakit pada
tahap ini.
26

6. Hari Ke-8 sampai 9


Pada hari ke-8, gejala cenderung memburuk bagi pasien yang memiliki
kondisi medis yang berdampingan. Sesak napas yang parah menjadi lebih
sering. Demam dengan suhu berjalan jauh di atas 38 °. Dalam salah satu
penelitian, hari ke-9 adalah waktu rata-rata ketika Sepsis mulai mempengaruhi
40% pasien. Sepsis adalah komplikasi berbahaya akibat infeksi (Alodokter,
2020). Komplikasi paling umum bisa terjadi pada penderita rawat inap
COVID-19 berat diantaranya: pneumonia, gagal napas hipoksemik / ARDS,
dan syok septik, kardiomiopati dan aritmia. (CDC, 2020).
7. Hari Ke-10 sampai 11
Dokter memberi tes seperti rontgen dada untuk menangkap tingkat
keparahan gangguan pernapasan pada pasien. Pasien kehilangan nafsu makan
dan mungkin menghadapi sakit perut. Kondisi tersebut juga membutuhkan
penanganan segera di ICU.
8. Hari Ke-12 sampai 14
Untuk pasien yang selamat, gejala dapat ditangani dengan baik pada saat
ini. Demam cenderung membaik dan kesulitan bernapas mungkin mulai
berhenti pada hari ke-13. Tetapi beberapa pasien mungkin masih terkena
batuk ringan bahkan setelah keluar dari rumah sakit.

9. Hari Ke-15 sampai 16


Hari ke-15 adalah kondisi yang berlawanan untuk pasien minoritas
lainnya. Kelompok rentan harus bersiap menghadapi kemungkinan penyakit
yang menyerang jantung akut atau ginjal.
10. Hari Ke-17 sampai 19
Kasus kematian akibat COVID-19 terjadi sekitar hari ke-18.
Sebelumnya, pasien yang rentan dapat mengalami infeksi sekunder yang
disebabkan oleh patogen baru di saluran pernapasan bagian bawah. Kondisi
27

yang parah kemudian dapat menyebabkan koagulasi darah dan iskemia


(kekurangan oksigen).
11. Hari Ke-20 sampai 22
Para pasien yang masih hidup dan sembuh total dari penyakitnya dapat
dipulangkan dari rumah sakit. Terlepas dari hal itu, menurut CDC (2020), ada
kemungkinan tanda dan gejala yang terjadi bukan hanya yang disebutkan
sebelumnya. Oleh sebab itu, disarankan hubungi penyedia layanan kesehatan
untuk apa pun gejala lain yang parah atau mengkhawatirkan.

E. Simpul 5: Variabel Supra Sistem


1. Iklim dan Topografi
Pada umumnya COVID-19 memperlihatkan pola perkembangan yang
signifikan di daerah yang relatif dingin dan kering. Pendahulunya, yaitu
SARS-CoV-1 dikaitkan dengan kondisi iklim yang serupa. Menurut beberapa
penelitian, daerah dengan iklim kering dan dingin cenderung diminati oleh
coronavirus, sedangkan daerah dengan iklim lembab dan tropis dinilai bisa
menghambat perkembangannya.
Namun ternyata penyebaran kasus COVID-19 yang terjadi di seluruh
dunia tidak pandang bulu. Kasus-kasus COVID-19 kian bermunculan, baik di
daerah tropis maupun daerah 4 musim. Hal ini mematahkan semua hipotesis
yang menyatakan bahwa COVID-19 tidak bertahan di iklim tropis. Luasnya
sebaran kasus COVID-19 ini menyebabkan ketidakpastian pengaruh faktor
iklim dalam penyebarannya, terutama di sebagian besar daerah tropis seperti
Afrika sub-Sahara, Amerika Latin dan Asia Tenggara. Oleh karena itu,
prediksi-prediksi penyebaran epidemi di daerah tropis lebih banyak
memanfaatkan data demografi dan mobilitas manusia sebagai prediktor
persebaran. Faktor-faktor cuaca dan iklim menjadi kurang relevan dalam
memprediksi penyebaran kasus COVID-19 ini
28

Meski begitu, hasil kajian Tim BMKG yg diperkuat oleh 11 Doktor di


Bidang Meteorologi, Klimatologi, dan Matematika, serta didukung oleh Guru
Besar dan Doktor di bidang Mikrobiologi dari Fakultas Kedokteran,
Kesehatan Masyarakat dan Keperawatan UGM, menunjukkan adanya
indikasi pengaruh iklim dalam mendukung penyebaran wabah COVID-19,
sebagaimana yg disampaikan dalam penelitian Araujo dan Naimi (2020),
Chen et. al. (2020), Luo et. al. (2020), Poirier et. al (2020), Sajadi et.al (2020),
Tyrrell et. al (2020), dan Wang et. al. (2020), tulis Dwikorita melalui
komunikasi online.
Menurut Araujo M.B dan Naimi B (2020) menunjukkan sebaran kasus
Covid-19 pada saat outbreak gelombang pertama, berada pada zona iklim
yang sama, yaitu pada posisi lintang tinggi wilayah subtropis dan temparate.
Dari hasil penelitian tersebut dapat disimpulkan sementara bahwa negara-
negara dengan lintang tinggi cenderung mempunyai kerentanan yang lebih
tinggi dibandingkan dengan negara-negara tropis.
Penelitian Sajadi et. al. (2020) menyatakan bahwa kondisi udara ideal
untuk virus corona adalah temperatur sekitar 8–10 °C dan kelembapan 60-
90%. Artinya dalam lingkungan terbuka yang memiliki suhu dan kelembaban
yang tinggi merupakan kondisi llingkungan yang kurang ideal untuk
penyebaran kasus Covid-19. Para peneliti itu menyimpulkan bahwa
kombinasi dari temperatur, kelembapan relatif cukup memiliki pengaruh
dalam penyebaran transmisi COVID-19.
Selanjutnya penelitian oleh Bannister-Tyrrell et. al. (2020) juga
menemukan adanya korelasi negatif antara temperatur (di atas 1°C) dengan
jumlah dugaan kasus COVID-19 per-hari. Mereka menunjukkan bahwa
bahwa COVID-19 mempunyai penyebaran yang optimum pada suhu yang
sangat rendah (1 – 9°C). Artinya semakin tinggi temperatur, maka
kemungkinan adanya kasus COVID-19 harian akan semakin rendah.
29

Menurut penelitian yang dilakukan oleh Melanie Bannister tahun 2020,


berdasarkan data penyebaran COVID-19 di 46 negara (tidak termasuk
Indonesia) per tanggal 29 Februari 2020, temperatur yang sesuai untuk
perkembangan COVID-19 berada pada interval suhu -5 hingga 10oC.
Berikut ini gambar grafik prediksi Kasus Penyebaran Covid-19 di tingkat
local menurut Melanie Bannister tahun 2020:

Gambar 2. Prediksi Kasus Penyebaran COVID-19 di Tingkat Lokal

Jika melihat grafik tersebut, tentunya masyarakat Indonesia dapat


menghela napas karena hampir seluruh provinsi di Indonesia memiliki suhu
rata-rata diatas 25oC keatas (BPS 2015). Namun, Melanie Bannister memberi
catatan bahwa penelitian ini masih sekadar studi pendahuluan karena
keterbatasan data COVID-19, sehingga faktor temperatur bisa jadi tidak
memengaruhi penyebaran COVID-19 pada tingkat global. Hal serupa juga
dikemukakan oleh Marco yang menyebutkan bahwa meningkatnya kasus
COVID-19 di tingkat global tidak dipengaruhi oleh kondisi iklim (Menurut
C.P.T Marco tahun 2020). Hal ini disebabkan karena virus ini sangat cepat
bermutasi, sehingga dapat beradaptasi sesuai dengan kondisi iklim lokal
daerah yang dijangkiti.
Araujo dan Naimi (2020) memprediksi dengan menggunakan model
matematis yang memasukkan kondisi demografi manusia dan mobilitasnya,
mereka menyimpulkan bahwa iklim tropis dapat membantu menghambat
30

penyebaran virus tersebut. Mereka juga menjelaskan lebih lanjut bahwa


terhambatnya penyebaran virus dikarenakan kondisi iklim tropis dapat
membuat virus lebih cepat menjadi tidak stabil, sehingga penularan virus
Corona dari orang ke orang melalui lingkungan iklim tropis cenderung
terhambat, dan akhirnya kapasitas peningkatan kasus terinfeksi untuk menjadi
pandemik juga akan terhambat.
Menurut tim Gabungan BMKG-UGM menjelaskan bahwa analisis
statistik dan hasil pemodelan matematis di beberapa penelilitian di
atas mengindikasikan bahwa cuaca dan iklim merupakan faktor pendukung
untuk kasus wabah ini berkembang pada outbreak yg pertama di negara atau
wilayah dengan lintang linggi, tapi bukan faktor penentu jumlah kasus,
terutama setelah outbreak gelombang yang ke dua. Meningkatnya kasus pada
gelombang ke dua saat ini di Indonesia tampaknya lebih kuat dipengaruhi oleh
pengaruh pergerakan atau mobilitas manusia dan interaksi sosial.
Disampaikan pula bahwa kondisi cuaca/iklim serta kondisi geografi
kepulauan di Indonesia, sebenarnya relatif lebih rendah risikonya untuk
berkembangnya wabah COVID-19. Namun fakta menunjukkan terjadinya
lonjakan kasus COVID-19 di Indonesia sejak awal bulan Maret 2020.
Indonesia yang juga terletak di sekitar garis khatulistiwa dengan suhu rata-
rata berkisar antara 27- 30 derajat celcius dan kelembapan udara berkisar
antara 70 – 95%, dari kajian literatur sebenarnya merupakan lingkungan yang
cenderung tidak ideal untuk outbreak COVID-19.
Variasi spasial suhu udara rata-rata antara satu wilayah dengan wilayah
yang lain juga dipengaruhi oleh faktor topografi tempat dengan elevasi dari
permukaan laut yang lebih tinggi umumnya akan memiliki suhu udara yang
lebih tinggi umumnya akan memiliki suhu yang lebih rendah menurut
Dwikorita, BMKG dan Tim Mikrobiologi dalam Media Indonesia.
Jika melihat hasil studi sebelumnya, sebenarnya lingkungan di
Indonesia kurang ideal untuk penyebaran COVID-19. Namun, justru sejak
31

kasus terkonfirmasi pertama muncul di bulan Maret 2020, kasus COVID-19


di Indonesia hingga saat ini terbilang menyebar cepat. Hal tersebut diduga
akibat kondisi demografi manusia dan mobilitasnya yang tinggi. Terkait fakta
ini sebenarnya beberapa studi merekomendasikan bahwa jika mobilitas
penduduk dan interaksi sosial dapat benar-benar dibatasi, disertai adanya
intervensi kesehatan masyarakat yang memadai, maka faktor suhu dan
kelembaban udara dapat menjadi faktor penting dalam memutus mata rantai
penyebaran COVID-19 khususnya di negara negara tropis. (Alomedika,
2020).
2. Kepadatan Penduduk
Kepadatan penduduk dapat memicu peningkatan transmisi Covid-19.
Sebagaimana penelitian Jeini (2020) tentang Kejadian Corona Virus Disease
2019 berdasarkan Kepadatan Penduduk dan Ketinggian Tempat per Wilayah
Kecamatan menunjukan bahwa semakin tinggi kepadatan penduduk maka
terlihat semakin tinggi kejadian COVID 19. Data Survei Sosial Ekonomi
Nasional (Susenas) 2017 menunjukkan bahwa populasi yang tinggal di
wilayah urban (perkotaan) Indonesia mencapai 52,9 persen. Data menunjukan
bahwa wilayah urban yang padat penduduk, memiliki jumlah kasus Covid-19
yang banyak. Kawasan perkotaan yang padat penduduknya tentu akan
menyebabkan transmisi penyakit lebih cepat karena rantai penyebaran yang
lebih cepat dan kompleks. Kepadatan penduduk yang tinggi akan banyak
menimbulkan berbagai masalah yang berhubungan dengan masalah
kependudukan misalnya mobilitas warga, interaksi antar wilayah, tipologi
perumahan yang berdempetan, akses ke pusat pendidikan dan lain-lain.
Kepadatan penduduk menjadi katalisator penting dalam penyebaran
Covid 19, di Amerika Serikat, hingga 24 April 2020 lebih dari 860 ribu jiwa
positif terjangkit COVID-19, dengan korban jiwa hampir menyentuh angka
45.000. Laporan New York Times menyebutkan salah satu alasan terbesar
mengapa New York paling parah terpapar Corona adalah kepadatan
32

penduduk. Felipe Carozzi et, all tentang Urban Density and COVID-19
memperkirakan hubungan antara kepadatan penduduk dan penyebaran
COVID-19 di Amerika Serikat karena jarak yang berdekatan. Mereka
menggunakan strategi yaitu Variabel Instrumental untuk menginduksi
keterkaitan kepadatan penduduk tanpa mempengaruhi kematian terkait
COVID-19 secara langsung. Dengan menggunakan data dari Google,
Facebook, dan Sensus AS, mereka menyelidiki kepadatan penduduk AS dapat
mempengaruhi waktu terjadinya transmisi secara positif karena jarak antar
wilayah yang berdekatan dengan jumlah penduduk yang juga padat (Carozzi
et all, 2020).
3. Kebijakan Pemerintah
Sejak 31 Desembar 201 9, WHO telah melaporkan adanya penyakit baru
bernama virus Corona di Wuhan. Dalam waktu singkat, virus Corona telah
menyebar luas di China bahkan menyebar luas ke negara Eropa. Sampai
Februari 2020 Indonesia masih tidak ada laporan kasus orang terinfeksi
Corona. Nanti tanggal 2 Maret 2020, Presiden didampingi Menteri Kesehatan
mengumumkan 2 kasus baru Covid 19 di Depok. Kemudian tanggal 17 Maret
2020 tanggap darurat Covid-19. Setelah Corona menjadi wabah (pandemic)
pada awal bulan Maret 2020 sampai sekarang, pemerintah membuat berbagai
macam kebijakan untuk menghadapi serta mengatasi pandemic COVID-19,
yaitu sebagai berikut :

a. Social Distancing
Social distancing adalah salah satu strategi mitigasi yang
direkomendasikan oleh WHO untuk komunitas dunia selama Pandemi
SARS-CoV-2 (Guo et al., 2020). Social distancing adalah bagian penting
dari pengendalian pandemi dalam mengurangi penyebaran virus.
Kebijakan tersebut telah diterapkan pada pandemi influenza pada tahun
2009. Sebuah studi simulasi berbasis agen influenza menunjukkan
33

perubahan kecil pada perilaku dapat memiliki pengaruh yang signifikan


pola penularan selama epidemic (Pawelek, Salmeron dan Valle, 2015).
Pemerintah Indonesia mengimbau masyarakat untuk social
distancing selama pandemi COVID-19. Social distancing dapat
menurunkan angka kematiand an morbiditas penyakit, tetapi manfaat
jarak sosial sangat tergantung tentang pemahaman individu dikomunitas
(Reluga, 2010). Kebijakan yang diterapkan pemerintah yang berkaitan
dengan social distancing, seperti mengeluarkan perintah untuk belajar dan
bekerja dari rumah, tinggal di rumah, dan hindari kontak, melarang
aktivitas dalam jumlah besar, dan membatasi jam operasional di tempat
umum. Seperti itu jarak sosial diharapkan dapat mengurangi dan
mengontrol penyebaran virus Corona selama periode pandemi ini.
Pencegahan Covid-19 Kasus infeksi virus Corona ini masih bisa di
cegah dengan cara yang sederhana dengan Social Distancing sebagai
berikut:
1) Cuci Tangan. Saat cuci tangan dengan sabun dan air minimal
dilakukan selama 20 detik, Jika tak ada air dan sabun bisa dengan
hand sanitizer dengan kandungan alkohol minimal 60 persen.
2) Jangan Menyentuh Tempat Umum. Ketika berada di fasilitas umum,
sebaiknya jangan menyentuh tombol lift, pegangan pintu, pegangan
tangga atau escalator, jika harus menyentuh, sebaiknya gunakan tisu
atau lengan baju dan segera cuci tangan setelahnya.
3) Hindari Keramaian. Kasus infeksi virus Corona atau COVID-19
mudah menyerang saat di tempat ramai, karena itu usahakan tidak
berada di keramaian apalagi dalam ruangan berventilasi buruk, bila
terpaksa berada di keramaian jangan sembarangan menyentuh wajah,
hidung, dan mata, apalagi bila belum cuci tangan.
34

4) Penyemprotan Cairan Disinfektan. Menyemprot rumah dan tempat


hunian lainya menggunakan cairan disinfektan menjadi upaya lain
mencegah kasus infeksi virus Corona atau COVID-19.
5) Menggunakan Masker. Setelah cara-cara pencegahan ini dilakukan,
jangan lupa gunakan masker saat beraktivitas di luar rumah ataupun
dalam aktivitas lainya.
b. Pembatasan Sosial Bersekala Besar (PSBB)
Kewenangan Pembatasan Sosial Bersekala Besar berdasarkan
Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan
merupakan wewenang absolut Pemerintah Pusat, dalam Pasal 1 Angka 1
dinyatakan bahwa “kekarantinaan kesehatan dilakukan untuk mencegah
dan menangkal keluar atau masuknya penyakit dan/atau faktor risiko
kesehatan masyrakat yang berpotensi menimbulkan kedaruratan
kesehatan masyarakat”. Maka dari itu jika ada pemerintah daerah yang
merasa daerahnya memiliki situasi kedaruratan dan hendak melakukan
lockdown, tentunya hal ini inkonstitusional dan perlu adanya konsul dari
kepala daerah dengan pemerintah pusat sebelum mengambil kebijakan
terkait. Kemudian atas kondisi darurat penyebaran Covid 19, pemerintah
kemudian menetapkan Peraturan Pemerintah No. 21 Tahun 2020 tentang
Pembatasan Sosial Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan
Corona Virus Disease (COVID-19).
Pertimbangan PP 21 tahun 2020 tentang Pembatasan Sosial
Berskala Besar dalam rangka Percepatan Penanganan Corona Virus
Disease (COVID-19) adalah:
1) Bahwa penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19) dengan
jumlah kasus dan/atau jumlah kematian telah meningkat dan meluas
lintas wilayah dan lintas negara dan berdampak pada aspek politik,
ekonomi, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta
kesejahteraan masyarakat di Indonesia;
35

2) Bahwa dampak penyebaran Corona Virus Disease 2019 (COVID-19)


telah mengakibatkan terjadi keadaan tertentu sehingga perlu
dilakukan upaya penanggulangan, salah satunya dengan tindakan
pembatasan sosial berskala besar;
Pada tanggal 31 Maret 2020, Presiden Indonesia, Joko Widodo
menandatangani Peraturan Pemerintah Nomor 21 Tahun 2020, yang
mengatur pembatasan sosial berskala besar sebagai respons terhadap
(COVID-19), yang memungkinkan pemerintah daerah untuk membatasi
pergerakan orang dan barang masuk dan keluar dari daerah masing-
masing asalkan mereka telah mendapat izin dari kementerian terkait
(dalam hal ini Kementerian Kesehatan, di bawah Menteri Kesehatan,
Terawan Agus Putranto). Peraturan tersebut juga menyebutkan bahwa
pembatasan kegiatan yang dilakukan paling sedikit meliputi peliburan
sekolah dan tempat kerja, pembatasan kegiatan keagamaan, dan/atau
pembatasan kegiatan di tempat atau fasilitas umum. Pada saat yang sama,
Keputusan Presiden Nomor 11 Tahun 2020 juga ditandatangani, yang
menyatakan pandemi koronavirus sebagai bencana nasional. Pembuatan
kedua peraturan tersebut didasarkan pada UndangUndang Nomor 6
Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan, yang mengatur ketentuan
mendasar untuk PSBB.
c. Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB)
Perkembangan kasus Covid-19 sangat mempengaruhi berbagai
sektor kehidupan khususnya sektor ekonomi. Untuk menumbuhkan
produktifitas, Indonesia menerapkan kebijakan Adaptasi Kebiasaan
Baru (AKB). Terdapat lima arahan Presiden Republik Indonesia
terkait AKB, yaitu :
1) Pentingnya prakondisi yang ketat. Sosialisasi kepada masyarakat
harus dilakukan secara masif terutama mengenai sejumlah protokol
kesehatan yang harus diikuti seperti menggunakan masker, jaga
36

jarak, mencuci tangan, menghindari kerumunan, hingga menjaga


imunitas tubuh.
2) Pentingnya perhitungan yang cermat dalam mengambil kebijakan
yang harus didasarkan data dan fakta dilapangan. Terkait hal ini,
Presiden meminta tiap kepala daerah yang ingin memutuskan
daerahnya masuk ke fase AKB agar berkoordinasi dengan Gugus
Tugas.
3) Penentuan prioritas yang harus disiapkan secara matang mengenai
sektor dan aktivitas mana saja yang bisa dimulai dan dibuka secara
bertahap. Sebagai contoh, pembukaan tempat ibadah secara bertahap
dengan terlebih dahulu menyiapkan dan menerapkan protokol
kesehatan di tempat ibadah dinilai sudah sangat baik.
4) Konsolidasi dan koordinasi antara pemerintah pusat dengan daerah,
mulai dari provinsi hingga tingkat RT, terus diperkuat serta
koordinasi di internal Forum Komunikasi Pimpinan Daerah
(Forkompinda) diperkuat.
5) Dilakukan evaluasi secara rutin. Meskipun sebuah daerah kasus
barunya sudah menurun.
6) Dalam pelaksanaan Adaptasi Kebiasaan Baru (AKB) ada beberapa
hal Kegiatan / Aktifitas yang di batasi, di antaranya:
a) Kegiatan/aktifitas usaha sektor hiburan meliputi, pub/club
malam/bar, karaoke, diskotik, bioskop, pusat kebugaran/gym,
salon kecantikan, barbershop, klinik kecantikan, panti pijat,
refleksi, mandi uap, spa/message, arena bermain anak, bilyard,
arena permainan, dan kolam renang.
b) Kegiatan/Aktifitas usaha lokasi wisata, meliputi destinasi wisata
luar ruangan untuk anak-anak seperti taman lalu lintas dan taman
yang bertema lainya.
c) Kegiatan/aktifitas usaha gelanggang seni.
37

d) Kegiatan/aktifitas event dan atau konser musik.


BAB IV
PENUTUP
A. Simpulan
Simpul 1: agent penyakit coronavirus 2019 (covid19) adalah severe acute
respiratory syndrome coronavirus-2 (sars-cov-2) dan sumber penyakit covid-19
yaitu penderita covid19.
Simpul 2: media transmisi penyakit yaitu terdiri dari udara, air, pangan, hewan,
manusia, fomit (permukaan benda yang terkontaminasi) dan ruang tertutup.
simpul 3: perilaku pemajanan (behavioral exposure) yaitu kependudukan (usia dan
pekerjaan), pengetahuan, kesehatan (stres, status gizi, sistem imun), dan sosial
masyarakat (mobilitas penduduk, tradisi, keagamaan, kebiasaan masyarakat).
simpul 4: kejadian penyakit yaitu gejala penyakit pada penderita covid-19 bisa
terjadi secara dua hal. pertama, beberapa penelitian telah mendokumentasikan
infeksi sars-cov-2 pada pasien yang tidak pernah mengalami gejala
(asymptomatic) dan symptomatic yaitu pada pasien dengan gejala.
Simpul 5: variabel supra sistem yaitu iklim, suhu, kelembaban, kepadatan
penduduk, kebijakan pemerintah (social distancing, pembatasan sosial bersekala
besar (PSBB) dan adaptasi kebiasaan baru (AKB)).

B. Saran
1. Mahasiswa/Peneliti Lain
Untuk mahasiswa dan peneliti lain disarankan untuk lebih memperbanyak
lagi penelitian mengenai topik Covid 19 karena jumlahnya masih sedikit dan
tergolong penyakit baru sehingga diperlukan pengetahuan yang lebih banyak
lagi.
2. Masyarakat
Agar terhindar dari Covid-19 ada beberapa langkah pencegahan yang
direkomendasikan oleh WHO pada tahun 2020 antara lain:

38
39

a) Mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau antiseptik


berbahan alkohol. Deterjen pada sabun dan alkohol pada antiseptik dapat
membunuh virus pada tangan.
b) Jaga jarak dengan orang lain minimal satu meter. Hal ini untuk mencegah
tertular virus penyebab Covid-19 dari percikan bersin atau batuk.
c) Hindari menyentuh mata, hidung dan mulut sebelum memastikan tangan
bersih dengan mencuci tangan menggunakan sabun dan air mengalir atau
antiseptik. Tangan yang terkontaminasi dapat membawa virus ini ke
mata, hidung dan mulut yang menjadi jalan masuk virus ini ke dalam
tubuh dan menyebabkan penyakit Covid-19.
d) Tetaplah berada di dalam rumah agar tidak tertular oleh orang lain di luar
tempat tinggal.
3. Pemerintah
Saran yang diberikan kepada pemerintah antaralain sebagai berikut:
a. Pemerintah harus menyelesaikan masalah kesehatan dengan cepat dan
memperbanyak SWAB Test, PCR tanpa terkecuali terutama orang yang
berisiko tinggi.
b. Menyediakan tempat karantina khusus bagi penderita Covid 19 sehingga
mengurangi kemungkinan risiko paparan kepada orang lain.
DAFTAR PUSTAKA

Adikara, Banu. 2020. Awas, Virus Korona Bisa Ditemukan Pada Tinja dan Urin
Manusia. (Online). Tersedia di: https://www.jawapos.com/kesehatan/10/04/-
2020/awas-virus-korona-bisa-ditemukan-pada-tinja-dan-urin-manusia/.
Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Aisyi, Anggra Liany Rihadatul. 2020. Peran Ilmu Pengetahuan Dalam Menyikapi
Pandemi Covid-19. (Online). Tersedia: https://www.academia.edu/436097-
35/Peran_Ilmu_Pengetahuan_dalam_Menyikapi_Pandemi_Covid_19.
Diakses tanggal 19 Oktober 2020.

Alodokter. 2020. Pengertian Sepsis. (Online). Tersedia: https://www.alodokter-


.com/sepsis. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Amalia Lia dkk. 2020. Analisis Gejala Klinis Dan Peningkatan Kekebalan Tubuh
Untuk Mencegah Penyakit Covid-19. (Online). Tersedia: http://ejurnal.ung.-
ac.id/index.php/jjhsr/article/view/6134. Diakses tanggal 1 November 2020.

Aman F, Masood S. 2020. How Nutrition can help to fight against COVID-19
Pandemic. (Online). Tersedia: https://doi.org/10.12669/pjms.36.COVID19-
S4.2776. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Anastasia, Tamara. 2020. Hati-Hati! Virus Corona Ternyata Bisa Menular Lewat
Cerpelai. (Online). Tersedia: https://www.klikdokter.com/info-sehat/read-
/3639972/hati-hati-virus-corona-ternyata-bisa-menular-lewat erpelai#:~:text-
=-Para%20pene-liti%20berpendapat%2C%20penularan%20dari,diolah%20-
men-jadi%20selimut%20dan%20pakaian. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Arangua, Rodrigo. 2020. Virus Corona: Bisa Menyebar Lewat Udara, Penularan
Covid-19 Di Ruangan Tertutup Kian Berisiko. (Online). Tersedia:
https://www.bbc.com/indonesia/majalah-53344413. Diakses tanggal 30
Oktober 2020.

Bai Y, Yao L, Wei T, et al.2020. Presumed Asymptomatic Carrier Transmission of


COVID-19. (Online). Tersedia: https://jamanetwork.com/journals/jama-
/fullarticle/2762028. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.
Briggs, Helen. 2020. Virus Corona: Berpacu Menemukan Hewan Yang Jadi Sumber
Penularan Penyakit. (Online). Tersedia: https://www.bbc.com/in-
donesia/majalah-51628069. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Cao, dkk. 2020. Comparative genetic analysis of the novel coronavirus (2019-
nCoV/SARS-CoV-2) receptor ACE2 in different populations. Tersedia:
https://www.nature.com/articles/s41421-020-0147-1#MOESM2. Diakses
tanggal 30 Oktober 2020.

CDC. 2020. Clinical Care Guidance. (Online). Tersedia: https://www.cdc.gov/coro-


navirus/2019-ncov/hcp/clinical-guidance-management-patients.html. Diak-
ses tanggal 30 Oktober 2020.

CDC. 2020. COVID-19 and Animals. (Online). Tersedia : https://www.cdc.gov/co-


ronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/animals.html. Diakses tanggal 30
Oktober 2020.

CDC. 2020. Food and Coronavirus Disease 2019 (COVID-19). (Online). Tersedia:
https://www.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/daily-life-coping/food-and-CO-
V-ID-19.html#:~:text=Currently%2C%20there%20is%20no%20evidence%-
20th-at%20the%20virus%20that%20causes,been%20found%20in%20drink-
ing%20water. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

CDC. 2020. Image Library. (Online) Tersedia: https://www.cdc.gov/media/subtopic/-


images.htm. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

CDC. 2020. Symptoms of Coronavirus (COVID-19). (Online). Tersedia: https://www-


.cdc.gov/coronavirus/2019-ncov/downloads/COVID19-symptoms.pdf.
Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

CNN Indonesia. 2020. Cerpelai Bisa Tularkan Corona ke Manusia. (Online). Tersedia:
https://www.cnnindonesia.com/teknologi/20200527104456-199-507241/-ce-
rpe-lai-bisa-tularkan-corona-ke-manusia. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Dawei et al. 2020. Clinical Characteristics of 138 Hospitalized Patients With 2019
Novel Coronavirus–Infected Pneumonia in Wuhan, China. (Online). Tersedia:
https://jamanetwork.com/journals/jama/fullarticle/2761044. Diakses tanggal
30 Oktober 2020.
Devi Pramita Sari, dkk. 2020. Hubungan Antara Pengetahuan Masyarakat Dengan
Kepatuhan Penggunaan Masker Sebagai Upaya pencegahan Penyakit Covid-
19 Di Ngronggah. (Online). Tersedia: https://ojs.udb.ac.id/index.php/info-
kes/article/view/850. Diakses 31 Oktober 2020

Dinkes Pemprov Bali. 2020. Ayo Kita Lakukan Cuci Tangan Pakai Sabun (CTPS)
Sebagai Salah Satu Upaya Pencegahan Covid19. (Online). Tersedia:
https://www.diskes.baliprov.go.id/ayo-kita-lakukan-cuci-tangan-pakai-sabu-
n-c-tps-sebagai-salah-satu-upaya-pencegahan-covid19/+&cd=4&hl=id&ct=-
clnk&g-l=. Diakses 31 Oktober 2020.

Djalante R, Lassa J, Setiamarga D, Sudjatma A, Indrawan M, Haryanto B,


Mahfud G., et al. 2020. Review and Analysis of Current Responses
to Covid-19 in Indonesia: Period of January to March 2020. (Online).
Tersedia: https://www.researchgate.net/publication/340430688_Review_an-
d-_analysis_of_current_responses_to_COVID-19_in_Indonesia_Period_of-
_Janu-ary_to_March_2020. Diakses 31 Oktober 2020.
DW.com. 2020. Virus Corona COVID-19 Bikin Kegiatan Keagamaan di Dunia
Beradaptasi. (Online). Tersedia: https://www.liputan6.com/global/read-
/420950-5/virus-corona-covid-19-bikin-kegiatan-keagamaan-di-dunia-berad-
aptasi. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.
Farmasetika. 2020. Kajian BMKG : Tak Bisa Hanya Andalkan Suhu Kelembaban
Cegah Penyebaran COVID-19. (Online). Tersedia: https://farmasetika.com-
/2020/04/05/kajian-bmkg-tak-bisa-hanya-andalkan-suhu-kelembaban-cegah-
pe-nyebaran-Covid-19/ . Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Fei et al. 2020. Clinical course and risk factors for mortality of adult inpatients with
COVID-19 in Wuhan, China: a retrospective cohort study. (Online). Tersedia:
https://www.thelancet.com/journals/lancet/article/PIIS0140-6736(20)30566-
3/fulltext. Diakses 31 Oktober 2020.
Free Med Education. 2020. Recognizing Day to Day Signs and Symptoms of
Coronavirus.(Online). Tersedia: https://www.youtube.com/watch?v=U8r-
3oTVMtQ0. Diakses 31 Oktober 2020.

Houlihan et al. 2020. Pandemic peak SARS-CoV-2 infection and seroconversion rates
in London frontline health-care workers. (Online). Tersedia: https://www.n-
cbi-.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC7347344/pdf/main.pdf. Diakses 31
Oktober 2020.
Jabbar, Abi Abdul. 2020. Ini Alasan Mengapa Mudik di Saat Pandemi Corona itu
Berbahaya. (Online). Tersedia : https://www.madaninews.id/10987/ini-
alasan-mengapa-mudik-di-saat-pandemi-corona-itu-berbahaya.html. Diakses
tanggal 30 Oktober 2020.

Kemenkes RI, 2020. Panduan Gizi Seimbang pada Masa Pandemi Covid-19. (Online).
Tersedia: https://covid19.go.id/storage/app/media/Materi%20-Edukasi-/final-
panduan-gizi-seimbang-pada-masa-covid-19-1.pdf. Diakses tanggal 31
Oktober 2020.

Kemenkes. 2016. Istirahat cukup. (Online). Tersedia: http://www.p2ptm.kem-


kes.go.id/cerdik/istirahat-cukup. Diakses tanggal 1 November 2020.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. 2020. Info Infeksi Emerging


Kementerian Kesehatan RI. (Online). Tersedia: https://infeksiemerging-
.kemkes.go.id. Diakses 1 November 2020.
Kementrian Kesehatan RI. 2020. Tanya Jawab Coronavirus Disease (COVID-19) –
QnA Update 6 Maret 2020. (Online). Tersedia: https://covid19.kem-
kes.go.id/situasi-infeksi-emerging/info-corona-virus/tanya-jawab-coronavir--
us-disease-covid-19-qna-up-date-6-maret-2020/#.X3yT5c-Iza-00. Diakses
tanggal 30 Oktober 2020.

Kimball A, Hatfield KM, Arons M, et al. 2020. Asymptomatic and Presymptomatic


SARS-CoV-2 Infections in Residents of a Long-Term Care Skilled Nursing
Facility – King County, Washington, March 2020. (Online). Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/340244795_Asymptomatic_and_P
resymptomatic_SARS-CoV-2_Infections_in_Residents_of_a_Long-Term-
_Care Skilled_Nursing_Facility_-_King_County_Washington_March_20-
20. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.
Koh, David. 2020. Occupational risks for COVID-19 infection. (Online). Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/339593975_Occupational_risks_fo
r_COVID-19. Diakses tanggal 30 Oktober 2020.

Kompas. 2020. Serba Serbi Corona Ini Persepsi Dan Pengetahuan Masyarakat
Indonesia. (Online). Tersedia: https://www.kompas.com/sains/read/20-
20/04-/01/190300723/serba-serbi-corona-ini-persepsi-dan-pengetahuan-mas-
yarakat-i-ndonesia?page=all. Diakses tanggal 19 Oktober 2020.
Li, X., Geng, M., Peng, Y., Meng, L., & Lu, S. 2020. Molecular immune pathogenesis
and diagnosis of COVID-19. (Online). Tersedia: https://doi.org/
10.1016/j.jpha.2020.03.001. Diakses tanggal 19 Oktober 2020.
Lim, Yvonne Xinyi, Yan Ling Ng, James P. Tam, and Ding Xiang Liu et al. 2020.
Human Coronaviruses: A Review of Virus–Host Interactions. (Online).
Tersedia: https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5456285/. Diakses
tanggal 25 Oktober 2020.
Liu, S., Luo, H., Wang, D., Ju, S., & Yang, Y. (2020). Characteristics and Associations
with Severity in COVID-19 : a multicentre cohort study from Jiangsu
province, China. (Online). Tersedia: https://www.research-
gate.net/publication/340149327_Characteristics_and_Associations_with_Se
verity_in_COVID-19_Patients_A_Multicentre_Cohort_Stu-dy_from_Jiang-
su_Province_China. Diakses tanggal 28 Oktober 2020.
Michael Belingheri, Maria Emilia Paladino, Michele Augusto Riva. 2020. COVID-19:
Health prevention and control in non-healthcare settings. (Online). Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/340816907_COVID-
19_Health_prevention_and_control_in_non-healthcare_settingsMizumoto K,
Kagaya K, Zarebski A, Chowell G. 2020. Estimating the asymptomatic
proportion of coronavirus disease 2019 (COVID-19) cases on board the
Diamond Princess cruise ship, Yokohama, Japan. Diakses 1 November 2020.
Moh, Muslim. 2020. Manajemen Stress Pada Masa Pandemi Covid-19. (Online).
Tersedia: https://ibn.e-journal.id/index.php/ESENSI/article/view/205.
Diakses 1 November 2020.

Nature. 2020. Why does the coronavirus spread so easily between people?. (Online).
Tersedia : https://www.nature.com/articles/d41586-020-00660-x. Diakses
tanggal 1 November 2020.

Nelwan, Jeini Ester. 2020. Kejadian Corona Virus Disease 2019 berdasarkan
Kepadatan Penduduk dan Ketinggian Tempat per Wilayah Kecamatan.
(Online). Tersedia: https://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/ijphcm/article/vie-
w/29176/28572. Diakses 30 Oktober 2020.

Noveria, Mita. 2020. Mobilitas orang dan penularan Covid-19. (Online). Tersedia :
https://kependudukan.lipi.go.id/id/berita/53-mencatatcovid19/880-mobilitas-
o-rang-dan-penularan-covid-19. Diakses 30 Oktober 2020.
Pan X, Chen D, Xia Y, et al. 2020. Asymptomatic cases in a family cluster with SARS-
CoV-2 infection. (Online). Tersedia: https://doi.org/10.1016/S1473-
3099(20)30114-6. Diakses 30 Oktober 2020.

Pradana Anung Ahadi, dkk. 2020. Pengaruh Kebijakan Social Distancing Pada Wabah
Covid-19 Terhadap Kelompok Rentan Di Indonesia. (Online). Tersedia:
https://journal.ugm.ac.id/jkki/article/view/55575. Diakses 18 Oktober 2020

Pranita, Ellyvon. 2020. 6 Indikator Kenapa Indonesia Rentan Penularan Virus Corona.
(Online). Tersedia: https://www.who.int/docs/default-source/sear-
o/indonesia/covid19/who-2019-ncov-comm-health-care-2020-1-eng-indone-
sian-final.pdf?sfvrsn=42bf97f9_2 . Diakses 30 Oktober 2020.

Priambodo, Angga Roni. 2020. WHO Ungkap Ruang Tertutup Bisa Picu Penularan
Virus Corona Lewat Udara. (Online). Tersedia: https://www.suara.-
com/health/2020/07/10/-145035/who-ungkap-ruang-tertutup-bisa-picu-penu-
laran-virus-corona-lewat-u-dara?page=all. Diakses 30 Oktober 2020

Puspita, Ratna. 2020. Pakar Jelaskan Risiko Penularan Covid-19 di Ruang Tertutup.
(Online). Tersedia : https://republika.co.id/berita/qdagab428/pakar-jelaskan-
risiko-penul-aran-covid19-di-ruang-tertutup. Diakses tanggal 30 Oktober
2020.

Putratama, Rozar. 2020. Pengaruh Cuaca dan Iklim Terhadap Pandemi COVID-19.
(Online). Tersedia : https://www.bmkg.go.id/berita/?p=pengaruh-cuaca-dan-
iklim-terha-dap-pandemi-covid-19&lang=ID&tag=press-release. Diakses 30
Oktober 2020.

Putri, Ririn Noviyanti. 2020. Indonesia dalam Menghadapi Pandemi Covid-19.


(Online). Tersedia: https://www.researchgate.net/publication/343012086
Indonesia_dalam_Menghadapi_Pandemi_Covid-19. Diakses 1 November
2020.

Rafie, Barratut Taqiyyah. 2020. Waspada! Otoritas China Bilang Tinja Dan Urin Bisa
Tularkan Infeksi Virus Corona. (Online). Tersedia:
https://internasional.kontan-.co.id/news/waspada-otoritas-china-bilang-tinja-
dan-urin-bisa-tularkan-infeksi-virus-corona. Diakses 30 Oktober 2020.

Rosidin udin, dkk. 2020. Perilaku Dan Peran Tokoh Masyarakat Dalam Pencegahan
Dan Penanggulangan Pandemi Covid -19 Di Desa Jayaraga, Kabupaten
Garut. (Online). Tersedia: http://jurnal.unpad.ac.id/umbara/article/do-
wnload/28187/13643. Diakses 1 November 2020.

Satgas Covid 19. Jumlah pasien sembuh dari Covid-19 terus bertambah menjadi
37.801 Orang. (Online). Tersedia: http://covid19.go.id/p/berita/jumlah-
pasien-sembuh-dari-covid-19-terus-bertambah-menjadi-337801-orang. Diak-
ses 30 Oktober 2020.
Siagian, Tiodora Hadumaon. 2020. Mencari Kelompok Berisiko Tinggi Terinfeksi
Virus Corona Dengan Discourse Network Analysis. (Online). Tersedia:
https://jurnal.ugm.ac.id/jkki/article/download/55475/27989+&cd=1&hl=id&
ct=clnk&gl=id. Diakses 18 Oktober 2020.

Sumartiningtyas, Holy Kartika Nurwigati. 2020. Virus Corona Bisa Menyebar Dari
Udara, Ini Penjelasannya. (Online). Tersedia: https://www.kompas.com-
/sains-/read/2020/03/19/190300623/virus-corona-bisa-menyebar-dari-udara-
ini-penje-lasannya?page=all. Diakses 30 Oktober 2020

Wambrauw, Meyland S. F. 2020. Korelasi Kepadatan Penduduk dan Penyebaran


Covid-19 di Kota Jayapura. (Online). Tersedia : https://kependudukan.lipi.-
go.id/id/berita-/53-mencatatcovid19/1037-korelasi-kepadatan-penduduk-da-
n-penyebaran-cov-id-19-di-kota-jayapura. Diakses 30 Oktober 2020.

Wang Y, Liu Y, Liu L, Wang X, Luo N, Ling L. 2020. Clinical outcome of 55


asymptomatic cases at the time of hospital admission infected with SARS-
Coronavirus-2 in Shenzhen, China. (Online). Tersedia:
https://www.researchgate.net/publication/340004287_Clinical_outcome_of_
55_asymptomatic_cases_at_the_time_of_hospital_admission_infected_with
_SARS-Coronavirus-2_in_Shenzhen_China. Diakses 30 Oktober 2020.

Wasityastuti Widya, dkk. 2020. .Imunosenesens dan Kerentanan Populasi Usia Lanjut
Terhadap Coronavirus Disease 2019 (Covid-19). (Online). Tersedia:
http://jurnalrespirologi.org/index.php/jri/article/view/115. Diakses 19
Oktober 2020.

WHO dan UNICEF. 2020. Air, Sanitasi, Higiene, dan Pengelolaan Limbah yang Tepat
Dalam Penanganan Wabah COVID-19. (Online). Tersedia:
https://www.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/who-unic-
ef---air-sanitasi-higiene-dan-pengelolaan-limbah-yang-tepat-dalam-penanga-
nan-wabah-covid-19.pdf?sfvrsn=bf12a730_2. Diakses 1 Oktober 2020.
WHO. 2020. Media Statement: Knowing the risks for COVID-19.
https://www.who.int/indonesia/news/detail/08-03-2020-knowing-the-risk-fo-
r-covid-19. Diakses 30 Oktober 2020.

WHO. 2020. Pelayanan kesehatan berbasis komunitas, termasuk penjangkauan dan


kampanye, dalam konteks pandemi COVID-19. (Online). Tersedia:
https://www-.who.int/docs/default-source/searo/indonesia/covid19/who-20-
19-ncov-comm-health-care-2020-1-eng-indonesian-final.pdf?sfvrsn=42bf9-
7f9_2. Diakses 30 Oktober 2020.

WHO. 2020. Pertanyaan Dan Jawaban Terkait Coronavirus. (Online). Tersedia di:
(Online). Tersedia: https://www.who.int/indonesia/news/novel-coronavirus-
/qa-for-public. Diakses 30 Oktober 2020.

WHO. 2020. Pertimbangan langkah-langkah kesehatan masyarakat dan sosial di


tempatkerja dalam konteks COVID-19. https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia/covid19/who---pertimbangan-langkah-langkah-kese-
hatan-masyarakat-dan-sosial-di-tempat-kerja-dalam-konteks-covid-19.pdf?s-
fvrsn=b8a19986_2. Diakses 01 November 2020.

WHO. 2020. Report of the WHO-China Joint Mission on Coronavirus Disease 2019
(COVID-19). (Online). Tersedia : https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/who-china-joint-mission-on-covid-19-final-report.pdf\

WHO. 2020. Transmisi SARS-CoV-2: implikasi terhadap kewaspadaan pencegahan


infeksi. (Online). Tersedia : https://www.who.int/docs/default-
source/searo/indonesia-/covid19/transmisi-sars-cov-2---implikasi-untuk-ter-
hadap-kewaspadaan-pence-gahan-infeksi---pernyataan-keilmuan.pdf?sfvrsn-
=1534d7df_4. Diakses 30 Oktober 2020.

Widiyani, R. 2020. Latar Belakang Virus Corona, Perkembangan hingga Isu


Terkini. Retrieved from detikNews: https://news.detik.com/berita/d-
4943950/latar-belakang-virus-coronaperkembangan-hingga-isu-terkini.
Diakses 01 November 2020.
Winarto, Yudho. 2020. Pakar epidemiologi: Mobilitas penduduk jadi faktor
bertambahnya kasus Covid-19. (Online). Tersedia : https://nasional.kontan-
.co.id/news/pakar-epidemiologi-mobilitas-penduduk-jadi-faktor-bertambah-
nya-kasus-covid-19. Diakses 30 Oktober 2020.

World Health Organization. 2020. Novel Coronavirus (2019-nCoV): Situation Report


– 10. (Online). Tersedia: https://www.who.int/docs/default-
source/coronaviruse/situation-reports/20200130-sitrep-10ncov.pdf?sfvrsn=d-
0b2e480_2 World Health Organization, Novel Coron. Diakses 01
November 2020.
World Health Organization. 2019. Coronavirus Retrieved from World
Health Organization. (Online). Tersedia: https://www.who.int-
/healthtopics/coronavirus. Diakses 30 Oktober 2020.
Zhou, Wang. 2020. The Coronavirus Prevention Handbook 101 Science Based
Tipsthat Could Safe Your Life. (Online). Tersedia: https://fin.co.id/wp-
content/uploads/2020/03/Buku-Panduan-Pencegahan-Coronavirus-101-Tips-
Berbasis-Sains.pdf. Diakses 30 Oktober 2020.

Anda mungkin juga menyukai