Anda di halaman 1dari 36

MAKALAH

NEGLECTED TROPICAL DISEASE

(FILARIASIS, KUSTA, FRAMBUSIA)

Dosen Pengampu :

Heri Sugiarto, S.KM.,M.Kes

Penyusun :

Dias Fadillah

(024211012)

PRODI KESEHATAN MASYARAKAT

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS NGUDI WALUYO

2022
KATA PENGANTAR

Rasa syukur saya haturkan kepada Allah SWT, karena berkat karunia-Nya saya dapat
menyusun makalah ini dengan baik dan selesai tepat pada waktunya. Makalah ini saya beri
judul “Neglected Tropical Disease (Filariasis, Kusta, Frambusia)”.

Penyusunan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas mata kuliah dari Dosen
pengampu mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular. Selain itu, makalah ini juga bertujuan
untuk memberikan tambahan wawasan bagi saya sebagai penyusun dan bagi para pembaca.

Saya selaku penyusun tidak lupa mengucapkan terima kasih kepada bapak Heri
Sugiarto,S.KM.,M.Kes. selaku Dosen pengampu mata kuliah Epidemiologi Penyakit Menular,
yang telah memberikan tugas ini sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan sesuai
dengan mata kuliah yang saya pelajari.

Saya juga mengucapkan terima kasih kepada semua pihak dan sumber yang telah
membagi sebagian pengetahuannya, sehingga saya dapat menyelesaikan makalah ini.

Saya menyadari, makalah yang kami tulis ini masih jauh dari kata sempurna. Oleh
karena itu, ritik dan saran yang membangun akan saya nantikan demi kesempurnaan makalah
ini.

Penyusun,

Pringapus, 25 Desember 2022

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I ......................................................................................................................................... 5

PENDAHULUAN ..................................................................................................................... 5

A. Latar Belakang ................................................................................................................ 5

B. Rumusan Masalah ........................................................................................................... 6

C. Tujuan ............................................................................................................................. 7

BAB II........................................................................................................................................ 8

ISI............................................................................................................................................... 8

A. Filariasis .......................................................................................................................... 8

1. Pengertian .................................................................................................................... 8

2. Penyebab filariasis....................................................................................................... 9

3. Gejala dan tanda filariasis ........................................................................................... 9

4. Cara penularan filariasis ............................................................................................ 10

5. Epidemiologi filariasis .............................................................................................. 10

6. Pencegahan dan pemberantasan filariasis ................................................................. 12

B. Kusta ............................................................................................................................. 17

1. Pengertian .................................................................................................................. 17

2. Penyebab kusta .......................................................................................................... 17

3. Gejala dan tanda kusta............................................................................................... 18

4. Cara penularan kusta ................................................................................................. 20

5. Epidemiologi kusta.................................................................................................... 21

6. Pencegahan dan pemberantasan kusta....................................................................... 22

C. Frambusia ...................................................................................................................... 24

1. Pengertian .................................................................................................................. 24

3
2. Penyebab frambusia .................................................................................................. 25

3. Gejala dan tanda frambusia ....................................................................................... 26

4. Cara penularan frambusia.......................................................................................... 27

5. Epidemiologi frambusia ............................................................................................ 28

6. Pencegahan dan pemberantasan frambusia .............................................................. 30

BAB III .................................................................................................................................... 31

PENUTUP................................................................................................................................ 31

A. Kesimpulan ................................................................................................................... 31

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 36

4
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Penyakit Tropis terabaikan (Neglected Tropical Disease / NTD) merupakan salah satu
penyakit yang menjadi fokus dari WHO. Penyakit ini merupakan penyakit infeksi yang
memiliki jumlah kasus cukup tinggi di daerah tropis maupun subtropis. Penyakit Kusta
merupakan salah satu dari 17 penyakit tropis yang masih terabaikan dengan angka
kejadiannya yang masih tinggi (WHO).

Penyakit tropis terabaikan (NTD) adalah kelompok beragam dari 20 kondisi yang
umumnya lazim di daerah tropis, di mana penyakit tersebut sebagian besar memengaruhi
lebih dari 1 miliar orang yang sebagian besar hidup dalam komunitas miskin. Mereka
disebabkan oleh berbagai patogen termasuk virus, bakteri, parasit, jamur dan racun.
Penyakit-penyakit ini menyebabkan konsekuensi kesehatan, sosial dan ekonomi yang
menghancurkan bagi lebih dari satu miliar orang.

Penyakit tropis terabaikan (NTD) mencakup beberapa penyakit parasit, virus, dan
bakteri yang menyebabkan penyakit substansial bagi lebih dari satu miliar orang di seluruh
dunia. Mempengaruhi orang-orang termiskin di dunia, NTD merusak perkembangan fisik
dan kognitif, berkontribusi pada penyakit dan kematian ibu dan anak, mempersulit
pertanian atau mencari nafkah, dan membatasi produktivitas di tempat kerja. Akibatnya,
NTD menjebak masyarakat miskin dalam siklus kemiskinan dan penyakit.

Disebut ‘penyakit diabaikan’ karena penyakit ini hampir absen dari agenda kesehatan
global. Bahkan saat ini, ketika fokusnya adalah Cakupan Kesehatan Universal (Universal
Health Coverage), Neglected Tropical Disease memiliki sumber daya yang sangat terbatas
dan hampir diabaikan oleh lembaga pendanaan global. NTD adalah penyakit populasi yang
terabaikan yang melanggengkan siklus hasil pendidikan yang buruk dan kesempatan
profesional yang terbatas dan berhubungan dengan stigma dan pengucilan sosial.

5
Filariasis atau elephantiasis atau penyakit kaki gajah, adalah penyakit yang disebabkan
infeksi cacing filaria yang ditularkan melalui gigitan nyamuk. Penyakit ini tersebar luas di
pedesaan dan perkotaan. Dapat menyerang semua golongan tanpa mengenal usia dan jenis
kelamin. Di dunia terdapat 1,3 miliar penduduk yang berisiko tertular penyakit kaki gajah
di lebih dari 83 negara dan 60% kasus berada di Asia Tenggara.

Penyakit Hansen atau Penyakit Morbus Hansen yang dahulu dikenal sebagai penyakit
kusta atau lepra adalah sebuah penyakit infeksi kronis yang sebelumnya, diketahui hanya
disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae, hingga ditemukan bakteri Mycobacterium
lepromatosis oleh Universitas Texas pada tahun 2008, yang menyebabkan endemik
sejenis kusta di Meksiko dan Karibia, yang dikenal lebih khusus dengan sebutan diffuse
lepromatous leprosy.

Penyakit Frambusia ini merupakan penyakit yang berkaitan dengan kemiskinan dan
hampir bisa dikatakan hanya menyerang mereka yang berasal dari kaum termiskin serta
masyarakat kesukuan yang terdapat di daerah-daerah terpencil yang sulit dijangkau.

Beban penyakit selama periode 1990an, frambusia merupakan permasalahan kesehatan


masyarakat yang terdapat hanya di 3 negara di Asia Tenggara, yaitu India, Indonesia dan
Timor Leste. Berkat usaha yang gencar dalam pemberantasan frambusia, tidak terdapat
lagi laporan mengenai penyakit ini sejak tahun 2004. Sebelumnya, penyakit ini dilaporkan
terdapat di 49 distrik di 10 negara bagian dan pada umumnya didapati pada suku-suku
didalam masyarakat. India kini telah mendeklarasikan pemberantasan penyakit frambusia
dengan sasaran tidak adanya lagi laporan mengenai kasus baru dan membebaskan India
bebas dari penyakit ini sebelum tahun 2008, yaitu Zeroincidence + No sero positive cases
among < 5 children.

B. Rumusan Masalah
1. Apa itu Neglected Tropical Disease ?
2. Apa itu penyakit filariasis, kusta dan frambusia ?
3. Apa saja penyebab dari filariasis, kusta dan frambusia ?
4. Apa saja gejala dan tanda dari filariasis, kusta dan frambusia ?
5. Bagaimana cara penularan filariasis, kusta dan frambusia ?
6. Bagaimana epidemiologi (dunia dan Indonesia) tentang filariasis, kusta dan
frambusia ?

6
7. Apa saja pencegahan filariasis, kusta dan frambusia, dan bagaimana cara
pemberantannya ?

C. Tujuan
1. Mengetahui apa itu Neglected Tropical Disease
2. Mengetahui tentang penyakit filariasis, kusta dan frambusia
3. Mengetahui penyebab dari filariasis, kusta dan frambusia
4. Mengetahui gejala dan tanda dari filariasis, kusta dan frambusia
5. Mengetahui bagaimana cara penularan filariasis, kusta dan frambusia
6. Mengetahui epidemiologi (dunia dan Indonesia) tentang filariasis, kusta dan
frambusia
7. Mengetahui pencegahan filariasis, kusta dan frambusia, dan bagaimana cara
pemberantannya

7
BAB II

ISI

A. Filariasis
1. Pengertian
Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh larva
cacing Filaria (Wuchereria Brancrofti, Brugia Malayi dan Brugia Timori) yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk, baik nyamuk jenis culex, aedes, anopheles, dan jenis nyamuk
lainnya. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk dari orang yang mengandung larva
cacing (mikrofilaria) dari salah satu cacing filaria di atas kepada orang yang sehat (tidak
mengandung) mikrofilaria.

Orang yang terinfeksi mikrofilaria akibat adanya larva caing ini di dalam tubuhnya,
tidak selalu menimbukan gejala. Gejala yang timbul biasanya diakibatkan oleh larva
cacing yang merusak kelenjar getah bening sehingga mengakibatkan tersumbatnya aliran
pembuluh limfa. Gejala yang timbul biasanya berupa pembengkakan (edema) di daerah
tertentu (pada aliran pembuluh limfa di dalam tubuh manusia). Gejala ini dapat berupa
pembesaran tungkai/kaki (kaki gajah) atau lengan dan pembesaran skrotum/vagina yang
pembengkakan(edema)nya bersifat permanen.

Penyakit filariasis bersifat menahun (kronis) dan jarang menimbulkan kematian pada
penderitanya. Namun, bila penderita tidak mendapatkan pengobatan, penyakit ini dapat
menimbulkan cacat menetap pada bagian yang mengalami pembengkakan (seperti: kaki,
lengan dan alat kelamin) baik pada penderita laki-laki maupun perempuan.

Penyakit filariasis timbul atau ditemukan di negara-negara tropis dimana jenis cacing
tersebut di atas pernah ditemukan. Cacing jenis W. Brancrofti ditemukan di Amerika Latin
(Suriname, Guyana, Haiti dan Costarica), Afrika, Asia dan Pulau-pulau pasifik. Cacing
jenis B. Malayi ditemukan di Malaysia, Filipina dan Thailand dan cacing jenis B. Timori
ditemukan di Indonesia (Pulau Alor, Flores dan Rote).(FKUI, 2008)

Saat ini, diperkirakan larva cacing tersebut telah menginfeksi lebih dari 700 juta orang
di seluruh dunia, dimana 60 juta orang diantaranya (64%) terdapat di regional Asia
Tenggara. (WHO, 2009). Di Asia Tenggara, terdapat 11 negara yang endemis terhadap
filariasis dan salah satu diantaranya adalah Indonesia. Indonesia merupakan salah satu
8
negara di Asia Tenggara dengan jumlah penduduk terbanyak dan wilayah yang luas namun
memiliki masalah filariasis yang kompleks. Di Indonesia, ke tiga jenis cacing filaria (W.
Brancrofti, B malayi dan B timori) dapat ditemukan. (WHO, 2009)

Dari seluruh kabupaten/kota yang ada di Indonesia, sampai tahun 2009 dari 495
kabupaten/kota, telah dipetakan 356 kabupaten/ kota endemis dan 139 kabupaten/kota
tidak endemis filariasis. Untuk itu, perlu dilaksanakan analisis epidemiologi deskriptif
terhadap distribusi pemetaan wilayah (mapping) daerah endemik, jumlah kasus filariasis
yang dilaporkan dan pengobatan masal yang dilaksanakan di seluruh Indonesia.

2. Penyebab filariasis
Filariasis disebabkan oleh parasit filarial. Parasit ini biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia lewat gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Di Indonesia setidaknya terdapat tiga
jenis parasit filarial, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

Saat tubuh digigit nyamuk yang sudah teinfeksi parasit filarial, larva cacing akan
berpindah ke saluran limfatik dan kelenjar getah bening. Selanjutnya larva akan
berkembang menjadi cacing dewasa dan mampu hidup selama bertahun-tahun dalam
tubuh.

Proses untuk menjadi larva infektif di dalam tubuh nyamuk, diperlukan waktu selama
1 hingga 2 minggu, sementara masuknya larva dari nyamuk ke tubuh manusia hingga
menjadi cacing dewasa berlangsung selama 3 hingga 36 bulan. Kebanyakan orang
menganggap apabila terkena satu gigitan nyamuk ini maka filariasis menyerang dengan
cepat, padahal sebetulnya dibutuhkan ribuan gigitan nyamuk untuk menyebabkan penyakit
filariasis.

3. Gejala dan tanda filariasis


Gejala filariasis tergantung pada jenis cacing parasit yang telah menginfeksi seseorang.
Mungkin tidak ada gejala. Jika ditampilkan, mereka termasuk :

• Sakit kepala
• Menggigil
• Demam
• Nyeri tubuh
• Pembengkakan kelenjar getah bening
• Edema di lengan atau kaki

9
• Peradangan pada alat kelamin
• Larva di mata terlihat bergerak
• Ruam kulit
• Kerusakan limfatik dalam jangka waktu lama menyebabkan limfedema kronis atau
elephantiasis

Filariasis limfatik akut terbagi menjadi 2 jenis, yaitu adenolimfangitis akut (ADL) dan
limfangitis filariasis akut (AFL) :

• Mereka yang terkena ADL mengalami gejala seperti demam, pembengkakan noda
limfa atau kelenjar getah bening (limfadenopati), serta sakit, merah, dan bengkak
pada bagian tubuh yang terinfeksi. ADL dapat kambuh lebih dari 1 kali dalam
setahun, terutama di musim hujan. Cairan yang menumpuk dapat memicu infeksi
jamur dan merusak kulit. Makin sering kambuh, maka pembengkakan semakin
parah.
• Sementara itu AFL yang disebabkan oleh cacing-cacing dewasa yang sekarat
memicu gejala yang sedikit berbeda dengan ADL. Kondisi ini umumnya tidak
disertai demam atau infeksi lain. AFL dapat memicu gejala seperti munculnya
benjolan-benjolan kecil pada bagian tubuh tempat cacing-cacing sekarat terkumpul
(misalnya pada sistem getah bening atau dalam skrotum).

Fase ketiga adalah filariasis kronis. Pada kondisi ini, penumpukan cairan
menyebabkan pembengkakan pada kaki dan lengan. Penyebab infeksi ini adalah
lemahnya kekebalan tubuh yang berujung pada kerusakan dan penebalan lapisan kulit.

4. Cara penularan filariasis


Filariasis masuk ke tubuh manusia dan menular melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Parasit filaria tumbuh dewasa dalam bentuk cacing dan bertahan hidup selama 6 - 8 tahun,
lalu terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia. Infeksi ini biasanya terjadi sejak
masa kanak-kanak dan menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang tidak disadari
jingga munculnya gejala, yakni berupa pembengkakan pada kelenjar getah bening.

5. Epidemiologi filariasis
Menurut Supali, dkk (2008), filariasis malayi merupakan salah satu penyakit zoonosis
yang dapat ditularkan dari hewan ke manusia. Penyakit ini memiliki hospes reservoar dan
vektor nyamuk. Secara epidemiologi, persebaran filariasis terkait dengan berbagai faktor

10
seperti hospes definitive, yaitu manusia, hospes reservoar, vektor dan keadaan lingkungan
yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.

Filariasis adalah penyakit yang disebabkan oleh infeksi parasit nematoda jaringan.
Walaupun penyakit ini jarang menyebabkan kematian, tetapi dapat menurunkan
produktivitas penderitanya karena timbulnya gangguan fisik. Penyakit ini jarang terjadi
pada anak-anak karena manifestasi klinisnya timbul bertahun-tahun kemudian setelah
infeksi.

Filariasis disebabkan oleh tiga spesies yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi dan
Brugia timori. Morfologi Cacing dewasa jantan W. bancrofti berukuran 2-4 cm dan betina
5-10 cm. Mikrofilaria berukuran panjang antara 245-300 µm, bersarung pucat, lekuk badan
halus, panjang ruangan kepala sama dengan lebarnya, inti halus dan teratur. Tidak ada inti
tambahan. Larva stadium 1 (L1) bentuk seperti sosis, ekor lancip, panjang 127 µm. Larva
stadium 2 (L2) bentuk lebih panjang dari L1 , ekor pendek seperti kerucut, panjang 450
µm. Larva stadium 3 (L3) bentuk langsing panjang, panjang 1200 µm, pada ekor terdapat
3 papila bulat.

Cacing dewasa jantan brugia malayi berukuran panjang 23 mm, ekor melingkar. Cacing
betina berukuran panjang 55 mm, ekor lurus. Mikrofilaria brugia malayi panjangnya 200-
275 µm, bersarung merah pada pewarnaan giemsa, lekuk badan kaku, panjang ruang
kepalanya dua kali lebarnya, badannya mempunyai inti-inti tidak teratur, ekornya
mempunyai satu-dua inti tambahan. Memiliki L1, L2, dan L3 seperti Wuchereria bancrofti
namun bila dijumpai dapat dibedakan dari L3 Wuchereria bancrofti dari keberadaan
tonjolan di bagian posterior tubuhnya.

Cacing dewasa brugia timori berbentuk halus seperti benang, warna putih susu, yang
betina berukuran 40 mm ekor lurus, dan cacing jantan berukuran 23 mm (lebih kecil dari
yang betina) ekornya melengkung kearah ventral. Mikrofilaria berukuran 3 1 0 µm, ruang
kepala memiliki rasio panjang-lebar sekitar 2: 1 pada brugia malayi tetapi pada brugia
timori 3: 1, bersarung pucat, lekuk badan kaku, panjang ruang kepalanya tiga kali lebarnya,
badan mempunyai inti-inti tidak teratur, ekor mempunyai dua inti tambahan.

Daur hidup parasit brugia malayi ini cukup panjang, masa pertumbuhannya di dalam
tubuh nyamuk kurang lebih 3 bulan. Mikrofilaria yang terhisap oleh nyamuk, melepaskan
sarungnya di dalam lambung, menembus dinding lambung dan bersarang dalam otot-otot
toraks. Mula-mula parasit ini memendek disebut L1, kemudian berganti kulit tumbuh lebih

11
gemuk dan panjang disebut L2, selanjutnya jadi L3 yang lebih kurus dan makin panjang,
L3 ini kemudian bermigrasi mula-mula ke abdomen, kemudian ke kep ala dan alat tusuk
nyamuk. Bila nyamuk yang mengandung L3 (bentuk infekti) menggigit manusia maka
secara aktif larva tersebut masuk melalui luka dan masuk ke tubuh hospes dan bersarang
di saluran limfe setempat. Di dalam tubuh hospes larva mengalami pergantian kulit dan
menjadi cacing dewasa.

Prevalensi infeksi dapat berubah-ubah dari masa ke masa dan pada umumnya ada
tendensi menurun dengan adanya kemajuan dalam pembangunan yang menyebabkan
perubahan lingkungan. Untuk dapat memahami epidemiologi filariasis perlu diperhatikan
faktor- faktor seperti hospes definitif (manusia), hospes reservoar, vektor dan keadaan
lingkungan yang sesuai untuk menunjang kelangsungan hidup masing-masing.

• Daerah endemik : 80% penduduk bisa terinfeksi tetapi hanya 10-20% yang
menunjukkan gejala klinis
• Infeksi parasit tersebar di daerah tropis dan subtropis : Afrika, Asia, Pasifik
Selatan, dan Amerika Selatan.
• Masyarakat berisiko terserang adalah yang bekerja pada daerah yg terkena
paparan menahun oleh nyamuk yg mengandung larva
• Perkiraan infeksi di seluruh dunia mencapai 250 juta orang
• Filaria endemik di Asia : Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka
• W. bancrofti endemis di sebagian besar wilayah dunia, di daerah dengan
kelembaban yg cukup tinggi termasuk Amerika Latin, Afrika, Asia dan
Kepulauan Pasifik
• malayi endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara (Malaysia, Philipina,
Indonesia), daerah pantai utara China dan Korea Selatan
• timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor, Flores, Alor dan
Rote di Tenggara Indonesia
• Di dalam daerah endemik, infeksi memiliki distribusi fokus yang bertepatan
dengan daerah yang kondusif untuk tempat perkembangbiakan vektor nyamuk.

6. Pencegahan dan pemberantasan filariasis


Menurut Depkes RI 2005, tindakan pencegahan dan pemberantasan filariasis yang
dapat dilakukan adalah:

12
a. Melaporkan ke Puskesmas bila menemukan warga desa dengan pembesaran kaki,
tangan, kantong buah zakar, atau payudara.
b. Ikut serta dalam pemeriksaan darah jari yang dilakukan pada malam hari oleh
petugas kesehatan.
c. Minum obat anti filariasis yang diberikan oleh petugas kesehatan.
d. Menjaga kebersihan rumah dan lingkungan agar bebas dari nyamuk penular.
e. Menjaga diri dari gigitan nyamuk misalnya dengan menggunakan kelambu pada
saat tidur.

Ada beberapa cara lain juga untuk mencegah kaki gajah atau filariasis semakin
parah, antara lain :

1) Menghindari Gigitan Nyamuk

Bagaimanapun juga, kaki gajah berasal dari gigitan nyamuk dan sudah
diketahui betul bahwa melalui nyamuklah perantara penularan penyakit gajah.
Oleh karena itu, ketika hendak melindungi diri dari serangan penyakit kaki gajah,
maka penting untuk menghindari gigitan nyamuk.

Jika ingin menghindari gigitan nyamuk, maka pastikan bahwa Anda melakukan
beberapa langkah di bawah ini agar nyamuk tak mudah menyerang:

• Memasang kelambu pada tempat tidur Anda.


• Menggunakan obat nyamuk oles pada seluruh tubuh, terutama lengan, leher
dan kaki.
• Menggunakan obat nyamuk bakar maupun semprot untuk melindungi ruangan
dari adanya nyamuk.
• Memastikan bahwa ventilasi rumah tertutup dengan baik memakai kawat kasa
nyamuk.
• Menanam tanaman yang memang khusus dan mampu mencegah serangan
nyamuk, seperti lavender.

2) Menjaga Kebersihan Lingkungan

Sebelum gejala kaki gajah menyerang, maka Anda perlu berjaga-jaga karena
penyakit ini tak hanya mengganggu aktivitas fisik Anda, tapi juga menurunkan rasa
percaya diri. Oleh karena itu, akan lebih baik kalau Anda rajin dalam

13
membersihkan lingkungan tempat tinggal agar nyamuk tak mudah bersarang di
sana. Lingkungan yang bersih adalah tanda bahwa lingkungan tersebut sehat
sehingga segala penyakit akan mampu dicegah untuk menyerang masyarakat di
sekitarnya.

Cara supaya Anda bisa menjaga kebersihan lingkungan dengan baik adalah
tentunya turut serta dalam kegiatan kerja bakti. Tak hanya itu, meski berada di luar
rumah sekalipun, pastikan Anda selalu membuang sampah di tempatnya supaya
tak mengundang bakteri dan nyamuk. Cara pencegahan ini pada dasarnya dapat
diterapkan pada siapa saja sehingga dapat langsung dilakukan.

3) Menjaga Kebersihan Diri

Selain perlu menjaga kebersihan lingkungan tempat tinggal kita, mencegah


penyakit kaki gajah juga perlu dilakukan dengan menjaga kebersihan diri sendiri.
Seseorang mudah digigit nyamuk ketika jarang membersihkan diri. Penerapan
pencegahan ini bisa dilakukan oleh siapapun, mulai dari anak-anak hingga orang
dewasa supaya tak terserang kaki gajah.

Mulailah rajin dalam membersihkan diri di mana sangat dianjurkan untuk mandi
2-3 kali dalam sehari setiap harinya. Ketika tubuh dalam keadaan bersih, otomatis
segala kuman dan bakteri tak akan mudah mendekat apalagi menyerang. Nyamuk
pun sangat senang berada di tempat gelap dan kotor, jadi pastikan bahwa Anda
menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan baik.

4) Vaksinasi Kaki Gajah

Salah satu cara ampuh untuk tidak terserang penyakit kaki gajah adalah dengan
melakukan atau memperoleh vaksinasi kaki gajah. Selain membersihkan diri dan
lingkungan, penting juga adanya untuk kita memperoleh vaksin karena memang
inilah pencegahan yang sangat efektif. Vaksinasi terhadap filariasis adalah cara
yang penting supaya kita mampu menghindari penyakit kaki gajah.

Karena vaksin filariasis ini dikenal sebagai vaksin yang toksik, maka vaksin ini
tak boleh dipergunakan atau diperoleh secara sembarangan. Penting untuk
memakai vaksin sesuai dengan dosis yang dianjurkan oleh dokter karena bila
kelebihan atau tidak sesuai maka efeknya pun bisa berbahaya.

14
Tak hanya berefek samping buruk bagi tubuh si penerima vaksin, dalam dosis
yang berbeda dan tak seharusnya, kelalaian dalam pemakaian vaksin dapat
mengakibatkan kematian. Sudah ada beberapa kasus penerima vaksin ini yang
kemudian meninggal karena penggunaan vaksin yang kurang tepat. Itulah
mengapa, pemakaian dosis yang benar sangat dianjurkan dan sebaiknya diikuti
saja.

5) Mengonsumsi Makanan Bergizi

Pola makan yang sehat adalah kunci dari tubuh yang sehat juga, jadi jangan
biarkan pola hidup dan makan Anda yang kurang tepat menjadikan tubuh Anda
mudah terserang penyakit. Makanan yang bergizi di sini tentunya adalah makanan-
makanan yang kaya akan vitamin, protein, mineral, serat, dan karbohidrat.

Makanan dengan kandungan nutrisi lengkap akan senantiasa menjadikan tubuh


Anda sehat dan bugar. Dengan demikian, akan sulit bagi penyakit untuk menyerang
tubuh bila tubuh dalam kondisi yang baik. Tak hanya menjaga kebersihan diri,
penting juga untuk menjaga kesehatan dengan mengubah pola makan yang kurang
baik menjadi diet sehat dan seimbang.

6) Menghindari Mengenakan Baju Berwarna Hitam

Ingat bahwa nyamuk sangatlah senang berada di tempat gelap dan akan lebih
tertarik untuk mendekati orang-orang yang mengenakan pakaian berwarna gelap,
terutama warna hitam. Karena penyakit kaki gajah dapat terjadi melalui gigitan
nyamuk, maka hindarilah nyamuk dengan paling tidak menjauhi warna pakaian
yang gelap-gelap.

Tak hanya penyakit kaki gajah saja yang kemudian bisa Anda cegah dengan
cara seperti ini. Serangkaian penyakit serius yang bisa diakibatkan oleh gigitan
nyamuk pun mampu Anda hindari, seperti misalnya penyakit malaria, chikungunya
(flu tulang), dan demam berdarah. Pakailah pakaian dengan warna terang untuk
mencegah supaya nyamuk tak tertarik untuk dekat-dekat dengan Anda.

7) Memberantas Perkembangbiakan Nyamuk

Menghindari nyamuk saja tentunya tidaklah cukup karena tanpa langkah


pemberantasan, maka nyamuk akan tetap ada dan bisa bertambah banyak. Ingat

15
bahwa nyamuk dapat berkembang biak sehingga mereka bisa bertambah banyak
dan mampu menyerang Anda. Ketika pemberantasan dilakukan, otomatis nyamuk
tidak akan mengganggu apalagi menggigit Anda lagi.

Ada serangkaian langkah pemberantasan yang bisa dilakukan supaya nyamuk


tak mudah berkembang biak di lingkungan rumah. Rajin-rajinlah melakukan hal-
hal di bawah ini agar nyamuk tak mengancam kesehatan Anda dan keluarga.

• Membersihkan Kolam atau Bak Mandi secara Teratur


Pencegahan dengan memberantas perkembangbiakkan nyamuk salah satunya
adalah dnegan membersihkan kolam serta bak mandi secara rutin. Nyamuk
akan sangat mudah berkembang biak di air, jadi jangan biarkan kolam dan bak
mandi Anda dibiarkan kotor. Bersihkan dengan cara mengurasnya paling tidak
1-2 minggu sekali supaya nyamuk tak mudah untuk berkembang di sana.
Bahkan bila mempunyai tanaman berair sekalipun, Anda patut waspada karena
ini bisa menjadi tempat perkembangbiakan nyamuk.
• Memangkas Semak atau Rumput
Nyamuk suka sekali bersarang di tempat-tempat yang tak rapi dan kotor, maka
jika Anda memiliki kebun atau halaman rumah yang dipenuhi tanaman, jangan
biarkan mereka tumbuh dengan liar. Bersihkan dengan cara memangkas
tanaman secara rutin supaya nyamuk tidak punya kesempatan untuk
berkembang di tempat tersebut.
• Menghilangkan Genangan Air
Genangan air dapat menjadi tempat perindukan nyamuk, maka pastikan bahwa
Anda sudah mengecek sekeliling tempat tinggal Anda untuk memastikan tidak
adanya genangan air. Musim hujan seringkali memicu genangan air di mana-
mana tanpa kita sadari dan hal inilah yang menjadi kesempatan bagi nyamuk
untuk berkembang biak. Hilangkan air yang menggenang tersebut dan
keringkan tempat yang semula memiliki genangan air.
• Tidak Menimbun Barang Tak Terpakai
Nyamuk akan sangat suka dengan tempat-tempat tak teratur, termasuk barang-
barang yang tertimbun di sana-sini. Timbunan barang tak terpakai adalah salah
satu tempat perindukan nyamuk yang seharusnya Anda bersihkan. Cegahlah
penimbunan barang dalam bentuk apapun karena hanya akan mengundang
nyamuk lebih banyak.

16
B. Kusta
1. Pengertian
Kusta, dikenal dengan nama lepra atau penyakit morbus Hansen, adalah penyakit yang
menyerang kulit menyebabkan luka pada kulit; sistem saraf perifer yang menyebabkan
kerusakan saraf, melemahnya otot dan mati rasa; selaput lendir pada saluran pernapasan
atas serta mata.

Kusta adalah penyakit yang menyerang kulit, saraf tepi, lapisan hidung, mata, saluran
pernapasan bagian atas, otot, hingga menyebabkan cacat. Penyakit kulit ini disebabkan
oleh paparan bakteri Mycobacterium leprae yang menular melalui kontak sekresi mukosa
(selaput lendir) dari percikan batuk atau bersin orang yang terinfeksi.

Penyakit ini juga disebut penyakit granulomatosa kronis karena mirip dengan penyakit
Tuberkulosis, ada nodul inflamasi (granuloma) di kulit dan saraf tepi seiring waktu.

Kusta adalah penyakit infeksi menahun yang menyebabkan noda dan peradangan di
kulit yang berbeda dengan kulit yang sehat dan mengakibatkan kerusakan saraf pada
lengan dan kaki yang menyebabkan tangan dan kaki termutilasi.

Penyakit kusta memiliki beberapa sebutan seperti lepra, penyakit Hansen, dan Morbus
Hansen. Penyakit ini dikatakan sebagai penyakit tertua yang pertama kali diketahui sekitar
600 SM. Penyakit ini dapat terjadi pada siapa saja mulai dari anak-anak hingga orang lanjut
usia.

Penyakit lepra umum terjadi di banyak negara, namun lebih sering terjadi di negara
dengan iklim tropis atau subtropis. Penyakit ini sebenarnya tidak menular dengan cepat,
namun kontak dekat berulang kali dengan orang yang terinfeksi akan meningkatkan risiko
tertular lepra.

2. Penyebab kusta
Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat pada
bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut. M. leprae
termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel manusia dan
hewan tertentu.

Berdasarkan laporan dari World Health Organization, ada sekitar 180,000 orang di
seluruh dunia yang terkena penyakit lepra. Mayoritas pasien berasal dari Afrika dan Asia.
Penyebabnya adalah bakteri Mycobacterium leprae.

17
Bakteri M. leprae ditularkan dari manusia ke manusia melalui kontak langsung dengan
sekresi mukosa orang yang terinfeksi. Biasanya, bakteri ini ditularkan dari percikan batuk
atau bersin.

Berdasarkan laporan dari New England Journal of Medicine, bakteri penyebab lepra juga
mungkin ditularkan dari binatang armadillo. Armadillo adalah binatang asli Amerika
Serikat bagian selatan dan Meksiko yang juga menularkan bakteri ke manusia.

3. Gejala dan tanda kusta


Gejala Kusta juga tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat. Bahkan, gejala Kusta
baru dirasakan 20 tahun setelah Mycobacterium Leprae berkembang biak dalam tubuh
penderita. Beberapa gejalanya seperti :

1) Merasakan mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan
ataupun rasa sakit pada bagian bercak berwarna putih.
2) Muncul lesi berwarna pucat dan menebal pada kulit yang berbercak.
3) Muncul luka pada bercak putih tetapi tidak terasa sakit.
4) Pembesaran saraf yang biasanya terjadi pada daerah siku dan lutut.
5) Merasakan kelemahan otot hingga kelumpuhan, terutama pada otot kaki dan
tangan.
6) Kehilangan alis dan bulu mata.
7) Mata menjadi kering dan jarang mengedip hingga dapat menimbulkan kebutaan.
8) Hilangnya jari jemari.
9) Kerusakan pada bentuk hidung, yang dapat menimbulkan mimisan, hidung
tersumbat atau kehilangan tulang hidung.

Gejala Kusta sendiri dibagi menjadi enam jenis berdasarkan tingkat keparahan
gejalanya, yaitu:

• Intermediate leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi yang tampak
datar dan kadang sembuh dengan sendirinya, namun dapat berkembang menjadi
jenis kusta yang lebih parah.
• Tuberculoid leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi yang tampak
datar di antaranya berukuran besar dan mati rasa. Beberapa saraf dapat terkena.
Tuberculoid leprosy dapat sembuh dengan sendirinya, namun gejala ini bisa
berlangsung cukup lama bahkan berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.

18
• Borderline tuberculoid leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan beberapa lesi yang
muncul serupa seperti lesi pada tuberculoid leprosy, namun berukuran lebih kecil
dan lebih banyak. Kusta jenis borderline tuberculoid leprosy dapat bertahan lama
bahkan dapat berubah menjadi jenis tuberculoid dan menjadi jenis kusta yang lebih
parah lagi. Pembesaran saraf yang terjadi pada jenis ini hanya minimal.
• Mid-borderline leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan adanya plak kemerahan,
kadar mati rasa dalam kadar sedang serta terjadi pembengkakan kelenjar getah
bening. Mid-borderline leprosy dapat sembuh, bertahan atau berkembang menjadi
jenis kusta yang lebih parah (get worse).
• Borderline lepromatous leprosy. Jenis kusta ini ditandai dengan lesi yang
berjumlah banyak (termasuk lesi datar), benjolan, plak, nodul, dan terkadang mati
rasa. Sama seperti mid-borderline leprosy, borderline lepromatous leprosy dapat
sembuh, bertahan, atau berkembang menjadi jenis kusta yang lebih parah.
• Lepromatous leprosy. Jenis kusta ini paling parah ditandai dengan lesi yang
mengandung bakteri dan berjumlah banyak, rambut rontok, gangguan saraf,
anggota badan melemah serta tubuh yang berubah bentuk (deformitas). Kerusakan
(kecacatan) yang terjadi pada lepromatous leprosy tidak dapat kembali seperti
semula.

Ada beberapa tanda-tanda pada tersangka (suspek) dan positif penyakit Kusta. Ada
yang tidak nampak jelas, terjadi sangat lambat dan tergantung dari tingkat atau tipe
dari penyakit Kusta tersebut yaitu :

• Tanda-tanda pada kulit :


1) Adanya bercak tipis berwarna merah atau putih seperti panu pada bagian tubuh
manusia. (hal ini yang kadang dianggap biasa oleh penduduk).
2) Awalnya bercak putih ini hanya sedikit ukuran bercak dan jumlahnya, tetapi
lama-lama bercak tersebut semakin melebar dan banyak.
3) Adanya pelebaran / pembesaran syaraf terutama pada syaraf ulnaris, medianus,
aulicularis magnus serta peroneus, yang biasanya terjadi pada daerah siku dan
lutut.
4) Beberapa kelenjar keringat kurang bekerja secara normal sehingga kulit tampak
tipis dan mengkilap.
5) Adanya bintil-bintil kemerahan (leproma, nodul) yang tersebar pada kulit.
6) Kehilangan alis dan bulu mata / mengalami kerontokan atau tidak berambut.

19
7) Adanya bagian-bagian tubuh yang tidak berkeringat.
8) Lepuh tidak nyeri.

• Tanda-tanda pada syaraf ;


1) Rasa kesemutan, tertusuk-tusuk dan nyeri pada anggota badan atau muka.
2) Gangguan gerak pada anggota badan atau bagian muka.
3) Adanya cacat (deformitas).
4) Luka (ulkus) yang tidak mau sembuh.

4. Cara penularan kusta


Sumber penularan penyakit Kusta melalui Bakteri yang jenisnya sama dengan bakteri
TBC. Dimana mekanisme cara penularannya hingga kini tidak diketahui secara pasti. Hal
yang paling dipercaya adalah bahwa penyakit itu ditularkan melalui kontak antara
penderita penyakit Kusta karier dengan orang yang rentan.

Cara penularan bakteri ini diduga melalui cairan dari hidung yang biasanya menyebar
ke udara ketika penderita batuk atau bersin, dan dihirup oleh orang lain. Dalam
kebanyakan kasus, bakteri tersebut tersebar melalui kontak jangka panjang antara orang
yang rentan dengan seseorang yang memiliki penyakit Kusta tapi belum diobati.

Penularan dari manusia ke manusia adalah sumber utama infeksi, sedangkan ada tiga
spesies lain yang dapat membawa dan (tetapi jarang) mentransfer bakteri jenis
Mycobacterium Leprae ke manusia yaitu Simpanse, Monyet Mangabey dan Armadillo
Sembilan-Banded.

Istilah 'kontak' dalam kusta umumnya belum dapat didefinisikan dengan jelas seperti
apa bentuknya. Tetapi dalam beberapa penelitian pada pekerja, awal tampaknya tanda dan
gejala penyakit Kusta, telah menggunakan istilah 'kontak' sebagai metode penularan.
Namun hal tersebut adalah definisi kontak oleh pekerja yang kemudian dijabarkan dengan
kualifikasi seperti kontak antara 'kulit ke kulit', kontak hubungan 'intim', kontak secara
'berulangkali' dan lain-lain.

Beberapa penelitian terakhir, diduga penularan kusta melalui jalur pernapasan. Hal ini
dibuktikan dengan hiptotesis, didasarkan pada :

• Ketidakmampuan organisme (Mycobacterium Leprae) untuk ditemukan pada


permukaan kulit,

20
• Adanya sejumlah besar organisme (Mycobacterium Leprae) dalam buangan
lendir dari hidung saat sekresi
• Tingginya proporsi basil morfologis utuh (Mycobacterium Leprae) dalam
sekresi hidung, dan
• Bukti bahwa (Mycobacterium Leprae) dapat bertahan hidup di luar inang
manusia selama beberapa jam atau hari.

5. Epidemiologi kusta
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan. Cara penularannya saja belum
diketahui pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung
antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.

Penyakit kusta termasuk dalam tipe penyakit granulomatosa kronis, mirip dengan
tuberkulosis, karena menghasilkan nodul atau benjolan inflamasi di kulit dan saraf tepi,
dari waktu ke waktu. Tanda dan gejala awal penyakit kusta terjadi secara perlahan,
biasanya selama bertahun-tahun. Gejalanya mirip dengan gejala sifilis, tetanus, dan
leptospirosis.

Masa tunasnya sangat bervariasi, umumnya beberapa tahun, ada yang mengatakan
antara 40 hari – 40 tahun. Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan adalah patogenitas
kuman penyebab, cara penularan, keadaan sosial ekonomi dan lingkungan, varian genetik
yang berhubungan dengan kerentanan, perubahan-perubahan imunitas, dan kemungkinan-
kemungkinan adanya reservoir di luar manusia.

Sebagai sumber infeksi hanyalah manusia, meskipun masih dipikirkan adanya


kemungkinan di luar manusia. Penderita yang mengandung M. leprae jauh lebih banyak
(sampai 1013 per gram jaringan), dibandingkan dengan penderita yang mengandung 107,
daya penularannya hanya tiga sampai sepuluh kali lebih besar.

Kusta bukan penyakit keturunan. Kuman dapat ditemukan di kulit, folikel rambut,
kelenjar keringat, dan air susu ibu, jarang didapat dalam urin. Sputum dapat banyak
mengandung M.leprae yang berasal dari traktus respiratorius atas. Dapat menyerang
semua umur, anak-anak lebih rentan dari orang dewasa. Di Indonesia penderita anak-anak-
di bawah umur 14 tahun ± 13%, tetapi anak di bawah umur 1 tahun jarang sekali.frekuensi
tertinggi pada kelompok umur antara 25-35 tahun. Factor social ekonomi kiranya

21
memegang peranan, makin rendah social ekonominya makin subur penyakit kusta.
Sehubungan dengan iklim, ternyata penyakit ini kebanyakan terdapat di daerah tropis dan
subtropics yang panas dan lembab.

Kusta merupakan penyakit yang menyeramkan dan ditakuti oleh karena adanya
ulserasi, mutilasi dan deformitas yang disebabkannya, hal ini akibat kerusakan saraf besar
yang irreversible di muka dan ekstremitas, motorik dan sensorik, serta dengan adanya
kerusakan yang berulang-ulang pada daerah anetetik disertai paralisis dan atrofi otot.

6. Pencegahan dan pemberantasan kusta


a) Klasifikasi dan Jenis Pencegahan Penyakit Kusta
Klasifikasi Pencegahan Penyakit Kusta terbagi atas :
1. Pencegahan kesakitan (kondisi sehat sebelum sakit ) agar tidak sakit dengan
Promotif dan Preventif
2. Pencegahan keparahan (kondisi saat sedang sakit) agar tidak parah atau
komplikasi dengan Early diagnosis and Prompt Treatment dan Disability
Limitation
3. Pencegahan Kekambuhan (kondisi sedang sakit dan masa pengobatan yang
putus) agar tidak kambuh dengan Rehabilitasi

b) Pencegahan Sebelum Sakit (Kondisi Sehat) Agar Tidak Sakit Kusta


Pencegahan sebelum sakit (kondisi sehat) agar tidak sakit Kusta adalah upaya yang
dilakukan baik oleh Individu, keluarga, kelompok, masyarakat dan diwilayah untuk
mencegah orang sehat yang berisiko (rentan) dari bibit penyakit dengan melakukan upaya
promotif dan preventif mengenai cara membatasi Agent (penyebab, faktor risiko dan
faktor pencetus), mengendalikan Environment dan mengubah perilaku Host untuk
berperilaku hidup bersih dan sehat.

Salah satu upaya pencegahan yang dapat dilakukan oleh masyarakat adalah mengurangi
kontak fisik dengan penderita Kusta karier atau pada tenaga kesehatan dengan menerapkan
SOP berinteraksi dengan penderita Kusta seperti menggunakan APD (alat Pelindung Diri)
masker, handschoon, menjaga posisi 45◦ saat berbicara, menjaga kondisi fisik selalu sehat
optimal dan lain-lain.

Pemerintah telah mencanangkan beberapa upaya yang diharapkan dapat memutuskan


mata rantai penularan penyakit kusta, upaya-upaya tersebut antara lain:

22
• Dilihat dari segi pejamu (host):
1. Pendidikan kesehatan dijalankan dengan cara bagaimana masyarakat dapat hidup
secara sehat (hygiene).
2. Perlindungan khusus dapat dilakukan dengan pemberian imunisasi Bacillus
Calmette Guerin (BCG), terutama pada orang yang kontak serumah dengan
penderita kusta. Periksa secara teratur anggota keluarga dan anggota dekat lainnya
untuk tanda-tanda kusta (Depkes RI, 2007: 11).
• Dilihat dari segi lingkungan:
Sesuaikan luas ruangan rumah dengan penghuninya.
Bukalah jendela rumah agar sirkulasi udara serta suhu didalam ruang tetap terjaga
agar terhindar berkembangnya M. leprae di dalam rumah (Dinkes Provinsi, 2005:
6).

Adapun usaha untuk pemutusan rantai penularan penyakit kusta dapat dilakukan
melalui:

1. Pengobatan MDT penderita kusta


2. Isolasi terhadap penderita kusta. Namun hal ini tidak dianjurkan karena penderita
yang sudah berobat tidak akan menularkan penyakitnya ke orang lain.
3. Melakukan vaksinasi BCG pada kontak serumah dengan penderita kusta. Dari hasil
penelitian di Malawi, tahun 1996 didapatkan bahwa pemberian vaksinasi BCG satu
dosis dapat memberikan perlindungan sebesar 50%, dengan pemberian dua dosis
dapat memeberikan perlindungan terhadap kusta hingga 80%. Namun demikian
penemuan ini belum menjadi kebijakan program di Indonesia dan masih
memerlukan penelitian lebih lanjut, karena penelitian dibeberapa negara
memberikan hasil yang berbeda (Departemen Kesehatan RI, 2006: 11)

Pengobatan Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang dapat membunuh


kuman kusta, dengan demikian pengobatan akan memutuskan mata rantai penularan,
menyembuhkan penyakit penderita, dan mencegah terjadinya cacat atau mencegah
bertambahnya cacat yang sudah ada sebelum pengobatan.

Dengan hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe MB ke
orang lain terputus. Penderita yang sudah dalam keadaan cacat permanen, penggobatan
hanya dapat cacat lebih lanjut. Penderita kusta yang tidak minum oabat secara teratur maka
kuman kusta dapat menjadi aktif kembali, sehingga timbul gejala-gejala baru pada kulit

23
dan saraf yang dapat memperburuk keadaan (Departemen Kesehatan RI, 2006: 71).
Melalui pengobatan, penderita diberikan obat-obat yang dapat membunuh kuman kusta
dengan demikian pengobatan akan:

1. Memutuskan mata rantai penularan.


2. Menyembuhkan penyakit penderita
3. Mencegah terjadinya cacat atau mencegah bertambahnya cacat yang sudah ada
sebelum pengobatan.

Pengobatan penderita kusta ditujukan untuk mematikan kuman kusta sehingga tidak
berdaya merusak jaringan tubuh dan tanda-tanda penyakit jadi kurang aktif sampai
akhirnya hilang. Hancurnya kuman maka sumber penularan dari penderita terutama tipe
MB ke orang lain terputus (Depkes RI, 2007: 73). Penderita yang sudah dalam keadaan
cacat permanen, pengobatan hanya dapat mencegah cacat lebih lanjut.Bila penderita kusta
tidak minum obat secara 27 teratur, maka kuman kusta dapat menjadi aktif kembali
sehingga timbul gejalagejala baru pada kulit dan saraf yang dapat memperburuk keadaan.
Di sinilah pentingnya pengobatan sedini mungkin dan teratur. Selama dalam pengobatan
penderita-penderita dapat terus bersekolah atau bekerja seperti biasa (Depkes RI, 2007:
73).

C. Frambusia
1. Pengertian
Frambusia, patek atau puru (bahasa Inggris: yaws) adalah infeksi tropis pada kulit,
tulang dan sendi yang disebabkan oleh bakteri spiroket Treponema pallidum pertenue.
Penyakit ini berawal dengan pembengkakan keras dan bundar pada kulit, dengan diameter
2 sampai 5 cm. Bagian tengah dari pembengkakan bisa pecah dan membentuk ulkus. Luka
kulit awal ini biasanya sembuh setelah tiga sampai enam bulan. Setelah beberapa minggu
sampai beberapa tahun, sendi dan tulang dapat terasa sakit, kelelahan dapat berkembang,
dan luka kulit baru mungkin muncul. Kulit telapak tangan dan telapak kaki dapat menjadi
tebal dan membuka. Tulang (terutama pada hidung) dapat berubah bentuk. Setelah lima
tahun atau lebih daerah yang luas dari kulit bisa mati, meninggalkan bekas luka.

24
Frambusia terutama menyerang kulit pada stadium awal dan dapat berlanjut pada tulang
termasuk tulang rawan. Suatu infeksi bakteri jangka panjang (kronis) yang paling sering
mengenai kulit, tulang, dan sendi.

Frambusia, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah yaws, dapat mengenai
pasien pada usia berapapun. Selain itu, tidsa seperti sifilis, frambusia tidak berpotensi
menyebabkan kesrusakan jangka panjang pada jantung dan sistem kardiovaskular.
Frambusia adalah penyakit infeksi bakteri karena infeksi treponema pertenue terutama
menyerang kulit.

Yaws adalah nama yang diperkirakan berasal dari bahasa Karibia atau Afrika. Kata
“yaya” berarti “sakit” di Karibia, sementara “yaw” memiliki arti “buah beri” di Afrika.

Di sisi lain, frambusia diambil dari bahasa Prancis “framboise” yang berarti
“raspberry”. Pemberian nama ini berasal dari bentuk lesi di kulit yang menyerupai buah
beri akibat frambusia.

2. Penyebab frambusia
Frambusia disebabkan oleh subspecies Treponema pallidum, bakteri yang
menyebabkan sifilis, penyakit menular seksual. Namun, penyakit ini tidak ditularkan
secara seksual. Selain itu, tidak seperti sifilis, frambusia tidak berpotensi menyebabkan
kerusakan jangka panjang pada jantung dan sistem kardiovaskular. Penyakit ini hampir
selalu ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.

Frambusia disebabkan oleh infeksi bakteri spirochete, yakni sejenis bakteri berbentuk
spiral. Secara ilmiah, bakteri ini dikenal dengan nama Treponema pertenue.

Beberapa peneliti menganggap bakteri ini merupakan subspesies dari bakteri


Treponema pallidum yang merupakan penyebab penyakit sifilis. Sementara itu, ada pula
sejumlah peneliti yang mengaitkannya dengan bakteri penyebab infeksi kulit lainnya.

Frambusia adalah jenis penyakit menular yang bisa menyebar melalui kontak langsung
dengan luka seseorang yang telah terinfeksi. Sebagian besar kasus frambusia terjadi pada
anak-anak yang menularkan bakteri saat sedang bermain.

Yaws paling banyak mengenai anak-anak di daerah pedesaan tropis yang hangat, seperti
Afrika, kepulauan Pasifik Barat, dan Asia Tenggara. Biasanya, penyakit ini menyerang
anak-anak di antara usia 2 dan 5 tahun, terutama mereka yang sering mengenakan pakaian

25
terbuka, sering mengalami cedera kulit, dan tinggal di daerah dengan kebersihan yang
buruk.

3. Gejala dan tanda frambusia


Sekitar 2 hingga 4 minggu setelah infeksi, akan muncul kutil yang disebut “induk
frambusia” alias frambesioma di mana bakteri masuk ke kulit. Kutil tersebut bisa berwarna
cokelat atau kemerahan dan terlihat seperti buah raspberry. Biasanya tidak terasa sakit,
namun menyebabkan gatal.

Kutil tersebut bisa bertahan selama berbulan-bulan. Lebih banyak kutil akan muncul
segera setelah frambesioma sembuh. Menggaruk kutil dapat membuat bakteri tersebar dari
frambesioma ke kulit yang tidak terinfeksi. Pada akhirnya, kutil kulit akan sembuh.

Gejala yang umum dari penyakit frambusia adalah:

• Satu pertumbuhan seperti raspberry yang gatal pada kulit (frambesioma), biasanya
di kaki atau bokong, yang akhirnya menimbulkan kerak kuning tipis
• Pembengkakan kelenjar getah bening (kelenjar bengkak)
• Ruam yang membentuk kerak cokelat
• Nyeri tulang dan sendi
• Benjolan atau kutil yang menyakitkan pada kulit dan pada telapak kaki
• Pembengkakan dan kerusakan wajah (pada frambusia stadium akhir)

Frambusia adalah penyakit yang mudah diobati dan jarang berakibat fatal. Akan tetapi,
penyakit ini dapat menyebabkan kelainan bentuk atau gangguan mobilitas.

Gejala frambusia yang paling utama adalah munculnya lesi mirip buah beri pada kulit
wajah, tangan, kaki, dan area kemaluan. Gejala ini biasanya terjadi dalam dua tahap, yaitu:

1) Gejala frambusia tahap awal

Tahap awal penyakit frambusia dapat terjadi antara 2-4 minggu setelah terinfeksi.
Namun, gejala awal penyakit ini juga dapat berlangsung hingga 90 hari setelah terinfeksi.

Gejala frambusia dalam tahap awal dapat berupa:

• Munculnya sebuah benjolan lesi seperti kutil pada bagian kulit yang terinfeksi
bakteri
• Benjolan lesi terlihat tumbuh menyerupai buah raspberry

26
• Benjolan lesi tidak menimbulkan rasa sakit
• Benjolan lesi terasa gatal
• Jika pecah, benjolan lesi dapat membentuk luka
• Benjolan lesi bisa menyebar ke bagian tubuh lainnya, seperti lengan, kaki, bokong,
dan atau wajah
• Benjolan lesi dapat bertahan selama berminggu-minggu hingga berbulan-bulan.

2) Gejala frambusia tahap lanjutan

Tahap lanjutan frambusia terjadi dalam beberapa minggu atau beberapa bulan setelah
tahap awal. Gejala-gejala tahap lanjutan frambusia adalah:

• Muncul lesi kuning dan benjolan pada kulit


• Tulang dan jari mulai membengkak dan terasa sakit
• Lesi pada telapak kaki dapat berbentuk seperti kulit pecah-pecah dan bisul
sehingga menyebabkan kesulitan berjalan
• Berpotensi menyebabkan perubahan kompleks pada tulang di beberapa bagian
tubuh.

Penyakit frambusia yang berada di tahap lanjutan juga bisa memicu sejumlah
gangguan lain sebagai komplikasinya, seperti:

• Sindrom goundou yang ditandai dengan peradangan dan pembengkakan jaringan


paranasal (jaringan di sekitar hidung), serta pertumbuhan tulang yang berlebihan
di wilayah wajah (osteitis hipertrofik).
• Sindrom gangosa, yang juga dikenal sebagai rhinopharyngitis mutilans, merupakan
perubahan degeneratif pada hidung, tenggorokan (faring), dan langit-langit mulut.

Jika tidak diobati, frambusia dapat menyebabkan kerusakan atau kecacatan. Kondisi ini
mungkin tidak dapat disembuhkan dengan pengobatan.

4. Cara penularan frambusia


Frambusia merupakan penyakit menular kronis yang penularannya bisa sangat menular
terutama pada fase awal. Penularan frambusia melalui getah luka penderita yang
bersentuhan langsung dengan luka pada kulit orang sehat, lalu menyerang kelenjar getah
bening dibawah kulit lalu menyebar secara hematogen.

27
Penularan frambusia dibedakan menjadi 2 cara, yaitu penularan secara langsung dan
penularan tidak langsung. Penularan secara langsung yaitu melalui mikrolesi / luka dan
juga selaput lendir. Sedangkan penularan secara tidak langsung yaitu bisa melalui benda
ataupun serangga.

5. Epidemiologi frambusia
1) Agent

Agen (faktor penyebab) adalah suatu unsur, organisme, hidup atau kuman infektif yang
dapat menyebabkan terjadinya suatu penyakit. Penyebab penyakit frambusia adalah
Treponema pallidum, subspesies pertenue dari spirochaeta. Treponema termasuk dalam
famili Spirochaetaceae, ordo Spirochaetales.

Terdapat empat morfologi subspesies Treponema pallidum yang identik yaitu


T.pallidumsubspesies pallidum yang menyebabkan penyakit sifilis, T.pallidum subspesies
pertenue yang menyebabkan penyakit frambusia, T.pallidum subspesies endemicum yang
menyebabkan penyakit bejel (sifilis endemik) dan T. pallidum subspesies carateum yang
menyebabkan penyakit pinta.

Spirohaeta mempunyai ciri yang sama dengan pallidum yaitu panjang, langsing
"helically coilde", bentuk spiral seperti pembuka botol dan garam basil negatif. Treponema
memiliki kulit luar yang disebut glikosaminoglikan, di dalam kulit memiliki peptidoglikan
yang berperan mempertahankan integritas stuktur organisme. Treponema pertenue bersifat
tidak tahan kering, tidak tahan dingin, dan tidak tahan panas.

Secara morfologi, Treponema pertenue sulit dibedakan dengan Treponema


pallidum.Treponema pertenue berkembang biak sangat lambat yaitu setiap 30-33 jam pada
manusia dan binatang percobaan, dimana hamster merupakan host yang paling baik untuk
subspesies pertenue ini, tetapi tidak dapat tumbuh dalam media kultur.

Frambusia berdasarkan karakteristik Agen :

• Infektivitas dibuktikan dengan kemampuan sang Agen untuk berkembang biak di


dalam jaringan penjamu.
• Patogenesitas dibuktikan dengan perubahan fisik tubuh yaitu terbentuknya
benjolan-benjolan kecil di kulit yang tidak sakit dengan permukaan basah tanpa
nanah.

28
• Virulensi penyakit ini bisa bersifat kronik apabila tidak diobati, dan akan
menyerang dan merusak kulit, otot serta persendian sehingga menjadi cacatseumur
hidup. Pada 10% kasus frambusia, tanda-tanda stadium lanjut ditandai dengan lesi
yang merusak susunan kulit yang juga mengenai otot dan persendian.
• Toksisitas yaitu dibuktikan dengan kemampuan Agen untuk merusak jaringankulit
dalam tubuh penjamu.
• Invasitas dibuktikan dengan dapat menularnya penyakit antara penjamu yang satu
dengan yang lainnya.
• Antigenisitas yaitu sebelum menimbulkan gejala awal Agen mampu
merusakantibody yang ada di dalam sang penjamu.
2) Host

Host (Penjamu) adalah manusia atau makhluk hidup lainnya, yang menjadi tempat
terjadinya proses alamiah perkembangan penyakit. Karakteristik host atau pejamu pada
penyakit frambusia dapat dilihat dari golongan umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan,
dan pekerjaan.

a. Golongan Umur
Umumnya lebih banyak menyerang anak-anak golongan umur dibawah 15 tahun (>
95%) dan banyak ditemukan pada anak-anak umur antara 2–15 tahun.
b. Jenis Kelamin
Distribusi penyakit frambusia pada laki-laki dan perempuan berbeda. Hal ini
disebabkan karenya adanya perbedaan cara hidup (kegiatan sehari-hari). Dalam usia
muda lebih banyak laki-laki yang terkena karena laki-laki banyak bermain dan bergaul
sehingga kemungkinan lebih mudah terjadi luka (infeksi). Pada usia dewasa lebih
banyak wanita yang terkenakarena dalam usia ini wanita banyak kontak dengan anak-
anak yang menderita frambusia.
c. Pendidikan
Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan kemungkinan terserang frambusia
lebih besar, akibat kurangnya pengetahuan tentang kebersihan diri di lingkungan.
d. Pekerjaan
Tidak terlalu berpengaruh terhadap jenis pekerjaan, sebab pada umumnya yang
banyak terserang adalah anak-anak usia sekolah (belum bekerja).

29
3) Environment
a. Lingkungan Fisik
Di daerah tropis di pedesaan yang panas dan lembab. Di daerah endemik frambusia
prevalensi infeksi meningkat selama musim hujan.
b. Temperatur
Umumnya penyakit frambusia terdapat di daerah dengan temperatur rata-rata 270C
dan curah hujan tinggi.
c. Lingkungan sosial ekonomi
Kepadatan penduduk, kurangnya persediaan air bersih, dan keadaan sanitasi serta
kebersihan yang buruk, baik perorangan maupun pemukiman. Kurangnya fasilitas
kesehatan umum yang memadai dan kontak langsung dengan kulit penderita
penyakit Frambusia. Pengetahuan masyarakat tentang penyakit ini masih kurang.

6. Pencegahan dan pemberantasan frambusia


Hingga saat ini, belum ada vaksin yang dapat digunakan untuk mencegah penyakit
frambusia. Penderita frambusia perlu didiagnosis secepatnya supaya bisa segera ditangani
untuk mencegah penularan.

Selain itu, sama halnya dengan penyakit infeksi menular lainnya, cara terbaik untuk
mencegah frambusia adalah menjaga kebersihan diri dan lingkungan dengan baik. Sering
kali penyakit frambusia muncul di wilayah dengan sanitasi yang buruk.

Oleh karena itu, diperlukan ketersediaan air bersih yang cukup sekaligus menjalankan
kebiasaan menjaga kebersihan diri dan lingkungan, termasuk kebiasaan mencuci tangan
secara rutin, untuk mencegah penularannya.

30
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan
1. Filariasis

Filariasis adalah penyakit menular ( Penyakit Kaki Gajah ) yang disebabkan oleh larva
cacing Filaria (Wuchereria Brancrofti, Brugia Malayi dan Brugia Timori) yang ditularkan
oleh berbagai jenis nyamuk, baik nyamuk jenis culex, aedes, anopheles, dan jenis nyamuk
lainnya. Penyakit ini ditularkan melalui gigitan nyamuk dari orang yang mengandung larva
cacing (mikrofilaria) dari salah satu cacing filaria di atas kepada orang yang sehat (tidak
mengandung) mikrofilaria.

Filariasis disebabkan oleh parasit filarial. Parasit ini biasanya masuk ke dalam tubuh
manusia lewat gigitan nyamuk yang sudah terinfeksi. Di Indonesia setidaknya terdapat tiga
jenis parasit filarial, yaitu Wuchereria bancrofti, Brugia malayi, dan Brugia timori.

Gejala filariasis tergantung pada jenis cacing parasit yang telah menginfeksi seseorang.
Mungkin tidak ada gejala. Jika ditampilkan, mereka termasuk :

• Sakit kepala
• Menggigil
• Demam
• Nyeri tubuh
• Pembengkakan kelenjar getah bening
• Edema di lengan atau kaki
• Peradangan pada alat kelamin
• Larva di mata terlihat bergerak
• Ruam kulit
• Kerusakan limfatik dalam jangka waktu lama menyebabkan limfedema kronis atau
elephantiasis

Filariasis masuk ke tubuh manusia dan menular melalui gigitan nyamuk yang terinfeksi.
Parasit filaria tumbuh dewasa dalam bentuk cacing dan bertahan hidup selama 6 - 8 tahun,
lalu terus berkembang biak dalam jaringan limfa manusia. Infeksi ini biasanya terjadi sejak

31
masa kanak-kanak dan menyebabkan kerusakan pada sistem limfatik yang tidak disadari
jingga munculnya gejala, yakni berupa pembengkakan pada kelenjar getah bening.

Epidemiologi filariasis :

• Daerah endemik : 80% penduduk bisa terinfeksi tetapi hanya 10-20% yang
menunjukkan gejala klinis
• Infeksi parasit tersebar di daerah tropis dan subtropis : Afrika, Asia, Pasifik
Selatan, dan Amerika Selatan.
• Masyarakat berisiko terserang adalah yang bekerja pada daerah yg terkena
paparan menahun oleh nyamuk yg mengandung larva
• Perkiraan infeksi di seluruh dunia mencapai 250 juta orang
• Filaria endemik di Asia : Indonesia, Myanmar, India, dan Sri Lanka
• W. bancrofti endemis di sebagian besar wilayah dunia, di daerah dengan
kelembaban yg cukup tinggi termasuk Amerika Latin, Afrika, Asia dan
Kepulauan Pasifik
• malayi endemis di daerah pedesaan di India, Asia Tenggara (Malaysia, Philipina,
Indonesia), daerah pantai utara China dan Korea Selatan
• timori keberadaannya di daerah pedesaan di Kepulauan Timor, Flores, Alor dan
Rote di Tenggara Indonesia
• Di dalam daerah endemik, infeksi memiliki distribusi fokus yang bertepatan
dengan daerah yang kondusif untuk tempat perkembangbiakan vektor nyamuk.

Ada beberapa cara lain juga untuk mencegah kaki gajah atau filariasis semakin parah,
antara lain :

1) Menghindari Gigitan Nyamuk


2) Menjaga Kebersihan Lingkungan
3) Menjaga Kebersihan Diri
4) Vaksinasi Kaki Gajah
5) Mengonsumsi Makanan Bergizi
6) Menghindari Mengenakan Baju Berwarna Hitam
7) Memberantas Perkembangbiakan Nyamuk
• Membersihkan Kolam atau Bak Mandi secara Teratur
• Memangkas Semak atau Rumput
• Menghilangkan Genangan Air
32
• Tidak Menimbun Barang Tak Terpakai

2. Kusta

Kusta, dikenal dengan nama lepra atau penyakit morbus Hansen, adalah penyakit yang
menyerang kulit menyebabkan luka pada kulit; sistem saraf perifer yang menyebabkan
kerusakan saraf, melemahnya otot dan mati rasa; selaput lendir pada saluran pernapasan
atas serta mata.

Kusta disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae. Bakteri ini tumbuh pesat pada
bagian tubuh yang bersuhu lebih dingin seperti tangan, wajah, kaki, dan lutut. M. leprae
termasuk jenis bakteri yang hanya bisa berkembang di dalam beberapa sel manusia dan
hewan tertentu.

Gejala Kusta juga tidak nampak jelas dan berjalan sangat lambat. Bahkan, gejala Kusta
baru dirasakan 20 tahun setelah Mycobacterium Leprae berkembang biak dalam tubuh
penderita. Beberapa gejalanya seperti :

1) Merasakan mati rasa, baik sensasi terhadap perubahan suhu, sentuhan, tekanan
ataupun rasa sakit pada bagian bercak berwarna putih.
2) Muncul lesi berwarna pucat dan menebal pada kulit yang berbercak.
3) Muncul luka pada bercak putih tetapi tidak terasa sakit.
4) Pembesaran saraf yang biasanya terjadi pada daerah siku dan lutut.
5) Merasakan kelemahan otot hingga kelumpuhan, terutama pada otot kaki dan
tangan.
6) Kehilangan alis dan bulu mata.
7) Mata menjadi kering dan jarang mengedip hingga dapat menimbulkan kebutaan.
8) Hilangnya jari jemari.
9) Kerusakan pada bentuk hidung, yang dapat menimbulkan mimisan, hidung
tersumbat atau kehilangan tulang hidung.

Sumber penularan penyakit Kusta melalui Bakteri yang jenisnya sama dengan bakteri
TBC. Dimana mekanisme cara penularannya hingga kini tidak diketahui secara pasti. Hal
yang paling dipercaya adalah bahwa penyakit itu ditularkan melalui kontak antara
penderita penyakit Kusta karier dengan orang yang rentan.

33
Masalah epidemiologi masih belum terpecahkan. Cara penularannya saja belum
diketahui pasti, hanya berdasarkan anggapan yang klasik ialah melalui kontak langsung
antar kulit yang lama dan erat. Anggapan kedua ialah secara inhalasi, sebab M. leprae
masih dapat hidup beberapa hari dalam droplet.

Penyakit kusta termasuk dalam tipe penyakit granulomatosa kronis, mirip dengan
tuberkulosis, karena menghasilkan nodul atau benjolan inflamasi di kulit dan saraf tepi,
dari waktu ke waktu. Tanda dan gejala awal penyakit kusta terjadi secara perlahan,
biasanya selama bertahun-tahun. Gejalanya mirip dengan gejala sifilis, tetanus, dan
leptospirosis.

Klasifikasi Pencegahan Penyakit Kusta terbagi atas :


1) Pencegahan kesakitan (kondisi sehat sebelum sakit ) agar tidak sakit dengan
Promotif dan Preventif
2) Pencegahan keparahan (kondisi saat sedang sakit) agar tidak parah atau komplikasi
dengan Early diagnosis and Prompt Treatment dan Disability Limitation
3) Pencegahan Kekambuhan (kondisi sedang sakit dan masa pengobatan yang putus)
agar tidak kambuh dengan Rehabilitasi

3. Frambusia

Frambusia, atau dalam bahasa Inggris dikenal dengan istilah yaws, dapat mengenai
pasien pada usia berapapun. Selain itu, tidsa seperti sifilis, frambusia tidak berpotensi
menyebabkan kesrusakan jangka panjang pada jantung dan sistem kardiovaskular.
Frambusia adalah penyakit infeksi bakteri karena infeksi treponema pertenue terutama
menyerang kulit.

Frambusia disebabkan oleh subspecies Treponema pallidum, bakteri yang


menyebabkan sifilis, penyakit menular seksual. Namun, penyakit ini tidak ditularkan
secara seksual. Selain itu, tidak seperti sifilis, frambusia tidak berpotensi menyebabkan
kerusakan jangka panjang pada jantung dan sistem kardiovaskular. Penyakit ini hampir
selalu ditularkan melalui kontak langsung dengan kulit yang terinfeksi.

Gejala yang umum dari penyakit frambusia adalah:

• Satu pertumbuhan seperti raspberry yang gatal pada kulit (frambesioma), biasanya
di kaki atau bokong, yang akhirnya menimbulkan kerak kuning tipis

34
• Pembengkakan kelenjar getah bening (kelenjar bengkak)
• Ruam yang membentuk kerak cokelat
• Nyeri tulang dan sendi
• Benjolan atau kutil yang menyakitkan pada kulit dan pada telapak kaki
• Pembengkakan dan kerusakan wajah (pada frambusia stadium akhir)

Frambusia merupakan penyakit menular kronis yang penularannya bisa sangat menular
terutama pada fase awal. Penularan frambusia melalui getah luka penderita yang
bersentuhan langsung dengan luka pada kulit orang sehat, lalu menyerang kelenjar getah
bening dibawah kulit lalu menyebar secara hematogen.

Epidemiologi frambusia :

• Daerah tropis yang lembab


• Endemis : desa primitif
• Lebih banyak menyerang usia sekolah (kurang 15 tahun)
• Pria lebih banyak daripada wanita muda
• Pendidikan & sosial ekonomi rendah
• Lingkungan padat dan buruk

Cara pencegahan frambusia :

• Mandi dengan memakai sabun


• Cuci pakaian dan tidak berganti pakaian dengan penderita
• Hindari kontak langsung dengan luka penderita
• Segaera berikan obat kepada penderita
• Obati juga semua orang yang pernah kontak dengan penderita

35
DAFTAR PUSTAKA

Neglected tropical diseases (who.int)

Neglected Tropical Diseases | Global Health | CDC

bab1_18422.pdf (dinus.ac.id)

Makalah Penyakit Kusta | PDF (scribd.com)

Makalah frambusia (slideshare.net)

BULETIN FILARIASIS.pdf (kemkes.go.id)

Ini Penyebab Filariasis yang Perlu Dihindari (halodoc.com)

14 Cara Mencegah Kaki Gajah (Filariasis) - HaloSehat

Kusta: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dll - DokterSehat

Siswanto. Tanti Asrianti., dan Dwi Mulyana. (2020). Neglected Tropical Disease KUSTA
Epidemiologi Aplikatif. Mulawarman University Press. Samarinda.

https://id.wikipedia.org/wiki/Frambusia

Penyakit Frambusia Bisa Menyebabkan Cacat, Ini Gejala dan Cara Mengobatinya (sehatq.com)

Frambusia: Gejala, Penyebab, Pengobatan, dll. - Hello Sehat

Frambusia : Definisi, Epidemiologi, Penyebab, Jenis, Ciri-Ciri, Penularan, Diagnosis,


Penatalaksanaan, Pencegahan & Diagnosis Banding (klinikindonesia.com)

36

Anda mungkin juga menyukai