A. Pengertian Nemathelminthes
Nemathelminthes merupakan kelompok hewan cacing yang memiliki
tubuh bulat panjang dengan ujung yang runcing. Secara bahasa, Kata
Nemathelminthes berasal dari bahasa yunani, yaitu “Nema” yang artinya
benang, dan “helmintes” yang artinya cacing. Nemathelminthes sudah
memiliki rongga pada tubuhnya walaupun rongga tersebut bukan rongga
tubuh sejati. Rongga tubuh pada Nemathelminthes disebut pseudoaselomata.
Cacing ini memiliki tubuh meruncing pada kedua ujung sehingga disebut
cacing gilig. Ukuran tubuh Nemathelminthes umumnya miksroskopis, namun
adajuga yang mencapai ukuran 1 m. Cacing Nemathelminthes kebanyakan
hidup parasit pada tubuh manusia, hewan, atau tumbuhan, namun adapula
yang hidup bebas. Ukuran dari cacing betina lebih besar dari cacing jantan.
Gambar 1
Struktur Tubuh Nemathelminthes
Nemathelminthes telah memiliki organ saluran pencernaan yang
lengkap, yaitu mulut, faring, usus, dan anus. Mulut terdapat pada ujung depan
dan anus terdapat pada ujung belakang. Setelah makanan dicerna, sari
makanan tersebut akan diedarkan ke seluruh tubuh melalui cairan pada
rongga tubuhnya. Tubuhnya belum memiliki sistem pembuluh darah,
sehingga tidak memiliki sistem respirasi, pertukaran oksigen dan
karbondioksida terjadi melalui proses difusi, yaitu perpindahan zat dari
tempat konsentrasi tinggi ke tempat konsentrasi rendah.
C. Ciri-Ciri Umum
Berikut ciri-ciri Nemathelminthes:
1. Termasuk jenis hewan triploblastik pseudoselomata, simetri bilateral,
tubuh gilig, panjang tidak beruas-ruas, dan kulit dilapisi kutikula.
2. Mempunyai sistem pencernaan lengkap (mulut, faring, usus, dan anus),
pada mulutnya terdapat kait. Peredaran makanan melalui cairan pada
pseudoselon.
3. Tidak mempunyai pembuluh darah dan sistem respirasi (respirasi dengan
proses difusi melalui permukaan tubuh).
4. Jenis jantan dan betina terpisah (gonokoris)
5. Bersifat parasit pada manusia, hewan dan tumbuhan.
6. Habitat di tanah becek, dsar perairan tawar atau laut, ataupun hidup
sebagai parasit pada manusia, hewan maupun tumbuhan.
D. Sistem Organ
1. Sistem Pencernaan
Nemathelminthes telah memiliki sistem pencernaan sempurna.
Mereka memiliki mulut, faring, usus, dan anus. Mulutnya terdapat pada
bagian depan (anterior) tubuh, sedangkan anusnya terdapat pada bagian
belakang (posterior) tubuh. Mulutnya dikelilingi oleh tiga bibir. Mulut
berlanjut pada faring atau esophagus yang berbentuk silindris. Bagian
belakang faring atau esophagus itu menebal, dan dilengkapi oleh klep.
Dinding faring mempunyai serabut-serabut otot radial yang dapat
melebarkan rongga faring. Di dalam rektum terdapat kelenjar rektal
uniselular yang berukuran besar, jumlahnya tiga pada yang betina dan
enam pada yang jantan. Pada hewan jantan terdapat kloaka. Sistem
pencernaannya tidak dilengkapi dengan kelenjar pencernaan. Proses
pencernaannya, yaitu makanan yang dimasukkan ke dalam tubuhnya
berupa makanan setengah jadi yang berasal dari inangnya dengan cara
menggigit membran mukosa menggunakan bibirnya untuk mengisap
darah dan cairan jaringan dari inang. Makanan masuk ke dalam tubuh
melalui mulut pada bagian depan tubuh, kemudian masuk ke faring, dan
dicerna di usus, setelah dicerna, sari makanan tersebut akan diedarkan ke
seluruh tubuh oleh cairan pada rongga tubuh pseudoaselomata, kemudian
sisa-sisa makanan akan dikeluarkan melalui anus.
2. Sistem Ekskresi
Sistem ekskresi pada Nemathelminthes sendiri dilakukan melalui
nefridium, yaitu tipe yang umum dari struktur ekskresi khusus pada
invertebrata. Pada Nemathelminthes yang hidup di laut sistem
ekskresinya terdiri dari satu atau dua sel kelenjar Renette yang terletak di
dalam pseudosoel bagian ventral, di dekat perbatasan antara faring dan
intestin. Rusuk anterior dari sel yang berbentuk H mengalami reduksi,
dan kanal transversal bercabang membentuk satu jaringan. Saluran umum
itu berakhir pada lubang ekskresi yang terletak di bagian ventral di
belakang bibir. Sistem ekskresi pada cacing ini tidak dilengkapi dengan
lubang-lubang internal, silia, dan sel api.
3. Sistem Reproduksi
Nemathelminthes umumnya bereproduksi secara seksual karena
sistem reproduksinya bersifat gonokoris, yaitu alat kelamin jantan dan
betinanya terpisah pada individu yang berbeda. Fertilisasi dilakukan
secara internal. Hasil fertilisasi dapat mencapai lebih dari 100.000 telur
per hari. Saat berada di lingkungan yang tidak menguntungkan, maka
telur dapat membentuk kista untuk perlindungan dirinya.
4. Sistem sirkulasi (peredaran darah) dan sistem pernapasannya
Tidak ada, sehingga pertukaran oksigen dan karbondioksida terjadi
secara difusi, yaitu dengan mekanisme pertukaran zat dari tempat yang
berkonsentrasi tinggi ke tempat berkonsentrasi rendah.
5. Sistem syaraf
Sistem saraf terdiri dari cincin anterior yang mengelilingi esofagus,
batang saraf dorsal dan fentral, dan saraf-saraf anterior (6 saraf anterior
dan 6 saraf posterior)
F. Klasifikasi Nemathelminthes
Nemathelmintes terbagi dalam dua kelas yaitu kelas Nematoda dan
Nematophora.
1. Kelas Nematoda
Nematoda disebut juga cacing gilik. Berikut penjelasannya:
a. Ciri-ciri
Para Nematoda, mirip dengan sebagian besar filum hewan
lainnya, ini adalah hewan triploblastik, memiliki sebuah embrio
mesoderm yang terjepit di antara ektoderm dan endoderm. Nematoda
juga simetri bilateral: bagian memanjang akan membagi mereka
menjadi sisi kanan dan kiri yang simetris.
Gambar 2
Tubuh Cacing Nematoda
Gambar 3
Cacing Ascaris lumbricoides Linn
(a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Filum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris lumbricoides Linn. (Widodo,
2013).
(b) Morfologi
Cacing nematoda ini adalah cacing
berukuran besar, berwarna putih kecoklatan atau
kuning pucat. Cacing jantan berukuran panjang
antara 10-31 cm, sedangkan cacing betina panjang
badannya antara 22- 35 cm. kutikula yang halus
bergaris-garis tipis menutupi seluruh permukaan
badan cacing. Ascaris lumbricoides mempunyai
mulut dengan tiga buah bibir, yang terletak sebuah
di bagian dorsal dan dua bibir lainnya terletak
subventral (Soedarto, 2011).
Selain ukurannya lebih kecil daripada cacing
betina, cacing jantan mempunyai ujung posterior
yang runcing, dengan ekor melengkung ke arah
ventral. Di bagian posterior ini terdapat 2 buah
spikulum yang ukuran panjangnya sekitar 2 mm,
sedangkan di bagian ujung posterior cacing terdapat
juga banyak papil-papil yang berukuran kecil.
Bentuk tubuh cacing betina membulat (conical)
dengan ukuran badan lebih besar dan lebih panjang
daripada cacing jantan dan bagian ekor yang lurus,
tidak melengkung (Soedarto, 2011).
(c) Siklus Hidup
Pada tinja penderita askariasis yang
membuang air tidak pada tempatnya dapat
mengandung telur askariasis yang telah dibuahi.
Telur ini akan matang dan menjadi bentuk yang
infektif dalam waktu 21 hari dalam lingkungan yang
sesuai. Bentuk infektif ini, jika tertelan oleh manusia
menetas di usus halus. Larvanya menembus dinding
usus halus menuju pembuluh darah atau saluran
limfe, kemudian dialirkan ke jantung. Dari jantung
kemudian dialirkan menuju ke paru-paru (Widodo,
2013).
Larva di paru-paru menembus dinding
pembuluh darah, lalu dinding alveolus, masuk
rongga alveolus kemudian naik ke trakea melalui
bronkiolus dan bronkus. dari trakea larva ini menuju
faring, sehingga menimbulkan rangsangan pada
faring. Penderita batuk karena rangsangan ini dan
larva akan tertelan ke dalam oesofagus, lalu menuju
ke usus halus. Di usus halus larva berubah menjadi
cacing dewasa. Sejak telur matang tertelan sampai
cacing dewasa berteur dibutuhkan waktu kurang
lebih 2 bulan (Gandahusada et al., 2000; CDC,
2015).
(d) Patologi dan Gambaran Klinis
Kelainan klinik dapat disebabkan larva
maupun cacing dewasa Ascaris lumbricoides.
Kelainan akibat larva yaitu demam selama
beberapa hari pada periode larva menembus dinding
usus dan bermigrasi akhirnya sampai ke paru.
Biasanya pada waktu tersebut ditemukan eosinofilia
pada pemeriksaan darah. Foto thoraks menunjukkan
adanya infiltrat yang menghilang dalam waktu 3
minggu. Keadaan ini disebut Sindrom Loeffler yang
hanya ditemukan pada orang yang pernah terpajan
dan rentan terhadap antigen Ascaris atau bilamana
terdapat infeksi berat.
Pada penderita penyakit yang juga disebut
pneumonitis Ascaris, dapat ditemukan gejala ringan
seperti batuk ringan sampai pneumonitis berat yang
berlangsung selama 2- 3 minggu. Kumpulan gejala
termasuk batuk, mengi, sesak nafas, agak meriang,
sianosis, takikardi, rasa tertekan pada dada atau sakit
dada, dan di dalam dahak kadang-kadang ada darah.
Gejala-gejala berlangsung selama 7-10 hari dan
menghilang secara spontan pada waktu larva
bermigrasi keluar paru (Margono dan Hadjijaja,
2011).
Terdapatnya cacing Ascaris dewasa dalam
jumlah yang besar di usus halus dapat menyebabkan
abdominal distension dan rasa sakit. Keadaan ini
juga dapat menyebabkan lactose intolerance,
malabsorpsi dari vitamin A dan nutrisi lainnya.
Hepatobiliary dan pancreatic ascariasis terjadi
sebagai akibat masuknya cacing dewasa dari
duodenum ke orificium ampullary dari saluran
empedu, timbul kolik empedu, kolesistitis,
kolangitis, pankreatitis dan abses hepar
(Suriptiastuti, 2006).
Jumlah cacing yang banyak sangat
berhubungan dengan terjadinya malnutrisi, defisit
pertumbuhan dan gangguan kebugaran fisik, di
samping itu masa cacing itu sendiri dapat
menyebabkan obstruksi. Hidup dalam rongga usus
halus manusia mengambil makanan terutama
karbohidrat dan protein, seekor cacing akan
mengambil karbohidrat 0,14 g/hari dan protein 0,035
g/hari (Siregar, 2006).
(2) Ascaris suum Goeze
(a) Klasifikasi
Kingdom : Animalia
Phyllum : Nemathelminthes
Kelas : Nematoda
Sub kelas : Secernentea
Ordo : Ascaridida
Superfamili : Ascaridoidea
Famili : Ascarididae
Genus : Ascaris
Spesies : Ascaris suum Goeze (Widodo, 2013)
(b) Morfologi
Ascaris suum Goeze atau yang biasa dikenal
sebagai cacing gelang babi adalah nematoda yang
menyebabkan askariasis pada babi. Hospes utama
Ascaris suum Goeze adalah babi, meskipun dapat
pula menjadi parasit pada tubuh manusia, sapi,
kambing, domba, anjing, dan lain-lain (Loreille dan
Bouchet, 2003).
Secara morfologi, tidak banyak perbedaan
antara Ascaris suum Goeze dan Ascaris
lumbricoides Linn. Perbedaan di antara keduanya
tidak dapat diamati dengan mikroskop cahaya biasa.
Sedangkan penelitian dengan menggunakan
mikroskop elektron menunjukkan adanya perbedaan
pada geligi dan bentuk bibir di antara keduanya.
Adanya beberapa perbedaan pola ikatan molekul
protein yang sama antara Ascaris lumbricoides dan
Ascaris suum Goeze mencerminkan hubungan
genetik yang cukup dekat, serta menunjukkan
adanya kemungkinan terjadinya hibridisasi antara
Ascaris lumbricoides dan Ascaris suum (Alba et al.,
2009).
(c) Siklus Hidup
Siklus hidup Ascaris suum Goeze tergolong
sederhana. Babi menyebarkan infeksi melalui tinja
yang mengandung telur Ascaris. Telur infertil akan
berkembang menjadi telur yang fertil dalam waktu
4-6 minggu. Perkembangan ini membutuhkan
kondisi tanah pada suhu antara 18-20°C (Mejer dan
Roepstorff, 2006).
Pada Ascaris suum siklus hidup dapat terjadi
secara langsung (direct) maupun tidak langsung
(indirect). Pada siklus direct, babi akan menelan
telur infentif yang mengandung larva . Larva
tersebut akan bermigrasi ke bronkus. Selanjutnya,
larva tersebut akan melakukan penetrasi pada
dinding usus besar dan bermigrasi melalui hati ke
paruparu,. Ketika host batuk, larva akan tertelan dan
masuk ke saluran gastrointestinal. Di dalam traktus
gastrointestinal, larva akan berkembang menjadi
bentuk dewasa. cacing dewasa akan hidup dan
berkembang baik dalam usus halus babi (Loreille
dan Bouchet, 2003).
b. Genus Parascaris
Merupakan cacing nematodadengan tubuh yang
tebal dan bahkan lebih besar dari Ascaris. Ketiga bibir
tampak jelas dipisahkan oleh alur horizontal menjadi bagian
anterior dan posterior. Ujung posterior cacing jantan
membulat atau berbentuk kerucut tumpul dengan sayap
kaudal kecil. Tidak ada gubernakulum.
Parascaris equorum, berpredeleksi di dalam usus
halus kuda termasuk zebra dan equidae. Cacing jantan
panjangnya 15 – 28 cm dan diameternya 3-6 mm, spikulanya
sama besar dengan panjang 2 – 2,5 mm. Cacing betina
panjangnya 18 – 50 cm dengan diameter mencapai 8 mm.
Vulva terletak 1/ 4 anterior tubuh, telurnya berbentuk agak
bulat dengan diameter 9-10 mikron, kulit tebal berbintik-
bintik halus.
c. Genus Toxocara
(1) Etiologi
Toxocara cati berpledeleksi di dalam usus halus
kucing. Cacing jantan panjangnya 3 – 7 cm, spikulumnya
tidak sama besar dan bersayap. Cacing betina
panjangnya 4 – 12 cm. Telur berukuran 65 – 75 mikron.
Kucing jantan dan anak kucing bertindak sebagai hospes
definitif dari Toxocara cati. ( hubner et al., 2001 ).
Telur infektif di keluarkan bersama feses. Feses
yang mengandung Toxocara sp jatuh di tanah dengan
temperatur 10 – 35 ºC dan kelembaban 85 % serta
kondisi yang optimal maka dalam waktu paling sedikit 5
hari akan berkembang menjadi telur infektif yang
mengandung embrio ( Levine, 1994 ).
(2) Epidemiologi Infeksi
T. Cati tidak terbatas untuk anak kucing, pada
sebuah survei, 23 dari 27 kucing yang terinfeksi pada
usia 2 minggu, dan 10 dari 27 kucing terinfeksi saat
berumur 3 tahun atau lebih. Singkatnya semua umur
dapat terkena.
(3) Morfologi
Toxocara canis berjenis kelamin jantan mempunyai
ukuran panjang yang bervariasi antara 3,6 – 8,5 cm,
sedangkan Toxocara canis betina mempunyai ukuran
antara 5,6 – 10 cm. Toxocara cati berjenis kelaminjantan
berukuran antara 2,5 – 7,8 cm, sedangkan Toxocara cati
betina berukuran 2,5 – 14 cm, dan Toxocara vitulorum
jantan berukuran ± 25 cm, sedangkan yang betina
berukuran ± 30 cm.
Bentuk hewan ini menyerupai Ascaris
Lumbricoides muda. Pada Toxocara canis terdapat sayap
servikal yang berbentuk seperti lanset, sedangkan pada
Toxocara cati berbentuk sayap yang lebih lebar,
sehingga kepalanya menyerupai kepala ular kobra.
Bentuk ekor Toxocara canis dan Toxocara cati hampir
sama, untuk yang berjenis kelamin jantan ekornya
berbentuk seperti tangan dan dengan jari yang sedang
menunjuk (digitiform), sedangkan untuk yang berjenis
kelamin betina bentuk ekornya bulat meruncing.
Telurnya mirip lumbricoides, tetapi bentuknya bulat,
telur berukuran65 – 75 mikron.
Cacing ini terdapat pada usus halus. Manusia
terinfeksi secara kebetulan dangan menelan telur infektif.
Apabila telur menetas, larva dalam usus tidak bisa
menjadi dewasa dan larva mengembara pada alat – alat
viseral. ( Jangkung, 2002 ).
(4) Siklus hidup
Toxocara cati memiliki siklus hidup yang kompleks
dan sangat efektif.
(a) Ingesti telur (infeksi langsung)
Setelah kucing memakan telurnya infektif
yang mengandung larva stadium kedua, telur
menetas dan larva stadium ketiga memasuki dinding
usus halus.
Larva bermigrasi melalui sistema sirkulasi
dan dapat menuju ke sistema respirasi atau organ
dan jaringan lain dalam tubuh. Jika memasuki
jaringan tubuh, mereka dapat mengkista (dilapisi
dinding dan inaktif). Larva tersebut dapat tetap
mengkista dalam jaringan berbulan-bulan atau
bertahun-tahun. Ini adalah pola migrasi yang lebih
umum terlihat pada kucing dewasa.
Pada kucing yang sangat muda, larva
bergerak dari sirkulasi ke sistema respirasi,
dibatukkan dan memasuki saluran digesti lagi. Larva
kemudian menjadi cacing dewasa. Cacing betina
dewasa bertelur, telur dikeluarkan lewat feses. Telur
tetap ada di lingkungan dalam waktu 10 – 14 hari
sampai menjadi infektif.
(b) Ingesti hospes paratenik
Jika kucing menelan hospes paratenik
seperti tikus, cacing tanah atau kumbang yang
memiliki larva yang mengkista, migrasi mirip
dengan ingesti telur berlarva. Larva dilepaskan dari
hospes paratenik saat termakan dan dicerna. Larva
memasuki sirkulasi, mengadakan 8 migrasi ke
organ, misalnya sistem respirasi.
(c) Larva melalui air susu
Selama periode perinatal, larva dormant
(stadium 1) yang ada di tubuh induk dapat mulai
bermigrasi ke glandula mammae, berubah menjadi
larva stadium lalu ke dalam air susu. Anak kucing
dapat terinfeksi melalui air susu. Larva yang tertelan
menjadi larva stadium ketiga dan keempat, dan
selanjutnya menjadi dewasa dalam usus anak
kucing.
Jika larva dikeluarkan melalui feses anak
kucing sebelum larva tersebut dewasa, larva tersebut
dapat menginfeksi induk saat menjilati anaknya.
Sekitar 4 minggu setelah kucing memakan telur
infektif, cacing telah dewasa dalam usus, dan telur
dikeluarkan lagi.
(5) Patogenesis
Dalam usus, cacing dewasa mengambil nutrisi dari
hospes definitifnya dengan menyebabkan kelukaan
dinding usus dan mengambil nutrisi dari sirkulasi.
Berdasarkan siklus hidupnya, larva menyebabkan
penyakit dengan fase migrasi yang meninggalkan lesi
pada organ dan jaringan yang dilalui. Keparahannya
bergantung kepada jumlah, baik pada cacing dewasa
maupun larva.
Perjalanan larva infektif T. cati melalui jaringan
paru-paru dan hati dapat menyebabkan terjadinya edema
pada 10 kedua organ tersebut. Paru-paru yang
mengalami edema mengakibatkan batuk, dipsnoe,
selesma, dengan eksudat yang berbusa dan kadang
mengandung darah. Perjalanan larva lewat lambung,
pada yang berat menyebabkan distensi lambung, diikuti
oleh muntah, dan mungkin disertai keluarnya cacing
yang belum dewasa didalam bahan yang dimuntahkan
(vomitus). Zoonosis pada manusia
Yang beresiko terhadap toxocariasis adalah anak-
anak dan pemilik kucing.
(a) Ocular Larva Migrans (OLM)
OLM terjadi saat larva memasuki mata,
menyebabkan inflamasi dan pembentukan jaringan
ikat pada retina. Setiap tahunnya lebih dari 700
orang terinfeksi toxocara mengalami penglihatan
permanen karena OLM. Kelukaan pada mata karena
migrasi larva kedalam posterior chamber bola mata,
menyebabkan granulomatous renitis, perlekatan
retina, kehilangan daya lihat, atau pada kasus berat
kebutaan permanen.
(b) Visceral Larva Migrans (VLM)
Infeksi berat atau berulang, meskipun jarang
dapat menyebabkan VLM, pembengkakan organ
tubuh atau sistem syaraf pusat. Organ yang dapat
terserang antara lain hati, paru-paru, ginjal, dan otak.
Gejala VLM yang disebabkan perpindahan larva
cacaing dalam tubuh antara lain: demam, batuk,
asma, atau pneumonia. (Levine, Norman D. 1994).
Pada banyak kasus, infeksi toxocara tidak
serius, dan banyak orang, terutama orang dewasa
yang terinfeksi larva dalam jumlah sedikit, dapat
tidak menimbulkan gejala. Kasus parah yang jarang
tetapi lebih dapat terjadi pada anak-anak, yang selalu
bermain di tempat kotor atau memakan tanah yang
terkontaminasi kotoran kucing. Cara masuknya
melalui telur toxsocara dalam tanah yang
terkontaminasi. OLM biasanya terjadi pad anak-
anak umur 7 – 8 tahun, dan VLM pada anak umur 1
– 4 tahun.
d. Genus toxascaris
Gambar 4
Cacing Toxocaris sp.
Gambar 5
Cacing Oxyuris sp.
Gambar 6
Cacing Ancylostoma sp.
Gambar 6
Ascaridia galli
Gambar 7
Telur Ascaridia galli
Gambar 8
Heterakis gallinarum
Gambar 10
Cacing Oesophagustomum sp.
Gambar 11
Siklus hidup Stephanurus dentatus
Gambar 12
Cacing Bonustomun sp.
Gambar 13
Siklus hidup B. Phlebotomum.
c. Enterobius verinicularis
Cacing ini dikenal dengan sebutan cacing kremi. Cacing ini
dapat menyebabkan rasa gatal di sekitar dubur, terutama pada anak –
anak. Cacing ini menyebabkan rasa gatal karena cacing betina
biasanya bertelur di sekitar dubur, dan pada waktu bertelur cacing
betina dapat mengeluarkan zat yang dapat mengakibatkan rasa gatal
sehingga penderita akan menggaruknya. Akibatnya, telur akan
menempel pada kuku penderita sehingga bila penderta memakan
makanan tanpa mencici tanga terlebih dahulu maka telur cacing ini
akan ikut tertelan. Di usus telur akan menetas kemudian tumbuh
menjadi dewasa. Jadi, cacing ini dapat menular secara autoinfeksi.
Selain itu, cacing ini jiga dapat menular melalui makanan
yang tidak dibungkus sehingga tercemar telur cacing. Orang yang
terjangkiti cacing kremi seringkali tidak merasakan gejala atau tanda
apa pun. Namun, gejala umum yang sering dirasakan penderita
adalah rasa gatal di sekitar anus dan vagina pada malam hari. Rasa
gatal ini disebabkan oleh aktivitas cacing kremi saat menaruh telur-
telurnya.
Jika cacing kremi sudah menimbulkan infeksi parah,
beberapa gejala berikut ini biasanya dirasakan penderita:
1) Mengompol.
2) Hilangnya nafsu makan.
3) Kesulitan tidur atau tetap tidur (insomnia).
4) Berat badan berkurang.
5) Infeksi kulit di sekitar anus.
6) Nyeri perut dan mual.
Parasit cacing kremi umumnya menjangkiti seseorang
setelah ia menelan telur dari cacing kremi. Bahkan, telur tersebut
bisa tertelan setelah terhirup lebih dahulu.
Cacing kremi betina bisa meletakkan ribuan telurnya di
sekitar anus atau vagina. Ketika proses menaruh telur tersebut,
cacing kremi betina juga mengeluarkan lendir yang menyebabkan
penderita merasa gatal. Rasa gatal akan memancing penderita untuk
menggaruk atau mengelap anus atau vagina. Saat menggaruk atau
mengelap itulah, telur-telur cacing bisa menempel pada ujung jari
atau di bawah kuku penderita.
Telur cacing kremi bisa bertahan hidup selama dua minggu.
Telur-telur cacing kremi pada tangan penderita bisa berpindah pada
benda apa pun yang disentuhnya seperti:
1) Sprei dan sarung bantal.
2) Handuk.
3) Mainan anak.
4) Peralatan dapur.
5) Sikat gigi.
6) Perabotan rumah.
7) Permukaan dapur atau kamar mandi.
Cacing kremi kebanyakan diidap oleh anak kecil karena
masih belum bisa menjaga kebersihan tangannya dengan baik. Selain
anak kecil, seseorang yang sering melakukan kontak langsung
dengan penderita cacing kremi dan yang hidup di lingkungan padat
penduduk juga berisiko lebih tinggi untuk mengidap parasit cacing
kremi.
Berikut beberapa obat anti parasit untuk menangani cacing
kremi yaitu:
1) Mebendazole. Obat ini bekerja dengan mencegah cacing kremi
menyerap gula, yang akan membuatnya mati dalam beberapa
hari.
2) Albendazole.
Selain pemberian obat-obatan, pasien juga diminta
menerapkan perilaku hidup bersih untuk mencegah terkena infeksi
cacing kremi kembali. Beberapa perilaku hidup bersih antara lain:
1) Hindari menggunakan handuk orang lain.
2) Mencuci semua baju, sprei, handuk, dan mainan.
3) Membersihkan debu di seluruh rumah.
4) Bersihkan kamar mandi dan dapur.
5) Hindari untuk menggoyangkan benda yang terkontaminasi
dengan telur cacing kremi.
6) Hindari makan di kamar tidur.
7) Jaga agar kuku-kuku selalu pendek.
8) Ajari anak untuk tidak menggigit kuku dan mengisap jari.
9) Mandi setiap hari