Anda di halaman 1dari 27

MAKALAH

REVIEW : PENGENDALIAN NYAMUK MANSONIA

(Disusun untuk Mencapai Kompetensi Mata Kuliah Pengendalian Vektor)

Dosen Pengampu: Nur Lina., S.K.M., M.Kes.

Oleh:

Rofiya Dienulhaq Ratnasari 174101081/A

PROGRAM STUDI KESEHATAN MASYARAKAT


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS SILIWANGI
TASIKMALAYA
2020
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Allah swt. yang telah memberikan rahmat dan
karunia-Nya sehingga dengan izin dan ridha-Nya kami dapat menyusun makalah
tentang “Review : Pengendalian Nyamuk Mansonia.”, shalawat serta salam
semoga tercurahkan kepada Nabi Muhammad saw. yang telah menunjukkan
kepada kita semua jalan yang lurus, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
ini tepat pada waktu yang telah ditentukan.
Dalam makalah ini kami akan membahas tentang pengertian Mansonia dan
filariasis, macam-macam vektor Mansonia, taksonomi nyamuk Mansonia, siklus
hidup nyamuk Mansonia, morfologi nyamuk Mansonia, bionomik nyamuk
Mansonia, faktor kelangsungan hidup nyamuk Mansonia, strategi pencegahan
filariasis dan strategi pengendalian nyamuk Mansonia.
Selanjutnya, ucapan terima kasih kepada Nur Lina., S.K.M., M.Kes selaku
Dosen mata kuliah Pengendalian Tropik yang telah membantu kami dalam
meyelesaikan makalah ini. Dalam penyusunan makalah ini, kami menyadari
bahwa terdapat berbagai kelemahan, kekurangan dan keterbatasan yang ada,
sehingga kemungkinan terjadinya kekeliruan dan kekurangan dalam penulisan dan
penyajian makalah ini.

Oleh karena itu, kami sangat mengaharapkan kritik dan saran dari pada
pembaca dalam rangka penyempurnaan makalah ini.

Tasikmalaya, Oktober 2020

Penulis

ii
DAFTAR ISI

HALAMAN JUDUL ...................................................................................... i


KATA PENGANTAR .................................................................................... ii
DAFTAR ISI ................................................................................................... iii
DAFTAR GAMBAR ...................................................................................... iv
BAB I PENDAHULUAN ............................................................................... 1
A. Latar Belakang ............................................................................... 1
B. Rumusan Masalah .......................................................................... 2
C. Tujuan ............................................................................................ 2
D. Manfaat .......................................................................................... 3
BAB II TINJAUAN TEORI .......................................................................... 4
A. Pengertian Mansonia dan Filariasis .............................................. 4
B. Macam-Macam Vektor Mansonia ................................................ 4
C. Taksonomi Nyamuk Mansonia ..................................................... 4
D. Siklus Hidup Nyamuk Mansonia .................................................. 5
E. Morfologi Nyamuk Mansonia....................................................... 6
F. Bionomik Nyamuk Mansonia ....................................................... 8
G. Cara Penularan Nyamuk Mansonia ............................................... 11
H. Faktor Kelangsungan Hidup Nyamuk Mansonia .......................... 12
I. Survei Vektor ................................................................................ 14
BAB III PEMBAHASAN .............................................................................. 15
A. Strategi Pencegahan dan Pengobatan Filariasis ............................ 15
B. Pengendalian Nyamuk Mansonia.................................................. 16
BAB IV PENUTUP ........................................................................................ 19
A. Simpulan........................................................................................ 19
B. Saran .............................................................................................. 20
DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 21

iii
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Siklus Hidup Mansonia ................................................................ 5


Gambar 2.2 Nyamuk Mansonia dan Telur Mansonia sp ................................. 6
Gambar 2.3 Larva Mansonia ........................................................................... 7
Gambar 2.4 Pupa Mansonia ............................................................................. 7
Gambar 2.5 Nyamuk Mansonia ....................................................................... 8
Gambar 2.6 Larva Mansonia uniformis menempel pada akar tanaman air. Foto
oleh S.L Doggett, Departemen Entomologi Medis, NSW, Australia .............. 9
Gambar 2.7 Penularan Penyakit Filariasis ....................................................... 11
Gambar 2.8. Aspirator ...................................................................................... 14
Gambar 3.1 Bacillus sphaericus ...................................................................... 16

iv
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Filariasis sudah ada sejak jaman sebelum masehi (SM) (sekitar tahun
1501-1480 SM) hingga saat ini. Berdasarkan WHO (2020), sebanyak 893 juta
orang di 49 negara di seluruh dunia terancam oleh filariasis limfatik dan
memerlukan kemoterapi preventif untuk menghentikan penyebaran infeksi
parasit ini.
Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filaria yang penularannya diperantai berbagai jenis nyamuk
(Dalilah et al, 2017). Pada tahun 2017, dari 514 kabupaten/kota di wilayah
Indonesia, sebanyak 236 kabupaten/kota tergolong endemis filariasis. Dari
jumlah tersebut, 152 kabupaten/kota di antaranya masih melaksanakan
POPM. Jumlah kasus kronis filariasis terbanyak terdapat di Provinsi Papua
dengan 3.047 kasus kronis (Kemkes, 2018).
Di Indonesia bagian Timur, Mansonia dan Anopheles barbirostris
merupakan vektor filariasis yang paling penting. Beberapa spesies Mansonia
dapat menjadi vektor Brugia malayi tipe subperiodik nokturna (Yamin,
2019). Mansonia diasosiasikan dengan rawa, sungai besar di pinggir hutan,
larva dan kepompong menempel pada sifonnya pada akar, ranting tanaman
air, seperti eceng gondok, teratai, kangkung, dan sebagainya. Ada nyamuk
Mansonia kawasan hutan dan rawa endemik, lingkungan kotor dan areal
budidaya ikan yang belum dimanfaatkan. Nyamuk Mansonia bersifat agresif
dan menghisap darah saat manusia beraktivitas di malam hari terutama di luar
rumah (Rehena et al, 2020)
Berbagai informasi terkait karakteristik Mansonia dari preferensi
istirahat, perilaku Mansonia, kepadatan fluktuasi setiap jam merupakan
informasi yang penting dalam menentukan potensi penularannya. Pemahaman
karakteristik Mansonia sangat membantu dalam memilih strategi
pengendalian vektor yang tepat dan benar. Oleh karena itu, makalah ini
bertujuan untuk menjelaskan pengertian Mansonia dan Filariasis, macam-

1
2

macam vektor Mansonia, taksonomi nyamuk Mansonia, bionomik nyamuk


Mansonia, morfologi nyamuk Mansonia, cara penularan nyamuk Mansonia,
siklus perkembangbiakan nyamuk Mansonia, faktor kelangsungan hidup
nyamuk Mansonia, dan strategi pencegahan dan pengobatan filariasis dan
pengendalian nyamuk Mansonia.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, maka rumusan masalah dari makalah ini
yaitu:
a. Apa yang dimaksud dengan Mansonia dan Filariasis?
b. Apa saja macam-macam vektor Mansonia?
c. Bagaimana taksonomi nyamuk Mansonia?
d. Bagaimana siklus hidup nyamuk Mansonia?
e. Bagaimana morfologi nyamuk Mansonia?
f. Bagaimana bionomik nyamuk Mansonia?
g. Bagaimana faktor kelangsungan hidup nyamuk Mansonia?
h. Bagaimana strategi pencegahan dan pengobatan Filariasis?
i. Bagaimana strategi pengendalian nyamuk Mansonia?

C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Tujuan umum yang ingin dicapai dalam laporan ini adalah untuk
mengetahui lebih dalam terkait segala hal terkait nyamuk Mansonia yang
menyebabkan penyakit Filariasis di daerah Indonesia.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengertian dari Mansonia dan Filariasis.
b. Untuk mengetahui macam-macam vektor Mansonia.
c. Untuk mengetahui taksonomi Mansonia.
d. Untuk mengetahui siklus hidup nyamuk Mansonia.
e. Untuk mengetahui morfologi Mansonia.
f. Untuk mengetahui bionomik Mansonia.
3

g. Untuk mengetahui faktor kelangsungan hidup nyamuk Mansonia.


h. Untuk mengetahui strategi pencegahan dan pengobatan Filariasia.
i. Untuk mengetahui strategi pengendalian nyamuk Mansonia.

D. Manfaat
1. Mahasiswa/Peneliti Lain
Memberikan informasi terkait Mansonia dan mampu menjadi
bahan penelitian selanjutnya.
2. Masyarakat
Sebagai bahan informasi yang berkaitan dengan gambaran kejadian
Mansonia sehingga dapat dimanfaatkan sebagai bahan untuk pencegahan
terhadap kasus Filariasis.
3. Pemerintah
Mampu membuat kebijakan yang tepat terkait strategi
pengendalian dan penanganan nyamuk Mansonia.
BAB II
TINJAUAN TEORI

A. Pengertian Mansonia dan Filariasis


Mansonia merupakan satu diantara genus nyamuk yang berperan dalam
penularan Filariasis di Indonesia. Filariasis adalah penyakit menular yang
hidup dan menetap di saluran dan kelenjar getah bening yang dapat timbulkan
manifestasi klinik akut berupa demam berulang, peradangan saluran dan
saluran kelenjar getah bening (Anindita et al, 2016).

B. Macam-Macam Vektor Mansonia


Keragaman vektor filariasis di Indonesia untuk vektor Brugia terdiri atas
enam spesies Mansonia yaitu Ma. bonneae, Ma. dives, Ma. annulata, Ma.
indiana, Ma. Uniformis dan Ma. annulifera (Direktorat PPBB, 2004 dalam
Santosa et al, 2016). Dibandingkan yang lain Mansonia uniformis diketahui
di Kenya berperan sebagai vektor Rift Valley Fever (RVF) dan filariasis. Rift
Valley Fever merupakan zoonosis yang pada umumnya terjadi pada hewan
namun juga bisa pada manusia (Ridha, 2018).

C. Taksonomi Nyamuk Mansonia


Taksonomi Mansonia adalah sebagai berikut :
1. Kingdom : Animalia
2. Filum : Arthropoda
3. Kelas : Insecta
4. Ordo : Diptera
5. Genus : Mansonia

4
5

D. Siklus Hidup Nyamuk Mansonia

Gambar 2.1 Siklus Hidup Mansonia. (Sumber: Jaron, 2014)


Nyamuk mengalami metamorfosis sempurna selama hidup mereka siklus
saat mereka dewasa dari telur, melalui empat tahap perkembangan larva,
tahapan peristirahatan pupa, dan muncul sebagai orang dewasa (Matheson
1929 dalam Foley, 2020). Perkembangan telur biasanya terjadi kira-kira dua
sampai tiga hari setelah makan darah dan ditemukan dalam berbagai bentuk
dan pengaturan cluster tergantung pada spesies. Telur bisa diletakkan secara
tunggal atau berkelompok langsung di permukaan air atau di substrat kering
(Woodbridge dan Walker 2002 dalam Foley, 2020).
6

E. Morfologi Nyamuk Mansonia


Berdasarkan penjelasan Hidayati (2018) dan Jaron (2014), menunjukkan
morfologi dari Nyamuk Mansonia adalah sebagai berikut :

Gambar 2.2 Nyamuk Mansonia dan Telur Mansonia sp. (Sumber:


Hidayati, 2018)

1. Ciri telur Mansonia


a. Telur tersusun bergerombol, salah satu ujungnya memusat
pada satu titik, sedangkan ujung yang lain meruncing.
b. Melekat pada daun tanaman air yang mengapung.
7

2. Ciri-ciri larva Mansonia

Gambar 2.3 Larva Mansonia. (Sumber: Jaron, 2014)


a. Larva mempunyai sifon (terompet) pada segmen abdomen
VIII.
b. Ujung sifon dengan katup penembus dan penancap (melekat)
pada akar-akar tanaman air (Pistia, Eichprnia, Salvinia)
3. Ciri-ciri pupa Mansonia

Gambar 2.4 Pupa Mansonia. (Sumber: Jaron, 2014)


Sifon dengan katup penembus, dan melekat pada tumbuhan
air.
8

4. Ciri-ciri nyamuk Mansonia

Gambar 2.5 Nyamuk Mansonia. (Sumber: Public Health Pest


Control, 2001)
a. Pada saat hinggap tidak membentuk sudut 90º.
b. Bentuk tubuh besar dan panjang.
c. Bentuk sayap asimetris.
d. Menyebabkan penyakit filariasis.
e. Penularan penyakit dengan cara membesarkan tubuhnya.

F. Bionomik Nyamuk Mansonia


1. Daerah dan Tempat Kebiasaan Hidup
Berdasarkan beberapa jurnal, Di Indonesia Ma. uniformis
merupakan vektor filariasis Brugia malayi dan ditemukan di daerah
berawa-rawa. Selain itu, B. malayi yang ditemukan di hutan tertutup
bersifat nonperiodik, juga disebarkan Ma. uniformis. (Ridha, 2018)
Hal ini didukung karena vektor potensial B. malayi terjadi di
wilayah Sumatera, Kalimantan dan Sulawesi adalah nyamuk Ma.
uniformis, Ma. annulata, Ma. dives, Ma. indiana, An. Peditaeniatus, dan
An. niggerimus. Vektor subperiodik B. malayi di wilayah Kalimantan
adalah nyamuk Mansonia spp. dan yang paling banyak di temukan adalah
Ma. uniformis. Di Sulawesi vektor B. malayi adalah nyamuk Anopheles
dan Mansonia spp. Empat nyamuk sebagai vektor utama adalah An.
barbirostris, Ma. uniformis, Ma. dives dan Ma. Indiana.
9

2. Perilaku Berkembang Biak


Berdasarkan daerah kebiasaan hidup Mansonia, perilaku
berkembang biak dengan meletakkan telur di kolam air yang bersifat
cekung, di lubang-lubang pohon, dan di air payau (Rehena et al, 2020).

Gambar 2.6 Larva Mansonia uniformis menempel pada akar


tanaman air. Foto oleh S.L Doggett, Departemen Entomologi Medis,
NSW, Australia. (Sumber: Foley, 2020)

Larva nyamuk Mansonia mengambil oksigen melalui akar


tumbuhan air. Larva‐larva ini menusukkan siphonnya ke akar tumbuhan.
Nyamuk Mansonia menyukai tanaman Pistia stratiotes dan Echhornia
crassipes dibandingkan dengan Azolla pinata (Supriyono, 2017). Jenis
Mansonia berbagi adaptasi ini, agar jarang perlu muncul ke permukaan
dan biasanya hanya muncul ketika sudah dewasa. Perilaku unik ini juga
memberikan perlindungan dari predator dan mempersulit pengawasan.
(Foley, 2020)
3. Perilaku Menghisap Darah
Berdasarkan Supriyono et al (2017), Ma. uniformis ditemukan
mengisap darah sepanjang malam, antara pukul 18:00–06:00 baik di
dalam maupun di luar rumah. Puncak kepadatan nyamuk ini menghisap
darah orang di dalam rumah terjadi pada pukul 18:00–18:45, sedangkan
di luar rumah pada pukul 20:00–20:45. Puncak aktivitas mengisap darah
10

nyamuk Ma. dives terjadi pada pukul 19:00‐19:45. Nyamuk ini aktif
sepanjang malam.
Sedangkan berdasarkan hasil penelitian Ridha (2018), puncak
aktivitas menghisap darah Ma. uniformis di dalam rumah di Desa
Dadahup pada pukul 19.00-20.00 dan 21.00-22.00, sedangkan di Desa
Pulau Ku’u pada pukul 21.00-22.00, namun di Kelurahan Mandomai
aktivitas tertinggi pada pukul 05.00-06.00. Ma. dives mempunyai aktivitas
menghisap darah di luar rumah di Desa Dadahup dan Kelurahan
Mandomai pada pukul 04.00-05.00, sedangan pada Desa Bangkal Ulu
pada pukul 01.00-02.00.
Dapat disimpulkan dari kedua jurnal, bahwa perilaku nyamuk
Mansonia lebih senang mencari darah di luar rumah dibandingkan dalam
rumah (eksofagik). Perilaku nyamuk Mansonia menghisap darah
bervariasi setiap species, namun berfluktuasi pada jam-jam tertentu.
Sebagian bersifat eksofagik dan sebagian bersifat endofagik. Hal ini
dikarenakan perilaku nyamuk di setiap daerah bersifat lokal spesifik,
artinya walaupun spesiesnya sama namun perilakunya bisa berbeda.
4. Tempat Istirahat (resting places)
Berdasarkan hasil penelitian Ridha (2018), perilaku istirahat Ma.
uniformis di Desa Dadahup, Pulau Ku’u, dan Bangka Ulu bersifat indoor
resting (menyukai istirahat di dalam rumah), sedangkan di Kelurahan
Mandomai bersifat outdoor resting (menyukai istirahat di luar rumah).
Perilaku istirahat Ma. dives di daerah penelitian lebih banyak yang
bersifat indoor resting yaitu Kelurahan Mandomai dan Desa Bangkal Ulu,
sedangkan Desa Dadahup bersifat outdoor resting. Perilaku istirahat Ma.
uniformis di Desa Dadahup, Pulau Ku’u, dan Bangka Ulu bersifat indoor
resting (menyukai istirahat di dalam rumah), sedangkan di Kelurahan
Mandomai bersifat outdoor resting (menyukai istirahat di luar rumah).
Perbedaan ini dikarenakan adanya pengaruh suhu, dan kelembapan udara
yang dapat menyebabkan bertambah atau berkurangnya kehadiran
nyamuk Mansonia di suatu tempat.
11

Terkait tempat istirahat nyamuk Mansonia dapat dibuktikan


dengan hasil penelitian Rehena et al (2020), dimana umumnya ditemukan
di dalam rumah pada pakaian berwarna hitam dan apabila di luar di
semak-semak pepohonan.
5. Terbang
Mansonia sering terbang jauh untuk mencari makanan darah.
Berdasarkan penelitian Verdonschot et al (2014), rata-rata Genus
Mansonia terbang rata-rata sejauh 38,550 m atau 4 km (Hanford, 2020).

G. Cara Penularan Nyamuk Mansonia

Gambar 2.7 Penularan Penyakit Filariasis. (CDC, 2018)


Vektor khas Brugia malayi filariasis adalah jenis nyamuk dari marga
Mansonia dan Aedes. Selama makan darah, nyamuk yang terinfeksi larva
filaria memasukki tahap ketiga ke kulit inang manusia, di mana mereka
menembus ke dalam luka gigitan (1). Mereka berkembang menjadi dewasa
yang umumnya tinggal di limfatik (2). Cacing dewasa mirip dengan
12

Wuchereria bancrofti tetapi lebih kecil. Cacing betina berukuran panjang 43


hingga 55 mm dengan lebar 130 hingga 170 μm, dan cacing jantan berukuran
panjang 13 hingga 23 mm dengan lebar 70 hingga 80 μm. Orang dewasa
menghasilkan mikrofilaria, berukuran panjang 177 hingga 230 μm dan lebar 5
hingga 7 μm, yang berselubung dan memiliki periodisitas nokturnal.
Mikrofilaria bermigrasi ke getah bening dan memasuki aliran darah mencapai
darah tepi (3). Seekor nyamuk mencerna mikrofilaria selama makan darah
(4). Setelah menelan, mikrofilaria kehilangan selubungnya dan bekerja
melalui dinding proventrikulus dan bagian jantung usus tengah untuk
mencapai otot toraks (5). Di sana mikrofilaria berkembang menjadi larva
tahap pertama (6) dan selanjutnya menjadi larva tahap ketiga (7). Larva tahap
ketiga bermigrasi melalui hemocoel ke prosbocis (8) nyamuk dan dapat
menginfeksi manusia lain saat nyamuk makan darah (1). (CDC, 2018)

H. Faktor Kelangsungan Hidup Nyamuk Mansonia


1. Lingkungan Fisik
a. Suhu dan Kelembaban
Suhu optimum rata-rata nyamuk adalah antara 25°C-27°C.
Nyamuk adalah hewan berdarah dingin sehingga proses metabolisme
bergantung pada suhu lingkungan. Kenaikan suhu berdampak pada
percepatan siklus hidup nyamuk dari telur menjadi nyamuk dewasa,
sehingga meningkatkan jumlah nyamuk yang beredar. (Kemenkes,
2015 dalam Pratiwi et al, 2018)
Berdasarkan hasil penilitian Pratiwi et al (2018), di kedua desa
wilayah studi, April-Juni 2017 merupakan periode dimana nyamuk
Mansonia spp paling banyak ditemukan. Pada bulan tersebut
diketahui suhu udara di Desa Sedang berada pada kisaran suhu 27-28
°C. Kelembaban mencapai 90%. Sedangkan di Desa Muara Sugih
suhu dan kelembaban pada bulan April-Juni berkisar antara 28,5-
29,5 °C dan 92-96%. Dari karakteristik lingkungan, Desa Sedang
memiliki suhu rata-rata 27.14 °C + 1.96 dan kelembaban rata-rata
13

91.18% + 5.35. Desa Muara Sugih memiliki suhu rata-rata 25,64 °C


+ 1,46 dan kelembaban rata-rata 86,92% + 11,89. Perkembangan
nyamuk berkisar 24 – 29 °C, jika suhu terlalu tinggi (> 37 °C) maka
nyamuk akan mati. (Ridha et al, 2018)
Suhu dan kelembaban ini sesuai dengan suhu yang dibutuhkan
oleh nyamuk. Kelembaban kurang dari 60% merupakan salah satu
faktor yang melemahkan kehidupan nyamuk sehingga tidak cukup
siklus parasit berkembang di dalam tubuh nyamuk. Sistem
pernafasan nyamuk juga membutuhkan kadar air. Kelembaban yang
tinggi mempengaruhi nyamuk untuk mencari titik lembab dan basah
di luar ruangan sebagai tempat peristirahatan pada siang hari, dan
memudahkan nyamuk untuk lebih aktif. (Kemenkes, 2015 dalam
Pratiwi et al, 2018)
b. Iklim Hujan
Umur nyamuk di alam dipengaruhi oleh suhu dan kelembaban,
indeks curah hujan serta ada tidaknya predator. Penelitian di Brazil
menyebutkan nyamuk mempunyai peluang hidup lebih lama dua kali
di musim hujan dibandingkan di musim kemarau. Hal ini
berhubungan dengan kemampuan perkembangan mikrofilaria di
dalam tubuh nyamuk, sehingga nyamuk tersebut berpeluang sebagai
vector (Ridha et al, 2018).
Hal ini didukung dengan hasil penelitian ditemukannya nyamuk
Mansonia yang berperan sebagai vektor dengan peluang hidup di
alam lebih dari 14 hari sehingga iklim di Kelurahan Mandomai
mendukung perkembangan nyamuk sebagai vektor. Adapula
berdasarkan hasil penelitian Hanford (2020) jumlah nyamuk
Mansonia paling banyak di musim gugur daripada musim panas di
Urban Wetlands.
14

c. Habitat
Adapula faktor habitat, dimana hasil penilitian Supriyono (2017),
penangkapan nyamuk tertinggi terjadi pada bulan Januari dan
kecenderungan menurun jumlahnya pada bulan berikutnya. Hal ini
disebabkan oleh ketersediaan air pada habitat yang terdapat di Desa
Gulinggang pada musim penghujan. (Supriyono, 2017)

I. Survei Vektor
Survei vector dilakukan untuk melihat spesies nyamuk yang
mengandung larva L1, L2 dan L3. Pelaksanaannya 2 kali, dengan selang
waktu 1 bulan, pada 6 titik/lokasi. Menggunakan relawan orang sebagai
umpan dalam penangkapan nyamuk. (Maloha et al, 2020) dan Resting
Collection (hinggap/istirahat di dalam dan di luar rumah) (Ridha, 2018).
Penangkapan nyamuk dilakukan menggunakan metode human
landing collection (penangkapan nyamuk dengan umpan orang) pada
malam hari jam 20.00-24.00 WIB dan resting collection (penangkapan
nyamuk secara langsung saat hinggap atau istirahat). Alat yang
digunakan pada saat penangkapan menggunakan aspirator (Gambar 2.8)
dan melalui perangkap cahaya menggunakan cahaya lampu (light trap).
Nyamuk yang tertangkap dimasukkan ke bufferglass, identifikasi genus
nyamuk menggunakan mikroskop binokuler sesuai buku panduan
identifikasi (Maloha et al, 2020).

Gambar 2.8. Aspirator. (Sumber : Maloha et al, 2020)


15

BAB III
PEMBAHASAN

A. Strategi Pencegahan dan Pengobatan Filariasis


Program eliminasi filariasis di dunia dimulai berdasarkan deklarasi
WHO tahun 2000. Di Indonesia program eliminasi filariasis dimulai pada
tahun 2002. (Dalilah et al, 2017) Indonesia berkomitmen untuk ikut serta
dalam agenda ini oleh Menteri Kesehatan pada tanggal 8 April 2002 di
Desa Mainan, Kecamatan Banyuasin III, Kabupaten Musi Banyuasin,
Sumatera Selatan. 16 Ketetapan Pemerintah tentang Program Eliminasi
Filariasis dituangkan dalam Peraturan Presiden Republik Indonesia nomor
7 tahun 2005 tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional
tahun 2004-2009, Bab 28, D.5, serta diterbitkannya Surat Edaran
Mendagri No.443.43/875/SJ tentang Pedoman Pelaksanaan pengobatan
Massal Filariasis dalam rangka Eliminasi Filariasis di Indonesia sebagai
pengikat komitmen bersama dari pemerintah, provinsi, dan
kabupaten/kota. (Melyanie et al, 2017)
Berdasarkan hasil penelitian Anindita et al (2016), upaya pencegahan
penyakit filariasis dengan memberikan penyuluhan, tidur dengan
menggunakan kelambu dan memakai obat gosok anti nyamuk (repellents).
Lalu, masyarakat juga dihimbau mengurangi aktifitas di luar rumah pada
malam hari dan dianjurkan menggunakan repelen atau penolak nyamuk.
(Supriyono, 2017).
Perkembangan upaya pengobatan filariasis di Indonesia sampai
dengan tahun 2016 meliputi 236 kabupaten kota endemis, masih 4
kabupaten/kota yang belum melaksanakan POPM sama sekali, dengan
demikian mereka baru melakukan POPM pada bulan Juli 2017 (Melyanie
et al, 2017). Pengobatan massal satu siklus di sentinel area infeksi
mikrofilaria memang tidak dapat memutus rantai penularan infeksi
langsung dari vektor ke hospes sehingga dibutuhkan pengobatan massal
yang kontinu untuk mengeliminasi secara komplit penularan mikrofilaria
16

(Goodman dalam Dalilah et al, 2017). Pengobatan spesifik penyakit


filariasis dengan pemberian Dietilcarbamazine (DEC) 6mg/KgBB/hari dan
diberikan dua regimen obat yaitu Albendazol 400 mg dan Ivermectin
200mg/kgBB.16 (Anindita et al, 2016). Keduanya diberikan sebagai dosis
tunggal sekali setahun selama 5 tahun berturut-turut. DEC memiliki efek
membunuh mikrofilaria, sedangkan albendazole dipakai untuk membunuh
filarial dewasa.

B. Strategi Pengendalian Nyamuk Mansonia


Program pengendalian filariasis disesuaikan berdasarkan kondisi lokal
baik sosial budaya masyarakat maupun geografis dengan tetap mengacu
pada program pemerintah.
Metode pengendalian larva nyamuk Mansonia dengan cara berikut
pengendalian hayati sebagai strategi pengendalian alternatif karena
pestisida sintetis memiliki konsekuensi kerusakan lingkungan dan
resistensi nyamuk. Bio-pestisida, tidak seperti alternatif kimiawi,
memberikan cara kerja yang lebih aman terkait dengan perlindungan
lingkungan. (Karungu et al, 2019).

Gambar 3.1 Bacillus sphaericus. (Sumber :


Krishnakumar. 2016)
17

Berdasarkan penelitian bakteri B. sphaericus merupakan bakteri


alami yang terdapat di tanah, aerob, membentuk spora, bersifat
tenthomopatogenik dan efektif membunuh larva nyamuk yang
terdapat di air. Matinya larva karena kristal spora B. sphaericus yang
berada di air tertelan larva dan masukke dalam usus, setelah kristal
spora dicernadan dipecahkan di dalam usus larva menjadi kristal
endotoksin kemudian terjadi paralisis usus sehingga menyebabkan
larva pada akhirnya mati. Bacillus sphaericus hanya benar-benar
efektif melawan pada fase larva makan, tidak berpengaruh pada pupa
dan nyamuk dewasa. (Mahdalena et al, 2019)
Metode pengendalian vector nyamuk Mansonia diantaranya
(Supriyono, 2017) (Anindita et al, 2016) :
1. Pembersihan Tempat Tinggal
Pengelolaan lingkungan di tempat larva nyamuk Mansonia
yang berfungsi sebagai tempat nyamuk mendapatkan oksigen.
Pembersihan habitat dari genangan air dan tumbuhan yang hidup
di air secara tidak langsung dapat mengurangi keberagaman
nyamuk dan memutus rantai penularan penyakit yang
ditularkannya.
2. Pengendalian dengan Kelambu
Pengendalian fisik seperti penggunaan kelambu mampu
menurunkan angka filariasis. Hal ini cara yang tepat mengingat
puncak aktivitas nyamuk terjadi pada malam sampai dini hari.
3. Perubahan Konstruksi Rumah dan Pemasangan Kawat Kasa
Cara jangka panjang yang dapat dilakukan masyarakat untuk
untuk memusnahkan tempat perkembangbiakan nyamuk.
4. Pengendalian Kimia
Itu dilakukan dalam skala terbatas dengan penyemprotan
rumah insektisida kontak sisa dan melalui formulasi insektisida
volume sangat rendah diterapkan di dalam dan di luar ruangan
18

(WHO, 1982). Karena penggunaan pestisida untuk


mengendalikan nyamuk sebenarnya bisa berdampak negatif pada
jaring makanan lahan basah dan produktivitas primer, dengan
dampak yang bertahan lebih lama daripada pengendalian nyamuk
target larva (Duguma et al, 2015 dalam Hanford, 2020; Allgeier et
al. 2019 dalam Hanford, 2020)
Metode pengendalian reservoir diantaranya diantaranya
(Supriyono, 2017), yaitu pemberian obat cacing secara berkala pada
kucing yang dipelihara dapat mencegah penularan filariasis.
Pengobatan atau pencegahan infeksi mikrofilaria cacing yang beredar di
dalam darah pada kucing dapat dilakukan dengan menggunakan
fipronil, (S)‐ methropene, eprinomectin, dan praziquantel (Knaus dalam
Supriyono et al, 2017).
BAB IV
PENUTUP

A. Simpulan
Filariasis merupakan penyakit menular menahun yang disebabkan oleh
infeksi cacing filaria yang dapat ditularkan salah satunya dengan nyamuk
Mansonia. Terdapat beragam vector filariasis di Indonesia untuk vektor
Brugia terdiri atas enam spesies Mansonia yaitu Ma. bonneae, Ma. dives, Ma.
annulata, Ma. indiana, Ma. Uniformis dan Ma. Annulifera. Yang paling
banyak ditemukan adalah Ma. Uniformis. Siklus hidup nyamuk Mansonia
merupakan metamorfosis sempurna dimana ada 4 tahapan, yaitu telur, larva,
pupa dan dewasa. Habitat nyamuk Mansonia banyak ditemukan di daerah
berawa-rawa. Larva nyamuk Mansonia mengambil oksigen melalui akar
tumbuhan air seperti tanaman Pistia stratiotes dan Echhornia crassipes.
Perilaku nyamuk Mansonia menghisap darah bervariasi setiap species, namun
berfluktuasi pada jam-jam tertentu dan umumnya menghisap darah pada
malam hari. Musim, suhu dan kelembaban merupakan faktor yang
mempengaruhi keberlangsungan nyamuk Mansonia.
Pengendalian secara larviciding merupakan pendekatan yang lebih baik
karena tahap dewasa mereka yang lebih lama. Penggunaan adulticide seperti
semprotan pada ruangan sebaiknya hanya dipertimbangkan dalam situasi
epidemi, dimana cepat dalam pengurangan nyamuk infektif. Bahkan, produk
insektisida rumah tangga terutama obat nyamuk bakar harus tergabung dalam
program pengendalian vektor. Sebagai kesimpulan, terkoordinasi dan upaya
intensif dalam penelitian kegiatan pengendalian vektor Mansonia
memanfaatkan berbagai pendekatan pengendalian (bahan kimia dan
pengurangan sumber kontak manusia-vektor reduksi) harus dilakukan. Tujuan
utamanya juga adalah memasukkan pengendalian vektor Mansonia sebagai
yang layak dan penting dalam komponen dari strategi keseluruhan untuk
pengendalian filariasis brugian.

19
20

B. Saran
1. Mahasiswa/Peneliti Lain
Masih sedikit jurnal yang membahas tentang nyamuk Mansonia
dibandingkan nyamuk Aedes aegypti yang sering dibahas di Indonesia.
Terutama keterkaitan nyamuk Mansonia yang dapat menular melalui
hewan. Tak hanya itu cara pengendalian masih perlu banyak pembuktian
efektifitasnya.
2. Masyarakat
Perlu adanya kesadaran dan keterlibatan publik dalam upaya
pengendalian vektor nyamuk. Hal ini dapat dicapai dengan membangun
kemitraan dengan pihak puskesmas terdekat untuk mendidik dan
memberdayakan penduduk pedesaan dan perkotaan tentang langkah-
langkah pengendalian nyamuk yang efektif.
3. Pemerintah
Diharapkan pemerintah mampu bekerjasama dengan pihak instansi
kesehatan untu lebih bisa menjangkau data persebaran penyakit yang
lebih luas sehingga perlu adanya kegiatan surveilans aktif terutama di
daerah yang banyak terjadi kasus filariasis.
DAFTAR PUSTAKA

Anindita et al. 2016. Filariasis: Pencegahan Terkait Faktor Risiko.


https://juke.kedokteran.unila.ac.id/index.php/majority/article/view/1029

CDC. 2018. Biology - Life Cycle of Brugia malayi.


https://www.cdc.gov/parasites/lymphaticfilariasis/biology_b_malayi.html

Dalilah et al. 2017. Identifikasi spesies nyamuk genus Mansonia dan deteksi
molekuler terhadap mikrofilaria/larva cacing Brugia malayi pada
nyamuk genus Mansonia.
https://ejournal.unsri.ac.id/index.php/jkk/article/view/6098

Foley. 2020. Mansonia titillans and Mansonia dyari (Diptera: Culicidae)


seasonal abundance and host-seeking activity patterns in Lee County,
Florida.
https://search.proquest.com/openview/4ec6d180bf2cf4789be12b1d195d4
802/1.pdf?pq-origsite=gscholar&cbl=18750&diss=y

Goodman, D.S., J.N. Orelus., J.M. Roberts., P.J. Lammie., T.G. Streit., 2003.
PCR and Mosquito Dissection as Tools to Monitor Filarial Infection
Levels following Mass treatment. Filaria journal 2:11 : 1-9.

Hanford. 2020. Aquatic Biodiversity and Mosquito Ecology in Urban Wetlands.


https://ses.library.usyd.edu.au/handle/2123/23225

Hidayati. 2018. Morfologi, Siklus Hidup dan Epidemiologi Nyamuk Mansonia


Sp. https://www.academia.edu/36672344/nyamuk_mansonia_pdf

Jaren. 2014. Identifikasi Nyamuk. https://www.slideserve.com/jaron/identifikasi-


nyamuk

Karungu et al. Mosquitoes of Etiological Concern in Kenya and Possible


Control Strategies. https://www.mdpi.com/2075-4450/10/6/173/htm

Knaus M, Chester ST, Rosentel J, Kuhnert A, Rehbein S. Efficacy of a novel


topical combination of fipronil, (S)‐metoprene, eprinomectin, and
praziquantel against larval and adult stages of the cat lungworm,
Aelurostrongylus abstrusus. 2014. J. Vet. Parasitol. 202 (1‐2):64‐8.

Krishnakumar. 2016. COMPARITIVE STUDY ON DURABILITY PROPERTIES


OF BACTERIAL CONCRETE.
https://www.researchgate.net/profile/Keerthana_Krishnakumar2 Maloha
et al. 2020. Sebaran nyamuk vektor di Betung Bedarah, Kabupaten Tebo,
Provinsi Jambi.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/MedArt/article/view/5860

Mahdalena et al. 2019. POTENSI DAN PEMANFAATAN


MIKROORGANISMEDALAM PENGENDALIAN PENYAKIT TULAR
NYAMUK.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/spirakel/article/downloa
d/1292/1376/

Maloha et al. 2020. Sebaran nyamuk vektor di Betung Bedarah, Kabupaten


Tebo, Provinsi Jambi.
https://jurnal.unimus.ac.id/index.php/MedArt/article/view/5860

Melyanie et al. 2017. Program Eliminasi Lymphatic Filariasis di Indonesia.


https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/jhecds/article/download/
1790/960

Pratiwi et al. 2018. Habitat Characterization of Mansonia spp as Filariasis


Vector in Banyuasin, South Sumatra, Indonesia.
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/edusciences/article/view/2188

Public Health Pest Control: Applicator training manual. 2001. FL DACS,


Bureau of Entomology. Jacksonville, Fl.

Rehena et al. 2020. MOSQUITO BEHAVIOR OF MANSONIA AND


ANOPHELES AND ITS RELATIONSHIP WITH THE FILARIASIS
DISEASE IN TANIWEL TIMUR DISTRICT AND TANIWEL, SERAM
BARAT REGENCY.
https://ojs3.unpatti.ac.id/index.php/edusciences/article/view/2188

Ridha. 2018. Bionomik Mansonia uniformis dan Mansonia dives sebagai Vektor
Filariasis pada Beberapa Wilayah di Kalimantan.
https://doi.org/10.22435/blb.v14i1.295

Ridha. 2018. Pengaruh Iklim Terhadap Peluang Umur Nyamuk Mansonia spp di
Daerah Endemis Filariasis di Kabupaten Kapuas.
https://ejournal.undip.ac.id/index.php/jkli/article/viewFile/17579/13926

Santosa et al. 2016. STUDI BIOEKOLOGI NYAMUK Mansonia spp VEKTOR


FILARIASIS DI KABUPATEN TANJUNG JABUNG TIMUR, PROVINSI
JAMBI. https://www.neliti.com/publications/126715/studi-bioekologi-
nyamuk-mansonia-spp-vektor-filariasis-di-kabupaten-tanjung-jabu

Supriyono. 2017. Perilaku Nyamuk Mansonia dan Potensi Reservoar dalam


Penularan Filariasis di Desa Gulinggang Kabupaten Balangan Provinsi
Kalimantan Selatan.
https://ejournal2.litbang.kemkes.go.id/index.php/aspirator/article/view/10
41

WHO. 2020. Lymphatic filariasis. https://www.who.int/news-room/fact-


sheets/detail/lymphatic-
filariasis#:~:text=Lymphatic%20filariasis%2C%20commonly%20known
%20as,damage%20to%20the%20lymphatic%20system.

Verdonschot et al, 2014. Flight distance of mosquitoes (Culicidae): A metadata


analysis to support the management of barrier zones around rewetted
and newly constructed wetlands.
https://doi.org/10.1016/j.limno.2013.11.002

WHO. 1982. MANUAL ON ENVIRONMENTAL MANAGEMENT FOR


MOSQUITO CONTROL.
https://apps.who.int/iris/bitstream/handle/10665/37329/9241700661_eng.
pdf;sequence=1

Yamin. 2019. DETERMINAN FILARIASIS.


https://books.google.co.id/books?hl=en&lr=&id=SCKMDwAAQBAJ&o
i=fnd&pg=PR3&dq=pengendalian+nyamuk+mansonia&ots=CEMdUwb
dVw&sig=GvRasARC6UQmTSw-
KUfgJeGcrNk&redir_esc=y#v=onepage&q&f=false

Anda mungkin juga menyukai