Anda di halaman 1dari 33

TUGAS ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN

“VEKTOR DAN RODEN ”

Disusun Oleh :
Kelompok E

Apik Mila Sari 101511535016


Siti Mufaidah 101511535017
Nur Azizatul Ikrima 101511535021
Fairuz Iman Haritsah. 101511535034
Reynaldy Bimatara 101511535032

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT


PSDKU UNIVERSITAS AIRLANGGA
BANYUWANGI
2018

1
Daftar Isi
Cover........................................................................................................................1
BAB I PENDAHULUAN........................................................................................3
1.1. Latar Belakang .............................................................................................3
1.2 Rumusan Masalah…………………………………………………………..4
1.3. Tujuan ..........................................................................................................4
1.4 Manfaat……………………………………………………………………..4
BAB II TINJAUAN PUSTAKA…………………………………………………..5
2.1. Pengertian Vektor…………………………………………………………..5
2.2 pengertian Rodent..........................................................................................6
2.3. Identifikasi, Sifat dan Perilaku Vektor dan Rodent......................................6
BAB III PEMBAHASAN .......................................................................................9
3.1. Penyakit Yang disebabkan oleh Vektor penyakit dan Rodent.....................9
3.2. Pengendalian vektor penyakit dan Rodent..................................................11
3.3.Pentingnya pengendalian vektor dan pes dalam bencana dan keadaan

darurat………………………………………………………………………....18
3.4. Penilaian......................................................................................................19
3.5. Pengendalian penyakit dan Gangguan........................................................20
3.6. Tindakan Pengendalian yang ada................................................................21
3.7. Pengelolaan lingkungan untuk pengendalian vektor dan hama..................25
3.7. Perlindungan Hygiene Personal..................................................................28
BAB IV KESIMPULAN DAN SARAN
3.2. Kesimpulan.................................................................................................32
3.2. Saran............................................................................................................32
DAFTAR PUSTAKA……………………………………………………………33

2
BAB I
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia nomor 24 Tahun 2007


tentang Penanggulangan Bencana, bencana adalah peristiwa atau rangkaian
peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan
masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam
maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa
manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
Paska bencana biasanya warga yang menjadi korban sangat rentan
terhadap berbagai masalah kesehatan, terutama penyakit menular.
Penyakit tersebut dapat tersebar melalui berbagai macam cara seperti
sesaat bencana. Hal ini terjadi karena situasi yang tidak memungkinkan
masyarakat untuk menjaga kebersihan lingkungannya.

Salah satu penyebab masalah kesehatan adalah dikarenakan pes dan


vektor. Program pengendalian untuk penyakit yang diakibatkan pes dan vektor
perlu digencarkan selama periode darurat dan rehabilitasi, khususnya
diwilayah penyakit yang bersifat endemis. Adapun beberapa penyakit yang
dikarenakan vektor biasanya terjadi pada bencana banjir seperti leptospirosis,
demam gigitan tikus, tifus, dan pes. Di daerah yang terkena banjir tikus akan
mencari tempat persembunyian yang kering dan meninggalkan tempat
persembunyiannya yang lama. Kondisi yang tidak segera dikendalikan seperti
terdapatnya bangkai binatang ataupun manusia maupun limbah orgnaik lain
akan menjadi makanan dan tempat perkembangbiakan vektor.

Pengendalian vektor perlu dilakukan saat bencana terjadi. Menurut


peraturan menteri kesehatan Republik Indonesia no. 374 tahun 2010 tentang
pengendalian vektor, Pengendalian vektor adalah semua kegiatan atau
tindakan yang ditujukan untuk menurunkan populasi vektor serendah mungkin
sehingga keberadaannya tidak lagi berisiko untuk terjadinya penularan
penyakit tular vektor di suatu wilayah atau menghindari kontak masyarakat
dengan vektor sehingga penularan penyakit tular vektor dapat dicegah.

3
1.2. RUMUSAN MASALAH

a. Apa yang di maksud dengan vector dan rodent ?


b. Apa saja penyakit yang di sebabkan oleh vector dan rodent ?
c. Bagaimana cara pengendalian vektor dan roden di area bencana ?
1.3. TUJUAN
a. Untuk mengetahui apa yang di maksud dengan vektor dan roden
b. Untuk mengetahui apa saja penyakit yang disebabkan oleh vektor dan
rodent
c. Untuk mengetahui cara pengendalian vektor dan roden di area
bencana.

4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Pengertian vektor

Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi


menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain.
Berbagai jenis nyamuk, sebagai contoh, berperan sebagai vektor penyakit
malaria yang mematikan.Pengertian tradisional dalam kedokteran ini sering
disebut "vektor biologi" dalam epidemiologi dan pembicaraan umum.Vektor
adalah arthtopoda yang dapat memindahkan atau menularkan sesuatu.
Infectious agent dari sumber infeksi kepada induk semang yang rentan
(suspectible host).

Vektor dapat menyebarkan agen dari manusia atau hewan


yangterinfeksi ke manusia atau hewan lain yang rentan melalui kotoran,
gigitan, dancairan tubuhnya, atau secara tidak langsung melalui kontaminasi
pada makanan.Vektor dapat memindahkan atau menularkan agent penyakit
yang berada didalam atau pun yang menempel dan terdapat di bagian luar
tubuh vektor tersebut. Suatu makhluk hidup terutama manusia dapat tertular
penyakit melalui vector yang membawa agent penyakit, misalnya dengan
menggigit dan menghisap darahdari orang yang sakit lalu kepada orang yang
rentan, sehingga ia pun dapat tertulardan menjadi sakit. Mekanisme penularan
penyakit oleh vektor terbagi menjadi dua macam, yaitupenularan penyakit
melalui vektor secara mekanik dan penularan penyakit melaluivektor secara
biologis.

1. Penularan Mekanik

Penularan mekanik berlangsung karena kuman penyakit terbawa


denganperantaraan alat-alat tubuh vektor.Kuman penyakit dalam tubuh
seranggatidak bertambah banyak ataupun berubah bentuk.Pada penularan
penyakitmelalui vektor secara mekanik, maka agen dapat berasal dari
tinja, urinemaupun sputum penderita hanya melekat pada bagian tubuh

5
vektor dankemudian dapat dipindahkan pada makanan atau minuman
pada waktu hinggap/menyerap makanan tersebut. Contoh :
a) Lalat Tabanus melalui probosisnya menularkan basil Anthrax
danTrypanosoma evansi
b) Lalat rumah (Musca domestica) dengan perantara kaki dan
badannya,mularkan telur cacing dan bakteri
2. Penularan Biologis
Penularan biologis berlangsung dengan bertindak sebagai tuan
rumah (host), berarti adanya kelanjutan hidup kuman penyakit yang
dipindahkan.Penularan penyakit melalui vektor secara biologis, agen
harus masuk kedalam tubuh vektor melalui gigitan ataupun melalui
keturunannya. Selamadalam tubuh vektor, agen berkembang biak atau
hanya mengalamiperubahan morfologis saja, sampai pada akhirnya
menjadi bentuk yang infektif melalui gigitan, tinja atau cara lain untuk
berpindah ke pejamupotensial. Pada penularan penyakit melalui vektor
secara biologis,perubahan bentuk atau perkembangbiakan agen
dibedakan sebagai berikut:

a. Propagative transmission

Agen berkembang biak di dalam tubuh vektor tanpa


mengalamiperubahan stadium. Contoh :Yersinia pestis (agen pes)
di dalam tubuh pinjal (flea) Xenopsyllacheopis. Pinjal sebagai
vektor bisa mati oleh Yersinia pestis.

b. Cyclo propagative transmission

Agen mengalami perubahan stadium dan perkembangbiakan


didalam tubuh vector. Contoh :Plasmodium (agen malaria) di
dalam tubuh nyamuk Anopheles.

c. Cyclo developmental transmission

Agen mengalami perubahan stadium hingga mencapai


stadiuminfektif di dalam tubuh vektor tetapi tidak
mengalamiperkembangbiakan.Contoh :Cacing filaria di dalam

6
tubuh nyamuk dengan genus Mansonia danAnopheles, serta
spesies nyamuk Culex quinquefasciatus.

d. Transovarian/Hereditary (keturunan)

Generasi yang terkena infeksi tidak menularkan penyakit


padamanusia, tetapi menularkan pada anaknya.Penularan terjadi
melalui generasi berikutnya. Contoh: Penyakit Scrub thypus yang
disebabkan oleh Ricketsiatsutsugamushi dari tikus Trombicula
akamushi (sejenis tungau ataumites).

2.2 Pengertian Rodent

Rodent adalah hewan pengerat yang memiliki gigi depan yang selalu tumbuh
dan biasanya pada manusia bias menyebabkan penyakit dan dapat digunakan
sebgai hewan percobaan. Tikus adalah suatu jenis binatang pengerat yang
perkembangbiakannya sangat cepat dan sering merugikan manusia karena dalam
kehidupan sehari - harinya tikus sering merusak bahan makanan dan peralatan
manusia baik di rumah, kantor, gudang, dsb. Tikus juga merusak kabel sehingga
dapat menyebabkan terjadinya hubungan pendek yang bisa mengakibatkan
terjadinya kebakaran. Selain itu tikus juga dapat menjadi penular penyakit seperti
pes, leptospirosis bagi manusia. Oleh karena itu pengendalian tikus merupakan
sesuatu hal yang penting dan perlu dilakukan agar tidak menimbulkan penyakit
pada seseorang.

2.3 Identifikasi, Sifat dan Perilaku Vektor dan Rodent

a. Nyamuk

Nyamuk sejak telur hingga menjadi nyamuk dewasa, sama dengan


serangga yang mengalami tingkatan (stadia) yang berbeda-beda. Dalam siklus
hidup nyamuk terdapat 4 stadia dengan 3 stadium berkembang di dalam air
dari satu stadium hidup dialam bebas. Nyamuk jantan dan betina dewasa
perbandingan 1 : 1, nyamuk jantan keluar terlebih dahulu dari kepompong,
baru disusul nyamuk betina, dan nyamuk jantan tersebut akan tetap tinggal di
dekat sarang, sampai nyakum betina keluar dari kepompong, setelah jenis
betina keluar, maka nyamuk jantan akan langsung mengawini betina sebelum

7
mencari darah. Selama hidupnya nyamuk betina hanya sekali kawin. Dalam
perkembangan telur tergantung kepada beberapa faktor antara lain temperatur
dan kelembaban serta species dari nyamuk. Nyamuk biasanya meletakkan
telur di tempat yang berair, pada tempat yang keberadaannya kering telur akan
rusak dan mati. Kebiasaan meletakkan telur dari nyamuk berbeda – beda
tergantung dari jenisnya. Dalam perkembang biakan nyamuk selalu
memerlukan tiga macam tempat yaitu tempat berkembang biak (breeding
places), tempat untuk mendapatkan umpan/darah (feeding places) dan tempat
untuk beristirahat (reesting palces). Nyamuk mempunyai tipe breeding palces
yang berlainan seperti culex dapat berkembang di sembarangan tempat air,
sedangkan Aedes hanya dapat berkembang biak di air yang cukup bersih dan
tidak beralaskan tanah langsung, mansonia senang berkembang biak di kolam
– kolam, rawa – rawa, danau yang banyak tanaman airnya dan Anopeheles
bermacam breeding placec. Waktu keaktifan mencari darah dari masing –
masing nyamuk berbeda – beda, nyamuk yang aktif pada malam hari
menggigit, adalah anopheles dan colex sedangkan nyamuk yang aktif pada
siang hari menggigit yaitu Aedes. Khusus untuk anopheles, nyamuk ini bila
menggigit mempunyai perilaku bila siap menggigit langsung keluar rumah.
Pada umumnya nyamuk yang menghisap darah adalah nyamuk betina.

b. Lalat

Lalat merupakan kelas insekta dari diptera, yang terpenting adalah


golongan Clyptrata muscodiae bagian dari super family muscodiae. Genus
musca yang penting diketahui adalah spesies yang sering terdapat di sekitar
rumah dan di dalam rumah, adapun tanda-tanda dari lalat rumah (musca
domestica) tubuh berwarna coklat dan kehitam-hitaman, pada thorax terdapat
4 garis hitam dan 1 garis hitam medial pada abdomen punggung, vein ke
empat dari sayap berbentuk sudut, antena mempunyai 3 segmen, mata
terpisah, methamorphosenya sempurna serta tubuh lalat jantan lebih kecil
dari tubuh lalat betina. Lalat memiliki bentuk telur lonjong berwarna putih,
lalat betina sekali bertelur 100 – 200 telur, stadium lamanya menetas 12 – 24
jam dipengaruhi suhu lingkungan. Dari stadium telur sampai dewasa lamanya
sampai 8 – 20 hari, temperatur optimum untuk kehidupan lalat 24°C – 32°C.

8
Tanpa air lalat akan dapat bertahan hidup sampai ± 48 jam. Tempat
yang disenangi lalat untuk berkembang biak umumnya pada sampah – sapah
basah, kotoran manusia, binatang dan tumbuh – tumbuhan yang membusuk.

c. Tikus

Untuk dapat mengenal tikus dalam arti sesungguhnya (family muridae)


dapat dilakukan dengan indentifikasi morfologi yang menyolok pada jenis
tikus, memperhatikan lingkungan hidupnya serta penelusuran secara
deskripsi. Tikus mempunyai penglihatan yang buruk tetapi mempunyai panca
indera seperti penciuman yang tajam, meraba, mendengar. Pada malam hari
tikus bergerak di pandu oleh rambut, kumis yang panjang peka terhadap
sentuhan. Tikus senang dengan bau harum, khususnya yang berasal dari
makanan manusia. Kebiasaan waktu makan adalah pada malam hari, tikus
tidak seang di tempat – tempat yang ramai misalnya gaduh oleh suara mesin
melainkan senang di tempat – tempat penyimpanan makanan. Kesukaan
mencari makan adalah seperti di tempat sampah, lemari, selokan dan dapur.
Umur hidup seekor tikus rata – rata mencapai 1 tahun dan pembiakan cepat
terjadi selama musim hujan, apabila terdapat banyak makanan dan tempat
untuk berlindung.

9
BAB III
PEMBAHASAN
3.1 Penyakit Yang Disebabkan Oleh Vektor Penyakit

a. Nyamuk (Mosquito)

Nyamuk adalah vektor mekanis atau vektor siklik penyakit pada manusia
dan hewan yang disebabkan oleh parasit dan virus, nyamuk dari genus
Psorophora dan Janthinosoma yang terbang dan menggigit pada siang hari,
membawa telur dari lalat Dermatobia hominis dan menyebabkan myiasis
pada kulit manusia atau ke mamalia lain. Species yang merupakan vektor
penting penyebab penyakit pada manusia antara lain penyakit.

1). Malaria

Vektor siklik satu-satunya dari malaria pada manusia dan malaria


kera adalah nyamuk Anopheles, sedangkan nyamuk Anopheles dan Culex
keduaduanya dapat menyebabkan malaria pada burung. Secara praktis
tiap species Anopheles dapat diinfeksi secara eksperimen, tetapi banyak
species bukan vektor alami.Sekitar 110 species pernah dihubungkan
dengan penularan malaria, diantaranya 50 species penting terdapat
dimana-mana atau setempat yang dapat menularkan penyakit malaria.

Sifat suatu species yang dapat menularkan penyakit ditentukan oleh


adanya di dalam atau di dekat tempat hidup manusia, Lebih menyukai
darah manusia dari pada darah hewan, walaupun bila hewan hanya
sedikit, Lingkungan yang menguntungkan perkembangan dan
memberikan jangka hidup cukup lama pada Plasmodium untuk
menyelesaikan siklus hidupnya dan Kerentanan fisiologi nyamuk
terhadap parasit. Untuk menentukan apakah suatu species adalah suatu
vektor yang sesuai, maka dapat dicatat persentase nyamuk yang kena
infeksi setelah menghisap darah penderita malaria, prnentuan suatu
species nyamuk sebagai vektor dapat dipastikan dengan melihat daftar
index infeksi alami, biasanya sekitar 1-5%, pada nyamuk betina yang
dikumpulkan dari rumah-rumah di daerah yang diserang malaria.

10
2) Filariasis

Nyamuk Culex adalah vektor dari penyakit filariasis Wuchereria


bancrofti dan Brugia malayi.Banyak species Anopheles, Aedes, Culex dan
Mansonia, tetapi kebanyakan dari species ini tidak penting sebagai vektor
alami. Di daerah tropis dan subtropis, Culex quinquefasciatus (fatigans),
nyamuk penggigit di lingkungan rumah dan kota, yang berkembang biak
dalam air setengah kotor sekitar tempat tinggal manusia, adalah vektor
umum dari filariasis bancrofti yang mempunyai periodisitas nokturnal.
Aedes polynesiensis adalah vektor umum filariasis bancrofti yang non
periodisitas di beberapa kepulauan Pasifik Selatan . Nyamuk ini hidup
diluar kota di semak-semak (tidak pernah dalam rumah) dan berkembang
biak di dalam tempurung kelapa dan lubang pohon, mengisap darah dari
binatang peliharaan mamalia dan unggas, tetapi lebih menyukai darah
manusia.

3). Demam Kuning

Demam kuning (Yellow Fever) penyakit virus yang mempunyai


angka kematian tinggi, telah menyebar dari tempat asalnya dari Afrika
Barat ke daerah tropis dan subtropis lainnya di dunia, Nyamuk yang
menggigit pada penderita dalam waktu tiga hari pertama masa sakitnya
akan menjadi infektif selama hidupnya setelah virusnya menjalani masa
multifikasi selama 12 hari. Vektor penyakit ini adalah species nyamuk dari
genus Aedes dan Haemagogus, Aedes aegypti adalah vektor utama demam
kuning epidemik, hidup disekitar daerah perumahan, berkembang biak
dalam berbagai macam tempat penampungan air sekitar rumah, larva
tumbuh subur sebagai pemakan zat organik yang terdapat didasar
penampungan air bersih (bottom feeders) atau air kotor yang mengandung
zat organik.

4). Dengue Hemorrhagic Fever

Adalah penykit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah


tropis dan subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik.Virus

11
membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi
infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A.
aegypti.Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi
sepanjang tahun terutama pada saat musim penghujan

5). Encephalitis Virus

Adalah penyakit endemik yang disebabkan oleh virus di daerah


tropis dan subtropis yang kadang-kadang menjadi epidemik.Virus
membutuhkan masa multifikasi selama 8-10 hari sebelum nyamuk menjadi
infektif, khususnya ditularkan oleh species Aedes, terutama A. aegypti.
Penyakit ini merupakan penyakit endemis di Indonesia dan terjadi
sepanjang tahun terutama pada saat musim penghujan.

6). Lalat Pasir (Sandfly)

Lalat pasir ialah vektor penyakit leishmaniasis, demam papataci dan


bartonellosisi.Leishmania donovani, penyebab Kala azar; L. tropica,
penyebab oriental sore; dan L. braziliensis, penyebab leishmaniasis
Amerika, ditularkan oleh Phlebotomus. Demam papataci atau demam
phlebotomus, penyakit yang disebabkan oleh virus banyak terdapat di
daerah Mediterania dan Asia Selatan, terutama ditularkan oleh P. papatsii,
yang menjadi infektif setelah masa perkembangan virus selama 7-10 hari.
Bartonellosis juga terdapat di Amerika Selatan bagian Barat Laut sebagai
demam akut penyakit Carrion dan sebagai keadaan kronis berupa
granulema verrucosa.Basil penyebab adalah Bartonella bacilliformis,
ditularkan oleh lalat pasir yang hidup di daerah pegunungan Andes.

7). Lalat Tsetse (Tsetse Flies)

Lalat tsetse adalah vektor penting penyakit trypanosomiasis pada


manusia dan hewan peliharaan.Paling sedikit ada tujuh species sebagai
vektor infeksi trypanosoma pada hewan peliharaan, species Trypanosoma
rhodesiense yang menjadi, penyebab trypanosomiasis, adalah Glossina
morsitans, G. swynnertoni, dan G. Pallidipes.Vektor utama .pada Penyakit

12
Tidur (Sleeping Sickness) di Gambia adalah species G. palpalis fuscipes
dan pada daerah - daerah tertentu adalah species G. tachhinoides.

8). Lalat Hitam (Blackflies)

Adalah vektor penyakit Oncheocerciasis Di Afrika adalah species


Simulium damnosum dan S. neavei dan di Amerika adalah S. metallicum,
S. ochraceum dan S. callidum. Species lain mungkin adalah vektor yang
tidak penting dan menularkan onchocerciasis pada ternak dan penyakit
protozoa pada burung.

9). Tuma Kepala, Tuma badan, dan Tuma Kemaluan (Head Lice, Body Lice,
and Crab Lice)

Tuma badan adalah vektor epidemic typhus, epidemic relapsing fever


di Eropa dan Amerika Latin,.Tuma mendapat infeksi dari Reckettsia
prowazeki, bila menghisap darah penderita. Rickettsia berkembang biak
dalam epitel lambung tengah tuma dan dikeluarkan bersama tinja. Tuma
tetap infektif selama hidupnya;. Manusia biasanya mendapat infeksi karena
kontaminasi pada luka gigitan, kulit yang lecet atau mukosa dengan tinja
atau badan tuma yang terkoyak Bila oleh spirochaeta Borrelia recurrentis,
penyebab epidemic relapsing fever di Eropa, spirochaeta akan berkembang
biak di seluruh tubuh tuma, yang tetap infektif selama hidupnya,. Demam
parit, suatu penyakit yang disebabkan oleh Rickettsia juga ditularkan oleh
tuma tetapi tidak fatal, pernah berjangkit sebagai penyakit epidemik selama
Peran Dunia pertama dan kemudian menjadi endemik di Eropa dan Mexico.

10). Reduviid Bugs (Kissing Bugs)

Berbagai species reduviid adalah vektor penting dari pada


Trypanosoma cruzi, penyebab penyakit Chagas dan T. Rangeli tetapi
ternyata Trypanosoma cruzi tidak patogen bagi manusia.Kebanyakan
reduviid mampu menularkan jpenyaakit, tetapi hanya beberapa species saja
yang merupakan vektor yang efektif Vektor yang paling penting adalah
Triatoma infestans, Panstrongylus megistus dan Rhodnius prolixus.

3.2 Pengendalian Vektor Penyakit dan Rodent Secara Umum

13
Pengendalian vektor dapat dilakukan dengan pengelolaan lingkungan
secara fisik atau mekanis, penggunaan agen biotik kimiawi, baik terhadap vektor
maupun tempat perkembangbiakannya dan atau perubahan perilaku masyarakat
serta dapat mempertahankan dan mengembangkan kearifan lokal sebagai
alternative. Beberapa faktor yang menyebabkan tingginya angka kesakitan
penyakit bersumber binatang antara lain adanya perubahan iklim, keadaan social-
ekonomi dan perilaku masyarakat. Perubahan iklim dapat meningkatkan risiko
kejadian penyakit tular vektor.Faktor risiko lainnya adalah keadaan rumah dan
sanitasi yang buruk, pelayanan kesehatan yang belum memadai, perpindahan
penduduk yang non imun ke daerah endemis.

Masalah yang di hadapi dalam pengendalian vektor di Indonesia antara lain


kondisi geografis dan demografi yang memungkinkan adanya keragaman vektor,
belum teridentifikasinya spesies vektor ( pemetaan sebaran vektor) di semua
wilayah endemis, belum lengkapnya peraturan penggunaan pestisida dalam
pengendalian vektor, peningkatan populasi resisten beberapa vektor terhadap
pestisida tertentu, keterbatasan sumberdaya baik tenaga, logistik maupun biaya
operasional dan kurangnya keterpaduan dalam pengendalian vektor.

Dalarn pengendalian vektor tidaklah mungkin dapat dilakukan pembasmian


sampai tuntas, yang mungkin dan dapat dilakukan adalah usaha mengurangi dan
menurunkan populasi kesatu tingkat yang tidak membahayakan kehidupan
manusia.Namun hendaknya dapat diusahakan agar segala kegiatan dalam rangka
menurunkan populasi vektor dapat mencapai hasil yang baik.Untuk itu perlu
diterapkan teknologi yang sesuai, bahkan teknologi sederhana pun yang penting di
dasarkan prinsip dan konsep yang benar. Ada beberapa carapengendalian vector
penyakit yaitu:

a). Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)

Mengingat keberadaan vektor dipengaruhi oleh lingkungan fisik, biologis


dan social budaya, maka pengendaliannya tidak hanya menjadi tanggung
jawab sector kesehatan saja tetapi memerlukan kerjasama lintas sector dan
program. Pengendalian vektor dilakukan dengan memakai metode
pengendalian vektor terpadu yang merupakan suatu pendekatan yang

14
menggunakan kombinasi beberapa metoda pengendalian vektor yang
dilakukan berdasarkan pertimbangan keamanan, rasionalitas, efektifitas
pelaksanaannya serta dengan mempertim bangkan kesinam bungannya.

b). Pengendalian Rodent

Banyak metode yang digunakan dalam mengendalikan tikus,pengendalian


terpadu hama tikus dapat dilakukan 4 tahap yaitu :

1. Inspeksi tikus dan initial survey

Inspeksi tikus sangat penting dilakukan sebelum dilaksanakan


program pengendalian tikus, inspeksi yang baik akan memberikan
hasil maksimal dalam pengendalian. Initial Survey, ditujukan untuk
menentukan kondisi awal atau tingkat serangan dan kerusakan yang
ditimbulkan oleh tikus sebelum dilakukan program pengendalian
tikus.

2. Sanitasi.

Sanitasi sangat diperlukan dalam upaya suksesnya program


pengendalian hama tikus. Untuk mendapatkan hasil sanitasi yang
baik, kami akan membuatkan beberapa rekomendasi mengenai
pengelolaan sampah, menjaga kebersihan area, sistem tata letak
barang digudang dengan susunan berjarak dari dinding dan tertata
diatas palet, dll.Tikus menyukai tempat-tempat yang kotor dan
lembab. Melakukan sanitasi berarti menghilangkan tempat
beristirahat, bersembunyi, berteduh dan berkembang biak bagi tikus,
disamping juga menghilangkan makanan tikus.

3. Rat proofing.

Untuk mengendalikan tikus disuatu lokasi diupayakan agar lokasi


tersebut tertutup dari celah yang memungkinkan tikus masuk dari
luar. Tikus dapat leluasa masuk lewat bawah pintu yang renggang,
lewat lubang pembuangan air yang tidak tertutup kawat kasa, lewat

15
shaft yang tidak bersekat atau lewat jalur kabel telepon dan listrik
dari bangunan yang tersambung disekitarnya.

4. Rodent killing (trapping program dan rodentisida program).

Pengendalian tikus dilakukan dengan 2 cara yaitu dengan cara non


kimia dan cara kimia.

a) Pengendalian non kimia. Pada pengendalian non kimia cara


yang dilakukan adalah Trapping.Trapping adalah cara yang
paling efektif untuk mengendalikan tikus yaitu dengan
membuat kandang yang diletakkan di tempat yang biasanya
dilewati oleh tikus sehingga tikus bisa masuk dan
terperangkap di tempat tersebut.Kelebihan menggunakan
metode trapping. Sangat aman karena tidak mengandung
racun seperti halnya umpan, Cepat mendatangkan hasil dan
Manghindari tersebarnya bangkai tikus yang sangat sulit
ditemukan dan menimbulkan bau yang sangat menyengat.

b) Pengendalian kimia.

Poisoning dimaksudkan sebagai peracunan tikus melalui


umpan makanan beracun. Keberhasilan poisoning ini
tergantung pada bagaimana usaha agar tikus memilih dan
menyukai umpan makanan yang dipasang dan tidak memilih
atau menyukai makanan lain yang ada disekitarnya.Umpan
makanan haruslah yang preference bagi tikus dan
pemasangannya ditempat yang tempatnya mudah didapatkan
oleh tikus. Rodentisida adalah bahan kimia yang digunakan
untuk mengendalikan tikus,rodentisida yang digunakan
adalah rodentisida antikoagulan yang mempunyai sifat
sebagai berikut :Tidak berbau dan tidak berasa, Slow acting
yaitu membunuh tikus secara perlahan-lahan,tikus baru m ati
setelah memakan beberapa kali, Tidak menyebabkan tikus
jera umpan, Memetikan tikus dengan merusak mekanisme

16
pembekuan darah Jenis bahan aktif rodentisida adalah
boadfakum, kumatetralil atau bromadiolone.Sedangkan untuk
area khusus yang sangat sensitive dan memerlukan perlakuan
khusus akan dilakukan pengumpanan dengan lem tikus.
Kombinasi beberapa metode akan memberikan hasil yang
lbih baik dari pada hanya menggunakan satu macam metode
yang digumnakan sesuai dengan sasaran dan kondisi
lingkungan.

Dengan menggunakan sistem peracunan dengan


rodentisida anti coagulant. Berdasarkan cara kerja bahan aktif
rodentisida, termasuk racun kronis. Rodentisida atau anti
coagulant beraksi dalam pembekuan darah merah, setelah
tikus memakan racun ini menjadi lemah dan mengalami
pendarahan, tiga hari kemudian sifat rakus tikus akan
berkurang dan tikus akan mati. Untuk memastikan tikus mati
diperlukan waktu 4 - 7 hari, dengan dosis 0,005 % dan
dengan pemasangan umpan yang tidak menimbulkan
kecurigaan dan pencemaran lingkungan serta relatif aman
terhadap hewan bukan sasaran dan aman bagi manusia.

Teknik kerjanya yaitu pemasangan umpan secara total


dilakukan 1 bulan sekali dan pengecekan atau penambahan
setiap saat sesuai kebutuhan.Adapun teknik kerjanya adalah
sebagai berikut: Pemasangan kotak-kotak umpan pada
seluruh ruangan,terutama dinding,bawah rak,lemari,dan
tempat-tempat yang memungkinkan jalannya tikus dan
dipandang aman, Pemasangan kotak -kotak umpan di atas
plafon yang dipandang perlu, Pemasangan kotak umpan di
sekeliling luar bangunan dan Pencarian / pengambilan
bangkai dan pengamanannya.

Agar memperoleh hasil pengendalian yang baik


dianjurkan agar setiap 1 bulan dilakukan service ulang untuk

17
mencegah terjadinya gangguan tikus yang datang dari luar
atau tikus - tikus yang pada gebrakan pertama masih bayi dan
tidak terperangkap papan lem.

3.3 Pentingnya pengendalian vektor dan pes dalam bencana dan keadaan
darurat
Beberapa bencana memberikan peluang peningkatan populasi vektor
atau gangguan, biasanya serangga atau roden. Banjir dapat menciptakan
area baru bagi perkembangbiakan nyamuk utamanya pada sisa-sia
bencana dan genangan air. Kerusakan umum sanitasi dapat
meningkatkan perkembangan jumlah lalat dan roden. Orang-oang
yang tinggal di rumah yang rusak sebagian atau pengungsian
sederhana dapat kehilangan perlindungan yang diberikan pada
rumah secara normal, seperti kelambu atau jendela dengan
penghalang.
Bahaya infeksi serius dapat muncul ketika migrasi besar-besaran
membawa orang-orang dari asal berbeda tinggal bersama di tempat
penampungan sementara yang telah terinfeksi vektor penyakit. Dalam kondisi
seperti itu, orang yang cenderung memiliki imun karier terhadap parasite akan
dapat memulai penyebaran penyakit kepada orang dengan imun lemah. Contoh
kejadian luar biasa yang dapat terjadi di situasi tersebut adalah malaria
(ditularkan oleh nyamuk Anopheles), tifus (ditularkan oleh caplak) dan
demam berdarah (ditularkan oleh nyamuk Aedes).
Malaria adalah salah satu dari lima penyakit utama yang
menyebabkan kematian pada kondisi keadaan darurat, dan di wilayah
endemik, pengendaliannya merupakan salah satu prioritas utama kesehatan.
The implica- tion lalat pada penularan penyakit diare menciptakan
beberapa perdebatan, namun pengendalian lalat kemungkinan
memiliki dampak positif kesehatan pada kondisi pasca-bencana,
khususnya ketika kondisi sanitasi buruk dan prevalensi diare,
disentri Shigella , atau tifus tinggi. Vektor lain menjadi penting pada lokasi
spesifik, tergantung prevalensi vektor dan penyakit dan penyakit yang terjadi sebelum
bencana dan kerentanan populasi.

18
Selain bahaya penyakit oleh spesies vektor, banyak serangga dan
artropoda lain yang dapat menjadi gangguan utama dalam bencana. Dampak
gangguan dapat menambah ketidakstabilan psikososial dan stress yang
biasanya diderita korban. Keberadaan bahan organik yang kaya air dapat
menghasilkan sejumlah besar pengusir hama penggigit (Culicoides spp.) yang
tidak menularkan penyakit apapun tapi menyebabkan gangguan ekstrim dan sering memicu
reaksi alergi pada orang yang sensitive. Beberapa jenis nyamuk dapat juga menjadi
gangguan besar tanpa memberikan risiko terhadap kesehatan secara
langsung. Di sisi lain, beberapa vektor penyakit yang paling serius hamper
tidak dianggap sebagai gangguan di banyak tempat karena gigitan mereka
hamper tidak menimbulkan nyeri (misalnya nyamuk anopheles, vektor
malaria).
Ketika hewan liar atau peliharaan mati karena bencana, ektoparasit,
seperti kutu, hama, caplak, dan pinjal dapat menyerang masyarakat dan
menciptakan resiko tambahan serius mengenai penyakit zoonosis yang
ditularkan lewat vektor. Risiko penyakit akibat vektor lainnya dapat
timbul ketika pengungsi memasuki wilayah yang sebelumnya hanya
ditempati oleh stwa liar dan parasite yang menyertainya. Contoh
penyakit yang mungkin muncul adalah pes (dari tikus) dan Lyme disease
(dari kutu). Ketika penanganan terhadap organisme tersebut dipertimbangkan
untuk dilakukan selama bencana, maka perlu pengendalian penyakit dan
pengendalian gangguan harus dibedakan. Vektor yang dapat muncul pada
pengungsian dan penyakit yang dibawa ditunjukkan pada tabel berikut.

Vektor dan penyakit yang dapat muncul di pengungsian


Vektor Penyakit utama

Nyamuk Malaria, yellow fever, DBD, encephalitis, filariasis.

Lalat Diare, disentri, konjungtivitis, demam tifus, trakoma.

Kecoak Diare, disentri, salmonellosis, kolera.

Caplak Tifus endemik, pediculosis, demam, i r i t a s i k u l i t .

Kutu busuk Radang kulit parah.

Triatomid Penyakit Chagas.


bugs kutu
Demam Rickettsial, tularemia, demam kambuh, encefalitis, borreliosis.
Roden (tikus) C a c a r Rickettsial, tifuss.
3.4 Penilaian
Roden (fleas)
Pes Bubonic, t i f u s e n d e m i k .
Roden
Rat bite fever, leptospirosis, salmonellosis, melioidosis. 19
Pada fase awal respon keadaan darurat kegawat daruratan, dan pada
perencanaan pengungsian, penilaian tentang risiko penyakit karena vektor
dan harus dilakukan pest gangguan, dan the scope for their control
menggunakan teknik yang tersedia. Tindakan khusus untuk
pengendalian vektor dan hama gangguan (berbeda dari tindakan kesehatan
lingkungan secara umum, seperti pembuangan air limbah dan pembuangan kotoran)
bisa jadi mahal dan memakan banyak waktu, jadi penting untuk diketahui
bahwa tindakan tersebut baik digunakan dalam keadaan darurat, ketika ada
banyak prioritas lainnya yang menuntut untuk dilakukan. Ada tiga hal yang
harus dinilai untuk memperkuat kegiatan utama pengelolaan lingkungan,
yaitu fungsi keberadaan vektor, prevalensi organisme penyakit, dan
kerentanan populasi. Penilaian risiko dan pola penyakit yang
ditularkan melalui vektor memerlukan keahlian khusus dan
kerjasama antara sector kesehatan, sanitasi dan penyedia air, serta
perencana dan pemilih lokasi pengungsian.
3.5 Pengendalian penyakit dan gangguan
3.5.1 Pengendalian penyakit

Pengendalian penyakit akibat vektor dapat dicapai dengan


berbagai cara. Dalam keadaan darurat, berikut urutan
prioritas yang harus dilakukan. Diagnosis and treatment.
1. Pengendalian vektor
2. Higiene lingkungan
3. Perlindungan personal
3.5.2 Pengendalian gangguan

Dalam keadaan darurat, pengendalian gangguan tidak akan


menjadi prioritas paling penting., sehingga penggunaa pestisida
jarang dibenarkan. Langkah yang harus diambil harus mengarah
pada perbaikan lingkungan jangka menengah dan jangka panjang
dengan urutan prioritas sebagai berikut.

a) Identifikasi agen penyebab


b) Higiene lingkungan

20
c) Perlindungan personal

3.6 Tindakan pengendalian yang tersedia

Bagian ini utamanya berkaitan dengan pengendalian vektor


serangga. Diagnosis dan pengobatan pasien yang tepat hanya bisa
dilakukan oleh petugas medis dana tau paramedic terlatih. Sebagian besar
penyakit yang ditularkan vektor memerlukan diagnosis mikroskopis oleh
petugas laboratorium terlatih. Beberapa parasite (misalnya Plasmodium
falciparum, yang dapat menyebabkan malaria serebral) bisa jadi resisten
terhadap sebagian besar atau seluruh obat yang tersedia. Kasus serius
infeksi yang ditularkan melalui vektor virus, seperti demam berdarah dan
yellow fever, memerlukan manajemen klinis yang cermat, dikombinasikan
dengan pengobatan simtomatik. Jika ini tidak tersedia, pengendalian vektor
menjadi lebih penting. Keberhasilan pengendalian vektor akan tergantung
pada pengurangan kepadatan dan umur spesies. Dalam konteks darurat akut,
pengurangan umur umumnya merupakan pilihan yang lebih efektif salam hal
biaya. Sebaliknya, pengendalian gangguan merupakan cara khusus untuk
masalah pengurangan kepadatan.
a) Pengurangan kepadatan

Mengurangi populasi kepadatan vektor dan gangguan dicapai


dengan melakukan tindakan langsung pada tempat perkembangbiakan
: pengelolaan lingkungan (drainase dan lain-lain) atau penggunaan
insektisida (larvasida). Pada kasus terakhir, organisme target rentan
terhadap bahan kimia. Selain itu, bahan kimia dapat membunuh
organisme nontarget (seperti ikan) atau memerikan bahaya bagi orang
yang meminum air dari sumber yang sama.

b) Pengurangan umur dengan pestisida

Pengurangan umur tegantung pada penggunaan insektisida yang


membunuh vektor dewasa. Meskipun pengelolaan lingkungan adalah
strategi yang lebih sering digunakan untuk mengurangi kepadatan
vektor, penggunaan insektisida untuk pengurangan umur sering

21
dilakukan dalam keadaan darurat, karena masalah mendesak dan risiko
epidemic penyakit yang ditularkan vektor pada populasi yang rentan.

Insektisida untuk membunuh vektor dewasa harus di tempat


vektor beristirahat, seperti permukaan bagian dalam rumah (dalam
kasus nyamuk Anopheles) atau retakan dinding dan tempat
persembunyian lain (dalam kasus triatomid bugs). Selain itu, spesies
target harus rentan terhadap bahan kimia dan bahan imia tidak boleh
membahayakan kesehatan penduduk atau petugas yang melakukan
penyemprotan. Desain dan impelentasi tindakan ini harus menjadi
tanggungjawab petugas khusus. Berikut pertanyaan yang harus
dijawab sebelum insektisida digunakan untuk mengendalikan larva
atau bentuk dewasa vektor penyakit.
a. Vektor apa yang menjadi agen untuk penularan penyakit
pada populasi?
b. Insektisida mana yang rentan?
c. Dimana vektor berkembangbiak?
d. Dimana vektor istirahat?
e. Mana yang dianggap lebih efektif dalam hal biaya dan
cepat : membunuh larva atau membunuh bentuk dewasa?
f. Daoatkah pestisida yang dibutuhkan diperoleh dengan
ukuran yang benar?
g. Apakah penggunakan pestisida untuk mengendalikan
vektor target sesuai dengan strategi nasional dalam hal
pengendalian vektor?
h. Apakah perlatan yang dibutuhkan tersedia?
i. Apakah petugas terlatih tersedia atau dapat disediakan?
j. Tindakan pencegahan apa yang harus diambil untuk
melindungi keselamatan seseorang?
k. Apakah mungkin untuk mengambil tindakan yang lebih
permanen (seperti perlindungan pribadi, pengelolaan
lingkungan, dan lain-lain) pada tahap selanjutnya?

Penggunaan insektisida berisiko dan tidak disarankan kecuali

22
pertanyaa-pertanyaan tersebut dapat dijawab dengan baik. Petugas
kesehatan ligkungan harus mendapatkan saran dari ahli vektor untuk
menjawab pertanyan diatas, melalui kemeterian kesehatan, WHO atau
organisasi lain yang memiliki keahlian di bidang ini.

Pestisida tertentu, misalnya pestisida organic yang persisten


seperti DDT, dilarang atau dibatasi di banyak negara. Penting untuk
menentukan pestisida mana yang dapat digunakan untuk
pengendalian vektor di negara yang terkena bencana. Pestisida yang
dilarang untuk tujuan pertanian dapat diijinkan penggunaannya dalam
pengendalian penyakit (dan sebaliknya). Sebagaina besar pembatasan
hokum didasarkan pada bahaya terhadap lingkungan, tetapi beberapa
terkait dengan bahaya toksisitas manusia yang terbukti terkait dengan
paparan singkat. Secara umum, pestisida yang terdaftar secara tepat
seharusnya tidak menimbulkan risiko yang tidak dapat diterima jika
digunakan dengan benar. Di bawah kondisi yang berlaku dalam
keadaan darurat, biasanya tidak perlu menggunakan insektisida
persisten; kerentanan vektor adalah kriteria yang lebih penting ketika
memilih insektisida.

Dengan referensi khusus untuk DDT, teks Konvensi


Stockholm tentang Polutan Organik Persisten, disepakati pada Mei
2001, berisi paragraf berikut yang relevan jika penyemprotan sisa
dalam ruangan merupakan bagian dari tanggap darurat:

1. Produksi dan penggunaan DDT harus dihilangkan kecuali


Para Pihak yang telah memberitahu Sekretariat tentang niat
mereka untuk memproduksi dan / atau menggunakannya.
Daftar DDT dengan ini ditetapkan dan akan tersedia untuk
umum. Sekretariat harus memelihara Daftar DDT.

2. Dalam hal Pihak yang tidak terdaftar dalam Daftar DDT


menentukan bahwa pihak tersebut memerlukan DDT untuk
pengendalian vektor penyakit, Pihak tersebut harus
memberitahukan Sekretariat secepat mungkin agar

23
namanya ditambahkan segera ke Daftar DDT. Pada saat
yang sama akan memberitahukan WHO.

Pengadaan DDT yang cepat mungkin menjadi kendala utama


untuk menggunakan DDT dalam keadaan darurat. Jika diputuskan
untuk menggunakan DDT, maka pedoman WHO harus benar-benar
dipatuhi (World Health Organization, 1995). Jika diputuskan untuk
menggunakan pestisida untuk mengendalikan epidemi dalam situasi
pasca-bencana, urutan prioritas dari sudut pandang keselamatan
harus sebagai berikut:

1. Petugas penyemprotan

2. Populasi yang harus dilindungi.

3. Persediaan makanan dan air minum.

4. Hewan domestik dan ternak.

5. Lingkungan yang lebih luas.

Petugas penyemprotan didaftar pertama karena mereka


cenderung menjadi yang paling rentan, baik karena risiko paparan
mereka yang lebih besar dan karena kemungkinan bahwa, dalam
bencana, petugas tersebut mungkin kurang terlatih dalam tindakan
pencegahan keselamatan. Klasifikasi komprehensif pestisida oleh
bahaya telah dibuat oleh Program Internasional untuk Keselamatan
Kimia dan WHO (World Health Organization, 1998). Informasi
tentang jenis umum formulasi insektisida yang cocok untuk
digunakan dalam bencana, karakteristik dan kelebihannya,
diberikan dalam Kotak 10.3. Pengendalian vektor kimia merupakan
prioritas utama dalam banyak bencana. Setelah terjadinya bencana
dan dalam jangka panjang, kebersihan lingkungan dan perlindungan
pribadi lebih hemat biaya dalam mengurangi kerentanan. Ini juga
berlaku untuk pengelolaan organisme pengganggu.

24
Metode dan peralatan aplikasi pestisida untuk keadaan darurat
1. Debu : Debu genggam, dioperasikan secara manual atau dimekanisasi.
2. Penyemprotan insektisida residual , penyemprotan dengan volume sangat
rendah : Penyemprot Knapsack dengan nozel khusus. Aplikasi dosis
rendah ke area besar dari pesawat sayap tetap atau helikopter.
3. Penyemprotan ruang : Aplikasi interior atau eksterior dengan aerosol
pestisida yang terdispersi di bawah tekanan dari alat penguap atau mesin
fogging.
4. Impregnasi : Perlakuan bahan-bahan seperti alas tidur, pakaian dan
kelambu dengan pestisida dalam emulsi atau larutan (dengan mencelupkan
dan mengeringkan, atau dengan menyemprot dengan penyemprot kain).

Karakteristik dan keuntungan dari formulasi insektisida umum yang digunakan


dalam bencana. Karakteristik dan keuntungan dari formulasi insektisida umum
yang digunakan dalam bencana.
a) Debu dan butiran
Terdiri dari bahan aktif dan pembawa lembam. Jenis formulasi ini
digunakan terutama untuk mengendalikan kutu dan kutu. Ketika
digunakan untuk mengendalikan hama di vegetasi, butiran memberikan
penembusan lebih baik daripada debu.
b) Serbuk yang dapat terdispersi dalam air
Terdiri dari bahan aktif, agen pembasahan, dan pembawa inert. Sebelum
digunakan, bedak harus dicampur dengan air untuk mendapatkan suspensi.
Formulasi jenis ini biasanya relatif murah. Untuk penggunaan kesehatan
masyarakat, serbuk ini harus mengandung tidak lebih dari 200–800 g
bahan aktif per kg (20–80%). Cocok untuk aplikasi residu, mis. untuk
mencapai kontrol nyamuk yang tahan lama di gedung-gedung.
c) Konsentrat yang dapat diemulsikan
Terdiri dari bahan aktif, pelarut dan pengemulsi. Harus dicampur dengan
air sebelum digunakan.
d) Formulasi slow release
Bahan aktif adalah mikroenkapsulasi dan dibuat menjadi briket atau
untaian, untuk memberikan pelepasan terkontrol insektisida untuk
mengendalikan larva nyamuk.
3.7 Pengelolaan lingkungan untuk pengendalian vektor dan hama
WHO mendefinisikan pengelolaan lingkungan sebagai modifikasi atau
manipulasi kondisi lingkungan, atau interaksi mereka dengan populasi
manusia, dengan maksud untuk mencegah atau meminimalkan propagasi
vektor dan mengurangi kontak manusia-vektor-patogen (World Health
Organization, 1980). Definisi ini dapat dengan mudah diperluas untuk
memasukkan manajemen hama gangguan.
3.7.1 Manfaat pengelolaan lingkungan

25
Bahkan jika tanggapan langsung yang paling tepat terhadap wabah
vektor atau hama adalah pengendalian kalori, penyemprotan berkelanjutan
umumnya tidak dianjurkan kecuali tidak ada alternatif lain yang lebih
memiliki efek jangka panjang. Prosedur seperti manajemen lingkungan,
yang memiliki efek jangka panjang, akan berkontribusi pada lingkungan
yang lebih sehat dan dengan demikian mengurangi kerentanan populasi
yang bersangkutan. Waktu pengalihan dari kontrol kimia ke metode lain
akan tergantung pada banyak faktor: pengelolaan lingkungan mungkin
bukan pilihan yang lebih disukai selama bahaya yang mengancam jiwa ada.
Sering kali disarankan untuk mengejar dua pendekatan pada saat yang
bersamaan. Misalnya, insektisida dapat digunakan untuk pengurangan cepat
dari populasi lalat dewasa selama penghentian Shigella disentri, pada saat
yang sama sebagai kontrol penolakan dan tindakan pengendalian ekskreta
diambil untuk mengurangi peluang untuk pembibitan lalat. Pendekatan
terpadu semacam itu membutuhkan kriteria dan prosedur pengambilan
keputusan yang jelas yang disesuaikan dengan kondisi setempat.
Keuntungan dari pengelolaan lingkungan terhadap pestisida adalah:
(1) tidak ada masalah resistensi pestisida; (2) tidak ada risiko keracunan atau
pencemaran lingkungan dari pengelolaan bahan kimia yang tidak tepat; dan
(3) hasilnya sering lebih tahan lama dan akan berkontribusi terhadap
pengurangan kerentanan dan peningkatan kesehatan masyarakat.
Manajemen lingkungan tidak selalu lebih murah daripada kontrol dengan
bahan kimia dan jarang menyediakan "perbaikan cepat". Agar berhasil,
diperlukan kerja sama yang baik dengan sektor lain (pekerjaan umum,
pertanian, pasokan air dan sanitasi). Memilih campuran metode pengelolaan
lingkungan yang paling hemat biaya dalam program kesehatan
pascabencana sulit dan menuntut keterampilan dan pengalaman teknis
tingkat tinggi yang wajar.
3.7.2 Pengukuran manajemen lingkungan untuk pengendalian vektor dan hama
Manajemen lingkungan umumnya membutuhkan pemahaman tentang
biologi vektor atau organisme hama. Sama pentingnya untuk memiliki
pemahaman yang kuat tentang peran perilaku manusia dalam penularan
penyakit yang ditularkan melalui vektor. Bahkan jika tidak ada determinan
buatan manusia yang mendasari masalah, selalu ada kebutuhan untuk
keterlibatan masyarakat dalam mengimplementasikan solusi. Sebagian besar
vektor penyakit adalah serangga, seperti nyamuk, pengusir hama dan lalat.
Nyamuk membutuhkan air untuk tahap dewasa mereka, tetapi tidak semua
jenis air cocok untuk semua jenis nyamuk. Beberapa membutuhkan
genangan air bersih yang relatif kecil (misalnya vektor malaria Anopheles).
Lainnya lebih suka air dalam wadah seperti botol, botol, tangki, dll.
(Misalnya vektor Aedes dengue dan demam kuning). Tubuh air yang besar,
seperti waduk atau tanah yang tergenang air, biasanya tidak akan diterima
oleh nyamuk kecuali jika ada lilitan puing atau vegetasi mengambang. Oleh

26
karena itu, tindakan lingkungan untuk pengendalian perkembangbiakan
nyamuk berkisar dari meratakan lahan, mengisi lubang peminjaman dan
mengeringkan daerah banjir, dll., Untuk menutupi / menyaring skrining
wadah air dan membuang puing-puing dan tanaman yang mengapung dari
laguna.
Kegiatan manusia, terutama yang menyangkut produksi makanan,
makan, minum, tidur, buang air besar dan pencucian, dapat meningkatkan
propagasi vektor dan hama atau mempengaruhi kontak antara manusia dan
vektor. Buang air besar, misalnya, harus selalu dijaga dari tempat memasak,
karena lalat dan kemungkinan limpasan hujan permukaan. Di sebagian besar
Afrika tropis, mereka juga harus terletak jauh dari air terjun hujan ke
perairan mandi atau memancing, karena risiko kontaminasi dengan schis-
tosomes. Contoh lain adalah promosi produksi dan pertanian hewan untuk
mengurangi ketergantungan pada distribusi makanan. Jika dikelola dengan
baik, kehadiran hewan di dekat permukiman darurat dapat menjauhkan
nyamuk dari orang-orang. Di sisi lain, hewan dapat menjadi reservoir
vektor-borne dan penyakit menular lainnya kecuali mereka diperlakukan
dengan benar atau divaksinasi.
Teknik lingkungan yang dimaksudkan untuk meningkatkan kualitas
hidup mungkin memiliki dampak negatif terhadap kesehatan jika biologi
vektor penyakit atau parasit tidak diperhitungkan. Misalnya, jika pompa
tangan dipasang di lokasi yang tidak dikeringkan dengan baik, pencemaran
air yang dihasilkan dapat menyebabkan habitat perkembangbiakan nyamuk,
menghasilkan genangan air yang mengandung siput air, atau meningkatkan
kelembaban tanah yang cukup untuk transmisi cacing tambang menjadi
mungkin. Air run-off harus dikeringkan agak jauh atau dibiarkan meresap
ke tanah di soakaways.
Pengelolaan lingkungan juga harus diperluas ke lingkungan
pengaturan manusia, baik di dalam ruangan maupun di luar. Untuk
mencegah nyamuk beristirahat di sekitar rumah, gulma dan semak-semak
harus secara teratur ditebang. Sampah harus dibuang atau dibakar
setidaknya sekali seminggu untuk menghindari penumpukan populasi lalat
rumah, dan stok makanan harus disimpan di bangunan yang tahan tikus. Di
negara-negara Amerika Latin, tempat penampungan harus dibangun
sedemikian rupa untuk menghindari penyediaan tempat persembunyian bagi
serangga triatomid yang membawa penyakit Chagas. Di sebagian besar
Asia, kolam dan kolam harus dibersihkan secara teratur dari enceng gondok
dan vegetasi mengambang lainnya karena ini menampung larva nyamuk
Mansonia, vektor utama filariasis Brugian (elephantiasis). Pihak berwenang
yang kompeten di departemen kesehatan setempat dan literatur yang relevan
harus dikonsultasikan sebelum metode pengelolaan lingkungan yang paling
tepat dipilih.
3.8 Perlindungan Hygiene Personal

27
3.8.1 Pentingnya kebersihan dan perlindungan pribadi
Sedangkan pengelolaan lingkungan bertujuan untuk melindungi
populasi dari risiko penularan penyakit yang ditularkan melalui vektor,
kebersihan dan perlindungan pribadi adalah tindakan yang ditujukan untuk
individu. Intervensi berbasis populasi akan berbuat banyak untuk
melindungi setiap individu dalam komunitas yang dilanda bencana jika
dilakukan dengan benar. Namun, beberapa kelompok rentan, seperti yang
sakit dan terluka, anak-anak, orang tua, wanita hamil dan orang-orang yang
tidak memiliki kekebalan (termasuk pekerja bantuan), mungkin memerlukan
perlindungan tambahan.
Informasi tentang kebersihan dan perlindungan pribadi harus
diberikan kepada publik dengan cara yang sama seperti pesan pendidikan
kesehatan lainnya. Langkah-langkah perlindungan pribadi yang melibatkan
penggunaan vaksin, obat-obatan (misalnya untuk profilaksis) atau pestisida
(misalnya dalam jaring nyamuk yang diresapi) harus dipromosikan oleh staf
kesehatan yang berkualifikasi dan digunakan di bawah bimbingan mereka.
Tabel 10.1 memberikan contoh-contoh metode kebersihan dan perlindungan
pribadi untuk digunakan melawan beberapa vektor target atau hama.
3.8.2 Penolak
Di banyak masyarakat yang terbiasa dengan hama dan vektor
pengganggu, orang menggunakan berbagai substansi sebagai penolak.
Ketika praktik-praktik ini efektif dan tidak berbahaya, mereka harus
didorong dalam situasi darurat, dan mungkin menjadi populer secara lokal
dan efektif untuk memberikan repellents dari kemanjuran yang telah
terbukti kepada penduduk yang terkena dampak. Namun, ada bukti yang
tidak cukup tentang efektivitas penolak dalam mengurangi penyakit yang
ditularkan vektor pada tingkat populasi untuk menjadikan ini sebagai
rekomendasi umum.
Tabel.1 Contoh praktik kebersihan dan metode perlindungan pribadi
terhadap vektor penyakit.
Spesies
Karir Penyakit Vaksin Metode Lainnya Metode Hygine Vektor
Target
Nyamuk Malaria - Kemoprofilaksis, Sisa penyemprotan dalam
Anophele Memasang Kelambu ruangan, menggunakan obat
s (impregnasi) nyamuk bakar di malam hari,
penyemprotan ruang
sebelum istirahat (kamar
tidur).
- Memasang Kelambu Perlu penyaring mencegah
Lymphatic (impregnasi) nyamuk masuk diukur
filariasis efektivitasnya.
Nyamuk Lymphatic - Memasang Kelambu Mengeliminasi sumber
Culex filariasis (impregnated), perkembangbiakan

28
repellents (kubangan air kotor)
disekitar rumah.
Japanese + Memasang Kelambu
encephalitis (impregnated),
repellents
Nyamuk Viral ± Repellents Mengeliminasi tempat
Aedes encephalitis perkembangbiakan
Dengue/DHF - disekitar rumah
2
Yellow fever +
Lymphatic -
filariasis

Kecoa Diare ± Mejaga kebersihan dapur,


semua sisa makanan dibuang
di malam hari jangan
Lalat Menjaga kebersihan dapur,
rumah Diare ± pemanasan makanan matang
dengan benar, pembuangan
sampah setiap hari
Infeksi Mata -

Lalat Menghindari pencucian bahan


Tsetse Sleeping - Repellents, makanan ditepi sungai yang
(Glossina) sickness Pakaian yang mungkin digunakan sebagai
tertutup/melindung tempat devekasi atau di dekat
i instalasi pembuangan di sekitar
defecation, pemukiman manusia.
installation of
tsetse traps
Kutu Menjaga kelembapan udara,
Busuk - n.a.3 Kelambu mencuci selimut, material
dikamar dan membersihkan
tempat tidur.
Menggunakan sepatu Mengontrol babi diarea
Kutu - n.a. pemukiman, Kemoterapi
Jigger untuk anjing dan kucing,
treatment pestisida yang
berdekatan dengan lahan.
Epidemic Menjaga kebersihan diri
typhus Chemoprophylaxis meliputi penggunaan sampoo,
Kutu + mencuci pakaian
Rambut Relapsing - -
Trench fever - -
Rodents Plague + - Pemeriksaan kandang tikus

Leptospirosis ± - Memeriksa fasilitas


penyimpanan, memindahkan

29
atau membuang sampah dan
menjaga kebersihan dapur.

Keterangan : (-) : tidak ada vaksin operasional yang tersedia; (+): vaksin
operasional tersedia; (±) : vaksin operasional tersedia untuk beberapa orang.
(DHF) : demam dengue haemorrhagic. (n.a) : tidak berlaku.
N.B .: Pekerja bantuan dan petugas kesehatan harus mengenakan pakaian
pelindung (karena berisiko sering diresapi dengan pestisida), atau mengambil
tindakan pencegahan lain sesuai dengan pedoman WHO dan ILO yang ada.
3.8.3 Bahan yang diresapi untuk pengendalian malaria
Pengalaman yang berkembang menggunakan kelambu, gorden dan kain
dinding insektisida yang diresapi untuk memberikan perlindungan terhadap
nyamuk dalam situasi darurat. Metode yang paling efektif dari metode ini adalah
penggunaan kelambu yang telah diresapi pestisida, yang telah dilakukan uji coba
di beberapa negara untuk menjadi efektif dalam mengurangi transpor malaria dan
mengurangi gigitan oleh nyamuk. Selain itu, mereka juga dapat mengurangi
prevalensi lalat, kutu busuk, dan kutu rambut dan kutu tubuh (Thomson, 1995).
Insektisida yang lebih disukai untuk mengimpregnasi jaring, gorden dan
kain adalah piretroid, seperti permetrin dan deltamethrin, dalam konsentrat yang
dapat diemulsikan (United Nations High Commissioner for Refugees, 1997).
Jaring nyamuk dapat dibeli sudah diresapi, atau mungkin perlu diresapi sebelum
digunakan. Semua bahan perlu direimpregnasi setelah enam bulan, dan tidak
boleh dicuci selama periode tersebut. Rehabilitasi harus dilakukan segera sebelum
musim penularan malaria dimulai, ketika ada pola musiman (Thomson, 1995).
Ada sejumlah kesulitan operasional yang terkait dengan penggunaan bahan
yang diresapi dalam bencana dan keadaan darurat yang harus diselesaikan agar
langkah-langkah ini menjadi efektif. Ini termasuk memastikan bahwa mayoritas
penduduk benar-benar memelihara kelambu dan menggunakannya dengan benar;
memastikan bahwa jaring tidak sering dicuci, yang mengurangi konsentrasi
insektisida; dan memastikan bahwa jaring-jaring diremajakan ketika dibutuhkan.
3.8.4 Disinfeksi dan disinfestasi
Beberapa vektor penyakit dapat dikendalikan oleh desinfektan, yang
merupakan proses mengeluarkan dari tubuh dan pakaian, atau pembunuhan,
hewan yang menularkan penyakit (kutu, tungau, kutu, kutu, dll.) dan telur mereka.
Disinfestasi oleh orang-orang yang membersihkan debu dan pakaian mereka
dengan insektisida adalah berlebihan, biasanya tidak perlu, dan berbahaya jika
dilakukan dengan tidak benar. Lebih baik, jika mungkin, untuk menggunakan unit
desinfeksi untuk tujuan ini. Jika debu masal dianggap perlu (misalnya karena
epidemi penyakit yang terbawa kutu atau kutu), prosesnya harus dijelaskan

30
kepada populasi yang bersangkutan, dan debu efektif yang paling tidak beracun
yang digunakan.
Metode disinfeksi (untuk menghancurkan organisme penyakit) juga dapat
digunakan untuk diseminasi, meskipun sebaliknya tidak benar. Metode disinfeksi
yang efektif terhadap vektor penyakit dan hama gangguan pada pakaian termasuk
penggunaan agen fisik, seperti sinar ultraviolet, panas kering, air mendidih dan
uap, atau agen kimia seperti sulfur dioksida, etilena oksida, formalin, formol,
kresol, fenol dan asam karbol. Beberapa agen ini berbahaya dan hanya boleh
digunakan di bawah pengawasan ahli. Semua barang yang tidak mungkin rusak
dapat didesinfeksi dengan uap. Barang-barang dari kulit, pakaian dengan facings
kulit atau strapping, bulu, karet dan bahan lain yang dapat ditreatmen oleh uap
dapat disemprotkan dengan larutan formol 5%. Sebuah steamer sederhana untuk
pakaian diilustrasikan pada Gambar 10.1. Untuk membunuh kutu, pakaian harus
dikukus selama 15 menit, dikombinasikan dengan perawatan insektisida. Proses
ini mungkin perlu diulang setiap bulan.
Gambar 10.1 Steamer sederhana untuk pakaian1

1
Source: Appleton & Save the Children Fund Ethiopia Team (1987).

31
BAB IV
KESIMPULAN DAN SARAN
4.1 Kesimpulan

Vektor adalah organisme yang tidak menyebabkan penyakit tetapi


menyebarkannya dengan membawa patogen dari satu inang ke yang lain dan
Rodent adalah hewan pengerat yang memiliki gigi depan yang selalu tumbuh dan
biasanya pada manusia bias menyebabkan penyakit dan dapat digunakan sebgai
hewan percobaan contoh dari vektor adalah nyamuk dan rodent adalah tikus,
semua dapat menyebabkan penyakit diataranya adalah Malaria, Malaria, Deman
kuning, Dengue Hemorrhagic Fever, Encephalitis Virus, Lalat Pasir (Sandfly)
Lalat Tsetse (Tsetse Flies), Lalat Hitam (Blackflies), Tuma Kepala, Tuma badan,
dan Tuma Kemaluan (Head Lice, Body Lice, and Crab Lice) dan Reduviid Bugs
(Kissing Bugs). Cara mencegahnya adalah Pengendalian Vektor Terpadu (PVT)
dan Pengendalian Rodent melalui 4 tahapan.

4.2 Saran

Pengendalian vektor dan rodent sangat perlu khususnya di wilayah yang sedang
terjadi bencana, pengendalian dapat dilakukan melalui berbagai cara diantaranya
dengan pengendalian vektor, hygiene lingkungan dan pelindungan personal.

32
DAFTAR PUSTAKA

Adang Iskandar, Pemberantasan serangga dan binatang pengganggu, APKTS


Pusdiknakes. Depkes RI. Jakarta

Fuziyah, Munaya dan Palupi Widyastuti. 2006. Bencana Alam perlindungan


kesehatan masyarakat . Pan American Health Organization . EGC. (Online)
https://books.google.co.id/books?
id=mGWMFgkxSpMC&pg=PA85&lpg=PA85&dq=pengendalian+vektor+
dan+pes+bencana&source=bl&ots=r2sEWAsYdm&sig=iTZ0TMx1oMYe
EgcemmajMSsFXmQ&hl=id&sa=X&ved=2ahUKEwib37bVy63dAhVQX
SsKHaijCyYQ6AEwCHoECAIQAQ#v=onepage&q=pengendalian
%20vektor%20dan%20pes%20bencana&f=false. Diakses 8 September
2018.

Nurmaini.2001. Identifikasi ,Vektor Dan Binatang Pengganggu Serta Pengendalian


Anopheles Aconitus Secara Sederhana. (online) http://usu.library/
Universitas Sumatera Utara : Fakultas Kesehatan Masyarakat
Santio Kirniwardoyo (1992), Pengamatan dan pemberantasan vektor malaria,
sanitas. Puslitbang Kesehatan Depkes RI. Jakarta.

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 24 TAHUN 2007


TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA. (Online)
https://www.bnpb.go.id/ppid/file/UU_24_2007.pdf. Diakses pada 9
September 2018.
PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NO. 374
TAHUN2010 TENTANG PENGENDALIAN VEKTOR. (Online)
http://pelayanan.jakarta.go.id/download/regulasi/peraturan-menteri-
kesehatan-nomor-374-menkes-per-iii-2010-tentang-pengendalian-vector.pdf
. Diakses pada 9 September 2018
World Health Organization (WHO).2002.Enviromentalhealth in Emergencies and
disaster.

33

Anda mungkin juga menyukai