Anda di halaman 1dari 15

ASPEK KESEHATAN LINGKUNGAN DALAM PENANGANAN BENCANA

SANITASI

KELOMPOK 3

Mahmudah Aslamiyah 101511535002

Novayanti Nur R.M.S 101511535003

Eko Wahyu Widodo 101511535023

Rizky Bagas Ardiansyah 101511535024

Triska Maydacahyani 101511535033

FAKULTAS KESEHATAN MASYARAKAT

UNIVERSITAS AIRLANGGA

2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kehadirat Allah SWT atas limpahan Rahmat serta
Karunia-Nya kepada kami. Shalawat dan Salam semoga tetap tercurahkan kepada baginda
tercinta kami yakni Nabi Muhammad SAW, sehingga kami dapat menyelesaikan makalah
mata kuliah Aspek Kesehatan Lingkungan Dalam Penanganan Bencana. Untuk memenuhi
tugas kelompok mata Aspek Kesehatan Lingkungan Dalam Penanganan Bencana, Tidak lupa
Kami ucapkan terima kasih kepada:
1. Ibu dan Bapak dosen Mata Kuliah Aspek Kesehatan Lingkungan Dalam
Penanganan Bencana yang telah membimbing kami dalam menyelesaikan tugas.
2. Dan kepada semua pihak yang telah membantu dalam pembuatan makalah ini
Harapannya makalah ini dapat menjadi pembelajaran bagi mahasiswa. Kami selaku
penulis mengucapkan terima kasih dan mohon maaf jika ada kekurangan dalam penulisan
laporan akhir ini. Kritik dan saran dari para pembaca sangat dibutuhkan demi kelancaran
penulisan makalah ke depannya.

Banyuwangi, 8 September 2018

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................................... 2

DAFTAR ISI.............................................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4

1.1 Latar Belakang ................................................................................................................. 4

1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................................ 4

1.3 Tujuan............................................................................................................................... 4

BAB II PEMBAHASAN ........................................................................................................... 5

2.1 Bencana Alam .................................................................................................................. 5

2.2 Sanitasi ............................................................................................................................. 6

2.3 Pentingnya Sanitasi dalam Bencana ................................................................................. 7

2.4 Sanitasi Lingkungan pada Bencana Alam ........................................................................ 8

BAB III PENUTUP ................................................................................................................. 14

3.1 Kesimpulan ..................................................................................................................... 14

DAFTAR PUSTAKA .............................................................................................................. 15

3
BAB I

PENDAHULUAN

1.2 Latar Belakang

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban
jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Bencana
disebabkan baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda,
dan dampak psikologis. Beberapa dampak dari timbulnya bencana alam seperti kerusakan
lingkungan, banyaknya korban dan pengungsi maka penting sekali adanya penerapan sanitasi
di tempat pengungsian.

Sanitasi perlu sekali di terapkan di kawasan bencana alam. Adanya kejadian bencana
alam tersebut tentunya akan menjadi faktor timbulnya berbagai macam penyakit. Macam
penyakit seperti Demam Berdarah, penyakit kulit, malaria dan sebagainya. beberapa penyakt
tersebut bisa saja menjadi KLB di lokasi pengungsian karena tempat tersebut yaitu tempat
berkumpulnya manusia sehingga mudah sekali dalam hal penyebaran penyakit.

Sanitasi di tempat pengungsian bencana alam yang dimaksutkan seperti pasokan air
bersih, tempat pembuangan tinja, pengendalian vektor, pembuangan sampah dan sebagainya.
masih ada beberapa hal yang perlu diperhatikan terkait sanitasi disaat terjadi bencana alam.
Maka dari itu kami memuat makalah ini agar mengetahui apa saja sanitasi yang harus di
sediakan pada saat terjadi bencana alam.

1.2 Rumusan masalah

1. Bagaimana macam-macam sanitasi saat terjadi bencana alam?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui macam-macam sanitasi saat terjadi bencana alam

4
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Bencana Alam

Bencana alam adalah konsekuensi dari kombinasi aktivitas alami (suatu peristiwa
fisik, seperti letusan gunung, gempa bumi, tanah longsor) dan aktivitas manusia. Karena
ketidakberdayaan manusia, akibat kurang baiknya manajemen keadaan darurat. Sehingga
menyebabkan kerugian dalam bidang keuangan dan struktural, bahkan sampai kematian.

Definisi bencana yang lain, menurut International Strategi For Disaster Reduction
(Nurjannah, dkk : 2011) adalah “Suatu kejadian yang disebabkan oleh alam atau karena
ulah manusia, terjadi secara tiba-tiba atau perlahan-lahan, sehingga menyebabkan
hilangnya jiwa manusia, harta benda dan kerusakan lingkungan, kejadian ini diluar
kemampuan masyarakat dengan segala sumber dayanya.

Menurut UU No. 24 Tahun 2007, bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa
yang mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia.
Sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis. Dalam peraturan tersebut disebutkan juga
definisi dari bencana alam, bencana non alam dan bencana sosial.

Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa bumi, tsunami, gunung
meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah longsor. Bencana non alam adalah
bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara
lain berupa gagal teknologi, gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit. Bencana
sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian peristiwa yang
diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial antar kelompok atau antar
komunitas masyarakat, dan teror.
Bencana alam juga dapat diartikan sebagai bencana yang diakibatkan oleh gejala
alam. Sebenarnya gejala alam merupakan gejala yang sangat alamiah dan biasa terjadi
pada bumi. Namun, hanya ketika gejala alam tersebut melanda manusia (nyawa) dan
segala produk budidayanya (kepemilikan, harta dan benda), kita baru dapat menyebutnya
sebagai bencana. Kerugian yang dihasilkan tergantung pada kemampuan untuk

5
mencegah atau menghindari bencana dan daya tahan mereka. Pemahaman ini
berhubungan dengan pernyataan: "bencana muncul bila ancaman bahaya bertemu dengan
ketidakberdayaan".
Dengan demikian, aktivitas alam yang berbahaya tidak akan menjadi bencana alam di
daerah tanpa ketidakberdayaan manusia, misalnya gempa bumi di wilayah tak
berpenghuni. Konsekuensinya, pemakaian istilah "alam" juga ditentang karena peristiwa
tersebut bukan hanya bahaya atau malapetaka tanpa keterlibatan manusia. Besarnya
potensi kerugian juga tergantung pada bentuk bahayanya sendiri, mulai dari kebakaran,
yang mengancam bangunan individual, sampai peristiwa tubrukan meteor besar yang
berpotensi mengakhiri peradaban umat manusia.
Namun demikian pada daerah yang memiliki tingkat bahaya tinggi (hazard) serta
memiliki kerentanan/kerawanan (vulnerability) yang juga tinggi tidak akan memberi
dampak yang hebat/luas jika manusia yang berada disana memiliki ketahanan terhadap
bencana (disaster resilience). Konsep ketahanan bencana merupakan valuasi kemampuan
sistem dan infrastruktur-infrastruktur untuk mendeteksi, mencegah & menangani
tantangan-tantangan serius yang hadir. Dengan demikian meskipun daerah tersebut
rawan bencana dengan jumlah penduduk yang besar jika diimbangi dengan ketetahanan
terhadap bencana yang cukup.

2.2. Sanitasi

Sanitasi merupakan salah satu komponen dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku
yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih untuk mencegah manusia bersentuh
langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya lainnya, dengan harapan dapat
menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia. Sanitasi lingkungan adalah status
kesehatan suatu lingkungan yang mencakup perumahan, pembangunan, pembuangan
kotoran, penyediaan air bersih, dan sebagainya. Kesehatan lingkungan di Indonesia
masih memprihatinkan. Belum optimalnya sanitasi di Indonesia ini ditandai dengan
masih tingginya angka kejadian penyakit infeksi dan penyakit menular di masyarakat.
Sanitasi sangat menentukan keberhasilan dari paradigma pembangunan kesehatan
lingkungan lima tahun ke depan yang lebih menekankan pada aspek pencegahan dari
aspek pengobatan. Dengan adanya upaya pencegahan yang baik, angka kejadian penyakit
yang terkait dengan kondisi lingkungan dapat di cegah. Selain itu anggaran yang
diperlukan untuk preventif juga relative lebih terjangkau daripada melakukan upaya

6
pengobatan penyakit, banjir, pandangkalan saluran/sungai, tersumbatnya saluran sungai,
dialirkan pada saluran sungai.
Sanitasi, menurut kamus bahasa Indonesia diartikan sebagai pemelihara kesehatan.
Sedangkan, menurut WHO, sanitasi diartikan sebagai upaya pengendalian semua faktor
lingkungan fisik manusia, yang mungkin menimbulkan atau dapat menimbulkan hal-hal
yang merugikan, bagi perkembangan fisik, kesehatan, dan daya tahan hidup manusia.
Menurut (Dr.Azrul Azwar : 1992) mengatakan bahwa sanitasi merupakan cara
pengawasan terhadap berbagai faktor lingkungan yang mungkin mempengaruhi derajat
kesehatan masyarakat. Hopkins juga mengatakan bahwa sanitasi adalah cara
pengawasan terhadap faktor-faktor lingkungan yang mempunyai pengaruh terhadap
kesehatan.
Menurut (Ehler dan Steel : 1957), sanitasi adalah pencegahan penyakit dengan cara
menghilangkan atau mengatur faktor lingkungan yang berkaitan dalam rantai
perpindahan penyakit. Jadi dapat disimpulkan, Sanitasi adalah upaya kesehatan untuk
mencegah penyakit (preventive) yang menitikberatkan kegiatan kepada upaya kesehatan
lingkungan.

2.3. Pentingnya Sanitasi dalam Bencana

Bencana selalu menimbulkan permasalahan. Salah satunya bidang kesehatan.


Timbulnya masalah ini berawal dari kurangnya air bersih yang berakibat pada buruknya
kebersihan diri dan sanitasi lingkungan. Sehingga, berbagai jenis penyakit menular
muncul. Penanggulangan masalah kesehatan merupakan kegiatan yang harus segera
diberikan baik saat terjadi dan pasca bencana disertai pengungsian. Saat ini sudah ada
standar minimal dalam penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan penganan
pengungsi. Standar ini mengacu pada standar internasional. Kendati begitu di lapangan,
para pelaksana tetap diberi keleluasaan untuk melakukan penyesuaian sesuai kondisi
keadaan di lapangan.
Standar minimal yang sudah ditetapkan pemerintah meruoakan hasil dari dasar
pelaksaan Sanitasi darurat pada daerah bencana mengacu pada Kepetusan Menteri
Kesehatan Repubilk Indonesia Nomor:12/MENKES/SK/I/2002 tentang Pedoman
Koordinasi Penanggulangan Bencana di Lapangan. Dasar hukum ini juga mengacu pada
beberapa keputusan, baik Keputusan Presiden maupun Menteri yang lain sebagai berikut:
1. UU Nomor 23/1992 tentang Kesehatan.

7
2. Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Penanggulangan Bencana dan
Penangan Pengungsi (Bakornas PB-P).
3. Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan Penanggulangan
Bencana dan Penanggulangan Pengungsi.
4. Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum Penanggulangan
Bencana dan Penanggulangan Pengungsi.

2.4 Sanitasi Lingkungan pada Bencana Alam

Dalam keadaan bencana yang diikuti dengan perubahan pola hidup warga di
pengungsian dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan karena daya tahan tubuh mulai
menurun dan kondisi sanitasi yang tidak memadai. Dalam KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1357 / Menkes / SK / XII / 2001 telah
dijelaskan tentang standart minimal penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan
penanganan pengungsi. Hal yang perlu diperhatikan dalam upaya penanggulangan kesehatan
lingkungan meliputi :

1. Pegadaan air
Air merupakan salah satu komponen pokok dasar yang dibutuhkan makhluk
hidup. Dalam keadaan bencana, suply air akan berkurang tetapi kebutuhan akan
meningkat. Hal tersebut tentunya akan menjadi masalah dalam pengungsian.
Menurut KEPUTUSAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA
NOMOR : 1357 / Menkes /SK / XII / 2001 kebutuhan air dalam keadaan bencana
sebesar 15 liter per orang per hari. Adapaun dijelaskan sebagai berikut :
a. Persediaan air harus cukup untuk memberi sedikitnya 15 liter per orang per
hari.
b. Volume air disetiap sumber sedikitnya 0,125 per detik.
c. Jarak pemukiman terjauh dari sumber air tidak lebih dari 500 meter.
d. 1 (satu) kran air untuk 80 – 100 orang.
2. Memantauan kualitas air
Memantauan kualitas air perlu dilakukan dalam keadaan bencana. Karena pada
saat bencana terjadi pasti menyebabkan banyak kerusakan. Kerusakan yang terjadi
tentu memberikan dampak bagi suply air maupun dalam proses penyalurannya. Air

8
yang keluar dari sumber-sumber harus terbebas dari pencemaran kimiawi atau
radiologis dan harus mencukupi volumenya. Adapun hal yang perlu diperhatikan
meliputi :
a. Disumber air yang tidak terdisinvektan (belum bebas kuman), kandungan
bakteri dari pencemaran kotoran manusia tidak lebih dari 10 coliform per
100 mili liter.
b. Hasil penelitian kebersihan menunjukkan bahawa resiko pencemaran
semacam itu sangat rendah.
c. Untuk air yang disalurkan melalui pipa–pipa kepada penduduk yang
jumlahnya lebih dari 10.000 orang, atau bagi semua pasokan air pada waktu
ada resiko atau sudah ada kejadian perjangkitan penyakit diare, air harus
didisinfektan lebih dahulu sebelum digunakan sehingga mencapai standar
yang bias diterima (yakni residu klorin pada kran air 0,2–0,5 miligram
perliter dan kejenuhan dibawah 5 NTU).
d. Konduksi tidak lebih dari 2000 jS / cm dan airnya biasa diminum.
e. Tidak terdapat dampak negatif yang signifikan terhadap kesehatan
pengguna air, akibat pencemaran kimiawi atau radiologis dari pemakaian
jangka pendek, atau dari pemakain air dari sumbernya dalam jangka waktu
yang telah direncanakan, menurut penelitian yang juga meliputi penelitian
tentang kadar endapan bahan–bahan kimiawi yang digunakan untuk
mengetes air itu sendiri. Sedangkan menurut penilaian situasi nampak tidak
ada peluang yang cukup besar untuk terjadinya masalah kesehatan akibat
konsumsi air itu.
3. Sarana dan prasarana dasar kesehatan lingkungan
Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemenuhan saran dan prasarana dasar
kesehatan lingkungan antara lain :
a. Setiap keluarga mempunyai dua alat pengambil air yang berkapasitas 10–20
liter, dan tempat penyimpan air berkapasitas 20 liter. Alat–alat ini
sebaiknya berbentuk wadah yang berleher sempit dan/bertutup.
b. Setiap orang mendapat sabun ukuran 250 gram per bulan.
c. Bila kamar mandi umum harus disediakan, maka prasarana ini harus cukup
banyak untuk semua orang yang mandi secara teratur setiap hari pada jam–
jam tertentu. Pisahkan petak–petak untuk perempuan dari yang untuk laki–
laki.

9
d. Apabila diadakan tempat penyucian umum, maka satu bak air pencucian
paling banyak digunakan oleh 100 orang.
4. Pembuangan kotoran manusia
Buang air besar (BAB) merupakan kegiatan yang dilakukan oleh setiap
manusia. Disadari atau tidak BAB merupkan kebutuhan sekaligus kewajiban bagi
setiap manusia. Jamban yang tersedia dalam pengungsian harus disesuaikan dengan
jumlah pengungsi. Selain itu jaraknya tidak boleh terlalu jauh dari pengungsian agar
mudah diakses baik siang ataupun malam. Tempatnya pun harus tertutup dan layak
untuk menjaga privasi setiap pengungsi. Hal yang perlu diperhatikan antara lain :
a. Tiap jamban digunakan paling banyak 20 orang.
b. Penggunaan jamban diatur perumah tangga dan/menurut pembedaan jenis
kelamin (misalnya jamban persekian KK atau jamban laki–laki dan jamban
permpuan).
c. Jarak jamban tidak lebih dari 50 meter dari pemukiman (rumah atau barak
di camp pengungsian) atau bila dihitung dalam jam perjalanan ke jamban
hanya memakan waktu tidak lebih dari 1 menit saja dengan berjalan kaki.
d. Jamban umum tersedia di tempat–tempat seperti pasar, titik–titik
pembagian sembako, pusat – pusat layanan kesehatan dsb.
e. Letak jamban dan penampung kotoran harus sekurang–kurangnya berjarak
30 meter dari sumber air bawah tanah. Dasar penampung kotoran sedikitnya
1,5 meter di atas air tanah. Pembuangan limbah cair dari jamban tidak
merembes ke sumber air mana pun, baik sumur maupun mata air, suangai,
dan sebagainya.
f. 1 (satu) Latrin/jaga untuk 6–10 orang.
5. Pengelolaan limbah padat
Padatnya pengungsi dalam satu wilayah pengungsian tentunya akan
menyebabkan banyak limbah padat yang dihasilkan, termasuk limbah padat medis.
Hal tersebut tentunya dapat mempengaruhi kesehatan pengungsi karea limbah padat
dapat menjadi tempat berkembang biak bakteri dan virus penyebab penyakit. Begitu
pula dengan limbah padat medis yang dapat menyebabkan INOS. Pelaksanaan
pengelolaan limbah padat meliputi :
a. Sampah rumah tangga dibuang dari pemukiman atau dikubur di sana
sebelum sempat menimbulkan ancaman bagi kesehatan.

10
b. Tidak terdapat limbah medis yang tercemar atau berbahaya (jarum suntik
bekas pakai, perban–perban kotor, obat–obatan kadaluarsa,dsb) di daerah
pemukiman atau tempat–tempat umum.
c. Dalam batas–batas lokasi setiap pusat pelayanan kesehatan, terdapat tempat
pembakaran limbah padat yang dirancang, dibangun, dan dioperasikan
secara benar dan aman, dengan lubang abu yang dalam.
d. Terdapat lubang–lubang sampah, keranjang/tong sampah, atau tempat–
tempat khusus untuk membuang sampah di pasar–pasar dan pejagalan,
dengan sist em pengumpulan sampah secara harian.
e. Tempat pembuangan akhir untuk sampah padat berada dilokasi tertentu
sedemikian rupa sehingga problema–problema kesehatan dan lingkungan
hidup dapat terhindarkan.
f. 2 ( dua ) drum sampah untuk 80 – 100 orang.
Hal yang perlu diperhatikan dalam pelaksanaan pengelolaan limbah padat antara
lain :
a. Tidak ada satupun rumah/barak yang letaknya lebih dari 15 meter dari
sebuah bak sampah atau lubang sampah keluarga, atau lebih dari 100 meter
jaraknya dari lubang sampah umum.
b. Tersedia satu wadah sampah berkapasitas 100 liter per 10 keluarga bila
limbah rumah tangga sehari–hari tidak dikubur ditempat.
6. Pengelolaan limbah cair (pengeringan)
Disediakan tempat untuk mengolah limbah cair yang dihasilkan dari kegiatan
sehari-hari di pengungsian. Tempat tersebut diperuntukkan supaya tidak ada
genangan air limbah ya ng berada di lingkungan yang dapat mengakibatkan
pencemaran. Hal–hal berikut dapat dipakai sebagai ukuran untuk melihat
keberhasilan pengelolaan limbah cair :
a. Tidak terdapat air yang menggenang disekitar titik–titik
pengambilan/sumber air untuk keperluan sehari–hari, didalam maupun di
sekitar tempat pemukiman
b. Air hujan dan luapan air/banjir langsung mengalir malalui saluran
pembuangan air.
c. Tempat tinggal, jalan – jalan setapak, serta prasana – prasana pengadaan air
dan sanitasi tidak tergenang air, juga tidak terkikis oleh air
7. Penampungan Keluarga

11
Pada saat keadaan darurat berawal, warga memperoleh ruang tertutup yang
cukup untuk melindungi mereka dari dampak–dampak iklim yang dapat
membahayakan mereka. Mereka memperoleh papan yang cukup memenuhi syarat
kesehatan (hangat, berudara segar, aman dan memberi keleluasaan pribadi) demi
menjamin martabat dan kesejahteraan mereka. Tolok ukur kunci :
1. Ruang tertutup yang tersedia per orang rata–rata berukuran 3,5 hingga
4,5 meter persegi.
2. Dalam iklim yang hangat dan lembap, ruang–ruang itu
memungkinkan aliran udara optimal dan melindungi penghuninya dari
terik matahari secara langsung.
3. Bila iklim panas dan kering, bahan–bahan bangunannya cukup berat
untuk memastikan kapasitas pelepasan panas yang maksimal. Kalau
yang tersedia hanya tenda–tenda atau lembaran–lembaran plastik saja,
pertimbangkan penyediaan atap berganda atau lapisan pelepas panas.
4. Dalam udara dingin, bahan dan kontruksi ruang memastikan
pengaturan udara yang optimal. Suhu yang nyaman bagi para
pengguni diperoleh dengan cara penyekatan dipadukan dengan pakain
hangat, selimut, tempat tidur, dan konsumsi kalori yang cukup.

12
Gambar 1. Denah settlement pengungsian

13
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan


mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh faktor alam
dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia. Sanitasi merupakan salah satu komponen
dari kesehatan lingkungan, yaitu perilaku yang disengaja untuk membudayakan hidup bersih
untuk mencegah manusia bersentuh langsung dengan kotoran dan bahan buangan berbahaya
lainnya, dengan harapan dapat menjaga dan meningkatkan kesehatan manusia.

Dalam keadaan bencana yang diikuti dengan perubahan pola hidup warga di
pengungsian dapat menyebabkan berbagai masalah kesehatan karena daya tahan tubuh mulai
menurun dan kondisi sanitasi yang tidak memadai. Dalam KEPUTUSAN MENTERI
KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR : 1357 / Menkes / SK / XII / 2001 telah
dijelaskan tentang standart minimal penanggulangan masalah kesehatan akibat bencana dan
penanganan pengungsi.

14
DAFTAR PUSTAKA

Anonim.1992.Undang-Undang Nomor 23/1992 tentang Kesehatan.Jakarta:Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim.2001.Keputusan Presiden Nomor : 3/2001 tentang Badan Penanggulangan Bencana


dan Penangan Pengungsi (Bakornas PB-P).Jakarta:Kantor Sekretaris Negara
Republik Indonesia.
Anonim.2001.Kepmenkes Nomor : 979/2001 tentang Protap Pelayanan Kesehatan

Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi.Jakarta:Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim.2001.Kepses Bakornas PB-P Nomor : 2/2001 tentang Pedoman Umum


Penanggulangan Bencana dan Penanggulangan Pengungsi. Jakarta:Kantor Sekretaris
Negara Republik Indonesia.
Anonim.2002.Keputusan Menteri Kesehatan Repubilk Indonesia Nomor:12/2002 tentang

Pedoman Koordinasi Penanggulangan Bencana di Lapangan. Jakarta:Kementrian

Kesehatan Republik Indonesia.

Anonim.2007.Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 Tentang Penanggulangan

Bencana,Jakarta:Kantor Sekretaris Negara Republik Indonesia.

Azwar, Asrul .1992.Pengantar Ilmu Kesehatan Lingkungan.Jakarta:Penerbit Mutia.

Ehler and Steel.1958.Municipal and Rural Sanitation. New York, Landon: Mcgraw Hill
Book Company Inc.Gaman and Sherrington.

Nurjannah, dkk.2011.Manajemen Bencana.Yogyakarta:Graha Ilmu Surkana.

Republik Indonesia. 2001. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor : 1357 /
MENKES /SK / XII / 2001 tentang Standar Minimal Penanggulangan Masalah
Kesehatan Akibat Bencanad Penanganan Pengungsi. Sekretariat Kabinet RI.
Jakarta.

15

Anda mungkin juga menyukai