Anda di halaman 1dari 19

TUGAS ETIK DAN LEGAL KEPERAWATAN

Etik dan Legal dalam Keperawatan Bencana

Dosen : Sriyono, S.Kep., Ns., M.Kep., Sp.Kep.MB

OLEH :
1. Firnanda Erindia 232221006
2. Kusnul Chotimah 232221012
3. Maitha A. Wulan Keloay 232221018
4. Luvelia A. D. C. F. Ximenes 232221024
5. Fitriatul Jannah 232221030
6. Merry Noviyanti 232221036
7. Evi Andayani 232221042
8. Ovindiana De C. D. Quintas 232221048

PROGRAM STUDI MAGISTER KEPERAWATAN


FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS AIRLANGGA
2023
DAFTAR ISI
DAFTAR ISI .......................................................................................................................
KATA PENGANTAR ........................................................................................................
BAB 1 PENDAHULUAN ..................................................................................................
1.1 Latar Belakang ..............................................................................................................
1.2 Tujuan ...................................................................................................................
1.3 Manfaat ...................................................................................................................

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ...........................................................................................


2.1 Konsep Teori Etik dan Legal dalam Keperawatan .........................................................
2.2 mmm .....................................................................................................................

BAB 3 STUDI KASUS


3.1 Pengkajian
3.2 Diagnosa Keperawatan ...................................................................................................
3.3 Intervensi Keperawatan ..................................................................................................

BAB 4 PENUTUP
4.1. Kesimpulan ....................................................................................................................
4.2 Saran .....................................................................................................................

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................................


LAMPIRAN
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Semua negara dan masyarakat di dunia pernah terkena potensi bencana. Di
televisi atau radio kita sering mendengar tentang bencana yang melanda berbagai
wilayah di Indonesia atau sekitarnya. Berita bencana seringkali selalu dikaitkan
dengan tragedi atau peristiwa yang menyedihkan (Erita & Mahendra, 2019).
Sejak tahun 2009 tercatat bahwa ada beberapa bencana yang terjadi di
Indonesia seperti gempa bumi, tsunami, longsor, banjir, letusan gunung berapi,
dan tornado yang melanda Indonesia (Husnah et al., 2019). Menurut Sugandi,
2010 dalam artikel Zahra Chegini (2021) bahwa kejadian bencana di Indonesia
bisa mencapai lebih dari 1.000 kali dalam setahun atau mencapai 3 kali dalam
sehari (Chegini et al., 2022).
Bencana didefinisikan sebagai peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat, yang
disebabkan, baik oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam, maupun faktor
manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa (manusia), kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologi. Sementara itu, masalah
di bidang kesehatan yang ditimbulkam akibat bencana antara lain: lumpuhnya
pelayanan kesehatan, korban luka, pengungsi, masalah gizi, penyakit menular,
ketersediaan air bersih, masalah sanitasi lingkungan, dan gangguan stress atau
mental(Kemenkes RI, 2019). Maka diperlukan langkah-langkah strategis di
bidang kesehatan khususnya di bidang keperawatan bencana untuk
penanggulangan bencana.
Menurut Kalanlar, 2018 dalam artikel Zahra Chegini (2021) menjelaskan
bahwa keperawatan bencana digambarkan sebagai "penggunaan sistematis
pengetahuan dan keterampilan keperawatan dalam bencana dan pengembangan
praktik yang dirancang untuk mengurangi kerusakan akibat bencana pada
kesehatan dan menghilangkan bahaya yang mengancam jiwa" (Chegini et al.,
2022). Oleh karenanya, menurut Tzeng & Yin (2008) penting bagi perawat untuk
memiliki pengetahuan dasar tentang isu-isu yang berkaitan dengan manajemen
krisis dan tahapannya, termasuk kesiapsiagaan, respon, pemulihan dan mitigasi,
serta keterampilan yang dibutuhkan untuk setiap tahapan. Perawat seharusnya
memiliki kemampuan, pengetahuan dan keterampilan minimum tentang
manajemen bencana, untuk dapat mendukung selama bencana, untuk
mempromosikan kesiapsiagaan di antara orang-orang dan komunitas dan untuk
menunjukkan komitmen profesionalnya dengan berpartisipasi dalam perencanaan,
latihan dan pelatihan kesiapsiagaan bencana, masuk dan keluar dari lingkungan
profesional mereka (Chegini et al., 2022).

1.2 Rumusan Masalah


Seperti apakah etik dan legal dalam keperawatan bencana khusunya di
Indonesia?

1.3 Tujuan
Adapun tujuan dari pembuatan makalah ini yakni untuk meningkatkan
pemahaman pembaca tentang :
1. Konsep teori etik dan legal dalam keperawatan bencana
2. Analisis dan pembahasan studi kasus dalam keperawatan bencana

1.4 Manfaat
Adapun manfaat dari pembuatan makalah ini yakni antara lain:
1. Manfaat Teoritis
Dengan adanya makalah ini diharapkan dapat menjadi bukti empiris dalam
peningkatan pemahaman pembaca khususnya mahasiswa M16 Kep.
tentang konsep teoritis mengenai etik dan legal dalam keperawatan
bencana.
2. Manfaat Praktis
Diharapkan dapat menjadi informasi ilmiah untuk mengenai tata laksana
keperawatan bencana tanpa mengabaikan azaz etik dan legal dalam
intervensinya di kemudian hari.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Konsep Bencana
1. Definisi Bencana
Bencana merupakan peristiwa atau kejadian yang secara signifikan dapat
menimbulkan korban jiwa, kehilangan harta benda, dan merusak fasilitas di
lingkungan sekitar. Menurut UU NO 24 TAHUN 2007 Tentang
Penanggulangan Bencana, bencana dapat disebabkan oleh faktor alam dan
faktor non alam yang dapat mengancam dan mengganggu kehidupan
masyarakat. Bencana dapat menimbulkan korban jiwa, kehilangan harta
benda, lingkungan menjadi rusak, dan menyebabkan dampak psikologis bagi
masyarakat. dari keperawatan bencana adalah memastikan bahwa perawatan
yang diberikan kepada korban bencana dapat tercapai dengan baik. Hal in
dilakukan dengan mengidentifikasi, mengadvokasi, dan merawat semua yang
terkena dampak bencana, serta meningkatkan partisipasi aktif di semua
tingkatan perencanaan dan kesiapsiagaan bencana (Sembiring & Nurmansyah,
2021).
2. Klasifikasi Bencana
 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2007 tersebut juga mendefinisikan
mengenai bencana alam, bencana nonalam, dan bencana sosial.
1) Bencana alam
Bencana alam merupakan gangguan atau ancaman yang disebabkan oleh
faktor alam. Bencana alam adalah konsekuensi dari interaksi antara bahaya
alam dan aktivitas manusia. Bencana alam meliputi gempa bumi, banjir,
angin puting beliung, letusan gunung berapi, tanah longsor, tsunami dan
angin topan.
2) Bencana nonalam
Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi, gagal
modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3) Bencana sosial
Bencana sosial bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau serangkaian
peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi konflik sosial
antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
3. Siklus Bencana
Siklus bencana dapat diklasifikasikan kedalam tiga fase yaitu sebagai
berikut fase pra bencana, fase bencana dan fase pasca bencana. Fase pra
bencana merupakan fase saat bencana belum terjadi, fase bencana merupakan
fase saat bencana terjadi (sedang berlangsung), sedangkan fase pasca bencana
merupakan fase setelah bencana terjadi. Siklus bencana merupakan hal yang
penting untuk dipahami, karena siklus bencana merupakan dasar ataupun
pedoman dalam melakukan penanggulangan bencana sesuai fase masing-
masing (Sembiring & Nurmansyah, 2021).
4. Siklus penanganan bencana
1) Pra bencana
(1) Pencegahan
Tahap pencegahan bencana merupakan kegiatan yang bertujuan untuk
mengurangi dampak bencana, yang dilakukan dengan cara
pengendalian, perbaikan dan modifikasi lingkungan. Kegiatan umum
yang dapat dilakukan pada tahapan ini yaitu seperti membuat peta
daerah-daerah yang rawan terhadap bencana, pembuatan sistem
peringatan dini bencana (alarm bencana), merancang bangunan yang
tahan terhadap bencana tertentu, dan memberikan pendidikan
kesehatan pada masyarakat khususnya masyarakat yang berada di
daerah rawan bencana.
(2) Mitigasi
Tahap Mitigasi bencana merupakan tindakan yang dilakukan untuk
mengurangi efek negatif dari bencana. Poin penting dalam mitigasi
bencana yaitu keputusan pengembangan ekonomi, kebijakan
pemanfaatan lahan, perencanaan pembangunan infrastruktur yang
mendukung dalam pengurangan resiko bencana dan pemanfaatan
sumber daya untuk mendukung investasi.

(3) Kesiapsiagaan
Tahap Kesiapsiagaan merupakan kegiatan persiapan yang dilakukan
untuk mengurangi kerugian yang timbul akibat bencana. Kegiatan
umum yang dapat dilakukan pada tahapan ini yaitu sebagai berikut:
a. Menyusun rencana pengembangan sistem peringatan dini,
pemeliharaan fasilitas-fasilitas yang mendukung dalam mengurangi
risiko bencana, pelatihan tanggap bencana bagi personil.
b. Menyusun strategi dalam pencarian, penyelamatan dan evakuasi
bagi daerah-daerah yang rentan terhadap bencana berulang.
c. Menjalankan langkah kesiapsiagaan bencana sebelum bencana
terjadi untuk meminimalkan korban jiwa, mengurangi kerusakan
sarana dan prasarana serta gangguan layanan saat teriadi bencana.
2) Saat bencana
Fase saat bencana dikenal juga dengan istilah tanggap darurat. Pada
tahap tanggap darurat dilakukan berbagai tindakan darurat untuk
menyelamatkan diri sendiri, orang terdekat dan harta benda yang masih
bisa diselamatkan. Kegiatan umum yang dapat dilakukan pada tahap
tanggap darurat yaitu sebagai berikut:
a. Menyelamatkan diri dan jika memungkinkan menyelamatkan orang
terdekat
b. Tetap tenang dan tidak panik.
c. Menjauh dari titik bencana dan mengikuti arahan dari badan
penanggulangan bencana
d. Melindungi diri dari benda-benda yang dapat melukai diri.
Berdasarkan penilaian pelayanan medis, bencana dibagi menjadi 2
fase yaitu fase akut dan fase sub akut. Fase akut merupakan masa waktu
48 jam pertama setelah bencana terjadi, yang dikenal juga dengan istilah
fase pertolongan tau pelayanan medis darurat terhadap korban yang terluka
akibat bencana. Fase sub akut merupakan masa waktu seminggu setelah
terjadi bencana. Pada fase sub akut dilakukan pertolongan atau pelayanan
medis terhadap korban yang terluka pada sat mengungsi tau dievakuasi,
serta mengatasi permasalahan kesehatan yang muncul selama di
pengungsian.
3) Setelah Bencana
(1) Fase Pemulihan
Fase Pemulihan merupakan tahap di mana individu atau masyarakat
memulihkan fungsinya seperti sebelum terjadi bencana dengan
menggunakan kemampuan sendiri. Kegiatan yang sering dilakukan
pada fase ini yaitu melakukan perbaikan tempat tinggal secara
bertahap, mencari tempat tinggal sementara, kembali melakukan
aktivitas seperti sekolah atau bekerja. Pada tahap ini lembaga
pemerintah kembali memberikan pelayanan secara normal serta
menyusun rencana-rencana untuk rekonstruksi dengan tetap
memberikan perhatian dan bantuan kepada korban bencana. Fase ini
merupakan fase peralihan dari kondisi darurat ke kondisi tenang.
(2) Fase Rekonstruksi / Rehabilitasi
Fase Rekonstruksi/Rehabilitasi merupakan fase di mana individu atau
masyarakat berupaya mengembalikan fungi normalnya seperti sebelum
terjadi bencana dan melakukan rehabilitasi terhadap lingkungan
komunitasnya. Fase ini memiliki jangka waktu yang tidak dapat
dipastikan. Individu atau masyarakat diharapkan dapat menggunakan
pengalamannya untuk mengembangkan kehidupan dan lingkungan
komunitasnya secara progresif, karena mereka tidak dapat kembali ke
fase saat sebelum terjadi bencana.
5. Dampak Bencana
Dampak yang ditimbulkan akibat bencana yaitu:
1) Korban massal yang mengalami luka-luka, kecacatan bahkan
kematian.
2) Meningkatnya angka kesakitan, kematian, gizi buruk di pengungsian
3) Tidak tersedianya sarana air bersih dan lingkungan yang kotor selama
di pengungsian.
4) Pelayanan Kesehatan tidak dapat berfungsi dengan maksimal
5) Rusaknya sarana dan prasarana Kesehatan
6) Transportasi dan alat komunikasi tidak dapat berfungsi dengan baik.
2.2 Konsep Etik dan Legal
1. Kode Etik Keperawatan Bencana
1) Perawat bencana memberikan pelayanan dengan penuh hormat bagi
martabat kemanusiaan dan keunikan klien
2) Perawat bencana mempertahankan kompetensi dan tanggung jawab
dalam praktek keperawatan emergensi
3) Perawat bencana melindungi klien manakala mendapatkan pelayanan
kesehatan yang tidak cakap, tidak legal, sehingga keselamatannya
terancam
2. Etika Berdasarkan Norma Profesi
1) Menghargai klien
(1) Manusia utuh dan unik (umur, status sosial, latar belakang budaya
dan agama)
(2) Menghargai keputusan yang dibuat klien dan keluarga
2) Memberikan yang terbaik asuhan keperawatan yang bermutu
3) Mempertanggungjawabkan pelayanan keperawatan yang diberikan
4) Tidak menambah permasalahan
5) Bekerja sama dengan teman sejawat, tim kesehatan untuk pelayanan
keperawatan terbaik
3. Aspek Legal
Aspek legal dalam konteks pelayanan keperawatan bencana
1) Membuat kontrak kerja (memahami hak dan kewajiban)
2) Praktek yang kompeten hanya dilakukan oleh seorang perawat yang
kompeten
3) Tambahan penyuluhan kesehatan dan konseling dalam pemberian
asuhan keperawatan
4) Melaksanakan tugas delegasi, sesuai dengan kemampuan perawat yang
akan diberikan delegasi.
2.3 Perawat Berperan Dalam Penanggulangan Bencana
Beberapa peran yang dimainkan perawat dalam pelaksanaan pelayanan
keperawatan dalam pelaksanaan penanggulangan bencana antara lain:
1. Merefleksikan adanya kepemimpinan keperawatan yang kuat.
Peran perawat kebencanaan adalah multifungsi karena mencakup sebagai
praktisi pelayanan keperawatan, pendidik dalam kegiatan pendidikan dan
pelatihan, manajer pelayanan, konsultan, advocat dan peneliti. Perawat
kebencanaan bisa berasal dari berbagai keahlian keperawatan dengan
berbagai jenjang lulusan dan kompetensi serta pengalaman dalam
penanggulangan bencana. Perawat umum lulusan Akper dan Sarjana
perlu melaksanakan pelatihan sebelum menjadi perawat kebencanaan.
Perawat yang akan menjadi perawat kebencanaan harus memiliki
ketrampilan keperawatan dan keahlian gawat darurat agar mampu
melakukan bantuan saat tanggap darurat.
2. Proses keperawatan dapat diterapkan di lokasi bencana mewajibkan
perawat tetap melakukan asuhan keperawatan dengan tepat.
Perawat akan menerapkan perilaku yang tepat, pada saat terlibat dalam
praktik yang berhubungan dengan disaster terutama kegawatan daruratan.
Perawat akan menggunakan bahasa yang sama satu sama lain dalam
rangka untuk melakukan komunikasi agar mampu mengkaji pasien
korban bencana secara ilmiah. Pelayanan keperawatan dalam
kebencanaan pada saat gawat darurat adalah membuat pengkajian cepat
dan membuat triase, menentukan diagnosa, melakukan intervensi dengan
ceopaat dan tepat, serta melakukan evaluasi dan monitor dan evakuasi
bila diperlukan.
Menunjukkan komitmen perawat dalam menjaga pelayanan keperawatan
yang berkualitas.
3. Penekanan akan kemampuan perawat dalam menangani berbagai macam
situasi gawat darurat dpaat dilakukan secara cepat dan tepat terutama
pada fase saat kejadian bencana. Pencapaian ini akan menunjukkan
kepada masyarakat bahwa kompetensi perawat mampu memenuhi
kebutuhan masyarakat yang terkena korban bencana. Kemampuan ini
harus dipertahankan dan dijaga oleh semua perawat, demi komitmen
pada kualitas pelayanan keperawatan jangka panjang. Semua perawat
agar menyadari bahwa peran kepemimpinan yang selama ini hanya fokus
diberikan di rumah sakit, ternyata mampu dilaksanakan di area
kebencanaan.
2.4 Peran Perawat Dalam Tahapan Penanggulangan Bencana
Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007, there three phases
on disaster management: pra bencana (pre-event), saat kejadian (event), dan
pasca bencaana (post event). Perawat merupakan tenaga mayoritas tenaga
kesehatan yang ada di Indonesia. Perawat akan sangat di butuhkan selama
tahapan penanggulangan bencana baik ditahapan pre, saat maupun pasca
bencana. Kemampuan dasar praktik keperawatan adalah mampu memberikan
pelayanan untuk cedera dan sakit, membantu individu dan keluarga seperti
adanya keluhan fisik dan emosional serta bekerja untuk meningkatkan
kesehatan individual dan masyarakat.
Perawat harus bisa menerapkan pengetahuan dan ketrampilan dalam
menolong korban individu dan menyelamtkan nyawa orang lain, dan
melaksanakan keperawatan darurat serta mempertahankan kesehatan
masyarakat. Oleh karena itu, pelatihan bencana dasar untuk perawat adalah
sangat penting. Disamping itu, perawat harus memahami bagaimana
membuat perencanaan penanggulangan kebencanaan dalam semua tahapan
bencana sebelum melaksanakan perannya.
1. Peran Perawat pada Tahap Pra Bencana (Pre Event Stage)
Pada tahap pra bencana, perawat dapat menerapkan peran:
a.) Memberikan pendidikan dan pelatihan tentang kesiapsiagaan
(preparedness) kepada masyarakat yang bertujuan untuk menurunkan
risiko bencana melalui latihan simulasi menghadapi bahaya bencana,
dan memberikan pertolongan pertama pada korban luka di lokasi
bencana
b.)Mengidentifikasi risiko bencana terutama pada kelompok berisiko
seperti orang lanjut usia, orang cacat, anak kecil, dan perempuan,
dengan bekerjasama dengan dinas lain untuk merencanakan
penurunan angka kematian dan kesakitan, membantu dan mendukung
pengembangan kebijakan untuk menurunkan efek tidak baik dari
bencana
c.) Melakukan identifikasi sumber daya dengan membentuk sistem
komunikasi yang baik antar stakeholder untuk meningkatkan
perencanan bencana yang dapat mengurangi angka kematian dan
angka kesakitan pada saat kejadian bencana
Pelibatan perawat dalam tahapan kesiapsiagaan adalah sangat penting
sekali karena akan menentukan kesuksesan dalama masa tanggap darurat dan
tahapan pemulihan. Bahkan Stanley et al (2018) mengharapkan bahwa
kualitas pelayanan keperawatan untuk penanggulangan bencana harus
didukung oleh staf perawat yang berkualifikasi yang mampu memberikan
pelayanan keperawatan sesuai dengan kebutuhan yang dilakasnakan pada tiap
tahapan bencana.
2. Peran Perawat dalam Tahap Saat Bencana (At Event Stage)
Perawat harus memahami Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 tentang
kegiatan pada tahap tanggap darurat, yaitu:
a.) Memperhatikan peringatan dini yang dikeluarkan oleh pejabat Pemda
Kabupaten/Kota atau Pemda Provinsi tentang adanya bencana;
b.) Melakukan mobilisasi dari lokasi kejadian ke area posko yang
ditentukan;
c.) Melakukan evakuasi korban manusia atau harta benda,
d.) Diikuti dengan melakukan pengkajian dampak bencana dengan
membuat daftar kebutuhan dasar masyarakat;
e.) Mencegah dan mengelola pengungsi dan;
f.) Memperbaiki fasilitas dan infrastruktur. Pada saat yang sama perawat
dapat membuat data daftar korban manusia dan mengkomunikasikan ke
Badan Penangguangan Bencan Daerah (BPBD) atau Dinas Sosial.
Menurut Vogt & Kulbok (2018), ada beberapa kegiatan yang dapat
dilakukan pada situasi gawat darurat adalah:
1) Selamatkan nyawa dahulu dan mencegah kecacatan.
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:
a) penilaian cepat kesehatan (rapid health assessment);
b) pertolongan pertama korban bencana dan evakuasi ke sarana
kesehatan;
c) pemenuhan kebutuhan dasar kesehatan;
d) perlindungan terhadap kelompok risiko tinggi kesehatan, dengan cara:
(1) pencarian dan penyelamatan dengan melokalisasi korban;
(2) memindahkan korban dari daerah berbahaya ke tempat
pengumpulan/penampungan;
(3) memeriksa status kesehatan korban (triase di tempat kejadian);
(4) memberi pertolongan pertama jika diperlukan; dan
(5) memindahkan korban ke pos medis lapangan jika diperlukan.
2) Melakukan Triase.
Kegiatan yang dapat dilakikan adalah:
a) Identifikasi secara cepat korban yang membutuhkan stabilisasi segera
(perawatan di lapangan);
b) Identifikasi korban yang hanya dapat diselamatkan dengan
pembedahan darurat (life saving surgery);
c) Pasien harus diidentifikasi dan diletakkan secara cepat dan tepat;
d) Mengelompokkan korban sesuai dengan keparahan dengan memberi
warna tag kuning dan merah;
e) Bagian tubuh yang akan diberikan tindakan harus ditentukan dan
diberi tanda;
f) Buat prioritas untuk mengisolasi dan beri tindakan pasien dengan
penyakit infeksi.
3) Pertolongan pertama.
Kegiatan yang dapa dilakukan adalah:
a) Mengobati luka ringan secara efektif dengan melakukan teknik
pertolongan pertama, seperti kontrol perdarahan, mengobati shock dan
menstabilkan patah tulang;
b) Melakukan pertolongan bantuan hidup dasar seperti manajemen
perdarahan eksternal, mengamankan pernafasan, dan melakukan
penanganan cedera sesuai dengan teknik proseduran yang sesuai;
c) Mempunyai keterampilan Pertolongan pertama seperti membersihkan
jalan napas, melakukan resusitasi, melakukan CPR/RJP, mengobati
shock, dan mengendalikan perdarahan.
d) Membuka saluran udara secepat mungkin dan memeriksa obstruksi
saluran napas harus menjadi tindakan pertama, jika perlu saluran udara
harus dibuka dengan metode Head-Tilt/Chin-Lift;
e) Lakukan pertolongan pertama pada korban dengan perdarahan,
perawat harus menghentikan perdarahan, karena perdarahan yang tidak
terkontrol dapat menyebabkan kelemahan dan shok dan akhirnya
meninggal dunia.
4) Proses pemindahan korban.
Kegiatan yang dapat diakukan adalah:
a) Pemeriksaan kondisi dan stabilitas pasien dengan memantau tanda-
tanda vital;
b) Pemeriksaan peralatan yang melekat pada tubuh pasien seperti infus,
pipa ventilator/oksigen, peralatan immobilisasi dan lain-lain.
5) Perawatan di rumah sakit
Kegiatan yang dapat dilakukan adalah:
a) Mengukur kapasitas perawatan rumah sakit;
b) Lokasi perawatan di rumah sakit;
c) Hubungan dengan perawatan di lapangan;
d) Arus pasien ke RS harus langsung dan terbuka;
e) Arus pasien harus cepat dan langsung menuju RS, harus ditentukan,
tempat tidur harus tersedia di IGD, ruang operasi, dan ICU.
6) RHA Menilai kesehatan secara cepat melalui pengumpulan informasi
cepat dengan analisis besaran masalah sebagai dasar mengambil keputusan
akan kebutuhan untuk tindakan penanggulangan segera.
7) Peran perawat di dalam posko pengungsian dan posko bencana
a) Memfasilitasi jadwal kunjungan konsultasi medis dan cek kesehatan
sehari-hari;
b) Tetap menyusun rencana prioritas asuhan keperawatan harian;
c) Merencanakan dan memfasilitasi transfer pasien yang memerlukan
penanganan kesehatan di Rumah Sakit.
d) Mengevaluasi kebutuhan kesehatan harian;
e) Memeriksa dan mengatur persediaan obat, makanan, makanan khusus
bayi, peralatan kesehatan;
f) Membantu penanganan dan penempatan pasien dengan penyakit
menular maupun kondisi kejiwaannya agar tidak membahayakan diri
dan lingkungannya, dan jangan lupa berkoordinasi dengan perawat
jiwa;
g) Mengidentifikasi reaksi psikologis seperti ansietas dan depresi yang
ditunjukkan dengan seringnya menangis dan mengisolasi diri maupun
reaksi psikosomatik seperti hilang nafsu makan, insomnia, fatigue,
mual muntah, dan kelemahan otot;
h) Membantu terapi kejiwaan, khususnya pada anak-anak, dan melakukan
modifikasi lingkungan misalnya dengan terapi bermain;
i) Memfasilitasi konseling dan terapi kejiwaan lainnya oleh para psikolog
dan psikiater;
j) Konsultasikan kepada supervisi mengenai pemeriksaan kesehatan dan
kebutuhan masyarakat yang mengungsi.
3. Peran Perawat dalam Tahap Pemulihan (Post Event Stage)
Tahap pemulihan terdiri dari:
1) Rehabilitasi, yang bertujuan mengembalikan kondisi daerah yang terkena
bencana yang serba tidak menentu ke kondisi normal atau lebih baik;
2) Rekonstruksi, yang bertujuan membangun kembali sarana dan prasarana
yang rusak akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Upaya-upaya
yang dilakukan antara lain:
a) Perbaikan lingkungan dan sanitasi;
b) Perbaikan fasilitas pelayanan kesehatan;
c) Pemulihan psiko-sosial;
d) Peningkatan fungsi pelayanan kesehatan
Tahap pemulihan perawat dapat berperan dengan membantu masyarakat untuk
kembali pada kehidupan normal melalui proses konsultasi atau edukasi.
Membantu memulihkan kondisi fisik yang memerlukan penyembuhan jangka
waktu yang lama untuk normal kembali bahkan terdapat keadaan dimana
kecacatan terjadi. Dalam tahap ini, banyak korban yang sudah tidak memiliki
kemampuan, maka sebagai perawat punya tanggung jawab untuk membayar biaya
perngobatan dan perawatan sampai membuat mampu secara status ekonomi dan
sosial. Untuk mendukung keberhasilan peran perawat dalam penanggulangan
bencana, maka perawat perlu menambah pengalaman dengan ikut langsung
menangani korban di lokasi bencana yang nyata. Manfaat pengalaman di lokasi
bencana:
1) Menuntun perawat mengalami sendiri, mengambil makna bencana dan
kehidupan;
2) Meningkatkan kemampuan tingkat kesiapsiagaan bencana;
3) Meningkatkan keakuratan dan ketepatan dalam menangani situasi gawat
darurat serta mengurangi kesalahan;
4) Memotivasi untuk selalu mempertahankan pengetahuan dan ketrampilannya
dengan ikut serta dalam pendidikan keperawatan berkelanjutan.
BAB 3
CASE STUDY PENERAPAN ETIK DAN LEGAL DALAM
KEPERAWATAN BENCANA

Bencana alam di Palu Sulawesi tengah pada 28 September 2018 merupakan


salah satu bencana alam terbesar yang terjadi di Indonesia. Pada peristiwa tersebut
terdapat tiga jenis bencana yang terjadi secara gradual dalam waktu berdekatan,
yakni gempa bumi 7,4 skala richter yang diikuti dengan gelombang tsunami dan
likuifaksi. Kerusakan akibat gempa tergolong luar biasa dengan korban jiwa
termasuk korban hilang berjumlah 4.402, yang berasal dari 4 kabupaten, yakni
Palu, Donggala, Parigi Moutong dan Sigi.  Kondisi tersebut menyebabkan akses
jalan tertutup karena gempa sehingga menyebabkan kesulitan dalam menempuh
lokasi bencana oleh tenaga kesehatan, akses listrik tidak berfungsi sehingga
menyebabkan kesulitan dalam komunikasi, pergerakan ekonomi tidak berjalan,
akses untuk makan dan minum terhambat, masyarakat sangat membutuhkan
pertolongan dari segi medis, kebutuhan makan dan minum, fasilitas perawatan diri
untuk personal hygiene, terjadi penjarahan atas barang-barang bantuan bagi
korban bencana selama proses bantuan di jalankan menyebabkan bantuan tersebut
tidak tersebar secara adil merata pada korban bencana. Pemerintah Provinsi Palu,
BNPB dan tim Kesehatan berupaya memberikan pertolongan dengan siap siaga
terhadap Penduduk Terkena Bencana (PTB). Padamnya aliran listrik di daerah
bencana menyebabkan terputusnya komunikasi antara tim petugas kesehatan
dengan Rumah Sakit terdekat, kesulitan kebutuhan alat kesehatan yang
dibutuhkan sehingga tim kesehatan memberikan upaya penyelamatan korban
dengan alat seadanya. Masyarakat yang berhasil dari bencana dalam kondisi
tertekan, mencoba menyelamatkan jiwa dan mencari anggota keluarganya yang
belum berhasil diketemukan. Di tempat penampunganpun berbagai macam
permasalahan hadir dari mulai kebutuhan air bersih dan sanitasi, hunian
sementara, sandang pangan, wabah penyakit paska bencana dan kesulitan hidup
karena buruknya penanganan bencana yang bisa menambah jumlah korban jiwa.
Pada banyak kasus penanganan korban bencana alam, pemerintah daerah sering
mengeluh kapasitas tim bencana yang tidak mencukupi dan alokasi dana
penangulangan bencana berlangsung sangat lambat karena prosedur yang berbelit.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Simpulan
Perawat memiliki perenan multifungsi baik dalam penanganan pra bencana,
saat bencana maupun pasca bencana, karena mencakup sebagai praktisi pelayanan
keperawatan, pendidik dalam kegiatan pendidikan pelatihan, manajer pelayanan,
konsultan, advocad dan peneliti, dalam penanganan kegawatdaruratan bencana
perawat harus tetap memberikan pelayanan dengan penuh hormat serta memhami
keunikan klien, selain itu perawat harus mempertahankan kompetensi dan
tanggung jawab dalam praktek keperawatan emergensi.

4.2 Saran
Perawat diharapkan memiliki motivasi untuk terus meningkatkan kemampuan
dan keterampilan dalam kesiapsiagaan bencana untuk mengurangi kesalahan yang
dapat melanggar kode etik dalam penanganan kegawatdaruratan, perawat dapat
meningkatkan keterampilan yang dimiliki dengan ikut serta dalam pendidikan
keperawatan berkelanjutan.
DAFTAR PUSTAKA

Chegini, Z., Arab-Zozani, M., Kakemam, E., Lotfi, M., Nobakht, A., & Aziz
Karkan, H. (2022). Disaster preparedness and core competencies among
emergency nurses: A cross-sectional study. Nursing Open, 9(2), 1294–1302.
https://doi.org/10.1002/nop2.1172

Erita, & Mahendra, D. (2019). Manajemen gawat darurat dan bencana.


Journal.Thamrin.Ac.Id, 1, 148.

Husnah, C., Hafni, M., Fithria, & Jannah, syarifah rauzatul. (2019). Bencana
Gempa Bumi dan Tsunami Pada Keluarga Pasien The Effectiveness of
Disaster Mitigation Education on Earthquake and Tsunami Disaster. X(1),
21–26.

Kemenkes RI. (2019). Penanggulangan Krisis Kesehatan. Menteri Kesehatan


Republik Indonesia Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia,
Nomor 44(879), 2004–2006.

Kurniadi, A. (2021). PERAN PROFESI PERAWAT DALAM


PENANGGULANGAN BENCANA DI INDONESIA (p. vol.5 no.2).
https://doi.org/https://doi.org/10.21009/EIPS.005.2.06

UU NO 24 TAHUN 2007 TENTANG PENANGGULANGAN BENCANA, 6


(2007). https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/39901/uu-no-24-tahun-
2007

Anda mungkin juga menyukai