Anda di halaman 1dari 16

MAKALAH KEPERAWATAN BENCANA

Nama Kelompok :

Agnes Divania Yona Prilita (2002003)


Dita J Sinaga (2002026)
Ebner Agriffa (2002028)
Hesti Setyaningtyas (2002039)
Rosa Herlinawati N (2002063)

Program Studi Sarjana Keperawatan


STIKES Bethesda Yakkum
Yogyakarta 2023
KATA PENGANTAR

Segala Puji Syukur Kepada Tuhan Yang Maha Esa Yang telah memberikan nikmat serta
kesempatan dan kesehatan sehingga kami bisa menyelesaikan makalah mata kuliah
"KEPERAWATAN BENCANA”

Makalah ini merupakan satu di antara tugas mata Kuliah Keperawatan Bencana di program studi
Sarjana Keperawatan di Stikes Bethesda Yakkum Yogyakaryta.

Selanjutnya penulis mengucapkan terima kasih kepada dosen pembimbing mata kuliah
Keperawatan Bencana.

Penulis menyadari bahwa terdapat banyak kekurangan dalam penulisan makalah ini maka itu
penulis mengharapkan kritik dan saran yang membangun dari para pembaca demi kesempurnaan
makalah ini.
DAFTAR ISI

Contents
BAB I............................................................................................................................................................4
PENDAHULUAN...........................................................................................................................................4
BAB II...........................................................................................................................................................5
PEMBAHASAN.............................................................................................................................................5
DAFTAR PUSTAKA......................................................................................................................................15
BAB I
PENDAHULUAN
Manajemen bencana merupakan faktor yang sangat penting untuk mengurangi dampak dari

kejadian bencana. (Yudhistira, 2019)Indonesia merupakan daerah yang rawan dan berisiko tinggi

terhadap bencana. Tidak sedikit bencana yang datang secara periodik, namun negara ini selalu

tidak siap menghadapi bencana. Bencana adalah rangkaian peristiwa yang mengancam dan

menggangu kehidupan yang disebabkan baik oleh faktor alam, faktor non alam maupun faktor

manusia sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,

kerugian harta benda, dan dampak psikologis (Undang-Undang No.24,pasal 1, tentang

penanggulangan bencana, 2007, p. 2). Berdasarkan data BPBD Kabupaten Ende sejak tahun

2017 kejadian bencana sebanyak 86 kasus dengan 45 % terjadi bencana banjir sedangkan pada

tahun 2018 terjadi 73 kasus bencana yang terdiri dari bencana banjir, angin topan, dan tanah

longsor, dan 40% merupakan bencana banjir. Perawat sebagai lini terdepan pada pelayanan

kesehatan mempunyai tanggung jawab dan peran yang besar dalam penanganan korban bencana

alam (Ahmadi, Rahimi Foroushani, Tanha, Bolban Abad, &Asadi, 2016). Saat ini kebutuhan

tenagaperawat untuk menangani korban bencana dimasyarakat merupakan kebutuhan

terbesaryaitu sebanyak 33 % dari seluruh tenagakesehatan yang terlibat (Yan, Turale, Stone,

&Petrini, 2015). Tenaga perawat merupakan tonggak pertama yang akan dicari olehmasyarakat

yang terkena musibah bencana.Fenomena inilah yang membuat penulis tertarikuntuk mengetahui
apa yang harus dikerjakandan bagaimana peran perawat dalammenghadapi bencana

alam.Penerapan kesiapsiagaan bencana tidakhanya melibatkan pemerintah, tetapi jugamelibatkan

masyarakat, terutama bagi petugaskesehatan. Sebagai salah satu komponen yangpenting dalam

respon penanganan bencana, perawat memiliki peran yang sangat besar dalam mempersiapkan

maupun menangani masyarakat saat menghadapi bencana. Kegagalan peran dan tanggung jawab

perawat berdampak kegagalan dalam menangani korban bencana. Maka selain perawat ahli

dalam bidangnya, perawat juga harus mengetahui bagaimana kesiapsiagaan bencana diterapkan

sehingga bisa meminimalisir risiko bencana dan memperbesar keberhasilan penanganan korban

bencana(Doondori & Paschalia, 2021).

BAB II
PEMBAHASAN

A. Aplikasi Pengelolaan Penanggulangan Bencana dengan Pendekatan Komprehensif


Pada Fase Prevention, Mitigation, Planning/Response/Recovery
1. Pengertian Bencana
Bencana merupakan suatu peristiwa yang dapat mengancam dan menganggu
kehidupan dan penghidupan masyarakat, baik oleh faktor alam atau non alam,
maupun faktor manusia, sehingga muncul korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian dalam harta benda dan dampak psikologis.
Bencana memiliki tiga aspek seperti:
a) Peristiwa yang terjadi mengancam dan merusak (hazard);
b) Peristiwa yang terjadi mengancam kehidupan dan bahkan penghidupan, serta
fungsi masyarakat
c) Ancaman yang terjadi mengakibatkan adanya korban serta melampaui
kemampuan yang dimiliki masyarakat untuk mengatasi sumber daya yang ada.
2. Tipe Bencana
Bencana dibagi atas tiga yaitu:
a) Bencana alam yaitu bencana yang terjadi akibat suatu peristiwa yang disebabkan
oleh alam seperti gempa bumi, gunung meletus, tsunami, banjir, angin topan,
kekeringan, dan tanah longsor.
b) Bencana non-alam yaitu bencana yang terjadi akibat peristiwa non-alam seperti
gagal teknologi dan modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
c) Bencana sosial yaitu bencana yang terjadi akibat suatu peristiwa yang disebabkan
oleh manusia seperti konflik sosial baik antar kelompok maupun komunitas
masyarakat dan terror.
3. Kegiatan manajemen bencana
Secara umum kegiatan manajemen bencana dapat dibagi dalam kedalam tiga kegiatan
utama, yaitu:
a) Kegiatan pra bencana yang mencakup kegiatan pencegahan, mitigasi,
kesiapsiagaan, serta peringatan dini.
b) Kegiatan saat terjadi bencana yang mencakup kegiatan tanggap darurat untuk
meringankan penderitaan sementara, seperti kegiatan search and rescue (SAR),
bantuan darurat dan pengungsian
c) Kegiatan pasca bencana yang mencakup kegiatan pemulihan, rehabilitasi, dan
rekonstruksi.

Kegiatan pada tahap pra bencana ini selama ini banyak dilupakan, padahal justru
kegiatan pada tahap pra bencana ini sangatlah penting karena apa yang sudah
dipersiapkan pada tahap ini merupakan modal dalam menghadapi bencana dan pasca
bencana. Sedikit sekali pemerintah bersama masyarakat maupun swasta memikirkan
tentang langkah-langkah atau kegiatan- kegiatan apa yang perlu dilakukan didalam
menghadapi bencana atau bagaimana memperkecil dampak bencana.

Kegiatan saat terjadi bencana yang dilakukan segera pada saat kejadian bencana,
untuk menanggulangi dampak yang ditimbulkan, terutama berupa penyelamatan
korban dan harta benda, evakuasi dan pengungsian, akan mendapatkan perhatian
penuh baik dari pemerintah bersama swasta maupun masyarakatnya. Pada saat
terjadinya bencana biasanya begitu banyak pihak yang menaruh perhatian dan
mengulurkan tangan memberikan bantuan tenaga, moril maupun material. Banyaknya
bantuan yang datang sebenarnya merupakan sebuah keuntungan yang harus dikelola
dengan baik, agar setiap bantuan yang masuk dapat tepat guna, tepat sasaran, tepat
manfaat, dan terjadi efisiensi.

Kegiatan pada tahap pasca bencana, terjadi proses perbaikan kondisi masyarakat yang
terkena bencana, dengan memfungsikan kembali prasarana dan sarana pada keadaan
semula. Pada tahap ini yang perlu diperhatikan adalah bahwa rehabilitasi dan
rekonstruksi yang akan dilaksanakan harus memenuhi kaidah-kaidah kebencanaan
serta tidak hanya melakukan rehabilitasi fisik saja, tetapi juga perlu diperhatikan juga
rehabilitasi psikis yang terjadi seperti ketakutan, trauma atau depresi.

4. Pengertian tahap tahap manajemen bencana


(Rozita & Setiadi, 2020)Pengertian tahapan-tahapan manajemen bencana yang
dilakukan untuk mengelola bencana diantaranya akan di jelaskan sebagai berikut:
1) Tahapan pra bencana(preparedness dan mitigation)
Preaparedness yaitu serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk mengantisipasi
bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah yang tepat guna dan
berdaya guna. Sedangkan mitigation adalah serangkaian kegiatan untuk
mengurangi risiko bencana, baik melalui pembangunan fisik maupun penyadaran
dan peningkatan kemampuan menghadapi ancaman bencana.
2) Tahapan saat bencana atau tanggap darurat ( response)
Serangkaian kegiatan yang dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana
untuk menangani dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan
penyelematan dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelematan serta pemulihan prasarana
dan sarana. Tahapan pasca bencana
3) (Rehabilitation/recovery)
Perbaikan dan pemulihan semua aspek pelayanan publik atau masyarakat sampai
tingkat yang memadai pada wilayah pascabencana dengan sasaran utama untuk
normalisasi atau berjalannya secara wajar semua aspek pemerintahan dan
kehidupan masyarakat pada wilayah pasca bencana
4) Tahapan Rekrontruksi (Recontruction)
Pembangunan kembali semua prasarana dan sarana kelembagaan pada wilayah
pasca bencana, baik tingkat pemerintah maupun masyarakat dengan sasaran utama
tumbuh dan berkembangnya kegiatan perekonomian, sosial, budaya, tegaknya
hukum dan ketertibana, dan bangkitnya peran serta masyarakat dalam segala
aspek kehidupan bermasyarakat pada wilayah pasca gempa.
5. Perencanaan pengurangan resiko bencana
Berikut ini adalah penjelasan dari tiap-tiap perencanaan pengurangan resiko bencana
berbasis komunitas:
a) Memilih komunitas
Memilih komunitas merupakan awal yang menentukan keberlanjutan tahapan
manajemen bencana berbasis masyarakat. Pemilihan komunitas yang kurang tepat
akan mempengaruhi hasilyang akan dicapai. Terdapat beberapa kriteria (tidak
semua area dapat memenuhi kriteria tersebut) yang dapat dijadikan patokan untuk
pemilihan komunitas, yaitu :
a) Komunitas tersebut berada di wilayah yang paling rawan bencana.
b) Jumlah komunitas atau anggota masyarakat yang mendapat manaat dari
kegiatan-kegiatan manajemen bencana berbasis masyarakat yang akan
dilakukan.
c) Kesiapan komunitas untuk terlibat dalam kegaiatan manajemen bencana
berbasis Masyarakat
d) Status sosial ekonomi (kemiskinan) komunitas
e) Kerentanan sosial, ekonomi dan fisik komunitas
f) Keberadaan anggaran yang dibutuhkan untuk penanggulangan bencana
g) Aksebilitas terhadap fasilitas fisik dan non fisik
b) Membangun hubungan baik dan kesepahaman dengan komunitas terpilih. Setelah
komunitas terpilih, langkah berikutnya adalah memahami kondisi sosial dan
struktur sosial yang ada, termasuk adanya kelompok-kelompok ekonomi yang
penting dan berpengaruh. Dilanjutkan dengan membangun hubungan informal
yang baik dengan masyarakat lokal. Ikatan pertemanan dan rasa saling percaya
menjadi kata kunci untuk memfasilitasi partisipasi yang efektif
c) Melakukan kajian resiko bencana secara partisipatoris.
Tahapan ini merupakan proses untuk mengidentifikasi dan mengkaji ancaman
bahaya, kerentanan, kapasitas dan resiko yang ada dalam komunitas dan
lingkunganya. Kajian partisipatoris ini dapat dipandu oleh pemerintah lokal, tokoh
masyarakat atau fasilitator yang dianggap ahli dalam hal tersebut.
d) Perencanaan manajemen bencana berbasis masyarakat.
Kemudian dianalisa secara lebih mendalam untuk mengidentiikasi strategi dan
solusi yang tepat bagi komunitas yang bersangkutan. Dalam proses pendalaman
analisis, selain kajian-kajian diatas juga dilakukan analisis stakeholder dan sumber
daya lokal yang diharapkan bisa memberikan dukungan bagi strategi dan solusi
yang direncanakan.
e) Implementasi rencana komunitas.
Implementasi dari strategi dan solusi yang telah disusun, seharusnya dilakukan
oleh komunitas yang sudah terlembagakan dengan bantuan segenap stakeholder.
Proses implementasi bisa jadi akan meliputi aktifitas- aktivitas yang bersiat
struktural (pembangunan fisik, dll). Komunitas yang sudah terlembagakan
tersebutlah yang akan bertanggung jawab terhadap keseluruhan proses yang
dilakukan.
f) Monitoring dan evaluasi.
Monitoring dan evaluasi harus melibatkan komunitas lokal, dan stakeholder yang
ada (pemerintah, NGO, Oxfam dll) untuk mengukur sejauh mana proses yang
dilakukan telah berjalan sesuai dengan tujuan dan memberi dampat positif.
Langkah tindak lanjut komunitas sangat dipengaruhi oleh hasil monitoring dan
evaluasi yang dilakukan.

B. Pengurangan resiko, pencegahan penyakit dan promosi kesehatan


Mitigasi (mitigate) berati tindakan-tindakan untuk mengurangi bahaya supaya
kerugian dapat diperkecil. Mitigasi meliputi aktivitas dan tindakan-tindakan.
Perlindungan yang dapat diawali dari persiapan sebelum bencana itu berlangsung,
menilai bahaya bencana, penanggulangan bencana, berupa penyelamatan, rehabilitasi
dan relokasi. Menurut Keputusan Menteri Dalam Negeri RI No. 131 Tahun 2003,
mitigasi atau penjinakan adalah upaya dan kegiatan yang dilakukan untuk mengurangi
dan memperkecil akibat-akibat yang ditimbulkan oleh bencana, yang meliputi
kesiapsiagaan, kewaspadaan dan berbagai kemampuan untuk mengatasinya(Manghayu,
2017).
1. Pengurangan resiko
(Indexed, 2020)Disaster atau bencana dapat dipahami sebagai peristiwa atau
rangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam, manusia dan/atau keduanya yang
mengakibatkan korban penderitaan manusia, kerugian harta benda, kerusakan
lingkungan, kerusakan sarana prasarana dan fasilitas umum serta menimbulkan
gangguan terhadap tata kehidupan dan penghidupan. Untuk mengetahui kapan
bencana alam akan terjadi merupakan hal yang sulit, dikarenakan bencana alam dapat
terjadi secara tiba-tiba dimanapun dan kapanpun. Oleh karena itu, penting dilakukan
pemantauan resiko bencana dan sistem peringatan dini (early warning system) yang
berfungsi sebagai “alarm” darurat sewaktu-waktu bencana alam datang secara tidak
terduga. Usaha pengurangan resiko bencana dengan melibatkan anak usia sekolah
agar pada situasi bencana, anak-anak memahami terhadap apa yang harus dilakukan.
Kemampuan dalam mengenali karakteristik bahaya membuat besar resiko yang
mengena pada situasi bencana juga akan berbeda. Semakin mampu untuk mengenali
dan memahami fenomena bahaya itu dengan baik, maka manusia akan semakin dapat
menyikapinya dengan lebih baik. Sikap dan tanggap yang didasarkan atas pengenalan
dan pemahaman yang baik akan dapat memperkecil resiko bencana.

Tujuan dari pengurangan resiko bencana :


1. Menumbuhkembangkan nilai dan sikap kemanusiaan
2. Menumbuhkembangkan sikap dan kepedulian terhadap resiko bencana
3. Mengembangkan pemahaman tentang resiko bencana, pemahaman tentang
kerentanan sosial, pemahaman tentang kerentanan fisik, serta kerentanan perilaku
dan motivasi.
4. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan untuk pencegahan dan pengurangan
resiko bencana, pengelolaan sumberdaya alam dan lingkungan yang
bertanggungjawab dan adaptasi terhadap resiko bencana
5. Mengembangkan upaya untuk pengurangan resiko bencana baik secara individu
maupun kolektif
6. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan siaga bencana
7. Meningkatkan kemampuan tangga darurat bencana
8. Mengembangkan kesiapan untuk mendukung pembangunan kembali komunitas
saat bencana terjadi dan mengurangi dampak yang disebabkan karena terjadinya
becana
9. Meningkatkan kemampuan untuk beradaptasi dengan perubahan besar dan
mendadak
2. Pencegahan penyakit
Pada situasi darurat terdapat sebuah kecenderungan untuk membentuk sistem
pelayanan kesehatan khusus yang tidak lagi dibuat dalam skala local ataupun
nasional. Beberapa hal yang perlu diperhatikan lebih lanjut pada pasca bencana
adalah :
a. Perkiraan jumlah orang yang menjadi korban bencana (meninggal, sakit, cacat)
dan ciri-ciri demografinya.
b. Jumlah fasilitas kesehatan yang berfungsi milik pemerintah dan swasta
c. Ketersediaan obat dan alat kesehatan
d. Tenaga kesehatan yang masih melaksanakan tugas
e. Kelompok masyarakat yang berisiko tinggi (bayi, balita, ibu hamil, bunifas dan
lansia)
f. Kemampuan dan sumberdaya setempat

Pelayanan kesehatan pada saat bencana bertujuan untuk menyelamatkan


nyawa,mencegah atau mengurangi kecacatan dengan memberikan pelayanan yang
terbaik bagikepentingan korban. Untuk mencapai tujuan tersebut, penanganan krisis
kesehatan saat bencana dalam pelaksanaannya melalui lima tahap pelaksanaan, yaitu
tahap penyiagaan, upaya awal, perencanaan operasi, operasi tanggap darurat dan
pemulihan darurat sertatahap pengakhiran misi. Semua tahapan kegiatan ini
dilaksanakan oleh Pusat Pengendali Kesehatan (Pusdalkes) dinas kesehatan setempat
yang merupakan organisasi komando tanggap darurat bencana. Pusdalkes diaktivasi
sesaat setelah informasi kejadian bencana diterima
3. Promosi kesehatan
Dalam beberapa tahun terakhir Indonesia banyak mengalami bencana karena
Indonesia dikelilingi oleh 3 lempengan tetonik yaitu lempengan Pasifik, lempengan
Eurasia, dan lempangan Hindia-Australia. Kondisi ini menyebabkan Indonesia rawan
terhadap gempa bumi, tsunami, letusan gunung api dan beberapa jenis bencana
tektonik lainnya.
Sehubungan dengan kondisi tersebut maka perlu dilakukan promosi kesehatan
a. Kesehatan dapat terjaga
b. mengupayakan agar lingkungan tetap sehat
c. memanfaatkan pelayanan kesehatan yang ada
d. Anak dapat terlindungi dari kekerasan
e. Mengurangi stres

Implementasi kegiatan yang dilakukan mencakup:


a. Rapat koordinasi klaster kesehatan termasuk dengan pemerintah setempat, dan
mitra potensial lainnya untuk memetakan programdan kegiatan yang dapat
diintegrasikan /kolaborasikan.
b. Pemasangan media promosi kesehatan berupa spanduk, poster, stiker
c. Pemutaran film kesehatan, religi, pendidikan, hiburan dan diselingi pesan
kesehatan,
d. Senam bersama (masyarakat umum)termasuk senam lansia
e. Konseling, penyuluhan kelompok, keluarga dan lingkungan dengan berbagai
pesan kesehatan (PHBS di pengungsian)
f. Penyelenggaraan Posyandu (darurat) integrasi termasuk Posyandu Lansia di
pengungsian atau di tempat hunian sementara.
g. Advokasi pelaksanaan gerakan hidup sehat kepada pemerintah setempat.
h. Pendekatan kepada tokoh agama/tokoh masyarakatuntuk menyebarluaskan
informasi kesehatan.
i. Penguatan kapasitas tenaga promkes daerah melalui kegiatan orientasi promosi
kesehatan paska bencana.
j. Kemitraan dengan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha melalui program CSR,
LSM kesehatan, kelompok peduli kesehatan, donor agency
k. Monitoring dan evaluasi program

Sasaran promosi kesehatan adalah:


a. Petugas skesehatan
b. Relawan
c. Tokoh masyarakat, tokoh agama
d. Guru
e. Lintas sektor
f. Kader
g. Kelompok rentan: ibu hamil, anak-anak, lanjut usia
h. Masyarakat
i. Organisasi masyarakat
j. Dunia usaha

C. Komunikasi dan penyebaran informasi


Kemampuan untuk berkomunikasi, berkoordinasi, dan bekerja secara efektif sebagai
suatu team merupakan faktor utama dalam menentukan keberhasilan suatu rencana.
Dalam suatu bencana berskala besar, maka makin banyak sumber daya yang dibutuhkan.
Kemampuan masing-masing pihak penolong untuk mendata permasalahan, menghitung
sumber daya yang dimiliki, dan berkomunikasi antar sesama akan menentukan
keberhasilan suatu program/proyek. Ada banyak anggota masyarakat yang akan bersedia
membantu, para penegak hukum, pemadam kebakaran, paramedis, dan lain-lain akan
dengan sukarela membantu Tim penanggulangan dampak bencana. Namun kemampuan
mereka berbeda-beda, sehingga tugas kita untuk mendata hal tersebut, kemudian
memberikan pelatihan dan perlengkapan yang diperlukan. Kita juga harus meyakinkan
mereka bahwa kita mampu memberi bantuan yang diperlukan, sehingga mereka percaya
pada kita.
Model komunikasi bencana :
1. Informasi tepat dan akurat
Diperlukan dalam meminimalisir resiko suat bencana. Salah satunya kesiapsiagaan
seluruh masyarakat untuk menanggulangi bencana, khususnya masyarakat yang hidup
berdampingan dengan potensi bencana. Seperti masyarakat yang tinggal dibawah
leren gunung berapi, di dekat laut yang berpotensi tsunami.

2. Komunikasi efektif dan terlibat aktif


Dalam penanggulangan bencana, komunikasi bencana yang efektif adalah
komunikasi yang dilakukan tidak hanya saat tanggap darurat, tetapi juga saat
prabencana atau kesiapsiagaan, serta setelah bencana atau masa rehabilitasi dan
rekontruksi. Komunikasi yang baik dan efektif dapat memberikan manfaat yang
efektif dalam upaya pengurangan risiko bencana. Adanya komunikasi yang efektif itu
dapat membuat penerimaan dan penyampaian informasi juga menjadi lebih efektif.
Hal ini sangat penting untuk pengurangan risiko bencana karena masyarakat akan
menerima informasi dengan cepat dan tepat.

3. Transparansi dan dapat dipercaya


4. Kesepahaman informasi dan kebutuhan

Penyebaran informasi penanggulangan bencana

1. Telepon seluler
Tujuannya untuk memberikan informasi kepada masyarakat tentang bencana alam
dari sumber terpercaya secara cepat dan tepat sasaran.

2. Handy talkie
Saat terjadi kondisi darurat seperti bencana alam, perangkat alat komunikasi seperti
Handy Talkie (HT) sangatlah penting. HT yang berbasis radio frekuensi yang
serbaguna ini akan sangat membantu kamu berkomunikasi dua arah. Handy talkie
sendiri menggunakan teknologi Push To Talk(PTT), yaitu pengguna handy talky
harus menekan tombol untuk berkomunikasi dengan lainnya. Tidak hanya itu saja,
HT juga biasanya sudah dibekali dengan radio FM dan kapasitas baterai yang cukup
besar.

3. Telepon satelit

4. Media sosial
Pemanfaatan media sosial dapat memaksimalkan kegiatan dalam penyebaran
informasi bencana, penanggulangan darurat, dan pemulihan bencana. Kemudian
media sosial yang digunakan dalam penanganan bencana baiknya adalah media yang
populer dan relevan dengan penggunaan masyarakat. Selanjutnya penggunaan media
sosial juga dapat memudahkan pemetaan dan mengetahui lokasi bencana.

DAFTAR PUSTAKA
Doondori, A. K., & Paschalia, Y. P. M. (2021). Peran Perawat dalam Penanggulangan Bencana.
Jurnal Kesehatan Primer, 6(1), 52–70.

Indexed, S. (2020). Rin T N Ot Pe Er Re V Iew Rin T N Ot Pe Er Re V. 11(9), 973–981.

Manghayu, A. (2017). Penanggulangan Resiko Bencana Berbasis Kearifan Lokal Masyarakat.


Manajemen Bencana, 2008, 3.

Rozita, S. G., & Setiadi, R. (2020). Kerangka kerja penilaian rencana tata ruang berbasis
manajemen risiko bencana Framework for spatial plan assessment based on disaster risk
management. Jurnal Pembangungan WIlayah Dan Perencanaan Partisipatif, 15(2), 191–
205. https://doi.org/10.20961/region.v16i1.38451
Yudhistira, S. (2019). Makalah Keperawatan Bencana. 1–7.

Anda mungkin juga menyukai