Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

KEPERAWATAN BENCANA

Oleh:
KELOMPOK VI :
1.YULI EKA PRIYANTI / 1911012020
2.YULIA AMBARSARI / 1911012025
3.KURNIAWATI PUSPITASARI / 1911012056
4.EKO ANDARI / 1911012046
5.YANIK NURUL HIDAYAH / 1911012037

PROGRAM STUDI S1 KEPERAWATAN


FAKULTAS ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH JEMBER
2020
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Bencana dapat terjadi dimana saja dan kapan saja di seluruh penjuru dunia. Bencana dapat
berdampak kepada individu, keluarga dan komunitas. Bencana adalah gangguan serius yang
mengganggu fungsi komunitas atau penduduk yang menyebabkan manusia mengalami kerugian,
baik kerugian materi, ekonomi atau kehilangan penghidupan yang mana berpengaruh terhadap
kemampuan koping manusia itu sendiri (International Strategy for Disaster Reduction [ISDR],
2009). Indonesia dengan keadaan geografis dan kondisi sosialnya berpotensi rawan bencana,
baik disebabkan oleh kejadian alam seperti gempa bumi, tsunami, tanah longsor, letusan gunung
berapi, banjir, angin putting beliung dan kekeringan, maupun yang disebabkan oleh ulah manusia
dalam pengolahan sumber daya dan lingkungan (contohnya kebakaran hutan, pencemaran
lingkungan, kecelakaan transportasi, kecelakaan industri, dan tindakan teror bom) serta konflik
antar kelompok masyarakat (Departemen Kesehatan [DepKes], 2006).

Bencana memiliki dampak yang sangat merugikan manusia. Rusaknya sarana dan
prasarana fisik (perumahan penduduk, bangunan perkantoran, pelayanan kesehatan, sekolah,
tempat ibadah, sarana jalan, jembatan dan lain-lain) hanyalah sebagian kecil dari dampak
terjadinya bencana disamping masalah kesehatan seperti korban luka, penyakit menular tertentu,
menurunnya status gizi masyarakat, stress, trauma dan masalah psikososial, bahkan korban jiwa.
Bencana dapat pula mengakibatkan arus pengungsian penduduk ke lokasi-lokasi yang dianggap
aman. Hal ini tentunya dapat menimbulkan masalah kesehatan baru di wilayah yang menjadi
tempat penampungan pengungsi, mulai dari munculnya kasus penyakit dan masalah gizi serta
masalah kesehatan reproduksi hingga masalah penyediaan fasilitas pelayanan kesehatan,
penyediaan air bersih, sanitasi serta penurunan kualitas kesehatan lingkungan (DepKes, 2006)

Kejadian bencana mengalami peningkatan setiap tahun. Pada tahun 2012 terdapat 1.811
kejadian dan terus meningkat hingga pada tahun 2016 terdapat 1.986 kejadian bencana (Badan
Nasional Penanggulangan Bencana [BNPB], 2013, Gaffar, 2015 ; BNPB, 2016). Sumatera Barat
menjadi salah satu provinsi di Indonesia yang menjadi 5 provinsi tertinggi kejadian bencana.
Kondisi ini disebabkan karena geografis Sumatera Barat yang berada pada jalur patahan
sehingga beresiko terhadap bencana, dan Kota Padang menjadi urutan pertama daerah yang
paling beresiko tinggi (BNPB, 2014). Besarnya angka kejadian dan dampak yang ditimbulkan
oleh bencana sehingga membutuhkan upaya penanggulangan. Penanggulangan bencana adalah
upaya sistematis dan terpadu untuk mengelola bencana dan mengurangi dampak bencana,
diantaranya penetapan kebijakan dalam bencana, pengelolaan resiko berupa usaha pencegahan
dan mitigasi, 3 kesiapsiagaan, tanggap darurat serta upaya pemulihan berupa rehabilitasi dan
rekontruksi. Penanggulangan bencana oleh perawat pada tahap tanggap darurat meliputi
pengkajian secara cepat dan tepat terhadap korban bencana serta pemberian bantuan hidup dasar
(Loke, 2014; Veenema, 2016)

Bencana dapat terjadi secara tiba-tiba dan menyebabkan semua orang panik. Bencana
dapat mengakibatkan kerusakan dari kecil sampai besar. Gedung- gedung, sistem infrastruktur
dan lainnya akan mengalami kerusakan. Rusaknya fasilitas kesehatan, mengakibatkan terjadinya
gangguan dalam pelayanan kesehatan disamping itu juga terdapat banyak korban dengan
berbagai jenis cedera yang membutuhkan pertolongan segera (Al Khalaileh, Bond, & Alasad,
2012). Xu & Tzeng (2016) mengatakan bahwa korban 4 massal yang diakibatkan oleh bencana
dapat menyebabkan gangguan pada pelayanan kesehatan. Untuk mengurangi dampaknya, maka
perlu meningkatkan kepedulian terhadap bencana melalui tindak penyelamatan dan pertolongan
bencana. Tindakan tersebut bertujuan untuk memberikan tanggap darurat yang efektif dan
difokuskan pada pertolongan serta bantuan sementara untuk membantu korban segera setelah
bencana terjadi.

Perawat harus memiliki kompetensi untuk bisa beradaptasi dengan situasi bencana.
Kompetensi berarti tindakan nyata pada peran tertentu dan 5 situasi tertentu. Kompetensi
dijelaskan juga sebagai kombinasi dari pengetahuan, keterampilan dan perilaku yang dibutuhkan
dalam sebuah pekerjaan (Daily, Padjen  Birnbaum, 2010). Arbon, dkk (2013) menjelaskan
bahwa tingkat pengetahuan yang cukup dan keahlian yang memadai mengenai manajemen
bencana disemua aspek dan fase bencana merupakan hal yang sangat mempengaruhi kompetensi
perawat dalam menghadapi bencana. Sebagai kelompok terbesar dari tenaga kesehatan, perawat
harus mengembangkan kompetensi dalam tanggap darurat penanggulangan bencana.
Bagaimanapun pendidikan tentang bencana sangat dibutuhkan oleh semua perawat (ICN, 2009).
B. Rumusan Masalah

Rumusan masalah penelitian ini adalah bagaimana hubungan pengetahuan, keterampilan dan
kesiapan perawat dengan keinginan untuk bekerja dalam situasi bencana

C. Tujuan Penelitian

Mengetahui hubungan pengetahuan, keterampilan, dan kesiapan perawat dengan keinginan


untuk bekerja dalam situasi bencana

D. Manfaat Penelitian

1. Bagi Pengelola Rumah Sakit

Memberikan masukan dan pertimbangan untuk membuat kebijakan mengenai manajemen


bencana agar dapat meningkatkan pelayanan yang semakin baik dan berkualitas

2. Bagi Keperawatan

Memberikan tambahan referensi dan kontribusi wawasan keilmuan dalam pengembangan ilmu
keperawatan, terkhusus pada mata ajar keperawatan bencana.

3. Bagi Peneliti Selanjutnya

Diharapkan penelitian ini dapat digunakan sebagai acuan dan data dasar untuk peneliti
selanjutnya.
BAB II

PEMBAHASAN

2.1. Pengertian

Keperawatan Bencana adalah  Definisi Bencana menurut WHO (2002) adalah setiap
kejadian yang menyebabkan kerusakan gangguan ekologis, hilangnya nyawa manusia, atau
memburuknya derajat kesehatan atau pelayanan kesehatan dalam skala tertentu yang
memerlukan respon dari luar masyarakat dan wilayah yang terkena.

     Bencana dapat juga didefinisikan sebagai situasi dankondisi yang terjadi dalam
kehidupan masyarakat.
Jenis-jenis bencana:
1.      Bencana alam (natural disaster), yaitu kejadian-kejadian alami seperti banjir, genangan, gempa
bumi, gunung meletus dan lain sebagainya.
2.      Bencana ulah manusia (man-made disaster), yaiut kejadian-kejadian karena perbuatan manusia
seperti tabrakan pesawat udara atau kendaraan, kebakaran, ledakan, sabotase dan lainnya.
Bencana berdasarkan cakupan wilayahnya terdiri atas:
1.      Bencan Lokal, bencana ini memberikan dampak pada wilayah sekitarnya yang berdekatan,
misalnya kebakaran, ledakan, kebocoran kimia dan lainnya.
2.      Bencana regional, jenis bencan ini memberikan dampak atau pengaruh pada area geografis
yang cukup luas dan biasanya disebabkan leh faktor alam seperti alam, banjir, letusan gunung
dan lainnya.

2.2    Fase-fase bencana
     Menurut Barbara santamaria (1995),ada tiga fase dapat terjadinya suatu bencana yaitu fase
pre impact,impact,dan post impact
1.        Fase pre impact  merupakan warning phase,tahap awal dari  bencana.Informasi didapat dari
badan satelit dan meteorologi cuaca.Seharusnya pada fase inilah segala persiapan dilakukan
dengan baik oleh pemerintah,lembaga dan masyarakat.
2.        Fase impact Merupakan fase terjadinya klimaks bencana.inilah saat-saat dimana manusia
sekuat tenaga mencoba untuk bertahan hidup.fase impact ini terus berlanjut hingga tejadi
kerusakan dan bantuan-bantuan yang darurat dilakukan.
3.        Fase post impact merupakan saat dimulainya perbaikan dan penyembuhan dari fase
darurat.Juga tahap dimana masyarakat mulai berusaha kembali pada fungsi kualitas
normal.Secara umum pada fase post impact para korban akan mengalami tahap respons fisiologi
mulai dari penolakan (denial),marah (angry),tawar –menawar (bargaing),depresi
(depression),hingga penerimaan (acceptance).
Permasalahan dalam penanggulangan bencana
Secara umum masyarakat Indonesia  termasuk aparat pemerintah didaerah memiliki keterbatasan
pengetahuan tentang bencana seperti berikut :
1.      Kurangnya pemahaman terhadap karakteristik bahaya
2.      Sikap atau prilaku yang mengakibatkan menurunnya kualitas SDA
3.      Kurangnya informasi atau peringatan dini yang mengakibatkan ketidaksiapan
4.      Ketidakberdayaan atau ketidakmampuan dalam menghadapi ancaman bahaya

2.3    Kelompok rentan bencana


Kerentanan adalah keadaan atau sifat (perilaku) manusia atau masyarakat yang menyebabkan
ketidakmampuan menghadapi bahaya atau ancaman dari potensi bencana untuk mencegah,
menjinakkan, mencapai kesiapan dan menanggapi dampak bahaya tertentu.
Kerentanan terbagi atas:
1.      Kerentanan fisik, kerentanan yang dihadapi masyarakat dalam menghadapi ancaman bahaya
tertentu, misalnya kekuatan rumah bagi masyarakat yang tinggal di daerah rawan gempa.
2.      Kerentanan ekonomi, kemampuan ekonomi individu atau masyarakat dalam pengalokasian
sumber daya untuk pencegahan serta penanggulangan bencana.
3.      Kerentanan social, kondisi social masyarakat dilihat dari aspek pendidikan, pengetahuan
tentang ancaman bahaya dan rsiko bencana.
4.      Kerentanan lingkungan, keadaan disekitar masyarakat tinggal. Misalnya masyarakat yang
tinggal di lereng bukit atau pegunungan rentan terhadap ancaman bencana tanah longsor. 
2.4    Paradigma Penanggulanngan Bencana
     Konsep penanggulangan bencana telah mengalami pergeseran paradigm dari
konfensional yakni anggapan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak terelakan dan korban
harus segera mendapatkan pertolongan, ke paradigm pendekatan holistic yakni menampakkan
bencana dalam tatak rangka menejerial yang dikenali dari bahaya, kerentanan serta kemampuan
masyarakat. Pada konsep ini dipersepsikan bahwa bencana merupakan kejadian yang tak dapat
dihindari, namun resiko atau akibat kejadian bencana dapat diminimalisasi dengan mengurangi
kerentanan masyarakat yang ada dilokasi rawan bencan serta meningkatkan kapasitas masyarakat
dalam pencegahan dan penangan bencana.

2.5    Pengurangan Risiko Bencana


Tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana meliputi:
1.      Pra bencana, pada tahapan ini dilakukan kegiatan perencanaan penanggulangan bencana,
pengurangan risiko bencana, pencegahan, pemaduan dalam perencanaan pembangunan,
persyaratan analisis risiko bencana, penegakan rencana tata ruang, pendidikan dan peletahihan
serta penentuan persyaratan standar teknis penanggulangan bencana (kesiapsiagaan, peringatan
dini dan mitigasi bencana).
2.      Tanggap darurat, tahapan ini mencakup pengkajian terhadap loksi, kerusakan dan sumber daya;
penentuan status keadan darurat; penyelamatan dan evakuasi korban, pemenuhan kebutuhan
dasar;  pelayanan psikososial dan kesehatan.
3.      Paska bencana, tahapan ini mencakup kegiatan rehabilitasi (pemulihan daerah bencana,
prasaranan dan saran umum, bantuan perbaikan rumah, social, psikologis, pelayanan kesehatan,
keamanan dan ketertiban) dan rekonstruksi (pembangunan, pembangkitan dan peningkatan
sarana prasarana termasuk fungsi pelayanan kesehatan.

2.6    Perawat sebagai profesi 


Perawat adalah salah satu profesi di bidang kesehatan , sesuai dengan makna dari profesi
maka seseorang yang telah mengikuti pendidikan profesi keperawatan seyogyanya mempunyai
kemampuan untuk memberikan pelayanan yang etikal dan sesuai standar profesi serta sesuai
dengan kompetensi dan kewenangannya baik melalui pendidikan formal maupun informal, serta
mempunyai komitmen yang tinggi terhadap pekerjaan yang dilakukannya (Nurachmah, E 2004) 
Perry & Potter (2001), mendifinisikan bahwa seorang perawat dalam tugasnya harus
berperan sebagai:kolaborator, pendidik, konselor,change agent dan peneliti. Keperawatan
mempunyai karakteristik profesi yaitu memiliki body of knowledge yang berbeda dengan profesi
lain, altruistik, memiliki wadah profesi, mempunyai standar dan etika profesi, akontabilitas,
otonomi dan kesejawatan (Leddy & Pepper, 1993 dalam Nurachmah, E, 2004)
Berdasarkan karakteristik di atas maka pelayanan keperawatan merupakan pelayanan profesional
yang manusiawi untuk memenuhi kebutuhan klien yang unik dan individualistik diberikan oleh
tenaga keperawatan yang telah dipersiapkan melalui pendidikan lama dan pengalaman klinik
yang memadai. Perawat harus memiliki karakteristik sikap caring yaitu competence,confidence,
compassion, conscience and commitment (ANA, 1995 dalam Nurachmah, 2004). Pelayanan
keperawatan yang optimal dapat dicapai jika perawat sudah profesional. 
Peran perawat 
Peran adalah seperangkat perilaku yang diharapkan secara sosial yang berhubungan
dengan fungsi individu pada berbagai kelompok sosial. Tiap individu mempunyai berbagai peran
yang terintegrasi dalam pola fungsi individu. Peran adalah seperangkat tingkah laku yang
diharapkan oleh orang lain terhadap kedudukannya dalam sistem ( Zaidin Ali , 2002,). Menurut
Gaffar (1995) peran perawat adalah segenap kewenangan yang dimiliki oleh perawat untuk
menjalankan tugas dan fungsinya sesuai dengan kompetensi yang dimiliki. 

2.7    Peran Perawat Dalam Tanggap Bencana


Pelayanan keperawatan tidak hanya terbatas diberikan pada instansi pelayanan kesehatan
seperti rumah sakit saja. Tetapi, pelayanan keperawatan tersebut juga sangat dibutuhkan dalam
situasi tanggap bencana.
Perawat tidak hanya dituntut memiliki pengetahuan dan kemampuan dasar praktek
keperawatan saja,  Lebih dari itu, kemampuan tanggap bencana juga sangat di butuhkan saaat
keadaan darurat. Hal ini diharapkan menjadi bekal bagi perawat untuk bisa terjun memberikan
pertolongan dalam situasi bencana.
Namun, kenyataan yang terjadi di lapangan sangat berbeda, kita lebih banyak melihat tenaga
relawan dan LSM lain yang memberikan pertolongan lebih dahulu dibandingkan dengan
perawat, walaupun ada itu sudah terkesan lambat.

2.8   Managemen Bencana
Ada 3 aspek mendasar dalam management bencana, yaitu:
1.        Respons terhadap bencana
2.        Kesiapsiagaan menghadapi bencana
3.        Mitigasi efek bencana

Managemen siaga bencana membutuhkan kajian yang matang dalam setiap tindakan yang
akan dilakukan sebelum dan setelah terjun kelapangan. Ada beberapa hal yang bisa dijadikan
pedoman, yaitu:
1.      Mempersiapkan bentuk kegiatan yang akan dilakukan
Setelah mengetahui sebuah kejadian bencana alam beserta situasi di tempat kejadian, hal
yang terlebih dahulu dilakukan adalah memilih bentuk kegiatan yang akan diangkatkan, seperti
melakukan pertolongan medis, pemberian bantuan kebutuhan korban, atau menjadi tenaga
relawan. Setelah ditentukan, kemudian baru dilakukan persiapan mengenai alat alat, tenaga, dan
juga keperluan yang akan dibawa disesuaikan dengan alur dan kondisi masyarakat serta medan
yang akan ditempuh.

2.      Melakukan tindakan yang telah direncanakan sebelumnya.


Hal ini merupakan pokok kegiatan siaga bencana yang dilakukan, segala hal yang
dipersiapkan sebelumnya, dilakukan dalam tahap ini, sampai jangka waktu yang disepakati.

3.      Evaluasi kegiatan
Setiap selesai melakukan kegiatan, perlu adanya suatu evaluasi kegiatan yang dilakukan,
evaluasi bisa dijadikan acuan, introspeksi, dan pedoman melakukan kegiatan selanjutnya. Alhasil
setiap kegiatan yang dilakukan akan berjalan lebih baik lagi dari sebelumnya.
2.9 Peran perawat dalam managemen bencana
1.      Peran perawat dalam fase pre-impect
a.       Perawat mengikuti pendidikan dan pelatihan bagi tenaga kesehatan dalam penanggulangan
ancaman bencana.
b.      Perawat ikut terlibat dalam berbagai dinas pemerintahan, organisasi lingkungan, palang merah
nasional, maupun lembaga-lembaga pemasyarakatan dalam memberikan penyuluhan dan
simulasi persiapan menghadapi ancaman bencana.
c.       Perawat terlibat dalam program promosi kesehatan untuk meningkatkan kesiapan masyarakat
dalam mengahdapi bencana.

2.      Peran perawat dalam fase impact


a.       Bertindak cepat
b.      Don’t promise. Perawat seharusnya tidak menjanjikan apapun dengan pasti dengan maksud
memberikan harapan yang besar pada korban yang selamat.
c.       Berkonsentrasi penuh pada apa yang dilakukan
d.       Kordinasi dan menciptakan kepemimpinan
e.        Untuk jangka panjang, bersama-sama pihak yang tarkait dapat mendiskusikan dan merancang
master plan of revitalizing, biasanya untuk jangka waktu 30 bulan pertama.

3.      Peran perawat dalam fase post impact


a.       Bencana tentu memberikan bekas khusus bagi keadaan fisik, fisikologi korban
b.      Stress fisikologi yang terjadi dapat terus berkembang hingga terjadi post traumatic stress
disorder (PTSD) yang merupakan sindrom dengan 3 kriteria utama. Pertama, gejala trauma pasti
dapat dikenali. Kedua, individu tersebut mengalami gejala ulang traumanya melalui flashback,
mimpi, ataupun peristiwa-peristiwa yang memacuhnya. Ketiga, individu akan menunjukan
gangguan fisik. Selain itu, individu dengan PTSD dapat mengalami penurunan konsentrasi,
perasaan bersalah dan gangguan memori.
c.       Tim kesehatan bersama masyarakat dan profesi lain yang terkait bekerja sama dengan unsure
lintas sektor menangani maslah keehatan masyarakat paska gawat darurat serta mempercepat
fase pemulihan (recovery) menuju keadaan sehat dan aman.
BAB III
PENUTUP

3.1  Simpulan
Bencana alam  merupakan sebuah musibah  yang tidak dapat diprediksi kapan
datangnya.  Apabila bencana tersebut telah datang maka akan menimbulkan kerugian dan
kerusakan yang membutuhkan upaya pertolongan melalui tindakan tanggap bencana yang dapat
dilakukan oleh perawat.

3.2  Saran
Sebagai seorang calon perawat diharapkan bisa turut andil dalam melakukan kegiatan
tanggap bencana. Sekarang tidak hanya dituntut mampu memiliki kemampuan intelektual namun
harus memilki jiwa kemanusiaan melalui aksi siaga bencana.

Anda mungkin juga menyukai