Anda di halaman 1dari 18

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Indonesia yang terdiri dari gugusan kepulauan mempunyai potensi
bencana yang sangat tinggi dan juga sangat bervariasi dari aspek jenis bencana.
Kondisi alam tersebut serta adanya keanekaragaman penduduk dan budaya di
Indonesia menyebabkan timbulnya risiko terjadinya bencana alam, bencana
ulah manusia dan kedaruratan kompleks, meskipun disisi lain juga kaya akan
sumberdaya alam (Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008).

Bencana merupakan peristiwa atau rangkaian peristiwa yang


mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang
disebabkan oleh faktor alam dan/atau non alam maupun faktor manusia
sehingga mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan
lingkungan, kerugian harta benda dan dampak psikologis (UU Nomor 24
Tahun 2007).

Kesiapsiagaan bencana dan manajemen bencana adalah istilah yang


jarang disebutkan dalam pelatihan akademik terorganisir dokter berbasis
masyarakat. Bencana karena faktor alam dan buatan manusia terlihat di
Amerika Serikat selama beberapa tahun terakhir yang mengakibatkan
permintaan di masyarakat untuk tingkat yang lebih tinggi dari kesiapan dan
kompetensi. World Health Organization (WHO) mendefinisikan bencana
sebagai "fenomena ekologi yang tiba-tiba muncul dengan skala besar. “The
Joint Commission Accreditation of Health Care Organizations (JCAHO)
memiliki definisi yang agak berbeda, yang menyatakan suatu bencana
merupakan ketidakseimbangan dalam ketersediaan perawatan medis dan
maldistribusi sumber daya medis terhadap korban dalam komunitas (Guerdan,
2009).

Pada umumnya risiko bencana alam meliputi bencana akibat faktor


geologi (gempa bumi, tsunami dan letusan gunung api), bencana akibat

1
hydrometeorologi (banjir, tanah longsor, kekeringan, angin topan), bencana
akibat faktor biologi (wabah penyakit manusia, penyakit tanaman/ternak, hama
tanaman) serta kegagalan teknologi (kecelakan industri, kecelakaan
transportasi, radiasi nuklir, pencemaran bahan kimia). Bencana akibat ulah
manusia terkait dengan konflik antar manusia akibat perebutan sumberdaya
yang terbatas, alasan ideologi, religius serta politik. Sedangkan kedaruratan
kompleks merupakan kombinasi dari situasi bencana pada suatu daerah konflik
(Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008).

Salah satu upaya pengurangan risiko bencana diantaranya dengan


meningkatkan kesadaran dan pengetahuan masyarakat yang berada pada
kawasan tersebut sebagai upaya kesiapsiagaan menghadapi bencana.
Ketidaksiapan dalam menghadapi bencana dapat menimbulkan kerugian yang
sangat besar (Fadhlia dan Rahayu, 2015).

Selain itu, sosialisasi penanggulangan bencana juga harus diupayakan


secara integral kepada seluruh elemen pemerintah daerah, non pemerintah dan
masyarakat karena sangat dibutuhkan dalam mereduksi manajemen
penanggulangan bencana yang efektif, efisien, dan berkelanjutan (Putri, 2015).

Pada penanggulangan bencana telah terjadi perubahan paradigma, dari


penanganan bencana berubah menjadi pengurangan risiko bencana, artinya saat
ini penyelenggaraan penanggulangan bencana lebih menitikberatkan pada
tahap pra bencana daripada tahap tanggap darurat. Kesiapsiagaan terhadap
bencana ini harus dapat diantisipasi baik oleh unsur pemerintah, swasta
maupun masyarakat (Ristrini, dkk., 2012).

B. Rumusan Masalah
Adapun rumusan masalah dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Apa pengertian bencana?
b. Apa saja kategori bencana?
c. Bagaimana perencanaan dalam penanggulangan bencana?
d. Apa yang dimaksud dengan kesiapsiagaan dan tanggap darurat
bencana?

2
e. Bagaimana penyelenggaraan kesiapsiagaan dan tanggap darurat
bencana?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam makalah ini adalah sebagai berikut:
a. Untuk mengetahui pengertian bencana.
b. Untuk mengetahui kategori bencana.
c. Untuk mengetahui perencanaan dalam penanggulangan bencana.
d. Untuk mengetahui maksud dari kesiapsiagaan dan tanggap darurat
bencana.
e. Untuk mengetahui penyelenggaraan kesiapsiagaan dan tanggap
darurat bencana.

BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Bencana

3
Menurut UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 menyatakan
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.

Bencana adalah suatu kejadian alam, buatan manusia atau perpaduan


antara keduanya yang terjadi secara tiba-tiba sehingga menimbulkan dampak
negatif yang dahsyat bagi kelangsungan kehidupan. Dalam kejadian tersebut,
unsure yang terkait langsung atau terpengaruh harus merespons dengan
melakukan tindakan luar biasa guna menyesuaikan sekaligus memulihkan
kondisi seperti semula atau menjadi lebih baik (Priambodo, 2009).

Bencana merupakan hasil interaksi dari potensi bahaya, faktor


kerentanan, dan kurangnya kapasitas masyarakat dalam meminimalisir dampak
negatif bencana tersebut. Penyelenggaraan penanggulangan bencana adalah
serangkaian upaya yang meliputi penetapan kebijakan pembangunan yang berisiko
timbulnya bencana kegiatan pencegahan bencana, tanggap darurat dan rehabilitasi.
Pencegahan bencana adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengurangi atau menghilangkan risiko bencana, baik melalui pengurangan
ancaman bencana maupun kerentanan pihak yang terancam bencana (Putra Rhesa
W, 2015).
Bencana didefinisikan sebagai peristiwa mendadak, sangat kompleks di
alam dan menyebabkan kematian, kehilangan sifat atau lingkungan dan
menyebabkan morbiditas kepada masyarakat setempat (Rahman Badruddin A,
2012).
B. Kategori Bencana
Menurut Priambodo (2009), Secara besar ada tiga kategori bencana,
sebagai berikut:
1. Bencana alam, yakni bencana yang disebabkan oleh perubahan
kondisi alamiah alam semesta (angin: topan, badai, putting beliung; tanah:

4
erosi, sedimentasi longsor, ambles, gempa bumi; air: tsunami, kekeringan,
perembesan air tanah; api:kebakaran, letusan gunung api).
2. Bencana sosial, yakni bencana yang disebabkan oleh ulah manusia
sebagai komponen sosial (instabilitas politik, sosial dan ekonomi; perang:
kerusuhan massal; terror bom; kelaparan; pengungsian; dll).
3. Bencana kompleks, yakni perpaduan antara bencana sosial dan
alam sehingga menimbulkan dampak negatif bagi kehidupan (kebakaran;
epidemi penyakit; kerusakan ekosistem, polusi lingkungan, dll).
Sedangkan menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007
menyatakan tiga kategori bencana yaitu:
1. Bencana alam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa atau
serangkaian peristiwa yang disebabkan oleh alam antara lain berupa gempa
bumi, tsunami, gunung meletus, banjir, kekeringan, angin topan, dan tanah
longsor.
2. Bencana nonalam adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau rangkaian peristiwa nonalam yang antara lain berupa gagal teknologi,
gagal modernisasi, epidemi, dan wabah penyakit.
3. Bencana sosial adalah bencana yang diakibatkan oleh peristiwa
atau serangkaian peristiwa yang diakibatkan oleh manusia yang meliputi
konflik sosial antarkelompok atau antarkomunitas masyarakat, dan teror.
Bencana dapat disebabkan oleh kejadian alam (natural disaster)
maupun oleh ulah manusia (man-made disaster). Faktor-faktor yang dapat
menyebabkan bencana antara lain: bahaya alam (natural hazards) dan bahaya
karena ulah manusia (man-made hazards). Beberapa faktor penyebab utama
timbulnya banyak korban akibat bencana gempa adalah karena kurangnya
pengetahuan masyarakat tentang bencana dan kurangnya kesiapan masyarakat
dalam mengantisipasi bencana tersebut. Diantara korban jiwa tersebut, paling
banyak adalah wanita dan anak-anak. Tingkat resiko bencana selain ditentukan
oleh potensi bencana juga ditentukan oleh upaya mitigasi dan kesiapsiagaan
dalam menghadapi bencana (Riedel, dkk., 2015).
C. Perencanaan dalam Penanggulangan Bencana

5
Peraturan Kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 menyatakan bahwa dalam
penyelenggaraan penanggulangan bencana, agar setiap kegiatan dalam setiap
tahapan dapat berjalan dengan terarah, maka disusun suatu rencana yang
spesifik pada setiap tahapan penyelenggaraan penanggulangan bencana.

Gambar 1. Siklus Penyelenggaraan Penanggulangan Bencana

1. Pada tahap Prabencana dalam situasi tidak terjadi bencana,


dilakukan penyusunan Rencana Penanggulangan Bencana (Disaster
Managemen Plan), yang merupakan rencana umum dan menyeluruh yang
meliputi seluruh tahapan/bidang kerja kebencanaan. Secara khusus untuk
upaya pencegahan dan mitigasi bencana tertentu terdapat rencana yang
disebut rencana mitigasi misalnya Rencana Mitigasi Bencana Banjir DKI
Jakarta.
2. Pada tahap Prabencana dalam situasi terdapat potensi bencana
dilakukan penyusunan Rencana Kesiapsiagaan untuk menghadapi keadaan
darurat yang didasarkan atas skenario menghadapi bencana tertentu
(single hazard) maka disusun satu rencana yang disebut Rencana
Kontinjensi (Contingency Plan).
3. Pada Saat Tangap Darurat dilakukan Rencana Operasi
(Operational Plan) yang merupakan operasionalisasi/aktivasi dari
Rencana Kedaruratan atau Rencana Kontinjensi yang telah disusun
sebelumnya.

6
4. Pada Tahap Pemulihan dilakukan Penyusunan Rencana Pemulihan
(Recovery Plan) yang meliputi rencana rehabilitasi dan rekonstruksi yang
dilakukan pada pasca bencana. Sedangkan jika bencana belum terjadi,
maka untuk mengantisipasi kejadian bencana dimasa mendatang dilakukan
penyusunan petunjuk/pedoman mekanisme penanggulangan pasca
bencana.

D. Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana


1. Kesiapsiagaan Bencana
a. Pengertian Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna. Peringatan dini adalah serangkaian
kegiatan pemberian peringatan sesegera mungkin kepada masyarakat
tentang kemungkinan terjadinya bencana pada suatu tempat oleh lembaga
yang berwenang (UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007).
Menurut Sutton dan Tierney dalam Dodon, 2013 menyatakan
bahwa kesiapsiagaan merupakan kegiatan yang sifatnya perlindungan
aktif yang dilakukan pada saat bencana terjadi dan memberikan solusi
jangka pendek untuk memberikan dukungan bagi pemulihan jangka
panjang.
Menurut Carter dalam Susanti R (2014) menyatakan bahwa
kesiapsiagaan merupakan tindakan-tindakan yang memungkinkan
pemerintah, organisasi-organisasi, masyarakat, komunitas dan individu
untuk mampu menanggapi suatu situasi bencana secara cepat dan tepat
guna. Kesiapsiagaan merupakan salah satu proses manajemen bencana.
Dalam konsep pengelolaan bencana yang sedang berkembang,
peningkatan kesiapsiagaan merupakan elemen penting dalam hal
Pengurangan Risiko Bencana yang proaktif sebelum terjadinya bencana.
Kesiapsiagaan adalah suatu upaya yang dilaksanakan untuk
mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna menghindari

7
jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda, dan berubahnya tata
kehidupan masyarakat di kemudian hari. Kesiapsiagaan menghadapi
bencana adalah suatu kondisi masyarakat yang baik secara individu
maupun kelompok yang memiliki kemampuan untuk mengantisipasi
kemungkinan terjadinya bencana di kemudian hari (Dodon, 2013).
Kesiapsiagaan masyarakat cenderung diabaikan oleh pemerintah
yang akan membuat keputusan. Selama ini masih banyak masyarakat
yang mengantungkan kesiapsiagaan dan mitigasi kepada pemerintah
dengan mengabaikan kesiapsiagaan pribadi masing-masing (Dodon,
2013).
Kesiapsiagaan didefiniskan sebagai tindakan atau aktivitas yang
dilakukan sebelum suatu bencana terjadi. Kesiapsiagaan bertujuan untuk
meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan pencegahan yang
efektif, tepat waktu, memadai, efesiensi untuk tindakan tanggap darurat
dan bantuan saat bencana. Tindakan kesiapsiagaan terhadap bencana
banjir dapat berupa tindakan yang dilakukan untuk mengurangi dampak
bencana baik dampak secara langsung maupun tidak langsung (Dodon,
2013).
Kesiapsiagaan darurat masyarakat bergantung pada koordinasi dan
kerjasama antara lembaga kesehatan masyarakat, kesehatan organisasi-
organisasi mereka dan penasehat hukum masing-masing. Dalam keadaan
darurat terkait kimia, misalnya, persyaratan alat pelindung diri cenderung
berlaku. Demikian juga, untuk keadaan darurat yang melibatkan orang
terluka, persyaratan patogen yang ditularkan melalui darah standar
mungkin berlaku (Belmont E, 2005).
b. Tujuan Kesiapsiagaan
Menurut Gregg dalam Dodon (2013), kesipasiagaan bertujuan
untuk meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan pencegahan
yang efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk tindakan tanggap
darurat dan bantuan saat bencana.

8
Tujuan khusus dari upaya kesiapsiagaan bencana adalah dapat
menjamin bahwa sistem, prosedur, dan sumber daya yang tepat siap di
tempatnya masing-masing untuk memberikan bantuan yang efektif dan
segera bagi korban bencana sehingga dapat mempermudah langkah-
langkah pemulihan dan rehabilitasi layanan (Munaya, 2006).
Upaya kesiapsiagaan juga bertujuan untuk memastikan bahwa
sumberdaya yang diperlukan untuk tanggap dalam peristiwa bencana
dapat digunakan secara efektif pada saat bencana dan tahu bagaimana
menggunakannya (Sutton dan Tierney dalam Dodon, 2013).
c. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kesiapsiagaan
Menurut LIPIUNESCO/ ISDR (2006) dalam Damayanti (2015),
faktor-faktor yang mempengaruhi kesiapsiagaan bencana yaitu:
1) Pengetahuan dan sikap
Parameter pertama adalah pengetahuan dan kebijakan terhadap
resiko bencana. Pengetahuan merupakan faktor utama dan menjadi
kunci untuk kesiapsiagaan. Pengetahuan yang dimiliki biasanya dapat
mempengaruhi sikap dan kepedulian masyarakat untuk siap dan siaga
dalam mengantisipasi bencana, terutama bagi mereka yang bertempat
tinggal di daerah pesisir yang rentan terhadap bencana alam.
2) Kebijakan
Parameter kedua adalah kebijakan yang berkaitan dengan
kesiapsiagaan untuk mengantisipasi bencana alam. Kebijakan
kesiapsiagaan bencana alam sangat penting dan merupakan upaya
konkrit untuk melaksanakan kegiatan siaga bencana.
3) Rencana tanggap darurat
Parameter ketiga adalah rencana untuk keadaan darurat bencana
alam. Rencana ini menjadi bagian yang penting dalam kesiapsiagaan,
terutama berkaitan dengan evakuasi, pertolongan dan penyelamatan,
agar korban bencana dapat diminimalkan. Upaya ini sangat krusial,
terutama pada saat terjadi bencana dan hari-hari pertama setelah
bencana sebelum bantuan dari pemerintah dan dari pihak luar datang.

9
4) Sistim peringatan bencana
Parameter ke empat berkaitan dengan sistem peringatan bencana,
terutama tsunami. Sistim ini meliputi tanda peringatan dan distribusi
informasi akan terjadinya bencana. Dengan peringatan bencana ini,
masyarakat dapat melakukan tindakan yang tepat untuk mengurangi
korban jiwa, harta benda dan kerusakan lingkungan. Untuk itu
diperlukan latihan dan simulasi, apa yang harus dilakukan apabila
mendengar peringatan, kemana dan bagaimana harus menyelamatkan
diri dalam waktu tertentu, sesuai dengan lokasi dimana masyarakat
sedang berada saat terjadinya peringatan.
5) Mobilisasi sumber daya
Parameter ke lima yaitu: mobilisasi sumberdaya. Sumberdaya
yang tersedia, baik sumberdaya manusia (SDM), maupun pendanaan
dan sarana prasarana penting untuk keadaan darurat merupakan potensi
yang dapat mendukung atau sebaliknya menjadi kendala dalam
kesiapsiagaan bencana alam. Karena itu, mobilisasi sumberdaya
menjadi faktor yang krusial.
2. Tanggap Darurat Bencana
a. Pengertian Tanggap darurat
Tanggap darurat bencana adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera pada saat kejadian bencana untuk menangani
dampak buruk yang ditimbulkan, yang meliputi kegiatan penyelamatan
dan evakuasi korban, harta benda, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsi, penyelamatan, serta pemulihan
prasarana dan sarana (UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007).
Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan
dengan segera setelah kejadian bencana untuk menangani dampak buruk
yang ditimbulkan yang mencakup kegiatan penyelamatan masyarakat
terkena bencana, harta benda, evakuasi, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsian, pemulihan sarana dan pelayanan
kritis (Yayasan IDEP, 2007).

10
Perencanaan darurat sebagai pendekatan untuk berurusan dengan
bahaya lingkungan yang didorong oleh dua Penilaian bahaya dan
pengurangan risiko. Penilaian bahaya melibatkan tidak hanya
mengidentifikasi ancaman yang sebelumnya telah mempengaruhi
masyarakat, tetapi juga menggunakan teknologi yang mengarah untuk
meminta identifikasi ancaman baru atau potensial sendangkan
pengurangan Risiko melibatkan pemeriksaan tindakan yang diperlukan
untuk mengurangi tingkat terdeteksi atau proyeksi bahaya dan untuk
mengidentifikasi sumber daya yang diperlukan untuk melaksanakan
tindakan tersebut. Keputusan untuk mengelola bahaya tertentu dan tingkat
perlindungan yang akan dicari mengacu pada teknologi namun memiliki
politik (distribusi sumber daya masyarakat) elemen. Identifikasi bahaya
dan penilaian dapat dianggap sebagai prosedur melalui mana ancaman
lingkungan kepada masyarakat dapat diukur, dimonitor dan dievaluasi,
sementara pengurangan risiko dapat dilihat sebagai pengembangan dan
pelaksanaan kegiatan yang bertujuan untuk mitigasi, kesiapsiagaan,
respon dan pemulihan (Perry W R, dkk. 2003).
Persepsi risiko sangat terkait dengan bencana kesiapan karena
individu harus melihat risiko menjadi termotivasi untuk melakukan
tindakan kesiapan (Muttarak Raya and Wiraporn Pothisri, 2013).
b. Tujuan Tanggap Darurat
Menurut Perry W R, dkk (2003), tujuan tanggap darurat bencana
adalah :
a. Memberikan perlindungan kepada masyarakat dari ancaman
bencana diselaraskan dengan peraturan perundang-undangan yang
berlaku
b. Menjamin terselenggaranya penanggulangan bencana secara
efektif, responsif, cepat tanggap, terencana, terpadu dan menyeluruh
c. Menghargai budaya lokal dan aspirasi masyarakat
d. Menumbuhkan kemandirian penyintas untuk bangkit dari dampak
buruk bencana
e. Membangun partisipasi dan kemitraan publik serta swasta

11
f. Mendorong semangat gotong royong, kesetiakawanan, dan
kedermawanan
g. Menciptakan perdamaian dalam kehidupan bermasyarakat,
berbangsa, dan bernegara serta mencegah timbulnya bencana-bencana
sosial dan bencana non alam serta meminimalisasi dampak bencana
alam, bencana non alam, serta bencana sosial.
h. Menyelamatkan kelangsungan kehidupan manusia.
i. Mengurangi penderitaan korban bencana
j. Meminimalkan kerugian material
E. Penyelenggaraan Kesiapsiagaan dan Tanggap Darurat Bencana
1. Kesiapsiagaan Bencana
Menurut UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 menyatakan
bahwa kesiapsiagaan dilakukan untuk memastikan upaya yang cepat dan
tepat dalam menghadapi kejadian bencana. Kesiapsiagaan sebagaimana
dimaksud dilakukan melalui:
a. Penyusunan dan uji coba rencana penanggulangan kedaruratan
bencana;
b. Pengorganisasian, pemasangan, dan pengujian sistem peringatan
dini;
c. Penyediaan dan penyiapan barang pasokan pemenuhan kebutuhan
dasar;
d. Pengorganisasian, penyuluhan, pelatihan, dan gladi tentang
mekanisme tanggap darurat;
e. Penyiapan lokasi evakuasi;
f. Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana; dan
g. Penyediaan dan penyiapan bahan, barang, dan peralatan untuk
pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
Peringatan dini dilakukan untuk pengambilan tindakan cepat dan
tepat dalam rangka mengurangi risiko terkena bencana serta mempersiapkan
tindakan tanggap darurat. Peringatan dini dilakukan melalui:
a. pengamatan gejala bencana;

12
b. analisis hasil pengamatan gejala bencana;
c. pengambilan keputusan oleh pihak yang berwenang;
d. penyebarluasan informasi tentang peringatan bencana; dan
e. pengambilan tindakan oleh masyarakat (UU Republik Indonesia
No. 24 Tahun 2007).
2. Tanggap Darurat Bencana
Menurut UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 menyatakan
bahwa penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi:
a. Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya
Pengkajian secara cepat dan tepat sebagaimana dimaksud dalam
dilakukan untuk mengidentifikasi:
1) Cakupan lokasi bencana;
2) Jumlah korban;
3) Kerusakan prasarana dan sarana;
4) Gangguan terhadap fungsi pelayanan umum serta pemerintahan;
dan
5) Kemampuan sumber daya alam maupun buatan
b. Penentuan status keadaan darurat bencana
Penetapan status darurat bencana dilaksanakan oleh pemerintah
sesuai dengan skala bencana.
Dalam hal status keadaan darurat bencana ditetapkan, Badan
Nasional Penanggulangan Bencana dan Badan Penanggulangan Bencana
Daerah mempunyai kemudahan akses yang meliputi:
1) Pengerahan sumber daya manusia;
2) Pengerahan peralatan;
3) Pengerahan logistik;
4) Imigrasi, cukai, dan karantina;
5) Perizinan;
6) Pengadaan barang/jasa;

13
7) Pengelolaan dan pertanggungjawaban uang dan/atau barang;
8) Penyelamatan; dan
9) Komando untuk memerintahkan sektor/lembaga.
c. Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
Penyelamatan dan evakuasi korban dilakukan dengan memberikan
pelayanan kemanusiaan yang timbul akibat bencana yang terjadi pada
suatu daerah melalui upaya:
1) Pencarian dan penyelamatan korban;
2) Pertolongan darurat; dan/atau
3) Evakuasi korban
d. Pemenuhan kebutuhan dasar
Pemenuhan kebutuhan dasar sebagaimana dimaksud meliputi
bantuan penyediaan:
1) Kebutuhan air bersih dan sanitasi;
2) Pangan;
3) Sandang;
4) Pelayanan kesehatan;
5) Pelayanan psikososial; dan
6) Penampungan dan tempat hunian.
e. Perlindungan terhadap kelompok rentan
Perlindungan terhadap kelompok rentan dengan memberikan
prioritas kepada kelompok rentan berupa penyelamatan, evakuasi,
pengamanan, pelayanan kesehatan, dan psikososial. Kelompok rentan
terdiri atas:
1) Bayi, balita, dan anak-anak;
2) Ibu yang sedang mengandung atau menyusui;
3) Penyandang cacat; dan
4) Orang lanjut usia.
f. Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
Pemulihan fungsi prasarana dan sarana vital dilakukan dengan
memperbaiki dan/atau mengganti kerusakan akibat bencana.

14
Menurut Kurnia, dkk (2007), tahap tanggap darurat merupakan
langkah-langkah yang harus diambil ketika terjadi bencana. Adapun
langkah-langkah kegiatan tanggap darurat adalah sebagai berikut:
a. Tindakan penyelamatan (memberi pertolongan) terhadap warga
yang tertimpa bencana.
b. Korban dievakuasi ketempat-tempat pengungsian atau tempat yang
lebih aman.
c. Membentuk pusat pengendalian (crisis center)
d. Membuat atau mendirikan tempat-tempat penampungan sementara
e. Membangun dapur umum, pos-pos kesehatan dan keamanan, serta
penyediaan air bersih.
f. Menginventarisis kerugian dan kerusakan sarana prasarana
kehidupan.
g. Menghimbau masyarakat untuk memberi bantuan pangan, sandang
dan kesehatan bagi korban bencana.
h. Mendistribusikan bantuan dari pemerintah dan masyarakat.
i. Melakukan sosialisasi dan penyuluhan antara lain tentang
pemulihan mental, pencegahan berjangkitnya wabah penyakit,
pengetahuan kebersihan tempat penampungan dan lingkungan.

BAB III
PENUTUP

15
A. Kesimpulan
Adapun kesimpulan yang dapat ditarik dalam makalah ini adalah
sebagai berikut:
1. Menurut UU Republik Indonesia No. 24 Tahun 2007 menyatakan
bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan
mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik
oleh faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga
mengakibatkan timbulnya korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan,
kerugian harta benda, dan dampak psikologis.
2. Menurut Undang-Undang RI Nomor 24 Tahun 2007 menyatakan
tiga kategori bencana yaitu bencana alam, bencana nonalam dan bencana
social.
3. Siklus perencanaan dalam penanggulangan bencana meliputi tahap
pertama Pencegahan dan Mitigasi yang didalamnya terdapat rencana
mitigasi, tahap kedua Kesiapsiagaan dimana disusun satu rencana yang
disebut rencana kontinjensi, tahap ketiga yaitu tahap Tanggap Darurat yang
didalamnya disusun rencana operasi dan tahap keempat adalah tahap
Pemulihan yang didalmnya terdapat rencana pemulihan.
4. Kesiapsiagaan adalah serangkaian kegiatan yang dilakukan untuk
mengantisipasi bencana melalui pengorganisasian serta melalui langkah
yang tepat guna dan berdaya guna, kesipasiagaan bertujuan untuk
meminimalkan efek samping bahaya melalui tindakan pencegahan yang
efektif, tepat waktu, memadai, efisiensi untuk tindakan tanggap darurat dan
banuan saat bencana. Tanggap darurat adalah serangkaian kegiatan yang
dilakukan dengan segera setelah kejadian bencana untuk menangani dampak
buruk yang ditimbulkan yang mencakup kegiatan penyelamatan masyarakat
terkena bencana, harta benda, evakuasi, pemenuhan kebutuhan dasar,
perlindungan, pengurusan pengungsian, pemulihan sarana dan pelayanan
kritis. Kesiapsiagaan dilakukan melalui Penyusunan dan uji coba rencana
penanggulangan kedaruratan bencana; Pengorganisasian, pemasangan, dan
pengujian sistem peringatan dini; Penyediaan dan penyiapan barang
pasokan pemenuhan kebutuhan dasar; Pengorganisasian, penyuluhan,

16
pelatihan, dan gladi tentang mekanisme tanggap darurat; Penyiapan lokasi
evakuasi; Penyusunan data akurat, informasi, dan pemutakhiran prosedur
tetap tanggap darurat bencana; dan Penyediaan dan penyiapan bahan,
barang, dan peralatan untuk pemenuhan pemulihan prasarana dan sarana.
penyelenggaraan penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat
meliputi Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi, kerusakan, dan
sumber daya; Penentuan status keadaan darurat bencana; Penyelamatan dan
evakuasi masyarakat terkena bencana; Pemenuhan kebutuhan dasar
Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital
B. Saran
Adapun saran yang diberikan yaitu sebaiknya pemerintah dalam
menangani kesiapsiagaan dan tanggap darurat bencana pada suatu daerah lebih
cepat dan tepat dalam menghadapi kejadian bencana.

17
18

Anda mungkin juga menyukai