DI YAZD, IRAN
Kelompok 2
Apriance Eveliana 41140001
Vito Widianto 41140020
Aquila Mega 41140049
Yessica Viona 41140068
Afilya M.K. Udang 41140084
Patrick Nunsio 41140088
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
2018
DAFTAR ISI
JUDUL ............................................................................... 1
GENERALISABILITY ............................................................................... 7
2
RANGKUMAN PENELITIAN
Judul: A Comparison of the Effect of Honey, Dextromethorphan and Diphenhydramine
on Nightly Cough and Sleep Quality in Children and Their Parents
Penulis/ peneliti dan afilasi: Mahmood Noori Shadkam, MD, Hassan Mozaffari-
Khosravi, PhD, dan Mohammad Reza Mozayan, MSc. The Journal of Alternative and
Complementary Medicine, volume 16 no. 7 tahun 2010, pp. 787-793
Latar Belakang: Infeksi saluran pernafasan atas (ISPA) merupakan penyakit umum yang
dapat menginfeksi 6-8 kali pada anak setiap tahunnya dan disebabkan oleh virus, bakteri
serta dapat sembuh secara spontan. Gejala dari ISPA adalah rhinorrhea, bersin, malaise,
demam, dan batuk. Madu merupakan bahan alam yang murah, mudah didapat, dan lebih
aman diberikan pada anak-anak. Madu dapat digunakan untuk terapi pada ISPA terutama
batuk, sebagai efek pelega
METODE PENELITIAN
Desain penelitian
Penelitian ini dilakukan dengan menggunakan rancangan penelitian uji klinik
3
b. Anak usia 24 - 60 bulan dengan penyakit asma, pneumonia, laringotrakeobronkitis,
sinusitis, rhinitis alergi, penyakit paru - paru kronis, penyakit jantung kongenital,
diabetes, dan keganasan.
c. Anak usia 24 - 60 bulan yang sudah mengonsumsi anti-histamine, diphenhydramine
atau dextromethorphan 4 jam sebelum tidur atau telah mengonsumsi obat
Cytochrome P450 Inhibitors secara simultan
d. Anak usia 24 - 60 bulan yang telah diberikan obat dan / atau herbal yang berefek pada
pola tidur (contoh: obat golongan sedatif).
Jumlah sample
Jumlah subjek pada penelitian ini adalah 69 anak. Subjek penelitian dibagi menjadi 2
kelompok yaitu kelompok madu yang berjumlah 33 anak dan kelompok kontrol yang
berjumlah 36 anak.
4
Proses randomisasi
Randomisasi sampel yang digunakan pada penelitian ini adalah dengan Table of Random
Numbers.
Proses blinding
Perlakuan pada sampel dilakukan dengan tidak menggunakan proses blinding. Hal ini
disebabkan karena pemberian madu dan pemberian terapi suportif tidak memungkinkan
untuk disetarakan cara pemberiannya.
HASIL PENELITIAN
5
rinitis alergi, penyakit paru kronis, dan penyakit kelainan kongenital pada jantung,
malignancy dan diabetes, konsumsi antihistami, DPH, DM 4 jam sebelum tidur, atau
mengkonsumsi cytochrome P450 inhibitors.Awalnya partisipan diberikan kuesioner pada
orangtua anak-anak untuk diisi berupa identitas data, faktor risiko yang menyebabkan
batuk, seberapa berat penyakit yang dialami. Setelah itu, subjek diminta untuk meminum
madu 2,5 ml sebelum tidur malam serta diberikan terapi suportif oleh orangtua yang telah
diajarkan oleh pediatrik.
Data dasar pasien
anak-anak berusia 24-60 bulan yang menderita ISPA (batuk).
Hasil analisis
Berdasarkan penelitian didapatkan frekuensi batuk sebelum diberikan madu adalah 4,09
± 0,76 dan setelah pemberian menjadi 1,9 ± 0,65 dengan p value < 0,001 yang berarti
signifikan, dengan selisih nilai -2,16 ± -0,11. Pada kontrol grup frekuensi batuk sebelum
diberikan terapi 4,19 ± 0,78 dan setelah pemberian terapi suportif 3,11 ± 0,57 dengan p
value <0,001, dengan selisih nilai -1,08 ± -0,21. Sehingga disimpulkan bahwa madu
memiliki hasil yang lebih signifikan dibandingkan dengan terapi suportif.
Efek samping
Tidak ditemukan karena madu merupakan obat tradisional yang aman dan juga pada
subjek telah memenuhi kriteria eklusi sehingga bisa meminimalkan efek samping.
GENERALISABILITY
Kelebihan Penelitian
6
Kekurangan penelitian
Validitas eksternal
Validitas eksternal tinggi dan hasil penelitian dapat digeneralisasi dalam satu
kelompok populasi yang sama. Interaksi seleksi dan perlakuan di kontrol oleh
peneliti dengan melakukan pengacakan pada kelompok kontrol dan perlakuan
Interaksi latar atau seting serta perlakuan sama seperti kelompok usia
TELAAH KRITIS
Penelitian ini memiliki fokus masalah yang jelas karena pada peleitian ini dicantumkan
populasi penelitian sebesar 69 anak berusia 24-60 bulan uang menderita batuk karena ISPA.
Intervensi yang dilakukan adalah pemberian madu sebagai pembanding kelompok yang hanya
diberikan terapi suportif dan hasil yang diharapkan adalah madu dapat mengurangi frekuensi
batuk. Metode randomisasi yang digunakan pada penelitian ini adalah table of random number.
Populasi penelitan yang sudah diacak dibagi menjadi 2 kelompok yaitu kelompok kontrol (36
anak) dan kelompok madu (33 anak). Hasil dari seluruh populasi penelitian diperhitungkan
kedalam analisis data akhir. Penelitian ini tidak dapat dilakukan metode blinding karena madu
dan terapi suportif memiliki sediaan yang berbeda dan tidak dapat disamakan.
Pada penelitian ini tidak terdapat perbedaan variabel umur dan jenis kelamin yang
signifikan antara kelompok yang diberikan madu dengan kelompok yang diberi terapi suportif.
Rata rata variabel umur pada kelompok madu adalah 37.7 sedangkan pada kelompok terapi
suportif adalah 37.8. Rata rata variabel jenis kelamin laki laki pada kelompok madu dan yang
diberikan terapi suportif adalah 17 dan untuk rata rata variabel jenis kelamin perempuan pada
kelompok madu adalah 16 sedangkan untuk kelompok yang diberikan terapi suportif adalah 19.
7
Kedua kelompok mendapatkan perlakuan yang sama yaitu kedua kelompok sama sama diperiksa
dan diuji dengan menggunakan quisioner yang sama.
Dari tabel numerik, selisih antara mean sesudah diberikan madu dan terapi suportif
menunjukkan perbedaan yang cukup jauh yaitu sebesar 1, 18. Hal ini menunjukkan bahwa efek
pemberian madu dapat menurunkan frekuensi batuk pada anak dengan ISPA. Tetapi dengan
tidak dilakukannya blinding pada saat pemberian terapi dapat menyebabkan adanya risiko bias
yang dapat mempengaruhi hasil.
Pemberian madu sebagai terapi untuk menurunkan frekuensi batuk pada anak dapat
dilakukan di Yogyakarta karena madu mudah didapat, harganya terjangkau dan dijual bebas. Hal
lain yang menyebabkan penelitian ini dapat di aplikasikan di Yogyakarta adalah fakta dimana
angka kejadian ISPA di Yogyakarta cukup tinggi yaitu 11,3% anak terdiagnosis ISPA dan 23,3%
menunjukkan gejala ISPA sehingga penelitian ini sangat bermanfaat.
Berdasarkan hasil dari telaah kritis jurnal, dapat disimpulkan, antara lain
a. Penelitian ini valid karena menggunakan design penelitian yang dapat menjawab tujuan
penelitian, menggunakan proses randomisasi sampel, setiap kelompok sampel
diperlakukan sama, jumlah sampel tiap kelompok yang memenuhi kriteria inklusi dan
eksklusi dari awal hingga akhir penelitian berjumlah sama, dan didapatkan hasil secara
bermakna madu memberikan efek penurunan frekuensi batuk lebih baik dibanding terapi
suportif (p<0,05).
8
b. Penelitian ini penting karena hasil dapat membantu klinisi atau paramedis untuk dapat
menggunakan madu sebagai salah satu alternatif yang aman bagi anak untuk menurunkan
frekuensi batuk selain menggunakan obat-obatan berbahan kimia atau terapi suportif.
c. Penelitian ini dapat di aplikasikan di Indonesia, khususnya di Yogyakarta, karena madu
cukup mudah untuk didapat karena harganya terjangkau dan dijual secara bebas.
DAFTAR PUSTAKA
Riset Kesehatan Dasar. (2013). Hasil Riset Kesehatan dasar 2013. Badan penelitian dan
pengembagan kementran kesehatan republic Indonesia
Tersedia
http://www.depkes.go.id/resources/download/general/hasil%20Riskesdas%202013.pdf.
(diakses tanggal 21 April 2018)