Anda di halaman 1dari 44

REFLEKSI KASUS

Dengue Fever

Disusun untuk memenuhi syarat kepaniteraan klinik


di Bagian Ilmu Kesehatan Anak RS Bethesda
pada Program Pendidikan Dokter tahap Profesi
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Duta Wacana

Disusun oleh :
Desty Ailika Edyaksa Timur
42180263

Pembimbing :
dr. Margareta Yuliani, Sp.A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT BETHESDA
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA
YOGYAKARTA
2019
BAB I
PEMAPARAN KASUS

I. IDENTITAS
Identitas Pasien
Nama : An. DA
No. RM : 02-07-xx-xx
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tanggal Lahir : 16 Juli 2014
Usia : 4 tahun 8 bulan
Alamat : Jl. Balapan No 50, Gondokusuman, Yogyakarta
Masuk Bangsal : Minggu, 24 Maret 2019, pukul 12.10 WIB

II. ANAMNESIS
Alloanamnesis dilakukan oleh ibu pasien pada hari Minggu, 24 Maret 2019 di Bangsal
Galilea III RS Bethesda Yogyakarta.
1. Keluhan utama
 Demam
2. Riwayat Penyakit Sekarang
 4 HSMRS (Rabu, 20 Maret 2019)
Pasien mengalami demam hingga 38oC mulai sore hari, demam
muncul mendadak. Kemudian pasien diberikan obat paracetamol untuk
menurunkan panas. Setelah minum paracetamol demam turun, namun
kemudian naik lagi. Pasien juga mengeluhkan mual dan muntah sebelumnya.
Muntahan yang keluar berisi makanan. Pasien juga mengeluhkan nyeri perut.
Pasien tidak mengeluhkan adanya batuk dan pilek. BAB dan BAK tidak ada
keluhan. Nafsu makan berkurang.
 3 HSMRS (Kamis, 21 Maret 2019)
Pasien masih mengalami demam yang naik turun, kemudian orangtua
pasien membawa pasien ke Puskesmas Danurejan untuk berobat. Saat di
Puskesmas diberikan obat penurun panas (Praxion) dan Isprinol. Setelah
mengkonsumsi obat yang diberikan demamnya turun, namun kemudian naik
lagi.
 2 HSMRS (Jumat, 22 Maret 2019)
Pasien masih merasakan demam naik turun, masih ada mual muntah
dan nyeri perut. Makan dan minum masih sulit. Keluhan batuk dan pilek tidak
ada. BAB dan BAK tidak ada gangguan.
 1 HSMRS (Sabtu, 23 Maret 2019)
Pasien masih demam naik turun, masih ada mual dan muntah serta
nyeri perut. Muncul keluhan pusing. Orangtua mengatakan pasien terlihat
lemas. Makan dan minum masih sulit. Batuk dan pilek disangkal. BAB dan
BAK tidak ada gangguan. Kemudian orangtua membawa pasien ke RSKIA
Sadewa, Yogyakarta untuk dilakukan pemeriksaan lebih lanjut. Di RSKIA
Sadewa pasien segera dilakukan pemeriksaan darah rutin. Di RSKIA Sadewa,
pasien diberi obat paracetamol dan ondansentron.
 4 Jam SMRS (08.10 Minggu, 24 Maret 2019)
Pasien dilakukan pemeriksaan serologi virus untuk mengetahui ada
infeksi virus demam berdarah atau tidak. Orangtua mengatakan hasilnya
positif terinfeksi virus demam berdarah. Kemudian trombosit menurun dan
kekentalan darah meningkat. Kondisi anak masih lemas, makan dan minum
masih sulit, serta pasien merasakan pusing. BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Kemudian pihak RSKIA Sadewa merujuk pasien ke RS Bethesda Yogyakarta.
 Hari Masuk RS (Minggu, 24 Maret 2019)
Pasien merasa pusing, lemas, dan nyeri perut, masih demam. Makan
dan minum masih sulit. BAB dan BAK tidak ada gangguan. Suhu tubuh terakhir
adalah 39,2oC.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


• Keluhan serupa :-
• Riwayat kejang demam :-
• Riwayat alergi :-
• Riwayat asma :-
• Riwayat Tuberkulosis :-

4. Riwayat Penggunaan Obat


Pasien sudah mengonsumsi praxion, paracetamol, Isoprinol dan ondansentron
Di RS Bethesda, pasien telah mendapatkan:
- Infus RL + Dextrosa 40%
- Praxion syrup 3-4x6 cc
- Isoprinol syrup 3x1 cth
- Dumin 250 mg per rektal
- Ranitidine 2 x ½ ampul (IV)
- Ondansentron 2 x ampul (IV)

5. Riwayat Penyakit Keluarga


• Keluhan serupa : (+) tetangga
• Riwayat Kejang Demam : (-)
• Riwayat Alergi : (-)
• Riwayat Diabetes Mellitus : (-)
• Riwayat Penyakit Jantung : (-)
• Riwayat Tuberkulosis : (-)
• Riwayat epilepsy : (-)
• Genogram

Silsilah keluarga Ibu


Silsilah keluarga Ayah
65

36 32 30 26 29
33

4 2

Keterangan :
: Pasien

: Meninggal

: Tinggal serumah

: Laki-laki

: Perempuan

Kesan: Pasien tidak memiliki riwayat penyakit keluarga seperti Diabetes Mellitus,
Penyakit Jantung, Asma dan kejang demam.

6. Riwayat Makan
• 0 bulan – 6 bulan  ASI eksklusif
• 6 bulan – 12 bulan  MPASI (makanan lunak) dan susu formula
• 12 bulan – sekarang  Makanan keluarga dan susu formula
Kesan: ASI eksklusif dan pemberian MPASI sesuai usia.

7. Lifestyle
 Aktivitas sehari-hari
Pasien merupakan anak yang aktif. Kegiatan sehari-hari bermain di rumah
dengan adik perempuannya dan juga teman-teman yang tinggal di sekitar
rumahnya. Pasien belum menduduki bangku sekolah.
 Pola makan dan minum
Sehari-hari pasien makan 3x. Makanan yang dimakan sehari-hari adalah sayur,
nasi dan lauk pauk. Pasien juga sering mengonsumsi buah seperti apel, pepaya
dan pisang. Minum air putih sehari-hari cukup. Orangtua mengatakan pasien
jarang mengonsumsi makanan kemasan atau makanan ringan seperti chiki dan
juga jarang mengonsumi minuman kemasan. BAB pasien baik, tidak sembelit
dan juga tidak cair. Begitupun juga BAK tidak mengalami gangguan.
Kesan: Aktivitas pasien sesuai dengan usianya, pola makan baik, cukup
minum air putih, makan buah dan sayur.

8. Riwayat Persalinan
• Antenatal Care
- Saat hamil usia ibu 26 tahun
- Kunjungan ANC selama kehamilan dilakukan rutin di dokter spesialis
kandungan (>4 kali).
• Riwayat penyakit saat hamil
- Sakit saat masa kehamilan (-), muntah berlebih (-), bintik-bintik merah
(-), kejang (-), hipertensi (-), diabetes (-), demam (-), obesitas (-),
riwayat jatuh saat hamil (-), infeksi TORCH (-), vaksin TT (+)
• Natal Care
No Tahun Kehamilan Persalinan Penolong JK BB H/M Pendarahan
Aterm (38 SC (panggul 3600
1. 2014 Dokter L H Normal
minggu) sempit) gram
Aterm (38 3400
2. 2012 SC Dokter P H Normal
minggu) gram
- Tidak ada ketuban pecah dini dan air ketuban jernih.
- Bayi langsung menangis, kulit kemerahan, menangis kuat, gerak aktif,
- Tidak tampak ada kelainan saat lahir.
• Post-Natal Care
Ibu rutin membawa anak kontrol ke dokter untuk pemantauan pertumbuhan
dan perkembangan. Pasien juga mengikuti program imunisasi. Tidak ada
riwayat kuning, tidak tampak biru, tidak ada sesak napas, dan peningkatan
berat badan sesuai usia.
Kesan: Riwayat ANC baik, tidak ada penyulit saat kehamilan maupun
persalinan, bayi lahir melalui persalinan SC, cukup bulan, berat lahir cukup,
tidak asfiksia.

9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


a. Berat lahir : 3600 gram
b. Berat sekarang : 26 kg
c. Panjang Badan lahir : 47 cm
d. Tinggi Badan : 105 cm
Kesan: Titik berada di antara garis 0 sampai dengan -2 SD, menunjukkan bahwa tinggi badan
terhadap usia anak adalah Normal atau sesuai dengan anak seusianya.
Kesan : Berat badan menurut usia berada pada titik yang sesuai
Kesan : Berat badan terhadap tinggi badan anak di atas garis 3SD, yang menunjukkan
bahwa anak obesitas

Kesan : BMI menurut usia anak berada di atas garis 3 SD yang menunjukkan anak
obesitas
Usia Motorik kasar Motorik halus Bahasa Sosial
1–3 Tangan dan kaki Memegang Bereaksi terhadap Menatap wajah ibu
bulan bergerak aktif mainan bunyi lonceng Bisa tersenyum
Mengangkat kepala Bersuara spontan
ooo..aaa.. Memandang
Tertawa/berteriak tangannya
4–5 Tengkurap- Mengamati Menoleh ke arah Meraih mainan
bulan terlentang sendiri suara
6–8 Duduk tanpa Mengambil Menirukan kata- Memasukkan
bulan berpegangan dengan tangan kata/mengoceh makanan ke mulut
Berdiri berpegangan
9-10 Bangkit untuk Mengambil Berbicara satu Melambaikan dan
bulan berdiri kubus kata bertepuk tangan
12 Berjalan Menaruh Berbicara dua Menirukan kegiatan
bulan berpegangan kubus di kata
cangkir
14 Berjalan sendiri Mencorat- Berbicara 3 kata Menggunakan sendok
bulan coret garpu
20 Berjalan naik tangga Menyusun Kombinasi kata Membuka pakaian
bulan menara dari
kubus
2 Melempar bola Menyusun Bicara sebagian Gosok gigi dengan
tahun menara dari dimengerti bantuan
kubus
3 Berdiri 1 kaki 2 Menggoyangk Menyebut 1 Mencuci dan
tahun detik an ibu jari warna mengeringkan tangan,
makan sendiri, minum
dengan cangkir
4-5 Mampu melompat Menggamvar Bercerita singkat Memakai pakaian
tahun dan menari benda dan
Naik sepeda roda manusia
tiga
Kesan : Riwayat pertumbuhan, perkembangan motorik, sosial dan bahasa pasien sesuai
dengan usia.

10. Riwayat Imunisasi


Ibu pasien menyatakan bahwa anak sudah mendapatkan imunisasi dasar lengkap.
• Hepatitis B : 4 kali, umur 0, 2, 3, 4 bulan.
• BCG : 1 kali, umur 1 bulan.
• Polio : 4 kali, umur 0, 2, 3, 4 bulan.
• DPT : 3 kali, umur 2, 4, 6 bulan.
• Campak : 1 kali, umur 9 bulan
Kesan: Imunisasi dasar lengkap sesuai usia.

11. Riwayat Sosial Ekonomi dan Lingkungan


Pasien adalah anak pertama dari 2 bersaudara. Ayah pasien bekerja sebagai
karyawan swasta dan ibu pasien sebagai IRT. Pasien tinggal di rumah bersama ayah,
ibu dan adik perempuannya yang berumur 2 tahun. Biaya pengobatan yang digunakan
oleh pasien adalah BPJS.
Rumah pasien berada di daerah yang tidak terlalu padat penduduknya. Rumah
ini memiliki ventilasi dan pencahayaan yang cukup. Rumah tidak dekat dengan pabrik
dan sumber polusi udara. Sumber air di rumahnya ialah air sumur. Lingkungan rumah
jauh dari jalan raya dan polusi udara. Ventilasi di setiap ruangan rumah cukup. Bak
mandi selalu dibersihkan dua minggu sekali. Bak mandi tidak ada jentik-jentik
nyamuk. Di sekitar rumah tidak ada selokan dengan air yang menggenang. Di rumah
jarang ada nyamuk yang masuk. Anak tetangga yang berselisih dua rumah juga
mengalami keluhan yang sama, yaitu demam. Orangtua tidak mengetahui
penyebabnya. Anak tetangganya sudah sekolah.
Kesan : Keadaan sosial ekonomi dan lingkungan cukup baik. Ada anak tetangga yang
memiliki keluhan yang sama dengan pasien.

III. PEMERIKSAAN FISIK


Pemeriksaan di Bangsal G3 / 6E (24 Maret 2019)
1. Keadaan Umum : Sedang, pasien tampak lemas
2. Kesadaran : Compos Mentis
3. Vital Sign
 Denyut nadi : 118 x/menit, denyut teraba kuat
 RR : 20 x/menit, pemakaian otot bantu nafas (-)
 Suhu : 39,2oC
4. Status Gizi
 Berat Badan : 26 kg
 Tinggi Badan : 105 cm
 BMI : BB/ TB2 = 26/ 1,052 = 23,58
 BB ideal : usia (tahun) x 2 + 8 = 8+8 = 16 kg
 Status Gizi : Rumus Waterlow
BB BB aktual x 100 26 kg x 100 2600
%= = = =162,5
TB BB baku untuk TB aktual 16 kg 16
Kesan: Obesitas

5. Status Lokalis
 Kepala
Kepala : Normocephali
Mata : Hematoma (-), Sklera Ikterik (-/-), Conjungtiva Anemis (-/-),
pupil isokor, refleks cahaya (+/+), mata cekung (-)
Hidung : Nafas cuping hidung (-), discharge hidung (-)
Mulut : Mulut sianosis (-), mukosa oral basah
Telinga: Edema (-), discharge telinga (-), kelainan anatomi (-)
 Leher
Pembesaran KGB (-), nyeri tekan (-)
 Thorax (Pulmo)
Inspeksi : Gerakan dada simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi
interkosta (-), jejas (-)
Palpasi : Tidak teraba benjolan
Perkusi : Sonor kedua lapang paru
Auskultasi : Suara paru vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
 Thorax (Cor)
Inspeksi : Iktus cordis tidak terlihat, tanda inflamasi (-), jejas (-)
Palpasi : Iktus cordis teraba di SIC 5 linea axillaris anterior sinistra
Perkusi : Batas/kontour jantung dalam batas normal
Auskultasi : S1 S2 reguler, Bising jantung (-)
 Abdomen
Inspeksi : Distensi (-), tanda inflamasi (-), jejas (-)
Auskultasi : Bising usus (+) 10x/menit
Perkusi : Timpani seluruh regio abdomen
Palpasi : Abdomen teraba supel, turgor kulit normal, pembesaran organ
intra abdomen (-), turgor kulit normal, nyeri tekan (+) di upper
right quadrant, massa (-), asites (-)
 Ekstremitas
Atas: Gerakan aktif, akral teraba hangat, perabaan nadi cukup kuat dan
reguler, capillary refill <2 detik, edema (-), sianosis (-), petechie (-)
Bawah: Gerakan aktif, akral teraba hangat, perabaan nadi cukup kuat dan
reguler, capillary refill <2 detik, edema (-), sianosis (-), Petechie (-)
6. Status Neurologis
 Rangsang meninges :
o Kaku kuduk :-
o Brudzinski I :-
o Brudzinski II :-
o Brudzinski III :-
o Brudzinski IV :-
o Kernig sign :-

IV. RESUME
Dari anamnesis didapatkan hasil:
Seorang anak laki-laki berusia 4 tahun, 8 bulan rujukan dari RSKIA Sadewa
dibawa ke IGD RS Bethesda oleh orang tuanya dengan keluhan demam sejak 4 hari
SMRS, demam muncul mendadak dengan suhu awal 38° C, demam naik turun disetai
mual muntah dan nyeri perut, pasien tampak lemas, batuk dan pilek (-), pusing (+), tidak
mau makan minum (+) , BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Pola makan nya sehari-hari anak makan tiga kali. Makanan yang dimakan
sehari-hari adalah sayur, nasi dan lauk pauk. Pasien juga sering mengonsumsi buah
seperti apel, pepaya dan pisang. Minum air putih sehari-hari cukup. Orangtua
mengatakan pasien jarang mengonsumsi makanan kemasan atau makanan ringan seperti
chiki dan juga jarang mengonsumi minuman kemasan. BAB pasien baik, tidak sembelit
dan juga tidak cair. Begitupun juga BAK tidak mengalami gangguan.
Dari hasil pemeriksaan fisik menunjukkan KU sedang dan tampak lemas,
kesadaran compos mentis, nadi 118 kali / menit, napas 20 kali / menit, dan suhu 39,20 C.
Pada pemeriksaan head-to-toe ditemukan nyeri tekan abdomen (+) pada upper right
quadrant dan hepatomegali, serta pada ekstremitas tidak ditemukan adanya petechie .
Status gizi anak berdasarkan WHO dan Waterlow masuk kedalam kategori obesitas.

V. DIAGNOSIS BANDING
1. Demam
- Dengue fever
- Demam tifoid
- Infeksi saluran kemih

VI. PLANNING
- Pemeriksaan darah lengkap  monitoring HCT dan trombosit
- Pemeriksaan IgM Salmonella typhii
- Pemeriksaan ADV (IgG dan IgM)
- Pemeriksaan urin rutin

VII. PEMERIKSAAN PENUNJANG


Hasil pemeriksaan darah lengkap dan imunoserologi virus pada tanggal 24 Maret 2019 di
RSKIA Sadewa
Jenis pemeriksaan Hasil Nilai Rujukan Satuan
HEMATOLOGI
Hemoglobin 12,5 11-15 g/dL
Hematokrit 36,7 36-44 %
Leukosit 2.300 5.000-13.500 sel/mm2
Hitung Jenis Leukosit
Neutrofil 54,5 40-60 %
Lymphosit 36,1 25-50 %
Monosit 9,4 2-8 %
Eosinofil 0,0 1-5 %
Basofil 0,0 0-1 %
Trombosit 126.000 150.000-440.000 ribu/dL

IMUNOSEROLOGI
NS 1 (RAPID) Positif Negatif

Hasil pemeriksaan HCT dan AT tanggal 25 Maret 2019 pukul 07.28 di RS Bethesda
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI
Hematokrit 37.6 % 40,0 - 54,0
Trombosit 55 ribu/mmk 150 – 450

Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 26 Maret 2019 pukul 10.38 di RS Bethesda
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 12.2 g/dL 10.2 – 15.2
Lekosit 6.55 ribu/mmk 5.0 – 17.0
Hitung Jenis
Eosinofil 0.8 % 1–5
Basofil 0.3 % 0–1
Segment neutrofil 30.4 % 32 – 52
Limfosit 62.1 % 23 – 53
Monosit 6.4 % 2 – 11
Hematokrit 35.0 % 40.0 – 54.0
Eritrosit 4.41 Juta/mmk 4.00 – 5.30
RDW 13.0 % 11.5 – 14.5
MCV 79.4 fL 80.0 – 94.0
MCH 27.7 Pg 26.0 – 32.0
MCHC 34.9 g/dL 32.0 – 36.0
Trombosit 68 Ribu/mmk 150 – 450
MPV 12.4 fL 7.2 – 11.1
PDW 14.6 fL 9.0 – 13.0

Hasil pemeriksaan darah lengkap tanggal 28 Maret 2019 pukul 07.27 di RS Bethesda
Pemeriksaan Hasil Satuan Nilai Rujukan
HEMATOLOGI LENGKAP
Hemoglobin 12.6 g/dL 10.2 – 15.2
Lekosit 6.63 ribu/mmk 5.0 – 17.0
Hitung Jenis
Eosinofil 1.2 % 1–5
Basofil 0.3 % 0–1
Segment neutrofil 45.4 % 32 – 52
Limfosit 46.5 % 23 – 53
Monosit 6.6 % 2 – 11
Hematokrit 36.3 % 40.0 – 54.0
Eritrosit 4.55 Juta/mmk 4.00 – 5.30
RDW 12.9 % 11.5 – 14.5
MCV 79.8 fL 80.0 – 94.0
MCH 27.7 Pg 26.0 – 32.0
MCHC 34.7 g/dL 32.0 – 36.0
Trombosit 132 Ribu/mmk 150 – 450
MPV 12.5 fL 7.2 – 11.1
PDW 13.8 fL 9.0 – 13.0

VIII. DIAGNOSIS KERJA


Dengue fever hari ke IV

IX. TATALAKSANA
1. Terapi Cairan
 Maintainance : Infus RL, dengan BB = 26 kg
Kebutuhan cairan (Holiday Segar)
Untuk 10 kg pertama = 100 ml/kgBB = 100 x 10 = 1000 ml
Untuk 10 kg kedua = 50 ml/kgBB = 50 x 10 = 500 ml
Untuk 6 kg ketiga = 25 ml/kgBB = 25 x 6 = 150 ml
Kebutuhan total cairan anak dengan BB = 26 kg, adalah : 1.650 ml/hari

 Hidrasi Peroral : 2/3 kebutuhan cairan


2/3 x 1650 = 1100 cc
 Hidrasi Per-infus : 1/3 kebutuhan cairan
1/3 x 1650 = 550 cc
kebut uhan cairan x jenis infus
 Pemberian Infus :
24 ( jam ) x mikro ataumakro
550 x 20
Makro  = 7,64 tpm makro (8 tpm)
24 x 60
550 x 60
 Mikro  = 22,92 tpm mikro (23 tpm)
24 x 60

2. Antipiretik
 Terapi untuk menangani demam dapat diberikan Paracetamol oral
dosis
10-15 mg / kgBB / sekali pemberian
 Paracetamol 10 mg / kgBB / sekali = 10 mg x 26 kg = 260 mg / kali
pemberian, setiap 4 – 6 jam tergantung adanya demam.
R/ Paracetamol Syr 120 mg/5 ml lag No.I
S.p.r.n 3. d. d. cth II (jika demam)
 Paracetamol suppositoria diberikan apabila suhu lebih dari 38,5oC
(menurut rekomendasi WHO). Dosis untuk anak usia 1-6 tahun adalah
3-4 x 125 mg, maksimal 750 mg/hari
R/ Paracetamol suppositoria 125 mg/2,5ml rectal tube No.1I
s.i.m.m
3. Antasida
 Pemberian Antasida untuk menangani nyeri perut yang dirasakan
pasien. Pemberian terapi adalah obat Ranitidine dosis 2 – 4
mg/kgBB/x, diminumkan setiap 2-3 kali sehari.
 Ranitidine : 4 mg x 26 kg = 104 mg, dibagi menjadi 3 kali sehingga
dosis yang dibutuhkan 35 mg setiap kali konsumsi obat.
Ranitidine injeksi
R/ Inj Ranitidine ampul 50mg/2ml No. I
S.i.m.m

4. Antiemetik
 Pemberian antiemetik digunakan untuk mencegah muntah terus
menerus yang dikeluhkan oleh pasien, agar pasien bisa makan untuk
memenuhi kebutuhan nutrisinya. Obat yang digunakan adalah
ondansentron injeksi. Dosis yang diberikan adalah 0,15mg/kgBB.
Diberikan pada saat anak merasa mual dan muntah.
 Ondansentron injeksi : 0,15 mg x 26 kg = 3,9 mg/kali
R/ Ondansentron injeksi 5mg/2ml lag No.1
S.i.m.m.

X. FOLLOW UP HARIAN
 24 Maret 2019

S Demam (+), mual (+), muntah (+), badan masih lemas (+), nyeri perut (+), pusing
(-), nafsu makan & minum menurun, BAB cair tidak ada lendir / darah dan BAK
(tidak ada keluhan).
O KU: Sedang , CM
VS: S= 39,2oC ; RR= 20 x/mnt ; HR= 118 x/mnt
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-), lidah kotor (-),
bibir dan lidah kering (-)
Thorax : Dinding dada simetris , suara paru vesikuler (+/+), jantung dalam batas
normal
Abd : distensi (-), peristaltik (+), nyeri tekan (+) pada upper right quadrant.
Eks: akral teraba hangat, CRT < 2 detik , nadi kuat dan regular
A Dengue Fever Hari IV
P • Infus RL + Dextrose 40% 23 tpm
• Praxion 3-4 x 6cc
• Isprinol 3x1 cth
• Dumin per rectal 250 mg
• Ranitidine 2x ½ ampul
• Ondancentron 2x 1 ampul
• Bed Rest
• Px. AT dan HCT
• Rehidrasi Oral dengan mempertahankan asupan makan dan minum yang
cukup
 25 Maret 2019

S Demam (+), mual (-), muntah (-), badan masih lemas (+), nyeri perut (+), pusing
(-), nafsu makan & minum masih sulit, BAB cair tidak ada lendir / darah dan BAK
(tidak ada keluhan).
O KU: Sedang , CM
VS: S= 37,2oC ; RR= 20 x/mnt ; HR= 118 x/mnt
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-)
Thorax : Dinding dada simetris , suara paru vesikuler (+/+), jantung dalam batas
normal
Abd : distensi (-), peristaltik (+), nyeri tekan (+).
Eks: akral teraba hangat , CRT <2 dtk , nadi kuat dan regular
A Dengue Fever Hari V
P • Infus RL + dextrose 40% 23 tpm
• Proxion 3-4 x 6cc
• Isprinol 3x1 cth
• Ranitidine 2x ½ ampul
• Ondancentron 2 x 1 ampul
• Bed Rest
• Px. AT dan HCT
• Rehidrasi Oral dengan mempertahankan asupan makan dan minum yang
cukup

 26 Maret 201
 26 Maret 2019

S Demam sudah turun, badan lemas (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan dan
minum sudah baik, nyeri perut sudah berkurang, pusing (-), belum BAB dan BAK
(dbn).
O KU: Sedang , CM
VS: S= 36,6oC ; RR= 22 x/mnt ; HR= 120 x/mnt
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-), lidah kotor (-)
Thorax : Dinding dada simetris , suara paru vesikuler (+/+), jantung dalam batas
normal
Abd : distensi (-), peristaltik (+), nyeri tekan (-). Eks: akral teraba hangat , CRT <2
dtk , nadi kuat dan regular
A Dengue Fever Hari VI
P • Infus RL 23 tpm
• Proxion 3-4 x 6cc
• Isprinol 3x1 cth
• Ranitidine 2x ½ ampul
• Ondancentron 2 x 1 ampul
• Bed Rest, Px PDL
• Rehidrasi Oral dengan mempertahankan asupan makan dan minum yang
cukup
 27 Maret 2019

S Demam (-), badan lemas (-), mual (-), muntah (-), nafsu makan dan minum
membaik, nyeri perut (-), pusing (-), BAB lunak kuning kecoklatan sedikit dan
BAK (dbn).
O KU: Sedang , CM
VS: S= 36,8oC ; RR= 24 x/mnt ; HR= 118 x/mnt
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-), lidah kotor (-)
Thorax : Dinding dada simetris , suara paru vesikuler (+/+), jantung dalam batas
normal
Abd : distensi (-), peristaltik (+), nyeri tekan (-).
Eks: akral teraba hangat , CRT <2 dtk , nadi kuat dan regular
A Dengue Fever Hari VII
P • Infus RL 23 tpm
• Proxion 3-4 x 6cc
• Isprinol 3x1 cth
• Ranitidine 2x ½ ampul
• Ondancentron 2 x 1 ampul
• Bed Rest
• Rehidrasi Oral dengan mempertahankan asupan makan dan minum yang
cukup

 28 Maret 2019
S Demam (-), badan lemas (-), batuk(-), mual (-), muntah (-) pusing (-), nyeri perut
(-), nafsu makan dan minum meningkat, BAB dan BAK tidak ada keluhan.
O KU: Sedang , CM
VS: S= 36 C ; RR= 18 x/mnt ; HR= 112 x/mnt
Status Lokalis
Kepala : konjungtiva anemis (-), sklera ikterik (-), mata cekung (-), lidah kotor (-)
Thorax : Dinding dada simetris , suara paru vesikuler (+/+), jantung dalam batas
normal
Abd : distensi (-), peristaltik (+), nyeri tekan (-).
Eks: akral teraba hangat , CRT <2 dtk , nadi kuat dan regular
A Dengue Fever Hari VIII
P • Infus RL 23 tpm
• Proxion 3-4 x 6cc
• Isprinol 3x1 cth
• Ranitidine 2x ½ ampul
• Ondancentron 2 x 1 ampul
• Bed rest
• Px. PDL
• Rehidrasi Oral dengan mempertahankan asupan makan dan minum yang
cukup
• BLPL, kontrol hari Senin, 1 April 2019 di poli Anak RS.Bethesda
Grafik Perubahan Frekuensi Nafas Pasien (x/menit)
30

25

20
Frekuensi Nafas (x/menit)
15

10

0
24-Mar 25-Mar 26-Mar 27-Mar 28-Mar

XI. EDUKASI
 Istirahat yang cukup dan tidak melakukan aktivitas yang berat selama fase pemulihan.
 Asupan cairan dan nutrisi harus cukup untuk mengganti cairan yang hilang dari tubuh
akibat perdarahan atau keadaan lainnya (demam).
 Memberikan informasi mengenai pemberian makanan gizi seimbang.
 Selalu menerapkan mencuci tangan dengan sabun setiap sesudah beraktifitas, sebelum
dan sesudah makan.
 Melaksanakan bentuk kegiatan 3M Plus sebagai pencegahan diikuti dengan :
1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk

XII. PROGNOSIS
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
BAB II
LANDASAN TEORI

INFEKSI DENGUE
A. Definisi
Virus dengue dapat ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes aegypti dan
Aedes albopictus betina yang berperan sebagai vector. Transmisi penularan virus
dengue pada umumnya bergantung dari faktor biotik dan abiotik. Termasuk dalam
faktor biotik adalah virus, vector nyamuk, dan host (manusia). Beberapa contoh faktor
host yang menyebabkan transmisi penularan virus adalah urbanisasi dan
meningkatnya global traveling. Sedangkan faktor abiotic adalah suhu lingkungan,
kelembapan, dan curah hujan. Menurut WHO tahun 2011, transmisi virus dengue
terjadi pada tiga siklus, yaitu :
1. Enzootic cycle  penularan antara hewan, contohnya penularan dari kera –
nyamuk Aedes aegypti – kera yang dilaporkan di daerah Asia Selatan dan
Africa, pada serotype DEN 1-4.
2. Epizootic cycle  penularan antara hewan dengan manusia
3. Epidemic cycle  penularan antara manusia – nyamuk Aedes aegypti –
manusia.
Berdasarkan sifat antigennya, terdapat 4 serotype virus dengue, yaitu DENV-1,
DENV-2, DENV-3, dan DENV-4. Masing-masing memiliki serotype dan genotype
yang berbeda-beda. Serotype pada setiap negara atau area geografis yang ditemukan,
memiliki jenis yang berbed-beda. Dari keempat serotype dengue tersebut, yang
banyak terdapat di Indonesia adalah jenis serotype DEN-3 dan DEN-2. Serotype
DEN-3 tersebut merupakan serotype yang dominan dan banyak berhubungan dengan
kasus berat, selanjutnya diikuti oleh serotype DEN-2. Spektrum klinis infeksi dengue
dapat dibagi menjadi (WHO, 2011) :
 Undifferentiated fever (demam akut, diikuti munculnya maculopapular pada
kulit dan kadang disertai dengan munculnya gejala ISPA dan gangguan
gastrointestinal).
 Demam dengue (DD)
 Demam Berdarah Dengue (DBD)
 Expanded dengue syndrome
Demam dengue/DD dan Demam berdarah dengue/DBD (Dengue
Haemorhagic Fever/DHF) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus dengue
dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan/atau nyeri sendi yang disertai oleh
leukopenia, timbul ruam pada kulit, limfadenopati, trombositopeni, dan diatesis
hemoragik. Pada DBD terjadi manifestasi perdarahan, misalnya pada test rumple leed
ditemukan adanya pethecie di daerah ekstremitas, wajah, aksila dan palatum mole
Selain itu, manifestasi perdarahan lain yang ditemukan adalah epistaksis, gusi
berdarah dan perdarahan saluran cerna yang merupakan dampak dari keadaan
trombositopeni. Pada DBD yang tidak terkontrol, akan menyebabkan terjadinya
Dengue syok syndrome (DSS) akibat adanya kebocoran plasma dan ditandai dengan
tanda-tanda syok hipovolemik. Terjadi hemokonsentrasi sel darah merah, yang
ditandai dengan peningkatan hematokrit (HCT) >20% dari HCT pasien saat normal
dalam 24-48 jam.

B. Klasifikasi
Menurut WHO 2011, infeksi virus dengue diklasifikasikan menjadi beberapa
keadaan:
a. Asimptomatik
b. Simptomatik

 Undifferentiated fever (sindrom virus)
Pada bayi, anak ataupun dewasa yang terinfeksi pertama kali
(infeksi primer) biasanya menunjukkan manifestasi klinis berupa demam
yang tidak khas, sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi virus lain.
 Demam dengue
Ditemukan pada anak, remaja dan dewasa setelah melewati masa
inkubasi 4-6 hari. Demam timbul mendadak dan tinggi (39oC-40oC).
Gejala yang muncul berupa demam, mialgia, sakit punggung, malaise,
anoreksia dan gangguan rasa kecap.
 Demam berdarah dengue
Disebut sebagai demam berdarah dengue apabila terjadi kebocoran
plasma, yang ditandai dengan peningkatan hematokrit pada pemeriksaan
laboratorium >20% dalam 24-48 jam dari angka HCT pasien sebelum
sakit. Terdapat tiga fase perjalanan penyakit demam berdarah dengue,
yaitu fase demam, fase kritis dan fase konvalesens. Setiap fase muncul
pada hari-hari tertentu selama periode demam. Masing-masing fase
memiliki manifestasi klinis yang berbeda-beda Pada demam berdarah
dengue, yang perlu diwaspadai adalah pada saat fase kritis. Sebab apabila
tidak terkontrol, pasien dapat mengalami syok hipovolemik akibat adanya
kebocoran plasma.
 Expanded dengue syndrome
Merupakan infeksi virus dengue yang sudah mengalami komplikasi
ke otak, hati, ginjal dan jantung.

C. Etiologi
Virus dengue termasuk genus flavivirus dari family flaviviridae. Selain virus
dengue, virus lain yang termasuk dalam genus ini adalah japanesse encephalitis virus
(JEV), yellow fever virus, west nile virus, dan tickborne encephalitis virus (TBEV).
Masing-masing virus tersebut mempunyai kemiripan dalam struktur antigeniknya
sehingga memungkinkan terjadi reaksi silang secara serologic. Berdasarkan genom
yang dimiliki, virus dengue termasuk virus RNA. Genom ini dapat ditranslasikan
langsung menghasilkan suatu rantai polipeptida berupa tiga protein structural
(capsid=C, pre-membrane=prM, dan envelope=E) dan tujuh protein non-struktural
(NS!,NS2A, NS2B, NS3, NS4B, dan NS5). Selanjutnya, melalui aktivitas berbagai
enzim baik yang berasal dari virus maupun dari sel pejamu polipeptida tersebut
membentuk menjadi masing-masing protein.
Protein prM yang terdapat pada saat virus belum matur oleh enzim yang
berasal dari sel pejamu diubah menjadi protein M sebelum virus tersebut disekresikan
oleh sel pejamu. Protein M bersama dengan protein C dan E membentuk kapsul dari
virus, sedangkan protein nonstructural tidak ikut membentuk struktur virus. Protein
NS1 merupakan satu-satunya protein nonstructural yang dapat disekresikan oleh sel
pejamu mamalia tapi tidak oleh nyamuk, sehingga dapat ditemukan dalam darah
pejamu sebagai antigen NS1. Masing-masing protein mempunyai peran yang berbeda
dalam pathogenesitas, replikasi virus, dan aktivasi respons imun, baik humoral atau
selular (Hadinegoro, 2014)

D. Pathogenesis
Patogenesis infeksi virus dengue berhubungan dengan faktor virus (serotype,
jumlah dan virulensi), faktor host (genetik, usia, status gizi, penyakit komorbid, dan
interaksi antara virus dengan pejamu) dan faktor lingkungan (perubahan iklim,
musim, curah hujan, kepadatan penduduk, mobilitas penduduk dan kesehatan
lingkungan). Peran sistem imun dalam infeksi virus dengue adalah sebagai berikut :
- Infeksi pertama kali (primer) menimbulkan kekebalan seumur hidup untuk
serotype penyebab.

- Infeksi sekunder dengan serotype virurs berbeda pada umumnya memberikan


manifestasi klinis yang lebih berat dibandingkan dengan infeksi primer.

- Bayi lahir dari ibu yang memiliki antibody dapat menunjukan manifestasi
klinis berat walaupun pada infeksi primer

- Perembesan plasma sebagai tanda karakteristik untuk DBD terjadi pada saat
jumlah virus dalam darah menurun.

- Perembesan plasma terjadi dalam waktu singkat ( 24-28 jam ) dan pada
pemeriksaan patologi tidak ditemukan kerusakan dari sel endotel pembuluh
darah.

Imunopatogenesis
Secara umum pathogenesis infeksi virus dengue diakibatkan oleh interaksi
berbagai komponen dari respon imun atau reaksi inflamasi yang terjadi secara
terintegrasi. Sel imun yang paling penting dalam berinteraksi dengan virus dengue
yaitu sel dendrit, monosit/makrofag, sel endotel dan trombosit. Akibat interaksi
tersebut akan dikeluarkan berbagai mediator antara lain sitokin, peningkatan aktivasi
sistem komplemen, serta terjadi aktivasi limfosit T. Apabila aktivasi sel imun tersebut
berlebihan, akan diproduksi sitokin (terutama proinflamasi), kemokin dan mediator
inflamasi lain dalam jumlah banyak. Akibat produksi berlebihan dari zat-zat tersebut
akan menimbulkan berbagai kelainan yang akhirnya menimbulkan berbagai bentuk
tanda dan gejala infeksi virus dengue (Rezeki, 2014).
Respon Imun Selular
Respon imun selular yang berperan yaitu limfosit T (selT). Sama dengan
respon imun humoral, respon sel T terhadap infeksi virus dengue dapat
menguntungkan sehingga tidak menimbulkan penyakit atau hanya berupa infeksi
ringan, namun juga sebaliknya dapat terjadi hal yang merugikan bagi pejamu. Sel T
spesifik untuk virus dengue dapat mengenali sel yang terinfeksi virus dengue dan
menimbulkan respon beragam berupa proliferasi sel T, menghancurkan (lisis) sel
terinfeksi dengue, serta memproduksi berbagai sitokin. Pada penelitian in vitro,
diketahui bahwa baik sel T CD4 maupun sel T CD8 dapat menyebabkan lisis sel
target yang terinfeksi dengue. Dalam menjalankan fungsinya sel T CD4 lebih banyak
sebagai penghasil sitokin dibandikngkan dengan fungsi menghancurkan sel terinfeksi
virus dengue. Sebaliknya, sel T CD8 lebih berperan untuk lisis sel target dibandingkan
dengan produksi sitokin.
Pada infeksi sekunder oleh virus dengue serotype yang berbeda, ternyata sel T
memori mempunyai aviditas yang lebih besar terhadap serotype yang sebelumnya
dibandingkan dengan serotype virus yang baru. Fenomena ini disebut sebagai original
antigenic sin. Dengan demikian, fungsi lisis terhadap virus yang baru tidak optimal,
sedangkan produksi sitokin berlebihan. Sitokin yang dihasilkan oleh sel T pada
umumnya berperan dalam memacu respon inflamasi dan meningkatkan permeabilitas
sel endotel vascular (Rezeki, 2014).

Mekanisme Autoimun
Di antara komponen protein virus dengue yang berperan dalam pembentukan
antibody spesifik yaitu protein E,prM dan NS1. Protein yang paling berperan dalam
mekanisme autoimun dalam pathogenesis infeksi virus dengue yaitu protein NS1.
Antibody terhadap protein NS1 dengue menunjukan reaksi silang dengan sel endotel
dan trombosit, sehingga menimbulkan gangguan pada kedua sel tersebut serta dapat
memacu respon inflamasi. Sel endotel yang diaktivasi oleh antibody terhadap protein
NS1 denuga ternyata dapat mengekspresikan sitokin, kemokin dan molekul adhesi.
Selain antibody terhadap protein NS1 ternyata antibody terhadap prM juga dapat
menyebabkan reaksi autoimun. Autoantibodi terhadap protein prM tersebut dapat
bereaksi silang dengan sel endotel. Proses autoimun ini diduga kuat karena terdapat
kesamaan atau kemiripan antara protein NS1 dan prM dengan komponen tertentu
yang terdapat pada sel endotel dan trombosit yang disebut sebagai molecular mimicry.
Autoantibodi yang bereaksi dengan komponen dimaksud, mengakibatkan sel yang
mengandung molekul hasil ikatan antara keduanya akan dihancurkan oleh makrofag
atau mengalami kerusakan. Akibatnya pada trombosit terjadi penghancuran sehingga
menyebabkan trombositopenia dan pada sel endotel terjadi peningkatan permeabilitas
yang mengakibatkan perembesan plasma (Rezeki, 2014).

Peran Sitokin dan Mediator Inflamasi Lain


Sitokin merupakan suatu molekul protein dengan fungsi yang sangat beragam
dan berperan penting dalam respon imun tubuh melawan infeksi. Dalam lingkup
respon inflamasi, secara umum sitokin mempunyai sifat proinflamasi dan
antiinflamasi. Pada keadaan respons fisiologis, terjadi keseimbangan antara kedua
jenis sitokin tersebut. Apabila sitokin diproduksi dalam jumlah yang sangat banyak
dan reaksinya berlebihan akan meningkatkan pejamu.
Pada infeksi virus dengue, sitokin juga berperan dalam menentukan derajat
penyakit. Infeksi yang berat dalam hal ini DBD(apalagi SSD) ditandai dengan
peningkatan jenis dan jumlah sitokin yang sering disebut badai sitokin (cytokine
strom). Dalam melakukan fungsinya berbagai sitokin saling berhubungan dan sering
mempengaruhi satu sama lain berupa suatu kaskade. Sitokin mana yang paling
menyebabkan penyakit yang berat, beberapa penelitian menghasilkan hasil yang
beragam. Halini disebabkan karena beberapa alasan, antara lain variasi dalam waktu
pengambilan sampel pemeriksaan, usia, batasan derajat penyakit dan juga faktor
genetic yang berbeda. Dari beberapa penelitian sitokin yang perannya paling banyak
dikemukakan yaitu TNF-α, IL-β, IL-6, IL-8, dan IFN-ɤ. Mediator lain yang sering
dikemukakan mempunyai peran penting dalam menimbulkan derajat penyakit berat
yaitu kemokin CXCL-9, CXCL-10 dan CXCL-11 yang dipicu oleh IFN-ɤ
(Hadinegoro, 2014).

E. Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue sangat luas dan dapat bersifat
asimptomatik, demam yang tidak khas/sulit dibedakan dengan infeksi virus lain
(sindrom virus/viral syndrome, undifferentiated fever), demam dengue (DD), demam
berdarah dengue (DBD) dan expanded dengue syndrome/organopati (manifestasi
klinis yang tidak lazim (IDAI, 2014).

Sindrom Virus
Bayi, anak-anak, dan dewasa yang telah terinfeksi virus dengue, terutama
untuk pertama kalinya (infeksi primer), dapat menunjukan manifestasi klinis berupa
demam sederhana yang tidak khas yang sulit dibedakan dengan demam akibat infeksi
virus lain. Manifestasi klinis tersebut umumnya ditemukan pada saat dilakukan
penelitian mengenai penyebab demam pada kelompok masyarakat tertentu. Ruam
makulopapular dapat menyertai demam atau pada saat penyembuahan. Gejala
gangguan saluran napas dan pencernaan sering ditemukan (Rahma, 2015).

Perjalanan penyakit
Sindrom virus akan sembuh sendiri (self limited), namun dikhawatirkan
apabila dikemudian hari terkena infeksi yang kedua, manifestasi klinis yang diderita
akan lebih berat berupa demam dengue, demam berdarah dengue atau expanded
dengue syndrome (Rahma, 2015).

Demam Dengue
Demam dengue sering ditemukan pada anak besar, remaja dan dewasa.
Setelah melalui masa inkubasi dengan rata-rata 4-6 hari (rentang 3-14 hari), timbul
gejala berupa demam, myalgia, sakit punggung dan gejala constitutional lain yang
tidak spesifik seperti malaise, anoreksia, dan gangguan rasa kecap. Demam pada
umumnya timbul mendadak tinggi (39C-40C), terus menerus (pola demam kurva
kontinua), bifasik, biasanya berlangsung antara 2-7 hari. Pad ahari ketiga sakit pada
umumnya suhu tubuh turun, namun masih diatas normal, kemudian suhu tubuh tinggi
kembali, pola ini disebut sebagai pola demam bifasik. Demam disertai dengan
myalgia, sakit punggung (karena gejala ini demam dengue dimasa lalu disebut sebagai
blackbone fever), arthralgia, muntah, fotofobia dan nyeri retroorbital pada saat mata
digerakkan atau ditekan. Gejala lain dapat ditemukan berupa gangguan pencernaan
(diare atau konstipasi), nyeri perut, sakit tenggorok dan depresi (Rahma, 2015).
Pada hari sakit ke-3 atau 4 ditemukan ruam makulopapular atau rubelioformis,
ruam ini segera berkurang sehingga sering luput dari perhatian orang tua. Pada masa
penyembuhan timbul ruam dikaki dan tangan berupa ruam makulopapilar dan ptecie
diselingi bercak-bercak putih (white islands in tehe sea of red), dapat disertai rasa
gatal yang disebut sebagai ruam konvalesens. Manifestasi perdarahan pada umumnya
sangat ringan berupa uji tourniquet yang positif (≥10 ptekie dalam area 2.8 cm x 2.8
cm) atau beberapa petekie spontan. Pada beberapa kasus demam dengue dapat terjadi
perdarahan massif (Rahma, 2015).
Pemeriksaan laboratorium menunjukan jumlah leukosit yang normal namun
dalam beberapa kasus ditemukan leukositosis pada awal demam, namun kemudian
terjadi leukopenia dengan jumlah PMN yang turun, dan ini berlangsung selama fase
demam. Jumlah trombosit dapat normal atau menurun (100.000-150.000 mm3),
jarang ditemukan jumlah trombosit kurang dari 50.000/mm3. Peningkatan nilai
hematocrit sampai 10% mungkin ditemukan akibat dehidrasi karena demam tinggi,
muntah, atau karena asupan cairan yang kurang. Pemeriksaan serum biokimia pada
umumnya normal, SGOT dan SGPT dapat meningkat (Rahma, 2015).
Perjalanan Penyakit Demam Dengue, lama sakit dan beratnya penyakit
bervariasi diantara individu. Masa konvalesens berlangsung singkat dan sembuh
segera, namun rasa lemah dan myalgia kadang berlangsung lama. Pada pasien remaja
masa penyembuhan dapat terjadi dalam waktu beberapa minggu yang sering disertai
dengan rasa letih dan depresi. Bradikardia dapat ditemukan pada masa konvalesens.
Manifestasi perdarahan berat seperti perdarahan saluran cerna, epistaksis massif,
hipermenore jarang sekali ditemukan, namun apabila ditemukan dapat merupakan
penyebab kematian terutama pada anak besar. Demam dengue dengan manifestasi
perdarahan berat harus dibedakan dari demam berdarah dengue (Rahma, 2015).

Demam Berdarah Dengue (DBD)


Manifestasi klinis DBD dimulai dengan demam yang tinggi, mendadak,
kontinua, kadang bifasik berlangsung antara 2-7 hari. Demam disertai dengan gejala
lain yang sering ditemukan pada DD seperti muka kemerahan (facial flushing),
anoreksia, myalgia dan arthralgia. Gejala lain dapat berupa nyeri epigastrik, mual,
muntah, nyeri didaerah subkostak kanan atau nyeri abdomen difus, kadang disertai
sakit tenggorok. Faring dan konjungtiva yang kemerahan (pharyngeal injection dan
ciliary injection) dapat ditemukan pada pemeriksaan fisis. Demam dapat mencapai
suhu 40 C dan dapat disertai kejang demam (Rahma, 2015).
Manifestasi perdarahan dapat berupa uji tourniquet yang positif, petekie
spontan yang dapat ditemukan di daerah ekstremitas, aksila, muka dan palatum mole.
Epistaksis dan perdarahan gusi dapat ditemukan, kadang disertai dengan perdarahan
ringan saluran cerna, hematuria lebih jarang ditemukan. Perdarahan berat dapat
ditemukan.
Ruam makulopapilar atu rubeliformis dapat ditemukan pada fase awal sakit
namun berlangsung singkat sehingga sering luput dari pengamatan orang tua. Ruam
konvalensens seperti pada DD, dapat ditemukan pada masa penyembuhan.
Hepatomegali ditemukan sejak fase demam, dengan pembesaran bervariasi antara 2-4
cm bawah arcus kosta. Perlu diperhatikan bahwa hepatomegaly sangat tergantung dari
ketelitian pemeriksa. Hepatomegaly tidak disertai dengan icterus dan tidak
berhubungan dengan derajat penyakit, namun hepatomegaly lebih sering ditemukan
pada DBD dengan syok (DSS) (Rahma, 2015).
Pada DBD terjadi kebocoran plasma yang secara klinis berbentuk efusi pleura,
apabila kebocoran plasma lebih berat dapat ditemukan asites. Pemeriksaan rontgen
dada posisi lateral decubitus kanan, efusi pleura terutama di hemithoraks kanan
merupakan temuan yang sering dijumpai. Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan
beratnya penyakit. Pemeriksaan USG sering dapat dipakai untuk menemukan asites
dan efusi pleura terutama di hemithoraks kanan merupakan temuan tang sering
dijumpai. Derajat luasnya efusi pleura seiring dengan beratnya penyakit.
Peningkatan nilai hematocrit (≥20% dari data dasar) dan penurunan kadar
protein plasma terutama albumin serum (>0.5 g/dL dari data dasar) merupakan tanda
indirect kebocoran plasma. Kebocoran plasma berat menimbulkan berkurangnya
volume intravascular yang akan menyebabkan syok hypovolemia yang dikenal
dengan sindrom syok dengue (SSD) yang memperburuk prognosis.
Perjalanann Penyakit DBD, manifestasi klinis DBD terdiri atas tiga fase yaitu
fase demam, kritis serta konvalesens. Setiap fase perlu pemantauan yang cermat,
karena setiap fase mempunyai resiko yang dapat memperberat keadaan sakit (Rahma,
2015).

Fase Demam
Pada kasus ringan , semua tanda dan gejala sembuh seiring dengan
menghilangnya demam. Penurunan demam terjadi secara lisis, artinya suhu tubuh
menurun segera, tidak secara bertahap. Menghilangnya demam dapat disertai
berkeringat dan perubahan pada laju nadi dan tekanan darah, hal ini merupaka
gangguan rignan sistem sirkulasi akibat kebocoran plasma yang tidak berat. Pada
kasus sedang sampai berat terjadi kebocoran plasma yang bermakna sehingga akan
menimbulkan hipovolemi dan bila berat menimbulkan syok dengan mortalitas tinggi
(Rahma, 2015).

Fase Kritis (fase syok)


Fase kritis terjadi pada saat demam turun, pada saat ini terjadi puncak
kebocoran plasma sehingga pasien mengalami syok hipovolemi. Kewaspadaan dalam
mengantisipasi kemungkinan terjadinya syok yaitu dengan mengenal tanda dan gejala
yang mendahului syok (warning signs). warning signs umumnya terjadi menjelang
akhir fase demam, yaitu antara hari sakit ke 3-7, muntah terus menerus dan nyeriperut
hebat merupakan petunjuk awal perembesan plasma dan bertambah hebat sampai
pasien masuk ke keadaan syok. Pasien tampak semakin lesu, tetapi pada umumnya
tetap sadar. Gejala tersebut dapat menetap walaupun sudah terjadi syok. Kelemahan,
pusing atau hipotensi postural dapat terjadi selama syok.perdarahan mukosa spontan
atau perdarahan ditempat pengambilan darah merupakan manifestasi perdarahan
penting. hepatomegaly dan nyeri perut sering ditemukan. Penurunan jumlah trombosit
yang cepat dan progresif menjadi dibawah 100.00 sel/mm3 serta kenaikan hematocrit
diatas data dasar merupakan tanda awal perembesan plasma dan pada umumnya
didahului oleh leukopenia (≤5.00 sel/mm3).
Peningkatan hematocrit di atas data dasar merupakan salah satu tanda paling
awal yang sensitive dalam mendeteksi perembesan plasma yang pada umumya
berlangsung 24-48 jam. Peningkatan hematocrit mendahului perubahan tekanan darah
serta volume nadi, oleh karena itu, pengukuran hematocrit berkala sangat penting,
apabila makin meingkat berarti kebutuhan cairan intravena untuk mempertahankan
volume intravascular bertambah, sehingga penggantian cairan yang adekuat dapat
mencegah syok hypovolemia.
Bila syok terjadi mula-mula tubuh melakukan kompensasi (syok
terkompensasi), namun bilal mekanisme tersebut tidak berhasil pasien akan jatuh ke
dalam syok dekompensasi yang dapat berupa syok hipotensif dan profound shock
yang menyebabkan asidosis metabolic, gangguan organ progresif, dan koagulasi
intravascular diseminata. Perdarahan hebat yang terjadi menyebabkan penurunan
hematocrit, dan jumlah lukosit yang semula leukopenia dapat meningkat sebagai
respon stress pada pasien dengan perdarahan hebat. Beberapa pasien mask ke fase
kritis perembesan plasma dan kemudian mengalami syok sebelum demam turun, pada
pasien tersebut peningkatan hematocrit serta trombositopenia terjadi sangat cepat.
Selain itu pada pasien DBD baik yang disertai syok atau tidak dapat terjadi
keterlibatan organ misalnya hepatitis berat, ensefaliti, miokarditi dan atau perdarahan
hebat yang dikenal sebagai expanded dengue syndrome (Rahma, 2015).

Fase penyembuhan (fase konvalensens)


Apabila pasien dapat melalui fase kritis yang berlangsung sekitar 24-48 jam terjadi
reabsorpsi cairan dari ruang ekstravaskular ke dalam ruang intravascular yang
berlangsung secara bertahap pada 48-72 jam berikutnya. Keadaan umum dan nafsu
makan membaik, gejala gastrointestinal mereda, status hemodinamik stabil, dan
diuresis menyusul kemudian. Pada beberapa pasien dapat ditemukan ruam
konvalesens, beberapa kasus lain dapat disertai pruritus umum. Bradikardia dan
perubahan EKG pada umumnya terjadi pada tahap ini. Hematocrit kembali stabil atau
mungkin lebih rendah karena efek dilusi cairan yang direabsorbsi. Jumlah leukosi
mulai meningkat segera setelah penurunan suhu tubuh akan tetapi pemulihan jumlah
trombosit umumnya lebih lambat. Gangguan pernapasan akibat efusi pleura massif
dan asites, edema paru atau gagal jantung kongestif akan terjadi selama fase kritis dan
fase pemulihan jika cairan IV diberikan berlebih (Rahma, 2015).

Perbedaan DF, DHF, dan DSS


DF/DHF Grad Symptoms Laboratory
e
DF Demam dua hari atau lebih Biasanya ada leukopenia
diikuti tanda: sakit kepala, didahului dengan
nyeri retroorbital, myalgia, trombositopeni yang ditandai
artralgia. dengan hilangnya plasma darah.
DHF I Disertai gejala tidak khas, Trombositopenia <
3
pada tes tourniquet (+). 100.000/mm , HCT ≥ 20%.
DHF II Disertai perdarahan spontan Trombositopenia <
3
dikulit atau perdarahan lain. 100.000/mm , HCT ≥ 20%.
DHF/DS III Terdapat kegagalan sirkulasi Trombositopenia <
3
S yaitu nadi cepat dan lembut, 100.000/mm , HCT ≥ 20%.
tekanan nadi turun,
hipotensi, kulit dingin dan
lembab, serta gelisah.
DHF/DS IV Renjatan berat dengan nadi Trombositopenia <
S tidak teraba dan tekanan 100.000/mm3, HCT ≥ 20%.
darah tidak dapat diukur.
F. Diagnosis

Anamnesis
- Demam merupakan tanda utama, terjadi mendadak tinggi, selama 2 – 7 hari

- Disertai lesu, tidak mau makan, muntah

- Pada anak besar dapat mengeluh nyeri kepala, nyeri otot, dan nyeri perut

- Diare kadang-kadang dapat ditemukan

- Perdarahan paling sering dijumpai adalah perdarahan kulit dan mimisan

Manifestasi klinis yang paling utama pada infeksi dengue adalah demam. Demam
pada infeksi dengue memiliki pola yang khas disebut demam pola pelana kuda yang
pada perjalanan penyakit fase infeksi dibagi menjadi 3 fase (IDAI, 2010) :
Fase Manifestasi Klinis
Febris (hari ke 1-3) Onset demam dengue diiringi dengan meningkatnya suhu dan pola
bifasik, berlangsung selama 2-7 hari disertai nyeri kepala, flushing,
rash (makulopapular atau rubeliform) sesudah 3 atau 4 hari demam
dan umumnya di wajah, leher, dan bagian tubuh lainnya. Nyeri dapat
terjadi pada retro-orbital, otot, sendi atau tulang.

Kritis/Leakage (Hari Fase ini terjadi sesudah hari 3-4 hari dari onset demam. Plasma
ke 4-5) leakage dan tingginya hematokrit yang kemungkinan berkembang
menjadi hipotensi. Hemostasis abnormal dan kebocoran plasma
mengarah ke syok, perdarahan, akumulasi cairan pada pleura dan
kavitas abdomen. Periode dari kebocoran plasma ini terjadi selama
36-48 jam.
Konvalensens/recover Cairan yang keluar dari kapiler selama sakit masuk kembali ke dalam
y (hari ke 6-7) sistem sirkulasi. Fase ini terjadi saat 6-7 hari setelah demam, dan
berlangsung selama 2-3 hari. Jika terjadi overload cairan dapat
menyebabkan edema pulmonal.
Pemeriksaan Fisik
- Gejala klinis DBD diawali demam mendadak tinggi, facial flush, muntah,
nyeri kepala, nyeri otot dan sendi, nyeri tenggorok dengan faring hiperemis,
nyeri di bawah lengkung iga kanan.

- Hepatomegali dan kelainan fungsi hati sering ditemukan pada DBD

- Perbedaan antara demam dengue dan demam berdarah dengue adalah pada
demam berdarah dengue terjadi peningkatan permeabilitas kapiler sehingga
menyebabkan perembesan plasma, hipovolemi, dan syok

- Perembesan plasma mengakibatkan ekstravasasi ke rongga pleura dan rongga


peritoneal selama 24-48 jam.

- Fase kritis sekitar hari ke 3-5 perjalanan penyakit. Pada saat ini suhu turun,
dapat merupakan awal penyembuhan pada infeksi ringan namun pada DBD
berat merupakan tanda awal syok.

- Perdarahan dapat berupa petekie, epistaksis, melena, ataupun hematuria

Pemeriksaan Penunjang
 Pemeriksaan NS1
NS1 antigen adalah modalitas diagnostik yang mampu mendeteksi infeksi
virus dengue(sejak hari pertama demam) lebih awal dibandingkan pemeriksaan
antibodi IgM (muncul sekitar hari ke-7) dan IgG dengue (muncul sekitar 3 bulan).
Beberapa penelitian yang telah dilakukan menunjukkan hasil yang cukup baik
dimiliki oleh pemeriksaan NS1 antigen dalam menegakkan diagnosis IVD.
Sensitivitas NS1 antigen dilaporkan mencapai 98,9% (82,0%-98,9%).
Spesifisitasnya bahkan mencapai 100%, artinya jika hasil pemeriksaan NS1
antigen positif artinya pasien tersebut dapat dipastikan terinfeksi virus dengue.
 Pemeriksaan laboratorium meliputi pemeriksaan hematologi, hemotasis dan
imunoserologi.
Pemeriksaan hematologi yang penting adalah hitung trombosit
(trombositopenia = 100.000/ μL) dan hematokrit (meningkat sampai 20 %);
disamping itu juga hitung leukosit (leukopenia). Pada sediaan darah tepi sering
dapat dijumpai peningkatan limfosit plasma biru, yang walaupun tidak spesifik
untuk virus Dengue tetapi bila jumlahnya meningkat mendukung diagnosis.
 Pemeriksaan imunoglobulin

Hasil Interpretasi
IgG IgM
+ + Dengue sekunder
- + Dengue primer
+ - Dugaan dengue sekunder
- - Non dengue atau primer awal
Re-test setelah 4-7 hari
Pemeriksaan antibodi IgG dan IgM yang spesifik berguna dalam diagnosis
infeksi virus dengue. Kedua antibodi ini muncul 5-7 hari setelah infeksi. Hasil
negatif bisa saja muncul mungkin karena pemeriksaan dilakukan pada awal
terjadinya infeksi. IgM akan tidak terdeteksi 30-90 hari setelah infeksi, sedangkan
IgG dapat tetap terdeteksi seumur hidup. IgM yang positif memiliki nilai
diagnostik bila disertai dengan gejala yang mendukung terjadinya demam
berdarah. Pemeriksaan IgG dan IgM ini juga bisa digunakan untuk membedakan
infeksi dengue primer atau sekunder.
- Dengue primer
Dengue primer terjadi pada pasien tanpa riwayat terkena infeksi
dengue sebelumnya. Pada pasien ini dapat dideteksi IgM muncul secara
lambat dengan titer yang rendah.
- Dengue Sekunder
Dengue sekunder terjadi pada pasien dengan riwayat paparan virus
dengue sebelumnya. Kekebalan terhadap virus dengue yang sama atau
homolog muncul seumur hidup. Setelah beberapa waktu bisa terjadi
infeksi dengan virus dengue yang berbeda. Pada awalnya akan muncul
antibodi IgG, sering pada masa demam, yang merupakan respon memori
dari sel imun. Selain itu juga muncul respon antibodi IgM terhadap infeksi
virus dengue yang baru.

Pemeriksaan radiologi
Kasus DBD, terdapat beberapa kerlainan yang dapat dideteksi yaitu :
1. Dilatasi pembuluh darah paru
2. Efusi pleura
3. Kardiomegali dan efusi perikardium
4. Hepatomegali, dilatasi V. heapatika dan kelainan parenkim hati
5. Cairan dalam rongga peritoneum

Derajat penyakit DBD diklasifikasikan dalam 4 derajat:


Derajat I Demam disertai gejala tidak khas dan satu-satunya manifestasi
perdarahan adalah uji tourniquet.

Derajat II Seperti derajat I, disertai perdarahan spontan di kulit dan atau


perdarahan lain.
Derajat III Didapatkan kegagalan sirkulasi yaitu nadi cepat dan lambat, tekanan
nadi menurun (20 mmHg atau kurang) atau hipotensi, sianosis di
sekitar mulut, kulit dingin dan lembab, dan anak tampak gelisah.

Derajat IV Syok berat (profound shock), nadi tidak dapat diraba dan tekanan
darah tidak terukur.[
(Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana infeksi Virus Dengue pada Anak, IDAI 2014)

Tanda bahaya / Warning sign


Kriteria Gejala
Klinis  Demam turun tetapi keadaan anak memburuk
 Nyeri perut dan nyeri tekan abdomen
 Muntah yang menetap
 Letargi, gelisah
 Perdarahan mukosa
 Hepatomegali
 Akumulasi cairan
 Oligouria
Laboratorium  Peningkatan kadar HCT bersamaan dengan penurunan cepat
jumlah trombosit
 HCT awal tinggi
(Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana infeksi Virus Dengue pada Anak, IDAI 2014)

A. Tatalaksana

DBD tanpa syok


Medikamentosa
 Antipiretik dapat diberikan, dianjurkan parasetamol bukan aspirin
 Diusahakan tidak memberi obat-obat yang tidak diperlukan (misalnya antasid,
antiemetik) untuk mengurangi beban detoksifikasi obat dalam hati.
 Kortikosteroid diberikan pada DBD ensefalopati. Apabila ada perdarahan
saluran cerna, maka kortikosteroid tidak diberikan.
 Antibiotik diberikan untuk DBD ensefalopati.

Suportif
 Mengatasi kehilangan cairan plasma akibat peningkatan permeabilitas kapiler
dan perdarahan.
 Cairan intravena diperlukan, apabila (1) anak terus-menerus muntah, tidak
mau minum, demam tinggi, dehidrasi yang dapat mempercepat terjadinya
syok, (2) nilai hematokrit cenderung meningkat pada pemeriksaan berkala
(IDAI,2010).

DBD disertai syok (Sindrom Syok Dengue, derajat III dan IV)
 Penggantian volume plasma segera, cairan IV RL 10-20 ml/kgbb bolus
diberikan dalam waktu 30 menit. Bila syok belum teratasi tetap berikan RL 20
ml/kgbb ditambah koloid 20-30 ml/kgbb/jam, maksimal 1500/hari.
 Pemberian cairan 10ml/kgbb/jam tetap diberikan 1-4 jam pasca syok. Volume
cairan diturunkan menjadi 7ml/kgbb/jam, selanjutnya 5ml, dan 3ml apabila
tanda vital dan diuresis baik.
 Jumlah urin 1 ml/kgbb/jam merupakan indikasi bahwa sirkulasi membaik
 Pada umumnya cairan tidak perlu diberikan lagi setelah syok teratasi
 Oksigen 2-4 l/menit pada DBD syok
 Koreksi asidosis metabolik dan elektrolit pada DBD syok (IDAI,2010)
Indikasi Transfusi Darah
Terdapat perdarahan klinis
 Setelah pemberian cairal kristaloid dan koloid, syok menetap, hematokrit turun,
diduga telah terjadi perdarahan, beri darah segar 10ml/kgbb
 Apabila kadar hematokrit tetap > 40 vol% maka berikan darah dalam volume kecil
 Plasma segar beku dan suspensi trombosit berguna untuk koreksi gangguan
koagulopati atau koagulasi intravaskular desiminata pada syok berat yang
menimbulkan perdarahan masif
 Pemberian transfusi suspensi trombosit pada KID harus selalu disertai plasma
segar (berisi faktor koagulasi yang diperlukan), untuk mencegah perdarahan lebih
hebat (IDAI, 2010).

Kriteria rawat inap pada pasien DBD


 Hemokonsentrasi (Hct meningkat >20 % dari pemeriksaan awal )
 Trombositopenia
 Sulit makan dan minum
 Timbul tandasyok yaitu gelisah, lemah, kaki / tangan dingin, sakitperut, BAB
hitam, BAK kurang (IDAI, 2010).

Pemantauan selama perawatan


 Tanda klinis, apakah syok telah teratasi dengan baik, adakah pembesaran hati,
tanda perdarahan saluran cerna, tanda ensefalopati, harus dimonitor dan evaluasi
untuk menilai hasil pengobatan
 Kadar hemoglobin, hematokrit, dan trombosit tiap 6 jam, minimal tiap 12 jam
 Balans cairan, catat jumlah cairan yang masuk, diuresis ditampung, dan jumlah
perdarahan
 Pada DBD syok, lakukan cross match darah untuk persiapan transfusi darah
apabila diperlukan (IDAI, 2010).
Faktor risiko terjadinya komplikasi
 Ensefalopati dengue, dapat terjadi pada DBD dengan syok maupun tanpa syok
 Kelainan ginjal, akibat syok berkepanjangan dapat terjadi gagal ginjal akut
 Edem paru, sering akibat overloading cairan (IDAI, 2010).

Kriterian pemulangan pasien


 Hematokrit stabil
 Jumlah trombosit > 50.000/ml
 Secara klinis tampak perbaikan
 Tidak demam selama 24 jam tanpa antipiretik
 Nafsu makan baik
 Tiga hari setelah syok teratasi
 Tidak dijumpai distress pernapasan (IDAI, 2009).

Pencegahan
Pencegahan demam berdarah yang efektif adalah dengan pemberantasan
sarang nyamuk. Dalam penanganan DBD, peran serta masyarakat untuk menekan
kasus ini sangat menentukan. Oleh karenanya program Pemberantasan Sarang
Nyamuk (PSN) dengan cara 3M Plus perlu terus dilakukan secara berkelanjutan
sepanjang tahun khususnya pada musim penghujan.
Program PSN , yaitu:
1. Menguras, adalah membersihkan tempat yang sering dijadikan tempat
penampungan air seperti bak mandi, ember air, tempat penampungan air
minum, penampung air lemari es dan lain-lain.
2. Menutup, yaitu menutup rapat-rapat tempat-tempat penampungan air seperti
drum, kendi, toren air, dan lain sebagainya
3. Mengubur barang barang bekas yang dapat menjadi sarang nyamuk.

Pengertian dari 3M Plus adalah segala bentuk kegiatan pencegahan seperti:


1. Menaburkan bubuk larvasida pada tempat penampungan air yang sulit
dibersihkan
2. Menggunakan obat nyamuk atau anti nyamuk
3. Menggunakan kelambu saat tidur
4. Memelihara ikan pemangsa jentik nyamuk
5. Menanam tanaman pengusir nyamuk
6. Mengatur cahaya dan ventilasi dalam rumah
7. Menghindari kebiasaan menggantung pakaian di dalam rumah yang bisa
menjadi tempat istirahat nyamuk, dan lain-lain (Rezeki, 2014).

DAFTAR PUSTAKA

Buku Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana infeksi Virus Dengue pada Anak, IDAI

2014

Buku Saku Pelayanan Kesehatan Anak Di Rumah Sakit Pedoman Bagi Rujukan

Tingkat Pertama di Kabupaten: 2009

CDC. 2000 CDC Growth Charts for the United States: Methods and Development.

United States : 2002

CDC. 2016. Dengue Fever and DHF. Diunduh https://www.cdc.gov/dengue/

Hadinegoro SR, Moedjito I, Chairulfatah A. 2014. Pedoman Diagnosis & Tatalaksana

Infeksi Virus Dengue pada Anak. Jakarta: IDAI.

PPM IDAI (Pedoman Pelayanan Medis Ikatan Dokter Anak Indonesia). 2010. Infeksi

Virus Dengue. IDAI jilid 1. Hal 141-149.

Price. A, Wilson. L. M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Edisi VI.

Jakarta: ECG, 2004

Rahma,Mulya. 2015. Diagnosis dan Tatalaksana Terkini Dengue. Journal Divisi

Infeksi dan Pediatric Tropik FKUI. Diunduh dari

https://humasidikabbekasi.files.com diagnosis-dan-tatalaksana-dbd-
Rezeki S, Moedjito I, Chairulfatah A. (2014) Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana

Infeksi Virus Dengue pada Anak. UKK Infeksi dan Penyakit Tropis Ikatan

Dokter Anak Indonesia; 6:43-69


Wahidiyat PA dan Adnani NB. 2016. Transfusi Rasional pada Anak. Sari Pediatri,

18(4):325-31. Available from:

htttps://saripediatri.org/index.php/saripediatri/article/viewFile/448/pdf

Anda mungkin juga menyukai