Anda di halaman 1dari 55

CASE BASED DISCUSSION

PEMBINAAN

“BERAT BADAN BAYI LAHIR RENDAH”

Disusun oleh :

Ivan Santoso (42180238)

Pembimbing :

dr. Florentina Sita Murti

KEPANITERAAN KLINIK

ILMU KESEHATAN KOMUNITAS

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN DUTA WACANA

PERIODE 12 JULI 2020 – 21 AGUSTUS 2020

YOGYAKARTA

2020
BAB 1
HASIL DAN KEJADIAN

A. DATA KLINIS PERORANGAN DAN EVIDENS DASAR


Anamnesis dan pemeriksaan klinis dilakukan pada tanggal 25 Juli 2020 di
rumah pasien

B. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. A
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 1 Bulan 25 Hari
Tanggal Lahir : 1 Juni 2019
Agama : Islam
Pekerjaan : -
Pendidikan : -
Alamat : Cengkehan, Wukirsari, Imogiri
Kunjungan : Sabtu, 25 Juli 2020

C. IDENTITAS KELUARGA
Ibu kandung
Nama : Ny. E
Usia : 33 tahun
Tempat, Tgl Lahir : Bantul, 22 Desember 1986
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga, Kader Posyandu
Pendidikan : SMA

Ayah kandung
Nama : Tn. S
Usia : 34 tahun
Tempat, Tgl Lahir : Bantul, 20 Mei 1986
Pekerjaan : Pegawai Wiraswasta
Pendidikan : D3
D. ANAMNESIS
a. Keluhan Utama
Berat badan bayi lahir rendah
b. Riwayat Penyakit Sekarang
Berat badan lahir pasien rendah, dengan berat badan lahir 1920 gram.
Orangtua bayi merencakan kehamilan sebelumnya. Bayi merupakan anak ke
2 dari 2 bersaudara. Pada saat awal kehamilan, ibu bayi tidak mengalami
keluhan apapun. Ibu bayi rutin melaksanakan ANC di puskesmas, berat badan
ibu naik sesuai dengan program, dan tidak ditemukan adanya masalah pada
saat ANC.
Pada minggu ke 35 kehamilan pada saat ibu bayi melaksanakan ANC,
didapatkan tekanan darah sistolik ibu 160 mmHg. Ibu bayi melaksanakan
pemeriksaan air seni, dan diapatkan kandungan protein pada air seni +3. Ibu
bayi kemudian dirujuk ke RSUP Sardjito untuk mendapatkan penanganan
segera.
Ibu bayi kemudian dirawat di RSUP Sardjito. Pihak rumah sakit
menyatakan bahwa bayi harus segera dilahirkan, karena kondisi ibu dapat
membahayakan nyawa bayi. Ibu bayi beserta keluarga awalnya meminta
untuk dipertahankan terlebih dahulu kehamilannya, mengingat usia kehamilan
ibu masih 35minggu. Setelah mendapatkan penjelasan dari pihak RSUP, ibu
bayi pun setuju untuk segera melahirkan bayi
Pasien lahir dengan bantuan dokter spesialis kandungan dan
kehamilan. Pasien lahir secara normal dengan bantuan obat pacu. Obat pacu
diberikan melalui vagina ibu sebanyak 4x, akan tetapi belum berhasil. Obat
pacu kemudia diberikan melalui tetesan infus. Pasien lahir berwarna
kemerahan, menangis, dan bergerak aktif.
Setelah lahir pasien lahir dibawa ke ruang perawatan akan tetapi tidak
masuk inkubator. Kondisi Pasien stabil, berat badan pasien naik perlahan, dan
pasien dapat menetek ibu dengan baik selama proses perawatan. Pasien
diperbolehkan untuk pulang setelah menjalani perawatan selama 14 hari di
RSUP. Pasien sempat mondok kembali untuk menjalani terapi sinar, karena
pasien sempat kuning.
Saat ini pasien tinggal bersama ibu, ayah, kakak, serta kakenya di
rumah. Pasien selalu dalam pengawasan ibunya selama satu hari penuh. Berat
badan Pasien sudah mulai naik secara perlahan. Pasien menjalani ASI eklusif
sejak lahir hingga saat ini.
Keluarga pasien belum berkeinginan untuk memiliki anak lagi untuk
jangka waktu yang dekat. keluarga pasien merasa sedikit trauma dengan
kejadian yang dialami sebelumnya. Keluarga pasien masih sedikit berharap
untuk memiliki anak lagi, terutama anak laki-laki.
c. Riwayat penyakit dahulu
 Riwayat mondok (+) RSUP Sardjito, 14 hari pertama kehidupan
 Riwayat demam (-)
 Riwayat Diare (-)
 Riwayat penyakit jantung bawaan (-)
 Riwayat alergi makanan (-), alergi obat (-)
d. Riwayat penyakit keluarga
 Riwayat penyakit serupa (-)
 Riwayat HT(+), Nenek pasien dan Ibu pasien
 Riwayat DM (-)
 Riwayat overweight (+) ibu pasien
 Riwayat alergi makanan (-), alergi obat (-)
e. Anamnesa Sistemik
 Sistem neurologis : tidak ada keluhan.
 Sistem kardiovaskular : tidak ada keluhan.
 Sistem respiratorius : tidak ada keluhan.
 Sistem muskuloskeletal : tidak ada keluhan.
 Sistem urogenital : tidak ada keluhan.
 Sistem integumentum : tidak ada keluhan.

f. Riwayat Kehamilan Ibu pasien


No Tahun Kehamilan Persalinan Penolong Jenis Berat Badan
Kelamin (gr)
1 2012 Aterm Normal Dokter P 2900
(41minggu +15)
2 2020 Preterm (35 Normal Dokter P 1920
minggu)
Tabel 1.1 Riwayat Kehamilan Ibu Pasien

g. Riwayat Imunisasi
Hb 0  Minggu ke 3 kehidupan, di Puskesmas
h. Gaya Hidup
Pasien tinggal. bersama kedua orangtua, kakek, serta kakaknya di daerah
cengekehan, wukirsari, Imogiri. Sehari-hari, Pasien ditemani oleh ibunya.
ibunya memberikan ASI setiap maksimal 2 jam sekali atau setiap Pasien ingin
menetek. Pasien dimandikan oleh ibunya dua kali dalam satu hari dengan air
hangat. Pasien menggunakan baju bersih yang sudah dicuci sebelumnya
seusai mandi.
i. Family Life Cycle
Pasien tinggal dalam 1 rumah bersama dengan ayah, ibu, kakak dan kakeknya.
Jumlah keseluruhan yang tinggal dirumah adalah 5 orang. Keluarga Ibu An. A
memiliki riwayat hipertensi, yaitu Nenek an. A.

65 62 67

34 30 29 28 34 30 29

5 0

Keterangan:
: Laki laki
: Perempuan
: Hipertensi
: Pasien stunting
: Meninggal

j. FAMILY SCREEM
 Social : Hubungan antara keluarga terjalin dengan baik. Pasien tinggal
bersama kedua orang tua, kakek, dan kakaknya. Pasien sering diasuh oleh
ibunya.
 Culture : Pasien dan keluarganya merupakan orang suku Jawa. Kedua orang
tua pasien asli dari Bantul.
 Religious : Pasien dan keluarganya menganut agama Islam dan tidak ada
kendala dalam menjalankan ibadah.
 Education : Saat ini pasien belum sekolah. Ayah pasien lulusan D3 dan Ibu
pasien lulusan SMA. Ibu pasien tidak meneruskan pendidikan ke perguruan
tinggi karena terkendala masalah biaya
 Ekonomi : Ayah pasien merupakan seorang pegawai wiraswasta, sedangkan
Ibu pasien merupakan ibu rumah tangga dan kader posyandu. Pemasukan
perbulan dari keluarga ini sebesar Rp 4.000.000,00. Berdasarkan hasil
observasi, kondisi ekonomi keluarga pasien tergolong minimal dalam
memenuhi kebutuhannya.
 Medical : Pasien dan keluarganya memiliki jaminan kesehatan berupa “Kartu
Indonesia Sehat”. Keluarga pasien sering memeriksakan diri ke Puskesmas
Imogiri 1.

E. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan Fisik dilakukan pada 25 Juli 2020 di Rumah pasien :
a. Status Generalis
Keadaan Umum : Baik
Kesadaran : Compos mentis
GCS : E4 V5 M6
TB : 53 cm
BB : 3,9 Kg
Vital Sign :
 Tekanan Darah : - mmHg
 Nadi : 140 x/menit
 Frekuensi Nafas : 24 x/menit
 Suhu : 36,6 oC
b. Status Lokalis
 Kepala : Normocephali
 Mata : Conjunctiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-), reflek
pupil isokor, reflek cahaya (+/+), diplopia (-)
 Hidung : Deformitas (-)
 Mulut : Sianosis (-)
 Wajah : ikterik (-)
 Leher : Limfonodi tidak teraba, peningkatan JVP (-)
 Thorax : Simetris, retraksi dinding dada (-), perkusi sonor,
vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-), S1/S2
normal, tidak ada suara tambahan, bising jantung (-)
 Abdomen :
 Inspeksi : Jejas (-), Distensi Abdomen (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus 16x/menit
 Perkusi : timpani seluruh lapang abdomen
 Palpasi : Nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba
 Ekstremitas : Akral teraba hangat, CRT < 2 detik, edema (-)

F. PEMERIKSAAN ANTROPOMETRI

Gambar 1.1 Grafik lubchenco (7 Juni 2020)


Gambar 1.2 Grafik Antopometris Pasien
Dari pemeriksaan antropometri didapatkan bahwa pasien mengalami kenaikan
berat badan selama 1 bulan terakhir (Bulan Juni dan Juli) dan berdasarkan grafik z
score; berat badan, panjang badan, dan perbandingan panjang badan dengan berat
badan berada pada nilai 0 dan deviasi -2. Hal tersebut mengindikasi bahwa pasien
pertumbuhan pasien dan status gizi pasien cukup.

G. DIAGNOSIS
Diagnosa Klinis :
Berat badan bayi lahir rendah (BBLR) et causa Preeklampsia Berat (PEB)
bayi lahir kurang bulan – sesuai masa kehamilan (KB – SMK)
Diagnosa Komunitas :
kurangnya pengetahuan keluarga akan BBLR dan preeklampsia

H. TATALAKSANA
a. Pada kasus ini dilakukan home visit untuk meninjau lebih jauh penyebab
terjadinya BBLR pada pasien dan PEB pada ibu E
b. Dilakukan pengumpulan data terkait faktor-faktor lain yang mungkin
menyebabkan BBLR
c. Melakukan analisis penyebab BBLR
d. Melakukan pembinaan pada ibu dan keluarga mengenai BBLR dan PEB
e. Melakukan evaluasi lebih lanjut
Non Medikamentosa
 Memeberikan ASI eklusif selama 6 bulan, ASI diberikan selama setiap (maksimal) 2
jam sekali atau on demand
 Motivasi dan edukasi pada keluarga pasien terlebih pada ibu pasien untuk lebih
memantau gizi anak dalam memberikan ASI. Cara menyimpan ASI adalah :
o ASI perah tahan 8 jam jika ditaruh pada suhu ruangan sekitar 25oC
o ASI perah tahan hingga 24 jam, saat disimpan di dalam kotak pendingin
yang ditambah kantung es (ice pack)
o ASI perah tahan sampai 48 jam, ketika ditaruh pada kulkas bagian bawah
freezer (laci) lemari pendingin dengan suhu minimal 4 oC
o ASI perah tahan hingga 6 bulan apabila disimpan di dalam freezer dengan
suhu -18 oC atau lebih rendah lagi.
o ASI perah tahan hingga 2 minggu apabila disimpan pada kulkas 1 pintu.
Tips mencairkan ASI :
o Untuk mencairkan ASI perah yang dibekukan, dapat menggunakan
penghangat ASI elektrik yang bisa digunakan di rumah atau di mobil. Jika
tidak tersedia, maka dapat menempatkan ASI perah ke dalam panic atau
mangkuk berisi air hangat. Diamkan beberapa saat (jangan menaruh panic
atau baskom tersebut diatas kompor yang menyala).
 Memberikan edukasi pada keluarga pasien untuk memantau perkembangan anak
dengan hadir rutin setiap acara posyandu dari puskesmas jika posyandu sudah dilaksanakan
kembali.
 Menjelaskan mengenai kasus BBLR; penyebab BBLR, komplikasi yang dapat terjadi,
dan pencegahan dari BBLR.

A. PLANNING JANGKA PENDEK


1. Melakukan motivasi kepada keluarga pasien untuk melaksanakan ASI eklusif
2. Melakukan motivasi kepada keluarga pasien untuk melakukan konsultasi gizi anak
di Puskesmas atau fasilitas kesehatan lainnya
3. Melakukan motivasi kepada keluarga agar tetap memeriksakan pasien sesuai jadwal
ke RSUP, untuk menilai ada atau tidaknya gangguan fungsi organ

B. PLANNING JANGKA PANJANG


1. Melibatkan pasien dalam program posyandu balita sehingga kualitas kesehatan
pasien dapat termonitor dengan baik
2. Medukasi anggota keluarga untuk membantu mengingatkan ibu pasien untuk
mengurangi faktor risiko, jika hendak merencanakan kehamilan
3. Memberi edukasi mengenai BBLR dan preeklampsia: penyebab, komplikasi, dan
pencegahannya, agar tidak terulang kembali

I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad Bonam
Ad Sanationam : Dubia ad Bonam
Ad Functionam : Dubia ad Bonam
BAB II
METODE PENGAMBILAN DATA DAN INTERPRETASI DATA

A. Metode Pengambilan Data


Data yang digunakan diambil dari data persalinan yang terjadi di wilayah puskesmas
Imogiri 1.
B. Interpretasi Data
Kajian data berasal dari epidemiologi Puskesmas Imogiri 1
DATA EPIDEMIOLOGI
1. Jumlah Kelahiran Tiap Desa di Wilayah Imogiri 1

Jumlah Persalinan di Wilayah Puskesmas Imogiri 1


bulan Januari 2020 - Februari 2020
10
9
8
7
6
5
4
3
2
1
0
Girirejo Imogiri Karangtalun Wukirsari

Laki-laki Perempuan

Tabel 2.1: jumlah kelahiran pada tiap desa di Wilayah Imogiri 1 berdasarkan jenis
kelamin pada bulan Januari 2020 – Februari 2020

Berdasarkan data yang ada, jumlah kelahiran paling banyak ada di Desa Wukirsari
dengan total kelahiran 17 bayi (8 bayi laki-laki, 9 bayi perempuan). jumlah kelahiran di
tiap-tiap desa; Desa Girirejo 10 bayi (5 bayi laki-laki, 5 bayi perempuan), Desa Imogiri 8
bayi (7 bayi laki-laki, 1 bayi perempuan), dan Desa Karangtalun 7 bayi (5 bayi laki-laki,
2 bayi perempuan).
2. Jumlah Kelahiran berdasarkan Penolong Kelahiran

p er b an d in g a n ju mlah k ela h ir an b er d a sa r k an p en o lo n g
p er sa lin an
p ad a b u lan Jan u ar i 2020 - Feb r u ar i 2020
dokter Bidan penolong lain

43%
57%

Gambar 2.2 : perbandingan jumlah kelahiran berdasarkan penolong persalinan pada bulan
Januari 2020 – Februari 2020
Berdasarkan data di atas persalinan di wilayah Imogiri 1 100% dibantu oleh tenaga
kesehatan. Terdapat 44 persalinan yang terjadi di bulan Januari 2020 hingga bulan
Februari 2020 , 25 persalinan (57%) dibantu oleh bidan, sedangkan 19 persalinan (43%)
persalinan dibantu oleh dokter.

3. Jumlah Ibu berdasarkan Usia Ibu saaat Bersalin

Jumlah Ibu berdasarkan Usia Ibu saat Bersalin


pada Bulan Januari 2020 - Februari 2020
7

0
Girirejo Imogiri Karangtalun Wukirsari

20-25 tahun 26-30 tahun 31-35 tahun >35 tahun


Gambar 2.3 : jumlah ibu berdasarkan usia ibu saat bersalin pada bulan januari 2020 –
februari 2020
Berdasarkan data di atas, didapatkan bahwa ibu yang bersalin paling banyak berada
pada rentang usia 20-25 tahun (14 ibu). adapun jumlah ibu bersalin; di rentang usia 26-
30 tahun adalah 14 orang, di rentang usia 31-35 tahun adalah 11 orang, dan yang berusia
> 35 tahun adalah 5 orang. Desa Wukirsari memiliki jumlah kelahiran dari ibu yang
beresiko tinggi (usia ibu saat hamil) paling banyak (3 ibu), sedangkan di Desa
Karangtalun tidak terdapat persalinan dari ibu beresiko tinggi (usia ibu saat hamil).
4. Jumlah Ibu Bersalin berdasarkan Ukuran Lingkar Lengan Atas (LILA) Ibu saat ANC

Jumlah Ibu Bersalin berdasarkan Ukuran LILA Ibu saat ANC


pada Bulan Januari 2020-Februari 2020
18
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Girirejo Imogiri Karangtalun Wukirsari

< 23,5 cm > 23,4 cm


Ga
mbar 2.4 jumlah ibu bersalin berdasarkan ukuran LILA saat ANC Bulan Januari 2020 –
Februari 2020
Berdasarkan data di atas, didapatkan bahwa sebagian besar (97,6%) ibu
bersalin memiliki LILA > 23,4 cm, yang menandakan sebagian beasar ibu yang
bersalin di bulan Januari 2020-Februari 2020 tidak mengalami kekurangan energi
kronik (KEK). Ibu bersalin dengan LILA < 23,5cm hanya ditemukan di Desa Imogiri
sebanyak 1 ibu.
5. Jumlah Bayi berdasarkan Usia Kehamilan Ibu saat Persalinan

Jumlah Bayi berdasarkan Usia Kehamilan Ibu saat


Persalinan pada Bulan Januari 2020-Februari 2020
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Girirejo Imogiri Karangtalun Wukirsari

< 38 minggu 38-42 minggu >42 minggu

Gambar 2.4 Jumlah bayi berdasarkan usia kehamilan ibu saat persalinan pada bulan Januari
2020 – Februari 2020
Berdasarkan data diatas pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2020 jumlah bayi
terbanyak dilahirkan dari seorang ibu yang berusia kehamilan 38-42 minggu. Bayi kurang
bulan terdapat paling banyak di Desa Wukirsari (2 bayi), sedangkan pada Desa Karangtalun
tidak terdapat bayi kurang bulan. Tidak ditemukan bayi lebih bulan di wilayah cakupan
Puskesmas Imogiri 1.

6. Jumlah Bayi berdasarkan Berat Bayi Lahir


Jumlah Bayi berdasarkan Berat Bayi Lahir pada Bulan
Januari 2020-Februari 2020
16
14
12
10
8
6
4
2
0
Girirejo Imogiri Karangtalun Wukirsari

<2.500 gram 2.500-4.000 gram >4.000

Gambar 2.4 Jumlah Bayi berdasarkan berat bayi lahir saat persalinan pada bulan Januari 2020
– Februari 2020
Berdasarkan data diatas pada bulan Januari 2020 hingga Februari 2020 jumlah bayi
lahir dengan berat bayi lahir 2.500 – 3.500 gram ada sebanyak 39 bayi. Terdapat BBLR
sebanyak 4 bayi, BBLR paling banyak ditemukan di Desa Imogiri (50% dari BBLR). Bayi
lahir besar ditemukan pada Desa Girirejo dan Wukirsari sebanyak 1 bayi. Desa Karangtalun
tidak terdapat BBLR ataupun bayi lahir besar.

C. Tinjauan Pustaka
c.1.Bayi Berat Lahir Rendah (BBLR)

 Definisi

Bayi berat lahir rendah (BBLR) adalah bayi dengan berat lahir kurang dari

2500 gram. BBLR dibagi menjadi tiga grup, yaitu prematuritas, intra uterine

growth restriction (IUGR) dan keduanya. BBLR sering digunakan sebagai

indikator dari IUGR di negara berkembang karena tidak tersedianya penilaian

usia kehamilan yang valid (WHO,2003). Sedangkan menurut Proverawati (2010)

Bayi Berat Lahir Rendah adalah bayi yang lahir dengan berat badan kurang dari

2500 gram tanpa memandang masa kehamilan.

 Klasifikasi
Bayi berat lahir rendah dapat diklasifikasikan berdasarkan umur kehamilan

dan berat badan lahir rendah

1. Menurut Sarwono Prawiharjo (2011), diklasifikasikan berdasarkan berat badan

waktu lahir, yaitu :

a. Berat Badan Lahir Rendah (BBLR), yaitu bayi yang lahir dengan berat lahir

1.500-2.500 gram.

b. Berat Badan Lahir Sangat Rendah (BBLSR), yaitu bayi yang lahir dengan

berat lahir <1.500 gram.

c. Berat Badan Lahir Ekstrem Rendah (BBLER), yaitu bayi yang lahir dengan

berat lahir <1.000 gram.

2. Menurut Pantiawati (2010), bayi dengan berat badan lahir rendah dapat dibagi

menjadi dua golongan :

a. Prematuritas murni

Merupakan kelahiran bayi dengan masa kehamilan kurang dari 37

minggu dimana berat badan sesuai dengan berat badan untuk usia

kehamilan atau disebut neonatus kurang bulan sesuai masa kehamilan.

b. Dismaturitas

Merupakan bayi lahir dengan berat badan kurang dari berat badan

seharusnya untuk masa kehamilannya, yaitu berat badan dibawah persentil

pada kurva pertumbuhan intra uterin, biasanya disebut dengan bayi Kecil

untuk Masa Kehamilan (KMK).

 Epidemiologi

Prevalensi global bayi berat lahir rendah di dunia adalah sebesar 15,5%

(sekitar 20 juta kasus) dimana 95% dari mereka berasal dari negara-negara

berkembang. Ada variasi yang signifikan dari prevalensi BBLR di beberapa


negara dengan insiden tertinggi berada di Asia Tengah (27,1%) dan terendah di

Eropa (6,4%) (Kemenkes RI, 2014).

Bayi berat lahir rendah di Indonesia sendiri pada tahun 2013 sebesar 10,2%.

Angka tersebut mengalami penurunan jika dibandingkan dengan angka tahun

2010, yaitu 11,1%. Persentase BBLR tertinggi tahun 2013 terdapat pada Provinsi

Sulawesi Tengah, yaitu sebesar 16,9%, sedangkan daerah dengan persentase

terendah terdapat pada Provinsi Sumatra Utara, yaitu sebesar 7,2%. Padahal

target nasional BBLR berdasarkan Renstra Indonesia Sehat 2010 adalah sebesar

7% (Kemenkes RI, 2014).

 Faktor Resiko

1. Faktor Ibu

a. Umur ibu

WHO merekomendasikan usia yang dianggap paling aman menjalani

kehamilan dan persalinan adalah usia 20 tahun hingga 35 tahun. Angka

kejadian BBLR tertinggi sendiri banyak ditemukan pada bayi yang

dilahirkan oleh ibu dengan usia dibawah 20 dan diatas 35 tahun (Depkes

RI, 2009 ). Ibu yang terlalu muda seringkali secara emosional dan fisik

belum matang. Sedangkan pada ibu yang sudah tua, kondisi tubuh dan

kesehatannya sudah mulai menurun sehingga dapat mempengaruhi janin

intra uteri dan dapat menyebabkan terjadinya BBLR (Himawan, 2006).

Kehamilan di bawah umur 20 tahun atau lebih 30 tahun juga

merupakan kehamilan yang memiliki risiko tinggi. Kehamilan pada usia

kurang dari 20 tahun memperlihatkan kondisi ibu masih dalam

pertumbuhan, sehingga asupan makanan akan lebih banyak digunakan


untuk mencukupi kebutuhan ibu. Sedangkan kehamilan yang usianya lebih

dari 35 tahun organ reproduksinya kurang subur, serta memperbesar resiko

kelahiran dengan kelainan kongenital dan beresiko untuk mengalami

kelahiran prematur (Manuaba, 2012).

b. Paritas

Paritas adalah jumlah anak yang telah dilahirkan oleh seorang ibu baik

lahir hidup maupun lahir meninggal. Paritas ibu diklasifikasikan menjadi

beberapa, yaitu :

1) Primipara (ibu yang melahirkan anak pertama)

2) Multipara (ibu yang melahirkan anak kedua dan ketiga)

3) Grandemultipara (ibu yang melahirkan anak keempat atau lebih).

Paritas yang beresiko melahirkan BBLR adalah nulipara (ibu pertama

kali hamil) yang mempengaruhi kondisi kejiwaan ibu yang berakibat juga

pada janin yang dikandungnya. Paritas lebih dari 4 kali (grademultipara)

juga dapat berpengaruh pada kehamilan berikutnya karena kondisi

kesehatan ibu yang menurun. Ibu dengan paritas lebih dari empat anak

memiliki resiko 2,4 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR (Aisyah et al,

2010).

Kehamilan grandemultipara (paritas tinggi) menyebabkan kemunduran

daya lentur (elastisitas) jaringan yang sudah berulang kali diregangkan oleh

kehamilan, sehingga cenderung untuk timbul kelainan letak atau pun

kelainan pertumbuhan plasenta dan pertumbuhan janin yang berakibat pada

melahirkan BBLR. Hal ini dapat mempengaruhi suplai gizi dari ibu ke janin

dan semakin tinggi paritas maka resiko untuk melahirkan BBLR semakin

tinggi (Aisyah et al, 2010).


c. Jarak Kehamilan

Jika jarak persalinan dengan awal kehamilan kurang dari 2 tahun atau

bila terlalu dekat, maka rahim dan kesehatan ibu belum pulih dengan baik.

Ibu yang hamil dengan kondisi kesehatan yang kurang sehat ini, merupakan

salah satu faktor penyebab kematian ibu dan bayi yang dilahirkan serta

dapat menyebabkan gangguan sistem reproduksi. Sehingga perlu

diwaspadai kemungkinan pertumbuhan janin kurang baik, persalinan lama

bahkan dapat terjadi perdarahan (Departemen Kesehatan Republik

Indonesia, 2006).

d. Pendidikan

Ada keterkaitan antara pendidikan ibu dengan kejadian BBLR, dimana

tingkat pendidikan biasanya akan menentukan sikap dan tindakan seorang

ibu dalam menghadapi berbagai masalah termasuk dalam pengaturan

makanan bagi ibu hamil untuk mencegah terjadinya BBLR. Penelitian oleh

Roudbary (2007), menunjukkan prevalensi BBLR pada ibu dengan

pendidikan rendah sebesar 16,9%. Sedangkan pada ibu dengan pendidikan

yang tinggi prevalensinya 5,4% lebih rendah dibandingkan hasil penelitian

sebelumnya. Hal tersebut menunjukkan terdapat hubungan secara signifikan

mengenai pendidikan dengan kejadian BBLR (Puspitasari, 2014).

e. Status Gizi

Pada negara-negara berkembang bayi yang dilahirkan dengan cukup

bulan sebagian besar mengalami BBLR dan mengalami retardasi

pertumbuhan sejak di dalam rahim. Hal ini diakibatkan dari ibu yang

kekurangan asupan gizi sejak masa sebelum mempersiapkan kehamilan dan

saat kehamilan berlangsung (Gibney et al, 2009)


Gizi sendiri merupakan hal yang medukung kualitas selama kehamilan.

Kekurangan gizi nantinya bisa berakibat pada keadaan anemia yang

disebabkan adanya defisiensi zat besi dalam tubuh. Hal tersebut bisa

berefek pada janin terlebih pada trimester III, dimana kebutuhan zat besi

yang meningkat untuk kebutuhan pembentukan hemoglobin ibu dan

simpanan besi di hati janin (Saifuddin, 2006).

f. Anemia

Anemia merupakan keadaan dimana kadar hemoglobin (Hb) dalam

darah kurang dari normal. Pada keadaan normal kadar hemoglobin dalam

darah sekitar 12g/100 ml. Kadar hemoglobin antara 9 - 11g/100 ml

merupakan kriteria anemia sedang, sedangkan pada anemia berat kadar

hemoglobinnya antara 6 - 8g/100 ml. Jumlah kadar hemoglobin dalam sel

darah merah akan menentukan kemampuan darah mengangkut oksigen dari

paru-paru ke seluruh tubuh termasuk ke pembuluh darah yang memberi

asupan makanan dan oksigen pada janin. Oksigen diperlukan demi

kelancaran seluruh fungsi organ tubuh ibu dan proses tumbuh kembang

janin (Muliarini, 2010)

Menurut Yahya (2011), dapat dikatakan anemia pada kehamilan jika

kadar hemoglobin pada wanita hamil kurang dari 10 g% (pada wanita tidak

hamil baru disebut anemia jika kadar Hb kurang dari 12 g%).

g. Merokok/terpapar asap rokok

Merokok atau pun terpapar asap rokok dari orang lain dan terhisap

oleh ibu kemungkinan besar dapat mengakibatkan bayi yang dilahirkan

nantinya bisa lebih kecil, tidak cukup bulan, pertumbuhannya terganggu,

atau terjadi gangguan yang lainnya (Depkes, 2006).


Merokok dapat mengurangi berat rata-rata bayi yang dikandung

sebesar 200 gram. Asap rokok yang terhirup sendiri menyebabkan ibu

memiliki resiko dua kali lipat untuk melahirkan BBLR. Studi juga

menemukan bahwa berat bayi lahir akan berkurang sebesar 192 gram

(Menzalia, 2012).

h. Antenatal Care

Menurut Departemen Kesehatan RI (2009), perawatan ibu selama

kehamilan sangat menentukan kesehatan ibu dan bayi yang

dikandungnya. Pelayanan antenatal adalah pelayanan kesehatan oleh tenaga

profesional untuk ibu selama kehamilannya, yang dilaksanakan sesuai

standar pelayanan antenatal yang ditetapkan untuk pelayanan antenatal

meliputi 5T (Timbang Berat badan, Ukur tinggi fundus, Tablet Fe,

Imunisasi TT). Dari paket tersebut diharapkan ibu dapat secara rutin

mengontrol kehamilannya minimal 4 kali selama kehamilan dengan

sebaran, 1 kali pada trimester 1, 1 kali pada trimester ke dua, dan 2 kali

pada trimester ke tiga (Meilani et al, 2009).

Menurut WHO (2004) jumlah kunjungan yang dianjurkan bagi seorang

ibu hamil dalam memeriksakan kehamilannya adalah > 4 kali kunjungan

pada masa kehamilan tanpa memperhatikan jumlah kunjungan pada tiap

semester.

i. Sosial ekonomi

Keadaan yang sangat berperan dalam terjadinya prematuritas. Kejadian

tertinggi biasanya terdapat pada golongan dengan tingkat ekonomi yang

rendah, karena keadaan gizi dan pengawasan yang kurang baik. Namun
tidak semua yang sosial ekonominya baik dapat terhindar dari kejadian

BBLR.

Hasil Riskesdas (2013) menunjukan hasil yang menurut tingkat

pendidikan, sosial ekonomi semakin tinggi, dan status ekonomi dapat

memberikan presentase yang rendah untuk terjadinya BBLR.

2. Faktor Kehamilan

a. Polihidramnion

Polihidramnion merupakan keadaan banyaknya air ketuban yang lebih

dari normal, yang biasanya melebihi 2000 cc. Seharusnya pada keadaan

normal air ketuban banyaknya mencapai 100 cc saja yang kemudian akan

turun setelah minggu ke 38. Polihidramnion dianggap sebagai kehamilan

yang berisiko karena bisa membahayakan janin dan ibu. Prognosis pada

janin agak buruk dengan mortalitas + 50%, terutama salah satunya karena

prematuritas (Moctar, 2008).

b. Perdarahan antepartum

Perdarahan antepartum merupakan perdarahan yang terjadi pada

kehamilan di atas 22 minggu sampai mejelang persalinan, yaitu sebelum

bayi dilahirkan (Saifuddin, 2002). Komplikasi utama dari perdarahan

antepartum adalah perdarahan yang menyebabkan anemia yang

menyebabkan keadaan ibu semakin jelek. Keadaan ini yang menyebabkan

gangguan ke plasenta yang mengakibatkan anemia pada janin bahkan

terjadi intrauterin yang mengakibatkan kematian janin intrauterin. Bila janin

dapat diselamatkan, dapat terjadi berat badan lahir rendah, sindrom gagal

napas, dan komplikasi asfiksia (Wiknjosastro, 2010).


c. Komplikasi lain

1) Pre-eklamsia/eklamsia

Dapat disebut pre-eklamsia jika terdapat 3 tanda seperti hipertensi,

oedema, dan proteinuria. Eklamsia sendiri merupakan kelanjutan dari

preeklamsia ringan dan berat yang terjadi saat hamil, saat melahirkan,

dan setelah melahirkan sekitar 24 jam pertama, dimana ibu sudah

mengalami kejang. Pre-eklampasia/eklampasia dapat menyebabkan

keterlambatan pertumbuhan janin dalam kandungan atau IUGR dan

kelahiran mati. Hal ini dikarenakan terjadinya perkapuran di daerah

plasenta, sedangkan janin memperoleh makanan dan oksigen dari

plasenta, dengan adanya perkapuran di daerah plasenta, suplai makanan

dan oksigen yang masuk ke janin berkurang (Manuaba, 2015).

2) Ketuban pecah dini

Ketuban pecah dini merupakan ketuban yang dinyatakan pecah

sebelum waktunya apabila terjadi sebelum proses persalinan. Ketuban

pecah dini disebabkan berkurangnya kekuatan membran yang

diakibatkan oleh infeksi yang berasal dari vagina dan serviks (Mansjoer,

2008). Ibu dengan riwayat ketuban pecah dini akan mempunyai peluang

2,16 kali lebih besar untuk melahirkan BBLR (Wiharjo,2010)

3. Faktor Janin

a. Infeksi dalam rahim

Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), mengemukakan bahwa

infeksi yang terjadi selama masa kehamilan, seperti infeksi saluran kencing

dan ginjal, hepatitis, IMS, malaria, HIV/AIDS, dan TORCH merupakan

faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian BBLR.


Infeksi hepatitis yang terjadi saat kehamilan bersumber dari gangguan

fungsi hati dalam mengatur dan mempertahankan metabolisme tubuh,

sehingga aliran nutrisi ke janin terganggu atau berkurang. Oleh karena itu,

pengaruh hepatitis dapat menyebabkan abortus atau persalinan prematuritas

dan kematian janin dalam rahim (Manuaba, 2015). Ibu yang hamil dengan

infeksi rubella dapat menyebabkan bayi BBLR, cacat bawaan, dan kematian

janin (Mochtar, 2007).

b. Kehamilan ganda

Berat badan janin pada kehamilan kembar lebih ringan dari pada janin

pada kehamilan tunggal pada umur kehamilan yang sama. Sampai

kehamilan 30 minggu kenaikan berat badan janin kembar sama dengan

janin kehamilan tunggal. Setelah itu, kenaikan berat badan lebih kecil

karena regangan yang berlebihan sehingga menyebabkan peredaran darah

plasenta mengurang. Berat badan satu janin pada kehamilan kembar rata-

rata 1000 gram lebih ringan dari pada kehamilan tunggal (Prawirohardjo,

2011).

Berat badan kedua janin pada kehamilan kembar tidak sama, dapat

berbeda antara 50-1000 gram, karena pembagian darah pada plasenta untuk

kedua janin tidak sama. Pada kehamilan ganda distensi uterus berlebihan,

sehingga melewati batas toleransi dan sering terjadi partus prematurus.

Kebutuhan ibu akan zat-zat makanan pada kehamilan ganda bertambah,

yang akan menyebabkan anemia dan penyakit defisiensi lain, sehingga

sering lahir bayi yang kecil (Prawirohardjo, 2011).

c. Cacat bawaan
Cacat bawaan merupakan kelainan bawaan pertumbuhan dari struktur

organ janin sejak masa pembuahan. Cacat bawaan sendiri merupakan

penyebab dari terjadinya persalinan prematur, keguguran lahir mati, dan

kematian bayi setelah persalinan pada minggu pertama. Dilihat dari hal

tersebut maka setiap kehamilan perlu untuk dilakukannya pemeriksaan

antenatal untuk bisa mengetahui adanya kemungkinan kelainan cacat

bawaan (Merzalia, 2012).

Kelainan kongenital sendiri berkonstribusi terhadap kematian pada

BBLR sebesar 20%. Hal ini bisa disebabkan karena gaya hidup ibu yang

kurang sehat seperti mengkonsumsi alkohol atau obat-obatan dan infeksi

sebelum atau pada awal kehamilan (Beker, 2006).

 Gambaran Klinis BBLR

Menurut Maryunani dan Nurhayati (2009), adapun tanda dan gejala yang

terdapat pada bayi dengan bayi berat lahir rendah (BBLR) sebagai berikut :

1. Berat badan < 2500 gram

2. Letak kuping menurun

3. Pembesaran dari satu atau dua ginjal

4. Ukuran kepala kecil

5. Masalah dalam pemberian makan (refleks menelan dan menghisap kurang)

6. Suhu tidak stabil (kulit tipis dan transparan).

 Komplikasi BBLR

Bayi yang lahir dengan BBLR dapat mengalami berbagai macam

komplikasi. Menurut Kementerian Kesehatan RI (2011), mengemukakan

masalah/komplikasi yang dapat terjadi pada BBLR, sebagai berikut :

1. Asfiksia
Bayi berat lahir rendah (BBLR) bisa terjadi pada kehamilan kurang,

cukup atau lebih bulan, yang semua dapat berdampak pada proses adaptasi

pada pernafasan saat lahir, sehingga BBLR dapat mengalami asfiksia lahir.

BBLR juga membutuhkan kecepatan dan keterampilan resusitasi.

2. Gangguan nafas

Gangguan nafas yang sering dialami pada bayi dengan BBLR kurang

bulan adalah penyakit membran hialin, sedangkan pada BBLR lebih bulan

adalah aspirasi mekonium. BBLR yang mengalami gangguan nafas seperti itu

harus segera dirujuk ke fasilitas rujukan yang lebih tinggi.

3. Hipotermi

Hipotermi dapat terjadi karena hanya ada sedikitnya lemak tubuh dan

sistem pengaturan suhu tubuh pada bayi baru lahir yang belum matang.

Metode kangguru dengan “kontak kulit dengan kulit” membantu BBLR tetap

hangat.

4. Hipoglikemi

Hipoglikemi terjadi karena hanya terdapatnya sedikit simpanan energi

pada bayi baru lahir dengan BBLR. Jadi pada BBLR membutuhkan ASI

sesegera mungkin setelah lahir dan minum sangat sering (setiap 2 jam) pada

minggu pertama.

5. Masalah pemberian ASI

Masalah pemberian ASI disebabkan ukuran tubuh BBLR kecil, kurang

energi, lemah, lambungnya kecil dan tidak dapat mengisap. Maka BBLR

sering mendapatkan ASI dengan bantuan, pemberian ASI juga dalam jumlah

yang sedikit tapi sering. BBLR dengan kehamilan > 35 minggu dan berat lahir
> 2000 gram pada umumnya sudah bisa langsung menyusui (Kemenkes RI,

2011).

6. Infeksi

Infeksi pada bayi disebabkan sistem kekebalan tubuh yang belum

matang. Keluarga dan tenaga kesehatan yang merawat bayi dengan BBLR

harus melakukan tindakan pencegahan infeksi, seperti dengan mencuci tangan

dengan baik dan bersih.

7. Ikterus (kadar bilirubin yang tinggi)

Ikterus pada bayi biasanya disebabkan fungsi hati yang belum matang.

BBLR menjadi kuning lebih awal dan lebih lama dari pada bayi yang cukup

beratnya.

8. Perdarahan

Perdarahan pada bayi baru lahir berhubungan dengan belum matangnya

sistem pembekuan darah saat lahir. Pemberian injeksi vitamin K1 dengan dosis

1 mg secara intramuskular segera sesudah lahir (dalam6 jam pertama) untuk

semua bayi baru lahir dapat mencegah kejadian perdarahan ini. Injeksi ini

dilakukan pada paha kiri bayi.

 Penatalaksanaan BBLR

Pada BBLR saat ataupun setelah lahir mendapatkan penanganan yang sama

dengan bayi baru lahir lainnya. Bersihkan lendir secukupnya kalau perlu, segera

keringkan dengan kain yang bersih dan hangat, lalu berikan pada ibu untuk

kontak kulit ibu dengan kulit bayi untuk dilakukan Inisiasi Menyusui Dini (IMD).
Untuk memandikan ditunda setidaknya 6 jam – 24 jam setelah lahir (Kemenkes

RI, 2011).

Pemberian profilaksis suntikan vitamin K1 dengan dosis tunggal 1 mg

secara IM pada paha kiri anterolateral dan antibiotika salep mata juga sama

seperti bayi baru lahir normal lainnya. Pada perawatan tali pusat secara kering,

tidak dibubuhi apapun, dan terbuka. Jika berat lahirnya > 2000 gram dan tanpa

masalah atau penyulit, dapat diberikan vaksinasi Hepatitis B pertama pada paha

kanan (Kemenkes RI, 2011).

Bayi dengan berat lahir < 2000 gram harus segera dirujuk ke fasilitas

kesehatan yang lebih canggih, tidak boleh dirawat dirumah. Sama dengan bayi

yang mempunyai berat > 2000 gram dengan satu atau lebih gejala seperti

gangguan nafas, asfiksia, masalah pemberian minum, hipotermi sedang/berat,

ikterus patologis, kejang, spasme, infeksi, gangguan saluran pencernaan, dan

mempunyai kelainan kongenital (Kemenkes RI, 2011). Selain uraian

penatalaksaan diatas, ada juga beberapa penatalaksaan yang dapat dilakukan pada

BBLR, sebagai berikut :

a. Dukungan respirasi

Hal ini dilakukan dengan tujuan utama dalam asuhan bayi risiko tinggi,

yaitu mencapai dan mempertahankan respirasi. Bayi berat lahir rendah

mempunyai risiko mengalami defisiensi surfaktan dan periodik apneu. Dalam

kondisi seperti ini diperlukan pembersihan jalan nafas, merangsang

pernafasan, diposisikan miring untuk mencegah aspirasi, posisikan

tertelungkup jika mungkin, karena posisi ini menghasilkan oksigenasi yang

lebih baik, dan terapi oksigen diberikan berdasarkan kebutuhan dan penyakit

bayi (Kemenkes RI, 2011).


b. Perawatan metode kanguru

Perawatan ini bertujuan dalam mencegah kehilangan panas pada bayi

yang sangat dibutuhkan karena produksi panas merupakan proses yang

kompleks dan melibatkan sistem kardiovaskular, neurologis, dan metabolik.

Ada beberapa metode yang dapat digunakan, seperti menggunakan pemancar

panas, ruangan yang hangat, dan inkubator. Namun terdapat metode terbaru

dalam perawatan BBLR yang dianggap paling mudah dan murah untuk

dilakukan adalah Perawatan Metode Kanguru (PMK). Perawatan metode

kanguru merupakan suatu cara untuk memenuhi kebutuhan BBLR terutama

dalam mempertahankan kehangatan suhu tubuh. BBLR membutuhkan bantuan

dan waktu untuk penyesuaian kehidupan di luar rahim. Selain itu juga BBLR

membutuhkan bantuan untuk tetap hangat dan mendapatkan ASI yang cukup

untuk tumbuh (Kemenkes RI, 2011).

Metode ini memiliki keuntungan bagi bayi dan juga bagi ibu.

Keuntungan bagi bayi sendiri adalah pernafasan bayi menjadi lebih teratur dan

stabil, suhu tubuh lebih stabil dalam kisaran 36,5 OC – 37,5OC, dapat

mengurangi kejadian infeksi terutama saluran cerna dan saluran nafas,

pemenuhan nutrisi lebih baik sehingga berat badan juga lebih cepat meningkat,

bayi lebih nyaman dan aman, dan cukup istirahat. Sedangkan pada ibu

keuntungannya adalah ibu akan merasa lebih dekat dengan bayinya secara

emosional, sehingga meningkatkan produksi ASI (Kemenkes RI, 2011).

PMK dapat dilakukan oleh orang lain juga tidak hanya ibu saja, seperti

ayah, tante, nenek, ataupun keluarga yang lain. PMK sendiri dilakukan sebagai

pengganti inkubator dengan catatan bayi dalam kondisi yang stabil, boleh juga
dilakukan di rumah pasien dengan kriteria bayi memiliki berat > 2000 gram

dan tidak memiliki masalah kesehatan (Kemenkes RI, 2011).

PMK tidak memerlukan alat secara khusus, intinya menggunakan kain

dan semua jenis kain dapat digunakan selama kain tersebut dapat menopang

bayi secara aman dan nyaman, tidak mengganggu aktivitas ibu dan

memungkinkan terjadinya kontak kulit antara bayi dan ibu.

Pada PMK ini posisi bayi harus diletakan di antara kedua payudara ibu

secara tegak lurus. Kemudian keadaan kepala bayi sedikit tengadah menoleh

ke kanan/kiri. Posisi ini dipertahankan dengan sehelai kain yang mengeliligi

tubuh ibu dan diikat. Setelah itu ibu dapat mengenakan pakaian dan

beraktivitas seperti biasa.

Ibu merupakan sumber panas bagi bayi. Kontak kulit dengan kulit

diupayakan segera setelah lahir dan berlanjut siang dan malam. Bayi biasanya

hanya memakai topi untuk menjaga kondisi kepala tetap hangat dan bayi

menggunakan popok yang dilapisi plastik atau pembalut wanita, sehingga bayi

mendapatkan sumber panas secara terus menerus melalui konduksi dan radiasi

(Kemenkes RI, 2011)

PMK dihentikan bila bayi sudah mencapai berat 2500 gram atau bayi

sudah merasa tidak nyaman (rewel) saat digendong dalam posisi PMK

tersebut. Bagi bayi yang dirawat dirumah sakit, bisa diizinkan pulang sebelum

mencapai 2000 gram dengan catatan ada fasilitas kesehatan yang saat

memantau tumbuh-kembang dan dapat merujuk ke fasilitas kesehatan yang

lebih lengkap bila bayi menunjukan bahaya (Kemenkes RI, 2011)

c. Perlindungan terhadap infeksi


Pada BBLR, imunitas seluler dan humoral masih kurang/belum

sempurna, sehingga sangat rentan terhadap penyakit. Beberapa hal yang dapat

dilakukan untuk mencegah infeksi, yaitu:

1) Semua orang yang akan mengadakan kontak dengan bayi harus cuci tangan

terlebih dahulu.

2) Peralatan yang digunakan dalam asuhan bayi harus dibersihkan secara

teratur.

3) Ruang perawatan bayi juga harus dijaga kebersihannya.

4) Petugas dan orang tua yang memiliki penyakit infeksi tidak boleh

memasuki ruang perawatan bayi sampai mereka dinyatakan sembuh atau

disyaratkan agar memakai alat pelindung, seperti masker atau pun sarung

tangan untuk mencegah penularan (Wong, 2009).

c.2.Preeklampsia Berat

 Definisi
Preeklampsia adalah komplikasi kehamilan yang ditandai dengan tekanan darah
yang tinggi dan tanda-tanda kerusakan sistem organ, biasanya adalah hati dan ginjal.
Preeklampsia biasa muncul pada usia kehamilan 20 minggu pada perempuan yang
biasanya tekanan darahnya normal
 Etiologi
Penyebab pasti dari preeklampsia berat hingga saat ini masih belum diketahui
dengan pasti. terdapat beberapa teori yang menjadi penyebab preeklampsia, antara
lain:
 penurunan nitrogen oksida (NO)
 penurunan hemeoxygenase
 penurunan catechol-O-methyltransferase (COMT)
 peningkatan stress oksidatif
 factor genetis / immunologis
 adanya autoantibodi terhadap reseptor angiotensin (AT1-AA)
 Pathogenesis
Pathogenesis dari preeklampsia sampai saat ini tidak diketahui dengan pasti, akan
tetapi selama satu dekade terakhir, pathogenesis dari penyakit ini mulai dipahami oleh
peneliti. Plasenta telah menjadi penyebab utama dari preeklampsia, mengingat
penghilangan plasenta sangatlah penting guna mengurangi gejala dari preeklampsia
berat. Pemeriksaan biopsi pada plasenta ibu dengan preeklampsia mendapatkan
adanya infark dan penyempitan arteriola pada plasenta serta kelainan inplantasi pada
lapisan trofoblas. Kedua hal ini menyebabkan iiskemia pada plasenta serta pelepasan
antiangiogenic factors (AF). AF menyebabkan penurunan perfusi pada plasenta, yang
mana mengganggu aliran darah dari ibu ke fetus.

 Faktor risiko
Preeklampsia adalah salah satu komplikasi pada kehamilan yang sering terjadi.
Preeklampsia lebih mudah muncul pada kondisi :

 riwayat preeklampsia sebelumnya (RPD atau RPK)

 hipertensi kronik

 kehamilan pertama

 kehamilan dengan pasangan baru

 usia ibu saat hamil terlalu dini dan terlalu tua ( >35 tahun)

 ras kulit hitam

 obesitas
 kehaimlan multiple

 jarak antar kehamian < 2tahun atau > 10 tahun

 RPD : hipertensi kronis, DM, gagal ginjal, trombositosis, SLE

 fertilisasi secara in vitro


 Gambaran klinis :
Preeklampsia terkadang muncul tanpa tanda dan gejala. Tekanan darah tinggi
mungkin akan muncul secara pelahan atau bahkan muncul mendadak. Pemantauan
tekanan darah sangatlah penting untuk dilaksanakan pada saat Ante Natal Care (ANC)
karena peningkatan tekanan darah adalah tanda pertama yang biasanya muncul pada
kasus preeklampsia. Tekanan darah lebih dari sama dengan 140/90 mmHg yang
tercatat pada dua kali pemeriksaan – dengan jarak 4 jam adalah kondisi yang tidak
normal
Tanda dan gejala preeklampsia yang dapat muncul, antara lain:
 peningkatan kandungan protein pada urine
 nyeri kepala yang berat
 gangguan penglihatan (penurunan visus, penglihatan rabun atau penurunan
sensitivitas terhadap cahaya)
 nyeri perut bagian atas, biasa pada Right Upper Quadran (RUQ)
 mual atau muntah
 penurunan output urin
 penurunan trombosit
 gangguan fungsi hati
 nafas pendek (penumpukkan cairan pada pareu-paru)
 Klasifikasi
Preeklampsia dapat digolongkan menjadi beberapa jenis. berdasarkan
penyebabnya, preeklampsia dibagi menjadi ; (1) preeklampsia oleh factor maternal,
(2) preeklampsia oleh factor fetal. berdasarkan onsetnya, preeklampsia dibagi
menjadi; (1) early onset (< 34 minggu), (2) late onset (>34 minggu). Preeklampsia
early onset seringkali disebabkan oleh karena faktor fetal. Preeklampsia ini muncul
karena adanya abnormalitas pada proses implantasi dari plasenta.
Hipertensi pada ibu hamil sangatlah bervariatif. Hipertensi apda ibu hamil dapat
digolongkan menjadi beberapa jenis berdasarkan onsetnya (ACOG, 2016), antara lain:
Jenis Hipertensi Tekanan Darah Onset Proteinuria Lain-lain
Hipertensi Kronik SBP ≥ 140 mmHg Diketahui (-) Tidak ada
(essential DBP ≥90 mmHg sebelum penyebab lain
hypertension) konsepsi atau yang melandasi
<20 minggu
gestasi
Hipertensi SBP ≥ 140 mmHg Diketahui setelah (-) Tidak
Gestasional DBP ≥90 mmHg usia gestasi > 20 ditemukan
minggu hipertensi
sebelumnya
Preeklampsia / SBP ≥ 140 mmHg Diketahui setelah (+),≥300m Dapat disertai
eklampsia DBP ≥90 mmHg usia gestasi > 20 g dengan AT <
minggu hingga 2 100.000/mm3
minggu dan Creatinine
postpartum > 1,1mg/dL
Eklampsia 
ada kejang
Preeklampsia / SBP ≥ 140 mmHg Diketahui (+),≥300m Dapat disertai
eklampsia DBP ≥90 mmHg sebelum masa g dengan AT <
kehamilan atau 100.000/mm3
saat usia gestasi dan Creatinine
<20 minggu > 1,1mg/dL
Eklampsia 
ada kejang
White Coat SBP ≥ 140 mmHg Diketahui saat (-) Dikarenakan
Hypertension DBP ≥90 mmHg ibu hamil faktor psikis
memeriksakan
diri ke tenaga
kesehatan

 Penatalaksanaan
Medikasi pada kasus preeklampsia dimulai jika tekanan darah maternal >160/110mmHg.
Terminasi kehamilan dianjurkan jika ada tanda-tanda distress pada fetus (HR < 120 BPM
atau HR > 160 BPM). adapun rekomendasi tatalaksana medikasi yang dianjurkan anatara
lain:
1. Pencegahan dan penanganan preeklampsia / eklampsia
inrevensi Penelitian Keuntungan Kualitas Keterangan
Data
Suplementasi Berdasarkan 13 RR = 45% Tinggi Dosis tinggi kalsium (>1
kalsium RCT, dengan gram/hari) menurunkan resiko
subjek penelitian preeklampsia jika dibandingkan
15.730 perempuan dengan yang tidak menerima
suplementasi
Suplementasi RCT multicenter RR = 120% Tinggi Pasien yang diberikan 1000 mg
Vitamin C melibatkan 1877 vitamin C dan 400 IU vitamin
dan E perempuan. E, termasuk pada bayi berat
lahir rendah
RCT multicenter RR = 97%
melibatkan 2410
perempuan
Aspirin Berdasarkan 34 Sebelum Tinggi, Penurunan preeklamsia,
RCT yang kehamilan 16 Cukup baik terutama pada perempuan
melibatkan 11.348 minggu, RR dengan usia kehamilan sebelum
perempuan. = 47%. 16 minggu dengan risiko
Setelah tinggi.
kehamilan 16
minggu, RR
= 81%.

Berdasarkan 13 ARR = 2-5% Studi USPSTF menyarankan


RCT yang dosis rendah Aspirin pada
melibatkan 12.184 perempuan dengan risiko tinggi
perempuan memiliki keuntungan yang
penting agar digunakan sedini
mungkin pada trimester kedua
UFH dan Berdasarkan 10 RR = 43% Cukup baik Penurunan yang signifikan
LMWH RCT yang pada hasil kedua dari pasien
melibatkan 1139 dengan risiko tinggi
perempuan preeklamsia, penurunan yang
signifikan pada risiko kematian
perinatal, kelahiran preterm
sebelum 34 minggu hingga 37
minggu,
Magnesium Berdsarkan RR = 52% Tinggi Mengurangi kejadian kejang
sulfat beberapa RCT jika dan kejang berulang secara
dengan subjek dibandingkan signifikan pada ibu dengan
penelitian 1687 dengan hipertensi gestasional
hingga 2138 diazepam dibandingkan dengan obat
perempuan antikonvulsan lainnya

2. Pilihan lini pertama penanganan hipertensi gravidarum


Obat Dosis Efek Samping Kehamilan Keterangan
Methyldopa 500mg - 3 g / hari Edema perifer, anxietas, Kontraindikasi pada
(PO) dibagi menjadi dua mimpi buruk, mengantuk, depresi
pemberian mulut kering, hipotensi,
hepatitis maternal
Labetolol 100 – 1200 mg / hari Bradikardi fetus yang Resiko bronkospasme,
(PO) dibagi menjadi dua – persisten, hipotensi, bradikardia
tiga pemberian hipoglikemi neuonatus, asthma
Labetolol 10-20 mg ; ulangi 20- Bradikardi persisten pada Hindari pada pasien
(IV) 80 mg setiap 30 menit, fetus, hipoglikemia pada asthma atau gagal jantung
max : 300mg/ hari neonatus, hipotensi, asthma
Nifedipine 30-120 mg / hari Hipotensi dan inhibisi SSP jika Kontraindikasi pada
(PO) digunakan bersamaan dengan stenosis aorta, tidak
magnesium sulfat direkomendasi jika
pemakaian banyak secara
cepat
Hydralazin 50-300mg / hari, dibagi Hipotensi, trombositopenia Kemerahan pada wajah,
e (PO) menjadi dua hingga pada neonatus, Lupus-like- nyeri kepala umum terjadi
empat kali pemberian syndrome, takikardia
Hydralazin 5-10 mg IV/IM, bisa Takikardi, hipotensi, nyeri Hipotensi dan inhibisi
e (IV/IM) diulang setiap 20- kepala, distress fetus kelahiran (terutama jika
30menit, hingga max: dikombinasikan dengan
20mg/hari magnesium sulfat)
Nicardipine Dosis inisial 5 mg/hari, Nyeri kepala, edema, Hipotensi dan inhibisi
(IV) naikkan 2,5mg/jam takikardia kelahiran (terutama jika
setiap 15menit, max : dikombinasikan dengan
15mg/jam magnesium sulfat)
Nitropuside 0,3-0,5 hingga 2 μg/kg Resiko toksisitas sianida bagi Gunakan jjika tidak ada
(IV) menit, durasi maksimal fetus rejimen lain; efek samping
24-48jam muncul jika penggunaan >
4 jam dan dosis > 2 μg/kg
menit
BAB III
DATA KUNJUNGAN RUMAH

A. RIWAYAT PERSONAL SOSIAL


 Riwayat Kesehatan : Pasien merupakan seorang baduta yang lahir pada tanggal 1 Juni
2020. Pasien lahir premature dikarenakan ibu pasien mengalami PEB. pasien lahir
per vaginam, dibantu oleh dokter spesialis kandungan dengan obat pacu. bayi lahir
dengan berat badan 1.920 gram, kemudian dirawat di RSUP selama 14 hari. Pasien
sempat mengalami kuning saat baru lahir dan menjalani fototherapy. Keluarga pasien
secara rutin mengunjungi RSUP untuk memeriksakan fungsi organ indera pasien.
Saat ini panjang badan pasien 53 cm dengan. berat badan 3,9 kg.
 Riwayat keluarga : pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. pasien memiliki
seorang saudari. pasien tinggal bersama ayah, ibu, kakek, dan saudarinya.
 Aktivitas sehari-hari : Pasien sering ditidurkan di sebuah dipan yang beralaskan
selimut lembut. Setiap pagi, ibu pasien menggendong pasien keluar rumah untuk
berjemur, kurang lebih 15 menit. pasien sehari netek 10-14 kali sehari, dan tertidur
pulas setelah berhenti netek.

Profil Keluarga
Nama Kedudukan L/P Umur Pendidikan Pekerjaan
Bp. N Ayah L 34 tahun D3 Pegawai
Wiraswasta
Ibu L Ibu P 34 tahun SMA Ibu RT
Kader
Posyandu
Bp. W Kakek P 68 tahun SD Tidak
Bekerja
An. D Anak P 8 tahun - SD kelas 2
An. A Anak P 1 bulan - -

B. RIWAYAT RUMAH DAN LINGKUNGAN


Kunjungan rumah dilaksanakan 25 Juli 2020
1. Keadaan Rumah
a. Letak/lokasi : rumah pasien beralamat di Pedukuhan Cengkehan, Desa Wukirsari,
Imogiri.
b. Bentuk rumah : bangunan rumah permanen dengan luas kira-kira 10x25 meter.
Bangunan satu lantai ini terdiri dari 1 ruang tamu, 3 kamar tidur, 1 dapur, 1 sumur, dan 1
kamar mandi dengan jamban sendiri. Lantai rumah belum dilapisi ubin, sebagian
ruangan sudah diplester dengan semen. Atap rumah pasien adalah atap genteng tanpa
plafon.
c. Kondisi rumah : rumah tersebut dihuni oleh 5 orang anggota keluarga yaitu pasien, kakak
pasien, orangtua pasien, dan kakek pasien. pada halaman depan rumah terdapat beragam
jenis pohon dan tanaman lainnya. Terdapat banyak daun kering berserakan di halaman
depan rumah. Rumah pasien memiliki 3 pintu masuk keluar; pada bagian depan,
samping dan belakang rumah, 2 jendela kayu di ruang tamu yang selalu dibuka saat pagi,
serta 1 jendela di setiap kamar. Di bagian atas jendela terdapat ventilasi. Ruang tamu
tampak cukup terang dengan dinding rumah yang tinggi sehingga pertukaran udara
sangat baik. terdapat sebuah dipan dengan alas kain dan selimut halus yang biasa
digunakan untuk meletakkan pasien. Dipan tersebut memiliki dua tiang pembatas,
terletak pada bagian pojok ruangan dan menempel pada dinding. Semua kamar tidur
tidak memiliki pintu permanen, lis pintu hanya ditutupi oleh sebuah korden. Kamar tidur
pertama ditempati oleh pasien dan kedua orangtuanya, kamar tidur kedua digunakan oleh
kakeknya, dan kamar tidur ketiga ditempati oleh kakaknya. penataan barang-barang di
setiap ruangan kurang begitu rapid an kebersihan ruangan kurang baik. Dapur pasien
terletak di bagian belakang rumah dengan kondisi tanah yang belum di semen. Dapur
cukup luas dengan peralatan masak kurang terata dengan rapi dan kebersihan yang
kurang baik,.Tidak ada sampah yang berserakan, pencahayaan dapur kurang dan kompor
sudah menggunakan kompor gas. Terdapat sebuah kolam ikan dan kamar mandi di luar
rumah yang sudah tidak digunakan pada bagian halaman belakang rumah. Halaman
belakang rumah memiliki sebuah tiang dengan tali yang digunakan untuk menjemur
pakaian.
d. Kondisi kamar mandi : terdapat 1 kamar mandi di dalam rumah yang letaknya
bersebelahan dengan sumur. Kamar mandi terasa lembab tetapi cukup terang karena
masih terdapat ventilasi kecil. kebersihan kamar mandi kurang baik, nampak air di dalam
bak mandi keruh dengan dinding bak yang berkerak seperti jarang dikuras. Sumur
terbuat dari semen dengan kedalaman 12 meter. Kualitas air mandi tidak baik, berwarna
keruh, sedikit berbau, dan tidak terdapat jentik nyamuk. Keluarga pasien menggunakan
air mencuci saja.
e. Sumber air : Sumber air berasal dari sumur yang terletak di luar rumah dan dilengkapi
dengan pompa air. Sumur terletak cukup jauh dari jamban dan kamar mandi (>10 meter).
Sumur tertutup oleh penutup. Kualitas air dalam sumur cukup baik; jernih, tidak berbau
dan tidak berasa. Air sumur digunakan sebagai sumber air untuk mandi dan kegiatan
rumah tangga seperti mencuci dan memasak. Pembuangan air limbah rumah tangga
dialirkan ke bagian belakang rumah, masuk ke dalam kolam ikan. Untuk limbah dari
kamar mandi akan masuk ke dalam jamban, jamban berada di dalam tanah, tertutup, dan
memiliki lubang yang dipasang pipa besi.
2. Kondisi Lingkungan Sekitar Rumah
Rumah antar warga di sekitar tempat tinggal pasien memiliki jarak 10 – 15 meter.
Pasien tinggal di rumah yang terletak di perbatasan pedukuhan. Lingkungan sekitar
rumah pasien cukup rindang, terdapat banyak pepohonan yang didominasi oleh pohon
jati. di sekitar rumah terdapat banyak area perkebunan dan persawahan. Warga sekitar
kebanyakan berprofesi sebagai petani, yang banyak menanam padi, jagung, ketela,
pisang, dan pohon jati.
Indikator PHBS di rumah tangga
Jawaban
No. Indikator / Pertanyaan
Ya Tidak
1 Persalinan ditolong oleh Ada Balita Ditolong Nakes Ya
tenaga kesehatan Tidak ditolong
Nakes
Tidak ada Balita
2 Pemberian Asi eksklusif Ada bayi Eksklusif Ya
pada bayi usia 0 - 6 usia 0- 6 Tidak Eksklusif
bulan bulan
Tak ada bayi usia 0- 6 bulan
3 Menimbang berat badan Ada Ditimbang
bayi setiap bulan bayi Tidak ditimbang Tidak*
Tak ada bayi
4 Menggunakan air bersih yang memenuhi syarat Ya
kesehatan
5 Mencuci tangan dengan air bersih dan sabun Tidak
6 Menggunakan jamban sehat Ya
7 Melakukan Pemberantasan Sarang Nyamuk di rumah dan Ya
lingkungannya
8 Mengkonsumsi sayuran dan atau buah setiap hari Ya*
9 Melakukan aktivitas fisik atau olahraga Tidak
10 Tidak Merokok Tidak
BAB IV
ANALISA KASUS DAN DETERMINAN

A. Analisis Kasus
Pasien merupakan anak kedua dari 2 bersaudara. Pasien lahir premature dengan berat
badan lahir 1.920 gram, lahir dikarenakan ibu pasien mengalami PEB. Pasien tergolong
dalam berat bayi lahir rendah (BBLR) dikarenakan berat lahir kurang dari 2.500 gram.
Pasien lahir kurang bulan dan pasien lahir sesuai dengan masa kehamilannya.
Semenjak lahir pasien mendapatkan perhatian penuh dari ibu dan keluarganya. Pasien
secara rutin diperiksa di RSUP untuk memantau tumbuh kembang serta fungsi organ indera
pasien. Pasien menjalani ASI ekslusif, dimana pasien menetek setiap kali pasien ingin
menetek. Tidak ada hambatan dalam pertumbuhan pasien, dilihat dari nilai z score yang
masih dalam rentang normal (median hingga – 2 SD).
Selama diberikan penyuluhan serta pembinaan dengan metode 2 jalur komunikasi,
didapatkan bahwa orangtua pasien memiliki pengetahuan yang minimal mengenail BBLR
dan preeklampsia yang menjadi penyebab BBLR. Ibu pasien masih belum memahami
bahaya dari preeklampsia saat kehamilan anak keduanya, karena tidak bergejala apapun. Ibu
dan Ayah pasien sangat antusias dan memiliki rasa ingin tahu yang tinggi mengenai
preeklampsia dan BBLR yang menjadi salah satu komplikasi dari preeklampsia. Pemahaman
dan pengertian akan BBLR dan preeklampsia menjadi sangat penting bagi keluarga pasien.
Berdasarkan jenjang pendidikan terakhir, Ayah pasien lulusan D3 dan saat ini sedang
menjalani jenjang pendidikan S1, ibu pasien lulusan SMA, sedangkan kakek pasien lulusan
SD. Faktor pendidikan mempengaruhi pengetahauan dasar yang dimiliki serta kemampuan
menangkap informasi baru dari keluarga pasien. Hal ini nampak dari pengetahuan dan
pemahaman orangtua pasien akan preeklampsia, di mana ayah pasien nampak lebih
memahami akan pengaruh bahaya tekanan darah tinggi saat kehamilan dan pengobatan yang
perlu dijalani. Sangatlah penting melibatkan ayah pasien dalam penyuluhan dan pembinaan
pada keluarga pasien, sehingga ayah pasien dapat membantu anggota keluarga lain untuk
lebih memahami dan mengerti akan BBLR dan preeklampsia sebagai salah satu
penyebabnya.

B. Analisa Determinan/Faktor Resiko


1. Analisis Determinan
Analisis determinan dilaksanakan pada ibu E dengan preeklampsia berat yang melahirkan
pasien dengan BBLR kurang bulan yang sesuai dengan masa kehamilan
1) Faktor penjamu (host)
Pasien merupakan host. Beberapa faktor dari host yang dapat memicu adalah sebagai
berikut :
a. Berat badan berlebih : ibu pasien mengalami obesitas, dimana ibu pasien sebelum
kehamilan memiliki berat badan 68 kg dengan tinggi badan 156 cm, setelah malahirkan
berat badan ibu pasien 71 kg. Kelebihan berat badan menjadi salah satu faktor resiko dari
preeklampsia (Phillip, 2016), dikarenakan pada orang dengan berat badan berlebih
memiliki cadangan energi, yaitu lemak yang lebih tinggi. Lemak yang tinggi akan
memiliki kolesterol yang lebih banyak. Kolesterol, terkhusus LDL memudahkan
terbentuknya plak aterosklerosis, yang menyebabkan tekanan darah tinggi yang juga
merupakan faktor predisposisi dari preeklampsia (Phillpis, 2016).
b. Pola makan : ibu pasien memiliki kegemaran makan gorengan, selalu ada gorengan di
dalam menu dietnya. Ibu pasien tidak begitu menyukai sayur mayur, berbanding terbalik
dengan suaminya yang mencoba vegetarian semenjak tahun 2016. Intake lemak menjadi
sangat penting sebagai salah satu penyebab terbentuknya plak aterosklerosis. Intake
lemak yang tinggi, terlebih lemak jenuh akan mempermudah timbulnya plak
aterosklerosis yang menjadi penyebab dari hipertensi (Lilly, 2016).
c. Aktivitas fisik : ibu pasien tidak memiliki aktivitas fisik yang beragam dan kurang
olahraga. Sehari-hari ibu pasien mengurus kesibukan rumah tangga, seperti memasak dan
bersih-bersih rumah. Aktivitas fisik dan olahraga, terkhusus olahraga yang memicu
kinerja jantung (cardio), menjadi sangat penting dalam menjaga sistem sirkulasi tubuh
tetap optimal. Olahraga juga penting untuk membakar energi dalam tubuh, sehingga
tubuh tidak berlebihan energi dan memicu proses lipogenesis. Disarankan melakukan
olahraga cardio selama 30 menit sebanyak 4-5 x selama satu minggu, untuk menjaga
fungsi jantung, pembuluh darah, dan juga pernafasan (Guyton, 2016).
d. tingkat pengetahuan : ibu pasien merupakan seorang lulusan SMA, baru menjadi kader
posyandu selama beberapa hari, sebelum akhirnya posyandu berhenti sementara sejak
Maret 2020. Pengetahuan yang kurang akan kesehatan menjadi salah satu penyebab
terjadinya BBLR. Pengetahuan akan kesehatan menjadi penting, karena dengan
pengetahuan yang baik, seorang ibu dapat lebih memperhatikan kondisi kehamilan serta
janin yang dikandungnya.
2) Penyebab penyakit (agen)
Dalam kasus penyakit BBLR yang menjadi agen adalah :
a. Hipertensi Essensial : ibu pasien mengalami hipertensi sejak tahun 2019, akan tetapi
tidak minum obat rutin, karena tidak bergejala dan takut bahaya akan obat ke ginjal.
Hipertensi yang terjadi sejak sebelum kehamilan usia 20 minggu tergolong dalam
hipertensi essensial (Phillips, 2016). Hipertensi essensial menjadi salah satu faktor
resiko timbulnya preeklampsia. Pengobatan hipertensi serta perubahan gaya hidup
menjadi sangat penting untuk mengontrol tekanan darah (AHA, 2016). Tidak semua
obat-obatan pengontrol tekanan darah memiliki dampak negative ke ginjal, bahkan
terdapat beberapa obat yang memiliki peran sebagai pelindung fungsi ginjal. Pengobatan
hipertensi pada ibu hamil dan menyusui berbeda dengan pengobatan hipertensi pada
umumnya, diperlukan obat-obatan yang tidak memiliki efek samping bagi bayi atau
janin. Obat anti hipertensi yang sering dipilih adalah obat golongan dopamine agonist
atau calcium blocker.
b. Preeklampsia berat : ibu pasien mengalami preeklampsia, ibu pasien mengalami bengkak
pada tangan dan kaki, kepala sedikit nyeri, merasa sedikit mual, tekanan darah tinggi
(sistolik > 160mmHg), dan protein pada pemeriksaan urine (+++). Preeklampsia adalah
kumpulan gejala pada ibu hamil yang ditandai dengan tekanan darah tinggi (>140/90
mmHg) dan gangguan fungsi organ, biasanya ginjal (ditandai dengan proteinuria) dan
hati (ditandai dengan peningkatan enzim hati). Preeklampsia menjadi salah satu faktor
penyebab BBLR karena adanya abnormalitas pada struktur vaskular plasenta,
menyebabkan gangguan perfusi darah maternal ke fetus. Pertumbuhan fetus menjadi
terhambat, bahkan menyebabkan hipoksia yang berujung pada kematian fetus (Phillips,
2016).
3). Lingkungan (Environment)
Lingkungan menjadi salah satu faktor penting yang mempengaruhi timbulnya
penyakit. Lingkungan adalah segala sesuatu di luar host dana gen yang mempengaruhi
kondisi agen maupun host. Terdapat beberapa hal yang manarik dari lingkungan fisik
dari ibu pasien. Kebersihan lingkungan tempat tinggal ibu pasien dapat menjadi salah
satu faktor terjadinya BBLR. Kebersihan yang tidak terjaga memudahkan timbulnya
beragam penyakit, seperti diare ataupun ISPA. Seorang ibu hamil yang sakit,
membutuhkan energi dan nutrisi yang lebih banyak untuk mencapai kesembuhan. Hal
ini akan menurunkan jumlah energi dan nutrisi dari ibu ke janin.

Lingkungan sosial dapat menjadi salah satu faktor yang mempengaruhi timbulnya
BBLR. Pendapatan keluarga yang minimal membuat ibu pasien yang berperan sebagai
ibu rumah tangga kesulitan dalam menentukan menu makan yang bergizi dan sehat. Ibu
pasien memilih menu makan yang praktis dan murah, yaitu gorengan pada setiap menu
makan sehari-harinya.

2. Strategi Penanggulangan di Keluarga


Kegiatan yang dapat dilakukan dalam keluarga yaitu dimulai dengan pemeriksaan
antopometris dan tanda vital bagi pasien dan ibu pasien. Kegiatan dilanjutkan dengan
pemberian edukasi mengenai BBLR dan preeklampsia; tanda dan gejala dari BBLR dan
preeklampsia, komplikasi dari BBLR dan preeklmpsia, serta cara pencegahan dan
penanganan dari BBLR dan preeklampsia. Kegiatan ditutup dengan sharing dan diskusi
akan pola hidup yang bersih dan sehat, pengobatan hipertensi essensial, dan berfoto
bersama. Secara lebih luas dan komprehensif, strategi yang dapat ditempuh dalam
mencegah munculnya kasus stunting di Kecamatan Imogiri antara lain:
1. Meningkatkan pengetahuan dan ketrampilan petugas kesehatan, kader dan masyarakat
mengenai BBLR dan preeklampsia
2. Komunikasi Informasi dan Edukasi (KIE) kepada masyarakat seperti melakukan
penyuluhan mengenai BBLR dan preeklampsia
3. Mengontrol setiap dusun dan meminta kader untuk memulai kembali kegiatan
posyandu jika kondisi sudah lebih kondusif, sehingga dapat memantau pertumbuhan
balita di setiap dusun.
4. Mengajak kader dan pemangku Pedukuhan Cengkehan untuk mengingatkan warganya
yang hamil agar melaksanakan ANC terpadu, baik di puskesmas, bidan desa, ataupun
fasilitas layanan kesehatan lainnya.
5. Memfasilitasi posyandu balita sepeti pengukuran panjang badan, alat pengukur
stunting, berat badan, pengukuran LILA, pengukuran lingkar kepala dan meminta
kader untuk memberi perhatian lebih kepada baduta yang mengalami BBLR, agar
dapat mengejar ketertinggalan pertumbuhan dan perkembangannya.
Menurut penelitian Kusumawati, et al (2015) bahwa pada level masyarakat, dilakukan
dengan peningkatan peran dan fungsi posyandu. Posyandu merupakan salah satu
bentuk upaya kesehatan bersumber daya masyarakat (UKBM) dalam penyelenggaraan
pembangunan kesehatan guna memberdayakan masyarakat dan memberikan
kemudahan kepada masyarakat dalam memperoleh pelayanan kesehatan dasar,
pemantauan pertumbuhan dan perkembangan balita, dan mempercepat penurunan
angka kematian ibu dan bayi. Salah satu fungsi posyandu adalah sebagai media
promosi kesehatan dan gizi, pemantauan pertumbuhan balita.
6. Mengedukasi pencegahan penyakit infeksi dengan menganjurkan:
- Menganjurkan budaya pola hidup bersih dan sehat (PHBS)
- Menganjurkan untuk menjaga lingkungan tempat tinggal agar selalu bersih
- Pemberian ASI yang baik dan benar : bayi harus disusui secara penuh selama 6
bulan, pemberian ASI setiap mkasimal 2 jam sekali, setiap pemberian ASI
dilakukan selama 15-30 menit karena kandungan ASI yang memiliki manfaat
masing-masing.
- Menggunakan air bersih yang cukup : agar terlindung dari kontaminasi
- Mencuci tangan : sebelum makan, sesudah makan, sesudah BAB dengan sabun
- Membuang tinja bayi yang benar: dengan membuang ke jamban sebab penyakit
infeksi dapat ditularkan melalui fecal-oral
C. Analisis SWOT
INTERNAL Kekuatan (S) Kelemahan (W)
 Memiliki fasilitas dalam  Periode pelayanan dan
menyusun media edukasi pembelajaran di
 Kader Posyandu aktif Puskesmas Imogiri 1
 Memiliki tenaga terbatas (4minggu)
kesehatan yang  Kurangnya SDM
EKSTERNAL komunikatif, bahkan promkes di Puskesmas
dengan bahasa lokal Imogiri 1 (hanya 1
orang)
 Posyandu balita tidak
berjalan untuk batas
waktu yang tidak
ditentukan
Peluang (O) Strategi SO STRATEGI WO
 Ibu E adalah seorang  Meningkatkan  Mengajak ibu pasien
kader yandu balita, Bp N pengetahuan keluarga selaku kader Posyandu
juga memiliki melalui penyuluhan dan untuk ikut berbagi dan
pemahaman akan pembinaan mengenai men yebarkan
kesehatan BBLR dan preeklampsia informasi dan
 Ibu E dan Bp N sangat  Menjalin komunikasi opengetahuan yang
antusias untuk memahami yang baik dengan didapat dari kegiatan
kasus BBLR yang terjadi keluarga sehingga mudah penyuluhan
di keluarganya dalam menyampaian  Kaderisasi untuk
 Ibu E adalah seorang full- informasi menambah jumlah
timer-house-wife  Mendukung segala kader yang sudah ada,
 Ibu E dan keluarga kegiatan di posyandu jika situasi sudah
memiliki akses yang balita dan memfasilitasi kondusif
mudah ke Fasyankes kegiatan tersebut  Menganjurkan
Primer  Membuat media edukasi penyampain dan
berupa poster dan leaflet sharing informasi dan
agar mempermudah pengetahuan dengan
penyuliuhan cara getok tular, selama
masa pandemi
Ancaman (T) Strategi ST Strategi WT
 Keluarga selain ibu pasien  Program dibuat lebih  Memberi materi serta
sering tidak berada di menarik dan menyediakan sarana
rumah menjadwalkan kegiatan penyuluhan seperti
penyuluhan dan brosur dan poster yang
pembinaan di waktu libur dapat dipajang di rumah
kerja pasien, sehingga
informasi akan BBLR
dan preeklampsia dapat
diakses kapanpun
BAB V

PEMBINAAN

Uraian pelaksanaan kegiatan :


Hari, tanggal : Sabtu, 1 Agustus 2020
Waktu : 10.00 WIB - selesai
Peserta : Ibu Pasien dan Ayah Pasien
Kegiatan : Penyuluhan BBLR, Penyuluhan preeklampsia
Tempat : Rumah Ibu E
Pendamping : Octavianus Ricky A

Materi penyuluhan mengenai BBLR yang disampaikan tertuang dalam leaflet :


Materi penyukuhan mengenai preeklampsia yang disampaikan tertuang dalam poster:
BBLR merupakan salah satu masalah kesehatan yang ditemukan di wilayah kerja
Puskesmas Imogiri 1. Pengelolaan BBLR memerlukan pengontrolan dan pengawasan ketat
mengenai kesehatan Ibu, kesehatan janin, dan kesehatan kehamilan. Pemahaman dan
kesadaran ibu serta keluarga sangatlah penting untuk mencegah terjadinya BBLR, sehingga
anak yang dilahirkan sehat, dapat bertumbuh dan berkembang dengan baik di masa
mendatang.
Tujuan dari penyuluhan BBLR dan preeklampsia adalah untuk memberikan
pemahaman dan pengetahuan akan BBLR dan preeklampsia kepada ibu dan keluarga.
Peningkatan pemahaman dan pengetahuan diharapkan dapat mencegah terjadinya BBLR dan
preeklampsia, serta memahami tanda bahaya dari preeklampsia.
Pemberian materi dilaksanakan oleh Dokter Muda dengan materi yang diberikan
meliputi pengertian dari BBLR dan preeklampsia, penyebab dari BBLR dan preeklampsia,
proses terjadinya preeklampsia, bahaya yang disebabkan oleh BBLR dan preeklampsia, tanda
bahaya dari BBLR, dan cara mencegah BBLR dan preeklampsia yang dapat dilakukan oleh
ibu dan keluarga.
Saat penyuluhan, dilakukan komunikasi dua arah yaitu antara pemberi materi dengan
ibu beserta keluarganya, dengan mengutarakan beberapa pengetahuan yang telah mereka
ketahui. Ibu dan keluarganya diberi kesempatan untuk bertanya, sehingga ibu dan
keluarganya memiliki antusiasme untuk lebih memahami BBLR dan preeklampsia beserta
pencegahannya.
REFLEKSI

Saya mendapatkan hal-hal yang menambah wawasan saya setelah berkunjung


ke rumah pasien, melakukan anamnesis dan melakukan pengamatan terhadap
lingkungan sekitar rumah. Pasien merupakan bayi yang lahir premature, dengan berat
badan lahir 1920 gram. Hal ini dapat terjadi karena ibu pasien megalami
preeklampsia berat dan pasien harus segera dilahirkan. Penggalian data lebih lanjut
mendapatkan bahwa ibu pasien memang memiliki riwayat hipertensi serta memiliki
berat badan yang berlebih..
Tingkat pendidikan dan gaya hidup ibu pasien mempengaruhi timbulnya
masalah kesehatan; preeklampsia dan BBLR. Ibu pasien tidak mengetahui
sebelumnya bahaya dari tekananan darah tinggi yang dimilikinya serta dampak BBLR
bagi pertumbuhan dan perkembangan pasien. Ibu pasien juga memiliki gaya hidup
yang kurang baik, terkait pola makan, olahraga, dan kebersihan tempat tinggal.
Pemberian penyuluhan dan pembinaan terhadap keluarga pasien sangatlah
penting guna meningkatkan status kesehatan serta mencegah timbulnya masalah
kesehatan yang sama di kemudian. Melalui penyuluhan dan pembinaan, diharapkan
keluarga pasien memiliki wawasan yang lebih luas akan kondisi BBLR dan
preeklampsia. Wawasan yang didapat oleh keluarga pasien juga diharapkan dapat
tersebar luas ke masyarakat sekitar melalui metode getok tular. Penyebaran wawasan
ini diharapkan dapat berlangsung dengan baik, ditunjang oleh ibu pasien yang
berperan sebagai kader posyandu Pedukuhan Cengkehan.
Seorang five star doctors diharapkan memiliki wawasan yang luas, bukan
hanya pengetahuan akan ilmu medis akan tetapi juga kemampuan untuk menjalin
relasi yang baik dengan masyarakat, pemangku daerah, kader kesehatan, dan tenaga
kesehatan lainnya. Melalui keterlibatan beragam pihak, diharapkan penyelesaian
masalah komunitas menjadi lebih cepat dan tuntas.
Kepaniteraan klinik pada bagian ilmu kesehatan komunitas mengajarkan
kepada saya untuk berperan sebagai five star doctor. Saya menjadi mampu untuk
mengenali, mendiagnosa, menentukan terapi dan juga prognosis dari suatu masalah di
dalam komunitas. Saya banyak mengenali dan menguasai kondisi geografis,
penyebaran penyakit, kemampuan dalam berkomunikasi dan bersosialisasi dengan
masyarakat sekitar. Saya harap, melalui kepaniteraan klinik bagian ilmu kesehatan
komunitas, saya menjadi pribadi yang lebih baik dan mampu menjadi five star doctor.
DAFTAR PUSTAKA

Aisyah, Siti, Titi Chandrawati, Sri Tatminingsih, Dian Novita, Denny Setiawan, Untung
Laksana Budi, dan Mukti Amini (2010) Perkembangan dan Konsep Dasar
Pengembangan Anak Usia Dini. Jakarta: Universitas Terbuka.

Badan Pusat Statistik (2012) Survei Demografi dan Kesehatan Indonesia. Jakarta: Badan
Pusat Statistik.

Baker, S. E. (2006) Aspergillus Niger Genomics : Past, Present, and Into The Future :
Medical Mycology. 44 : 517-521. Diakses pada 12 Oktober 2017, dari :
https://academic.oup.com/mmy/article-lookup/doi/10.1080/13693780600921037.

Departemen Kesehatan Republik Indonesia (2009) Pedoman Pelayanan Antenatal di Tingkat


Pelayanan Dasar. Jakarta: Depkes RI.

Feliandra, Yana dan Yulidasari, Fahrini (2016) Hubungan Antara Usia Ibu Pada Saat Hamil
Dan Status Anemia Dengan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Jurnal
Publikasi Kesehatan Masyarakat Indonesia, Volume 3, Nomor 1, pp. 20-25.

Gibney, Michael, J., Margetts, Barrie, M., Kearney, John, M. dan Arab, Lenore (2009) Gizi
Kesehatan Masyarakat (Public Health Nutrition)(Hartono Andry, Alih Bahasa).
Jakarta: EGC.

Hall, John E. 2016. Guyton and Hall Textbook of Medical Physiology 13 th Ed. Philadelphia:
Elsevier.

Himawan, A.W. (2006) Hubungan Antara Karakteristik Ibu dengan Status Gizi Balita di
Kelurahan Sekaran Kecamatan Gunungpati Semarang. Skripsi. Semarang: UNS.

Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) (2004) Bayi Berat Lahir Rendah. Dalam : Standar
Pelayanan Medis Kesehatan Anak. Edisi I. Jakarta: IDAI.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) Manajemen Bayi Berat Lahir Rendah
Untuk Bidan dan Perawat. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik Indonesia.

Kementerian Kesehatan Republik Indonesia (2011) Modul Manajemen Bayi Berat Lahir
Rendah (BBLR) Untuk Bidan Di Desa. Jakarta: Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.

Lilly, Leonard S. 2016. Pathophysiology of Heart Disease 6th Ed. Philadelphia: Wolters
Kluwer.
Mansjoer, Arif (2008) Kapita Selekta Kedokteran. Jilid 2. Edisi III. Jakarta: Penerbitan
Media Aesculapius.

Manuaba, I Bagus Gde (2012) Ilmu Kebidanan, Penyakit Kandungan, dan KB Untuk
Pendidikan Bidan. Jakarta: EGC.

Manuaba, I Bagus Gde (2015) Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.

Maryunani, Anik dan Nurhayati (2009) Asuhan Kegawatan Dan Penyulit Pada Neonatus.
Jakarta: Trans Info Medika.

Meilani, Niken, Nanik Setiyawati, dan Dwiana Estiwidani (2009) Kebidanan Komunitas.
Yogyakarta: Fitramaya.

Merzalia, N. (2012) Determinan Kejadian Berat Badan Lahir Rendah (BBLR) di Kabupaten
Belitung Timur Provinsi Kepulauan Bangka Belitung Tahun 2010-2011. Skripsi.
Depok: Universitas Indonesia.

Mochtar, Rustam (2008) Sinopsis Obstetri. Jakarta: EGC

Muliarini, P. (2010) Pola Makan Dan Gaya Hidup Sehat Selama Kehamilan. Yogyakarta:
Nuha Medika.

Murti, Bhisma (2010) Desain dan Ukuran Sampel untuk Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif
di Bidang Kesehatan Edisi Ke-2. Yogyakarta: Universitas Gajah Mada Press.

Notoatmodjo, S. (2010) Metodologi Penelitian Kesehatan. Jakarta: Rineka Cipta.

Pandji, Maya Sintowati. 2018. Profil Kesehatan Kabupaten Bantul Tahun 2018.
Yogyakarta: Pemerintah Kabupaten Bantul.

Pantiawati, I. (2010) Bayi dengan BBLR. Yogyakarta: Nuha Medika.

Phipps, Elizabeth, and friends. 2016. Preeclampsia: Updates in Pathogenesis, Definitions,


and Guidelines. Diakses pada 2 Agustus 2020 melalui
https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC4891761/ .

Pinontoan, Veronica Magdalena dan Tombokan, Sandra G.J. (2015) Hubungan Umur Dan
Paritas Ibu Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah. Jurnal Ilmiah Bidan, Volume 3
Nomor 1, pp. 20-25.

Prawirohardjo, Sarwono (2011) Ilmu Kandungan. Jakarta: PT. Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Proverawati, Ismawati (2010) Berat Badan Lahir Rendah (BBLR). Yogyakarta: Nuha
Medika.
Puspitasari, Rani (2014) Hubungan Tingkat Pendidikan dan Pekerjaan Ibu dengan Kejadian
Bayi Berat Lahir Rendah di RSU PKU Muhammadiyah Bantul. Skripsi. Yogyakarta:
Stikes Aisyiyah.

Rantung, Feibi Almira, Rina Kundre, dan Jill Lolong (2015) Hubungan Usia Ibu Bersalin
Dengan Kejadian Bayi Berat Lahir Rendah Di Rumah Sakit Pancaran Kasih GMIM
Manado. Jurnal Keperawatan, Volume 3, Nomor 3.

Roudbari, I. (2007) Faktor Resiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah di Wilayah Kerja
Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang. Diakses pada 12 Oktober
2017, dari : http://eprints.undip.ac.id/32555/1/379_Ismi_Trihardiani_G2C309005.pdf

Rochjati, Poeji. (2003) Screening Antenatal Pada Ibu Hamil. Surabaya: Airlangga University
Press.

Quinn, Julie-Anne. 2016. Preterm Birth: Case Definition and Guidelines for Data
Collection, Analysis, and Presentation of Immunisatio Safety Data. Diakses pada 2
Agustus 2020 melalui https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC5139808/.

Saifuddin, Abdul Bari (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan
Neonatal. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Saifuddin, Abdul Bari (2006) Buku Acuan Nasional Pelayanan Kesehatan Maternitas dan
Neonatal. Jakarta: Penerbit Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

Trihardiani, Ismi (2011) Faktor Risiko Kejadian Berat Badan Lahir Rendah Di Wilayah
Kerja Puskesmas Singkawang Timur dan Utara Kota Singkawang. Skripsi. Semarang:
Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro.

Wiharjo, Siti Handayani (2010) Faktor-Faktor Yang Berhubungan Dengan Bayi BBLR Di
RSUD Cibinong Tahun 2009. Skripsi. Jakarta: Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia.

Wiknjosastro, Hanifa (2010) Ilmu Kandungan. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo.

Wong, L. Donna (2009) Buku Ajar Keperawatan Pediatrik. Vol. 1. Edisi 6. Jakarta: EGC.
LAMPIRAN

Anda mungkin juga menyukai