OLEH :
21360168
PRECEPTOR:
Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair
(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200
ml/24 jam. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang
dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat
disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare
infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Diare akut sampai saat ini
masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara
maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan
Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat
tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1
dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat
ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh
karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella
setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di
negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.Di Indonesia dari
2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi
seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari
1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp,
Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera
Anamnesis
a. Identitas
d. Riwayat Persalinan
Lahir di : RS Bakti tima Kepulauan Riau (Pervaginam)
Panjang Badan : 49 cm
Anak ke :1
e. Riwayat Imunisasi
Umur (Bulan)
Imunisasi
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hepatitis B 0 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1
DPT 1 2 3
Campak 1
Kesan : Riwayat Imunisasi Lengkap
f. Riwayat Makanan
0-6 Bulan : ASI
6-18 Bulan : ASI + MPASI (biscuit – nasi tim )
>18 Bulan : ASI + MPASI ( makanan kasar )
Kesan : Pemberian makanan sesuai usia
g. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : ± 6 bulan
Tengkurap : ± 6 bulan
Duduk : ± 9 bulan
Berjalan : ± 13 bulan
Bicara : ± 15 bulan
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia
b. Status Generalis
Pucat : Tidak Pucat
Sianosis : Tidak Sianosis
Ikterus : Tidak Ikterus
Oedem : Tidak Oedem
Turgor : Baik, segera kembali
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Kesan : Dalam batas normal
Kepala
Wajah : wajah simetris bilateral, normocephal, pucat (-), edem(-)
sianosis (-)
Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok,lesi (-)
Ubun-ubun besar : Tidak cekung, tidak menonjol
Mata : simetris bilateral, massa (-/-), Sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), cekung (-/-), sekret (-/-), mata cekung (-/-)
Telinga : Simetris bilateral, normatia, massa (-), sekret (-),
deformitas (-), lesi (-)
Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-), lesi (-),
hiperemis (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (-), bibir sumbing (-),
pembesaran tonsil (-)
Kesan : Dalam batas normal
Leher
Bentuk : Simetris
Trakea : Berada di tengah, deviasi (-)
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kesan : Pemeriksaan leher dalam batas normal
Thorax
Bentuk : Normochest, simetris, tidak cekung
Insfeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Kesan : pemeriksaan thorax dalam batas normal
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal
Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler kiri/kanan, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
Kesan : dalam batas normal
Abdomen
Inspeksi : Datar, hiperemis (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal
Genitalia Eksterna
Jenis Kelamin : Perempuan
Lubang Anus : Ada
Kesan : Genitalia dalam batas normal
Ekstremitas
Jari Tangan : Lengkap, tidak cacat, tidak sianosis, tidak oedem, akral hangat(+)
Jari Kaki : Lengkap, tidak cacat, tidak sianosis, tidak oedem, akral hangat(+)
Pergerakan : Aktif
Kesan : Ekstremitas dalam batas normal
2.2 Pemeriksaan Penunjang
Darah rutin 13 oktober2021
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Leukosit 5.62 103 / µL 5-10 Normal
Eritrosit 4.68 103 / µL 4,37-5,63 Normal
Hemoglobin 12,4 g/dL 14-18 Menurun
Hematokrit 37,1 % 41-54 Menurun
MCV 79,1 fL 80-92 Menurun
MCH 26,5 Pg 27-31 Menurun
MCHC 33,5 g/dL 32-36 Normal
Trombosit 333 103 / µL 150-450 Normal
RDW 10,3 % 12,4-14,4 Menurun
MPV 5,13 fL 7,3-9 Menurun
GDS 65,0 Mg/dL <140 Normal
Kesan : Hemoglobin,hematokrit, MVC, MCH, RDW, MPV menurun
2.4 Diagnosis Kerja
Diare akut
2.5 Tatalaksana
Lintas diare :
2.6 Prognosis
RESUME
Pasien perempuan berusia 4 tahun datang ke RSUD Ahmad Yani diantar oleh keluarga.
Pasien datang dengan keluhan lemas dan bab 2x sejak 2 hari lalu. Menurut ibu pasien 2 hari
sebelum masuk rsud ahmad yani pasien sempat di rawat di rs ajizah dengan keluhan demam
dan bab sebanyak 4x feses berwana coklat dengan konsistensi cair berampas tidak berlendir
dan berdarah. Tetapi pasien pulang karena tidak adanya dokter spesialis anak dan keluhan tak
kunjung membaik.
Riwayat persalinan pasien normal pervaginam di rs bakti tima kepulauan riau dengan
bantuan dokter, BBL 2700 gram, dan langsung menangis. Tidak ada gangguan napas dan
riwayat imunisasi lengkap. Tidak ada riwayat operasi dan alergi. Pada pemeriksaan fisik di
dapatkan keadaan umum sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis, suhu 36,9 C,
frekuensi napas, frekuensi nadi 106x/menit, dengan berat badan 15 kg, dan tinggi badan 96
cm.
Pada stastus generalisata didapatkan pucat (-), turgor segera Kembali. Kepala didapatkan
normocephal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-/-). Leher dalam batas normal , thorax
paru, jantung, dan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas di dapatkan akral
hangat, sianosis (-).
BAB III
Tinjauan Pustaka
3.1 Definisi
Diare atau mencret didefi nisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24
jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus.
3.2 Etiologi
diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi),
a) Faktor infeksi
Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-
(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik
seperti pseudomonas.
6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang
tenggorokan, dan
7) Keracunan makanan.
b) Faktor malabsorpsi
sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila
bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus.
Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena
c) Faktor makanan
beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang
d) Faktor psikologis
Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare
kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih
besar.
3.3 Epidemiologi
Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada
menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat
pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit Di negara maju diperkirakan
itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut
pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus
diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.Bila angka itu diterapkan
di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.
Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di
Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 %
pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,
epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan
3.4 Patofisiologi
diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri
dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang
disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas
sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda
dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau
mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan
abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda
dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti.
Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi
dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah
Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang
berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang
dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak
rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin
halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri
atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel
tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma
Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri
paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan
meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,
invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat
menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan
mukosa usus.
Adhesi
Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer
fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel.
Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen
(CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli
(ETEC)
membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi
Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada
Invasi
usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel
kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti
leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga
memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini
akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala
Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh
Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin
Parahemolyticus.
Enterotoksin
Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)
yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin
kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang
inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan
ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama
dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,
asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,
berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan
pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi
ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik
bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.
dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak
terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang
sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.
Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan
timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa
nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal
ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi
kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi
paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien
3.6 Diagnosis
Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri Diagnosis pasien diare akut
riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat
diketahui riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit dahulu, penyakit komorbid, dan
petunjuk epidemiologis. Pemeriksaan fi sik meliputi berat badan, suhu tubuh, denyut
nadi dan frekuensi napas, tekanan darah, dan pemeriksaan fisik lengkap.
3.7 Komplikasi
terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan
cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan
metabolik.
hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal
dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila
penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.
Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari
setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat
komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain
terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan
mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,
mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi
EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.
3.9 Tatalaksana
• Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan
• Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan
oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air
matang, dsb)
• Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan
sedikit demi sedikit. - Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak - Umur >
dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.
• Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat
• Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.
• Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
• Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama
2 minggu
• Muntah berulang
• Sangat haus
• Timbul demam
• Berak berdarah
BAB IV
ANALISIS KASUS
pasien dalam keadaan lemas dan bab 2x dan muntah. Hal ini disebabkan karena faktor
makanan. Karena makanan yang sudah terkontaminasi olah bakteri jauh lebih mudah
IVFD NaCl 0,9% 10 tpm makro tanpa adanya pembatasan pemberian minum.
L bio 2x1
Disarankan di beri makanan kaya akan kalsium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa
hijau.
Pasien dapat di pulangkan apabila keadaan umum sudah membaik, tidak lemas, muntah,
dan frekuensi bab sudah berkurang, dan nafsu makan pasien sudah Kembali.
DAFTAR PUSTAKA
Anzani, B. P., & Saftarina, F. (2019). Penatalaksanaan Diare pada Anak Usia 2 Tahun
dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Majority, 8(2), 24–31.
Amin, L. Z. (2015). Tatalaksana Diare Akut. Cdk-230, 42(7), 504–508.
Mafazah, L. (2013). Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu dan kejadian
diare. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2).
pratama, L. (2019). Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu, dan kejadian
diare. 8(2), 176–182. https://doi.org/10.31219/osf.io/ekfd4
Rukmini, R., & Syahrul, F. (2011). Analisis Sistem Surveilans Diare Puskesmas Tambakrejo
Kota Surabaya. None, 14(2), 21265.