Anda di halaman 1dari 27

LAPORAN KASUS

DIARE AKUT TANPA DEHIDRASI

OLEH :

Mohamad Imam Istawa

21360168

PRECEPTOR:

dr. Diah Astika Rini, Sp.A.

SMF ILMU KESEHATAN ANAK


RUMAH SAKIT JENDRAL AHMAD YANI
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MALAHAYATI
2021
BAB I
Pendahuluan

Diare adalah buang air besar (defekasi) dengan tinja berbentuk cair atau setengah cair

(setengah padat), kandungan air tinja lebih banyak dari biasanya lebih dari 200 g atau 200

ml/24 jam. Diare akut adalah diare yang onset gejalanya tiba-tiba dan berlangsung kurang

dari 14 hari, sedang diare kronik yaitu diare yang berlangsung lebih dari 14 hari. Diare dapat

disebabkan infeksi maupun non infeksi. Dari penyebab diare yang terbanyak adalah diare

infeksi. Diare infeksi dapat disebabkan Virus, Bakteri, dan Parasit. Diare akut sampai saat ini

masih merupakan masalah kesehatan, tidak saja di negara berkembang tetapi juga di negara

maju. Penyakit diare masih sering menimbulkan KLB (Kejadian Luar Biasa) dengan

penderita yang banyak dalam waktu yang singkat.

Di negara maju walaupun sudah terjadi perbaikan kesehatan dan ekonomi masyarakat

tetapi insiden diare infeksi tetap tinggi dan masih menjadi masalah kesehatan. Di Inggris 1

dari 5 orang menderita diare infeksi setiap tahunnya dan 1 dari 6 orang pasien yang berobat

ke praktek umum menderita diare infeksi. Tingginya kejadian diare di negara Barat ini oleh

karena foodborne infections dan waterborne infections yang disebabkan bakteri Salmonella

spp, Campylobacter jejuni, Stafilococcus aureus, Bacillus cereus, Clostridium perfringens

dan Enterohemorrhagic Escherichia coli (EHEC).

Di negara berkembang, diare infeksi menyebabkan kematian sekitar 3 juta penduduk

setiap tahun. Di Afrika anak anak terserang diare infeksi 7 kali setiap tahunnya di banding di

negara berkembang lainnya mengalami serangan diare 3 kali setiap tahun.Di Indonesia dari

2.812 pasien diare yang disebabkan bakteri yang datang kerumah sakit dari beberapa provinsi

seperti Jakarta, Padang, Medan, Denpasar, Pontianak, Makasar dan Batam yang dianalisa dari

1995 s/d 2001 penyebab terbanyak adalah Vibrio cholerae 01, diikuti dengan Shigella spp,
Salmonella spp, V. Parahaemoliticus, Salmonella typhi, Campylobacter Jejuni, V. Cholera

non-01, dan Salmonella paratyphi A.


BAB II
STATUS PASIEN

Tanggal masuk RSUD Ahmad Yani : 13 Oktober 2021


Pukul : 12.43
No RM : 414502

Anamnesis

a. Identitas

Nama Pasien : An. Rumaysha Gio Amaturahman


Jenis Kelamin : Perempuan
Tanggal Lahir : 18 November 2017
Umur : 3 Tahun 10 Bulan 15 Hari
Anak ke :1
Hubungan dengan orang tua : Anak kandung
Agama : Islam
Suku : melayu
Alamat : Telaga timah desa sungai lakam barat
kecamatan karimun rt 02 rw 02 kabupaten
karimun provinsi kepulauan riau
Nama Ayah : Tn. Bayu Gio Alif
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : swasta
Pendidikan : S1
Nama Ibu : Ny. Rinelda
Umur : 32 Tahun
Pekerjaan : IRT
Pendidikan : S1
b. Riwayat Penyakit
Keluhan Utama : lemas dan bab mencret 2x
Keluhan Tambahan : demam disertai munatah

Riwayat Penyakit Sekarang :


Berdasarkan alloanamnesis didapatkan bahwa :
 Tiga hari sebelum masuk rsud ahmad yani : pasien mengalami muntah sebanyak
12 kali dimulai pada pagi hari karena sebelumnya pasien makan cococrunch di
tambah susu ultra . Tanpa di obati terlebih dahulu muntahnya pasien langsung di
bawa kedua orang tuanya kerumah sakit ajizah metro..
 Dua hari sebelum masuk rsud ahmad yani : pasien mulai mengalami demam dan
bab mencret sebanyak 4 kali dengan konsistensi encer berwarna coklat, disertai
ampas,tapi tidak disertai lendir, dan darah. Pasien diberikan obat penurun panas
dan antasida dan keesokan malamnya pasien mengalami sakit perut hebat, tidak
bisa kentut dan konstipasi, kemudian pasien diberikan obat Pereda nyeri dan
sejam kemudian pasien bisa Kembali kentut dan bab tapi dengan ampas dan tak
disertai lendir dan darah. Pada malam hari itu juga pasien pulang dikarenakan
tidak adanya dokter spesialis anak yang menangani pasien tersebut.
 Keseokan harinya pasien di bawa ke rsud ahmad yani di antar kedua orangtuanya
dengan keluhan lemas dan bab 2x. di IGD pasien diberikan IVFD D5 ½ NS 10
tpm, ondansetron inj 2 x 2mg, dan ranitidin 2x ½ amp.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Riwayat diare sebelumnya tetapi tidak separah yang sekarang

Riwayat Penyakit Keluarga :


disangkal
c. Riwayat Kehamilan Ibu dan Prenatal
Pemeriksaan di : dokter
Frekuensi : Trimester I: 3x
Trimester II: 3x
Trimester III: 3x
Keluhan selama kehamilan : tidak ada.
Obat yang dikonsumsi selama kehamilan : vitamin
Kesan: Ibu kontrol kehamilan teratur.

d. Riwayat Persalinan
Lahir di : RS Bakti tima Kepulauan Riau (Pervaginam)

Cukup bulan atau tidak : cukup bulan (Usia Kehamilan 35 Minggu)

Berat Badan : 2700 gram

Panjang Badan : 49 cm

Cacat : Tidak Ada

Anak ke :1

e. Riwayat Imunisasi

Umur (Bulan)
Imunisasi
Lahir 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Hepatitis B 0 1 2 3
Polio 0 1 2 3 4
BCG 1
DPT 1 2 3
Campak 1
Kesan : Riwayat Imunisasi Lengkap

f. Riwayat Makanan
0-6 Bulan : ASI
6-18 Bulan : ASI + MPASI (biscuit – nasi tim )
>18 Bulan : ASI + MPASI ( makanan kasar )
Kesan : Pemberian makanan sesuai usia

g. Riwayat Perkembangan
Pertumbuhan gigi I : ± 6 bulan
Tengkurap : ± 6 bulan
Duduk : ± 9 bulan
Berjalan : ± 13 bulan
Bicara : ± 15 bulan
Kesan : Perkembangan anak sesuai usia

2.1 Pemeriksaan Fisik


a. Status Present
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
Suhu : 36,90C
Frekuensi Nafas : 23x/ menit
Frekuensi Nadi : 106x/ menit
Saturasi Oksigen : 98%
Berat Badan : 15 Kg
Tinggi Badan : 96 cm
Status Gizi :
BB/U : = -2 s/d +2( BB cukup )
TB/U : = -2 s/d +2 (TB normal )
BB/TB : = -2 s/d +2 ( Gizi baik )
Kesan : Status gizi baik

b. Status Generalis
Pucat : Tidak Pucat
Sianosis : Tidak Sianosis
Ikterus : Tidak Ikterus
Oedem : Tidak Oedem
Turgor : Baik, segera kembali
Pembesaran KGB : Tidak ada pembesaran KGB
Kesan : Dalam batas normal
Kepala
Wajah : wajah simetris bilateral, normocephal, pucat (-), edem(-)
sianosis (-)
Rambut : Warna hitam, tidak mudah rontok,lesi (-)
Ubun-ubun besar : Tidak cekung, tidak menonjol
Mata : simetris bilateral, massa (-/-), Sklera ikterik (-/-), konjungtiva
anemis (-/-), cekung (-/-), sekret (-/-), mata cekung (-/-)
Telinga : Simetris bilateral, normatia, massa (-), sekret (-),
deformitas (-), lesi (-)
Hidung : Simetris, nafas cuping hidung (-), sekret (-), lesi (-),
hiperemis (-), nyeri tekan (-)
Mulut : Sianosis (-), pucat (-), bibir kering (-), bibir sumbing (-),
pembesaran tonsil (-)
Kesan : Dalam batas normal

Leher
Bentuk : Simetris
Trakea : Berada di tengah, deviasi (-)
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kesan : Pemeriksaan leher dalam batas normal

Thorax
Bentuk : Normochest, simetris, tidak cekung
Insfeksi : simetris
Palpasi : nyeri tekan (-)
Perkusi : sonor
Auskultasi : vesikuler
Kesan : pemeriksaan thorax dalam batas normal

Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis teraba
Perkusi : Batas jantung normal
Auskultasi : Bunyi jantung I-II regular, murmur (-), gallop (-)
Kesan : Pemeriksaan jantung dalam batas normal

Paru
Inspeksi : Simetris, retraksi (-)
Palpasi : Vokal fremitus kanan = kiri, massa (-)
Perkusi : Sonor (+/+)
Auskultasi : Vesikuler kiri/kanan, ronkhi (-/-) , wheezing (-/-)
Kesan : dalam batas normal

Abdomen
Inspeksi : Datar, hiperemis (-)
Auskultasi : Bising usus (+) Normal
Palpasi : Massa (-), nyeri tekan (-), organomegali (-)
Perkusi : Timpani
Kesan : Pemeriksaan abdomen dalam batas normal

Genitalia Eksterna
Jenis Kelamin : Perempuan
Lubang Anus : Ada
Kesan : Genitalia dalam batas normal

Ekstremitas
Jari Tangan : Lengkap, tidak cacat, tidak sianosis, tidak oedem, akral hangat(+)
Jari Kaki : Lengkap, tidak cacat, tidak sianosis, tidak oedem, akral hangat(+)
Pergerakan : Aktif
Kesan : Ekstremitas dalam batas normal
2.2 Pemeriksaan Penunjang
 Darah rutin 13 oktober2021
Jenis Hasil Satuan Nilai Rujukan Keterangan
Leukosit 5.62 103 / µL 5-10 Normal
Eritrosit 4.68 103 / µL 4,37-5,63 Normal
Hemoglobin 12,4 g/dL 14-18 Menurun
Hematokrit 37,1 % 41-54 Menurun
MCV 79,1 fL 80-92 Menurun
MCH 26,5 Pg 27-31 Menurun
MCHC 33,5 g/dL 32-36 Normal
Trombosit 333 103 / µL 150-450 Normal
RDW 10,3 % 12,4-14,4 Menurun
MPV 5,13 fL 7,3-9 Menurun
GDS 65,0 Mg/dL <140 Normal
Kesan : Hemoglobin,hematokrit, MVC, MCH, RDW, MPV menurun
2.4 Diagnosis Kerja

Diare akut

2.5 Follow up pasien

S ( Keluhan ) O ( Status ) A ( Assesment ) P ( Penatalaksanaan )

13/10/2021 KU : sakit sedang Diare akut tanpa IVFD D5 ½ NS 10 tpM


dehidrasi
bab (+) 2x, lemas, KS : CM ceftriaxone 2x750 mg
muntah (-) HR : 106 x/menit gentamicin 2x35 mg
SpO2 : 98% santagesic 3x150 mg
RR : 25x/menit zinc 1x2 cth (oral)
T : 36,9C L.bio 2x1 (oral)
BB : 15 kg
TB : 96 cm
LLA :14 cm
14/10/2021 KU : sakit sedang Diare akut tanpa IVFD D5 ½ NS 10 tpM
dehidrasi
Demam (+), bab KS : CM ceftriaxone 2x750 mg
(+)2x, lemas HR : 87 x/menit gentamicin 2x35 mg
SpO2 : 97% santagesic 3x150 mg
RR : 28 x/menit Ondansetron 2x1/2 mg
T : 36,2C Ranitidine 2x1/2 mg
BB : 15 kg
TB : 96 cm
LLA : 14 cm
15/10/2021 KU : sakit sedang Diare akut tanpa IVFD D5 ½ NS 10 tpM
dehidrasi
Mual muntah, bab (+) KS : CM ceftriaxone 2x750 mg
warna coklat1x, malam HR : 99 x/menit gentamicin 2x35 mg
1x, SpO2 : 99% santagesic 3x150 mg
RR : 24 x/menit Ondansetron 2x1/2 mg
T : 35,6 C Ranitidine 2x1/2 mg
BB : 15 kg
TB : 96 cm
LLA : 14 cm

16/10/2021 KU : Baik Diare akut tanpa IVFD D5 ½ NS 10 tpM


dehidrasi
KS : CM ceftriaxone 2x150 mg
HR : 99x/menit gentamicin 2x35 mg
SpO2 : 98% santagesic 3x150 mg
RR : 20x/menit Ondansetron 2x1/2 mg
T : 36,5 C Ranitidine 2x1/2 mg
BB : 15 kg
TB : 96 cm
LLA : 14 cm

2.5 Tatalaksana

Lintas diare :

1. Oralit 200-200 ml/bab mencret


Cara pemberian oralit :
Satu bungkus oralit di masukan ke dalam 1 gelas air matang (200 cc)
2. Zinc 20 mg / hari diteruskan hingga 10 hari berturut turut walaupun bab mencret
sudah berent. Dapat diberikan dengan cara dikunyah atau di larutkan dalam 1
sendok air matang atau asi.
3. Teruskan asi atau makan
Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan
Beri makanan kaya kalium seperti sari buah segat, pisang, air kelapa hijau
Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)
4. Antibiotik hanya di berikan sesuai indikasi (dalam kasus ini tidak diberikan anti
biotik dikarenakan tidak ada indikasi bab cair keruh atau bab cair berdarah)
5. Berikan nasihat pada ibu (edukasi )
Untuk membawa anak kembali ke petugas Kesehatan bila :
a. Berak cair lebih sering
b. Muntah berulang
c. Sangat haus
d. Timbul demam
e. Berak berdarah
f. Tidak membaik dalam 3 hari

2.6 Prognosis

Quo ad Vitam : dubia ad bonam


Quo ad Functionam : dubia ad bonam
Quo ad Sanactionam : dubia ad bonam

RESUME

Pasien perempuan berusia 4 tahun datang ke RSUD Ahmad Yani diantar oleh keluarga.
Pasien datang dengan keluhan lemas dan bab 2x sejak 2 hari lalu. Menurut ibu pasien 2 hari
sebelum masuk rsud ahmad yani pasien sempat di rawat di rs ajizah dengan keluhan demam
dan bab sebanyak 4x feses berwana coklat dengan konsistensi cair berampas tidak berlendir
dan berdarah. Tetapi pasien pulang karena tidak adanya dokter spesialis anak dan keluhan tak
kunjung membaik.
Riwayat persalinan pasien normal pervaginam di rs bakti tima kepulauan riau dengan
bantuan dokter, BBL 2700 gram, dan langsung menangis. Tidak ada gangguan napas dan
riwayat imunisasi lengkap. Tidak ada riwayat operasi dan alergi. Pada pemeriksaan fisik di
dapatkan keadaan umum sakit sedang, dengan kesadaran compos mentis, suhu 36,9 C,
frekuensi napas, frekuensi nadi 106x/menit, dengan berat badan 15 kg, dan tinggi badan 96
cm.
Pada stastus generalisata didapatkan pucat (-), turgor segera Kembali. Kepala didapatkan
normocephal, sklera ikterik (-), konjungtiva anemis (-/-). Leher dalam batas normal , thorax
paru, jantung, dan abdomen dalam batas normal. Pemeriksaan ekstremitas di dapatkan akral
hangat, sianosis (-).

BAB III
Tinjauan Pustaka

3.1 Definisi
Diare atau mencret didefi nisikan sebagai buang air besar dengan feses tidak
berbentuk (unformed stools) atau cair dengan frekuensi lebih dari 3 kali dalam 24
jam. Bila diare berlangsung kurang dari 2 minggu, disebut sebagai diare akut. Apabila
diare berlangsung 2 minggu atau lebih, digolongkan pada diare kronik. Feses dapat
dengan atau tanpa lendir, darah, atau pus.
3.2 Etiologi
diare disebabkan oleh faktor infeksi, malabsorpsi (gangguan penyerapan zat gizi),

makanan dan faktor psikologis.

a) Faktor infeksi

Infeksi pada saluran pencernaan merupakan penyebab utama diare pada anak. Jenis-

jenis infeksi yang umumnya menyerang antara lain:

1) Infeksi oleh bakteri : Escherichia coli, Salmonella thyposa, Vibrio cholerae

(kolera), dan serangan bakteri lain yang jumlahnya berlebihan dan patogenik

seperti pseudomonas.

2) nfeksi basil (disentri),

3) Infeksi virus rotavirus,

4) Infeksi parasit oleh cacing (Ascaris lumbricoides),

5) Infeksi jamur (Candida albicans)

6) Infeksi akibat organ lain, seperti radang tonsil, bronchitis, dan radang

tenggorokan, dan

7) Keracunan makanan.

b) Faktor malabsorpsi

Faktor malabsorpsi dibagi menjadi dua yaitu malabsorpsi karbohidrat dan

lemak. Malabsorpsi karbohidrat, pada bayi kepekaan terhadap lactoglobulis dalam


susu formula dapat menyebabkan diare. Gejalanya berupa diare berat, tinja berbau

sangat asam, dan sakit di daerah perut. Sedangkan malabsorpsi lemak, terjadi bila

dalam makanan terdapat lemak yang disebut triglyserida. Triglyserida, dengan

bantuan kelenjar lipase, mengubah lemak menjadi micelles yang siap diabsorpsi usus.

Jika tidak ada lipase dan terjadi kerusakan mukosa usus, diare dapat muncul karena

lemak tidak terserap dengan baik.

c) Faktor makanan

Makanan yang mengakibatkan diare adalah makanan yang tercemar, basi,

beracun, terlalu banyak lemak, mentah (sayuran) dan kurang matang. Makanan yang

terkontaminasi jauh lebih mudah mengakibatkan diare pada anak-anak balita.

d) Faktor psikologis

Rasa takut, cemas, dan tegang, jika terjadi pada anak dapat menyebabkan diare

kronis. Tetapi jarang terjadi pada anak balita, umumnya terjadi pada anak yang lebih

besar.

3.3 Epidemiologi

Diare akut merupakan masalah umum ditemukan diseluruh dunia. Di Amerika

Serikat keluhan diare menempati peringkat ketiga dari daftar keluhan pasien pada

ruang praktek dokter, sementara di beberapa rumah sakit di Indonesia data

menunjukkan diare akut karena infeksi terdapat peringkat pertama s/d ke empat

pasien dewasa yang datang berobat ke rumah sakit Di negara maju diperkirakan

insiden sekitar 0,5-2 episode/orang/tahun sedangkan di negara berkembang lebih dari

itu. Di USA dengan penduduk sekitar 200 juta diperkirakan 99 juta episode diare akut

pada dewasa terjadi setiap tahunnya.WHO memperkirakan ada sekitar 4 miliar kasus

diare akut setiap tahun dengan mortalitas 3-4 juta pertahun.Bila angka itu diterapkan

di Indonesia, setiap tahun sekitar 100 juta episode diare pada orang dewasa per tahun.
Dari laporan surveilan terpadu tahun 1989 jumlah kasus diare didapatkan 13,3 % di

Puskesmas, di rumah sakit didapat 0,45% pada penderita rawat inap dan 0,05 %

pasien rawat jalan. Penyebab utama disentri di Indonesia adalah Shigella, Salmonela,

Campylobacter jejuni, Escherichia coli, dan Entamoeba histolytica. Disentri berat

umumnya disebabkan oleh Shigella dysentery, kadang-kadang dapat juga disebabkan

oleh Shigella flexneri, Salmonella dan Enteroinvasive E.coli ( EIEC).Beberapa faktor

epidemiologis penting dipandang untuk mendekati pasien diare akut yang disebabkan

oleh infeksi. Makanan atau minuman terkontaminasi, berpergian, penggunaan

antibiotik, HIV positif atau AIDS, merupakan petunjuk penting dalam

mengidentifikasi pasien beresiko tinggi untuk diare infeksi

3.4 Patofisiologi

Diare akut infeksi diklasifikasikan secara klinis dan patofisiologis menjadi

diare non inflamasi dan Diare inflamasi. Diare Inflamasi disebabkan invasi bakteri

dan sitotoksin di kolon dengan manifestasi sindroma disentri dengan diare yang

disertai lendir dan darah. Gejala klinis yang menyertai keluhan abdomen seperti mulas

sampai nyeri seperti kolik, mual, muntah, demam, tenesmus, serta gejala dan tanda

dehidrasi. Pada pemeriksaan tinja rutin secara makroskopis ditemukan lendir dan/atau

darah, serta mikroskopis didapati sel leukosit polimorfonuklear.

Pada diare non inflamasi, diare disebabkan oleh enterotoksin yang

mengakibatkan diare cair dengan volume yang besar tanpa lendir dan darah. Keluhan

abdomen biasanya minimal atau tidak ada sama sekali, namun gejala dan tanda

dehidrasi cepat timbul, terutama pada kasus yang tidak mendapat cairan pengganti.

Pada pemeriksaan tinja secara rutin tidak ditemukan leukosit.

Mekanisme terjadinya diare yang akut maupun yang kronik dapat dibagi

menjadi kelompok osmotik, sekretorik, eksudatif dan gangguan motilitas. Diare


osmotik terjadi bila ada bahan yang tidak dapat diserap meningkatkan osmolaritas

dalam lumen yang menarik air dari plasma sehingga terjadi diare. Contohnya adalah

malabsorbsi karbohidrat akibat defisiensi laktase atau akibat garam magnesium.

Diare sekretorik bila terjadi gangguan transport elektrolit baik absorbsi yang

berkurang ataupun sekresi yang meningkat. Hal ini dapat terjadi akibat toksin yang

dikeluarkan bakteri misalnya toksin kolera atau pengaruh garam empedu, asam lemak

rantai pendek, atau laksantif non osmotik. Beberapa hormon intestinal seperti gastrin

vasoactive intestinal polypeptide (VIP) juga dapat menyebabkan diare sekretorik.

Diare eksudatif, inflamasi akan mengakibatkan kerusakan mukosa baik usus

halus maupun usus besar. Inflamasi dan eksudasi dapat terjadi akibat infeksi bakteri

atau bersifat non infeksi seperti gluten sensitive enteropathy, inflamatory bowel

disease (IBD) atau akibat radiasi.

Kelompok lain adalah akibat gangguan motilitas yang mengakibatkan waktu

tansit usus menjadi lebih cepat. Hal ini terjadi pada keadaan tirotoksikosis, sindroma

usus iritabel atau diabetes melitus.

Diare dapat terjadi akibat lebih dari satu mekanisme. Pada infeksi bakteri

paling tidak ada dua mekanisme yang bekerja peningkatan sekresi usus dan

penurunan absorbsi di usus. Infeksi bakteri menyebabkan inflamasi dan mengeluarkan

toksin yang menyebabkan terjadinya diare. Infeksi bakteri yang invasif

mengakibatkan perdarahan atau adanya leukosit dalam feses.

Pada dasarnya mekanisme terjadinya diare akibat kuman enteropatogen

meliputi penempelan bakteri pada sel epitel dengan atau tanpa kerusakan mukosa,

invasi mukosa, dan produksi enterotoksin atau sitotoksin. Satu bakteri dapat

menggunakan satu atau lebih mekanisme tersebut untuk dapat mengatasi pertahanan

mukosa usus.
Adhesi

Mekanisme adhesi yang pertama terjadi dengan ikatan antara struktur polimer

fimbria atau pili dengan reseptor atau ligan spesifik pada permukaan sel epitel.

Fimbria terdiri atas lebih dari 7 jenis, disebut juga sebagai colonization factor antigen

(CFA) yang lebih sering ditemukan pada enteropatogen seperti Enterotoxic E. Coli

(ETEC)

Mekanisme adhesi yang kedua terlihat pada infeksi Enteropatogenic E.coli

(EPEC), yang melibatkan gen EPEC adherence factor (EAF), menyebabkan

perubahan konsentrasi kalsium intraselluler dan arsitektur sitoskleton di bawah

membran mikrovilus. Invasi intraselluler yang ekstensif tidak terlihat pada infeksi

EPEC ini dan diare terjadi akibat shiga like toksin.

Mekanisme adhesi yang ketiga adalah dengan pola agregasi yang terlihat pada

jenis kuman enteropatogenik yang berbeda dari ETEC atau EHEC.

Invasi

Kuman Shigella melakukan invasi melalui membran basolateral sel epitel

usus. Di dalam sel terjadi multiplikasi di dalam fagosom dan menyebar ke sel epitel

sekitarnya. Invasi dan multiplikasi intraselluler menimbulkan reaksi inflamasi serta

kematian sel epitel. Reaksi inflamasi terjadi akibat dilepaskannya mediator seperti

leukotrien, interleukin, kinin, dan zat vasoaktif lain. Kuman Shigella juga

memproduksi toksin shiga yang menimbulkan kerusakan sel. Proses patologis ini

akan menimbulkan gejala sistemik seperti demam, nyeri perut, rasa lemah, dan gejala

disentri. Bakteri lain bersifat invasif misalnya Salmonella.

Sitotoksin
Prototipe kelompok toksin ini adalah toksin shiga yang dihasilkan oleh

Shigella dysentrie yang bersifat sitotoksik. Kuman lain yang menghasilkan sitotoksin

adalah Enterohemorrhagic E. Coli (EHEC) serogroup 0157 yang dapat menyebabkan

kolitis hemoragik dan sindroma uremik hemolitik, kuman EPEC serta V.

Parahemolyticus.

Enterotoksin

Prototipe klasik enterotoksin adalah toksin kolera atau Cholera toxin (CT)

yang secara biologis sangat aktif meningkatkan sekresi epitel usus halus. Toksin

kolera terdiri dari satu subunit A dan 5 subunit B. Subunit A1 akan merangsang

aktivitas adenil siklase, meningkatkan konsentrasi cAMP intraseluler sehingga terjadi

inhibisi absorbsi Na dan klorida pada sel vilus serta peningkatan sekresi klorida dan

HCO3 pada sel kripta mukosa usus.

ETEC menghasilkan heat labile toxin (LT) yang mekanisme kerjanya sama

dengan CT serta heat Stabile toxin (ST).ST akan meningkatkan kadar cGMP selular,

mengaktifkan protein kinase, fosforilasi protein membran mikrovili, membuka kanal

dan mengaktifkan sekresi klorida.

3.5 Manifestasi Klinis

Diare akut karena infeksi dapat disertai keadaan muntah-muntah dan/atau

demam, tenesmus, hematochezia, nyeri perut atau kejang perut.

Diare yang berlangsung beberapa waktu tanpa penanggulangan medis yang

adekuat dapat menyebabkan kematian karena kekurangan cairan di badan yang

mengakibatkan renjatan hipovolemik atau karena gangguan biokimiawi berupa

asidosis metabolik yang lanjut. Karena kehilangan cairan seseorang merasa haus,

berat badan berkurang, mata menjadi cekung, lidah kering, tulang pipi menonjol,
turgor kulit menurun serta suara menjadi serak. Keluhan dan gejala ini disebabkan

deplesi air yang isotonik.

Karena kehilangan bikarbonas, perbandingan bikarbonas berkurang, yang

mengakibatkan penurunan pH darah. Penurunan ini akan merangsang pusat

pernapasan sehingga frekwensi nafas lebih cepat dan lebih dalam (kussmaul). Reaksi

ini adalah usaha tubuh untuk mengeluarkan asam karbonas agar pH dapat naik

kembali normal. Pada keadaan asidosis metabolik yang tidak dikompensasi,

bikarbonat standard juga rendah, pCO2 normal dan base excess sangat negatif.

Gangguan kardiovaskular pada hipovolemik yang berat dapat berupa renjatan

dengan tanda-tanda denyut nadi yang cepat, tekanan darah menurun sampai tidak

terukur. Pasien mulai gelisah, muka pucat, ujung-ujung ekstremitas dingin dan kadang

sianosis. Karena kehilangan kalium pada diare akut juga dapat timbul aritmia jantung.

Penurunan tekanan darah akan menyebabkan perfusi ginjal menurun dan akan

timbul anuria. Bila keadaan ini tidak segera diatasi akan timbul penyulit berupa

nekrosis tubulus ginjal akut, yang berarti pada saat tersebut kita menghadapi gagal

ginjal akut. Bila keadaan asidosis metabolik menjadi lebih berat, akan terjadi

kepincangan pembagian darah dengan pemusatan yang lebih banyak dalam sirkulasi

paru-paru. Observasi ini penting karena dapat menyebabkan edema paru pada pasien

yang menerima rehidrasi cairan intravena tanpa alkali.

3.6 Diagnosis

Pendekatan Umum Diare Akut Infeksi Bakteri Diagnosis pasien diare akut

infeksi bakteri memerlukan pemeriksaan sistematik dan cermat. Perlu ditanyakan

riwayat penyakit, latar belakang dan lingkungan pasien, riwayat pemakaian obat

terutama antibiotik, riwayat perjalanan, pemeriksaan fi sik, dan pemeriksaan

penunjang.2-4 Riwayat pasien meliputi onset, durasi, frekuensi, progresivitas, volume


diare, adanya buang air besar (BAB) disertai darah, dan muntah. Selain itu, perlu

diketahui riwayat penggunaan obat, riwayat penyakit dahulu, penyakit komorbid, dan

petunjuk epidemiologis. Pemeriksaan fi sik meliputi berat badan, suhu tubuh, denyut

nadi dan frekuensi napas, tekanan darah, dan pemeriksaan fisik lengkap.

3.7 Komplikasi

Kehilangan cairan dan kelainan elektrolit merupakan komplikasi utama,

terutama pada lanjut usia dan anak-anak. Pada diare akut karena kolera, kehilangan

cairan terjadi secara mendadak sehingga cepat terjadi syok hipovolemik. Kehilangan

elektrolit melalui feses dapat mengarah terjadinya hipokalemia dan asidosis

metabolik.

Pada kasus-kasus yang terlambat mendapat pertolongan medis, syok

hipovolemik sudah tidak dapat diatasi lagi, dapat timbul nekrosis tubular akut ginjal

dan selanjutnya terjadi gagal multi organ. Komplikasi ini dapat juga terjadi bila

penanganan pemberian cairan tidak adekuat, sehingga rehidrasi optimal tidak tercapai.

Haemolityc Uremic Syndrome (HUS) adalah komplikasi terutama oleh EHEC.

Pasien HUS menderita gagal ginjal, anemia hemolisis, dan trombositopeni 12-14 hari

setelah diare. Risiko HUS meningkat setelah infeksi EHEC dengan penggunaan obat

anti-diare, tetapi hubungannya dengan penggunaan antibiotik masih kontroversial.

Sindrom Guillain – Barre, suatu polineuropati demielinisasi akut, merupakan

komplikasi potensial lain, khususnya setelah infeksi C. jejuni; 20-40% pasien Guillain

– Barre menderita infeksi C. jejuni beberapa minggu sebelumnya. Pasien menderita

kelemahan motorik dan mungkin memerlukan ventilasi mekanis. Mekanisme

penyebab sindrom Guillain – Barre belum diketahui. Artritis pasca-infeksi dapat

terjadi beberapa minggu setelah penyakit diare karena Campylobacter, Shigella,

Salmonella, atau Yersinia spp.


3.8 Prognosis

Dengan penggantian cairan yang adekuat, perawatan yang mendukung, dan

terapi antimikrobial jika diindikasikan, prognosis diare infeksius sangat baik dengan

morbiditas dan mortalitas minimal. Seperti kebanyakan penyakit, morbiditas dan

mortalitas terutama pada anak-anak dan pada lanjut usia. Di Amerika Serikat,

mortalitas berhubungan dengan diare infeksius < 1,0%. Pengecualiannya pada infeksi

EHEC dengan mortalitas 1,2% yang berhubungan dengan sindrom uremik hemolitik.

3.9 Tatalaksana

Tatalaksana diare tanpa dehidrasi

1. Beri cairan lebih banyak dari biasanya

• Teruskan ASI lebih sering dan lebih lama

• Anak yang mendapat ASI eksklusif, beri oralit atau air matang sebagai tambahan

• Anak yang tidak mendapat ASI eksklusif, beri susu yang biasa diminum dan

oralit atau cairan rumah tangga sebagai tambahan (kuah sayur, air tajin, air

matang, dsb)

• Beri Oralit sampai diare berhenti. Bila muntah, tunggu 10 menit dan dilanjutkan

sedikit demi sedikit. - Umur < 1 tahun diberi 50-100 ml setiap kali berak - Umur >

1 tahun diberi 100-200 ml setiap kali berak.

• Anak harus diberi 6 bungkus oralit (200 ml) di rumah bila:

- Telah diobati dengan Rencana Terapi B atau C.

- Tidak dapat kembali kepada petugas kesehatan jika diare memburuk.

• Ajari ibu cara mencampur dan memberikan oralit

2. Beri obat zinc


Beri Zinc 10 hari berturut-turut walaupun diare sudah berhenti. Dapat diberikan

dengan cara dikunyah atau dilarutkan dalam 1 sendok air matang atau ASI.

- Umur < 6 bulan diberi 10 mg (1/2 tablet) per hari

- Umur > 6 bulan diberi 20 mg (1 tablet) per hari.

3. Beri anak makanan untuk memcegah kekurangan gizi

• Beri makan sesuai umur anak dengan menu yang sama pada waktu anak sehat

• Tambahkan 1-2 sendok teh minyak sayur setiap porsi makan

• Beri makanan kaya Kalium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa hijau.

• Beri makan lebih sering dari biasanya dengan porsi lebih kecil (setiap 3-4 jam)

• Setelah diare berhenti, beri makanan yang sama dan makanan tambahan selama

2 minggu

4. Antibiotik hanya diberikan sesuai indikasi.misal : disentri, kolera dll

5. Nasihati ibu / pengasuh

Untuk membawa anak kembali ke petugas kesehatan bila :

• Berak cair lebih sering

• Muntah berulang

• Sangat haus

• Makan dan minum sangat sedikit

• Timbul demam

• Berak berdarah

• Tidak membaik dalam 3 hari

BAB IV
ANALISIS KASUS

1. Apakah diagnosa pada kasus ini sudah tepat ?

Ya, sudah tepat

Berdasarkan alloanamnesis dan pemeriksaan saat pasien datang ke IGD RSAY

pasien dalam keadaan lemas dan bab 2x dan muntah. Hal ini disebabkan karena faktor

makanan. Karena makanan yang sudah terkontaminasi olah bakteri jauh lebih mudah

mengakibatkan diare pada anak anak.

2. Apakah terapi pada pasien ini sudah tepat ?

Tatalaksana pada pasien ini :

IVFD NaCl 0,9% 10 tpm makro tanpa adanya pembatasan pemberian minum.

Gentamicin 2x35 mg untuk mencegah pertumbuhan bakteri

Pemerian Santagesic 3x150 mg

Ondansetron 2x1/2 amp

Ranitidine 2x1/2 amp

Zinc 1x2 cth

L bio 2x1

Disarankan di beri makanan kaya akan kalsium seperti sari buah segar, pisang, air kelapa

hijau.

3. Apakah kriteria pemulangan pada pasien ini sudah tepat ?

Ya, sudah tepat

Pasien dapat di pulangkan apabila keadaan umum sudah membaik, tidak lemas, muntah,

dan frekuensi bab sudah berkurang, dan nafsu makan pasien sudah Kembali.
DAFTAR PUSTAKA

Anzani, B. P., & Saftarina, F. (2019). Penatalaksanaan Diare pada Anak Usia 2 Tahun
dengan Pendekatan Kedokteran Keluarga. Majority, 8(2), 24–31.
Amin, L. Z. (2015). Tatalaksana Diare Akut. Cdk-230, 42(7), 504–508.
Mafazah, L. (2013). Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu dan kejadian
diare. KEMAS: Jurnal Kesehatan Masyarakat, 8(2).

pratama, L. (2019). Ketersediaan sarana sanitasi dasar, personal hygiene ibu, dan kejadian
diare. 8(2), 176–182. https://doi.org/10.31219/osf.io/ekfd4
Rukmini, R., & Syahrul, F. (2011). Analisis Sistem Surveilans Diare Puskesmas Tambakrejo
Kota Surabaya. None, 14(2), 21265.

SELAN, Y. (2006). Studi Epidemiologi Deskriptif Penderita Diare Puskesmas Sokaraja I


Kabupaten Banyumas tahun 2001-2005 (Doctoral dissertation, Diponegoro University).

Wulandari, A. P. (2009). Hubungan Antara Faktor Lingkungan dan Faktor Sosiodemografi


Dengan Kejadian Diare Pada Balita di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo Kabupaten
Sragen Tahun 2009. Hubungan Antara Faktor Lingkungan Dan Faktor Sosiodemografi
Dengan Kejadian Diare Pada Balita Di Desa Blimbing Kecamatan Sambirejo
Kabupaten Sragen Tahun 2009, 97.
XZein, U. (2004). Diare Akut Disebabkan Bakteri. Universitas Stuttgart, January 2004, 1–15.

Anda mungkin juga menyukai