Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN KASUS

Kejang Demam Kompleks

Disusun Oleh :
dr. Dezalia Sayunda Pamano

Pendamping :
dr. Luluk

Kepala Instalasi Gawat Darurat:


dr. Achmad Yudho Susilo

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS PROGRAM INTERNSHIP


DOKTER INDONESIA
RUMAH SAKIT UMUM DAERAH CIBINONG
CIBINONG
2021
HALAMAN PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:


Nama : dr. Dezalia Sayunda Pamano
Judul presentas : Kejang Demam Kompleks
Wahana : RSUD Cibinong
Telah menyelesaikan tugas Program Internship Dokter Indonesia pada wahana
RSUD Cibinong.

Cibinong, Agustus 2021

Pendamping Kepala Instalasi Gawat Darurat

dr.Luluk dr. Achmad Yudho Susilo

2
BAB I
STATUS PASIEN

A. IDENTITAS PASIEN
Nama : An. K
Jenis Kelamin : Perempuan
Usia : 24 bulan
BB : 10 kg
TB : 86 cm
Tanggal masuk : 27 Juni 2021
No. RM : 11259548

B. ANAMNESIS
1. Keluhan Utama
Kejang

2. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien An.K usia 24 bulan dibawa ke RSUD Cibinong karena
kejang. Satu jam sebelum masuk Rumah Sakit kejang terjadi 2x dan
kejang berlangsung lebih dari 5 menit. Saat kejang disertai dengan
demam tinggi dan pasien tidak sadar. Pasien mengalami kejang pada
seluruh tubuh dengan kedua tangan dan kaki pasien kaku serta mata
melirik ke atas. Tidak keluar busa dari mulut dan tidak disertai lidah
tergigit. Kejang berhenti sendiri dan belum diberikan obat. Setelah kejang
pasien sadar dan menangis.

3
Sejak 2 hari sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami demam
naik turun dan sudah diperiksakan ke bidan setempat, telah mendapatkan
obat namun belum membaik.Menurut orangtua pasien demam yang
dialami pasien tidak disertai batuk maupun pilek. Tidak didapatkan
riwayat sakit telinga, keluar cairan dari telinga dan batuk lama. Riwayat
trauma atau terbentur disangkal. Pasien makan dan minum seperti
biasanya, mual (-), muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan.
Kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit pasien mengalami
demam tinggi. Telah diberikan obat penurun panas berupa paracetamol
sirup oleh ibu pasien sebanyak 2x tetapi tidak ada respon dan tetap demam
hingga muncul kejang.
Saat di IGD pasien dalam kondisi tidak kejang, tidak ada penurunan
kesadaran dan masih didapatkan demam. Pasien menangis dengan kuat
dan masih mau minum susu. BAK terakhir 2 jam sebelum masuk rumah
sakit sekitar setegah gelas, warna kuning jernih. BAB terakhir konsistensi
lunak berwarna kecoklatan. Tidak terdapat riwayat kejang sebelumnya
baik disertai demam ataupun tidak.

3. Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat dengan keluhan serupa : disangkal
Riwayat kejang demam : disangkal
Riwayat kejang tanpa demam : disangkal
Riwayat diare : disangkal
Riwayat infeksi THT : (+) pilek

4. Riwayat Penyakit Keluarga


Riwayat kejang demam pada keluarga : (+) ayah dan nenek pasien
Riwayat epilepsi pada keluarga : (-)

5. Riwayat Lingkungan Sekitar

4
Berdasarkan alloanamnesis dengan ibu pasien, pasien tinggal satu
rumah dengan kedua orang tuanya dan kakek serta nenek pasien. Tidak
ditemukan riwayat penyakit infeksi pada keluarga ataupun orang terdekat
di lingkungan pasien.

6. Riwayat Kehamilan
Ibu pasien mengaku memeriksakan kehamilannya secara rutin setiap
bulan di bidan. Ibu pasien tidak mengonsumsi jamu atau obat selain yang
diberikan oleh bidan. Riwayat trauma saat hamil (-), riwayat pijat saat
hamil (-), riwayat sakit saat hamil (-). Riwayat tekanan darah tinggi
selama kehamilan (-)

7. Riwayat Kelahiran
Pasien lahir spontan ditolong oleh bidan saat usia kehamilan 39
minggu, dengan berat lahir 2900 kg, panjang badan 48 cm, menangis
spontan (+), kebiruan (-).

8. Status Imunisasi
Jenis 0 I II III IV
Hepatitis B 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Polio 0 bulan 2 bulan 3 bulan 4 bulan
BCG 1 bulan
DPT 2 bulan 3 bulan 4 bulan
Campak 9 bulan
Kesan : imunisasi dasar telah lengkap sesuai jadwal Depkes

9. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan


Pertumbuhan :
BB lahir 2900 gr, PB lahir 48 cm. Umur sekarang 1 tahun 3 bulan, BB 8,5
kg, TB 76 cm.
Perkembangan :

5
 Motorik kasar dalam batas normal
 Motorik halus dalam batas normal
 Bahasa dalam batas normal
 Personal sosial dalam batas normal
Kesan : pertumbuhan dan perkembangan sesuai usia

10. Riwayat Nutrisi


Usia 0 – 6 bulan : diberi ASI saja kurang lebih 8x perhari
Usia 6 – 9 bulan : diberi ASI kurang lebih 8x perhari dan bubur susu
3 kali perhari
Usia 9 -12 bulan : diberi makan nasi tim 3 kali perhari dan ASI kurang
lebih 8x perhari
Usia 12 – sekarang : sejak sakit pasien menolak diberi makan nasi lauk
1
/3 porsi dewasa 3 kali perhari seperti biasanya,
pasien hanya minum ASI ±120 cc x 8 perhari
ditambah susu formula ± 2 kali sehari.

11. Riwayat Sosial


Pasien merupakan anak perempuan pertama dari pasangan Tn. A
dan Ny.B. Tn.A bekerja sebagai pegawai swasta dengan penghasilan
kurang lebih Rp. 1.200.000 – Rp. 1.800.000 per bulan. Sedangkan ibu
pasien bekerja sebagai ibu rumah tangga. Ayah Ibu pasien merupakan
suku jawa. Ayah, Ibu, dan pasien beragama Islam.

12. Pohon Keluarga


I

II

III

An. K (24bulan) 6
C. PEMERIKSAAN FISIK
1. KeadaanUmum
Sikap / keadaan umum : tampak sakit sedang
Derajat kesadaran : kompos mentis
Derajat gizi : kesan baik
2. Tanda vital
BB : 10 kg
TB : 86 cm
SiO2 : 98%
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 30 x/menit
Suhu : 40.0º C (per axilla)
3. Kepala
Mesosefal, lingkar kepala (LK): 46 cm (-2 SD < LK < +2 SD) (Nellhaus),
ubun-ubun membonjol (+)
4. Mata
Bulu mata rontok (-), konjunctiva pucat (-/-), mata cekung (-/-), sklera
ikterik (-/-), refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2 mm/ 2mm), air mata
(+/+)
5. Hidung
Napas cuping hidung (-), sekret (-/-), darah (-/-)
6. Mulut
Bibir sianosis (-), mukosa basah (+)
7. Telinga
Sekret (-/-), tragus pain (-/-)
8. Tenggorok
Uvula di tengah, tonsil T1-T1, hiperemis (-), faring hiperemis (-)
9. Leher
Bentuk normocolli, trakea di tengah, kelenjar getah bening tidak
membesar
10. Toraks

7
Bentuk : normochest, retraksi (-)
Pulmo : Inspeksi : pengembangan dinding dada kanan = kiri
Palpasi : fremitus teraba sde
Perkusi : sonor/sonor
Auskultasi : suara dasar: vesikuler (+/+), suara
tambahan: RBH (-/-), RBK (-/-), wheezing
(-/-)
Cor : Inspeksi : iktus kordis tidak tampak
Palpasi : iktus kordis tidak kuat angkat
Perkusi : batas jantung kesan tidak melebar
Auskultasi : bunyi jantung I II intensitas normal,
regular, bising (-)
11. Abdomen
Inspeksi : dinding perut sejajar dinding dada
Auskultasi : bising usus (+) normal
Perkusi : timpani
Palpasi : supel, nyeri tekan (-) hepar dan lien tidak teraba, turgor kulit
kembali cepat
12. Ekstremitas
Akral dingin - - edema - -
- - - -
ADP kuat
CRT < 2 detik
13. Status Neurologis
Fungsi Kesadaran : GCS E4V5M6
Meningeal Sign :
Kaku kuduk : (-)
Brudzinski I, II : (-)
Kernig : (-)
Nervus Cranialis :
N. I, II : sulit di evaluasi

8
N. III : refleks cahaya (+/+), pupil isokor (2mm/2mm)
N.III, IV, VI: pergerakan bola mata dalam batas normal
N. V : refleks kornea (+/+)
N. VII, XII : dalam batas normal
N VIII : dalam batas normal
N. IX,X : gag refleks (+/+)
Fungsi Motorik : (555/555/555/555)
Refleks Fisiologis :
R. Biceps : (+2/+2)
R. Triceps : (+2/+2)
R.Patella : (+2/+2)
R. Achilles : (+2/+2)
Refleks Patologis :
R. Babinski : (-/-)
R. Oppenheim : (-/-)
R. Gordon : (-/-)
R. Schaeffer : (-/-)
R. Chaddock : (-/-)
Fungsi Sensorik : dalam batas normal

D. RESUME
Seorang anak perempuan usia 24 bulan, dibawa keluarganya ke IGD
RSUD dengan keluhan kejang. Kejang ±1 jam SMRS terjadi 2x kejang
berlangsung >15 menit. Kejang bersifat tonik, kedua tangan dan kaki kaku,
mata pasien melirik ke atas, pasien tidak sadar saat kejang, disertai demam (+).
Tidak disertai keluar busa dan lidah tergigit. Setelah kejang sadar dan
menangis.
±12 jam SMRS pasien demam tinggi, diberi obat penurun panas 2x
namun demam tidak turun dan pasien kejang. Pilek(-), batuk (-), mual (-),
muntah (-), BAB dan BAK tidak ada keluhan. Riwayat jatuh/terbentur (-),
keluar cairan dari telinga (-). Saat di IGD, kejang (-), demam (+), pasien

9
menangis kuat, mual muntah (-), pasien masih mau minum ASI. Pasien belum
pernah mengalami kejang demam sebelumnya, riwayat kejang tanpa demam
sebelumnya (-), riwayat diare (-). Riwayat penyakit keluarga: riwayat kejang
demam pada keluarga (-), riwayat epilepsi (-).
Dari hasil pemeriksan fisik didapatkan pasien compos mentis, tampak
sakit sedang, gizi kesan baik. BB: 10 kg, TB: 86 cm, nadi: 120 x/menit, kuat,
pernafasan: 30x/menit, suhu: 40º C. Pemeriksaan fisik ditemukan kepala UUB
membonjol (+), hidung terdapat sekret (+), lain-lain dalam batas normal.
Pemeriksaan neurologis GCS E4V5M6, pemeriksaan motorik dan sensorik
dalam batas normal, refleks fisiologis dalam batas normal, refleks patologis (-
), meningeal sign (-). Dari hasil pemeriksaan laboratorium darah dan
Gambaran Darah Tepi terdapat peningkatan leukosit (AL=13,2rb/ul) mengarah
proses infeksi.

E. DAFTAR MASALAH
1. Anamnesis:
 Kejang 2x berlangsung > 5 menit, kejang tonik seluruh tubuh, pasien
sadar di antara 2 kejang dan setelah kejang, demam (+).
 Demam sejak kurang lebih 12 jam sebelum masuk rumah sakit
2. Pemeriksaan Fisik:
- Suhu: 40,0o C per axilla
- Sekret hidung (-)
- Kesadaran normal, status neurologis dalam batas normal, ubun-ubun
menonjol (-)

F. DIAGNOSIS BANDING
1. Kejang demam kompleks ec. dd meningitis, encephalitis
2. Tsk. ISK

G. DIAGNOSIS KERJA
 Kejang demam kompleks

10
H. PENATALAKSANAAN
1. Rawat bangsal neurologi anak
2. O2 nasal 2 lpm
3. Diet nasi lauk 1000 kkal/hari
4. Injeksi Diazepam (0,3 mg/kgBB) ~ 2,5 mg iv bolus pelan bila kejang
5. Paracetamol (10 mg/kgBB/kali) ~ 3 x 90 mg
6. IVFD D ½ NS (100 cc/kgBB/hari) ~ 1000 cc/hari

I. PLAN
1. Cek darah lengkap, elektrolit, GDS, GDT (gambaran darah tepi).
2. Pemeriksaan urin dan feses rutin
3. Lumbal Pungsi

J. PEMERIKSAAN LABORATORIUM
Pemeriksaan 27/06/21 Satuan Rujukan
HEMATOLOGI RUTIN
Hemoglobin 11,3 g/dl 10,5 – 12,9
Hematokrit 33 % 33 – 41
Leukosit 13.2 ribu/ul 5.5 – 17,0
Eritrosit 4,58 juta/ul 4,10 - 5.30
Trombosit 225 ribu/ul 150 – 450
HITUNG JENIS
Eosinofil 0.40 % 0–4
Basofil 0.30 % 0–1
Neutrofil 71.00 % 29 – 72
Limfosit 22.80 ↓ % 60 – 66
Monosit 4,80 % 0–6
KIMIA KLINIK
Gula Darah 130↑ mg/dl 60 – 120
Sewaktu

K. MONITORING
Keadaan umum, tanda vital, balance cairan dan diuresis tiap 8 jam.

11
L. EDUKASI
1. Mengenai penyakit pasien.
2. Mengenai pengobatan dan kesembuhan pasien.

M. PROGNOSIS
Ad vitam : bonam
Ad sanam : bonam
Ad fungsionam : bonam

12
BAB II
ANALISIS KASUS

Kejang demam ialah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu
tubuh (suhu rektal di atas 38ºC) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranium.
Kejang demam terjadi pada 2-4% anak berumur 6 bulan – 5 tahun. Anak yang
pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam kembali tidak
termasuk dalam kejang demam. Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih
dari 5 tahun mengalami kejang didahului demam, pikirkan kemungkinan lain
misalnya infeksi SSP, atau epilepsi yang kebetulan terjadi bersama demam.
Kejang demam diklasifikasikan menjadi:
1. Kejang demam sederhana
Kejang demam sederhana merupakan kejang demam yang berlangsung
singkat, kurang dari 15 menit, dan umumnya akan berhenti sendiri. Kejang
berbentuk umum tonik dan atau klonik, tanpa gerakan fokal. Kejang tidak
berulang dalam waktu 24 jam.
2. Kejang demam kompleks
Kejang demam dengan salah satu ciri berikut:
a. Kejang lama > 15 menit
Kejang lama adalah kejang yang berlangsung lebih dari 15 menit
atau kejang berulang lebih dari 2 kali dan di antara bangkitan kejang
anak tidak sadar.
b. Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului
kejang parsial
c. Berulang atau lebih dari 1 kali dalam 24 jam
Kejang berulang adalah kejang 2 kali atau lebih dalam 1 hari, di
antara 2 bangkitan kejang anak sadar
Pada pasien ini anak perempuan usia 16 bulan dengan berat badan 8,5 kg,
dari anamnesa didapatkan keluhan kejang sebanyak 1 kali ±1 jam SMRS yang
berdurasi kurang dari 5 menit. Saat kejang pasien tidak sadar dan demam tinggi (+),
namun setelah kejang pasien menangis. Pasien mengalami demam sejak ±12 jam

13
sebelumnya dan sudah diberi obat penurun panas sebanyak 2 kali namun demam
tidak turun dan pasien kejang. Kejang pada pasien bersifat tonik, mata mendelik ke
atas. Pasien baru pertama kali ini mengalami kejang. Pada keluarga tidak
didapatkan riwayat kejang demam maupun epilepsi.
Pasien ini didiagnosis kejang demam karena pasien mengalami kejang
disertai demam tinggi dan tidak ada riwayat kejang tanpa demam sebelumnya.
Diagnosis kejang demam kompleks ditegakkan pada pasien ini atas dasar kejang
yang dialami pasien disertai demam tanpa riwayat gangguan neurologis dan kejang
berulang tanpa disertai demam. Demam terjadi ±12 jam SMRS, tidak terlalu tinggi,
tidak mendadak dan berlangsung terus-menerus. 2 hari SMRS ibu pasien
menyatakan pasien tidak batuk maupun pilek. Kemungkinan pasien telah terjangkit
infeksi saluran napas, saluran kemih atau peradangan pada otak maupun mening
yang dapat disebabkan oleh infeksi yang memicu terjadinya demam sehingga perlu
dilakukan pemeriksaan penunjang untuk menyingkirkan diagnosis banding
tersebut.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan kepala mesosefal, UUB membonjol,
pemeriksaan mata refleks cahaya (+/+), pupil isokor dengan diameter 2 mm/2mm.
Pada hidung ditemukan adanya sekret. Tidak ditemukan sekret yang keluar dari
telinga. Pemeriksaan thoraks, cor, pulmo, abdomen, dan ekstremitas dalam batas
normal. Status neurologis pasien GCS E4V5M6, pemeriksaan nervus cranialis
dalam batas normal, pemeriksaan motorik dan sensorik dalam batas normal.
Refleks fisiologis pasien dalam batas normal dan tidak ditemukan adanya refleks
patologis. Pemeriksaan refleks meningeal didapatkan hasil negatif. Dari
pemeriksaan fisik tersebut menunjukkan tidak terdapat infeksi pada otak dan
meningen sehingga diagnosis banding kejang karena infeksi SSP dapat
disingkirkan. Pada meningitis, terdapat kelainan pada otak yang dapat ditandai
dengan refleks patologis dan refleks meningeal yang positif, EEG abnormal, kejang
berulang, tekanan intrakranial yang meningkat, dan terdapat penurunan kesadaran.
Dari pemeriksaan laboratorium darah lengkap dan Gambaran Darah Tepi pada
28 November 2015, didapatkan hasil kesan normal pada lab darah lengkap maupun
gambaran darah tepi. Untuk menemukan fokus infeksi atau faktor yang menjadi

14
penyebab demam dan kejang direncanakan untuk dilakukan Lumbal pungsi untuk
pemeriksaan LCS namun pemeriksaan ini belum dilakukan dan pasien mengalami
perbaikan klinis sehingga pemeriksaan dibatalkan.
Pada kasus kejang demam, indikasi untuk rawat inap adalah sebagai berikut:
1. Kejang demam kompleks
2. Hiperpireksia
3. Usia di bawah 6 tahun
4. Kejang demam pertama kali
Pasien ini dimondokkan di bangsal neurologi anak karena memenuhi indikasi rawat
inap yaitu pasien berusia 1 tahun 3 bulan, baru pertama kali mengalami kejang
demam, dan termasuk dalam kejang demam kompleks.
Setelah kejang diatasi, pengobatan disusul dengan terapi rumatan yang
dibagi menjadi profilaksis intermitten dan profilaksis jangka panjang. Saat di IGD,
pasien sudah tidak kejang namun masih demam. Sehingga, diberikan profilaksis
intermitten pada saat demam berupa Paracetamol 10 mg/kgBB/kali diberikan 3 kali
sehari. Selain itu diberikan pula diazepam 0,3 mg/kgBB ~ 2,5 mg iv bolus pelan
bila kejang. Profilaksis jangka panjang diberikan injeksi sibital 5 mg/kgBB/hari ~
25 mg/12 jam. Pemberian profilaksis ini sesuai pertimbangan bahwa pasien
mengalami kejang berulang 2 kali dalam 24 jam. Pengobatan diberikan selama 1
tahun bebas kejang, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1-2 bulan.
Pada pasien ini, disarankan untuk melakukan pemeriksaan lumbal pungsi
untuk menegakkan/menyingkirkan kemungkinan meningitis. Pasien berusia 1
tahun 4 bulan (16 bulan), dimana pada usia 12-18 bulan lumbal pungsi sebagai
pemeriksaan penunjang dianjurkan. Pada bayi kurang dari 12 bulan, pemeriksaan
ini sangat dianjurkan. Sedangkan pada bayi usia lebih dari 18 bulan tidak rutin
dilakukan.
Pemeriksaan urinalisa dilakukan pada pasien ini untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi saluran kemih. Infeksi saluran kemih merupakan penyebab demam
kedua tersering setelah infeksi saluran nafas akut pada anak kurang dari 2 tahun.
Pada anak kurang dari 10 tahun, ISK ditemukan lebih banyak pada anak perempuan
dibanding laki-laki. Gambaran klinis ISK sangat bervariasi dan sering tidak khas

15
hingga asimtomatik. Pada perawatan hari ke-3 hasil urinalisa menunjukkan adanya
leukosituria, hematuria dan bakteriuria. Hasil ini menyokong adanya infeksi saluran
kemih, tetapi perlu dilakukan kultur urin untuk menegakkan diagnosis. Sebelum
ada hasil kultur urin dan uji kepekaan, antibiotik dapat diberikan secara empirik
selama 7-10 hari untuk eradikasi infeksi akut. Oleh karena itu, pasien ini diberikan
antibiotik spektrum luas golongan aminoglikosida yaitu ampicillin 25mg/kgBB/6
jam. Pengobatan infeksi saluran kemih ini diberikan untuk menghilangkan
penyebab demam yang dapat memicu timbulnya kejang yang berulang.

16
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA

KEJANG DEMAM
Definsi (1)(5)
Kejang demam merupakan kelainan neurologis akut yang paling sering
dijumpai pada anak yang terjadi pada suhu badan yang tinggi yang disebabkan oleh
kelainan ekstrakranial. Derajat tinggi suhu yang dianggap cukup untuk diagnosa
kejang demam adalah 38 derajat celcius di atas suhu rektal atau lebih. Kejang terjadi
akibat loncatan listrik abnormal dari sekelompok neuron otak yang mendadak dan
lebih dari biasanya, yang meluas ke neuron sekitarnya atau dari substansia grasia
ke substansia alba yang disebabkan oleh demam dari luar otak. Kejang demam
sering juga disebut kejang demam tonik-klonik, sangat sering dijumpai pada anak-
anak usia di bawah 5 tahun.
Insiden
Insiden terjadinya kejang demam terutama pada golongan anak umur 6
bulan sampai 4 tahun. Hampir 3 % dari anak yang berumur di bawah 5 tahun pernah
menderita kejang demam. Kejang demam lebih sering didapatkan pada laki-laki
daripada perempuan. Hal tersebut disebabkan karena pada wanita didapatkan
maturasi serebral yang lebih cepat dibandingkan laki-laki.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu Kesehatan
Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya peningkatan insiden
kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien kejang demam sebanyak 83
orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Pada tahun 2000 ditemukan
pasien kejang demam 132 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0 %). Dari
data di atas menunjukkan adanya peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari jumlah
penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia dilaporkan
penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita mengalami
kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti. Bila dilihat jenis
kelamin penderita, kejang demam sedikit lebih banyak menyerang anak laki-laki. (1)

17
Etiologi
Etiologi dan pathogenesis kejang demam sampai saat ini belum diketahui,
akan tetapi umur anak, tinggi dan cepatnya suhu meningkat mempengaruhi
terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran yaitu 8-22% anak yang
mengalami kejang demam mempunyai orang tua dengan riwayat kejang demam
pasa masa kecilnya.(1)(9)
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling
sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang tidak segera
dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan menyebabkan kejang
demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan infeksi saluran kemih. Selain
itu, imunisasi DPT (pertusis) dan campak (morbili) juga dapat menyebabkan kejang
demam.
Patofisiologi (2)(4)
Sumber energi otak adalah glukosa yang melalui proses oksidasi dipecah
menjadi CO2 dan air. Sel dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan
dalam yaitu lipoid dan permukaan luar yaitu ionik. Dalam keadaan normal
membran sel neuron dapat dilalui dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat
sulit dilalui oleh ion natrium (Na+) dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-).
Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah,
sedang di luar sel neuron terdapat keadaan sebalikya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial
membran yang disebut potensial membran dari neuron. Untuk menjaga
keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan bantuan enzim Na-K ATP-
ase yang terdapat pada permukaan sel.
Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah oleh :
1. Perubahan konsentrasi ion di ruang ekstraselular
2. Rangsangan yang datang mendadak misalnya mekanisme, kimiawi atau aliran
listrik dari sekitarnya
3. Perubahan patofisiologi dari membran sendiri karena penyakit atau keturunan

18
Pada keadaan demam kenaikan suhu 1oC akan mengakibatkan kenaikan
metabolisme basal 10-15 % dan kebutuhan oksigen akan meningkat 20%. Pada
anak 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65 % dari seluruh tubuh dibandingkan dengan
orang dewasa yang hanya 15 %. Oleh karena itu kenaikan suhu tubuh dapat
mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dan dalam waktu yang singkat
terjadi difusi dari ion kalium maupun ion natrium akibat terjadinya lepas muatan
listrik. Lepas muatan listrik ini demikian besarnya sehingga dapat meluas ke
seluruh sel maupun ke membran sel sekitarnya dengan bantuan “neurotransmitter”
dan terjadi kejang. Kejang demam yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
biasanya disertai apnea, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk
kontraksi otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat
disebabkan oleh metabolisme anerobik, hipotensi artenal disertai denyut jantung
yang tidak teratur dan suhu tubuh meningkat yang disebabkan makin meningkatnya
aktifitas otot dan mengakibatkan metabolisme otak meningkat.
Klasifikasi Kejang Demam
Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang demam
menjadi dua(8)
1. Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)
 Berlangsung singkat
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
 Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
2. Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)
 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit
 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di
antara bangkitan kejang
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam berulang antara
lain:
 Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama

19
 Riwayat kejang demam dalam keluarga
 Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
 Riwayat demam yang sering
 Kejang pertama adalah kejang demam kompleks
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai
demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel
otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba. Penderita
epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang rendah
terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan gejalanya
beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia mengalami stres,
jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena sinar lampu yang
tajam.
Manifestasi Klinis (1)(2)(5)
Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan
dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi di
luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-lain.
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang terjadi
secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang berlangsung
selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang mengalami
kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-tiba pada otot
kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot wajah, badan,
tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat kekuatan kontaksi otot.
Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.

20
Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya
berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot yang
kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau pipinya
tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan air kemih
atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti nafas), dan
kulitnya kebiruan.
Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :
 Anak hilang kesadaran
 Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
 Sulit bernapas
 Busa di mulut
 Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
 Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.
Diagnosis (4)(9)(10)
Diagnosis kejang demam hanya dapat ditegakkan dengan menyingkirkan
penyakit-penyakit lain yang dapat menyebabkan kejang, di antaranya: infeksi
susunan saraf pusat, perubahan akut pada keseimbangan homeostasis, air dan
elektrolit dan adanya lesi structural pada system saraf, misalnya epilepsi.
Diperlukan anamnesis, pemeriksaan fisik, pemeriksaan laboratorium dan
pemeriksaan penunjang yang menyeluruh untuk menegakkan diagnosis ini.
 Anamnesis
- Waktu terjadi kejang, durasi, frekuensi, interval antara 2 serangan kejang
- Sifat kejang (fokal atau umum)
- Bentuk kejang (tonik, klonik, tonik-klonik)
- Kesadaran sebelum dan sesudah kejang (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
- Riwayat demam ( sejak kapan, timbul mendadak atau perlahan, menetap atau
naik turun)
- Menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam (ISPA, OMA, GE)
- Riwayat kejang sebelumnya (kejang disertai demam maupun tidak disertai
demam atau epilepsi)

21
- Riwayat gangguan neurologis (menyingkirkan diagnosis epilepsi)
- Riwayat keterlambatan pertumbuhan dan perkembangan
- Trauma kepala
 Pemeriksaan fisik
- Tanda vital terutama suhu
- Manifestasi kejang yang terjadi, misal : pada kejang multifokal yang
berpindah-pindah atau kejang tonik, yang biasanya menunjukkan adanya
kelainan struktur otak.
- Kesadaran tiba-tiba menurun sampai koma dan berlanjut dengan
hipoventilasi, henti nafas, kejang tonik, posisi deserebrasi, reaksi pupil
terhadap cahaya negatif, dan terdapatnya kuadriparesis flasid mencurigakan
terjadinya perdarahan intraventikular.
- Pada kepala apakah terdapat fraktur, depresi atau mulase kepala berlebihan
yang disebabkan oleh trauma. Ubun –ubun besar yang tegang dan
membenjol menunjukkan adanya peninggian tekanan intrakranial yang dapat
disebabkan oleh pendarahan sebarakhnoid atau subdural. Pada bayi yang
lahir dengan kesadaran menurun, perlu dicari luka atau bekas tusukan janin
dikepala atau fontanel enterior yang disebabkan karena kesalahan
penyuntikan obat anestesi pada ibu.
- Terdapatnya stigma berupa jarak mata yang lebar atau kelainan kraniofasial
yang mungkin disertai gangguan perkembangan kortex serebri.
- Ditemukannya korioretnitis dapat terjadi pada toxoplasmosis, infeksi
sitomegalovirus dan rubella. Tanda stasis vaskuler dengan pelebaran vena
yang berkelok – kelok di retina terlihat pada sindom hiperviskositas.
- Transluminasi kepala yang positif dapat disebabkan oleh penimbunan cairan
subdural atau kelainan bawaan seperti parensefali atau hidrosefalus.
- Pemeriksaan umum penting dilakukan misalnya mencari adanya sianosis dan
bising jantung, yang dapat membantu diagnosis iskemia otak.
- Pemeriksaan untuk menentukan penyakit yang mendasari terjadinya demam
(ISPA, OMA, GE)
- Pemeriksaan refleks patologis

22
- Pemeriksaan tanda rangsang meningeal (menyingkirkan diagnosis
meningoensefalitis)
 Pemeriksaan laboratorium
- Darah tepi lengkap  penyebab demam
- Elektrolit, glukosa darah  diare, muntah, hal lain yang dpt mengganggu
keseimbangan elektrolit atau gula darah.
- Pemeriksaan fungsi hati dan ginjal  gangguan metabolisme
- Kadar TNF alfa, IL-1 alfa & IL-6 pada CSS  meningkat  Ensefalitis akut
/ Ensefalopati.
 Pemeriksaan penunjang
- Lumbal Pungsi  curiga meningitis, umur kurang dari 12 bulan diharuskan
dan umur di antara 12-18 bulan dianjurkan.
- EEG  tidak dapat mengidentifikasi kelainan yang spesifik maupun
memprediksi terjadinya kejang yang berulang, tapi dapat dipertimbangkan
pada KDK
- CT-scan atau MRI tidak dilakukan pd KDS yang terjadi pertama kali, akan
tetapi dapat dipertimbangkan untuk pasien yang mengalami KDK untuk
menentukan kelainan struktural berupa kompleks tunggal atau multipel
Diagnosa Banding
Menghadapi seorang anak yang menderita demam dengan kejang, harus
dipikirkan apakah penyebab kejang itu di dalam atau diluar susunan saraf pusat.
Kelainan di dalam otak biasanya karena infeksi, misalnya meningitis, ensefalitis,
abses otak, dan lain-lain.oleh sebab itu perlu waspada untuk menyingkirkan dahulu
apakah ada kelainan organis di otak.
Menegakkan diagnosa meningitis tidak selalu mudah terutama pada bayi
dan anak yang masih muda. Pada kelompok ini gejala meningitis sering tidak khas
dan gangguan neurologisnya kurang nyata. Oleh karena itu agar tidak terjadi
kekhilafan yang berakibat fatal harus dilakukan pemeriksaan cairan serebrospinal
yang umumnya diambil melalui pungsi lumbal.
Baru setelah itu dipikirkan apakah kejang demam ini tergolong dalam
kejang demam kompleks atau epilepsi yang dprovokasi oleh demam.

23
Tabel Diagnosa Banding
No Kriteri Banding Kejang Epilepsi Meningitis
Demam Ensefalitis
1. Demam Pencetusnya Tidak berkaitan Salah satu
demam dengan demam gejalanya demam
2. Kelainan Otak (-) (+) (+)
3. Kejang berulang (+) (+) (+)
4. Penurunan kesadaran (+) (-) (+)
Ket (-): tidak ada
Penatalaksanaan (3)(4)(10)
Dalam penanggulangan kejang demam ada 6 faktor yang perlu dikerjakan, yaitu :
 Mengatasi kejang secepat mungkin
 Pengobatan penunjang
 Memberikan pengobatan rumat
 Mencari dan mengobati penyebab
 Mencegah terjadinya kejang dengan cara anak jangan sampai panas
 Pengobatan akut
1. Mengatasi kejang secepat mungkin
Biasanya kejang demam berlangsung singkat dan pada waktu datang,
kejang sudah berhenti. Apabila pasien dating dalam keadaan kejang, obat paling
cepat untuk menghentikan kejang adalah diazepam yang diberikan secara
intravena dengan dosis 0,3-0,5 mm/kgBB perlahan-lahan dengan kecepatan 1-
2mg.menit atau dalam waktu 3-5 menit. Obat yang praktis dan dapat diberikan
oleh orang tua di rumah atau yang sering digunakan di rumah sakit adalah
diazepam rektal. Dosis diazepam rektal adalah 0,5-0,75 mg/kgBB atau
diazepam rektal 5 mg untuk anak dengan berat badan kurang dari 10 kg, dan 10
mg untuk berat badan lebih dari 10kg. atau diazepam rektal dengan dosis 5 mg
untuk anak di bawah usia 3 tahun atau 7,5 mg mg untuk anak diatas usia 3 tahun.
Berikut adalah tabel dosis diazepam yang diberikan :

24
Usia Dosis IV (infus) Dosis per rektal
(0.2mg/kg) (0.5mg/kg)
< 1 tahun 1–2 mg 2.5–5 mg
1–5 tahun 3 mg 7.5 mg
5–10 tahun 5 mg 10 mg
> 10 years 5–10 mg 10–15 mg
Jika kejang masih berlanjut :
- Pemberian diazepam 0,2 mg/kgBB per infus diulangi. Jika belum terpasang
selang infus, 0,5 mg/kg per rektal
- Pengawasan tanda-tanda depresi pernapasan
Jika kejang masih berlanjut :
- Pemberian fenobarbital 20-30 mg/kgBB per infus dalam 30 menit
- Pemberian fenitoin 10-20mg/kgBB per infus dalam 30 menit dengan
kecepatan 1 mg/kgBB/menit atau kurang dari 50mg/menit.
Jika kejang masih berlanjut, diperlukan penanganan lebih lanjut di ruang
perawatan intensif dengan thiopentone dan alat bantu pernapasan. Bila kejang
telah berhenti, pemberian obat selanjutnya tergantung dari jenis kejang demam
sederhana atau kompleks dan faktor risikonya.
2. Pengobatan penunjang
Pengobatan penunjang dapat dilakukan dengan memonitor jalan nafas,
pernafasan, sirkulasi dan memberikan pengobatan yang sesuai. Sebaiknya
semua pakaian ketat dibuka, posisi kepala dimiringkan untuk mencegah aspirasi
lambung. Penting sekali mengusahakan jalan nafas yang bebas agar oksigenasi
terjamin, kalau perlu dilakukan intubasi atau trakeostomi. Pengisapan lender
dilakukan secara teratur dan pengobatan ditambah dengan pemberian oksigen.
Cairan intavena sebaiknya diberikan dan dimonitor sekiranya terdapat kelainan
metabolik atau elektrolit. Fungsi vital seperti kesadaran, suhu, tekanan darah,
pernafasan dan fungsi jantung diawasi secara ketat.
Pada demam, pembuluh darah besar akan mengalami vasodilatasi,
manakala pembuluh darah perifer akan mengalami vasokontrisksi. Kompres es
dan alkohol tidak lagi digunakan karena pembuluh darah perifer bisa

25
mengalami vasokontriksi yang berlebihan sehingga menyebabkan proses
penguapan panas dari tubuh pasien menjadi lebih terganggu. Kompres hangat
juga tidak digunakan karena walaupun bisa menyebabkan vasodilatasi pada
pembuluh darah perifer, tetapi sepanjang waktu anak dikompres, anak menjadi
tidak selesa karena dirasakan tubuh menjadi semakin panas, anak menjadi
semakin rewel dan gelisah. Menurut penelitian, apabila suhu penderita tinggi
(hiperpireksi), diberikan kompres air biasa. Dengan ini, proses penguapan bisa
terjadi dan suhu tubuh akan menurun perlahan-lahan.\
Bila penderita dalam keadaan kejang obat pilihan utama adalah diazepam
yang diberikan secara per rektal, disamping cara pemberian yang mudah,
sederhana dan efektif telah dibuktikan keampuhannya. Hal ini dapat dilakukan
oleh orang tua atau tenaga lain yang mengetahui dosisnya. Dosis tergantung
dari berat badan, yaitu berat badan kurang dari 10 kg diberikan 5 mg dan berat
badan lebih dari 10 kg rata-rata pemakaiannya 0,4-0,6 mg/KgBB. Kemasan
terdiri atas 5 mg dan 10 mg dalam rectiol. Bila kejang tidak berhenti dengan
dosis pertama, dapat diberikan lagi setelah 15 menit dengan dosis yang sama.
Untuk mencegah terjadinya udem otak diberikan kortikosteroid yaitu
dengan dosis 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Golongan
glukokortikoid seperti deksametason diberikan 0,5-1 ampul setiap 6 jam sampai
keadaan membaik.
3. Pengobatan rumat
Setelah kejang diatasi harus disusul dengan pengobatan rumat dengan cara
mengirim penderita ke rumah sakit untuk memperoleh perawatan lebih lanjut.
Pengobatan ini dibagi atas dua bagian, yaitu:

Profilaksis intermitten
Untuk mencegah terulangnya kejang di kemudian hari, penderita kejang
demam diberikan obat campuran anti konvulsan dan antipiretika yang harus
diberikan kepada anak selama episode demam. Antipiretik yang diberikan
adalah paracetamol dengan dosis 10-15mg/kg/kali diberikan 4 kali sehari atau
ibuprofen dengan dosis 5-10mg/kg/kali, 3-4 kali sehari. Antikonvulsan yang

26
ampuh dan banyak dipergunakan untuk mencegah terulangnya kejang demam
ialah diazepam, baik diberikan secara rectal dengan dosis 5 mg pada anak
dengan berat di bawah 10kg dan 10 mg pada anak dengan berat di atas 10kg,
maupun oral dengan dosis 0,3 mg/kg setiap 8 jam. Profilaksis intermitten ini
sebaiknya diberikan sampai kemungkinan anak untuk menderita kejang demam
sedehana sangat kecil yaitu sampai sekitar umur 4 tahun. Fenobarbital,
karbamazepin dan fenition pada saat demam tidak berguna untuk mencegah
kejang demam.
Profilaksis jangka panjang
Profilaksis jangka panjang gunanya untuk menjamin terdapatnya dosis
teurapetik yang stabil dan cukup di dalam darah penderita untuk mencegah
terulangnya kejang di kemudian hari. Obat yang dipakai untuk profilaksis
jangka panjang ialah:
a. Fenobarbital
Dosis 4-5 mg/kgBB/hari. Efek samping dari pemakaian fenobarbital jangka
panjang ialah perubahan sifat anak menjadi hiperaktif, perubahan siklus
tidur dan kadang-kadang gangguan kognitif atau fungsi luhur.
b. Sodium valproat / asam valproat
Dosisnya ialah 20-30 mg/kgBB/hari dibagi dalam 3 dosis. Namun, obat ini
harganya jauh lebih mahal dibandingkan dengan fenobarbital dan gejala
toksik berupa rasa mual, kerusakan hepar, pankreatitis.
c. Fenitoin
Diberikan pada anak yang sebelumnya sudah menunjukkan gangguan sifat
berupa hiperaktif sebagai pengganti fenobarbital. Hasilnya tidak atau
kurang memuaskan. Pemberian antikonvulsan pada profilaksis jangka
panjang ini dilanjutkan sekurang-kurangnya 3 tahun seperti mengobati
epilepsi. Menghentikan pemberian antikonvulsi kelak harus perlahan-lahan
dengan jalan mengurangi dosis selama 3 atau 6 bulan.
4. Mencari dan mengobati penyebab
Penyebab dari kejang demam baik sederhana maupun kompleks biasanya
infeksi traktus respiratorius bagian atas dan otitis media akut. Pemberian

27
antibiotik yang tepat dan kuat perlu untuk mengobati infeksi tersebut. Secara
akademis pada anak dengan kejang demam yang datang untuk pertama kali
sebaiknya dikerjakan pemeriksaan pungsi lumbal. Hal ini perlu untuk
menyingkirkan faktor infeksi di dalam otak misalnya meningitis. Apabila
menghadapi penderita dengan kejang lama, pemeriksaan yang intensif perlu
dilakukan, yaitu pemeriksaan pungsi lumbal, darah lengkap, misalnya gula
darah, kalium, magnesium, kalsium, natrium, nitrogen, dan faal hati.
Prognosis (8)(9)
1. Kematian
Dengan penanganan kejang yang cepat dan tepat, prognosa biasanya baik,
tidak sampai terjadi kematian. Dalam penelitian ditemukan angka kematian
KDS 0,46 % s/d 0,74 %.
2. Terulangnya Kejang
Kemungkinan terjadinya ulangan kejang kurang lebih 25 s/d 50 % pada 6
bulan pertama dari serangan pertama.
3. Epilepsi
Angka kejadian Epilepsi ditemukan 2,9 % dari KDS dan 97 % dari kejang
demam kompleks. Resiko menjadi Epilepsi yang akan dihadapi oleh seorang
anak sesudah menderita KDS tergantung kepada faktor :
a. riwayat penyakit kejang tanpa demam dalam keluarga
b. kelainan dalam perkembangan atau kelainan sebelum anak menderita KDS
c. kejang berlangsung lama atau kejang fokal.
Bila terdapat paling sedikit 2 dari 3 faktor di atas, maka kemungkinan
mengalami serangan kejang tanpa demam adalah 13 %, dibanding bila hanya
didapat satu atau tidak sama sekali faktor di atas.
4. Hemiparesis
Biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama (berlangsung
lebih dari setengah jam) baik kejang yang bersifat umum maupun kejang fokal.
Kejang fokal yang terjadi sesuai dengan kelumpuhannya. Mula-mula
kelumpuhan bersifat flacid, sesudah 2 minggu timbul keadaan spastisitas.
Diperkirakan + 0,2 % KDS mengalami hemiparese sesudah kejang lama.

28
5. Retardasi Mental
Ditemuan dari 431 penderita dengan KDS tidak mengalami kelainan IQ,
sedang kejang demam pada anak yang sebelumnya mengalami gangguan
perkembangan atau kelainan neurologik ditemukan IQ yang lebih rendah.
Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam,
kemungkinan menjadi retardasi mental adalah 5x lebih besar.

29
DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15, EGC,
2000. Hal 2059-2067.
2. Rudolph AM. Febrile Seizures. Rudoplh Pediatrics. Edisi ke-20. Appleton dan
Lange, 2002.
3. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang Demam.
Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
4. Mary Rudolf, Malcolm Levene. Pediatric and Child Health. Edisi ke-2.
Blackwell pulblishing, 2006. Hal 72-90.
5. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit.
EGC, Jakarta 2006.
6. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta, 2006.
7. Pediatrica, Buku Saku Anak, edisi 1, Tosca Enterprise. UGM Jogjakarta, 2005.
8. Febrile Seizures Fact Sheets: National Institutes of Neurology and Stroke
Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.ninds.nih.gov/disorders/febrile_seizures/detail_febrile_seizures.htm
9. Febrile Seizures: Causes, Symptoms, Diagnosis and Treatment. Diunduh pada
tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari:
www.medicinenet.com/febrile_seizures/article.htm
10. Seizures types. Diunduh pada tanggal 20 October 2009. Didapatkan dari
www.2betrhealth.com/SeizureTypes.html

Anda mungkin juga menyukai