Anda di halaman 1dari 39

BAB I

LAPORAN KASUS
1.1.

IDENTITAS PASIEN

Nama

: An. RS

Tanggal Lahir : 12 Oktober 2008


Umur

: 8 Tahun 2 bulan

Jenis Kelamin : Laki-laki


Alamat

: Rawa Bugel, Marga Mulya, Bekasi Utara

Tanggal Masuk: 11 Desember 2014


Tanggal Keluar: 22 Desember 2014
Bangsal

: Bougenville Atas

1.2.

ANAMNESIS
Alloanamnesis tanggal dengan Ibu pasien.
Keluhan Utama : Demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit.
Keluhan Tambahan : Nyeri perut
Riwayat Penyakit Sekarang :
8 (Delapan) hari sebelum masuk rumah sakit ibu pasien
mengatakan pasien buang-buang air dengan frekuensi lebih dari 3 kali per
hari. BAB lebih banyak air daripada ampas, tidak terdapat lendir maupun
darah. BAB tidak berbau busuk ataupun amis. Banyaknya BAB setiap kali
keluar adalah aqua gelas. BAB cair tidak disertai dengan muntah. Ibu
tidak membawa pasien ke dokter atau memberi obat untuk mengatasi BAB
cairnya.
7 (Tujuh) hari sebelum masuk rumah sakit pasien demam, suhu
saat demam tidak diukur menggunakan thermometer oleh ibu, ibu hanya
meletakkan punggung tangannya ke dahi pasien dan merasakan suhu
tubuh pasien lebih tinggi dari pada hari-hari biasanya. Demam dirasakan
naik turun, demam tinggi pada malam hari, demam tidak menggigil. Nafsu
makan pasien turun, selain itu pasien juga lemas dan hanya berbaring di
tempat tidur. Demam tidak diikuti dengan kejang. Pasien merasakan nyeri
pada bagian perut atas. Sesak napas, batuk dan pilek disangkal. Nyeri
kepala dan sendi, nyeri daerah belakang mata, mimisan dan gusi berdarah

disangkal. Nyeri saat berkemih, nyeri perut bawah, anyang-anyangan


disangkal. Keluar cairan dari kedua telinga dan sakit pada telinga
disangkal. Buang air kecil (BAK) normal seperti hari-hari biasanya. BAB
cair sudah tidak dirasakan, frekuensi 1 kali per hari.
Empat hari sebelum masuk rumah sakit keluhan pasien belum juga
membaik, oleh karena itu ibu membawa pasien ke klinik dekat rumah.
Pasien kemudian diberikan obat, ibu lupa nama obat yang diberikan dari
klinik. Selama pengobatan demam dirasakan mulai turun, namun pasien
masih terlihat lemas, dan nafsu makan pasien belum membaik, saat obat
habis keluhan demam pasien muncul kembali dengan pola demam yang
sama. Oleh karena itu pada tanggal 11 Desember 2014 ibu pasien
membawa pasien berobat ke poliklinik RSUP. Persahabatan.
Riwayat Penyakit Dahulu :
Pasien belum pernah seperti ini sebelumnya. Riwayat alergi obat
disangkal, riwayat alergi susu sapi disangkal, riwayat kejang dengan
demam disangkal. Riwayat masuk rumah sakit disangkal. Ibu pasien
mengatakan bahwa pasien hanya sering mimisan, namun mimisan dapat
berhenti sendiri tanpa harus dibawa kerumah sakit.
Riwayat Penyakit Keluarga :
Di keluarga tidak ada yang mengalami keluhan seperti ini. Demam lama
disangkal, riwayat asma disangkal, Hipertensi disangkal, riwayat kelainan
pembekuan darah disangkal.
Riwayat Sosial dan Lingkungan
Pasien tinggal dilingkungan padat penduduk. Jarak antara rumah yang satu
dengan rumah yang lainnya berdekatan. Rumah pasien tidak dekat dengan
danau, sungai, ataupun tempat menbuangan sampah. Pengelolaan sampah
rumah tangga dilingkungan tempat tinggal kurang baik, sampah tidak
setiap hari diangkut oleh tukang sampah. Penggunaan air disekitar rumah
menggunakan air PAM. Pasien tinggal dengan Ayah, Ibu, dan kakaknya.
Di dalam kamar banyak baju-baju yang tergantung dibelakang pintu.

Kesan sanitasi kurang baik, ekonomi menengah kebawah.


Riwayat Antenatal :
Ibu kontrol kehamilan di bidan secara teratur, status obstetric ibu P2A0.
Pasien merupakan anak ke-2. Selama kehamilan ibu tidak pernah sakit
berat tidak mengkonsumsi obat-obatan kecuali suplemen zat besi pada
trimester ke-2. Ibu tidak merokok, minum-minuman beralkohol.
Kesan : kontrol kehamilan rutin, janin tunggal, kelanian selama kehamilan
tidak ada.
Riwayat Kelahiran :
Pasien anak ke 2, lahir di Bidan dengan cara persalinan spontan, usia
kehamilan cukup bulan. Berat lahir 2800 gram panjang lahir 49 cm, pasien
menangis spontan, tidak terdapat riwayat kuning dan kebiruan, tidak
terdapat kelaianan bawaan.
Kesan: Bayi tunggal lahir spontan, neonatus cukup bulan, sesuai masa
kehamilan
Riwayat imunisasi :
Menurut ibu pasien, pasien dilakukan imunisasi dasar lengkap di
puskesmas. Hepatitis B, Polio, BCG, DPT, dan campak. Namun, ibu lupa
kapan usia pasti saat pasien di imunisasi. Yang ibu ingat terakhir kali
pasien di imunisasi saat umur 5 tahun.
Riwayat makanan :
Riwayat Petumbuhan dan Perkembangan :

1.3.

PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan Umum
: Tampak lemah, sakit sedang
Kesadaran
: Compos mentis
Vital Sign
:
TD
: 100/60 mmHg
3

Nadi : 128X/menit, kuat angkat, reguler, isi cukup


RR
: 28x/menit, pola napas teratur.
Suhu : 37.5oC
Status Antropometri :
BB
-

BB/U
TB/U
BB/TB

: 20 kg

TB

: 128 cm

: 20/25 x 100% = 80%


: 128/128 x 100% = 100%
: 20/25 x100% = 80 %

Kesan gizi menurut CDC : Gizi Kurang (kurva terlampir)


Kepala

: LK=50cm, Normocephal. Ubun-ubun sudah menutup.

Rambut hitam, tidak mudah tercabut, distribusi rambut merata.


Mata
: conjungtiva pucat -/-, sklera ikterik -/-, refleks pupil +/+,
isokor 2mm/2mm.
Telinga: Bentuk normal, simetris, lubang lapang, serumen -/Hidung
: Bentuk normal, tidak ada septum deviasi, sekret -/Tenggorokan : Mukosa bibir basah, coated tongue (+), faring tidak
hiperemis, Tonsil T1-T1
Leher
: Simetris, tidak tampak pembesaran kelenjar tiroid, tidak
ada deviasi trakhea, tidak teraba pembesaran KGB cervical.
Thorak
: retraksi suprasternal (-)
- Pulmo
I : Normochest, dinding dada simetris
P : ekspansi dada simetris
P : Sonor di kedua lapang paru
A : Vesikuler (+/+), ronkhi (-/-), wheezing (-/-)
- Cor
I : Tidak tampak ictus cordis
P : Iktus cordis tidak teraba, thrill tidak teraba
P : batas jantung tidak melebar
A : BJ I dan II reguler, Gallop -/-, Murmur -/Abdomen
: I : datar
A : Bising usus (+) normal
P : Dinding perut supel, turgor kulit baik, nyeri tekan (+).
P : Timpani
Ekstremitas

: Akral hangat (+), capilary refill <2detik, sianosis (-),

motorik aktif, kekuatan normal.


Kulit

: ruam (-), lebam (-), ptekie (-)

Genitalia

: Laki-laki, tidak tampak kelainan.

Status Neurologis :
-

Nervus cranialis : parese (-), tidak ditemukan kelainan

Rangsang meningeal : kaku kuduk (-), laseque (-), kernig (-),

brudzinski I (-), brudzinski II (-).


Refleks fisiologis :biceps (++/++), triceps (++/++), patella (++/++),

achilles (++/++).
Refleks patologis : babinski (-/-), oppenheim (-/-), chaddok (-/-)

1.4.

PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan darah pada tanggal 11 Desember 2014
Hasil

Hasil

11-12-2014 (15.46)

11-12-2014 (19.03)

11,8
4,20

11,5
4,25

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

60,9

55,8

17-60%

Limfosit

33,6

37,6

20-70%

Monosit

5,0

6,1

1-11%

Eosinofil

0,0

0.0

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Immunoserologi

0,5
4,95
34
8
69,1
23,8
34,5
13,5

0.5
4.80
33
29
68,5
24,0
35,0
14,3

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hitung Jenis :

Neg2 (tidak menunjukkan demam tifoid aktif)


Borderline

:3

(pengukuran

tidak

dapat

disimpulkan, ulangi pengujian setelah beberapa

IgM S. Typhi

hari kemudian)

(Tubex)

POSITIF

Low positif : 4-6 (menunjukkan demam tifoid


aktif)
Strong positif : 6 (indikasi kuat infeksi demam
tifoid aktif)

Pemeriksaan darah pada tanggal 12 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil

Hasil

12-12-2014 (05.09)

12-12-2014 (19.00)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit

10,9
4,53

10,4
4,30

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 rb/mm3

Netrofil

40,4

43,7

17-60%

Limfosit

52,1

48,1

20-70%

Monosit

7,1

7,7

1-11%

Eosinofil

0,0

0.0

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Immunoserologi

0,4
4,56
32
7
69,3
23,9
34,5
13,7

0.5
4.40
31
11
71,1
23,6
33,2
13,9

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440rb/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Negatif

MDT

Hitung Jenis :

Dengue blot
Dengue IgG

Dengue IgM
Negatif
Morfologi Darah Tepi :
Eritrosit : mikrositik normokrom
Leukosit : kesan jumlah sedikit turun, morfologi normal
Trombosit : tersebat, kesan jumlah kurang
Kesan : anemia mikrositik dengan trombositopenia suspek def. Fe dengan infeksi
Saran : CRP, SI, TIBC, Sat transferin, serologi virus dengue

Pemeriksaan darah pada tanggal 13 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil

Hasil

13-12-2014 (09.25)

13-12-2014 (18.21)

11,1
4,88

11,0
7,08

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

31.8

28,0

17-60%

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hitung Jenis :
Netrofil

Limfosit

59.2

62,0

20-70%

Monosit

8,6

8,6

1-11%

Eosinofil

0,0

0.0

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,4
4,70
34
8
71,3
23,6
33,1
13,9

0.8
4.63
33
16
71,5
23,8
33,2
14,1

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Pemeriksaan darah pada tanggal 14 Desember 2014


Hasil

Hasil

14-12-2014 (05.52)

13-12-2014 (13.34)

10,6
8,69

11,6
10,68

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

23,4

21,8

17-60%

Limfosit

69,3

66,3

20-70%

Monosit

6,4

10,8

1-11%

Eosinofil

0,1

0.2

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,8
4,45
32
18
70,8
23,8
33,7
14,1

1,0
4.67
34
32
72,3
24,7
34,2
12,27

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hitung Jenis :

Pemeriksaan darah pada tanggal 15 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil
15-12-2014 (06.36)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin

Hemoglobin
Leukosit

10,7
10,56

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

26,9

17-60%

Limfosit

65,2

20-70%

Monosit

7,3

1-11%

Eosinofil

0,2

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,4
4,51
33
18
72,7
23,7
32,6
14,4

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Hitung Jenis :

Pemeriksaan darah pada tanggal 16 Desember 2014


Hasil

Hasil

Hasil

16-12-2014

16-12-2014

16-12-2014

(00.01)

(11.58)

(11.58)

9,8
8,97

10,8
10,61

10,1
11,08

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

25,3

27,1

35,0

17-60%

Limfosit

70,7

68,2

58,0

20-70%

Monosit

3,7

4,5

6,5

1-11%

Eosinofil

0,0

0.0

0.2

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV
Golongan darah

0,3
4,14
30
18
72,0
23,7
32,9
14,4
A / Rh +

0,2
4.59
33
29
72,1
23,5
32,6
14,4

0,3
4.32
32
39
73,4
23,4
31,9
14,7

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Pemeriksaan

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit
Hitung Jenis :

Pemeriksaan darah pada tanggal 18 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil
18-12-2014 (00.12)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit

10,4
11,59

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

35,6

17-60%

Limfosit

59,1

20-70%

Monosit

4,8

1-11%

Eosinofil

0,3

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,2
4,40
32
83
73,4
23,6
32,2
14,8

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Hitung Jenis :

Pemeriksaan darah pada tanggal 19 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil
19-12-2014 (05.11)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit

10,0
13,19

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

18,5

17-60%

Limfosit

72,1

20-70%

Monosit

8,7

1-11%

Eosinofil

0,3

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit

0,4
4,21
32

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %

Hitung Jenis :

Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

48
75,3
23,8
31,5
14,9

150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Pemeriksaan darah pada tanggal 20 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil
20-12-2014 (05.34)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit

10,3
13,37

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

16,9

17-60%

Limfosit

78,2

20-70%

Monosit

4,7

1-11%

Eosinofil

0,1

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,1
4,38
32
106
73,7
23,5
31,9
15,0

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

Hitung Jenis :

Pemeriksaan darah pada tanggal 21 Desember 2014


Pemeriksaan

Hasil
21-12-2014 (05.53)

Nilai Rujukan

Hematologi
Hematologi Rutin
Hemoglobin
Leukosit

11,1
14,03

11,5-13,5 g/dl
5-14,5 ribu/mm3

Netrofil

28,8

17-60%

Limfosit

64,6

20-70%

Monosit

6,5

1-11%

Hitung Jenis :

10

Eosinofil

0,0

1-5%

Basofil
Eritrosit
Hematokrit
Trombosit
MCV
MCH
MCHC
RDW-CV

0,1
4,56
34
227
75,4
24,3
32,3
15,8

0-1%
3,87-5,39 juta/uL
34-40 %
150-440 ribu/mm3
75-87 fL
24-30 pg
31-37 %
11,5-14,5 %

1.5.
Tgl
Kamis,
11/12/1
4

FOLLOW UP
S
Demam (+),
Nyeri perut
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

O
KU: CM
TD: 90/70 mmHg
N: 105 x/menit
T: 38C
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: SDV+/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
Rumple leed test (-)

Jumat, Demam (+),


12/12/1 Nyeri perut
4
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan

KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 38.2C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+

A
P
Tersangka 1. IVFD
KaEN 1B
demam
18 tpm
typhoid
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1
cth
4. Dummin
supp
250mg
(ekstra)
5. Cek
DPL/8jam
6. Cek
dengue
blot (IgM,
IgG)
7. Awasi
tandatanda
perdaraha
n
Demam
1. IVFD RL
25 tpm
typhoid
makro
dd/ DHF
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1
cth
11

(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Sabtu,
Demam (+),
13/12/1 Nyeri perut
4
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Mingg
u,
14/12/1
4

Demam (+),
Nyeri perut
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi

Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
Rumple leed test (-)
KU: CM
TD: 90/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 38.3C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 108 x/menit
T: 39,5C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/

4. Cek
DPL/8jam
5. Obs.
Tanda
perdaraha
n (kencing
berdarah/
mata
kemeraha
n)
6. Pantau
TTV

Demam
typhoid

1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1
cth
4. Cek
DPL/8jam

Demam
typhoid

1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1

12

(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
Senin,
Demam (-), KU: CM
15/12/1 Nyeri perut TD: 100/60 mmHg
4
atas (+),
N: 107 x/menit
mualT: 36,4C
muntah (-), RR: 25 x/menit
diare (-),
Mata: CA -/-, SI -/konstipasi
THT: epistaksis, Lidah
(-) mimisan kotor +/+
(+) darah
Thorax: simetris
segar, darah Jantung: BJ S1, S2 dbn,
yang keluar M -, G
1/3 aqua
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
gelas (4 kali Wh -/ganti kassa), Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
ptekie (-),
epigastrik (+), Turgor
BAB
cukup.
hitam(-)
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-).
Selasa, Demam (-), KU: CM
16/12/1 Nyeri perut TD: 100/60 mmHg
4
atas (+),
N: 102 x/menit
mualT: 36,3C
muntah (-), RR: 25 x/menit
diare (-),
Mata: CA -/-, SI -/konstipasi
THT: dbn, Lidah kotor +/

cth
4. Obs.
perdaraha
n

Demam
Typhoid
ITP akut

Demam
typhoid
ITP akut

1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1
cth
4. Ranitidine
3x1 amp
5. Metil
prednisolo
n 3x6 mg
IV
6. Obs.
Perdaraha
n
7. Transfusi
trombosit
3x12
kantong
1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1

13

(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Rabu,
Demam (-),
17/12/1 Nyeri perut
4
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Kamis, Demam (-),


18/12/1 Nyeri perut
4
atas (+),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi

+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 36,4C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 36,5C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/

cth
4. Ranitidine
3x1 amp
5. Metil
prednisolo
n 3x6 mg
IV
6. Obs.
Perdaraha
n
7. Cek
DPL/12ja
m

Demam
typhoid
ITP akut

Demam
typhoid
ITP akut

1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Ceftriaxon
e 1x1
gram IV
3. Sanmol
syr 4x 1
cth
4. Ranitidine
3x1 amp
5. Metil
prednisolo
n 3x6 mg
IV
6. Obs.
Perdaraha
n
7. Cek
DPL/24ja
m

1. IVFD RL
25 tpm
makro
2. Sanmol
syr 4x 1
cth
3. Cek
DPL/24ja

14

(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Jumat, Demam (-),


19/12/1 Nyeri perut
4
atas (-),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Sabtu,
Demam (-),
20/12/1 Nyeri perut
4
atas (-),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi

+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 37C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 36,8C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/

Demam
typhoid
ITP akut

Demam
typhoid
ITP akut

1. Fenflon
2. Inj.
Ranitidine
3x1 amp
IV
3. Metal
prednisolo
n 3x6 mg
IV
4. Sanmol
syr 4x 1
cth
5. Cek
DPL/24ja
m

1. Fenflon
2. Inj.
Ranitidine
3x1 amp
IV
3. Metal
prednisolo

15

(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Mingg
u,
21/12/1
4

Demam (-),
Nyeri perut
atas (-),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi
(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

Senin,
Demam (-),
22/12/1 Nyeri perut
4
atas (-),
mualmuntah (-),
diare (-),
konstipasi

+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 36,0C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/
+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)
KU: CM
TD: 100/60 mmHg
N: 105 x/menit
T: 36,5C
RR: 25 x/menit
Mata: CA -/-, SI -/THT: dbn, Lidah kotor +/

n 3x6 mg
IV
4. Sanmol
syr 4x 1
cth
5. Cek
DPL/24ja
m

Demam
typhoid
ITP akut

1. Fenflon
2. Inj.
Ranitidine
3x1 amp
IV
3. Metal
prednisolo
n 3x6 mg
IV
4. Sanmol
syr 4x 1
cth

Demam
typhoid

Boleh
pulang

ITP akut

Resep
pulang :
Metil
prednisolon

16

(-) mimisan
(-), ptekie
(-), BAB
hitam(-)

1.6.

+
Thorax: simetris
Jantung: BJ S1, S2 dbn,
M -, G
Paru: VBS +/+, Rh -/-,
Wh -/Abdomen: datar, supel,
BU (+) N, Nyeri tekan
epigastrik (+), Turgor
cukup.
Extremitas: Akral
hangat, CRT<2 detik
Kulit : ptekie (-), lebam
(-)

3x6mg
(pulv)

RESUME
Pasien seorang laki-laki, usia 8 tahun, datang dengan keluhan
demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik turun,
demam tinggi pada malam hari, demam tidak menggigil, suhu saat demam
tidak diukur menggunakan thermometer oleh ibu, ibu hanya meletakkan
punggung tangannya ke dahi pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya
nyeri perut atas. Maul-muntah disangkal. Mimisan, bintik merah di badan,
gusi berdarah, BAB hitam disangkal.
Pada saat perawatan di bangsal bougenvile tanggal 16 Desember
2014, dari hidung pasien keluar darah segar sebanyak 1/3 aqua gelas.
Darah berhenti setelah di sumpal menggunakan kassa sebanyak 4 buah.
Pemeriksaan Fisik :
BB : 20 kg

TB : 128 cm, kesan gizi kurang

Hidung : sekret -/- darah -/Abdomen : datar, supel, BU(+) normal, Nyeri Tekan (+)
Kulit : ptekie (-), lebam(-)
Pemeriksaan penunjang :
DPL,

Leukosit

4,20

(leukopeni),

Trombosit

ribu/mm3

(trombositopeni), IgM S. Typhi (Tubex) : 8 (positif), IgG & IgM dengue :


negative.

17

1.7.

DIAGNOSA KERJA
1. Demam Typhoid
2. Idiopatik Trombositopenia Purpura Akut
3. Gizi kurang

1.8.

DIAGNOSA BANDING
DHF

1.9.

PENATALAKSANAAN
1. Tatalaksana di bangsal/ruang rawat :
a. Oksigen bila perlu
b. Diet : Makanan lunak
c. IVFD RL 25 tpm makro,
Kebutuhan cairan rumatan anak dengan BB 20 kg = 100 ml/ kgBB
untuk BB 10 kg pertama dan 50 ml/ kgBB untuk BB 10 kg

d.
e.
f.
g.

berikutnya adalah :
= {(100 x 10) + (50 x 10)} x 20 / (24 x 60)
= {(1000 + 500)} x 20 / (24 x 60) = 20,8 ~ 25 tpm makro
Ceftriaxone 1x1 gram IV
Dosis 20-50mg/kgBB/hari (1x) 1x1gr IV
Inj. Ranitidine 3x1 amp IV
Dosis 1mg/kgBB/8jam 3x20mg 3x1amp
Metil prednisolon 3x6 mg IV
Dosis 1mg/kgBB/hari (8 jam) 3x6 mg IV
Sanmol syr 4x 1 cth

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
Idiopathic Trombocytopeni Purpura (ITP)
3.1.

Pendahuluan
Idiopathic Thombocytopenic Purpura (ITP) adalah suatu keadaan
perdarahan yang ditandai dengan (1) trombositopenia, dimana jumlah
trombosit dibawah 100.000/uL sering ditemukan; (2) normal atau
meningkatnya jumlah megakariosit di sumsum tulang; dan (3) tidak
ditemukannya

gangguan

atau

penyakit

lain

yang

menimbulkan

trombositopeni.Berkurangnya jumlah trombosit pada ITP kini banyak


diduga akibat adanya suatu proses imun yang menyebabkan sensitisasi

18

terhadap trombosit sehingga destruksinye meningkat. Hampir separuh dari


kasus ITP pada anak memiliki riwayat infeksi virus sebelumnya.
ITP pada anak umumnya bersifat benigna dan sebagian besar
mengalami remisi spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Keadaan
umum pasien bisa sangat baik, diagnosis klinis dapat ditegakkan dengan
melihat gejala klinis berupa manifestasi perdarahan di permukaan kulit
dan mukosa, serta hasil pemeriksaan darah lengkap khususnya jumlah
trombosit.
Karena sifatnya yang sebagian besar remisi sempurna tidak semua
anak dengan ITP diberikan terapi medikamentosa. Pemberian obat-obatan
pada ITP ialah berusaha untuk mempertahankan ketahanan trombosit
dalam sirkulasi. Bentuk terapi yang ada saat ini diantaranya terapi
kortikosteroid dan IVIG. Splenektomi dapat dipertimbangkan tergantung
dari usia dan sifat dari ITP yang diderita pasien.
3.2.

Definisi
Trombositopenik imun atau ITP adalah suatu penyakit perdarahan
yang didapat sebagai akibat dari penghancuran trombosit yang berlebihan,
ditandai dengan ; trombositopenia (trombosit < 100.000/mm3), Purpura ,
gambaran darah tepi yang umumnya normal dan tidak ditemukan
penyebab trombositopenia yang lainnya. Pada pengamatan diketahui
bahwa seorang ibu yang menderita ITP baik aktif maupun sedang dalam
masa remisi sering melahirkan anak yang kemudian melahirkan anak yang
kemudian menderita ITP, keadaan ini kemudian menimbulkan dugaan
bahwa adanya faktor humoral dari ibu yang masuk kedarah bayi.
Penemuan terbaru menyebutkan bahwa penyebab dari dari ITP telah
diketahui dimana etiologinya lewat mekanisme imun, maka ITP disebut
sebagai pupura trombositopenik imun.
Istilah purpura merujuk pada perdarahan di kulit ataupun pada
selaput lendir. Diagnosis morfologi purpura dibuat berdasarkan 3 P yaitu
apakah lesinya purpuric, primer, dan palpable. Dikatakan purpuric bila
warna menunjukkan suatu perdarahanbiasanya gradasi merah, biru atau
ungudan warnanya tidak hilang bila kulit setempat ditekan. Selanjutnya
menentukan apakah lesi ini primer ialah dengan memperhatikan apakah
19

terdapat penyebab eksogen seperti bekas gigitan serangga atau tidak. Bila
terdapat bekas gigitan serangga maka ini bukan purpura. Pada perabaan
purpura biasanya rata dengan permukaan kulit walau dapat teraba
menonjol bila terjadi proses inflamasi setempat.
ITP merupakan suatu keadaan perdarahan yang disifatkan oleh
timbulnya petekie atau ekimosis di kulit ataupun mukosa dan adakalanya
terjadi pada berbagai jaringan dengan penurunan jumlah trombosit karena
sebab yang tidak diketahui. Selain itu saat ini sudah berkembang pendapat
bahwa ITP merupakan respon imun yang tidak diketahui sebabnya
terhadap trombosit yang memicu peningkatan destruksi trombosit dan
menyebabkan defisiensi trombosit.
3.3.

Insiden
ITP diperkirakan merupakan salah satu penyebab kelainan
perdarahan yang didapat yang dapat ditemukan oleh dokter anak, dengan
insiden penyakit simtomatik berkisar 3 sampai 8 per 100.000 anak
pertahun.dibagian ilmu kesehatan anak RSU Dr. Soetomo terdapat 22
pasien baru pada tahun 2000. Delapan puluh hingga 90% anak dengan PTI
menderita episode perdarahan akut yang akan pulih dalam beberapa hari
atau minggu dan sesuai dengan namanya (akut) akan sembuh dalam 6
bulan. Pada PTI akut tidak ada perbedaan insidens laki-laki maupun
perempuan dan akan mencapai puncak pada usia 2 -5 tahun. Hampir selalu
ada riwayat infeksi bakteri atau virus ataupun imunisasi 1 6 minggu
sebelum terjadinya penyakit ini. Perdarahan sering terjadi saat trombosit
dibawah 20.000/mm3. PTI rekuren didefisinikan sebagai adanya episode
trombositopenia > 3 bulan dan terjadi 1 4% anak dengan PTI.
Mortalitas / Morbiditas :
-

Penyebab utama jangka panjang morbiditas dan kematian pada pasien

dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP) adalah perdarahan.


Perdarahan intrakranial: Yang paling sering menjadi penyebab
kematian berkaitan dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP)
adalah spontan atau disengaja intrakranial trauma akibat pendarahan.
Sebagian besar kasus perdarahan intrakranial terjadi pada pasien yang

20

menghitung trombosit kurang dari 10 X 10 9 / L (<10 x 10 3 / L). 4


situasi ini terjadi pada 0,5-1% anak-anak dan setengah fatal. Dalam
-

sebuah studi , 17% anak-anak mengalami pendarahan besar.


Morbiditas yang berhubungan dengan pengobatan:

Untuk

mempertahankan jumlah platelet dalam kisaran yang aman pada pasien


dengan pengobatan kronis resisten thrombocytopenic kekebalan
purpura (ITP), jangka panjang tentu saja dari kortikosteroid, obatobatan imunosupresif lainnya, atau mungkin diperlukan splenektomi.
Pada pasien dengan kekebalan thrombocytopenic purpura (ITP),
morbiditas dan kematian dapat dikaitkan dengan pengobatan, yang
mencerminkan

komplikasi

terapi

dengan

kortikosteroid

atau

splenektomi.
3.4.

Patofisiologi
Sebelum membahas ITP lebih jauh, sebaiknya seseorang harus
memiliki pemahaman mengenai perdarahan, pembekuan darah dan
kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) karena manifestasi klinis
gangguan perdarahan dapat hampir serupa satu dengan lainnya.
1. Perdarahan, Pembekuan Darah, dan Diatesis Hemoragik
Perdarahan ialah ke keluarnya darah dari salurannya yang normal
(arteri, vena atau kapiler) ke dalam ruangan ekstra vaskulus oleh
karena hilangnya kontinuitas pembuluh darah. Rangkaian peristiwa
pada hemostasis pada lokasi jejas vaskular secara umum antara lain :
a. Setelah jejas awal terjadi , terjadi periode vasokonstriksi arteriol
yang singkat, yang sebagian besar disebabkan oleh mekasnisme
neurogenik dan diperkuat oleh sekresi lokal faktor, seperti
endotelin (vasokonstriksi kuat yang berasal dari endotel). Namun
efeknya berlangsung sesaat dan perdarahan akan terjadi kembali
karena efek ini tidak dimaksudkan untuk mengaktitivasi trombosit
dan sistem pembekuan.
b. Jejas endotel juga membongkar matriks ekstraseluler (ECM)
subendotel yang sangat trombogenik yang memungkinkan
trombosit menempel dan menjadi aktif yaitu mengalami suatu
perubahn bentuk dan melepaskan granula sekretoris. Dalam
beberapa menit , produk yang disekresikan telah merekrut

21

trombosit tambahan (agregasi) untuk membentuk sumbatan


hemostatik; kejadian ini merupakan proses hemostasis primer.
c. Faktor jaringan, suatu faktor prokoagulan dilapisi membran yang
disintesis oleh endotel, juga dilepaskan pada lokasi jejas. Faktor ini
bekerja sam dengan faktor trombosit yang disekresikan untuk
mengaktifkan kaskade koagulasi dan berpuncak pada aktivasi
trombin. Selanjutnya trombin akan memecahkan fobronogen dalam
sirkulasi menjadi fibrin tidak terlarut, menghasilkan suatu deposisi
anyaman fibrin. Trombin juga menginduksi rekrutmen trombosit
dan pelepasan granula lebih lanjut. Rangkaian hemostasis sekunder
ini

memerlukan

waktu

lebih

lama

dibandingkan

dengan

pembentukan sumbatan trombosit awal.


d. Fibrin terpolimerasi dan agregat trombosit membentuk suatu
sumbat permanen yang keras untuk mencegah perdarahan lebih
lanjut. Pada tahapan ini mekanisme kontra-regulasi (misalnya
aktivator

plasminogen

jaringan

[t-PA])

digerakkan

membatasi sumbatan hemostasik pada lokasi jejas


e. Selama hemostasis, pembuluh darah yang

terluka

untuk
akan

menkonstriksikan dirinya agar darah mengalir lebih lambat dan


pembekuan darah dapat berlangsung. Pada saat yang sama,
penumpukan darah di luar pembuluh darah (hematoma) akan
menekan balik pembuluh darah sehingga membantu mencegah
perdarahan lebih lanjut. Segera setelah dinding pembuluh darah
rusak, trombosit dalam darah akan teraktivasi (berubah bentuk dan
membentuk spina) dan melekat di tempat cedera.
Fungsi trombosit ialah:
1. Menutup luka dengan membentuk gumpalan trombosit pada
tempat kerusakan pembuluh darah.
2. Membuat faktor pembekuan yaitu faktor trombosit dan
trombostenin untuk memperkuat gumpalan trombosit di
samping fibrin.
3. Mengeluarkan serotonin untuk kontraksi pembuluh darah dan
ADP

(adenosine

diphosphate)

untuk

mempercepat

pembentukan gumpalan trombosit.

22

Lem yang mempertahankan trombosit dalam pembuluh darah


ialah faktor von Willebrand, suatu protein yang dihasilkan oleh selsel pada dinding pembuluh darah. Setelah trombosit melekat di
tempet cedera dan menumpuk membentuk suatu gumpalan
trombosit yang longgar, sebuah proses pembekuan bernama
kaskade koagulasi darah terinisiasi. Mekanisme pembekuan darah
dibagi dalam 3 tahap dasar, yaitu :
1. Pembentukan

tromboplastin

plasma

intrinsik

(tromboplastogenesis), dimulai dengan pekerjaan trombosit,


terutama TF3 (faktor trombosit 3) dan faktor pembekuan
lain (IV, V, VIII, IX, X, XI, XII kemudian III dan VII) pada
permukaan asing atau pada sentuhan dengan kolagen.
2. Perubahan protrombin menjadi trombin yang dikatalisasi
oleh tromboplasyin, faktor IV, V, VII dan X. Trombin
berperan pada tahap autokatalitik yang cepat, menyebabkan
trombosit

labil

sehingga

mudah

melepas

TF

dan

meninggikan aktivitas tromboplastin.


3. Perubahan fibrinogen menjadi fibrin dengan katalisator
trombin, TF1 dan TF2
Hemostasis sebenarnya merupakan proses yang dinamis sehingga
setelah terbentuk bekuan darah, faktor pembekuan tertentu akan
teraktivasi agar memperlambat proses pembekuan. Proses
fibrinolisis mulai berlangsung sehingga bekuan darah lenyap saat
daerah luka sembuh. Fibrinolisis terjadi akibat aktivasi
plasminogen menjadi plasmin oleh faktor XII. Plasmin tidak
terdapat dalam peredaran darah normal karena dengan cepat akan
dinon-aktifkan oleh inhibitor dalam plasma (antiplasmin).
Substrat normal untuk plasmin ialah fibrin degradation product
(FDP) yang merupakan antikoagulansia dan akan menghambat
reaksi trombin-fibrinogen.
Gangguan atau kelainan perdarahan (diatesis hemoragik) ialah
suatu kecenderungan untuk mengalami pembekuan darah dan
perdarahan

yang

abnormal.

Gangguan

perdarahan

dapat

23

merupakan hasil dari (1) abnormalitas trombosit kualitatif


ataupun kuantitatif, (2) abnormalitas faktor pembekuan kualitatif
maupun kuantitatif, (3) abnormalitas vaskuler, atau (4)
fibrinolisis yang dipercepat.
Perdarahan mukosa yang berlebihan sugestif ke gangguan
trombosit, penyakit von Willebrand, disfibrinogenemia atau
vaskulitis. Perdarahan kedalam otot atau sendi dapat dikaitkan
dengan

abnormalitas

faktor

pembekuan

darah.

Kelainan

perdarahan ini dapat bersifat kongenital atau didapat. Berikut ini


merupakan tabel berisi contoh abnormalitas pada gangguan
perdarahan.
Idiopathic Thrombocytopenic Purpura (ITP)
Kerusakan trombosit pada ITP melibatkan autoantibodi terhadap
glikoprotein

yang

terdapat

pada

membran

trombosit.

Penghancuran terjadi terhadap trombosit yang diselimuti antibodi


(antibody coated platelets) tersebut dilakukan oleh makrofag
yang terdapat pada limpa dan organ retikuloendotelial lainnya.
Adanya perbedaan secara klinis maupun epidemiologis antara
PTI akut maupun PTI kronis menimbulkan dugaan adanya
perbedaan mekanisme patofisologis terjadinya trombositopenia
diantara keduanya. Pada PTI akut telah dipercaya bahwa
penghancuran trombosit meningkat karena adanya antibodi yang
terbentuk saat terjadi respon imun terhadap infeksi bakteri atau
virus atau pada imunisasi, yang bereaksi silang dengan antigen
dari trombosit. Mediator-mediator lain yang meningkat selama
terjadinya respon imun terhadap infeksi dapat berperan dalam
terjadinya penekanan terhadap produksi trombosit, disamping itu
juga terjadi aktivasi dan fiksasi komplemen C 5 9 pada
permukaan trombosit yang menyebabkan lisisnya trombosit 6
sedangkan pada PTI kronis mungkin telah terjadi gangguan
dalam regulasi sistem imun seperti pada autoimun lainnya, yang
berakibat terbentuknya antibodi spesifik terhadap trombosit.

24

Saat ini telah diidentifikasi beberapa jenis glikoprotein (GP)


permukaan trombosit pada PTI, diantaranya GP Iib Iia, GP Ib,
dan GP V. Namun bagaimana antibodi antitrombosit meningkat
pada PTI, perbedaan secara pasti patofisiologi PTI akut dan
kronis, serta komponen yang terlibat dalam regulasinya masih
belum diketahui.
Hal tersebut diatas yang menjelaskan mengapa beberapa cara
pengobatan terbaru yang digunakan dalam penatalaksanaan PTI
memiliki efektifitas terbatas , disebabkan mereka gagal mencapai
target spesifik jalur imunologis yang bertanggung jawab pada
perubahan produksi dan destruksi dari trombosit.
Klasifikasi ITP
Ada dua tipe ITP berdasarkan kalangan penderita. Tipe pertama
umumnya menyerang kalangan anak-anak, sedangkan tipe
lainnya menyerang orang dewasa. Anak-anak berusia 2 hingga 4
tahun yang umumnya menderita penyakit ini. Sedangkan ITP
untuk orang dewsa, sebagian besar dialami oleh wanita muda,
tapi dapat pula terjadi pada siapa saja. ITP bukanlah penyakit
keturunan.
ITP juga dapat dibagi dua, yakni akut dan kronik. Batasan yang
biasa dipakai adalah waktu juka dibawah 6 bulan disebut akut
dan di atas 6 bulan disebut kronik. Menurut perjalanan klinisnya
dapat diklasifikasikan sebagai berikut
1. ITP akut
- Pada anak anak dan dewasa muda
- Tidak ada predileksi jenis kelamin
- Riwayat infeksi virus atau bakteri 1 3 minggu
-

sebelumnya
Gejala perdarahan bersifat mendadak
Lama penyakit 2 minggu 6 bulan, jarang lebih remisi

spontan pada kasus 80 % kasus


- Trombosit <20.000/mL
2. ITP kronis
- Terjadi pada wanita muda sampai pertengahan
- Jarang ada infeksi sebelumnya
- Gejala perdarahan bersifat menyusup, pada wanita
-

biasanya berupa menomethtroragi


Lama penyekit beberapa bulan sampai tahun
25

- Jarang terjadi remisi spontan


- Trombosit 30.000-100.000/Ml
Manifestasi Klinis
Bintik- bintik merah pada kulit seringnya bergeromol dan

2.5.

menyerupai rash. Bintik tersebut dikenal dengan ptekie, disebabkan oleh


adanya perdarahan di bawah kulit. Memar atau kebiruan pada kulit atau
membran mukosa disebabkan oleh perdarahan bawah kulit. Memar
tersebut mungkin terjadi tanpa alasan yang jelas, yang di sebut dengan
pupura.
Hidung mengeluarkan darah atau perdarahan pada gusi. Ada darah
pada feses maupun urin. Beberapa macam perdarahan yang sulit
dihentikan dapat menjadi tanda ITP, termasuk menstruasi yang
berkepanjangan pada wanita. Perdarahan otak jarang terjadi, dan gejala
perdarahan pada otak dapat menunjukkan tingkat keparahan penyakit.
Jumlah trombosit yang rendah akan menyebabkan nyeri, fatigue, sulit
berkonsentrasi atau gejala lain.
Manifestasi klinis ITP sangat bervariasi mulai dari perdarahan
ringan sampai berat, kadang juga asimtomatil. Perdarahan biasanya terjadi
apabila jumlah trombosit <50.000/mL, dan perdarahan spontan terjadi jika
jumlah trombosit <10.000/mL.
ITP banyak terjadi pada masa anak-anak, tersering dipresipitasi
oleh infeksi virus dan biasanya dapat sembuh sendiri. Sebaliknya pada
orang dewasa, biasanya menjadi kronik dan jarang mengikuti suatu infeksi
virus.
Pemeriksaan Laboratorium
-

Trombosit (sering < 20.000 - 30.000/mcL) dan sel-sel darah normal.


Masa Perdarahan (BT, Bleeding Time) memanjang
Masa Protrombin (PT, Prothrombin Time): normal
Masa Protrombin Partial (PTT, Partial PT): normal
Pemeriksaan penghapusan darah tepi:
a. Lekosit, Hb dalam keadaan normal kecuali ada perdarahan.
b. Trombosit lebih besar (lebih muda), tidak ada kumpulan trombosit
Pemeriksaan sumsum :
a. Hasil: Megakariosit normal atau bertambah pada ITP akut
Pemeriksaan antibodi terhadap glikoprotein trombosit, misalnya
dengan modified antigen-capture enzyme linked immunosorbent assay

26

(MACE) dan monoclonal antibody-specific immobilization of platelet


antigens (MAIPA).
Untuk kasus ITP kronis:
2.6.

Trombosit biasanya 20.000 - 70.0000


Perlu memeriksa ANA, Anti DNA Ab, LED, tes Coombs & retikulosit
Diagnosis
Gejala klinis berupa riwayat perdarahan secara akut atau spontan,

baik pada kulit, petekiae, purpura atau perdarahan mukosa hidung


(epistaksis) dan perdarahan mukokutaneus lainnya, biasanya gejala
tersebut didahului dengan infeksi virus/ bakteri atau pasca imunisasi.
Sedangkan pada pemeriksaan fisik bisa ditemukan adanya tanda tanda
perdarahan seperti yang disebutkan diatas, kadang didapatkan pembesaran
splenomegali namun dalam hal kita harus tetap memikirkan kemungkinan
penyakit lain.
Dari pemeriksaan

laboratorium

berupa

trombositopenia,

retikulositosis ringan, anemia bila terjadi perdaran kronis, waktu


perdarahan

memanjang,

pada

sumsum

tulang

dijumpai

banyak

megakariosit agranuler atau tidak mengandung trombosit


Antibodi monoklonal untuk mendeteksi glikoprotein spesifik pada
membran trombosit mempunyai spesifitas 85 %, belum digunakan secara
luas. Namun secara prinsip untuk mendiagnosis PTI adalah kita harus
menyingkirkan kemungkinan penyebab trombositopenia yang lain.
2.7.

Diagnosis banding ITP


Kelainan
1. Leukimia

Gambaran klinis
- Riwayat
kelelahan,demam, berat badan
turun,
pucat,
nyeri

tulang
- Limfadenopati
- Splenomegali
- Hepatomegali
2.Anemia aplastik - Riwayat
kelelahan, perdarahan atau infeksi
berulang

Laboratorium
Leukosit meningkat
Anemia
Terdapat sel blas pada
apusan

darah

tepi

(leukoeritroblastosis)

Pansitopenia
Neurotropenia
Hitung retikulosit rendah

27

- Pemeriksaan fisik non


3.Neuroblastoma -

spesifik
Tidak ada hepatomegali
Massa di abdomen
- Trombositopenia
karena
Sindrom pananeoplastik
metastasis ke sumsum
Gejala neurolik dari
tulang
korda spinalis

4.Defisiensi nutrisi - Riwayat

buruk atau diet khusus


- Pucat lemah dan lelah
- Defisit neurologi karena

5.Purpura

nutrisi

Anemia megaloblastik
Hipersegmentasi neutrofil
Retikulosit rendah
Kadar vit B12 dan asam

folat rendah
defisiensi vitamin B12
pasca - Riwayat
transfusi - Trombositipenia akut

transfusi

trombosit

dalam

beberapa

jam

sebelumnya
6.Infeksi HIV

Gejala dan tanda infeksi - Kelainan


sistemik HIV

7.DHF

sebagian

atau

seluruh deret sel


- Konfirmasi
diagnostik

serologi HIV
Demam bifasik 2-7 hari - Trombositopenia
Rumple leed +
- Leukopenia
Ptekie +
- Peningkatan hematokrit
Tanda plasma leakage
(asites,

efusi

pleura,

hemokonsentrasi)

2.8.

Penatalaksanaan
Penatalaksanaan PTI pada anak meliputi tindakan suportif dan terapi
farmakologis.

Tindakan

suportif

merupakan

hal

penting

dalam

penatalaksanaan PTI pada anak, diantaranya:


- Membatasi aktifitas fisik
- Mencegah perdarahan akibat trauma
- Menghindari obat yang dapat menekan produksi trombosit atau
merubah fungsinya

28

Sebagian besar (80%) pasien biasanya dapat sembuh sempurna secara


spontan dalam waktu kurang dari 6 bulan. Pada beberapa kasus PTI pada
anak didapatkan perdarahan kulit yang menetap , perdarahan mukosa atau
perdarahan internal yang mengancam jiwa yang memerlukan tindakan atau
pengobatan segera. Tranfusi trombosit jarang dilakukan dan biasanya tidak
efektif karena trombosit yang ditransfusikan langsung dirusak.
Tindakan farmakologis
a. Kortikosteroid peroral
Sebelum era IVIG, kortikosteroid peroral merupakan pengobatan
utama pada PTI karena dipercaya capat menghambat penghancuran
trombosit

dalam

sistem

retikuloendotelial

dan

mengurangi

pembentukan antibodi terhadap trombosit serta mempunyai efek


stabilisasi

kapiler

yang

mengurangi

perdarahan.dosis

1-

2mg/kgBB/hari dalam dosis terbagi atau ekuivalensinyan terindikasi.


Sartorius 1984, pada penelitian yang lebih besar menyimpulkan waktu
yang diperlukan untuk meningkatkan jumlah trombosit menjadi >
30.000/mm3 dan > 100.0000/mm3, serta uji tourniquet yang normal
ternyata secara bermakna lebih pendek pada kelompok prednison,
meskipun parameter perdarahan klinis tidak di evaluasi pada penelitian
ini.
b. Imunoglobulin intravena (IVIG)
Dengan munculnya terapi IVIG beberapa penelitian menunjukkan
peningkatan yang cepat jumlah trombosit dengan efek samping yang
minimal pada pengobatan dengan tranfusi IVIG, seperti kortikosteroid
IVIG juga menyebabkan blokade pada sistem retikuloendotelial.IVIG
dapat meningkatkan jumlah trombosit dalam waktu cepat (umumnya
48 jam), sehingga pengobatan pilihan untuk PTI dengan perdarahan
yang serius (berat secara klinis) menurut penelitian terbaru
menunjukkan lebih baik dan murah menggunakan dosis yang lebih
rendah yaitu dosis tunggal 0,8 gram/KgBB atau 0,25-0,5 gram/KgBB
selama 2 hari dan memberikan efek samping yang lebih kecil pula.
c. Anti-D untuk pasien dengan rhesus D positif

29

Pengobatan dengan imunoglobulin anti-D efektif pada anak dengan


rhesus positif dan memiliki keuntungan berupa suntikan tunggal dalam
waktu singkat. Namun selain mahal , dilaporkan adanya hemolisis dan
anemia yang memerlukan tranfusi darah setelah dilakukan pengobatan
ini.
d. Splenektomi
Tindakan tersebut jarang dilakukan pada anak dengan PTI dan hany
dianjurkan pada perdarahan hebat yang tidak memberikan respons
terhadap pengobatan dan dilakukan setelah menjadi PTI kronis (> 6
bulan).
Beberapa pengobatan lainnya yang pernah dilaporkan bisa diberikan
pada anak dengan PTI adalah : Gamma interferon, tranfusi tukar
plasma dan protein A _ immunoadsoption, alkaloid Vinca (vincristin
dan vinblastin), danazol, vitamin C dan siklofosfamid.
Pada beberapa keadaan tertentu seperti adanya gejala neurologis ,
perdarahan internal atau pembedahan darurat memerlukan intervensi
segera. Metilprednisolon (30 mg /KgBB/hr maksimal 1 gr/hr selama 23 hari) sebaiknya diberikan secara intravena dalam waktu 20-30 menit
bersamaan dengan IVIG (1 gr/KgBB/hr selama 2-3 hari) dan tranfusi
trombosit 2 3 kali lipat dari jumlah yang biasa diberikan.
Pengobatan- pengobatan tersebut diatas potensial memberikan efek
samping

yang

serius,

sehinggga

penting

mempertimbangkan resiko-resiko tersebut

bagi

kita

untuk

agar tidak merugikan

pasien (primum no necere). Oleh karena itu pengobatan pada anak


yang menderita PTI sebagian besar tetap berdasarkan pengalaman
pribadi , pendekatan filosofi dan pertimbangan pertimbangan praktis.
Ditambahlagi

pengobatan-pengobatan

tersebut

hanya

untuk

meningkatkan jumlah trombosit yang rendah tapi tidak mengobati


penyakit yang mendasari. Sehingga kekambuhan sering terjadi.
2.9.

Komplikasi
Trombositopenia berat dapat menyebabkan perdarahan yang mengancam
nyawa, yaitu hemoragi intrakranial, yang untungnya jarang terjadi.

2.10.

Prognosis

30

Anak-anak biasanya sembuh secara spontan, bahkan dari trombositopenia


berat, dalam beberapa minggu ke bulan.

Pada orang dewasa, remisi

spontan jarang terjadi. Namun, pada beberapa orang memiliki penyakit


ringan dan stabil (misalnya, menghitung trombosit di atas 30.000 L);
kasus seperti itu mungkin lebih umum daripada yang diduga sebelumnya.

Demam Typhoid
2.1.

Definisi
Demam tifoid (tifus abdominalis, enteric fever) adalah penyakit infeksi
akut yang biasanya terdapat pada saluran pencernaan dengan gejala
demam yang lebih dari 7 hari, gangguan pada saluran pencernaan dengan

2.2.

atau tanpa gangguan kesadaran


Etiologi
Demam tifoid disebabkan oleh Salmonella typhi (S. typhi), basil gram
negatif, berflagel, dan tidak berspora. 3 macam antigen yaitu antigen O
(somatik berupa kompleks polisakarida), antigen H (flagel), dan antigen Vi
(simpai).

Kuman ini tumbuh dalam suasana aerob dan fakultatif

anaerob. Kuman ini mati pada suhu 56C dan pada keadaan kering.
Di dalam air dapat bertahan hidup selama 4 minggu dan hidup subur pada
medium yang mengandung garam empedu

2.3.

Epidemiologi

31

Saat ini demam tifoid masih berstatus endemik di banyak wilayah di Asia,
Afrika, dan Amerika Selatan ,dimana sanitasi air dan pengolahan limbah
kotoran tidak memadai . Sementara, kasus tifoid yang ditemukan di negara
maju saat ini biasanya akibat terinfeksi saat melakukan perjalanan
ke negara-negara dengan endemik tifoid.
Pada area-area endemik,kejadian demam tifoid paling tinggi terjadi pada
anak-anak usia 5 sampai 19 tahun, pada beberapa kondisi tifoid secara
signifikan menyebabkan kesakitan pada usia antara 1 hingga 5tahun

2.4.

Gambaran Klinik
Masa inkubasi dapat berlangsung 7-21 hari, walaupun pada umumnya
adalah 10-12 hari. Pada awal penyakit keluhan dan gejala penyakit tidak
lah khas, berupa :
- anoreksia
- rasa malas
- sakit kepala bagian depan
- nyeri otot
- lidah kotor
- gangguan perut (perut meragam dan sakit)

2.5.

Diagnosis
Pada pemeriksaan darah tepi dapat ditemukan adanya penurunan kadar
hemoglobin, trombositopenia, kenaikan LED, aneosinofilia, limfopenia,
leukopenia, leukosit normal, hingga leukositosis.
Gold standard untuk menegakkan diagnosis demam tifoid adalah
pemeriksaan kultur darah (biakan empedu) untuk Salmonella typhi.
Pemeriksaan kultur darah biasanya akan memberikan hasil positif pada
minggu pertama penyakit. Hal ini bahkan dapat ditemukan pada 80%
pasien yang tidak diobati antibiotik. Pemeriksaan lain untuk demam tifoid

32

adalah uji serologi Widal dan deteksi antibodi IgM Salmonella typhi dalam
serum.
Uji serologi widal mendeteksi adanya antibodi aglutinasi terhadap antigen
O yang berasal dari somatik dan antigen H yang berasal dari flagella
Salmonella typhi. Diagnosis demam tifoid dapat ditegakkan apabila
ditemukan titer O aglutinin sekali periksa mencapai 1/200 atau terdapat
kenaikan 4 kali pada titer sepasang. Apabila hasil tes widal menunjukkan
hasil negatif, maka hal tersebut tidak menyingkirkan kemungkinan
diagnosis demam tifoid
2.6.

2.7.

Penatalaksanaan
1. kloramfenikol masih menjadi drug of choice bagi pengobatan demam
2.
3.
4.
5.

tifoid di Indonesia.
tiamfenikol
kotrimoksazol
ampisilin atau amoksisilin (50-150 mg/kgBB selama 2 minggu)
golongan sefalosporin generasi III (contoh: seftriakson 3-4 gram dalam

6.

dekstrosa 100 cc selama jam per infus sekali sehari untuk 3-5 hari)
golongan fluorokuinolon

Komplikasi
1. Komplikasi Intestinal berupa Perdarahan usus, Perforasi usus Ileus
paralitik
2. Komplikasi Ekstra Intestinal
- Komplikasi Kardiovaskuler : kegagalan sirkulasi perifer (renjatan
-

septik),miokarditis,trombosis dan tromboflebitis


Komplikasi darah : anemia hemolitik ,trombositopenia, dan /atau
Disseminated Intravascular Coagulation (DIC) dan Sindrom

uremia hemolitik
Komplikasi paru : Pneumonia,empiema,dan pleuritis
Komplikasi hepar dan kandung empedu : hepatitis dan kolesistitis
Komplikasi ginjal : glomerulonefritis,pielonefritis, dan perinefritis
Komplikasi tulang : osteomielitis,periostitis,spondilitisdan Artritis
Komplikasi Neuropsikiatrik : Delirium, meningismus, meningitis,
polineuritis perifer, sindrom guillain-barre, psikosis dan sindrom

2.8.

katatonik
Patogenesis

33

BAB III
ANALISA KASUS
34

Penegakan diagnosis demam typhoid dan ITP kut dilakukan berdasarkan


anamnesis, pemeriksaan fisik dan pemeriksaan penunjang. Dari anamnesis
didapatkan keluhan demam sejak 7 hari sebelum masuk rumah sakit. Demam naik
turun, demam tinggi pada malam hari, demam tidak menggigil, suhu saat demam
tidak diukur menggunakan thermometer oleh ibu, ibu hanya meletakkan
punggung tangannya ke dahi pasien. Pasien juga mengeluhkan adanya nyeri perut
atas. Maul-muntah disangkal. Mimisan, bintik merah di badan, gusi berdarah,
BAB hitam disangkal. Dari anamnesa awal lebih mengarah ke diagnosis demam
typhoid.
Dari pemeriksaam fisik Pemeriksaan Fisik awal didapatkan BB : 20 kg,
TB : 128cm, kesan gizi kurang. Dari Hidung tidak terdapat sekret maupun darah
yang keluar dari hidung namun pada tanggal . Pemeriksaan abdomen didapatkan
nyeri tekan. Pada kulit tidak didapatkan ptekie maupun lebam-lebam.
Dari pemeriksaan penunjang didapatkan leukopeni dengan leukosit : 4,20,
Trombositopeni dengan nilai 8 ribu IgM S. Typhi (Tubex) : 8 (positif), IgG & IgM
dengue

negative.

Pemeriksaan

tubex

didapatkan

hasil

positif

kuat

mengindikasikan adanya infeksi salmonella typhi.


Pada saat perawatan di bangsal bougenvile tanggal 16 Desember 2014,
dari hidung pasien keluar darah segar sebanyak 1/3 aqua gelas. Darah berhenti
setelah di sumpal menggunakan kassa sebanyak 4 buah. Dan pada pemeriksaan
fisik didapatkan secret yang keluar dari hidung. Namun tidak ditemukan tandatanda perdarahan lain seperti ptekie, mata merah, gusi berdarah dan BAB hitam.
Ditambah dengan hasil laboratorium didapatkan trombositopeni menguatkan
diagnosis idiopatik trombositopeni purpura (ITP) akut karna terjadi pada anakanak.
Pada pasien ini dianjurkan untuk dilakukan pemeriksaan darah lengkap per
delapan jam untuk mengontrol kadar trombosit. Di bangsal pasien mendapatkan
terapi IVFD RL 25 tpm makro, Kebutuhan cairan rumatan anak dengan BB 20 kg
= 100 ml/ kgBB untuk BB 10 kg pertama dan 50 ml/ kgBB untuk BB 10 kg
berikutnya. Antibiotik : Ceftriaxone 1x1 gram IV, Inj. Ranitidine 3x1 amp IV.
Metal prednisolon 3x6 mg IV. Sanmol syr 4x 1 cth.

35

Pada tanggal 22 pasien sudah dinyatakan lebih membaik dengan


didapatkan kadar trombosit 227. Pasien dipulangkan dengan mendapat obat metal
prednisolon 1 x 6 mg (pulv) dan disarankan untuk kontrol ke poliklinik anak.

DAFTAR PUSTAKA

36

1. Corrigan James. Purpura Trombositopenik Idiopatik: behrman, kliegman,


Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 2. Jakarta. EGC, 2000.
hal 1746-1747
2. Dr. Rusepno Hasan, Dr. Husein Alatas. Penyakit perdarahan. IIdiopathic
Thromobocytopenic Purpura.. Dalam: Buku Ajar Ilmu Kesehatan Anak Jilid 1.
Jakarta: Balai penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2005. 457459, 479-482.
3. Permono bambang . H, sutaryo, ugrasena .IDG, windiastuti endang,
abdulsalam maria, purpura trombositopenik imun, buku ajar Hematologionkologi Anak, Edisi 2, jakarta : Ikatan Dokter Anak Indonesia, 2005.Hal 133143.
4. Mitchell, Kumar, Abbas & Fausto, Buku Saku Dasar Patologis penyakit.
Edisi7. Purpura Trombositopenik Idiopatik, Jakarta: penerbit EGC. 2009. Hal
378-379
5. Mitchell Richard N, Cotran Ramzi S, Robbins Buku Ajar Patologi. Edisi 7.
Gangguan Hemodinamik, Tombosis dan Syok, Jakarta: penerbit EGC. 2007.
Hal 91 - 96
6. Bakta, I Made. Idiopathic Thrombocytopenic Purpura, Hematologi Klinik dan
Ringkas Jakarta: Cetakan pertama, penerbit EGC. 2006 hal 127-129
7. Corrigan James.J. Purpura Trombositopenik Idiopatik: behrman, kliegman,
Arvin. Ilmu Kesehatan Anak Nelson. Edisi 15, Volume 2. Jakarta. EGC, 2000.
hal 1746-1747
8. Bromberg Michael E., Immune Thrombocytopenic Purpura The Changing
Therapeutic Landscape. The New England Journal of Medicine. October 19
2006 (online 20 desember 2009) Volume 355:1643-1645, Avalaible from:
URL : http://content.nejm.org/cgi/content/full/355/16/1643
9. The merck manual healthcare for professional, Idiopathic Thrombocytopenic
Purpura (ITP) Mei 2009 (online 25 desember 2009). Avalaible from:
URL : http://www.merck.com/mmpe/sec11/ch133/ch133d.html

37

38

39

Anda mungkin juga menyukai